Anda di halaman 1dari 13

ABSTRAK

Status gizi pada anak dengan limfoblastik akut ( ALL) dapat diketahui Efek samping yang
mungkin timbul setelah dilakukan
kemoterapi. Salah satu efek samping yang sering terjadi pada anak dengan SEMUA pasca
kemoterapi adalah toksisitas hematologis. Toksisitas hematologis adalah efek toksik yang
ditimbulkan dari obat kemoterapi yang menyebabkan Gangguan pada sel darah yang dapat
diatasi dengan baik dapat menimbulkan kematian. Toksisitas hematologis sering terjadi pada
anak ALL pasca kemoterapi belum menjadi perhatian tenaga kesehatan perawat. Tujuan
penelitian ini adalah ingin mempelajari hubungan antara status gizi dengan toksisitas
hematologi pada anak kemoterapi. Penelitian ini dilakukan di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung
pada bulan Desember 2016 dengan metode penelitian evaluasi dengan estimasi
retrospektif. Penelitian ini dilakukan pada 198 responden yang diambil dari catatan rekam medis
bulan Januari-Juli 2016 dengan menggunakan purposive contoh. Analisis data menggunakan uji
Korelasi Spearman Rank (Rho). Hasil penelitian diperoleh 13 dari 17 responden berstatus gizi
sangat tinggi toksisitas hematologis dan hubungan yang signifikan antara status gizi
dengan toksisitas hematologi pada anak ALL (p = 0,015) dengan konversi yang sangat lemah (r
= -0,172). Kesimpulan: Ada hubungan antara status gizi dengan toksisitas hematologi pasca
kemoterapi pada anak LLA yang mendukung kemoterapi. Oleh karena itu, pentingnya
pengkajian status gizi dan pemantauan tanda-tanda toksisitas hematologi untuk Menghindari efek
buruk dari pengobatan kemoterapi pada anak
dengan ALL.
Kata kunci: Anak, Toksisitas Hematologis , Kemoterapi, Leukemia, Status gizi

Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologis


pada Anak-anak dengan Leukemia Limfoblastik Akut
ABSTRAK
Leukemia limfoblastik akut (ALL) adalah kanker paling umum pada anak-anak dan salah satu
penyebab utama kematian pada anak-anak. Banyak faktor yang mempengaruhi prognosis
leukemia limfoblastik akut, salah satunya adalah nutrisi status. Status gizi pada anak-anak
dengan limfoblastik akut akut diketahui mempengaruhi efek samping yang timbul setelah
kemoterapi. Salah satu efek sampingnya sering terjadi pada anak-anak dengan ALL post
kemoterapi yang hematologis toksisitas. Toksisitas hematologis adalah salah satu efek samping
kemoterapi jika tidak diperlakukan dengan benar dapat menyebabkan kematian. Tujuan
penelitian ini adalah menganalisis korelasi status gizi dengan toksisitas hematologis pada anak-
anak dengan ALL dalam kemoterapi. Penelitian ini dilakukan di Hasan Sadikin General Rumah
Sakit di Bandung pada bulan Desember 2016 dengan penelitian korelasional dilakukan dengan
pendekatan retrospektif. 198 responden dipilih menggunakan purposive sampling diambil dari rekam
medis selama Januari-Juli 2016. Data dianalisis menggunakan Spearman Rank Correlation Test (Rho). Studi
ini menunjukkan bahwa 17 anak-anak dengan ALL adalah katedigigit sangat tipis (86,7%) menderita
toksisitas hematologi sehingga ditemukan korelasi yang signifikan antara status gizi sebelum kemoterapi dan
toksisitas hematologis pasca kemoterapi di Indonesia anak-anak dengan ALL (p = 0,015) untuk korelasi yang
sangat lemah (r = -0,172). Kesimpulan dalam penelitian ini yang diteliti adalah kemoterapi yang dinyatakan
gizi berkorelasi dengan toksisitas hematologi setelah kemoterapi pada anak-anak dengan ALL. Karena itu,
penilaian status gizi pada anak dengan akut leukemia limfoblastik harus dilakukan terutama ketika
pengobatan kemoterapi sedang dilakukan meminimalkan terjadinya toksisitas hematologis.
Kata kunci: Anak-anak, Leukemia, Kemoterapi, Toksisitas Hematologis, Keadaan gizi
PENGANTAR
Kanker pada anak-anak adalah salah satu masalah kesehatan yang ada di dunia. Meskipun
kejadian kanker pada anak-anak sangat jarang yaitu 1% pada Dunia. Tapi itu adalah salah satu
penyebab utama kematian 80.000 anak (usia 0-14 tahun) di Jakarta 2012 (American Cancer
Society, 2015). Kanker pada anak-anak terdiri dari berbagai jenis, tetapi kanker paling umum
pada anak-anak 30-40% adalah leukemia akut terutama limfoblastik akut (ALL) (Kementerian
Kesehatan RI, 2011). Banyak metode pengobatan untuk meningkatkan harapan hidup anak-anak
dengan Leukemia limfoblastik akut . Salah satu perawatan utamanya adalah kemoterapi (Wong,
Eaton, Winkelstein, Wilson, & Schwatz, 2009). Kemoterapi adalah suatu pengobatan yang
efektif untuk leukemia limfoblastik akut di Indonesia. Tetapi setiap anak memiliki perbedaan
reaksi ketika mereka dalam perawatan ini. Efek samping dari kemoterapi terkadang lebih parah
dari gejala leukemia. Salah satu sisi Efek yang sering terjadi setelah kemoterapi adalah
myelosuppresion (penindasan tulang aktivitas baris) yang mengakibatkan munculnya toksisitas
matologis (Metha & Hoffbrand, 2012). Toksisitas hematologi adalah salah satu efek samping
utama dari pemberian obat kemoterapi yang terjadi karena myelosuppresion yang dapat
menghambat perkembangan sel induk darah normal di mana jumlah sel darah putih, sel darah
merah dan trombosit terganggu (Cancer Agency, 2015). Anak-anak yang menjalani kemoterapi
dengan leukemia selalu mengalami hematologi toksisitas. Tanda-tanda toksisitas hematologica
masing-masing anak berbeda seperti leukopenia, trombositopenia dan anemia (Isnani,
Perwitasari, Andalusia & Mahdi, 2014). Berdasarkan hasil studi bahwa anak-anak dengan ALL
yang menjalani Kemoterapi akan mengalami hematologi toksisitas tetapi ini belum menjadi
perhatian lebih oleh petugas kesehatan. Sedangkan toksisitas hematologis dapat menyebabkan
efek buruk pada pasien. Jika tidak segera menangani dapat menyebabkan infeksi dan perdarahan
yang akhirnya bisa menyebabkan tertunda pengobatan atau mungkin kematian (Metha &
Hoffbrand, 2012; Badan Kanker, 2015). Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya toksisitas
hematologis menurut Kanker Agensi (2015) adalah usia, status gizi, kimia jenis lain, jenis radiasi
dan tulang cadangan baris. Dari lima faktor tersebut, status gizi Ini adalah salah satu faktor yang
bisa difollow dengan lebih baik petugas kesehatan, terutama perawat. Nutrisi status menjadi
salah satu prognosis pada anak-anak dengan ALL (Roger, 2014). Status gizi adalah dikaitkan
dengan efek jangka pendek dan jangka panjang setelah perawatan kemoterapi di Indonesia anak-
anak dengan ALL (Owens, Hanson, McArthur & Mikhailov, 2013). Selain itu status gizi terkait
dengan terjadinya kekambuhan, peningkatan survival (EFS) dan okarus toksisitas terkait
pengobatan (TRT) dan kecacatan (Orgel, Sposto, Malvar, Seibel, Ladas, et al., 2014; Sari,
Windiastuti, Cempako & Devaera, 2010; Alcazar, Enriquez, Ruiz, Gutierrez, & Arangure,
2013). Jadi dikatakan demikian penilaian dan intervensi gizi status pada anak dengan ALL dapat
meningkatkan kualitas hidup, mengurangi toksisitas dan meningkatkan kepastian tingkat vival
(Hazarika & Dwivedi, 2015). Namun berdasarkan penelitian lain, nutrisi status tidak
berpengaruh pada toksisitas, kambuh, hasil dan kematian dini pada pasien ALL yang menjalani
kemoterapi (Hijiya, Panetta, Zhou, Kyzer, Howard, et al., 2006). Perbedaan dalam hasil
penelitian ini mengindikasikan perlunya penelitian lebih lanjut terkait dengan ini. Di RSUP Dr
Hasan Sadikin Bandung, anak-anak dengan ALL adalah kasus terbanyak kanker pada anak-anak
di rumah sakit ini dengan rata-rata pasien usia sepanjang 2016 adalah + 55 kasus. Berdasarkan
pada data dari 2015-2016 diketahui bahwa tingkat kematian anak-anak dengan ALL yang
menjalani kemoterapi di Kenanga 2 meningkat dari 3 anak-anak pada tahun 2015 hingga 11 anak
pada tahun 2016 (Januari-Juli 2016). Berdasarkan pengamatan diketahui bahwa anak-anak
dengan status gizi kurang cenderung mengalami toksisitas hematologi, kambuh dan bahkan
kematian. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang masalah peneliti di atas tertarik untuk
menganalisis lebih lanjut korelasi status gizi sebelum kemoterapi dengan racun efek es setelah
kemoterapi yang hemato toksisitas logis pada anak-anak limfoblastik akut leukemia. Tujuan dari
penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi status gizi pra-kemoterapi, mengidentifikasi
toksisitas hematologis setelah kemoterapi dan untuk mengetahui hubungan antara nutrisi status
dan toksisitas hematologis pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut yang menjalani
kemoterapi.
METODE
Penelitian ini adalah penelitian korelasional dengan pendekatan retrospektif. Sampel ini penelitian adalah
anak-anak dengan ALL yang menjalani kemoterapi dalam konsolidasi dan perawatan fase keuangan selama
Januari-Juli 2016 di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Metode pengumpulan data kuliah dengan studi
dokumentasi dengan menggunakan instrumen lembar hasil studi dokumentasi. Data diambil dari rekam medis
terdiri dari usia, jenis kelamin, fase kemoterapi, status gizi berdasarkan berat badan dan tinggi badan
Kemudian siapa yang menghitung BMI dan diklasifikasikan berdasarkan Status Antropometri Penilaian Status
Gizi Anak Kementerian Kesehatan Tahun 2010 dan hasil laboratorium untuk dilihat berdasarkan Kriteria
Terminalogi Umum untuk Merugikan Modifikasi Event (CTCAE v3) dengan toksik kriteria (kelas 1-5) dan
tidak beracun (kelas 0). Data Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis univariat. analisis sis
dan bivariat. Analisis univariat untuk menentukan distribusi frekuensi nutrisi status nasional dan toksisitas
hematologi. Bivari analisis menggunakan Spearman Rank (Rho) untuk menganalisis lyze dua variabel yaitu
status gizi dengan toksisitas hematologi.

Sampel penelitian ini adalah anak-anak dengan ALL yang menjalani kemoterapi pada fase konsolidasi dan
pemeliharaan selama Januari-Juli 2016 di RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung. Metode pengumpulan data
dengan studi dokumentasi dengan menggunakan lembar instrumen hasil studi dokumentasi. Data diambil dari
rekam medis yang terdiri dari usia, jenis kelamin, fase kemoterapi, status gizi berdasarkan berat badan dan
tinggi responden yang kemudian dihitung BMI dan diklasifikasikan berdasarkan Standar Antropometri
Penilaian Status Gizi Anak Kementerian Kesehatan Tahun 2010 dan hasil laboratorium yang akan dilihat
berdasarkan Kriteria Terminalogi Umum untuk kejadian merugikan( Modifikasi CTCAE v3) dengan kriteria
toksik (grade 1-5) dan tidak toksik (grade 0). Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat untuk menentukan frekuensi distribusi nutrisi status dan
toksisitas hematologis. Analisis bivariate menggunakan Spearman Rank (Rho) untuk menganalisis dua
variabel yaitu status gizi dengan toksisitas hematologi

HASIL
Anak-anak dengan ALL dalam penelitian ini adalah 198 anak-anak. Penelitian ini dilakukan pada 01-30
Desember 2016. Berdasarkan karakteristiknya itu diketahui bahwa jenis kelamin pria lebih tinggi daripada
perempuan yaitu 59,6% dan pria 40,4% (1,4: 1). Itu usia anak-anak dengan SEMUA yang menjalani kimia
lainnya lebih dari setengah (56,6%) adalah 1-6 tahun tua dan kemoterapi lebih dari setengahnya (64,1%)
adalah fase pemeliharaan. Status gizi pada anak-anak dengan ALL (n = 198) pra-kemoterapi hampir setengah
(44,9%) adalah norma, tetapi ada sebagian kecil (7,6%) memiliki status gizi yang sangat tipis dan sedikit
tion (17,7%) obesitas. Insiden hemato-toksisitas logis pada anak-anak dengan ALL (n = 198) pasca kemoterapi
lebih dari setengahnya (64,6%) dikenakan toksisitas hematologi. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa
ada hubungan yang signifikan antara status gizi kemoterapi dengan hematologi- keracunan kal pasca
kemoterapi pada anak-anak dengan ALL (p = 0,015) dengan sangat lemah dan negatif korelasi (r = -0.172).

DISKUSI
Dalam studi ini, para peneliti telah meninjau 295 catatan rekam medis pada anak-anak dengan ALL
menjalani kemoterapi pada Januari-Juli 2016. Tapi dari semua catatan rekam medis, ada banyak
catatan rekam medis yang tidak lengkap baik dari penilaian berat badan oleh dokter atau perawat dan sebagian
besar dari hasil laboratorium tidak termasuk dalam rekam medis sehingga harus divalidasi menggunakan a
sistem komputer. Para peneliti akhirnya mengamati menyimpan 198 catatan rekam medis yang sesuai dengan
kriteria yang diharapkan dari inkulsi dalam penelitian ini dari 295 catatan rekam medis. Anak-anak dengan
SEMUA yang menjalani kemoterapi terapi dalam penelitian ini 59,6% adalah laki-laki dan 40,4% adalah
perempuan. Berbagai penelitian menunjukkan hal itu SEMUA lebih umum pada anak laki-laki daripada anak
perempuan dan itu diketahui bahwa jenis kelamin laki-laki memiliki 1,29 kali kematian (Sulastriana, Muda, &
Jemadi, 2012; Hossain, Xie, & McCahan, 2014). Usia anak dengan SEMUA yang menjalani perawatan
kemoterapi di Indonesia penelitian ini 56,6% berusia 1-6 tahun, 0,5% berusia <1 tahun, 25,8% berusia 6-11
tahun dan 17,2 berusia> 11 tahun. Penyakit leukemia adalah umum pada anak di atas 1 tahun dan puncaknya
Kejadiannya terjadi antara usia 2-6 tahun (Wong, et al., 2009). Anak-anak dengan SEMUA diag berhidung
pada usia 1-4 tahun dan segera berniat pengobatan kemoterapi sive akan lebih mungkin untuk bertahan hidup
daripada pada usia 0-12 bulan atau anak-anak lebih dari 4 tahun (Hosan, Xie & McCahan, 2014). Selama
Januari-Juli 2016 ditemukan itu anak-anak dengan SEMUA yang menjalani kemoterapi berada dalam fase
konsolidasi 35,9% dan pada tahap pemeliharaan ada 64,1%. Perawatan kemoterapi pada anak-anak
dengan ALL terdiri dari tiga fase yang terdiri dari fase induksi, konsolidasi dan pemeliharaanes. Dalam studi
ini para peneliti hanya mengambil fase konsolidasi dan pemeliharaan karena pada tahun 2008 fase ini beban
tumor rendah dan sudah di remisi sehingga dihasilkan hasil penelitian bukan karena gejala leukemia tetapi
karena efek myelosupresi karena kemoterapi
Tabel 2. Distribusi Status Gizi Anak
dren with ALL (Pra-Kemoterapi)
Januari-Juli 2016 (n = 198)
Variabel
f
%
Sangat tipis
Tipis
Normal
Gendut
Kegemukan
15
22
89
37
35
7,6
11,1
44,9
18,7
17,7
Tabel 3. Distribusi Toksisitas Hematologis
Anak-anak dengan SEMUA (Pasca-
Kemoterapi) Januari-Juli 2016
Variabel
f
%
Tidak Beracun
Racun
70
128
35,4
64,6
Tablel 4. Distribusi Status Gizi Pra Kemoterapi dengan Toksisitas Hematologis Pasca
Kemoterapi pada Anak dengan SEMUA Januari-Juli 2016 (n = 198)
Variabel
Toksisitas Hematologis
Total
p val-
ue
r
Tidak Beracun
Racun
f
%
f
%
f
%
Status nutrisi
Sangat tipis
Tipis
Normal
Gendut
Kegemukan
2
9
25
17
17
13,3
40,9
28,1
45,9
48,6
13
13
64
20
18
86,7
59,1
71,9
54,1
51,4
15
22
89
37
35
100
100
100
100
100
0,015
-0,172
25
JPKI 2018 volume 4 no. 1
Puspita, E., Mediani, HS ,. & Nurhidayah, I. | Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologi dalam…

Halaman 5
perawatan terapi.
Dalam penelitian ini ditemukan bahwa nutrisi
status anak-anak dengan ALL pada pra-kemoterapi
44,9% normal, 7,6% sangat tipis, 11,1 kurus,
18,7% obesitas dan 17,7% obesitas. Status gizi
pada anak-anak dengan SEMUA yang menjalani kemoterapi
pengobatan mengalami perubahan selama perawatan
dan dikaitkan dengan fase kemoterapi
pengobatan py yang sedang dilakukan (Wolley,
Gunawan & Warouw, 2016). Ada beberapa
faktor yang menyebabkan kekurangan gizi pada anak dengan
kanker termasuk faktor spesifik tumor, faktor
berkaitan dengan pasien dan faktor-faktor terkait dengan pengobatan
ment (Alcazar, et al., 2013).
Anak-anak dengan ALL dengan nutrisi yang tidak diketahui-
Semua status berisiko tinggi untuk kambuh dan sekarat
dibandingkan dengan anak-anak dengan gizi normal
status dan sedikit yang dapat menyelesaikan perawatan.
Anak-anak dengan SEMUA yang memiliki gizi baik
status dapat bertahan lebih dari 5 tahun dengan a
presentasi 80%, sedangkan anak-anak dengan ALL
yang memiliki status gizi kurang ada saja
26% yang dapat bertahan hidup dan mirip dengan morp dini
dan kambuh selama tahun pertama perawatan
ment, hanya 4% pasien yang didiagnosis
status gizi yang baik mengalami kematian dini-
gatal dan kambuh sementara 63% pasien didiagnosis
dengan status gizi buruk cenderung mengalami
kambuh atau mati (Simanjorang, 2012).
Efek samping dari kemoterapi adalah
kali lebih parah daripada gejala leukemia
mia itu sendiri. Salah satu efek samping dari kemoterapi
py yang dapat menyebabkan kematian adalah racun hematologi
icity (Isnani, et al., 2014). Dalam penelitian ini
menemukan bahwa 64,6% anak-anak dengan SEMUA yang tidak
derewent chemotherapy mengalami hematologi-
keracunan kal pasca kemoterapi. Berdasarkan
hasil penelitian mencatat bahwa anak-anak dengan ALL
yang menjalani kemoterapi memiliki kecenderungan
untuk mengalami toksisitas hematologis.
Efek samping dari kemoterapi adalah
kali lebih parah daripada gejala leukemia
mia itu sendiri. Salah satu efek samping dari kemoterapi
py yang dapat menyebabkan kematian adalah racun hematologi
icity (Isnani, et al., 2014). Dalam penelitian ini
menemukan bahwa 64,6% anak-anak dengan SEMUA yang tidak
derewent chemotherapy mengalami hematologi-
keracunan kal pasca kemoterapi. Berdasarkan
hasil penelitian mencatat bahwa anak-anak dengan ALL
yang menjalani kemoterapi memiliki kecenderungan
untuk mengalami toksisitas hematologis.
Toksisitas hematologi adalah efek samping dari
kemoterapi di hadapan myelosuppres-
Sion yang menyebabkan gangguan pada formasi
sel-sel darah yang mengakibatkan leukopenia adalah suscep-
mungkin infeksi, trombositopenia yang menyebabkan
perdarahan dan penurunan Hb yang menyebabkan anemia.
Anak-anak dengan ALL yang mengalami hematologi-
keracunan selain menyebabkan kematian, tetapi
hal yang sering menjadi masalah adalah
pitalisasi. Lama dirawat di rumah sakit adalah karena darah
transfusi, pengobatan antibiotik dan leukogen
(sebagai penambah sel darah putih) harus diberikan
secara bertahap dan mungkin perlu beberapa hari untuk membaik
nilai hematologi dan kondisi umum
pasien. Selain itu, anak-anak dengan SEMUA yang
mengalami toksisitas hematologis yang menyebabkan kimia
pengobatan lain harus ditunda dan dosis
kemoterapi berkurang (Karch, 2011). Ac-
Menurut hasil penelitian oleh Asim, Zaidi,
Ghafoor dan Qureshi (2011) menemukan bahwa dari 74
anak-anak dengan SEMUA yang meninggal selama kemoterapi-
pengobatan py, 63 anak meninggal karena infeksi, 8
anak-anak meninggal karena pendarahan dan 3 anak meninggal karena
toksisitas lain dari perawatan kemoterapi.
Dalam penelitian ini diketahui bahwa ada
hubungan yang signifikan antara pra-kemoterapi
status gizi dengan toksisitas hematologis pasca-
kemoterapi pada anak ALL (p = 0,015) dengan
korelasi yang sangat lemah (r = -0.172). Anak-anak dengan
status gizi buruk sebelum kemoterapi
diketahui bahwa sebagian besar anak (86,7%) mengalami
toksisitas hematologis pasca kemoterapi.
Berdasarkan ini, anak-anak dengan ALL yang memiliki kurang
status gizi sebelum menjalani kemoterapi
py memiliki potensi lebih besar untuk mengalami hemato-
toksisitas logis setelah kemoterapi. Jadi nutrisi-
status nasional pada anak-anak dengan ALL menjadi salah satunya
perhatian bagi petugas kesehatan terutama perawat selama
memberikan asuhan keperawatan kepada anak-anak dengan SEMUA
yang menjalani kemoterapi. Jika itu diketahui
bahwa status gizi pasien tidak baik
cukup, perawat dapat mengembangkan keperawatan yang baik
merencanakan dan memberikan intervensi tentang apakah
26
JPKI 2018 volume 4 no. 1
Puspita, E., Mediani, HS ,. & Nurhidayah, I. | Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologi dalam…

Halaman 6
hambatan gizi anak seperti mual, muntah
iting atau nafsu makan berkurang. Karena sebagian besar
penurunan status gizi karena efek
kemoterapi yang menyebabkan mual, muntah atau
nafsu makan menurun sehingga ini mempengaruhi nutrisi
status nasional pasien.
Dalam penelitian ini, selain status gizi adalah
sangat tipis dan tipis, sebagian kecil dari SEMUA
anak-anak yang menjalani kemoterapi juga memiliki
status gizi obesitas (18,7%) dan obesitas
(17,7%). Anak-anak dengan SEMUA yang mengalami obesitas
status gizi diketahui 54,1% miliki
tocixity hematologis tetapi 45,9% tidak mengalami
eningkatkan toksisitas hematologis. Hampir sebagian besar anak-anak
dren dengan SEMUA yang memiliki status gizi obesitas
tidak mengalami komplikasi toksisitas hematologis
dikupas dengan anak-anak dengan SEMUA yang memiliki malnu-
status trisi. Menurut beberapa penelitian memang demikian
diketahui bahwa anak-anak dengan SEMUA yang menjalani
kemoterapi dengan status gizi obesitas itu
Cenderung muncul adalah kelainan metabolisme yaitu
terjadinya leukositosis (Sari, Windiastuti,
Cempako, & Devaera, 2010). Dalam penelitian ini
terjadinya leukositosis atau trombositosis adalah
tidak digunakan sebagai kriteria toksisitas hematologis.
Karena berdasarkan pada Common Terminalogi Cri-
teria untuk leukosit Adeverse Event (CTCAE v3)
tosis atau tromositosis tidak termasuk hematologi
toksisitas, dikatakan toksisitas hematologi dalam
terjadinya penurunan sel darah. Meskipun
leukositosis dan trombositosis tidak berarti
sesuatu yang baik, leukositosis dan trombositosis
didasarkan pada studi yang dikatakan terkait dengan
prognosis anak-anak dengan SEMUA yang menjalani
kemoterapi (Sari, Windiastuti, Cempako &
Devaera, 2010).
Dalam penelitian ini juga diketahui bahwa anak dengan
status gizi normal SEMUA terbanyak (71,9%)
mengalami toksisitas hematologi. Walaupun itu
diketahui dari berbagai penelitian yang hanya ekstrem
status gizi (kurang gizi dan lebih banyak gizi-
tion) memiliki kecenderungan untuk mengalami toksisitas sementara
menjalani kemoterapi (Hijiya, et al., 2006).
Tetapi ketika melihat lima faktor yang mempengaruhi
arus toksisitas hematologis (yaitu usia, tulang
cadangan sumsum, tipe kemoterapi, radiasi
jenis dan status gizi) yang dibutuhkan
penyaringan dan analisis oleh peneliti dalam hal ini
belajar. Usia anak-anak dengan SEMUA dalam hal ini
studi tidak terlihat pada kriteria usia tertentu,
meskipun para peneliti telah melakukan homogen
tes neity mana diketahui usia di ini
penelitian memiliki varian (homogen) yang sama (p =
0,586). Cadangan sumsum tulang dalam penelitian ini adalah
juga dikatakan lebih baik karena seleksi
fase kemoterapi, yang dalam konsolidasi
Fase dan pemeliharaan beban tumor telah
menurun dan remisi. Jenis kemoterapi-
apy dalam penelitian ini telah mengikuti standar
pengobatan kemoterapi pada anak-anak dengan SEMUA begitu
bahwa jenis kemoterapi pada semua responden
kita sama. Jenis radiasi ini tidak
terkait dengan penelitian ini karena dalam pengobatan
ment anak-anak dengan SEMUA perawatan radiasi
tidak dilakukan. Sedangkan status gizi
faktor adalah faktor yang menjadi pasangan penelitian.
di dalam penelitian ini.
Dalam penelitian ini semua faktor yang dapat menyebabkan
toksisitas hematologi telah dicoba skrining,
tetapi anak-anak dengan SEMUA yang memiliki nutrisi yang baik-
Semua status masih mengalami toksisitas hematologi.
Kemungkinan lain yang dapat menyebabkan hematologi-
keracunan kal pada anak-anak dengan SEMUA yang menjalani
kemoterapi adalah hubungan dengan tiopurin
S-methyltransferase (TPMT) yang terkait dengan 6
Jalur katabolisme -MP, di mana diketahui itu
pasien dengan defisiensi TPMT berisiko tinggi
untuk toksisitas hematologi saat pasien dengan
TPMT heterozigot memiliki risiko sedang
toksisitas hematologi (de Beaumais, Fakhoury,
Medard, Azougagh, Zhang, et al., 2011). Namun
eh, ini terkait dengan genetika sehingga akan sulit
untuk diatasi atau dicegah dan sulit untuk
mengidentifikasi kecuali dikaitkan dengan tampilan-
sindrom Down pada anak-anak dengan
SEMUA, sedangkan dalam penelitian ini semua adalah anak-anak
dengan SEMUA tanpa diagnosis lain.
Secara umum, berdasarkan hasil penelitian
diketahui bahwa ada hubungan di antara keduanya
status gizi pra-kemoterapi di
ence
dari
hematologi
toksisitas
pos-
kemoterapi pada anak ALL (p = 0,015) dengan
korelasi yang sangat lemah (r = -0.172). Dalam statistik-
Hasil cal diketahui bahwa dalam penelitian ini memiliki
27
JPKI 2018 volume 4 no. 1
Puspita, E., Mediani, HS ,. & Nurhidayah, I. | Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologi dalam…

Halaman 7
arah gatif (r = -0.172) di mana ia diketahui
bahwa semakin tinggi tingkat nutrisi pra-kemoterapi
status nasional pada anak-anak dengan limfoma akut
leukemia blastik, semakin rendah kemungkinan
toksisitas matologis pasca kemoterapi. Ini adalah
sesuai dengan asumsi peneliti
bahwa anak-anak dengan SEMUA yang memiliki nutrisi yang baik-
al status pra-kemoterapi maka kemungkinan
toksisitas pasca kemoterapi yang dialami akan
lebih kecil. Ini karena nutrisi yang baik
status dapat meningkatkan nilai CD4 dan meningkatkan
pertahanan sistem kekebalan terhadap infeksi
proses dan kualitas hidup akan lebih baik daripada
pasien dengan status gizi buruk (Alcazar, et
al., 2013; Miftahurachman & Wisaksana, 2015).
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui bahwa
penilaian status gizi pada anak-anak
dengan SEMUA menjalani kemoterapi adalah penting
portant. Ini dilakukan untuk meminimalisir terjadinya
efek toksik dari kemoterapi, terutama
toksisitas matologis. Jadi pentingnya
penilaian status gizi oleh perawat di atau-
untuk membuat perencanaan dan intervensi perawatan
terkait dengan pemenuhan gizi
butuhkan pada anak-anak dengan SEMUA terutama mereka yang
memiliki status gizi kurang pada saat kemoterapi
perawatan terapi. Owens, Hanson, McArthur
dan Mikhailov (2013) menyatakan bahwa nutrisi memiliki a
hubungan dengan sisi jangka pendek dan jangka panjang
efek setelah perawatan kemoterapi pada anak-anak
dengan SEMUA sehingga dengan status gizi yang baik bisa
meningkatkan tingkat kelangsungan hidup, tetapi kebutuhan akan aturan
dalam pemberian dan penilaian gizi
status pada Anak dengan SEMUA pasien dengan SEMUA.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa sebagian besar anak-anak dengan SEMUA yang menjalani
kemoterapi dalam konsolidasi dan perawatan Fase keuangan memiliki status gizi yang baik. Hema-
Toksisitas logis terjadi pada sebagian besar anak-anak dan itu
diketahui bahwa ada hubungan antara
status gizi anak-anak dengan SEMUA selama
kemoterapi dengan kemoterapi dengan hemato-
toksisitas logis setelah kemoterapi dengan sangat
korelasi lemah dan karakteristik negatif, yaitu,
tingkat nutrisi pra-kemoterapi yang lebih tinggi
status pada anak-anak dengan leukemia limfoblastik akut
kemia semakin rendah kemungkinan hematologis
toksisitas setelah kemoterapi.
REKOMENDASI
Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui
yang berstatus gizi sebelum kemoterapi
memiliki hubungan dengan toksisitas setelah kemoterapi-
apy, jadi pentingnya penilaian gizi
status nasional pada anak-anak dengan SEMUA sebelum di bawah
pergi kemoterapi. Penilaian nutrisi ini
status nasional bukan hanya dasar untuk menghitung
dosis obat kemoterapi yang akan digunakan, tetapi
juga dapat digunakan sebagai dasar dalam persiapan
dari rencana asuhan keperawatan yang lebih komprehensif.
Asuhan keperawatan komprehensif pada SEMUA anak-anak
menjalani kemoterapi dilakukan untuk mencegah
efek buruk dari kemoterapi. Perawat seharusnya
dapat segera mengembangkan antar keperawatan
rencana perawatan sesuai dengan diagnosis keperawatan,
didirikan dan berkolaborasi dengan kesehatan lainnya
pekerja, untuk menghindari efek parah dari
kekurangan gizi untuk anak-anak dengan ALL. Dalam tambahan-
tion, observasi dan pemantauan tanda - tanda
toksisitas hematologis selama dan setelah kemo-
Terapi juga merupakan salah satu peran perawat. Alt-
walaupun kita tidak memiliki wewenang untuk melakukan
tes laboratorium setelah kemoterapi, kita bisa mengumpulkan
bekerja sama dengan dokter untuk melakukan
tes kemoterapi untuk mengevaluasi efek dari
pengobatan.
REFERENSI
Alcazar AM, Enriquez JC, Ruiz CA, Gutierrez
AF & Arangure JM. (2013). Perubahan
Status gizi dalam Kekerasan Akut pada Anak
mia. Epidemiologi Klinik Lym- Akut
Leukemia foblastik Bab 12. 277-296.
doi: 10.5772 / 52715
American Cancer Society. (2015). Global Dapat-
Fakta & Angka (Edisi 3). Atlanta.
Globocan. hlm 12-13
Asim M, Zaidi A, Ghafoor T & Qureshi Y.
(2011). Analisis Kematian Akut Anak
Leukemia limfoblastik; Pengalaman di
28
JPKI 2018 volume 4 no. 1
Puspita, E., Mediani, HS ,. & Nurhidayah, I. | Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologi dalam…

Halaman 8
Rumah Sakit Kanker Memorial Shaukat Khanum
dan Pusat Penelitian , Pakistan. J Pak Med
Assoc. 61 (7). 666-670p
Badan Kanker. (2015). Farmasi Klinik
Panduan: Penilaian dan Tinjauan Kemoterapi
Edisi ke-4. Badan Kanker BC. 1-6.
de Beaumais, TA, Fakhoury, M., Medard, Y.,
Azougagh, S., Zhang, D., Yakouben, K., &
Aigrain, EJ (2010) Faktor-faktor penentu dari
toksisitas captopurine pada anak-anak akut lym-
terapi pemeliharaan leukemia foblastik.
British Journal of Clinical Farmacology .
71 (4). 575-584p
Direktorat Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan
Anak, K. (2012). Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor: 1995 /
MENKES / SK / XII / 2010 tentang Standar dan
tropometri Penilaian Status Gizi Anak . Ja-
karta: Kementerian Kesehatan RI. 1-40 p
Hijiya N, Panetta JC, Zhou Y, Kyzer EP, Bagaimana-
ard SC, Jeha S, dkk. (2006). In- massa tubuh
dex tidak mempengaruhi farmakokinetik atau
hasil pengobatan pada anak dengan akut
leukemia limfoblastik. Jurnal Darah . 108
(13) 3997-4002
Hossain MJ, Xie L & McCahan SM. (2014).
Karakterisasi Pediatric Acute Lym-
Pola Kelangsungan Hidup Leukemia phoblastic oleh
Usia saat Diagnosis. Jurnal Kanker Epide-
miologi. 1-9. Doi: 10.1155 / 2014/865979
Isnani N, Perwitasari DA, Andalusia R & Mahdi
AKU H. (2014). Evaluasi Toksisitas Hematologi
Akibat Penggunaan 6-Merkaptopurin dalam
Fase Pemeliharaan pada pasien pediatrik
Kanker Leukimia Limfoblastik Akut di RS
Kanker Dharmais Jakarta. Media Farmasi .
11 (1). 90-97p
Karch AM. (2011). Buku Ajar Farmakologi
Keperawatan Edisi 2. Jakarta: EGC. hlm
189-218
Kementerian Kesehatan RI. (2011). Pedoman
Penemuan Dini Kanker Pada Anak . Jakarta.
Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit
dan Penyehatan Lingkungan, Kementerian
Kesehatan RI. hlm 5-8
Metha, A., & Hoffbrand, V. (2012). Sekilas
Hematologi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
Miftahurachman & Wisaksana R. (2015). Pusat-
antara indeks masa depan dan jumlah
CD4 pada Penderita HIV yang didapat
Pengobatan ARV. Jurnal Medis Bandung .
47 (4). 237-241p
Orgel E, Sposto R, Malvar J, Seibel NL, Ladas
E, Gaynon PS, & Freyer DR. (2014). Aku-
pakta tentang Kelangsungan Hidup dan Toksisitas oleh Durasi
Berat Ekstrim Selama Treatmebt untuk Pedi-
atric Leukemia Limfoblastik Akut: A
Laporan Dari Onkologi Anak
Kelompok. Jurnal Onkologi Klinik . 32
(13) 1331-1337.
Owens JL, Hanson SJ, McArthur JA & Mikhai-
mencintai TA. (2013). Kebutuhan akan Bukti
Pedoman Gizi Berbasis untuk Pediatrik
Pasien leukemia limfoblastik akut:
Akut dan Jangka Panjang Setelah Perawatan.
Nutrisi. 5. 4333-4346. doi: 10.3390 /
nu5114333
Roger PC. (2014). Status Gizi Sebagai Program
Indikator nostik untuk Keganasan Pediatrik.
Jurnal Onkologi Klinik . 1-2 p. doi:
10.12000 / JCO.2013.52.6962
Sari TT, Windiastuti E, Cempako GR & Devaera
Y. (2010). Prognosis Leukemia Limfoblastik
Akut pada Anak Obes. Sari Pediatri . 12 (1).
58-62p
Simanjorang C. (2012). Perbedaan Ketahanan
Hidup 5 tahun Pasien Leukemia Limfoblas-
tik Akut dan Leukemia Mieloblastik Akut di
Rumah Sakit Kanker Dharmais Jakarta Ta-
hun 1997-2008 [tesis]. Depok: Univeristas
Indonesia
Sulastriana, Muda S & Jemadi. (2012). Karak-
teristik Anak yang Menderita Leukemia Akut
Rawat Inap di RSUP H.Adam Malik Medan
Tahun 2011-2012. Medan: Universitas Su-
matera Utara. Dalam pers
Wolley NGA, Gunawan S & Warouw SM. Peru-
bahan Status Gizi pada Anak dengan Leuke-
mia Limfoblastik Akut Selama Pengobatan.
(2016). Jurnal e-Clinix ( eCl). 4 (1). 1-8.
Wong DL, Eaton MH, Winkelstein ML, Wilson
D & Schwatz P. (2009). Buku Ajar
Keperawatan Pediatrik Volume 2. Edisi 6.
Jakarta: EGC.
29
JPKI 2018 volume 4 no. 1
Puspita, E., Mediani, HS ,. & Nurhidayah, I. | Korelasi antara Status Nutrisi dengan Toksisitas Hematologi dalam…

Teks asli
workers, in order to avoid severe effect of the
Sumbangkan terjemahan yang lebih baik

Anda mungkin juga menyukai