Anda di halaman 1dari 3

DASAR KARYA TULIS ILMIAH

Menelaah Latar Belakang

Oleh :

Kelompok 2

1. Auliya Faizah Lihayati


2. Mulia Ilahi
3. Rana Nurul Azizi
4. Sintha Dwinata Ananda

Dosen Pembimbing :
Heppi Sasmita, M.Kep, Sp.Jiwa

D-III KEPERAWATAN PADANG


POLTEKKES KEMENKES RI PADANG
TAHUN AJARAN 2019/2020

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Menurut Henderson keperawatan bertugas untuk membantu individu, baik dalam keadaan
sehat maupun sakit dalam melaksanakan berbagai aktivitas, guna mendukung kesehatan
penyembuhan individu yang dapat dilakukan secara mandiri oleh individu saat memiliki
kekuataan, kemampuan, kemauan, atau pengetahuan. Kebutuhan dasar manusia menurut
Henderson terdiri atas 14 komponen yang merupakan komponen penanganan perawatan.
Salah satu kebutuhan dasar yang pertama diungkapkan oleh Henderson adalah kebutuhan
oksigenasi yaitu bernapas secara normal (Budiono dan Samirah, 2015).

Oksigenasi merupakan kebutuhan dasar yang paling vital dalam kehidupan manusia.
Kekurangan oksigen akan berdampak kematian sel. Oleh karena itu pada pasien gangguan
system pernafasan, oksigen tidak bisa terpenuhi secara normal melainkan memerlukan
bantuan terapi oksigen untuk memenuhi metabolism sel. Di dalam tubuh, oksigen berperan
penting dalam metabolism sel. Kekurangan oksigen dapat menimbulkan kematian.
Karenanya berbagai upaya perlu dilakukanuntuk menjamin agar kebutuhan dasar oksigen
terpenuhi dengan baik (ambarwati, 2014).

TB atau Tuberkulosis adalah suatu penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri micro
tuberculosis yang dapat menular melalui percikan dahak. Tuberkulosis bukan penyakit
keturunan atau kutukan dan dapat disembuhkan dengan pengobatan teratur, diawasi oleh
Pengawasan Minum Obat (PMO). Tuberkulosis adalah penyakit menular langsung yang
disebabkan oleh kuman TB. Sebagian besar kuman TB menyerang paru tetapi bisa juga organ
tubuh lainnya (Kemenkes RI, 2017).

Kejadian TB paru di dunia pada tahun 2014 ada 9,6 juta kasus dan 1,5 juta kematian akibat
TB, jumlah terbesar TB paru terjadi di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat (58%) kasus
di seluruh dunia (WHO Stastistics, 2016). Kejadian TB paru pada tahun 2016 sebnayak 10,4
juta kasus dan jumlah terbesar TB paru diwilayah Asia Tenggara dan Afrika (70%) kasus TB
paru diseluruh dunia (WHO, 2017).

Jumlah kasus baru TB di Indonesia sebanyak 420.994 kasus pada tahun 2017 (data per 17
Mei 2018). Berdasarkan jenis kelamin, jumlah kasus baru TBC tahun 2017 pada laki-laki 1,4
kali lebih besar dibandingkan pada perempuan. Bahkan berdasarkan Survei Prevalensi
Tuberkulosis prevalensi pada laki-laki 3 kali lebih tinggi dibandingkan pada perempuan.
Begitu juga yang terjadi di negara-negara lain (Kemenkes RI, 2018). Pada tahun 2016
ditemukan jumlah kasus tuberculosis sebanyak 351.893 kasus. Tuberkulosis yang ditemukan
pada tahun 2015 yang sebanyak 330.729 kasus. Kejadian TB tertinggi terdapat di 15 provinsi
di Indonesia termasuk Sumatera Barat (Kemenkes RI, 2016)

Trend jumlah kasus TB di Sumatera Barat seluruhnya mengalami peningkatan dari tahun
sebelumnya, setelah mengalami penurunan pada tahun 2016 (1.557 kasus), menjadi 2.029
kasuspada tahun 2017. Tahun 2017 BTA (+) diobati sebanyak 869 pasien, pasien sembuh 757
orang dan pasien yang melakukan pengobatan lengkap sebanyak 692 orang. Jumlah kematian
selama pengobatan meningkat dari tahun sebelumnya dari 22 kasus pada tahun 2016 menjadi
34 kasus di tahun 2017 (Dinas Kesehatan Kota Padang, 2017).

Penyakit TBC paru yang disebabkan terjadi ketika daya tahan tubuh menurun. Dalam
perspektif epidemiologi yang melihat kejadian penyakit sebagai hasil interaksi antar tiga
komponen pejamu (host), penyebab (agent), dan lingkungan (environment) dapat ditelaah
faktor risiko dari simpul-simpul tersebut. Pada sisi pejamu, kerentanan terhadap infeksi
Mycobacterium tuberculosis sangat dipengaruhi oleh daya tahan tubuh seseorang pada saat
itu. Pengidap HIV AIDS atau orang dengan status gizi yang buruk lebih mudah untuk
terinfeksi dan terjangkit TBC (Kemenkes RI, 2018).

TB paru dapat menyebabkan kecacatan dan kematian. Adapun dampak yang menyebabkan
kekurangan oksigen, kekurangan oksigen akan menurunkan cadangan energi tubuh. Tubuh
akan merasa mudah lelah, tanpa oksigen dalam waktu tertentu, sel tubuh akan mengalami
kerusakan menetap dan dapat menimbulkan kematian. Otak merupakan bagian sensitive
terhadap kekurangan oksigen. Otak masih menoleransi kekurangan oksigen antara 3-5 menit,
apabila kekurangan oksigen lebih dari 5 menit, dapat menimbulkan kerusakan sel otak secara
permanen. Kekurangan oksigen juga dapat menyebabkan hipoksia Penanganan oksigenasi
dengan pemberian terapi oksigenasi, jika ada hambatan di jalan nafas karena penumpukan
sekret maka harus dilakukan terapi nebulizer untuk mengencerkan sekret agar mudah
dikeluarkan dan untuk memudahkan pengeluaran sekret dilakukan teknik batuk efektif (La
Ode, 2012).

Dari uraian diatas karena seorang pasien TB paru dapat mengakibatkan kematian dan
memerlukan penanganan oksigenasi maka akan dilakukan penelitian tentang “Asuhan
Keperawatan Gangguan Oksigen pada Pasien dengan Tuberkulosis Paru”

Anda mungkin juga menyukai