‘Klasifikasi Mikroorganisme’
Disusun :
i
Kata Pengantar
Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkar rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ‘Kultifasi Artifisial’ dengan lancar. Sholawat
serta salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang insyaallah dengan kita mengikuti
syariat-syariat yang beliau ajarkan, kita akan selamat dunia dan akhirat.
Terimakasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ‘Kultifasi Artifisial’. Makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
diharapkan dapat membantu para pembaca mengatahui dengan lebih jelas tetang tata cara dalam
‘Kultifasi Artifisial’. Namun tidak lepas dari itu semua kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam segi penulisan maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
hati terbuka kami membuka selebar-lebarnya kritik dan saran dari para pembaca kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi
kepada para pembaca.
Penulis
II 2
DAFTAR ISI
3
BAB I
PENDAHULUAN
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme.
Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi
dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk
berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient serta
faktor lingkungan yang sesuai. Salah satu faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu faktor suhu, temperatur dan faktor kimia.
Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup.
Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari
lingkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan. Faktor kimiawi yang
mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. Zat yang dapat
membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida dan antobiotik.
Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik.
Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan,
sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri
(adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor
lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga
perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat
fisiologik secara turun menurun. Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri
termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat tumbuhnya. Beberapa mikroba
dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini dinamakan perubahan
secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Mikroba
tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor
lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.
Berdasarkan hal tersebut, untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme maka dilakukanlah penulisan
makalah ini.
1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami Kultivasi Sel MO
1.3.2 Mengetahui sumber energi bagi pertumbuhan
1.3.3 Memahami Growth Factors Sel MO
1
BAB II
PEMBAHASAN
Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat
memerlukan energi dan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya, seperti dalam sintesis
protoplasma dan bagian-bagian sel lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk
memanfaatkan bahan-bahan tersebut, maka sel melakukan suatu kegiatan-kegiatan, sehingga
menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang teratah yang berlangsung di
dalam sel ini disebut metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam
sel tersebut, hanya dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut juga
biokatalisator yang dinamakan enzim (Djide, 2006).
Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor
elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan
makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron,
sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. “Selain itu, secara umum nutrient dalam media
pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik oranisme
baru (Jawetz, 2001).
Saat ini media agar merupakan media yang sangat umum digunakan dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi. Media agar ini memungkinkan untuk dilakukannya isolasi bakteri dari suatu sampel,
karakterisasi morfologi, sampai penghitungaan bakteri yang dikenal dengan nama total plate count.
Bentuk koloni bakteri dan warna-warninya mudah sekali dikenali dengan media ini dengan cara
mengubah komposisi nutrien atau menambahkan indikator (Achmad, 2007).
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrien) yang berguna untuk
membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat fisiologis dan perhitungan sejumlah mikroba. Supaya mikroba dapat
tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus mempunyai
tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan
tumbuh, tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada
dalam keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang ditumbuhkan dapat tumbuh dengan
baik (Sutedjo, 1990).
2
Menurut Waluyo (2005), peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun
sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi).
Oleh karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon,
sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. “Selain itu, secara
umum nutrient dalam media pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk
sintesis biologik oranisme baru (Jawetz, 2001).”
“Pertumbuhan mikoorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang terlarut dalam
air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi,
adalaah bahan makanan. Tuntutan berbagai mikroorganisme yang menyangkt susunan larutan
makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbeda-beda. Oleh sebab itu
diperkenalkan banyak resep untuk membuat media biak untuk mikroorganisme. Pada dasarnya
sesuatu larutan biak sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat berikut. Di dalamnya
harus tersedia semua unsur yang ikut serta pada pembentukan bahan sel dalam bentuk berbagai
senyawa yang dapat dioloah (Schlegel, 1994).”
1. Sumber Karbon
Tumbuhan-tumbuhan dan beberapa bakteri mampu mengunakan energi fotosintetik untuk
mereduksi karbondioksida pada penggunaan air. Organisme ini termasuk kelompok
autotrof, makhluk hidup yang tidak membutuhkan nutrient organik untuk pertumbuhannya.
Autotrof lain adalah khemolitotrof, organisme yang menggunakan substrat anorganik
seperti hidrogen atau thiosulfat sebagai reduktan dan karbondioksida sebagai sumber
karbon.
Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organik. Karena
kebanyakan substrat organik adalah setingkat dengan oksidasi umum sebagai unsur pokok
sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang berguna sebagai
sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka
substrat organik harus memberikan keperluan energetik untuk sel itu. Akibatnya sebagian
3
besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik memasuki lintasan lintasan
metabolisme yang menghasilkan energi dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai
CO2 (hasil utama dalam metabolisme pernapasan yang menghasilkan energi atau sebagai
campuran CO2 dan senyawa organik). Jadi, substrat organik biasanya mempunyai peran
gizi yang lengkap. Pada waktu yang bersamaan berguna sebagai sumber karbon dan
sumber energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa senyawa organik
tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang
lain tidak dapat tumbuh bila hanya diberi satu senyawa organik dan mereka memerlukan
bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik
ini mempunyai fungsi biosintetik semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-
unsur pokok sel organik tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organisme tersebut. Zat
itu disebut faktor tumbuh.
Mikroorganisme teramat beragam baik dalam hal macam maupun jumlah senyawa organik
yang dapat mereka gunakan sebagai sumber utama karbon dan energi. Keanekaragaman
ini diperlihatkan secara nyata bahwa tidak ada senyawa organik yang dihasilkan secara
alamiah yang tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa
mikroorganisme. Karena itu, tidaklah mungkin untuk memberikan secara singkat sifat-sifat
kimiawi sumber karbon organik untuk mikroorganisme. Variasi yang luar biasa mengenai
keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam
mikrobiologi.
Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengasimilasi nitrat (NO3) dan nitrit
(NO2) secara reduksi dengan mengubahnya menjadi amoniak (NH3). Jalur asimilasi ini
berbeda dengan jalur dissimilasi nitrat dan nitrit. Jalur dissimilasi digunakan oleh
organisme yang menggunakan ion ini sebagai elektron penerima terminal dalam respirasi,
proses ini dikenal sebagai denitrifikasi, dan hasilnya adalah gas nitrogen (N2), yang
dikeluarkan ke atmosfer.
4
Kemampuan untuk mengasimilasi N2 secara reduksi melalui NH3, yang disebut fiksasi
nitrogen, adalah sifat untuk prokariota, dan relatif sedikit bakteri yang memiliki
kemampuan metabolisme ini. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar energi
metabolik dan tidak dapat aktif dengan adanya oksigen. Kemampuan fiksasi nitrogen
ditemukan pada beragam bakteri yang berevolusi sangat berbeda dalam strategi biokimia
untuk melindungi enzim fixing-nitrogen nya dari oksigen.
Kedua unsur ini yaitu belerang dan nitrogen terdapat dalam sel dalam bentuk tereduksi,
sebagai gugus sulfhidril dan amino. Sebagian besar mikroorganisme mampu menampung
unsur-unsur ini dalam bentuk oksida dan mereduksi sulfat dan juga nitrat. Sumber nitrogen
yang paling lazim untuk mikroorganisme adalah garam-garam ammonium. Beberapa
prokariot mampu mereduksi nitrogen molekul (N2 atau dinitrogen). Mikroorganisme lain
memerlukan asam-asam amino sebagai sumber nitrogen, jadi yang mengandung nitrogen
organik. Tidak semua mikroorganisme mampu mereduksi sulfat, beberapa diantaranya
memerukan H2S atau sistein sebagai sumber S.
Nitrogen dan belerang terdapat pada senyawa organik sel terutama dalam bentuk yang
terinduksi masing-masing sebagai gugus amino dan sulfhidril. Kebanyakan organisme
fotosintetik mengasimilasi kedua unsur ini dalam keadaan anorganik yang teoksidasi,
sebagai nitrat dan sulfat, jadi penggunaan biosintetiknya meliputi reduksi pendahuluan.
Banyak bakteri nonfotosintetik dan cendawan dapat juga memenuhi keperluannya akan
nitrogen dan belerang dari nitrat dan sulfat. Beberapa mikroorganisme tidak dapat
mengadakan reduksi salah satu atau kedua anion ini dan harus diberikan unsur dalam
bentuk tereduksi. Keperluan akan sumber nitrogen yang tereduksi agak umum dan dapat
dipenuhi oleh persediaan nitrogen sebagai garam-garam ammonium. Keperluan akan
belerang tereduksi lebih jarang, bahan itu dipenuhi dari persediaan sulfida atau dari
senyawa organik yang mengandung satu gugus sulfhidril (misalnya sisteine).
Persyaratan akan nitrogen dan belerang sering kali juga dapat diperoleh dari zat gizi
organik yang mengandung kedua unsur ini dalam kombinasi organik yang tereduksi (asam
amino atau hasil penguraian protein yang lebih kompleks, seperti pepton). Tentu saja,
senyawa-senyawa seperti itu dapat menyediakan sumber karbon organik dan energi,
sekaligus memenuhi keperluan selular akan karbon, nitrogen, belerang, dan energi.
Beberapa bakteri dapat juga memanfaatkan sumber nitrogen alam yang paling banyak,
yaitu N2. Proses asimilasi nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen dan meliputi reduksi
permulaan N2 menjadi amino.
5
5. Sumber Phospor
Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim
seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A),
komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein
adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi).
6. Sumber Mineral
Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion
ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu: magnesium dalam molekul
klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase. Mg2+ dan K+
keduanya sangat penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom. Ca2+ dibutuhkansebagai
komponen dinding sel gram positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram
negatif. Banyak dari organisme laut membutuhkan Na+ untuk pertumbuhannya. Dalam
memformulasikan medium untuk pembiakan kebanyakan mikroorganisme, sangatlah
penting untuk menyediakan sumber potassium, magnesium, kalsium, dan besi, biasanya
dalam bentuk ion-ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+). Banyak mineral lainnya (seperti
Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+) dibutuhkan: mineral ini kerapkali terdapat dalam
air kran atau sebagai kontaminan dari kandungan medium lainnya.
Pengambilan besi dalam bentuk hidroksida yang tak larut pada pH netral, difasilitasi pada
banyak bakteri dan fungi dengan produksi senyawa siderofor yang mengikat besi dan
mendukung trasnportasinya sebagai kompleks terlarut. Semua ini meliputi hydroxymates
(-CONH2OH) yang disebut sideramines, dan turunan catechol (seperti 2,3-
dihydroxybenzolyserine). Siderofor yang dibentuk plasmid memainkan peranan utama
dalam sifat invasi beberapa bakteri patogen.
7. Sumber Oksigen
Untuk sel oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2
dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banya organisme yang tergantung dari
oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya
akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana
atau hidrokarbon aromatic yang berantai panjang. Menilik hubungannya dengan oksigen
dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga kelompok organisme: organisme aerob obligat
yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi dan dengan demikian tergantung
pada oksigen.
Organisme anaerob obligat hanya dapat hidup dalam lingkungan bekas oksigen. Untuk
organisme ini O2 bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan
adanya O2 udara, jadi bersifat aerotoleran; tetapi organisme ini tidak dapat memanfaatkan
O2, tetapi memperoleh energi semata-mata dari peragian. Jenis bakteri anaerob fakultatif
lain (Enterobacteriaceae) dan banyak ragi dapat beralih dari peroleh energi dengan respirasi
(dengan adanya O2) ke peragian (tanpa O2).
6
sendiri memiliki habitat hidup yg berbeda. Misalnya hyperthermophiles (hidup di
lingkungan tinggi suhu optimum 80-113 C), psychrophiles (hidup di daerah
temperatur rendah), acidophiles (hidup di lingkungan asam), alkaliphiles (hidup di
lingkungan basa), halophiles (hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi, ex
air laut).
b. pH
Peningkatan dan penurunan konsenstrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi
gugus2 dlm protein, amino dan karboksilat. Karenanya dapat menyebabkan
denaturasi protein yg mengganggu pertumbuhan sel.
pH optimal untuk masing2 organisme berbeda2:
asidofil : 1,0 – 5,5
neutrofil : 5,5 – 8,5
alkalofil : 8,5 – 11,5
c. Tekanan osposis
Tekanan osmosis merupakan tendensi untuk difusi air dari konsentrasi solut
rendah (hipotonik) ke konsentrasi solut rendah (hipertronik).
Jika sel diletakkan dalam kondisi hipotonik, maka akan terjadi perpindahan air
dari luar sel ke dalam sel. Sedangkan bila sel diletakkan pada kondisi larutan
hipertonik maka air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga
membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel.
d. Oksigen
Beberapa organisme membutuhkan O2 untuk hidup (aerob). Sedangkan ada yg
terhambat pertumbuhannya karena O2 (anaerob).
b. Media kultur
Media kultur merupakan nutrisi yg digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme di laboratorium.
Media sendiri ada media padat dan media cair. Pemilihan media sangat penting
untuk mikroorganisme. Karena setiap media memiliki kandungan nutrisi yg
berbeda2 dan mikroorganisme juga butuh nutrisi yg berbeda2.
7
dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan
penambahan sel. Keragaman temperatur juga dapat mengubah proses-proses metabolik
serta morfologi sel. Pengaruh temperatur berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu
rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat
mendenaturasi protein enzim.
Bila bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pH-nya,
misalnya 7, maka pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam
atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergeseran pH ini dapat sedemikian
besar sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dalam kultur tersebut. Pergeseran
pH dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga atau bufer dalam medium.
Buffer merupakan senyawa yang dapat menahan perubahan pH misalnya, KH2PO4 dan
K2HPO4. Beberapa bahan nutrien medium, seperti pepton, juga mempunyai kapasitas
penyangga. Perlu atau tidaknya suatu medium diberi larutan penyangga bergantung
kepada penggunaannya dan dibatasi oleh kapasitas menyangga yang dimiliki senyawa-
senyawa yang digunakan.
8
Azotobacter sp. 5,5 7,0-7,5 8,5
Chlorobium 6,0 6,8 7,0
limicola
Thermus aquaticus 6,0 7,5-7,8 9,5
Suatu tekanan osmosis akan sangat mempengaruhi bakteri jika tekanan osmosis
lingkungan lebih besar (hipertonis) sel akan mengalami plasmolisis. Sebaliknya
tekanan osmosis lingkungan yang hipotonis akan menyebabkan sel membengkak dan
juga dapat mengakibatkan rusaknya sel. Oleh karena itu dalam mempertahankan
hidupnya, sel bakteri harus berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai. Walaupun
sel bakteri memiliki daya adaptasi, perbedaan tekanan osmosis dengan lingkungannya
tidak boleh terlalu besar.
9
BAB III PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme.
Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya.
10
DAFTAR PUSTAKA
http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/
(Diakses Tanggal 03 Oktober 2017).
Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1976. Elemens of Microbiology. (terjemahan) Hadioetomo dkk.
1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI press. Jakarta.
11