Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

‘Klasifikasi Mikroorganisme’

Mata Kuliah : Mikrobiologi


Dosen Pengampu : Panca Nugrahini F, S.T., M.T.

Disusun :

Irvan Eko Saputra (1415041026)


M. Mara Sutan Harahap (1415041025)
Nuke Agustin (1415041042)
Retno Ayu Astuti (1415041051)

JURUSAN TEKNIK KIMIA FAKULTAS TEKNIK


UNIVERSITAS LAMPUNG
2017

i
Kata Pengantar

Alhamdulillahirobbil’alamin, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena berkar rahmat dan
hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan makalah ‘Kultifasi Artifisial’ dengan lancar. Sholawat
serta salam tercurah kepada Rasulullah Muhammad SAW yang insyaallah dengan kita mengikuti
syariat-syariat yang beliau ajarkan, kita akan selamat dunia dan akhirat.

Terimakasih kepada teman-teman dan semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan
makalah ‘Kultifasi Artifisial’. Makalah ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
diharapkan dapat membantu para pembaca mengatahui dengan lebih jelas tetang tata cara dalam
‘Kultifasi Artifisial’. Namun tidak lepas dari itu semua kami menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dalam segi penulisan maupun segi lainnya. Oleh karena itu dengan lapang dada dan
hati terbuka kami membuka selebar-lebarnya kritik dan saran dari para pembaca kepada kami
sehingga kami dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan informasi
kepada para pembaca.

Bandar Lampung, 03 Oktober 2017

Penulis

II 2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .......................................................................................................... i


DAFTAR ISI......................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 1
1.3 Tujuan .................................................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN ...................................................................................................... 2


2.1 Persyaratan Kultivasi Sel MO .............................................................................. 2
2.2 Sumber Elemen Struktur Sel ................................................................................ 2
2.3 Energi Untuk Pertumbuhan dan Sumbernya........................................................ 3
2.4 Growth Factors Sel Mo ........................................................................................ 6
2.4.1. Faktor Fisika ............................................................................................ 6
2.4.2. Faktor Kimia ............................................................................................. 6
2.5 Kebutuhan Lingkungan Pertumbuhan ................................................................. 7

BAB III PENUTUP .............................................................................................................. 9


3.1 Kesimpulan .......................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................................... 10

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme.
Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya. Mikroba tidak hanya bervariasi
dalam persyaratan nutrisinya, tetapi juga menunjukkan respon yang berbeda-beda. Untuk
berhasilnya kultivasi berbagai tipe mikroba, tentunya diperlukan suatu kombinasi nutrient serta
faktor lingkungan yang sesuai. Salah satu faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi
pertumbuhan mikroba yaitu faktor suhu, temperatur dan faktor kimia.

Mikroba ialah jasad renik yang mempunyai kemampuan sangat baik untuk bertahan hidup.
Jasad tersebut dapat hidup hampir di semua tempat di permukaan bumi. Mikroba mampu
beradaptasi dengan lingkungan yang sangat dingin hingga lingkungan yang relative panas, dari
lingkungan yang asam hingga basa. Berdasarkan peranannya, mikroba dapat dikelompokkan
menjadi dua, yaitu mikroba menguntungkan dan mikroba merugikan. Faktor kimiawi yang
mempengaruhi antara lain senyawa toksik atau senyawa kimia lainnya. Zat yang dapat
membunuh bakteri disebut desinfektan, germisida atau bakterisida dan antobiotik.

Semua makhluk hidup sangat bergantung pada lingkungan sekitar, demikian juga jasat renik.
Makhluk-makhluk halus ini tidak dapat sepenuhnya menguasai faktor-faktor lingkungan,
sehingga untuk hidupnya sangat bergantung kepada lingkungan sekitar. Satu-satunya jalan
untuk menyelamatkan diri dari faktor lingkungan adalah dengan cara menyesuaikan diri
(adaptasi) kepada pengaruh faktor dari luar. Penyesuaian mikroorganisme terhadap faktor
lingkungan dapat terjadi secara cepat dan ada yang bersifat sementara, tetapi ada juga
perubahan itu bersifat permanen sehingga mempengaruhi bentuk morfologi serta sifat-sifat
fisiologik secara turun menurun. Kehidupan mikroba tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan
lingkungan, akan tetapi juga mempengaruhi keadaan lingkungan. Misalnya, bakteri
termogenesis menimbulkan panas di dalam medium tempat tumbuhnya. Beberapa mikroba
dapat pula mengubah pH dari medium tempat hidupnya, perubahan ini dinamakan perubahan
secara kimia. Aktivitas mikroba dipengaruhi oleh faktor-faktor lingkungannya. Mikroba
tersebut dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan kondisi baru tersebut. Faktor
lingkungan meliputi faktor-faktor abiotik (fisika dan kimia), dan faktor biotik.

Berdasarkan hal tersebut, untuk menambah pengetahuan serta wawasan mengenai faktor-
faktor yang mempengaruhi pertumbuhan mikroorganisme maka dilakukanlah penulisan
makalah ini.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1 Apakah persyaratan Kultivasi Sel MO ?
1.2.2 Darimanakah sumber energi untuk pertumbuhan ?
1.2.3 Apasajakah Growth Factors Sel MO ?
1.2.4 Bagaimanakah kebutuhan lingkungan pertumbuhan ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Memahami Kultivasi Sel MO
1.3.2 Mengetahui sumber energi bagi pertumbuhan
1.3.3 Memahami Growth Factors Sel MO

1
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Persyaratan Kultivasi Sel Mikro Organisme

Mikroorganisme sebagai makhluk hidup sama dengan organisme hidup lainnya sangat
memerlukan energi dan bahan-bahan untuk membangun tubuhnya, seperti dalam sintesis
protoplasma dan bagian-bagian sel lainnya. Bahan-bahan tersebut disebut nutrien. Untuk
memanfaatkan bahan-bahan tersebut, maka sel melakukan suatu kegiatan-kegiatan, sehingga
menyebabkan perubahan kimia di dalam selnya. Semua reaksi yang teratah yang berlangsung di
dalam sel ini disebut metabolisme. Metabolisme yang melibatkan berbagai macam reaksi di dalam
sel tersebut, hanya dapat berlangsung atas bantuan dari suatu senyawa organik yang disebut juga
biokatalisator yang dinamakan enzim (Djide, 2006).

Peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun sel, dan sebagai aseptor
elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi). Oleh karenanya bahan
makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon, sumber aseptor elektron,
sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. “Selain itu, secara umum nutrient dalam media
pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis biologik oranisme
baru (Jawetz, 2001).

Saat ini media agar merupakan media yang sangat umum digunakan dalam penelitian-penelitian
mikrobiologi. Media agar ini memungkinkan untuk dilakukannya isolasi bakteri dari suatu sampel,
karakterisasi morfologi, sampai penghitungaan bakteri yang dikenal dengan nama total plate count.
Bentuk koloni bakteri dan warna-warninya mudah sekali dikenali dengan media ini dengan cara
mengubah komposisi nutrien atau menambahkan indikator (Achmad, 2007).
Media adalah suatu bahan yang terdiri dari campuran zat-zat hara (nutrien) yang berguna untuk
membiakkan mikroba. Dengan menggunakan bermacam-macam media dapat dilakukan isolasi,
perbanyakan, pengujian sifat fisiologis dan perhitungan sejumlah mikroba. Supaya mikroba dapat
tumbuh baik dalam suatu media, maka medium tersebut harus memenuhi syarat-syarat, antara lain:
harus mengandung semua zat hara yang mudah digunakan oleh mikroba, harus mempunyai
tekanan osmosis, tegangan permukaan dan pH yang sesuai dengan kebutuhan mikroba yang akan
tumbuh, tidak mengandung zat-zat yang dapat menghambat pertumbuhan mikroba, harus berada
dalam keadaan steril sebelum digunakan, agar mikroba yang ditumbuhkan dapat tumbuh dengan
baik (Sutedjo, 1990).

2.2 Sumber Elemen Struktur Sel


“Untuk keperluan hidupnya, semua makhluk hidup memerlukan bahan makanan. Bahan
makanan ini diperlukan untuk sintesis bahan sel dan untuk mendapatkan energi. Demikian juga
dengan mikroorganisme, untuk kehidupannya membutuhkan bahan-bahan organik dan
anorganik dari lingkungannya. Bahan-bahan tersebut disebut dengan nutrient (zat gizi), sedang
proses penyerapanya disebut proses nutrisi (Suriawiria, 1985).”
“Mikroba sama dengan makhluk hidup lainnya, memerlukan suplai nutrisi sebagai sumber
energi dan pertumbuhan selnya. Unsur-unsur dasar tersebut adalah : karbon, nitrogen, hidrogen,
oksigen, sulfur, fosfor, zat besi dan sejumlah kecil logam lainnya. Ketiadaan atau kekurangan
sumber-sumber nutrisi ini dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroba hingga pada akhirnya
dapat menyebabkan kematian. Kondisi tidak bersih dan higienis pada lingkungan adalah kondisi
yang menyediakan sumber nutrisi bagi pertumbuhan mikroba sehingga mikroba dapat tumbuh
berkembang di lingkungan seperti ini. Oleh karena itu, prinsip daripada menciptakan lingkungan
bersih dan higienis adalah untuk mengeliminir dan meminimalisir sumber nutrisi bagi mikroba
agar pertumbuhannya terkendali (Anonymous, 2006).”

2
Menurut Waluyo (2005), peran utama nutrien adalah sebagai sumber energi, bahan pembangun
sel, dan sebagai aseptor elektron dalam reaksi bioenergetik (reaksi yang menghasilkan energi).
Oleh karenanya bahan makanan yang diperlukan terdiri dari air, sumber energi, sumber karbon,
sumber aseptor elektron, sumber mineral, faktor pertumbuhan, dan nitrogen. “Selain itu, secara
umum nutrient dalam media pembenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk
sintesis biologik oranisme baru (Jawetz, 2001).”
“Pertumbuhan mikoorganisme tergantung dari tersedianya air. Bahan-bahan yang terlarut dalam
air, yang digunakan oleh mikroorganisme untuk membentuk bahan sel dan memperoleh energi,
adalaah bahan makanan. Tuntutan berbagai mikroorganisme yang menyangkt susunan larutan
makanan dan persyaratan lingkungan tertentu, sangat berbeda-beda. Oleh sebab itu
diperkenalkan banyak resep untuk membuat media biak untuk mikroorganisme. Pada dasarnya
sesuatu larutan biak sekurang-kurangnya harus memenuhi syarat-syarat berikut. Di dalamnya
harus tersedia semua unsur yang ikut serta pada pembentukan bahan sel dalam bentuk berbagai
senyawa yang dapat dioloah (Schlegel, 1994).”

2.3 Energi Untuk Pertumbuhan dan Sumbernya


Nutrien dalam media perbenihan harus mengandung seluruh elemen yang penting untuk sintesis
biologik organisme baru. Nutrient diklasifikasikan berdasarkan elemen yang mereka suplai,
antara lain :

1. Sumber Karbon
Tumbuhan-tumbuhan dan beberapa bakteri mampu mengunakan energi fotosintetik untuk
mereduksi karbondioksida pada penggunaan air. Organisme ini termasuk kelompok
autotrof, makhluk hidup yang tidak membutuhkan nutrient organik untuk pertumbuhannya.
Autotrof lain adalah khemolitotrof, organisme yang menggunakan substrat anorganik
seperti hidrogen atau thiosulfat sebagai reduktan dan karbondioksida sebagai sumber
karbon.

“Heterotrof membutuhkan karbon organik untuk pertumbuhannya, dan karbon organik


tersebut harus dalam bentuk yang dapat diasimilasi. Contohnya, naphthalene dapat
menyediakan semua karbon dan energi yang dibutuhkan untuk pertumbuhan respirasi
heterotropik, tetapi sangat sedikit organisme yang memiliki jalur metabolik yang perlu
untuk asimilasi naphthalene. Sebaliknya, glukosa, dapat membantu pertumbuhan
fermentatif atau respirasi dari banyak organisme. Adalah penting bahwa substrat
pertumbuhan disuplai pada tingkatan yang cocok untuk galur mikroba yang akan
ditumbuhkan. Karbondioksida dibutuhkan pada sejumlah reaksi biosintesis. Banyak
organisme respiratif menghasilkan lebih dari cukup karbondioksida untuk memenuhi
kebutuhannya, tetapi yang lain membutuhkan sumber karbondioksida pada medium
pertumbuhannya (Jawetz, 2001).”

2. Keperluan akan Zat Karbon


Organisme yang berfotosintesis dan bakteri yang memperoleh energi dari oksidasi senyawa
organik menggunakan secara khas bentuk karbon yang paling teroksidas, CO2, sebagai
satu-satunya sumber utama karbon selular. Perubahan CO2, menjadi unsur pokok sel
organik adalah proses reduktif, yang memerlukan pemasukan bersih energi. Karena itu, di
dalam golongan faali ini, sebagian besar dari energi yang berasal dari cahaya atau dari
oksidasi senyawa anorganik yang tereduksi harus dikeluarkan untuk reduksi CO2 sampai
kepada tingkat zat organik.

Semua organisme lain memperoleh karbonnya terutama dari zat gizi organik. Karena
kebanyakan substrat organik adalah setingkat dengan oksidasi umum sebagai unsur pokok
sel organik, zat-zat itu biasanya tidak usah menjalani reduksi pertama yang berguna sebagai
sumber karbon sel. Selain untuk memenuhi keperluan biosintetik akan karbon, maka
substrat organik harus memberikan keperluan energetik untuk sel itu. Akibatnya sebagian

3
besar daripada karbon yang terdapat pada substrat organik memasuki lintasan lintasan
metabolisme yang menghasilkan energi dan akhirnya dikeluarkan lagi dari sel, sebagai
CO2 (hasil utama dalam metabolisme pernapasan yang menghasilkan energi atau sebagai
campuran CO2 dan senyawa organik). Jadi, substrat organik biasanya mempunyai peran
gizi yang lengkap. Pada waktu yang bersamaan berguna sebagai sumber karbon dan
sumber energi. Banyak mikroorganisme dapat menggunakan senyawa senyawa organik
tunggal untuk memenuhi keperluan kedua zat gizi tersebut seluruhnya. Akan tetapi, yang
lain tidak dapat tumbuh bila hanya diberi satu senyawa organik dan mereka memerlukan
bermacam-macam jumlah senyawa tambahan sebagai zat gizi. Tambahan zat gizi organik
ini mempunyai fungsi biosintetik semata-mata, yang diperlukan sebagai pelopor unsur-
unsur pokok sel organik tertentu yang tidak dapat disintesis oleh organisme tersebut. Zat
itu disebut faktor tumbuh.

Mikroorganisme teramat beragam baik dalam hal macam maupun jumlah senyawa organik
yang dapat mereka gunakan sebagai sumber utama karbon dan energi. Keanekaragaman
ini diperlihatkan secara nyata bahwa tidak ada senyawa organik yang dihasilkan secara
alamiah yang tidak dapat digunakan sebagai sumber karbon dan energi oleh beberapa
mikroorganisme. Karena itu, tidaklah mungkin untuk memberikan secara singkat sifat-sifat
kimiawi sumber karbon organik untuk mikroorganisme. Variasi yang luar biasa mengenai
keperluan akan karbon adalah salah satu segi fisiologis yang paling menarik dalam
mikrobiologi.

Bila keperluan karbon organik mikroorganisme tersendiri dipelajari, beberapa


memperlihatkan tingkatan serbaguna yang tinggi, sedangkan yang lain teramat khusus.
Bakteri tertentu dari golongan Pseudomonas misalnya, dapat menggunakan setiap salah
satu diantara lebih dari 90 macam senyawa organik sebagai satu-satunya sumber karbon
dan energi. Pada ujung lain dalam spektrum terdapat bakteri yang mengoksidasi metan,
yang hanya dapat menggunakan dua substrat organik, metan dan methanol, dan bakteri
pengurai selulose tertentu hanya dapat menggunakan selulose.

Kebanyakan (dan barangkali semua) organisme yang bergantung pada sumber-sumber


karbon organik memerlukan CO2 pula sebagai zat gizi dalam jumlah yang sangat kecil,
karena senyawa ini digunakan dalam beberapa reaksi biosentitik. Akan tetapi, karena CO2
biasanya dihasilkan dalam jumlah banyak oleh organisme yang menggunakan senyawa
organik, persyaratan biosintetik dapat terpenuhi melalui metabolisme sumber karbon
organik dan energi. Sekalipun demikian, peniadaan CO2 sama sekali sering kali
menangguhkan atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media organik, dan
beberapa bakteri dan cendawan memerlukan konsentrasi CO2 yang relatif tinggi di dalam
atmosfer (5-10 %) untuk pertumbuhan yang memadai dalam media organik.

3. Sumber Nitrogen dan Belerang


Nitrogen merupakan komponen utama protein dan asam nukleat, yaitu sebesar lebih kurang
10 persen dari berat kering sel bakteri. Nitrogen mungkin disuplai dalam bentuk yang
berbeda, dan mikroorganisme beragam kemampuannya untuk mengasimilasi nitrogen.
Hasil akhir dari seluruh jenis asimilasi nitrogen adalah bentuk paling tereduksi yaitu ion
ammonium (NH4+).

Banyak mikroorganisme memiliki kemampuan untuk mengasimilasi nitrat (NO3) dan nitrit
(NO2) secara reduksi dengan mengubahnya menjadi amoniak (NH3). Jalur asimilasi ini
berbeda dengan jalur dissimilasi nitrat dan nitrit. Jalur dissimilasi digunakan oleh
organisme yang menggunakan ion ini sebagai elektron penerima terminal dalam respirasi,
proses ini dikenal sebagai denitrifikasi, dan hasilnya adalah gas nitrogen (N2), yang
dikeluarkan ke atmosfer.

4
Kemampuan untuk mengasimilasi N2 secara reduksi melalui NH3, yang disebut fiksasi
nitrogen, adalah sifat untuk prokariota, dan relatif sedikit bakteri yang memiliki
kemampuan metabolisme ini. Proses tersebut membutuhkan sejumlah besar energi
metabolik dan tidak dapat aktif dengan adanya oksigen. Kemampuan fiksasi nitrogen
ditemukan pada beragam bakteri yang berevolusi sangat berbeda dalam strategi biokimia
untuk melindungi enzim fixing-nitrogen nya dari oksigen.

Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan NH4+ sebagai sumber nitrogen utama,


dan banyak organisme memiliki kemampuan untuk menghasilkan NH4+ dari amina (R-
NH2) atau dari asam amino (RCHNH2COOH). Produksi amoniak dari deaminasi asam
amino disebut ammonifikasi. Amoniak dimasukkan ke dalam bahan organik melalui jalur
biokomia yang melibatkan glutamat dan glutamine.
Seperti nitrogen, belerang adalah komponen dari banyak substansi organik sel. Belerang
membentuk bagian struktur beberapa koenzim dan ditemukan dalam rantai samping
cisteinil dan merionil protein. Belerang dalam bentuk asalnya tidak dapat digunakan oleh
tumbuhan atau hewan. Namun, beberapa bakteri autotropik dapat mengoksidasinya
menjadi sulfat (SO42-). Kebanyakan mikroorganisme dapat menggunakan sulfat sebagai
sumber belerang, mereduksi sulfat menjadi hidrogen sulfida (H2S). Beberapa
mikroorganisme dapat mengasimilasi H2S secara langsung dari medium pertumbuhan
tetapi senyawa ini dapat menjadi racun bagi banyak organisme.

Kedua unsur ini yaitu belerang dan nitrogen terdapat dalam sel dalam bentuk tereduksi,
sebagai gugus sulfhidril dan amino. Sebagian besar mikroorganisme mampu menampung
unsur-unsur ini dalam bentuk oksida dan mereduksi sulfat dan juga nitrat. Sumber nitrogen
yang paling lazim untuk mikroorganisme adalah garam-garam ammonium. Beberapa
prokariot mampu mereduksi nitrogen molekul (N2 atau dinitrogen). Mikroorganisme lain
memerlukan asam-asam amino sebagai sumber nitrogen, jadi yang mengandung nitrogen
organik. Tidak semua mikroorganisme mampu mereduksi sulfat, beberapa diantaranya
memerukan H2S atau sistein sebagai sumber S.

4. Keperluan Akan Nitrogen dan Belerang

Nitrogen dan belerang terdapat pada senyawa organik sel terutama dalam bentuk yang
terinduksi masing-masing sebagai gugus amino dan sulfhidril. Kebanyakan organisme
fotosintetik mengasimilasi kedua unsur ini dalam keadaan anorganik yang teoksidasi,
sebagai nitrat dan sulfat, jadi penggunaan biosintetiknya meliputi reduksi pendahuluan.
Banyak bakteri nonfotosintetik dan cendawan dapat juga memenuhi keperluannya akan
nitrogen dan belerang dari nitrat dan sulfat. Beberapa mikroorganisme tidak dapat
mengadakan reduksi salah satu atau kedua anion ini dan harus diberikan unsur dalam
bentuk tereduksi. Keperluan akan sumber nitrogen yang tereduksi agak umum dan dapat
dipenuhi oleh persediaan nitrogen sebagai garam-garam ammonium. Keperluan akan
belerang tereduksi lebih jarang, bahan itu dipenuhi dari persediaan sulfida atau dari
senyawa organik yang mengandung satu gugus sulfhidril (misalnya sisteine).

Persyaratan akan nitrogen dan belerang sering kali juga dapat diperoleh dari zat gizi
organik yang mengandung kedua unsur ini dalam kombinasi organik yang tereduksi (asam
amino atau hasil penguraian protein yang lebih kompleks, seperti pepton). Tentu saja,
senyawa-senyawa seperti itu dapat menyediakan sumber karbon organik dan energi,
sekaligus memenuhi keperluan selular akan karbon, nitrogen, belerang, dan energi.

Beberapa bakteri dapat juga memanfaatkan sumber nitrogen alam yang paling banyak,
yaitu N2. Proses asimilasi nitrogen ini disebut fiksasi nitrogen dan meliputi reduksi
permulaan N2 menjadi amino.

5
5. Sumber Phospor

Fosfat (PO43-) dibutuhkan sebagai komponen ATP, asam nukleat dan sejumlah koenzim
seperti NAD, NADP dan flavin. Selain itu, banyak metabolit, lipid (fosfolipid, lipid A),
komponen dinding sel (teichoic acid), beberapa polisakarida kapsul dan beberapa protein
adalah bergugus fosfat. Fosfat selalu diasimilasi sebagai fosfat anorganik bebas (Pi).

6. Sumber Mineral

Sejumlah besar mineral dibutuhkan untuk fungsi enzim. Ion magnesium (Mg2+) dan ion
ferrum (Fe2+) juga ditemukan pada turunan porfirin yaitu: magnesium dalam molekul
klorofil, dan besi sebagai bagian dari koenzim sitokrom dan peroksidase. Mg2+ dan K+
keduanya sangat penting untuk fungsi dan kesatuan ribosom. Ca2+ dibutuhkansebagai
komponen dinding sel gram positif, meskipun ion tersebut bebas untuk bakteri gram
negatif. Banyak dari organisme laut membutuhkan Na+ untuk pertumbuhannya. Dalam
memformulasikan medium untuk pembiakan kebanyakan mikroorganisme, sangatlah
penting untuk menyediakan sumber potassium, magnesium, kalsium, dan besi, biasanya
dalam bentuk ion-ion (K+, Mg2+, Ca2+, dan Fe2+). Banyak mineral lainnya (seperti
Mn2+, Mo2+, Co2+, Cu2+, dan Zn2+) dibutuhkan: mineral ini kerapkali terdapat dalam
air kran atau sebagai kontaminan dari kandungan medium lainnya.

Pengambilan besi dalam bentuk hidroksida yang tak larut pada pH netral, difasilitasi pada
banyak bakteri dan fungi dengan produksi senyawa siderofor yang mengikat besi dan
mendukung trasnportasinya sebagai kompleks terlarut. Semua ini meliputi hydroxymates
(-CONH2OH) yang disebut sideramines, dan turunan catechol (seperti 2,3-
dihydroxybenzolyserine). Siderofor yang dibentuk plasmid memainkan peranan utama
dalam sifat invasi beberapa bakteri patogen.

7. Sumber Oksigen

Untuk sel oksigen tersedia dalam bentuk air. Selanjutnya oksigen juga terdapat dalam CO2
dan dalam bentuk senyawa organik. Selain itu masih banya organisme yang tergantung dari
oksigen molekul (O2 atau dioksigen). Oksigen yang berasal dari molekul oksigen hanya
akan diinkorporasi ke dalam substansi sel kalau sebagai sumber karbon digunakan metana
atau hidrokarbon aromatic yang berantai panjang. Menilik hubungannya dengan oksigen
dapat dibedakan sekurang-kurangnya tiga kelompok organisme: organisme aerob obligat
yang mampu menghasilkan energi hanya melalui respirasi dan dengan demikian tergantung
pada oksigen.

Organisme anaerob obligat hanya dapat hidup dalam lingkungan bekas oksigen. Untuk
organisme ini O2 bersifat toksik. Mikroorganisme anaerob fakultatif tumbuh dengan
adanya O2 udara, jadi bersifat aerotoleran; tetapi organisme ini tidak dapat memanfaatkan
O2, tetapi memperoleh energi semata-mata dari peragian. Jenis bakteri anaerob fakultatif
lain (Enterobacteriaceae) dan banyak ragi dapat beralih dari peroleh energi dengan respirasi
(dengan adanya O2) ke peragian (tanpa O2).

2.4 Growth Factors Sel Mikro Organisme


2.4.1 Faktor Fisik
a. Temperatur
Temperatur menentukan aktifitas enzim. Pada temperatur yg terlalu tinggi akan
menyebabkan denaturasi protein sedangkan pada temperatur rendah aktivitas enzim
akan terhenti. sehingga diperlukan temperatur optimal dimana akan terjadi
kecepatan pertumbuhan optimal dan dihasilkan jumlah sel yg maksimal
Mikroorganisme sendiri memiliki temperatur optimum yg berbeda2. Mereka

6
sendiri memiliki habitat hidup yg berbeda. Misalnya hyperthermophiles (hidup di
lingkungan tinggi suhu optimum 80-113 C), psychrophiles (hidup di daerah
temperatur rendah), acidophiles (hidup di lingkungan asam), alkaliphiles (hidup di
lingkungan basa), halophiles (hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi, ex
air laut).

b. pH
Peningkatan dan penurunan konsenstrasi ion hidrogen dapat menyebabkan ionisasi
gugus2 dlm protein, amino dan karboksilat. Karenanya dapat menyebabkan
denaturasi protein yg mengganggu pertumbuhan sel.
pH optimal untuk masing2 organisme berbeda2:
 asidofil : 1,0 – 5,5
 neutrofil : 5,5 – 8,5
 alkalofil : 8,5 – 11,5

c. Tekanan osposis
Tekanan osmosis merupakan tendensi untuk difusi air dari konsentrasi solut
rendah (hipotonik) ke konsentrasi solut rendah (hipertronik).
Jika sel diletakkan dalam kondisi hipotonik, maka akan terjadi perpindahan air
dari luar sel ke dalam sel. Sedangkan bila sel diletakkan pada kondisi larutan
hipertonik maka air akan keluar dari dalam sel mikroorganisme sehingga
membran plasma mengkerut dan lepas dari dinding sel.

d. Oksigen
Beberapa organisme membutuhkan O2 untuk hidup (aerob). Sedangkan ada yg
terhambat pertumbuhannya karena O2 (anaerob).

2.4.2. Faktor Kimia


a. Nutrisi
Diperlukan untuk biosintesis dan pembentukan energi. Berdasarkan
kebutuhannya dibagi menjadi 2:
 makroelemen: dibutuhkan dalam jumlah banyak (C, H, O, N, S, O, K, Ca,
Mg, Fe)
 mikroelemen: dibutuhkan dalam jumlah sedikit (Mn, Zn, Co, Mo, Ni dan
Cu)
selain itu dibutuhkan pula faktor pertumbuhan / growth factor yang diperlukan
oleh sel namun tidak dapat disintesis oleh sel tersebut. Misalnya vitamin, asam
amino, purin dan pirimidin

b. Media kultur
Media kultur merupakan nutrisi yg digunakan untuk pertumbuhan
mikroorganisme di laboratorium.
Media sendiri ada media padat dan media cair. Pemilihan media sangat penting
untuk mikroorganisme. Karena setiap media memiliki kandungan nutrisi yg
berbeda2 dan mikroorganisme juga butuh nutrisi yg berbeda2.

2.5. Kebutuhan Lingkungan Pertumbuhan


Untuk berhasilnya kultivasi mikroba diperlukan suatu kombinasi nutrisi serta lingkungan
fisik yang sesuai. Ada beberapa lingkungan fisik yang perlu diperhatikan dalam
menumbuhkan mikroba yaitu temperatur, kadar oksigen, pH, dan tekanan osmosis

a) Pengaruh temperatur terhadap pertumbuhan mikroba.


Semua proses pertumbuhan tergantung pada reaksi kimiawi dan laju reaksi ini
dipengaruhi oleh temperatur. Oleh karena itu, pola pertumbuhan mikroba sangat

7
dipengaruhi oleh temperatur. Temperatur juga mempengaruhi laju pertumbuhan dan
penambahan sel. Keragaman temperatur juga dapat mengubah proses-proses metabolik
serta morfologi sel. Pengaruh temperatur berhubungan dengan aktivitas enzim. Suhu
rendah menyebabkan aktivitas enzim menurun dan jika suhu terlalu tinggi dapat
mendenaturasi protein enzim.

Berdasarkan suhu optimum untuk pertumbuhan maka sifat mikroba dapat


dikelompokkan menjadi 3 yaitu bersifat psikrofilik (tumbuh pada suhu 00-200C),
mesofilik (200-450C) dan termofilik (450-800C). Selain itu, berdasarkan suhu
pertumbuhan optimumnya, habitat mikroba dapat dikelompokkan menjadi :
 Mesofil, terdapat pada tanah, air, dan tubuh vertebrata, suhu pertumbuhan 100-
470C. Suhu pertumbuhan optimum 300-400C.
 Termofil, ditemukan pada habitat yang bersuhu tinggi, pembuatan kompos,
susu, tanah, dan air laut. Mampu tumbuh pada suhu 450-500C, dibedakan
menjadi psikrodura yang mampu hidup dibawah 00C dan termodura yang tahan
hidup pada suhu diatas 500C

b) Pengaruh kadar oksigen


Mikroba memperlihatkan keragaman yang luas dalam hal respon terhadap oksigen
bebas dan atas dasar ini maka mikroba dibagi menjadi empat yaitu aerobic (memerlukan
oksigen), anaerobik (tumbuh tanpa oksigen molekuler), anaerobik fakultatif (tumbuh
pada keadaan aerobik dan anaerobik), dan mikroaerofilik (tumbuh bila terdapat sedikit
oksigen atmosferik). Beberapa mikroba bersifat anaerobik obligat, bila terkena oksigen
akan mati, oleh karena itu untuk menumbuhkan mikroba anaerobik diperlukan teknik
khusus agar tercapai keadaan anaerob. Keperluan penumbuhan jasad anaerob obligat
dapat dipenuhi dengan menggunakan alat yang disebut anaerobic jar.

c) Pengaruh pH terhadap pertumbuhan mikroba.


Bagi kebanyakan mikroba pH minimum dan maksimum antara 4 sampai 9.
Pertumbuhan mikroba sangat dipengaruhi oleh pH, karena nilai pH sangat menentukan
aktifitas enzim. pH berpengaruh terhadap sel dengan memengaruhi metabolism. pH
optimum pertumbuhan bagi kebanyakan bakteri terletak antara 6,5 dan 7,5 . Namun,
beberapa spesies dapat tumbuh dalam keadaan sangat asam, atau sangat alkalin.

Bila bakteri dikultivasi di dalam suatu medium yang mula-mula disesuaikan pH-nya,
misalnya 7, maka pH ini akan berubah sebagai akibat adanya senyawa-senyawa asam
atau basa yang dihasilkan selama pertumbuhannya. Pergeseran pH ini dapat sedemikian
besar sehingga menghambat pertumbuhan mikroba dalam kultur tersebut. Pergeseran
pH dapat dicegah dengan menggunakan larutan penyangga atau bufer dalam medium.
Buffer merupakan senyawa yang dapat menahan perubahan pH misalnya, KH2PO4 dan
K2HPO4. Beberapa bahan nutrien medium, seperti pepton, juga mempunyai kapasitas
penyangga. Perlu atau tidaknya suatu medium diberi larutan penyangga bergantung
kepada penggunaannya dan dibatasi oleh kapasitas menyangga yang dimiliki senyawa-
senyawa yang digunakan.

Tabel. pH minimum, optimum, dan maksimum untuk pertumbuhan bakteri


Bakteri Minimum Optimum Maksimum
Thiobacillus 0,5 2,0-3,5 6,0
thiooxidans
Acetobacter aceti 4,0-4,5 5,4-6,3 7,0-8,0
Staphylococcus 4,2 7,0-7,5 9,3
aureus

8
Azotobacter sp. 5,5 7,0-7,5 8,5
Chlorobium 6,0 6,8 7,0
limicola
Thermus aquaticus 6,0 7,5-7,8 9,5

d) Pengaruh tekanan osmosis terhadap pertumbuhan mikroba


Tekanan osmosis merupakan tekanan minimum yang diperlukan untuk mencegah aliran
air yang menyeberangi membran di dalam larutan. Contohnya, jika larutan 10% sukrosa
di dalam kantong membran dialisis di letakan dalam air di dalam gelas maka molekul
air yang ada di dalam gelas akan mengalir kedalam kantong dialisis. Besarnya tekanan
yang diperlukan untuk mencegah aliran melekul air dalam gelas ke dalam kantong
dialisis merupakan nilai tekanan osmosis larutan sukrosa tersebut.

Berdasarkan tekanan osmosis maka larutan tempat petumbuhan mikroba dapat


digolongkan atas larutan hipotonis, isotonis, dan larutan hipertonis. Mikroba biasanya
hidup di lingkungan yang bersifat agak hipotonis sehingga air akan mengalir dari
lingkungannya ke dalam sel sehingga sel menjadi mengambang kaku. Adanya dinding
sel dapat mencegah pecahnya sel mikroba.

Suatu tekanan osmosis akan sangat mempengaruhi bakteri jika tekanan osmosis
lingkungan lebih besar (hipertonis) sel akan mengalami plasmolisis. Sebaliknya
tekanan osmosis lingkungan yang hipotonis akan menyebabkan sel membengkak dan
juga dapat mengakibatkan rusaknya sel. Oleh karena itu dalam mempertahankan
hidupnya, sel bakteri harus berada pada tingkat tekanan osmosis yang sesuai. Walaupun
sel bakteri memiliki daya adaptasi, perbedaan tekanan osmosis dengan lingkungannya
tidak boleh terlalu besar.

9
BAB III PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Kehidupan makhluk hidup sangat tergantung pada keadaan sekitar, terlebih mikroorganisme.
Salah satunya yaitu menyesuaikan dengan lingkungan sekelilingnya. Perubahan faktor
lingkungan terhadap pertumbuhan mikroba dapat mengakibatkan terjadinya perubahan sifat
morfologi dan fisiologi. Hal ini dikarenakan, mikroba menyediakan nutrient yang sesuai untuk
kultivasinya, dan untuk menunjang pertumbuhan optimumnya.

10
DAFTAR PUSTAKA

http://rachdie.blogsome.com/2006/10/14/faktor-yang-mempengaruhi-pertumbuhan-mikroba/
(Diakses Tanggal 03 Oktober 2017).

Jawetz. 2001. Mikrobiologi Kedokteran. Salemba Medika. Jakarta.

Pelczar, M.J. & E.C.S. Chan. 1976. Elemens of Microbiology. (terjemahan) Hadioetomo dkk.
1986. Dasar-dasar Mikrobiologi. UI press. Jakarta.

Purnomo, Bambang, 2012. Penuntun Praktikum Mikrobiologi. Fakultas Pertanian UNIB.


Bengkulu.

Waluyo, L.2005. Mikrobiologi Umum.cet. kedua. UMM Press. Malang.

11

Anda mungkin juga menyukai