Anda di halaman 1dari 16

PERANG MELAWAN KOLONIALISME

ALIFFA GAYATRI A
XI IPS 1
Perang Melawan Keserakahan Kongsi
1. Aceh Versus Portugis dan VOC
Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis pada tahun 1511, justru membawa hikmah bagi
Aceh. Banyak para pedagang Islam yang menyingkir dari Malaka menuju ke Aceh. Hal ini
telah mendorong Aceh berkembang menjadi bandar dan pusat perdagangan.
Perkembangan Aceh yang begitu pesat ini dipandang oleh Portugis sebagai ancaman. oleh
karena itu, Portugis berkehendak untuk menghancurkan Aceh.
Pada tahun 1523 Portugis melancarkan serangan ke Aceh di bawah pimpinan Henrigues,
dan menyusul pada tahun 1524 dipimpin oleh de Sauza. Beberapa serangan Portugis ini
mengalami kegagalan. Portugis terus mencari cara untuk melemahkan posisi Aceh sebagai
pusat perdagangan. Kapal-kapal Portugis selalu mengganggu kapal-kapal dagang Aceh di
manapun berada. Misalnya, pada saat kapal-kapal dagang Aceh sedang berlayar di Laut
Merah pada tahun 1524/1525 diburu oleh kapal-kapal Portugis untuk ditangkap. Tindakan
Portugis telah merampas kedaulatan Aceh yang ingin bebas dan berdaulat berdagang
dengan siapa saja
Langkah-langkah Aceh dalam menghalau tentara Portugis, antara lain:
o Melengkapi kapal-kapal dagang Aceh dengan persenjataan, meriam dan prajurit
o Mendatangkan bantuan persenjataan, sejumlah tentara dan beberapa ahli dari
Turki pada tahun 1567
o Mendatangkan bantuan persenjataan dari Kalikut dan Jepara
Pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1639), semangat juang
mempertahankan tanah air dan mengusir penjajahan asing semakin meningkat. Iskandar
Muda berusaha untuk melipatgandakan kekuatan pasukannya. Angkatan lautnya diperkuat
dengan kapal-kapal besar yang dapat mengangkut 600-800 prajurit
Pasukan kavaleri (pasukan berkuda)dilengkapi dengan kuda-kuda dari Persia, bahkan Aceh
juga menyiapkan pasukan gajah dan milisi infanteri (pasukan muda yang berjalan kaki di
sekeliling para ksatria yang menunggang kuda)
Pada tahun 1629 Iskandar Muda melancarkan serangan ke Malaka. Menghadapi serangan
kali ini Portugis sempat kewalahan. Portugis harus mengerahkan semua kekuatan tentara
dan persenjataan untuk menghadapi pasukan Iskandar Muda. Namun, serangan Aceh kali
ini juga tidak berhasil mengusir Portugis dari Malaka. Hubungan Aceh dan Portugis semakin
memburuk. Bentrokan-bentrokan antara kedua belah pihak masih sering terjadi. Portugis
tetap tidak berhasil menguasai Aceh dan begitu juga Aceh tidak berhasil mengusir Portugis
dari Malaka. Yang berhasil mengusir Portugis dari Malaka adalah VOC (Belanda)
2. Maluku Angkat Senjata
Portugis berhasil memasuki Kepulauan Maluku pada tahun 1512. Mereka memusatkan
aktivitasnya di Ternate. Tidak lama berselang orang-orang Spanyol tahun 1521 juga
memasuki Kepulauan Maluku dengan memusatkan kedudukannya di Tidore. Terjadilah
persaingan antara kedua belah pihak.Persaingan itu semakin tajam setelah Portugis
berhasil menjalin persekutuan dengan Ternate dan Spanyol bersahabat dengan Tidore.

1
Pada tahun 1529 terjadi perang antara Tidore melawan Portugis. Penyebab perang ini
karena kapal-kapal Portugis menembaki jung-jung (kapal layar) dari Banda yang akan
membeli cengkeh ke Tidore. Tentu saja Tidore tidak dapat menerima tindakan armada
Portugis.Dalam perang ini Portugis mendapat dukungan dari Ternate dan Bacan, dan
akhirnya Portugis mendapat kemenangan. Dengan kemenangan ini Portugis menjadi
semakin sombong dan sering berlaku kasar terhadap penduduk Maluku.Upaya monopoli
terus dilakukan. Maka, wajar jika sering terjadi letupan-letupan perlawanan rakyat.
Untuk menyelesaikan persaingan antara Portugis dan Spanyol dilaksanakan perjanjian
damai, yakni Perjanjian Saragosa. Dengan adanya Perjanjian Saragosa kedudukan Portugis
di Maluku semakin kuat dan juga semakin mengganggu kedaulatan kerajaan-kerajaan yang
ada di Maluku.Pada tahun 1565 muncul perlawanan rakyat Ternate di bawah pimpinan
Sultan Khaerun/Hairun. Penyebab munculnya perlawanan antara portugis dan ternate,
yaitu:
o Portugis memonopoli maluku
o adanya campur tangan Portugis dalam urusan pemerintahan
o Bangsa Portugis menyebarkan agama Kristen Katolik
o Kesombongan Portugis dalam memandang rendah penduduk Maluku
Sultan Hairun menyerukkan semua rakyat dari Papua sampai Jawa untuk angkat senjata
melawan kezaliman Portugis. Portugis mulai kewalahan dan menawarkan perundingan
kepada Sultan Khaerun. Dengan pertimbangan kemanusiaan, Sultan Khaerun menerima
ajakan Portugis. Perundingan dilaksanakan pada tahun 1570 bertempat di Benteng Sao
Paolo. Ternyata semua ini hanyalah tipu muslihat Portugis. Pada saat perundingan sedang
berlangsung, Sultan Hairun ditangkap dan dibunuh. Setelah Sultan Khaerun dibunuh,
perlawanan dilanjutkan di bawah pimpinan Sultan Baabullah (putera Sultan Hairun).
Seluruh rakyat Maluku berhasil dipersatukan termasuk Ternate dan Tidore untuk
melancarkan serangan besar-besaran terhadap Portugis.
Akhirnya Portugis dapat didesak dan pada tahun 1575 berhasil diusir dari Ternate. Orang-
orang Portugis kemudian melarikan diri dan menetap di Ambon sampai tahun 1605. Tahun
itu pula Portugis dapat diusir oleh VOC dari Ambon dan kemudian menetap di Timor-Timur.
Perlawanan-perlawanan muncul tahun 1635-1646 terjadi serangan sporadis dari rakyat
Hitu yang dipimpin oleh Kakiali dan Telukabesi. Pada Tahun 1650 perlawanan rakyat juga
terjadi di Ternate yang dipimpin oleh Kecili Said. Namun berbagai serangan itu selalu dapat
dipatahkan oleh kekuatan VOC yang memiliki peralatan senjata lebih lengkap. Rakyat terus
mengalami penderitaan akibat kebijakan monopoli rempah-rempah yang disertai dengan
Pelayaran Hongi (pelayaran bersenjata lengkap yang di lakukan VOC untuk mengawasi
jalannya monopoli agar mencegah pelanggaran monopoli atau perdagangan gelap).
Pada tahun 1680, VOC memaksakan sebuah perjanjian baru dengan penguasa Tidore.
Kerajaan Tidore yang semula sebagai sekutu turun statusnya menjadi vassal VOC (daerah
kekuasaan), dan sebagai penguasa yang baru diangkatlah Putra Alam sebagai Sultan
Tidore.Penempatan Tidore sebagai vassal atau daerah kekuasaan VOC telah menimbulkan
protes keras dari Pangeran Nuku. Akhirnya Nuku memimpin perlawanan rakyat.
2
Terjadi perang hebat antara rakyat Maluku di bawah pimpinan Pangeran Nuku melawan
kekuatan kompeni Belanda (tentara VOC). Sultan Nuku mendapat dukungan rakyat Papua
di bawah pimpinan Raja Ampat dan juga orang-orang Gamrange dari Halmahera (Pulau
tersebesar di Mauluku). Oleh para pengikutnya, Pangeran Nuku diangkat sebagai sultan
dengan gelar Tuan Sultan Amir Muhammad Syafiudin Syah. Sultan Nuku juga berhasil
meyakinkan Sultan Aharal dan Pangeran Ibrahim dari Ternate untuk bersama-sama
melawan VOC.
Bahkan dalam perlawanan ini Inggris juga memberi dukungan terhadap Sultan Nuku.
Belanda kewalahan dan tidak mampu membendung ambisi Nuku untuk lepas dari dominasi
Belanda. Sultan Nuku berhasil mengembangkan pemerintahan yang berdaulat melepaskan
diri dari dominasi Belanda di Tidore sampai akhir hayatnya (tahun 1805).

3. Sultan Agung vs JP. Coen


Sultan Agung adalah raja yang paling terkenal dari Kerajaan Mataram, Pada masa
pemerintahan Sultan Agung, Mataram mencapai zaman keemasan. Cita-cita Sultan Agung
antara lain: mempersatukan seluruh tanah Jawa, dan mengusir kekuasaan asing dari bumi
Nusantara. Terkait dengan cita-citanya ini maka Sultan Agung sangat menentang
keberadaan kekuatan VOC di Jawa. Apalagi tindakan VOC yang terus memaksakan
kehendak untuk melakukan monopoli perdagangan membuat para pedagang Pribumi
mengalami kemunduran.
Oleh karena itu, Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia. Ada beberapa alasan
mengapa Sultan Agung merencanakan serangan ke Batavia, yakni:
o Tindakan monopoli yang dilakukan VOC
o VOC sering menghalang-halangi kapal-kapal dagang Mataram
o VOC menolak untuk mengakui kedaulatan Mataram
o Keberadaan VOC di Batavia telah memberikan ancaman serius yang akan
berdagang ke Malaka bagi masa depan Pulau Jawa
Pada tahun 1628 telah dipersiapkan pasukan dengan segenap persenjataan dan
perbekalan. Pada waktu itu yang menjadi gubernur jenderal VOC adalah J.P. Coen. Sebagai
pimpinan pasukan Mataram adalah Tumenggung Baureksa.Tepat pada tanggal 22 Agustus
1628, pasukan Mataram di bawah pimpinan Tumenggung Baureksa menyerang Batavia.
Pasukan Mataram berusaha membangun pos pertahanan, tetapi kompeni VOC berusaha
menghalang-halangi, sehingga pertempuran antara kedua pihak tidak dapat dihindarkan.
Di tengah-tengah berkecamuknya peperangan itu pasukan Mataram yang lain
berdatangan seperti pasukan di bawah Sura Agul-Agul yang dibantu oleh Kiai Dipati
Mandurareja dan Upa Santa. Datang pula laskar orang-orang Sunda di bawah pimpinan
Dipati Ukur.
Pasukan Mataram berusaha mengepung Batavia dari berbagai tempat. Terjadilah
pertempuran sengit antara pasukan Mataram melawan tentara VOC di berbagai tempat.
Tetapi kekuatan tentara VOC dengan senjatanya jauh lebih unggul sehingga dapat
3
memukul mundur pasukan dari mataram. Tumenggung Baureksa sendiri gugur dalam
pertempuran itu. Dengan demikian serangan tentara Sultan Agung pada tahun 1628 itu
belum berhasil. Sultan Agung tidak lantas berhenti dengan kekalahan yang baru saja
dialami pasukannya. Ia segera mempersiapkan serangan yang kedua. Belajar dari
kekalahan terdahulu Sultan Agung meningkatkan jumlah kapal dan senjata. Ia juga
membangun lumbung-lumbung beras untuk persediaan bahan makanan seperti di Tegal
dan Cirebon.

Tahun 1629 pasukan Mataram diberangkatkan menuju Batavia. Sebagai pimpinan pasukan
Mataram dipercayakan kepada Tumenggung Singaranu, Kiai Dipati Juminah, dan Dipati
Purbaya. Ternyata informasi persiapan pasukan Mataram diketahui oleh VOC.
Dengan segera VOC mengirim kapal-kapal perang untuk menghancurkan lumbung-
lumbung yang dipersiapkan pasukan Mataram. Di Tegal tentara VOC berhasil
menghancurkan 200 kapal Mataram, 400 rumah penduduk dan sebuah lumbung beras.
Pasukan Mataram pantang mundur, dengan kekuatan pasukan yang ada terus berusaha
mengepung Batavia, yang akhirnya berhasil mengepung dan menghancurkan Benteng
Hollandia. Berikutnya pasukan Mataram mengepung Benteng Bommel, tetapi gagal
menghancurkan benteng tersebut.Pada saat pengepungan Benteng Bommel, terpetik
berita bahwa J.P. Coen meninggal. Peristiwa ini terjadi pada tanggal 21 September 1629.
Dengan semangat juang yang tinggi pasukan Mataram terus melakukan penyerangan.
Dalam situasi yang kritis ini pasukan Belanda semakin marah dan meningkatkan
kekuatannya untuk mengusir pasukan Mataram dengan mengandalkan persenjataan yang
lebih baik dan lengkap, akhirnya dapat menghentikan serangan-serangan pasukan
Mataram. Pasukan Mataram semakin melemah dan akhirnya ditarik mundur kembali ke
Mataram. Dengan demikian serangan Sultan Agung yang kedua ini juga mengalami
kegagalan. Perlawanan pasukan Sultan Agung terhadap VOC memang mengalami
kegagalan. Tetapi semangat dan cita-cita untuk melawan dominasi asing di Nusantara terus
tertanam pada jiwa Sultan Agung dan para pengikutnya setelah Sultan Agung meninggal
tahun 1645, Sebagai pengganti Sultan Agung adalah Sunan Amangkurat I. Ia memerintah
pada tahun 1646 -1677. Ternyata Raja Amangkurat I merupakan raja yang lemah dan
bahkan bersahabat dengan VOC.Raja ini juga bersifat reaksioner dengan bersikap
sewenang-wenang kepada rakyat dan kejam terhadap para ulama.Oleh karena itu, pada
masa pemerintahan Amangkurat I itu timbul berbagai perlawanan rakyat. Salah satu
perlawanan itu dipimpin oleh Trunajaya.
4. Perlawanan Banten
Banten memiliki posisi yang strategis sebagai bandar perdagangan internasional. Oleh
karena itu sejak semula Belanda ingin menguasai Banten, tetapi tidak pernah berhasil.
Akhirnya VOC membangun Bandar di Batavia pada tahun 1619. Terjadi persaingan antara
Banten dan Batavia memperebutkan posisi sebagai bandar perdagangan internasional.
Oleh karena itu, rakyat Banten sering melakukan serangan-serangan terhadap VOC.

4
Tahun 1651, Pangeran Surya naik tahta di Kesultanan Banten. Ia adalah cucu Sultan Abdul
Mufakhir Mahmud Abdul Karim, anak dari Sultan Abu al-Ma’ali Ahmad yang wafat pada
1650.Pangeran Surya bergelar Sultan Abu al-Fath Abulfatah. Sultan Abu al-Fath Abdulfatah
ini lebih dikenal dengan nama Sultan Ageng Tirtayasa. la berusaha memulihkan posisi
Banten sebagai Bandar perdagangan internasional dan sekaligus menandingi
perkembangan di Batavia. Beberapa yang dilakukan misalnya mengundang para pedagang
Eropa lain seperti Inggris, Perancis, Denmark dan Portugis.
Sultan Ageng juga mengembangkan hubungan dagang dengan negara-negara Asia seperti
Persia, Benggala, Siam, Tonkin, dan Cina. Perkembangan di Banten ternyata sangat tidak
disenangi oleh VOC.Oleh karena itu, untuk melemahkan peran Banten sebagai Bandar
perdagangan, VOC sering melakukan blokade. Jung-jung Cina dan kapal-kapal dagang dari
Maluku dilarang meneruskan perjalanan menuju Banten.

Dalam rangka memberi tekanan dan memperlemah kedudukan VOC, rakyat Banten juga
melakukan perusakan terhadap beberapa kebun tanaman tebu milik VOC. Akibatnya
hubungan antara Banten dan Batavia semakin memburuk. Menghadapi serangan pasukan
Banten, VOC terus memperkuat kota Batavia dengan mendirikan benteng-benteng
pertahanan seperti Benteng Noordwijk.
Sementara itu untuk kepentingan pertahanan, Sultan Ageng memerintahkan untuk
membangun saluran irigasi yang membentang dari Sungai Untung Jawa sampai Pontang.
Selain berfungsi untuk meningkatkan produksi pertanian, saluran irigasi dimaksudkan juga
untuk memudahkan transportasi perang.Pada masa pemerintahan Sultan Ageng ini
memang banyak dibangun saluran air/irigasi. Oleh karena jasa-jasanya ini maka sultan
digelari Sultan Ageng Tirtayasa (tirta artinya air).
Pada tahun 1671 Sultan Ageng Tirtayasa mengangkat putra mahkota Abdulnazar
Abdulkahar sebagai raja pembantu yang lebih dikenal dengan nama Sultan Haji. Sebagai
raja pembantu Sultan Haji bertanggung jawab urusan dalam negeri, Sedangkan Sultan
Ageng Tirtayasa bertanggungjawab terhadap urusan luar negeri di bantu Puteranya yang
lain yaitu Pangeran Arya Purbaya. Pemisahan urusan pemerintahan di Banten ini tercium
oleh perwakilan VOC di Banten W. Caeff. Ia kemudian mendekati dan menghasut Sultan
Haji agar urusan pemerintahan di Banten tidak dipisah-pisah dan jangan sampai kekuasaan
jatuh ke tangan Arya PurbayaSultan Haji juga sangat khawatir, apabila dirinya tidak segera
dinobatkan sebagai sultan, sangat mungkin jabatan sultan itu akan diberikan kepada
Pangeran Arya Purbaya. Tanpa berpikir panjang Sultan Haji segera membuat
persekongkolan dengan VOC untuk merebut tahta kesultanan Banten. Timbullah
pertentangan yang begitu tajam antara Sultan Haji dengan Sultan Ageng Tirtayasa.
Dalam persekongkolan tersebut VOC sanggup membantu Sultan Haji untuk merebut
Kesultanan Banten tetapi dengan empat syarat, yaitu :
o Banten harus menyerahkan Cirebon kepada VOC
o Monopoli lada di Banten dipegang oleh VOC dan harus menyingkirkan para
pedagang Persia, India, dan Cina
5
o Banten harus membayar 600.000 ringgit apabila ingkar janji, dan
o Pasukan Banten yang menguasai daerah pantai dan pedalaman Priangan segera
ditarik kembali.
Dan Isi perjanjian ini Acc oleh Sultan Haji. Pada tahun 1681 VOC atas nama Sultan Haji
berhasil merebut Kesultanan Banten. Istana Surosowan berhasil dikuasai. Sultan Haji
menjadi Sultan Banten yang berkedudukan di istana Surosowan. Sultan Ageng kemudian
membangun istana yang baru berpusat di Tirtayasa. Sultan Ageng berusaha merebut
kembali Kesultanan Banten dari Sultan Haji yang didukung VOC.
Pada tahun 1682 pasukan Sultan Ageng Tirtayasa berhasil mengepung istana Surosowan.
Sultan Haji terdesak dan segera meminta bantuan tentara VOC.Datanglah bantuan tentara
VOC di bawah pimpinan Francois Tack. Akhirnya Pasukan Sultan Ageng Tirtayasa dapat
dipukul mundur dan terdesak hingga ke Benteng Tirtayasa. Sultan Ageng Tirtayasa akhirnya
meloloskan diri bersama puteranya, pangeran Purbaya ke hutan Lebak. Mereka masih
melancarkan serangan sekalipun dengan bergerilya. Tentara VOC terus memburu. Sultan
Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya yang kemudian bergerak ke arah Bogor. Baru setelah
melalui tipu muslihat pada tahun 1683 Sultan Ageng Tirtayasa berhasil ditangkap dan
ditawan di Batavia sampai meninggalnya pada tahun 1692.
Namun harus diingat bahwa semangat juang Sultan Ageng Tirtayasa beserta pengikutnya
tidak pernah padam. Sultan Ageng telah mengajarkan untuk selalu menjaga kedaulatan
negara dan mempertahankan tanah air dari dominasi asing. Hal ini terbukti setelah Sultan
Ageng Tirtayasa meninggal, perlawanan rakyat Banten terhadap VOC terus berlangsung.
Misalnya pada tahun 1750 timbul perlawanan yang dipimpin oleh Ki Tapa dan Ratu Bagus.
Perlawanan ini ternyata sangat kuat sehingga VOC kewalahan menghadapi serangan itu.
Dengan susah payah akhirnya perlawanan yang dipimpin Ki Tapa dan Ratu Bagus ini dapat
dipadamkan
5. Perlawanan Goa
Kerajaan Goa merupakan salah satu kerajaan yang sangat terkenal di Nusantara. Pusat
pemerintahannya berada di Somba Opu yang sekaligus menjadi pelabuhan Kerajaan Goa.
Goa anti terhadap tindakan monopoli perdagangan. Masyarakat Goa ingin hidup merdeka
dan bersahabat kepada siapa saja tanpa hak istimewa. Masyarakat Goa senantiasa
berpegang pada prinsip hidup sesuai dengan kata-kata “Tanahku terbuka bagi semua
bangsa”, “Tuhan menciptakan tanah dan laut, tanah dibagikannya untuk semua manusia
dan laut adalah milik bersama.” Dengan prinsip keterbukaan itu maka Goa cepat
berkembang.
Pelabuhan Somba Opu memiliki posisi yang strategis dalam jalur perdagangan
internasional.. Pelabuhan Somba Opu telah berperan sebagai bandar perdagangan tempat
persinggahan kapal-kapal dagang dari timur ke barat atau sebaliknya.Dengan melihat
peran dan posisinya yang strategis, VOC berusaha keras untuk dapat mengendalikan Goa
dan menguasai pelabuhan Somba Opu serta menerapkan monopoli perdagangan.
Pada tahun 1634, VOC melakukan blokade terhadap Pelabuhan Somba Opu, tetapi gagal
karena perahu-perahu Makasar yang berukuran kecil lebih lincah menyusup ke pulau-
6
pulau. Tanggal 7 Juli 1667, meletuslah perang Goa. Tentara VOC yang di kepalai oleh
Cornelis Janszoon Spelman di tambah orang Aru Palaka dan orang Ambon (Jonker Van
Manipa) pasukan VOC menyerang goa dari berbagai penjuru.
Pertama pasukan Hasanudin berhasil menghalau tentara VOC, tetapi karena persenjataan
mereka lebih lengkap akhirnya VOC dapat mengalahkan Hasanudin dengan ditandai
adanya Perjanjian Bongaya tanggal 18 November 1667, yang isinya yaitu:
o Goa harus mengakui hak monopoli VOC
o Semua orang Barat, kecuali Belanda harus meninggalkan wilayah Goa
o Goa harus membayar biaya perang
Tetapi Hasanuddin tidak mau melaksanakan isi perjanjian terebut karena tidak sesuai
dengan hati masyarakat Goa. Akhirnya pada tahun 1668 Hasanudin menghimpun kekuatan
lagi untuk menyerang VOC. Tetapi perlawanan tersebut dapat dipadamkan oleh VOC,
dengan terpaksa akhirnya Hasanudin melaksanakan isi perjanjian Bongaya. Benteng Goa
pun jatuh ke tangan VOC dan benteng tersebut akhirnya diberi nama Benteng Rotterdam.
6. Orang-orang Cina Berontak
Sejak abad ke-5 orang-orang Cina sudah mengadakan hubungan dagang ke Jawa. Pada
masa kerajaan bercorak hindhu-budha dan islam pun, orang cina sudah tinggal di pesisir
bahkan mereka menikah dengan orang jawa.
VOC sengaja mendatangkan orang Cina untuk ke Jawa agar mendorong kemajuan
perekonomian di Jawa. Banyak orang Cina yang datang ke Indonesia dengan keadaan yang
miskin. Untuk membatasi orang-orang Cina yang datang ke Batavia, VOC menerapkan
aturan yaitu mereka harus mempunyai surat ijin bermukim (permissiebriefjes) atau disebut
“surat pas”. Apabila mereka tidak mempunyai surat izin, maka mereka akan dibuang ke
Srilanka untuk dipekerjakan di kebun-kebun milik VOC atau dikirim kembali ke negara asal
mereka. Mereka diberi waktu 6 bulan untuk mengurus surat ijin tersebut, dan biayanya
adalah 2 ringgit perorang.Dalam pelaksanaannya mengurus surat ijin terjadi
penyelewengan yaitu mereka disuruh membayar dengan harga yang mahal akibatnya
banyak yang tidak memiliki surat ijin tersebut.
7. Perlawanan Pangeran Mangkubumi dan Mas Said
Perlawanan VOC terhadap Mangkubumi dan Mas Said terjadi selama 20 tahun.
Persahabatan antara Pakubuwana II (Kerajaan Mataram) dan VOC menimbulkan
kekecewaan pada Mas Said, sehingga dia melakukan perlawanan. Raden Mas Said dulunya
adalah seorang Gandek Kraton (pegawai rendahan di Istana). Kemudian Raden Mas Said
akhirnya mengajukan kenaikan pangkat, pada peristiwa ini Mas Said mendapat hinaan dari
kepatihan karena dia juga dituduh sebagai komplotan pemberontakan orang Cina.
Mas Said akhirnya menyusun strategi untuk melakukan perlawanan. Dia dibantu oleh R.
Sutawijaya dan Suradiwangsa. Dia menuju ke Nglaroh untuk memulai aksinya. Oleh para
pengikutnya Mas Said diangkat sebagai raja baru dengan gelar Pangeran Adipati Anom
Hamengku Negara Senopati Sudibyaning Prang. Hingga kini Mas Said terkenal dengan
sebutang Pangeran Sumbernyawa. Mas Said mendapatkan dukungan dari masyarakat
mataram sehingga membuat resah posisi Pakubuwana II sebagai Raja di Mataram.
7
Pada tahun 1745, Pakubuwana II memebrikan ultimatum bahwa barang siapa yang dapat
menumpas pemebrontakan Mas Said akan diberikan Tanah di Sukowati (wilayah sragen
sekarang). Mendengar Ultimatum, Pangeran Mangkubumi mencobanya untuk mengukur
kejujuran Pakubuwana II. Mangkubumi adalah adik Pakubuwana II. Mangkubumi berhasil
memberantas pemberontakan Mas Sad, tetapi Pakubuwana II ingkar janji (karena bujukan
dari patih Pringgalaya). Akhirnya terjadi perselisihan antara Mangkubumi vs Pakubuwana
II.Dalam konflik ini muncullah Van Imhoff (orang VOC) menghina dan menuduh bahwa
Mangkubi terlalu ambisi mencari kekuasaan. Tindakan VOC ini membuat Mangkubumi
kecewa dan angkat kaki dari istana, dan mulai melancarkan gerakan perlawanan terhadap
VOC sekaligus memberikan nasihat pada Pakubuwana II bahwa jangan mau didikte oleh
VOC.Mangkubumi akhirnya pergi ke Sukowati dan menemui Mas Said untuk mengajak
kerjasama dalam melawan VOC. Untuk memperkokoh kerjasama, Mas Said dijadikan
mennatu oleh Mangkubumi. Mas Said dan Mangkubumi sepakat membagi wilayah
perjuangan. Mas Said ( lokasinya di bagian timur, daerah Surakarta ke selatan terus ke
Madiun, Ponorogo dengan pusatnya Sukowat). Mangkubumi (di bagian barat Surakarta
terus ke barat dengan pusat di Hutan Beringin dan Desa Pacetokan, dekat Pleret (termasuk
daerah Yogyakarta sekarang). Mangkubumi membawa pasukan 13 ribu prajurit dan 2.500
prajurit kavaleri.Tahun 1749, Pakubuwana II jatuh sakit dan dalam keadaan sakit ia
terpaksa harus menandatangani perjanjian dengan VOC. Resminya perjanjian itu di ttd
tangal 11 Desember 1749 antara Pakubuwana II dan Baron van Hohendorff sebagai wakil
VOC.Isi perjanjian tersebut yaitu:
o Pakubuwana II menyerahkan Kerajaan Mataram baik secara de facto maupun de
jure kepada VOC
o Hanya keturunan Pakubuwana II yang berhak naik tahta, dan akan dinobatkan oleh
VOC menjadi raja Mataram dengan tanah Mataram sebagai pinjaman dari VOC
o Putera mahkota akan segera dinobatkan
9 hari setelah penandatanganan Pakubuwana II meninggal tepatnya tanggal 15 Desember
1749. Baron Van Hohendorff akhirnya mengangkat putera mahkota sebagai Pakubuwana
III. Perjanjian tersebut sebuah tragedi. Perlawanan Mangkubumi berakhir setelah tercapai
perjanjian Giyanti tanggal 13 Februari 1755. Isi pokok perjanjian Giyanti adalah Mataram
harus dibagi 2 yaitu wilayah Barat (Yogyakarta) diberikan kepada Mangkubumi dengan
gelar Sri Sultan hamengkubuwono I dan Bagian Timur (Surakarta) tetap diperintah oleh
Pakubuwana III. Sementara perlawanan Mas Said berakhir setelah perjanjian Salatiga
tanggal 17 Maret 1757 (isinya : Mas Said diangkat sebagai penguasa di sebagian wilayah
Surakarta dengan gelar Pangeran Adipati Arya Mangkunegara I).

8
Perang Melawan Penjajahan Kolonial
1. Perang Tondano
Perang Tondano yang terjadi pada 1808-1809 adalah perang yang melibatkan orang
Minahasa di Sulawesi Utara dan pemerintah kolonial Belanda pada permulaan abad XIX.
Perang pada permulaan abad XIX ini terjadi akibat dari implementasi politik pemerintah
kolonial Hindia Belanda oleh para pejabatnya di Minahasa, terutama upaya mobilisasi
pemuda untuk dilatih menjadi tantara.
2. Patimura Angkat Senjata
Maluku dengan rempah-rempahnya memang bagaikan “mutiara dari timur”, yang
senantiasa diburu oleh orang-orang Barat. Pada masa pemerintahan Inggris di bawah
Raffles keadaan Maluku relatif lebih tenang karena Inggris bersedia membayar hasil bumi
rakyat Maluku. Kegiatan kerja rodi mulai dikurangi.
pada tanggal 14 Mei 1817 di Pulau Saparua (pulau yang dihuni orang-orang Kristen)
kembali diadakan pertemuan di sebuah tempat yang sering disebut dengan Hutan
Kayuputih. Gerakan perlawanan dimulai dengan menghancurkan kapal-kapal Belanda di
pelabuhan. Para pejuang Maluku kemudian menuju Benteng Duurstede. Ternyata di
benteng itu sudah berkumpul pasukan Belanda. Dengan demikian terjadilah pertempuran
antara para pejuang Maluku melawan pasukan Belanda. Belanda waktu itu dipimpin oleh
Residen van den Berg. pihak para pejuang selain Pattimura juga tampil tokoh-tokoh seperti
Christina Martha Tiahahu, Thomas Pattiwwail, dan Lucas Latumahina.Belanda kemudian
mendatangkan bantuan dari Ambon. Datanglah 300 prajurit yang dipimpin oleh Mayor
Beetjes. Pasukan ini kawal oleh dua kapal perang yakni Kapal Nassau dan Evertsen. Namun
bantuan ini dapat digagalkan oleh pasukan Pattimura, bahkan Mayor Beetjes terbunuh.
Kembali kemenangan ini semakin menggelorakan perjuangan para pejuang di berbagai
tempat seperti di Seram, Hitu, Haruku, dan Larike. Upaya perundingan mulai ditawarkan,
tetapi tidak ada kesepakatan.
Akhirnya Belanda mengerahkan semua kekuatannya termasuk bantuan dari Batavia untuk
merebut kembali Benteng Duurstede. Agustus 1817 Saparua diblokade, Benteng
Duurstede dikepung disertai tembakan meriam yang bertubi-tubi. Tetapi pada bulan
November beberapa pembantu Pattimura tertangkap seperti Kapitan Paulus Tiahahu (ayah
Christina Martha Tiahahu) yang kemudian dijatuhi hukuman mati. Mendengar peristiwa ini
Christina Martha Tahahu marah dan segera pergi ke hutan untuk bergerilya. Tepat pada
tanggal 16 Desember 1817 Pattimura dihukum gantung di alun-alun Kota Ambon. Di dalam
kapal Christina Martha Tiahahu mogok tidak mau makan dan tidak mau buka mulut. Ia
jatuh sakit dan akhirnya meninggal pada tanggal 2 Januari 1818. Jenazahnya dibuang ke
laut antara Pulau Buru dan Pulau Tiga. Berakhirlah perlawanan Pattimura.
3. Perang Padri
Perang Padri terjadi di Minangkabau , Sumatera Barat yaitu tahun 1821-1837. Perang Padri
terjadi antara Kaum adat dan kaum Islam. Perang ini bermula adanya pertentangan antara
kaum padri dan kaum adat telah menjadi pintu masuk bagi campur tangan Belanda. Perlu

9
dipahami Masyarakat Sumatera barat telah memeluk islam, tetapi sebagian masyarakat
masih memegang teguh adat yang kadang bertentangan dengan ajaran Islam. Tahun
1803,datanglah 3 orang ulama yang baru saja melaksanakan ibadah haji, mereka adalah
Haji Miskin, Haji Sumanik, dan Haji Piabang. Mereka datang untuk melakukan pemurnian
ajaran Islam di Minangkabau ini (yang disebut kaum padri). kaum padri ini oleh belanda
disebut sebagai padre yang menunjuk pada orang islam yang berpakaian putih, karena
orang adat minangkabau menggunakan pakaian hitam.
Dalam melaksanakan pemurnian ajaran islam, kaum padri menentang kaum adat (seperti
berjudi, minum-minuman keras, menyabung ayam). Kaum adat yang didukung pejabat
menolak ajaran padri akhirnya terjadilah pertentangan diantara mereka.

Fase pertama (tahun 1821-1825)


September 1821, pos simawang menjadi sasaran paderi. Rakyat padri menggunakan
tombak dan parang. Sedangkan belanda dan adat menggunakan senjata lebih modern
seperti meriam dan senjata api. 1823 Padri bisa mengalahkan tentara Belanda di kapau.
Kesatuan Padri kemudian berpusat di Bonjol, pemimpin mereka yang terkenal bernama
Peto Syarif. Karena pasukan padri berhasil menguasai pasukan Belanda, akhirnya Belanda
kewalahan dan mengambil strategi untuk berdamai. 26 januari 1824, terjadilah
perundingan damai yang mana perundingan ini terkenal dengan nama Perjanjian Masang.
Tetapi perundingan damai tersebut di ingkari oleh Belanda karena Belanda menyerang
pasukan padri.

Fase II (1825-1830)
Karena tahun ini Belanda menghadapi perang Diponegoro, akhirnya Belanda ingin
mengakhiri perang dengan Padri. Awalnya Pasukan Padri yang dipimpin oleh Imam Bonjol
menolaknya, tetapi atas bantuan Sulaiman Aljufri (saudagar Arab) akhirnya imam bonjol
mau menyepakati perundingan damai tersebut. 15 November 1825, terjadilah perjanjian
Padang yang isinya:
o Belanda mengakui kekuasaan pimpinan Padri
o Kedua belah pihak tidak akan saling menyerang
o Kedua belah pihak akan melindungi para pedagang dan orang-orang yang sedang
melakukan perjalanan
o Secara bertahap Belanda akan melarang praktik adu ayam

Fase III (1830-1837)


Kaum Padri mendapat simpati dari kaum adat. 1831, Elout melakukan serangan besar-
besaran. 1834 belanda menyerang pasukan Imam Bonjol. Tanggal16 Juni 1835, benteng
diperbukitan dekat bonjol di hujani meriam. Belanda mengajak berdamai lagi, tetapi Imam
Bonjol mau menerima asal Rakyat Bonjol dibebaskan dari kerja paksa tetapi pihak Belanda
tidak memberikan jawaban. Sampai tahun 1836, benteng Bonjol berhasil di pertahankan
tetapi pasukan mereka satu persatu di serang Belanda dan hal ini memperlemah posisi
10
mereka. Okt 1837, belanda menyerang Bonjol dan 25 Okt 1837 Imam Bonjol di tangkap dia
dibuang ke Cianjur, kemudian ke Ambon , dan Manado. Sampai akhirnya 6 November 1864
Imam Bonjol meninggal.
4. Perang Diponegoro
Abad 19 keadaan di Jawa khususnya Surakarta dan Yogyakarta sangat memprihatinkan.
Belanda selalu intervensi pemerintahan kerajaan di Jawa akibatnya gaya hidup mereka
berubah, seperti minum-minuman keras. Rakyat juga banyak diperas akibatnya mereka
semakin menderita karena mereka harus membayar pajak, bahkan ibu-ibu yang
menggendong anaknya di jalan umum harus membayar pajak. Dalam penderitaan rakyat
muncul bangsawan di kerajaan dia adalah anak dari Pakubuwana III yaitu Raden Mas
Ontowiryo atau Pangeran Diponegoro.

Insiden anjir
1823, smissaert dan patih danurejo memerintahkan untuk membuat jalan dan memasang
anjir (patok). Secara sengaja pemasangan anjir ini melewati pekarangan milik pangeran
Diponegoro di tegalrejo tanpa ijin. Diponegoro memerintahkan rakyat untuk mencabut
anjir, tetapi danurejo memasang kembali anjir tersebut. Dengan keberaniannya anjir
tersebut dicabut kembali oleh pengikut diponegoro dan di ganti sama tombak. Akhirnya
tanggal 20 Juli 1825, meletuslah perang Diponegoro. Rakyat tegalrejo berduyun-duyun
berkumpul dan mereka membawa persenjataan perang seperti tombak, pedang, lembing.
Belanda membungihanguskan tentara pribumi, akhirnya diponegoro menyingkir ke bukit
selarong.Untuk mengawali perlawanannya pangeran Diponegoro membangun benteng
pertahanan di Gua Selarong dan beliau mendapat dukungan dari masyarakat luas.
Pangeran Diponegoro akhirnya melaukan langkah-langkah seperti:
o Merencanakan serangan ke keraton
o Mengirim kurir kepada bupati dan ulama agar mempersiapkan perang melawan
belanda
o Menyusun daftar nama Bangsawan siapa yang lawan dan siapa yang kawan
o Membagi kawasan perang
Dengan taktik yang demikian, diponegoro mendapatkan banyak kemenangan. Beberapa
pos Belanda dapat dikuasai. Perluasan perang Diponegoro pun meluas sampai ke daerah
Banyumas, Kedu, Pekalongan, Semarang dan Rembang, Madiun , Magetan, Kediri. Perang
Diponegoro menggerakkan seluruh kekuatan Jawa sampai akhirnya perang ini disebut
Perang Jawa. Sasaran belanda yaitu pos pertahanan pangeran Diponegoro di Gua Selarong
tanggal 4 Oktober 1825, tetapi ternyata pos tersebut sudah dikosongkan (bagian dari
strategi diponegoro). Pusat perlwanan dipindah ke Dekso di bawal Ali Basyah Sentot
Prawirodirjo. Perlawanan Diponegoro senatiasa bergerak dari pos pertahananan yang satu
ke yang lain akhirnya Belanda pun kebingungan. Akhirnya jendral De Kock menerapkan
strategi dengan sistem “benteng stelsel”. Dengan taktik benteng stelsel sedikit demi sedikit
perlawanan diponegoro berhasil dipadamkan.

11
Dengan sistem benteng stelsel, para pemimping perang diponegoro banyak yang
tertangkap. Insiden ini pula membawa berakhirnya perang diponegoro yang banyak
menguras biaya perang bagi pihak Belanda.
5. Peralawanan di Bali
Sejak abad ke 19 Belanda sudah menjalin hubungan dagang dengan Bali. 2 misi Belanda di
bali ada 2 yaitu urusan politik dan ekonomi. Urusan ekonomi berjalan lancar, tetapi misi
politik agak tersendat karena aja-raja di Bali menerapkan hak Tawan Karang. Akhirnya
belanda mendekati raja-raja tersebut untuk mencabut hak tawan karang. Kecuali Raja
Buleleng dan Karangasem tidak mencabut hak tersebut. Belanda meminta ganti rugi
terhadap perampasan kapal milik Belanda tersebut.
Atas usul patih I Gusti Ketut Jelantik, Raja Gusti Ngurah Made Karangasem menolak
permintaan Belanda. Akhirnya terjadilah perang.
Selama dua hari para pemimpin, prajurit, dan rakyat Buleleng berperang mati-matian.
Mengingat persenjataan Belanda lebih modern, akhirnya pasukan Buleleng semakin
terdesak. Benteng pertahanan Bulelng jebol dan Ibukota Singaraja di kuasai Belanda.
Akhirnya patih jelantik terpaksa mundur sampai ke desa jagaraga. Sampai akhirnya
pasukan Buleleng disuruh untuk menandatangani perjanjian tanggal 6 Juli 1946, yang
isinya:
o Dalam waktu 3 bulan raja buleleng harus mengancurkan benteng pertahannya dan
tidak boleh membangun benteng lagi
o Raja buleleng harus membayar biaya perang sebesar 75.000 gulden, dan raja harus
menyerahkan patih jelantik kepada belanda
o Belanda diijinkan menempatkan pasukannya di Buleleng
Perjanjian tersebut akhirnya di langgar oleh raja buleleng. Dia justru membangun benteng
di desa jagaraga sebagai pertahanan dan masih melaksanakan tawan karang. Tahun 1847
ada kapal asing yang singgah di bali, dan dirampas oleh rakyat bali. Sudah tentu belanda
sangat marah dengan keadaan ini, dan meminta raja buleleng untuk menepati perjanjian
tetapi malah raja buleleng tidak menuruti aturan belanda. Akhirnya terjadilah
perang.Tanggal 8 Juni 1848, Belanda menyerang benteng jagaraga dengan tembakan
meriam. Tetapi pasukan buleleng bisa menghalau tembakan tersebut, justru banyak
pasukan Belanda yang luka-luka akibat gelar supit urang oleh Patih jelantik. Belanda
akhirnya mundur tetapi mempersiapkan perang lebih dasyat agar bisa menang. Pada
tanggal 15 April 1849 semua kekuatan Belanda dikerahkan untuk menyerang Jagaraga.
Tanggal 16 April sore hari semua kekuatan di Jagaraga dapat dilumpuhkan oleh Belanda.
Runtuhlah Benteng Jagaraga, sebagai pertanda lenyapnya kedaulatan rakyat Buleleng. Raja
Buleleng diikuti I Gusti Ktut Jelantik dan Jero Jempiring menyingkir ke Karangasem. Mereka
tertangkap dan terbunuh dalam upaya untuk mempertahankan diri. Dengan terbunuhnya
Raja Buleleng dan Patih Ktut Jelantik maka jatuhlah Kerajaan Buleleng ke tangan Belanda
6. Perang banjar
Di Kalimantan selatan ada sebuah kerajaan yang bernama Kerajaan banjarmasin atau
Kerajaan banjar. Kerajaan ini terkenal dengan intan, emas, lada, rotan, dan damar. Salah
12
satu pihak asing yang berambisi menguasai banjar adalah Belanda.Tahun 1817 telah ada
perjanjian antara Sultan Sulaiman (raja banjar) dengan Belanda, salah satu isinya adalah
sulaiman harus menyerahkan wilayah banjarmasin kepada belanda. Dengan wilayah yang
semakin sempit, banyak yang masala, seperti penghasilan mereka semakin kecil dan Rakyat
pun menjadi menderita akibat pajak yang dibebankan mereka. Dalam keadaan yang serba
sulit, ada pula masalah intern dalam kerajaan (intervensi Belanda). Permasalahan lain
timbul juga yaitu kematian yang tiba-tiba Putera mahkota Abdul Rahman. Sementara
Sultan Adam memiliki kandidat sevagai penggantinya yaitu: Pangeran Hidayatullah
(didukung pihak istana dan mengantongi surat wasiat sebagai pengganti sultan adam),
Pangeran Tamjidillah (didukung Belanda), dan Prabu Anom (didukung Mangkubumi).
Tahun 1857, Sultan Adam meninggal dan Belanda mengangkat Tamjidillah sebagai
pengganti dan Hidayatullah sebagai Mangkubumi (padahal menurut wasiat tidak sesuai).
Oleh karena itu wajar jika banyak rakyat yang protes dan kecewa. Tamjidillah memiliki
peragai yang tidak baik(suka minum-minuman keras, menghapus hak istimewa pada
saudaranya termasuk tidak menganggap surat wasiat dari Sultan adam, keadaan di istana
pun semakin memburuk). Salah satu gerakan protes yang dilontarkan masyarakat datang
dari Penghulu Abdulgani. Ada salah satu masyarakat yang protes juga dia bernama Aling
(Panembahan Muning), dalam semedinya dia berfirasat kesultanan banjar sebaiknya
dipimpin oleh Pangeran Antasari (sepupu hidayatullah, karena dia juga keturunan raja
banjar). Omongan Aling semakin membuat kacau kerajaan, dan dia mendirikan gerakan
Tambai Mekah (Serambi Mekkah) dan banyak pengikutnya, karena dia dianggap sakti. Aling
memanggil Antasari untuk bergabung dan memang Antasari juga berniat untuk
menggulingkan Tamjidillah dan VOC . Antasari selain di dukung oleh Aling dia juga dapat
dukungan dari pemimpin orang Dayak (Sultan Pasir&Tumenggung Surapati).Tanggal 28
April 1859, Aling dan Kuning menyerbu kawasan Pengaron. Walaupun gagal menduduki
benteng, tapi Aling dan pengikutnya berhasil membakar kawasan tersebut dan pemukiman
orang-orang Belanda yang ada di Pengaron. Karena Tamjidillah tidak mampu memerintah
dan banyak rakyat yang kecewa akhirnya tanggal 25 Juni 1859 dia mengundurkan diri dan
menyerahkan Banjar kepada Belanda. Antasari beserta para Ulama yang mendukung dia
berhasil menduduki benteng Belanda di Tabanio. Semua para pejuang Banjar (termasuk
Hidayatullah) mengucapkan sumpah “Haram Manyarah Waja Sampai Kaputing” para
pejuang tidak akan menyerah sampai titik darah penghabisan. Belanda sebenarnya mau
mengajak Hidayatullah untuk bersatu dan akan dijadikan Sultan banjar, tetapi karena
Hidayatullah mengetahui akal licik Belanda ia justru memilih untuk memerangi Belanda.
Belanda pun memperkuat pasukan dan mendirikan benteng pertahanan.
Perlu diketahui bahwa setelah Hidayatullah pergi dari martapura dia diangkat sebagai
Sultan. Hidayatullah menyatakan perang jihad fi sabilillah terhadap Belanda. Karena jumlah
pasukan dan senjata belanda lebih unggul pasukan Hidayatullah bersama yang lain berhasil
dipukul mundur. Tanggal 28 Februari 1862, Hidayatullah berhasil ditangkap dan diasingkan
di Cianjur Jabar (berakhirlah perang Hidayatullah). Di pihak lain, Pangeran Antasari terus
melanjutkan perjuangannya. Belanda berhasil memukul mundur pasukan antasari dan
13
memindahkan pertahanannya di hulu sungai teweh. Tetapi Pangeran Antasari wafat,
perlawanan dilanjutkan anaknya yang bernama Muhammad seman dan muhammad said.
Walaupun mereka gigih dalam melawan kekuatan VOC mereka berhasil dikalahkan karena
pasukan belanda lebih licik dan banyak. Dengan meninggalnya pemimpin, berakhir pula
perang banjar sampai tahun 1905.
7. Aceh berjihad
Perang Aceh terjadi tahun 1873 – 1912. Aceh memiliki tempat yang strategis dan hasil bumi
yang melimpah seperti lada, hasil tambang, dan hasil hutan oleh karena itu belanda ingin
menguasainya. Strateginya belanda adalah dengan politik adu domba. Salah satu hal yang
merugikan Aceh adalah adanya traktat sumatera (Inggris memberikan kebebasan kepada
belanda untuk memperluas wilayahnya sampai Sumatera).
Hal ini merupakan ancaman bagi sultan Aceh.Aceh minta bantuan senjata kepada Turki,
Italia, AS.Langkah aceh diketahui oleh belanda, yang membuat belanda mengultimatum
agar aceh tunduk kepada Belanda. 26 maret 1873 terjadilah pertempuran antara aceh dan
belanda (karena Aceh tidak menghiraukan ultimatum tersebut).
Aceh di pimpin oleh Sultan mahmud Syah II. Persiapan aceh antara lain: membangun pos
pertahanan di sepanjang pantai aceh. 14 April 1873 terjadi pertempuran sengit antara
pasukan Aceh dibawah pimpinan Teuku Imeum Lueng Bata melawan tentara Belanda di
bawah pimpinan Kohler untuk memperebutkan Masjid Raya BaiturrahmanDalam perang
pertama pasukan Belanda berhasil dipukur mundur.
Pada tanggal 9 Desember 1873 , Belanda melakukan agresi atau serangan yang kedua.
Serangan ini dipimpin oleh J. van Swieten pertempuran ini terjadi di masjid Baiturrahman
dan tanggal 6 januari 1874, masjid ini dibakar oleh Belanda. Belanda pun dapat menduduki
Istana karena Sultan mahmud mengkosongkan istana. 28 januari 1874 Sultan Mahmud
meninggal karena wabah kolera. Jatuhnya masjid dan Istana, belanda mengultimatum
bahwa Aceh sudah menjadi kekuasaan Belanda.
Putra mahkota Muhammad Daud Syah sebagai sultan Aceh. Tetapi karena masih di bawah
umur maka diangkatlah Tuanku Hasyim Banta Muda sebagai wali. Para pejuang aceh terus
semangat mengobarkan perang, mereka tambah semangat karena kepulangan Habib
Abdurrahman dari Turki (dia bersatu bersama Tengku Cik Di Tiro untuk melawan Belanda).
Dengan serangan bertubi-tubi akhirnya Andurrahman menyerah kepada Belanda, dan
Tengku Cik Di Tiro mundur untuk melanjutkan perang.
Tahun 1884, Daud Syah sudah dewasa dan para pemimpin perang Aceh seperti Tuanku
Hasyim, Panglima Polim, Tengku Cik Di Tiro memproklamirkan Perang Sabil (perang
melawan kafir Belanda). Di Aceh bagian barat muncul pejuang Aceh yaitu Teuku Umar
bersama istrinya Cut Nyak Dien, perlawanan semakin meluas sampai akhirnya Belanda
kewalahan. Akhirnya belanda menerapkan strategi “Konsentrasi Stelsel atau Stelsel
Konsentrasi” tapi gagal bahkan menumbuhkan pejuang aceh hingga perlawanannya
meluas dengan strategi gerilya. Di tengah berkobarnya perang Tengku Cik Di Tiro
meninggal dan diganti anaknya Tengku Ma Amin Di Tiro. Terbersit berita juga bahwa Teuku
Umar menyerah pada Belanda dia dijadikan panglima tentara Belanda, setelah dia
14
mendapatkan pasukan justru dia berbalik menyerang belanda (Het verraad van Teukoe
Oemar = Pengkhianatan Teuku Umar).
Hal ini membuat belanda geram dan kewalahan menghadapi Aceh. Akhirnya belanda mau
menyetujui usulan Snouck Horgronye (dia menyamar menjadi orang islam dan
mempelajari adat istiadat aceh yang kental dengan islamnya).
Langkah-langkah usulan snouck, antara lain:
o Perlu memecah belah Aceh, sebab di lingkungan masyarakat Aceh terdapat rasa
persatuan antara kaum bangsawan, ulama, dan rakyat
o Menghadapi pemimpin perang aceh harus dengan kekuatan senjata
o Bersikap lunak terhadap kaum bangsawan
Belanda segera melaksanakan taktinya dan terjadilah pertempuran, dalam pertempuran
ini Teuku Umar gugur, dan perlawanan dilanjutkan istrinya. Di lain pihak, karena banyaknya
tekanan (belanda menangka istri Sultan, Pocut Murong) akhirnya Daud Syah menyerah
kepada Belanda. Semangat juang Aceh terus berkobar tetapi karena serangan Belanda
yang bertubi-tubi membuat Cut Nyak Dien di tangkap dan akhirnya dia dibuang ke
Sumedang sampai akhirnya dia wafat tanggal 8 November 1908. Perlawanan aceh
kemudian di pimpin oleh Cut Mutia, tetapi karena pihak belanda bisa menguasai medan
perang akhirnya Cut Mutia berhasil di deska dan gugur setelah beberapa peluru menembus
kaki dan tubuhnya
8. Perang batak
Setelah perang Padri berakhir, Belanda meluaskan daerahnya ke Batak. Hal ini merupakan
ancaman bagi masyakarat Batak, selain itu mereka juga menyebarkan agama
kristen.Masyarakat batak menentang agama yang di bawa Belanda, karena di khawatirkan
akan menghilangkan tatanan tradisional masyarakat Batak yang turun-temurun. Si
Singamangaraja XII menyuruh warganya untuk mengusir para zendeling yang memaksakan
agama kristen kepada warga dan pos zendeling pun mereka bakar. Akibatnya menimbulkan
kemarahan bagi Belanda. Pada Tanggal 8 Januari 1848 pecahlah perang Batak dan
menyuruh pasukannya menduduki Silindung. Alasan Belanda melindungi Zendeling hanya
alasan belaka, tujuan utama Belanda akan menduduki Silindung sebagai langkah awal
belanda untuk memasuki tanah batak. Perang pertama pasukan si singamangaraja XII
terpaksa di pukul mundur karena kekuatannya mereka tidak seimbang dengan Belanda.
Belanda menyerang bakkara (benteng dan istana si singamangaraja xii) dan berhasil
disusuki belanda, Raja pun berhasil meloloskan diri.
Tahun 1907, Pasukan Belanda di bawah Hans Cristoffel Belanda memfokuskan
penangkapan Si Singamangaraja, belanda menggunakan siasat licik yaitu menagkap istri
raja (Boru Sagala) dan 2 anaknya. Akhirnya tanggal 17 Juni 1907, posisi si singamangaraja
semakin terdesak karena sebelumnya dia bertahan agar tidak menyerah tetapi sampai
akhirnya raja tertembak mati.

15

Anda mungkin juga menyukai