Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Leukemia Akut


2.1.1 Definisi
Leukemia merupakan penyakit keganasan sel darah yang berasal
dari sumsum tulang ditandai oleh perbanyakan secara tak normal atau
transformasi maligna di sel-sel pembentuk oleh sel tak normal atau
abnormal. Sel abnormal ini keluar dari sumsum tulang yang dapat
ditemukan didalam darah perifer atau darah tepi. 6,7
2.1. 2 Etiologi
Etiologi secara pasti belum dapat diketahui tetapi beberapa faktor
yang diduga mempengaruhi frekwensi terjadinya leukemia. 7,8,9
 Radiasi
Hal ini ditunjang dengan beberapa laporan dari beberapa riset
yang menangani kasus leukemia bahwa para pegawai radiologi lebih
sering menderita leukemia. Leukemia juga ditemukan pada korban hidup
kejadian bom atom Hiroshima dan Nagasaki,Jepang.
 Leukemogenik
Beberapa zat kimia yang dilaporkan telah diidentifikasi dapat
mempengaruhi frekwensi leukemia, misalnya benzene, insektisida dan
obat-obatan yang digunakan untuk kemoterapi. Pewarna tekstil
(rhodamin) digunakan mewarnai jelly dan minuman agar menarik.
Makanan yang mengandung monosodium glutamat, perasa yang
berbahan kimia.
 Herediter
Orang yang memiliki kelainan genetik tertentu (misalnya Down
syndrome dan Fanconi anemia) Penderita Down Syndrome memilki
insidensi leukemia akut 20 kali lebih besar dari orang normal.

Universitas Sumatera Utara


 Virus
Beberapa jenis virus dapat menyebabkan leukemia, seperti
retrovirus, virus leukemia feline, HTLV-1 pada dewasa.
2.1. 3 Epidemiologi
Data American Cancer society (2004), angka kejadian leukemia di
Amerika serikat 33.440 kasus 19.020 kasus diantaranya pada laki-
laki(56,88%) dan 14.420 kasus baru lainnya pada perempuan (43,12%).
Europian Environtment and Health Information System (ENHIS) insidensi
pada anak sebesar 46,7 kasus per 1.000.000 penduduk pertahun.
Insidence Rate (IR) leukemia pada laki-laki di Kanada 14 per 100. 000 dan
pada wanita 8 per 100. 000 penduduk pada tahun yang sama. Data The
Leukemia and Lymphoma Society (2009) menyebutkan bahwa setiap 4
menit terjadi 1 orang meninggal karena kanker. Diperkirakan 139.860
orang di Amerika terkena Leukemia, lymphoma dan myeloma dan 53.240
orang meninggal karena kasus ini (CFR 38,1%). IR leukemia yaitu 12,2
per 100.000 penduduk.8
Setiap tahun 2500-3500 kasus baru leukemia anak terjadi di
Amerika Penyakit ini diderita sekitar 40 per 1. 000. 000 anak dengan usia
kurang dari 15 tahun. 75 % dari jumlah kasus keseluruhan adalah LLA.
Sedangkan 15% - 20% pada subtype LMA dan LMK dan 5% kasus pada
masing-masing subtype. Tipe leukemia kronik lain seperti juvenile
myelomonocytic leukemia, chronic myelomonocytic leukemia dan chronic
lymphocytic leukemia jarang terjadi pada anak.8
Insiden LLA meningkat pada usia 2 – 5 tahun dan paling tinggi
pada anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Di Amerika
LLA lebih sering pada kulit putih dbandingkan dengan anak-anak Afrika-
Amerika.
2. 1.4 Patofisiologi
Leukemia sebenarnya merupakan suatu istilah untuk beberapa
jenis penyakit yang berbeda dengan manifestasi patofisiologis yang
berbeda pula, Mulai dari yang berat dengan penekanan sum-sum tulang

Universitas Sumatera Utara


yang berat seperti pula seperti pada leukemia akut sampai kepada
penyakit dengan perjalanan yang lambat dan gejala (indolent) seperti
pada leukemia kronik. Pada dasarnya efek patofisiologi berbagai macam
leukemia akut mempunyai kemiripan tetapi sangat berbeda dengan
leukemia kronik. 7,9
Kelainan yang menjadi ciri khas sel leukemia diantaranya termasuk
asal mula “gugus” sel (clonal), kelainan proliferasi, kelainan sitogenik dan
morfologi, kegagalan diferensiasi, petanda sel dan perbedaan biokimiawi
terhadap sel normal.
Terdapat bukti kuat bahwa leukemia akut dimulai dari sel tunggal
yang berproliferasi secara klonal sampai mencapai sejumlah populasi sel
yang dapat terdeteksi. Walau etiologi leukemia pada manusia belum
diketahui benar, tetapi pada penelitian mengenai proses leukemogenesis
pada binatang percobaan ditemukan bahwa penyebab (agent)nya
mempunyai kemampuan melakukan modifikasi nukleus DNA dan
kemampuan ini meningkat bila terdapat suatu kondisi (mungkin suatu
kelainan) genetik tertentu seperti translokasi, amplifikasi dan mutasi
onkogen seluler. Pengamatan ini menguatkan anggapan bahwa leukemia
dimulai dan suatu mutasi somatik yang mengakibatkan terbentuknya
“gugus” (clone) abnormal. 7,9
Dari analisis mengenai sitogenik, isoensim dan fenotip sel, dapat
ditarik kesimpulan bahwa transformasinsel pada LMA dapat terjadi di
berbagai tempat pada jalur perkembangan sel induk. Dengan demikian
ekspresinya berupa perkembangan gugus sel tertentu (clone) dengan
akibat dapat terjadi berbagai jenis sel leukemia. Misalnya transformasi
leukemia terjadi pada sel induk pluripoten yang akan mengenai eritrosit
dan trombosit atau terjadi pada gugus sel induk yang telah dijuruskan
untuk granulositopoisis atau monositopoisis.
Telah pula dapat dibedakan masing-masing sel leukemia yang
termasuk golongan LMA yang berasal dari sel induk granulosit –monosit
yang relative tua (mature) dari sel induk yang lebih muda fenotifnya.

Universitas Sumatera Utara


Perbedaan ini mudah dikenal oleh para ahli dan berdasarkan hal ini
dibuatlah klasifikasi jenis leukemia yang termasuk golongan LMA dan
yang sekarang dianut, adalah klasifikasi morfologi menurut FAB (Perancis,
Amerika, British) seperti berikut : 7,12
M-O leukemia mielositik akut dengan diferensiasi minimal
M-1 leukemia mielositik akut tanpa maturasi
M-2 leukemia mielositik akut dengan maturasi
M-3 leukemia promielitik hipergranuler
M-4 leukemia mielomonositik akut
M-5 leukemia eritroblasitik akut
M-6 leukemia eritroblastik (eritroleukemia)
M-7 leukemia megakariositik akut
Penelitian yang dilakukan pada leukemia limfoblastik akut
menunjukkan bahwa sebagian besar LLA mempunyai homogenitas pada
fenotif permukaan sel blast dari setiap pasien. Hal ini memberi dugaan
bahwa populasi sel leukemia itu berasal dari sel tunggal. Oleh karena
homogenitas itu maka dibuat klasifikasi LLA secara morfologik untuk lebih
memudahkan pemakaiannya dalam klinik sebagai berikut :
 L-1 terdiri dari sel-sel limfoblas kecil serupa dengan kromatin
homogen anak inti pada umumnya tidak tampak dan sitoplasma
sempit.
 L-2 pada jenis ini sel limfoblas lebih besar tetapi ukurannya bervariasi
, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti.
 L-3 terdiri dari sel limfoblas besar, homogen dengan kromatin
berbecak banyak ditemukan anak inti serta sitoplasma yang basofilik
dan bervariasi.
Akibat terbentuk populasi sel leukemia yang makin lama makin
banyak akan menimbulkan dampak yang buruk bagi produksi sel normal
dan bagi faal tubuh maupun dampak karena infiltrasi sel leukemia
kedalam organ tubuh.

Universitas Sumatera Utara


Kegagalan hematopoesis normal merupakan akibat yang besar
pada patofisiologi leukemia akut, walaupun demikian patogenenesisnya
masih sangat sedikit diketahui. Bahwa tidak selamanya pansitopenia yang
terjadi disebabkan desakan populasi sel leukemia terlihat pada keadaan
yang sama (pansitopenia) tetapi dengan gambaran sum-sum tulang yang
justru hiposeluler.
Kematian pada pasien leukemia akut pada umumnya diakibatkan
penekanan sum-sum tulang yang cepat dan hebat akan tetapi dapat pula
disebabkan oleh sel leukemia tersebut ke organ tubuh pasien.
2.1. 5 Manifestasi klinik
Gejala dan tanda pada leukemia akut berhubungan dengan infiltrasi
sel leukemia ke dalam jaringan normal yang menyebabkan kegagalan
sum-sum tulang (anemia, neutropenia, trombositopenia) atau infiltrasi
jaringan yang spesifik (lymphnode, liver, ginjal, otak, tulang, kulit, ginggiva
dan testis). Gejala yang paling sering adalah demam, pucat, ptekie,
ekimosis, lethargi, malaise, anoreksia, sakit sendi dan tulang. 6, 10, 11, 12
Hasil pemeriksaan fisik yang biasa ditemukan adalah limfadenopati
dan hepatosplenomegali. Keterlibatan gejala susunan syaraf pusat yang
simptomatik adalah pada saat penyakit timbul. Testis merupakan lokasi
ekstrameduler yang paling sering pada LLA. Pembesaran tanpa nyeri
pada satu atau kedua testis dapat terlihat. 6,7,10, 11, 12
Pasien dengan LLA sel T lebih sering pada anak laki-laki yang lebih
tua (8-10 tahun) dan mempunyai sel darah putih yang meningkat, massa
mediastinal anterior. Benjolan dapat ditemukan pada cervical
limfadenopati, hepatosplenomegali dan keterlibatan susunan syaraf pusat.
Pada pasien dengan LMA tumor jaringan lunak ekstrameduler
dapat dijumpai pada beberapa lokasi. Terdapatnya myeloperoksidase
pada tumor ini memberikan gambaran warna kehijauan seperti tumor yang
dikenal sebagai kloromonas.

Universitas Sumatera Utara


2.1.6 Laboratorium dan Pemeriksaan Radiologi
Diagnosa leukemia akut ditegakkan dengan penemuan sel blast
immatur pada gambaran sel darah tepi, aspirasi sum-sum tulang ataupun
keduanya. Dengan pengecualian yang jarang (penderita dengan
hiperleukositosis dan massa mediastinum anterior yang besar dengan
kompressi saluran nafas. Biopsi sum-sum tulang harus segera dilakukan
untuk menegakkan diagnosis. Sebagian besar pasien memiliki jumlah
hitung sel darah yang abnormal seperti anemia dan trombositopenia
(paling sering). Sel darah putih dapat rendah, normal atau tinggi. 15% -
20% pasien mempunyai sel darah putih lebih dari 50.000/mm. 7,9,11
Diagnosa yang paling mungkin pada leukemia (limfoid atau
myeloid) dapat ditegakkan dengan morfologi sel blast pada pemeriksaan
darah tepi atau biopsi sum-sum tulang. Untuk menentukan diagnosa
definitif evaluasi cell surface marker (immunophenotype) dengan
menggunakan flowcytometri dan pewarnaan sitokemikal. 11
Analisis sitogenik harus dilakukan pada semua kasus leukemia
akut. Pada beberapa kasus leukemia limfoid dan leukemia myeloid
mempunyai kelaianan kromosom yang spesifik. Pada kasus LLA
translokasi t adalah paling sering (kira-kira 20% dari semua kasus} dan
dihubungkan dengan prognosis yang baik. Translokasi t (9,22) terjadi
pada < 5% kasus dan berhubungan dengan prognosis yang jelek.
Translokasi t (4,11) dan translokasi lain yang melibatkan hubungan
campuran gen leukemia pada kromosom 11 sering terjadi pada bayi dan
pasien dengan LMA sekunder dan dihubungkan dengan prognosis yang
jelek.11, 12
Fluorescence insitu hybridization atau polymerase chain reaction
atau keduanya saat ini digunakan pada banyak kasus leukemia karena
banyak kromosom abnormal yang tidak jelas tampak pada karyotipe rutin.
Lumbal puncture harus selalu dilakukan pada saat diagnosa untuk
mengevaluasi kemungkinan terlibatnya susunan syaraf pusat. Thorax foto
harus dilakukan pada pasien untuk menyingkirkan massa mediastinal

Universitas Sumatera Utara


anterior yang paling sering tampak pada T cell LLA. Elektrolit, kalsium,
fosfor asam urat, fungsi ginjal dan hepar harus dimonitor pada setiap
pasien. 11
2.1.7 Diagnosis Banding 7,11
Diagnosis banding pada leukemia akut melibatkan penyakit maligna
dan non maligna. Infeksi merupakan kemungkinan yang paling mirip
dengan leukemia akut khususnya infeksi virus Epstein barr . Agen infeksi
lainnya seperti (sitomegalovirus, pertusis, dan mycobacteria) juga dapat
menimbulkan gejala dan tanda yang sering pada leukemia. Immun
Trombositopenia Purpura dan kelainan kongenital ataupun kondisi yang
didapat dapat menyebabkan neutropenia dan anemia.
Diagnosa non infeksi termasuk anemia aplastik, rematoid artritis
juvenil, idiopatik trombositik purpura dan kongenital ataupun kondisi yang
didapat dan menyebabkan neutropenia dan anemia.
Beberapa diagnosa malignan juga dapat mirip dengan leukemia
termasuk neuroblastoma, rhabdomyiosarkoma dan Ewing sarcoma. Bayi
dengan trisomi 21 (Down syndrome) dapat memiliki kondisi yang dikenal
sebagai transient myeloproliperative disorder yang dapat meningkatkan
sel darah putih , anemia dan trombositopenia.
2.1.8 Penatalaksanaan
Penanganan leukemia meliputi kuratif dan suportif. Penangan
suportif meliputi pengobatan penyakit lain yang menyertai leukemia dan
pengobatan komplikasi antara lain berupa pemberian transfusi
darah/trombosit, pemberian antibiotik, pemberian obat untuk
meningkatkan granulosit obat anti jamur, pemberian nutrisi yang baik dan
pendekatan aspek psikososial. (Walsh and Hoyt’s, 2005)
Transplantasi sum-sum tulang mungkin memberikan kesempatan
untuk sembuh khususnya bagi anak-anak dengan leukemia sel-T yang
setelah relaps mempunyai prognosis yang buruk dengan terapi sitostika
konvensional. (Walsh and Hoyt’s, 2005)

Universitas Sumatera Utara


2.1.9 Komplikasi
Komplikasi jangka pendek mayor yang berhubungan dengan
pengobatan leukemia adalah supresi sum-sum tulang yang disebabkan
oleh kemoterapi. Pasien mungkin mengeluhkan perdarahan dan anemia
yang signifikan yang membutuhkan transfusi platelet atau darah. Hitung
neutrofil yang rendah menyebabkan pasien rentan pada infeksi. Cell-
mediated immunosuppresion meningkatkan resiko Pneumocystis jiroveci
(carinii). Profilaksis dengan oral trimetoprim-sulfametoxazol atau
pentamidin aerosol dapat mencegah komplikasi.7, 11

2. 2 Manifestasi Okular Pada Penderita Leukemia Akut Anak


Leukemia adalah tumor maligna dari hematopoetik sumsum tulang
yang dikarakteristikkan oleh pergantian sumsum tulang yang difus oleh sel
tumor. Keterlibatan mata dapat dikategorikan kedalam 2 kategori mayor
yaitu :
1. primer atau infiltrasi leukemia langsung
2. sekunder atau keterlibatan secara tidak langsung (Mateo J,
Fransisco, Peiro C, Gonzalo, Cristobal JA, Esther, 2004)
Infiltrasi leukemia langsung dapat ditunjukkan dalam 3 bentuk yaitu:
1. infiltrasi uvea dan segmen anterior
2. infiltrasi orbita
3. neuro-ophthalmology sign dari leukemia susunan syaraf pusat
termasuk didalamnya infiltrasi syaraf optik, palsi nervus kranial dan
papiledema.
Perubahan sekunder disebabkan oleh hematologi yang abnormal
dari leukemia seperti anemia, trombositopenia, hiperviskositi dan
immunosuppresi. Hal ini dapat bermanifestasi pada retina atau vitreous
haemorrhage, infeksi dan oklusi pembuluh darah. Struktur okular lain
yang dapat terlibat adalah konjungtiva, kornea, sclera, iris, koroid dan
vitreus.5

Universitas Sumatera Utara


Penurunan tajam penglihatan jarang pada awal gejala leukemia.
Tetapi ada penelitian yang melaporkan penurunan penglihatan yang
merupakan gejala awal dari leukemia berdasarkan pemeriksaan optical
coherence tomography (OCT berdasarkan lesi pada retina. Lesi
chorioretinal jarang terjadi pada tanda awal leukemia dan hal ini biasanya
dilaporkan setelah diagnosa ditegakkan. Keterlibatan mata oleh karena
leukemik terjadi disebabkan penyebaran lokal dari nervus sistem melewati
ruang sub arachnoid ke koroid atau melalui penyebaran pembuluh darah.
Infiltrasi leukemik ke koroid mengganggu aliran darah ke retinal pigmen
epitelium (RPE) dan menyebabkan area kecil yang rusak. Leukemik yang
melibatkan koroid jarang dan timbul sebagai serous retinal detachment
dengan koroidal infiltrat yang kekuningan atau terlibatnya RPE. Diagnosis
dini dengan noninvasive prosedur seperti OCT dan terapi dapat
memperbaiki hasil tajam penglihatan pada pasien dengan keterlibatan
okuler. 2,6,19
Keterlibatan okular lebih sering didapatkan pada leukemia akut
dibandingkan dengan leukemia kronik. Keterlibatan okuler pada kasus
Leukemia Limfoblastik akut (LLA) biasanya terdapat pada optic nerve,
konjungtiva dan segmen anterior. Sedangkan pada Leukemia Mielositik
Akut (LMA) meliputi retina, orbit (granulositik sarkoma) dan uvea . Namun
demikian hal ini tidak menjadi batasan yang mutlak karena pada beberapa
penelitian menunjukkan keterlibatan masing-masing segmen orbita dapat
2, 6,
terjadi pada tipe limfositik maupun mielositik baik akut maupun kronik.
19

Perlu diketahui bahwa LMA dapat terlihat awal pada keterlibatan


orbita sebelum diagnosis underlying disease terjadi pada satu kasus.
Penumpukan sel leukemik pada jaringan lunak mengarahkan pada suatu
granulositik sarkoma. Yang merupakan manifestasi jarang pada LMA yang
terlihat sebesar 5% pada populasi Caucasian. Granulositik sarkomai
berasal dari kloroma disebabkan warna yang kehijau-hijauan oleh adanya
mieloperoksidase. 4,9, 12,19

Universitas Sumatera Utara


2.2.1 Patofisiologi
Hampir setiap jaringan okular dapat dipengaruhi oleh leukemia baik
infiltrasi langsung atau efek sekunder dari neoplasma. Variasi efek yang
lain dapat terjadi dari infeksi opportunistik, prosedur terapi seperti
kemoterapi, radioterapi ataupun transplantasi sum-sum tulang.
Keterlibatan okular dimulai sejak terjadinya infiltrasi sel leukemia kedalam
jaringan melalui pembuluh darah yang diakibatkan proliferasi sel darah
putih yang abnormal. Infitrasi ini mengakibatkan sel normal digantikan oleh
sel kanker. Salah satunya terjadi penumpukan di sumsum tulang.
Sehingga terjadi kegagalan dalam hematopoesis karena sel leukemia
menekan hematopoesis. Keadaan ini mendepresi sum-sum tulang yang
akhirnya tejadilah ketidakseimbangan suplai O2 dengan kebutuhan
tubuh yang dapat mengakibatkan kelemahan dan kelelahan sehingga
mengakibatkan gangguan perfusi jaringan. Gangguan perfusi jaringan
mempengaruhi fungsi vaskular yang menyebabkan vaskulopati. Jika
vaskulopati terjadi maka organ yang termasuk didalamnya akan
mengalami kerusakan seperti retina. Retina akan mengalami perdarahan
dan eksudat. Apabila kondisi ini berlanjut maka dapat menyebabkan
lepasnya retina yang dikenal sebagai retinal detachment . Pada leukemia
gangguan pada retina paling sering disebabkan oleh kondisi hemolitik
pasien seperti anemia, leukositosis dan trombositosis. 10, 14
Sedangkan pada kornea yang avaskular keterlibatan kornea ini
adalah secara tidak langsung sebagai perburukan perfusi vaskular yang
mengakibatkan limbic ulcer .Hal ini telah dilaporkan pada kasus leukemia
myelogenous akut. Infiltrat kornea perifer dan kornea edema juga pernah
dilaporkan sebagai presenting sign pada pasien leukemia myelomonositik
kronik. 10,14
Deposit sel leukemia dapat terjadi dalam soft tissue atau tulang
pada orbit dalam kondisi ketiadaan darah perifer dan saat sum-sum
tulang terlibat. Dimana kondisi ini dikenal dengan chloroma dikarenakan

Universitas Sumatera Utara


timbulnya myeloperoxidase yang menghitamkan jaringan hijau.10, 14, 23. 26,

29, 30

2.2.2 Konjungtiva
Keterlibatan konjungtiva, walaupun tidak sering pada leukemia
tetapi terjadi paling sering pada substansia propia dan menjadi difus atau
setengah-setengah yang cenderung menjadi pembuluh darah yang
padat. Comma-shaped venial yang abnormal (cork screw vessel mirip
dengan sickle cell disease yang juga pernah dilaporkan. 5, 6, 19
Hal ini telah dilaporkan pada pasien dengan LLA tetapi dapat juga
terjadi pada tipe lain. Pada beberapa kasus keterlibatan konjungtiva ini
terdiri dari nodul-nodul visibel disekeliling injeksi, area yang mirip dengan
episkleritis fokal sedangkan yang lainnya hanya pembengkakan yang kecil
dari konjungtiva dan yang lainnya dapat menjadi difus juga
pembengkakan subtansi yang mengakibatkan terbatasnya pergerakan
mata. Selain dari keterlibatan mata oleh karena leukemia, terlibatnya
konjungtiva juga dapat terjadi disetiap saat selama perjalanan penyakit
dan dapat merupakan tanda awal dari suatu penyakit. 5,6,19, 21, 33, 38,
Lei et all menyatakan dapat terjadi tumor konjungtiva bilateral pada
wanita usia 25 tahun dimana hal ini adalah tanda yang pertama pada LLA
yang relaps.
2.2 3 Kornea dan Sklera
Kornea adalah struktur yang avaskular oleh karena itu jarang
terlibat pada leukemia, khususnya pada bentuk yang invansi langsung
oleh leukemia. Allen dan Straatsma’s melaporkan tidak ada keterlibatan
kornea pada infiltrasi limbal. 6, 10,19, 34
Ring ulcer yang steril dengan iritis dan pannus pernah dilaporkan
pada leukemia. Keratitis dapat terjadi sebagai sekunder pasien dengan
GVHD dapat menyebabkan penipisan karena yang berat dan perforasi
kornea yang mengancam. 15
Keterlibatan kornea yang terlihat saat perubahan epitel kornea
yang disebabkan oleh kemoterapi. Pertukaran ini termasuk penipisan

Universitas Sumatera Utara


yang irregular, pematangan yang salah dan keratinisasi. Ulserasi kornea
yang perifer juga telah dilaporkan pada pasien dengan leukemia dan
herpes zoster oftalmikus. Infiltrasi sklera juga biasanya ditemukan pada
autopsi dan terjadi pada leukemia akut. Sel-sel ini paling sering ditemukan
pada episklera dan bentuk perivaskular. 6, 19, 31
2.2.4 Iris dan Segmen Anterior
Infiltrasi klinis pada iris disebabkan oleh sel leukemia adalah jarang.
Hal ini terjadi dengan keterlibatan koroid dan ciliary body secara klinis ini
dikarakteristikkan dengan warna iris dan pseudohypopion dimana
warnanya abu-abu sampai kuning. Secara histopatologi iris menunjukkan
keterlibatan yang difus khususnya pada kaki dan sphincter iris.6, 16, 19 23, 24,
25 ,28

Tekanan intra okular dapat meningkat sehingga menyebabkan


gejala dan tanda glaukoma akut dengan anterior chamber yang normal.
Hal ini didalilkan yang meningkatkan tekanan intra okuli adalah
kemungkinan disebabkan oleh infiltrasi trabekular meshwork.
Pada anak-anak, spontaneous hifema juga terdapat pada leukemia.
Biasanya secara klinis keterlibatan iris dan segmen anterior jelas terjadi
pada LLA. Tetapi hal ini kurang sering pada LLK dan mieloid leukemia.
Ekstramedullari relaps yang terjadi pada leukemia akut mirip seperti
hipopion pada uveitis.
Relaps primer pada leukemia akut di segmen anterior jarang terjadi.
Leukemia telah di identifikasi sebagai penyebab uveitis pada 5% kasus
uveitis anak. Keterlibatan okular tidak biasa pada kasus non limfoblastik
leukemia tetapi ada satu kasus telah dilaporkan pada bayi dengan
penyakit susunan syaraf pusat yang aktif yang menunjukkan infiltrasi pada
anterior chamber selama terapi. Penatalaksanaan yang diberikan adalah
topikal kortikosteroid kemoterapi dan bilateral okular radioterapi.
Manifestasi okular pada anak dengan leukemia harus dideteksi dan
diterapi lebih awal. Radioterapi dilakukan pada infiltrasi anterior chamber.
Terdapatnya keterlibatan okular atau keterlibatan susunan syaraf pusat

Universitas Sumatera Utara


diindikasi sebagai prognosis yang buruk pada leukemia akut pada anak. 6,
19, 27, 29

2.2.5 Koroid
Koroid menunjukkan infiltrasi leukemia yang lebih konsisten pada
pemeriksaan histopatologi. Secara klinis retina yang paling sering terlibat
pada leukemia. Keterlibatan koroid oleh sel leukemia menuju ke
perivaskular dan mungkin setengah-setengah atau difus. Koroid menjadi
tebal beberapa kali dari normal pada posterior pole. Lapisan Retinal
pigment epitelium menunjukkan perubahan sekunder termasuk atropi dan
hipertropi. Hal ini menyebabkan kehilangan sel fotoreseptor sekunder,
drusen ataupun seous detachment. Secara klinis keterlibatan koroid
menyebabkan serous retinal detachment yang secara umum menjadi
dangkal dan berlokasi di posterior pole. Detachment ini dilaporkan pada
LLK, LLA, LMK dan LMA. 6, 19
2 2.6 Retina
Keterlibatan retina pada leukemia lebih sering dari jaringan okular
lainnya. Diperkirakan sampai 69% dari semua pasien dengan leukemia
memperlihatkan perubahan fundus pada beberapa poin dari penyakit
mereka, walaupun saat ini tak ada treatment yang spesifik. (Alemayehu
1996) Manifestasi awal (dikarenakan oleh gangguan hematologi) adalah
dilatasi vena dan tortuosity. 6, 10, 19 26, 27, 31, 32
Perdarahan dapat terjadi pada semua lapisan retina, biasanya
pada posterior pole dan dapat meluas ke vitreus. Perdarahan dapat
terbentuk mengelilingi ataupun seperti nyala api (flame shaped) dan
sering memiliki komponen yang putih. Area yang putih ini terdiri dari : sel-
sel leukemia dan debris, platelet dan emboli septic. Gambaran klinis yang
sama dapat terlihat pada anemia berat, trombositopeni dan hiperviskositi.6,
19, 28, 32

Pemeriksaan histopatologi memperlihatkan ciri-ciri tersendiri,


perdarahan yang difus dan infiltrasi leukemia. Perdarahan dan infiltrasi
ditemukan pada semua lapisan retina khususnya pada lapisan inner layer

Universitas Sumatera Utara


dengan destruksi fokal. Infiltrasi dan agregasi sel leukemia biasanya tidak
selalu terlihat disekeliling perdarahan. Infiltrat leukemik yang besar dapat
menyebabkan total retinal detachment yang dapat membuat relaps
terisolasi. Infiltrat yang kecil cenderung menjadi perivaskular. Infiltrasi
subretinal pada leukemia telah dirujuk sebagai subretinal hipopion. Cotton
wool spot dapat terlihat dan kemungkinan disebabkan oleh iskemia dari
anemia, hiperviskositi atau leukemia infiltrasi. 6, 19
Sebelum era kemoterapi modern, infiltrasi leukemik yang massif
sering terlihat bersama dengan perdarahan sebagian atau seluruhnya
pada arsitektur retina yang rusak, Manifestasi yang jarang termasuk
mikroaneurisma ke perifer. Terdapatnya mikroaneurisma ini mungkin
berhubungan dengan meningkatnya viskositas, tingginya sel darah putih
dan tidak berhubungan dengan tingkat hemoglobin dan jumlah platelet.
Periferal retinal neovaskularisasi mirip dengan sickle cell anemia yang
terdapat pada LMK. 5, 6, 19, 30
Beberapa studi melaporkan tidak ada hubungan keterlibatan
antara retina dan sel darah putih ataupun jumlah platelet. Hal ini bahwa
variasi profil darah selama proses perawatan dan temuan retina yang
emergensi berhubungan lebih baik dengan hitung sel darah pada minggu
ataupun bulan-bulan sebelumnya.
2.2.7 Syaraf Optik
Seiring meningkatnya harapan hidup, keterlibatan central nervous
system (CNS) menjadi lebih sering, khususnya pada leukemia akut.
Shaw et al dan coworkers menggambarkan kesatuan klinis dan CNS
leukemia yang timbul saat sum-sum tulang dalam keadaan remisi. Selama
blood brain barrier menghambat masuknya kemoterapi agen, profilaktik
terapi CNS dan posterior pole pada mata biasanya dianjurkan. CNS
leukemia terjadi pada anak dan dewasa (jarang) dan lebih sering pada
LLA dibandingkan LMA. 5, 6, 19
Infiltrasi leukemia kedalam optic nerve dapat dijelaskan dalam 2
bentuk klinis. Bentuk pertama bagian prelaminar dan laminar dari optic

Universitas Sumatera Utara


nerve diinfiltrasi. Bentuk kedua infiltrasi terjadi pada retrolaminar. Infiltrasi
dari optic disc terjadi kurang sering dibandingkan dengan infiltrasi ke
retrolaminar. 6,9, 19
Ketika optik disk telah diinfiltarsi permukaan menjadi seperti
benang-benang halus, dan terlihat infiltrat keputihan dalam substansi disk.
Infiltrat biasanya bersamaan dengan disk yang bengkak dan perdarahan.
Pada keadaan ini tajam penglihatan biasanya normal ataupun terjadi
penurunan yang minimal tetapi jika infiltrasi ini meluas sampai ke makula,
perburukan penglihatan sentral dapat terjadi.5, 11, 21, 28
Infiltrasi sel leukemik pada retrolaminar dari optic nerve ini
berhubungan dengan tingkat optic disc swelling. Gambaran permukaan
seperti benang-benang halus yang dikarakteristikkan pada invasi optik
disk ini dapat tidak terlihat pada berapa kasus tetapi yang berhubungan
dengan retinopati yang termasuk dari petunjuk dari oklusi arteri dan vena
dapat terlihat. Walaupun infiltrasi leukemik pada retrolaminar dari optic
nerve ini bisa bersamaan dengan tajam penglihatan normal tapi biasanya
moderat sampai vision loss yang berat dapat terjadi.tingkat 5,6,10,19
Dikarenakan bentuk kedua infiltrasi leukemik dari optic nerve ini
berhubungan dengan optic disc swelling dan hal ini harus dibedakan
dengan papiledema. Pada banyak kasus hal ini sulit dibedakan tidak
hanya dikarenakan pada semua keadaan optic disc swelling yang
berhubungan dengan setiap kejadian visual loss tetapi juga dikarenakan
hal ini tidak biasa untuk infiltrasi optic nerve secara simultan dengan
infiltrasi meningeal yang meningkatkan tekanan intrakranial khususnya
pada penatalaksanaan leukemia promielositik akut dengan semua trans
retinoic acid. Dikarenakan alasan inilah pada setiap pasien yang terdapat
optic disc swelling pada leukemia tindakan neuro imaging dan lumbal
pungsi harus dilakukan. CT scan dan MRI memperlihatkan gambaran
pembesaran optic nerve dan berhubungan dengan peninggian cuff
disekeliling nervus yang terkena infiltrasi sel leukemik. Ekografi okular
juga membantu pada kondisi ini. 5,6,9,19, 26 27

Universitas Sumatera Utara


Gejala CNS leukemia meliputi nausea, vomitus, letargi dan
seizures. Gejala pada mata termasuk pandangan kabur dan diplopia yang
disebabkan terlibatnya nervus kranial. CNS leukemia yang menyebabkan
asimptomatik papil edema. Keterlibatan nervus optik dapat meluas ke
CNS leukemia yang disebabkan oleh infiltrasi langsung nerve head pada
kasus tekanan intra kranial normal, ataupun oleh passive swelling,
dikarenakan invasi leukemik retrolaminar atau oleh passive swelling
sekunder yang meningkatkan tekanan intrakranial. 5, 19
Pemeriksaan cairan spinal untuk sel leukemik akan memungkinkan
klinik untuk menentukan terdapatnya penyakit-penyakit CNS tetapi hal ini
tidak diperlukan bila telah terdapat invasi optic nerve secara langsung.
Ellis dan Little melaporkan pasien dengan CML yang telah diterapi dengan
intra tekal metotrexate. Infiltrasi leukemia terdapat pada ujung distal
selaput arachnoid (2-3 mm pada posteror disc ) Hal ini menunjukkan
bahwa bagian intraokular pada optic nerve melewati batas kemoterapi
intratekal dan harus dilakukan iradiasi lokal apabila ini terlibat. 5, 6, 22, 26, 31
2.2. 8 Orbit dan Eyelid
Semua tipe leukemia dapat melibatkan orbit tetapi keterlibatan
terjadi lebih sering pada leukemia akut daripada kronik. Leukemia tidak
jarang menyebabkan proptosis pada anak. Beberapa penulis melaporkan
bahwa 2-11% dari anak dengan proptosis adalah bentuk dari akut
leukemia dan ini terjadi paling sering pada leukemia limfoid. 5,6, 19, 24, 28
Infiltrasi orbit pada leukemia diperlihatkan dengan exoftalmos, lid
edema, kemosis konjungtiva, diplopia dan rasa sakit yang sedang sampai
berat yang mirip dengan selulitis orbita. Yang biasanya terjadi pada pasien
yang sebelumnya telah terdiagnosa leukemia tetapi pada beberapa kasus
dapat merupakan tanda awal dari penyakit. Keterlibatan orbital dapat
diperlihatkan sebagai abses orbital yang disebabkan infeksi jaringan
periokular dari infiltrasi neoplastik ataupun imunosupresi. 5, 6, 7,9,22, 33
Massa orbital dari bentuk sel leukemia myeloid disebut dengan
kloroma atau granulostik . Kloroma orbital mempunyai peluang yang tinggi

Universitas Sumatera Utara


untuk mengerosi ruang kranial. Secara histopatologi orbital kloroma
memperlihatkan infiltrasi dari sel tipe leukemik.
Telah dilaporkan terdapatnya massa retro orbital pada pasien LLA
yang relaps. Kapanpun leukemia akut ini relaps (termasuk relaps harus
didokumenkan pada jaringan ekstra medullary karena ini penting untuk
melakukan pemeriksaan hematologi yang lengkap pada pasien (termasuk
pemeriksaan sum-sum tulang dan hitung jenis darah) karena hal ini sering
diikuti sum-sum tulang yang relaps dalam beberapa minggu atau bulan.19,
23, 27, 29. 30, 31

Sel leukemik dapat juga menginfiltrasi hampir semua struktur orbit


termasuk glandula lakrimal, otot ekstra okular dan jaringan lemak orbita.
Infiltrasi leukemik juga meluas melewati batas orbit ke dalam sinus
paranasal. Hal ini biasanya difus pada beberapa pasien infiltrasi ini secara
relatif membatasi massa dari sel leukemia. Walaupun beberapa massa
dapat mengiringi setiap bentuk leukemia setelah remisi pada periode yang
lama, hal ini terjadi paling sering pada pasien leukemia mielogenous akut.
Pada beberapa pasien massa dikarekteristikkan dengan permukaan yang
kehijauan yang disebabkan oleh pigmen mieloperoksidase yang biasa
disebut granulositik sarkoma ataupun kloroma. 5,6,19
Penyebab dari granulositik sarkoma ini tidak diketahui tetapi
defisiensi sel imun diduga memainkan peranan penting. Granulositik
sarkoma dapat timbul setiap saat selama menderita leukemia dan infiltrasi
yang difus dapat terjadi setiap bulan maupun tahun sebelum ada bukti
adanya penyakit sistemik yang lainnya. Pada pasien leukemia,
keterlibatan orbit secara bilateral adalah tidak luarbiasa dan biasanya
terjadi pada prognosa yang jelek. 4,5,19
2. 2. 9 Manifestasi lainnya
Manifestasi okular yang jarang dari leukemia termasuk segmen
anterior yang nekrosis, dakriosistisis dan infiltrasi kulit. Segmen anterior
nekrosis pada leukemia terjadi karena hiperviskositi atau anemia. Ini dapat
digambarkan sebagai ocular pain, corneal oedema, kemosis, penurunan

Universitas Sumatera Utara


penglihatan, uveitis anterior, peningkatan tekanan intra kranial dan
katarak.
Leukemia akut dan kronik telah dilaporkan menyebabkan
dakriosistisis, keterlibatan kelopak mata pada leukemia dapat menjadi
skunder penyebab palsi nervus kranial dan keterlibatan orbital. Laporan
terbaru dari satu kasus granulositik sarkoma melibatkan kelopak mata dan
karunkula sebagai tanda pertama dari AML yang relaps setelah
transplantasi sum-sum tulang walaupun keterlibatan dari kulit kelopak
mata sangat jarang. Leukemia jarang berinfiltrasi ke dermis. 19, 29,21,22

Universitas Sumatera Utara


2. 3 Kerangka teori

Leukemia

Infiltrasi

Direct Indirect

Anterior segmen/uveal tract Orbital Soft tissue/massa/proptosis Depresi sum2 tlng

CNS Conjuntiva Anterior chamber Iris Choroid ggn hematopoetik

N.Cranial Sel leukemik di CSF Hiperviscosity Spontan hemorhage Hiperviscosity, Perubahan warna iris aliran koriokapilaris anemia, trombositopenia

Optic Nerve TIK conjungtivitis /hipopion Infiltrasi ke trabekular meshwork Ggn RPE Leukositosis

Visual loss Papil Oedema Terhambatnya aliran trabekular cairan koroidal di subretinal ggn mikrovaskular

Extra ocular muscle palsy Meshwork Ggn outer blood barrier retina Multiple hemorhage

IOP RPE damage ggn vascular retina

Glaukoma Subretinal detachment/ BRVO,BRAO,CRVO,CRAO

Universitas Sumatera Utara


2.4 Kerangka konsep

LEUKEMIA MANIFESTASI OKULAR

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai