Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN

Tingginya angka kematian ibu (AKI) masih merupakan masalah kesehatan


di Indonesia dan juga mencerminkan kualitas pelayanan kesehatan selama
kehamilan dan nifas. AKI di Indonesia merupakan salah satu yang tertinggi di
negara Asia Tenggara. Berdasarkan Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia
(SDKI) tahun 2012, AKI di Indonesia sebesar 359 per 100.000 kelahiran hidup.AKI
di Indonesia sudah menurun sejak tahun 1991 hingga 2007, yaitu dari 390 menjadi
228 per 100.000 kelahiran hidup. Jika dibandingkan kawasan ASEAN, AKI pada
tahun 2007 masih cukup tinggi.
Tiga penyebab utama kematian ibu hamil adalah perdarahan (30%),
hipertensi dalam kehamilan (25%), dan infeksi (12%). WHO memperkirakan kasus
hipertensi dalam kehamilan termasuk preeklampsia tujuh kali lebih tinggi di negara
berkembang daripada di negara maju. Prevalensi hipertensi dalam kehamilan di
negara maju adalah 1,3% - 6%,sedangkan di negara berkembang adalah 1,8% -
18%. Insidennya di Indonesia sendiri adalah 128.273kasus/tahun atau sekitar
5,3%.Kecenderungan yang ada dalam dua dekade terakhir ini tidak terlihat adanya
penurunan yang nyata terhadap insiden hipertensi dalam kehamilan, berbeda
dengan insiden infeksi yang semakin menurun sesuai dengan perkembangan

temuan antibiotik.1

Di negara maju 0,2 - 4 % dari kehamilan mengalami komplikasi penyakit


jantung.Di Amerika Serikat, kehamilan dengan penyakit jantung kronik meningkat
224%, kehamilan dengan penyakit jantung kongenital meningkat 218%, kehamilan
dengan gagal jantung meningkat 173%, kehamilan dengan penyakit jantung
iskemik meningkat 240%, dan kehamilan dengan hipertensi pulmonal meningkat
727% pada periode tahun 1987 – 2009.1,2
Gambaran penyakit jantung dalam kehamilan berbeda di setiap negara. Di
negara barat risiko penyakit jantung dalam kehamilan meningkat bersamaan dengan
bertambahnya usia ibu pada kehamilan pertama dan tingginya faktor risiko
terjadinya penyakit jantung, seperti diabetes, hipertensi, dan obesitas.Hipertensi
merupakan penyebab tersering terjadinya penyakit jantung dalam kehamilan,
terjadi sebanyak 6-8% dari seluruh kasus kehamilan dan berhubungan erat dengan
terjadinya gagal jantung.2
Gagal jantung merupakan komplikasi terbanyak hamil dengan penyakit
jantung,Gagal jantung sering terjadi pada akhir trimester kedua atau peripartum dan
lebih sering menyebabkan kematian ibu dan janin dibandingkan dengan hamil tanpa
komplikasi gagal jantung.Kehamilan dengan penyakit jantung membutuhkan upaya
tim untuk menanganinya. Diagnosis dan penanganan pada kejadian ini
membutuhkan pemahaman mengenai fisiologi kardiovaskuler selama kehamilan,
kelahiran, dan masa nifas. Keterlambatan diagnosis, penanganan yang salah, dan
buruknya persiapan kelahiran merupakan kendala utama wanita hamil dengan
peyakit jantung.Masalah lainnya adalah penggunaan obat-obat gagal jantung dan
hipertensi tidak sepenuhnya aman digunakan dalam kehamilan,2
Tata laksana atau manajemen kehamilan pada ibu dengan penyakit jantung
adalah upaya tim, yang terbaik adalah pelaksanaan antenatal dengan kerjasama
antara spesialis kebidanan, spesialis jantung, spesialis nutrisi, spesialis psikologi,
dokter umum, dan perawat.Manajemen persalinan normal maupun bedah sesar
dengan anestesi regional ataupun umum merupakan keadaan yang membahayakan
bagi ibu hamil dengan penyakit jantung maupun janinnya, sehingga keputusan
bersama antara spesialis kebidanan, jantung, dan anestesi sangat penting.
Laporan kasus ini bertujuan mendiskusikan diagnosis dan tatalaksana Gagal
Jantung dalam kehamilan.

1
BAB II
ILUSTRASI KASUS

Seorang wanita usia 41 tahun datang ke Instalasi Gawat Darurat (IGD)


RSUP Dr. M Djamil Padang dengan keluhan sesak nafas sejak ± 4 jam sebelum
masuk rumah sakit, tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh makanan dan
cuaca, riwayat sesak nafas sebelumnya tidak ada, dyspneu of effort (-) ,orthopneu
(-),paroxysmal nocturnal dyspneu (-) dan kaki sembab (-),nyeri dada (-),rasa
berdebar-debar (-),pusing (-), pingsan (-). Saat ini pasien sedang hamil anak ke 5,
taksiran usia kehamilan 26-27 minggu, anak hidup 3 orang yang lahir secara
normal,anak paling kecil berusia 5 tahun.

Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 4 tahun yang lalu,pasien tidak


minum obat dengan teratur, dan tidak kontrol ke dokter, pasien mengkonsumsi
captopril bila ada keluhan.Riwayat diabetes mellitus tidak ada,riwayat kolesterol
tinggi tidak ada.riwayat kehamilan sebelumnya tidak ada kelainan, tidak ada
riwayat penggunaan kontrasepsi hormonal.

Pasien merupakan rujukan dari Semen Padang Hospital dengan diagnosis


edema paru akut pada kehamilan G5P4A0H3 gravid 26-27 minggu. Pasien sudah
mendapat terapi injeksi furosemide 80mg iv dilanjutkan maintenance 3 mg/jam,
drip nicardipin 0,5 mcg/kgbb/menit dan nifedipin 10 mg. Tekanan darah saat di
Semen Padang Hospital adalah 220/130 mmHg (MAP :153 mmHg).Pasien dikirim
dengan terpasang O2 15 liter/menit via Non Re-breathing Mask (NRM).

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum sedang, kesadaran


komposmentis, tekanan darah 156/95 mmHg, nadi 107 kali/menit teratur dan kuat
angkat, pernafasan 32 kali/menit, suhu 36,8oC dan saturasi oksigen perifer 99%-
100%(terpasang NRM 15 liter/menit). Pada pemeriksaan mata ditemukan sklera
tidak ikterik dan konjunctiva subanemis.Pada leher tekanan vena jugularis setinggi
5 + 3 cmH2O. Pada daerah dada iktus cordis tidak terlihat. Iktus cordis teraba 1 jari
lateral linea midclavicularis sinistra RIC VI. Dari perkusi jantung ditentukan batas
kanan linea parasternalis dextra, batas atas di regio intercostalis II dan batas kiri
jantung 1 jari lateral linea midclavicularis sinistra RIC VI. Pada auskultasi

2
didapatkan bunyi jantung 1 dan 2 reguler, tidak ditemukan murmur dan
gallop.Auskultasi paru-paru menunjukkan napas bronkovesikuler, ronkhi basah
halus di basal kedua paru dan tidak ditemukan wheezing. Pemeriksaan abdomen
didapatkan perut tampak membuncit sesuai usia kehamilan preterm,bising usus
normal.Ekstremitas didapatkan akral hangat, dan tidak ada udem.

Pada pemeriksaan elektrokardiografi (EKG) saat di IGD ditemukan irama


Sinus Takikardia dengan QRS rate 107x/menit,Axis normal, Gelombang P normal,
PR interval 0.16 detik, durasi QRS 0.06 detik, tidak ada deviasi segmen ST atau
pun gelombang T,tidak ditemukan hipertrofi ventrikel kanan dan ventrikel kiri,

Gambar 1. Elektrokardiogram di IGD RSUP M Djamil

Pada saat pemeriksaan awal di IGD, pasien tidak dilakukan rontgen toraks
karena keadaan pasien sedang hamil. Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan
kadar hemoglobin 10,2gr/dl, leukosit 17.670/mm3, hematokrit 32%, trombosit
418.000/mm3, gula darah sewaktu 149 mg/dl, kadar ureum 22 mg/dl, kreatinin 0,6
mg/dl, laju filtrasi glomerulus 126,kadar elektrolit natrium 138 mmol/l, kalium 4,1
mmol/l, klorida 100 mmol/L, kalsium 10,8 mg/dl. Analisa gas darah didapatkan pH

3
7.42, pCO236 , mmHg, pO2 244 mmHg, HCO3 23,4, BE -1,1 and SpO2 100%
menunjukkan kesan dalam batas normal.Urinalisa didapatkan protein urin +2.
Dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan hasil EKG, pasien didiagnosis kerja
dengan Acute Heart Failure ec Hipertensi Emergency dengan Superimposed PEB
pada gravid 26-27 minggu ,dengan diagnosis banding Hipertensi Heart Failure, dd/
Peripartum Cardiomiopaty.Pasien diberikan terapi O2 NRM 10L/menit dan IVFD
RL 500 cc/ 24 jam, drip furosemid 5mg/jam, drip ISDN 5 mg/jam, methyldopa
3x500 mg.Pasien direncanakan untuk echokardiografi dan konsul ke bagian Obgyn
untuk USG fetomaternal. Keluarga setuju pasien dirawat di CVCU.
Pasien dikonsulkan ke bagian kebidanan dengan hasil Acute Lung Udema
dengan Superimposed Preeklampsia Berat pada G5P4A0H3 gravid preterm 26-27
minggu + janin hidup tunggal intra uterine. Tidak ditemukan tanda
kegawatdaruratan di bidang Obgyn serta dilakukan USG fetomaternal. Didapatkan
hasil USG fetomaternal yaitu janin hidup tunggal intra uterine, Estimation Fetal
Weigh (EFW) 938 gram,aktivitas gerak janin baik dengan gravid sesuai usia 26-27
minggu.Saran terapi dari bagian Obgyn drip MgSO4 1gram/jam, dexametason 2x10
mg (untuk 2 hari), methyldopa 3x500 mg, anjuran terminasi kehamilan jika status
jantung memungkinkan.
Pasien juga dikonsulkan ke bagian mata, didapatkan hasil tidak ditemukan
tanda-tanda fundus eklampsia pada kedua mata.Pasien dikonsulkan ke bagian Ilmu
Penyakit Dalam didapatkan hasil Superimposed PEB dan disarankan untuk
pemberian methyldopa 3x500 mg.
Hari rawatan kedua sesak napas masih ada tetapi sudah mulai berkurang
dengan tekanan darah 134/90 mmHg, denyut jantung 92x/menit, frekuensi nafas
22x/menit dengan saturasi oksigen 100% (dengan O2 4L/min).Dari pemeriksaan
fisik didapatkan ronkhi basah halus masih ada di basal paru, detak jantung janin
(DJJ) 140x/menit, Balance Cairan - 500/16 jam, diuresis 1,7 cc/Kgbb/jam.Pasien
mendapat Terapi O2 4l/min, IVFD RL 500/24 jam + maintence MgSO4,ranitidine
2x50 mg iv,Drip Furosemid 3 mg/jam, Drip ISDN 2mg/jam, Dexametason 2x 10
mg iv, Methyldopa 3x500 mg, Spironolakton 1x25 mg, Pasien dikonsulkan ke
bagian paru dengan susp Community Acquired Pneumonia (CAP), dari bagian paru

4
didapatkan hasil tidak ditemukan tanda-tanda CAP pada pasien. Pasien
direncanakan untuk pemeriksaan echokardiografi.
Hari rawatan ketiga,sesak nafas sudah jauh berkurang,tekanan darah 115/57
mmHg, denyut jantung 83x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, DJJ 138 x/menit,
input cairan 1600 cc/24 jam, output 2200 cc/24 jam, balance cairan -500 cc/24 jam
dan diuresis 1,5 cc/kgbb/jam.Terapi masih dilanjutkan,pasien dipindahkan ke
rawatan bangsal jantung
Berdasarkan hasil ekokardiografi didapatkan EF 35%, TAPSE 2,8 ,Global
hipokinetik, LVH eksentrik hipertofi dengan disfungsi diastolic gangguan
compliance,MR mild, katup lain baik,kontraktilitas RV baik, Efusi pericard (-).

Gambar 2. Ekokardiografi pasien

5
Pasien ditegakkan dengan diagnosis : Heart Failure Reduced Ejection
Fraction (HFrEF) ec susp Dilated Cardiomiopathy dd/ Peripartum
Cardiomyopathy + Superimposed PEB pada G5P4A0H3 Gravid 26-27 minggu.
Terapi masih dilanjutkan.
Hari rawatan keempat, sesak nafas sudah tidak ada, tekanan darah 109/68
mmHg, denyut jantung 78x/menit, frekuensi nafas 20x/menit, ronki sudah tidak
ditemukan, input cairan 1300 cc/24 jam, output 1350 cc/24 jam dengan balance
cairan -50 cc/24 jam dan diuresis 1,3 cc/kgbb/jam. Drip furosemid diganti dengan
furosemid 2x20mg iv, drip ISDN dihentikan, obat lainnya dilanjutkan
Hari rawatan kelima, pasien sudah tidak sesak lagi, dengan tekanan darah
108/59 mmHg, denyut jantung 108x/menit, frekuensi nafas 20x/menit.Dilakukan
Follow ulang terhadap darah rutin didapatkan hasil Hb : 8,4 mg/dl, Leukosit :
6630/mm3, Hematokrit 28%, Trombosit : 344.000 dengan kesan anemia, pasien
dilakukan pereriksaan MCV, MCH,MCHC, retikulosit, dan gambaran darah tepi,
kemudian direncanakan untuk diberikan 2 unit Pack Red Cell (PRC).
Hari berikutnya yaitu hari rawatan keenam, pasien tidak ada keluhan lagi.
.tekanan darah 122/68 mmHg, denyut jantung 90x/min, frekuensi nafas 20x/menit,
DJJ 142 x/menit. Balance cairan -550 ml/24 jam, tidak ditemukan rhonki dari
pemeriksaan fisik, pada pasien dosis furosemid diturunkan 1x20 mg iv dan
direncanakan untuk rawat jalan keesokan harinya.
Hari rawatan ke tujuh, pasien tidak ada keluhan,tekanan darah 119/76
mmHg, denyut jantung 78 x/min, frekuensi nafas 20x/min, tidak ditemukan rhonki
dari pemeriksaan fisik,DJJ 138x/menit, didapatkan hasil haemoglobin post transfusi
9,8 gr/dl, balance cairan -150cc/24 jam.pasien sudah dapat melakukan mobilisasi
dan pasien diizinkan rawat jalan dengan terapi: furosemid 1x20 mg, methyldopa
3x500 mg dan spironolakton 1x25 mg,pasien disarankan untuk kembali kontrol ke
poliklinik jantung dan poliklinik kebidanan.
Kepada pasien diberikan edukasi untuk kontrol rutin ke poliklinik
kebidanan dan poliklinik jantung setiap dua minggu sekali sampai usia kehamilan
34 minggu dan tiap minggu sekali setelah usia kehamilan lebih dari 34 minggu.

6
BAB III
DISKUSI

Seorang wanita 41 tahun saat di IGD berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, pemeriksaan laboratorium, dan elektrokardiografi didiagnosa Acute Heart
Failure ec Hipertensi Emergency dengan Superimposed PEB pada G5P4A0H3
gravid 26-27 minggu dd/ Hipertensi Heart Failure.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluhkan sesak nafas sejak ±
4 jam sebelum masuk rumah sakit, tidak berbunyi menciut, tidak dipengaruhi oleh
cuaca dan makanan dan dirasakan terus menerus.Keluhan seperti ini merupakan
yang pertama kali dialami oleh pasien, pasien saat ini sedang hamil anak ke 5
dengan usia kehamilan 26-27 minggu, pasien juga memiliki riwayat hipertensi sejak
4 tahun yang lalu namun tidak kontrol teratur, didapatkan tekanan darah pasien
dirumah sakit rujukan mencapai 220/130 mmHg.Sesak nafas bisa timbul akibat
masalah di jantung, paru, ginjal, hati ataupun di sistem pernapasan pusat. bisa
dicirikan sebagai sesak nafas yang berdasarkan dari kelainan jantung yang terjadi
tiba-tiba, akibat akumulasi cairan di interstisial dan alveoulus paru yang terjadi
secara mendadak. Hal ini dapat disebabkan oleh tekanan intravaskular yang tinggi
atau karena peningkatan permeabilitas membran kapiler yang mengakibatkan
terjadinya ekstravasasi cairan secara cepat sehingga terjadi gangguan pertukaran
udara di alveoli secara progresif dan mengakibatkan sesak nafas.2,3

Dalam kasus ini pasien sudah dikenal dengan penderita hipertensi tidak
terkontrol sejak 4 tahun yang lalu, kondisi pasien dalam kehamilan kemungkinan
membuat progresivitas hipertensi. Kehamilan menginduksi perubahan fisiologis
pada sistem kardiovaskular untuk memenuhi peningkatan kebutuhan metabolik ibu
dan bayi. Hal ini termasuk dalam peningkatan jumlah total darah dalam tubuh,
curah jantung dan penurunan tekanan resistensi perifer serta tekanan darah. Pada
akhir trimester kedua, curah jantung meningkat sekitar 30-50%. Sebagian besar
peningkatan curah jantung mengakibatkan terjadinya peningkatan isi sekuncup dan
denyut jantung yang terus meningkat sampai akhir kehamilan. Perubahan ini
mengakibatkan peningkatan beban hemodinamik pada jantung ibu yang mana pada
wanita dengan penyakit jantung yang sudah ada sebelumnya mungkin akan

7
menunjukkan perburukan klinis selama masa kehamilan. Perempuan hamil yang
tidak mampu meningkatkan curah jantung atau membutuhkan tekanan untuk
melakukannya, maka akan terjadi gagal jantung selama kehamilan.1,5,6

Berikut perubahan fisiologi kardiovascular yang terjadi pada kehamilan :

Tabel 1. Perubahan Fisiologis Kardiovascular pada kehamilan

Pemeriksaan fisik pada pasien ini didapatkan auskultasi dengan suara


jantung dalam batas normal,dan pemeriksaan paru didapatkan bunyi ronki halus di
basal paru, hal ini terdengar sebagai akibat akumulasi cairan di alveoli karena
peningkatan tekanan vascular di paru, gambaran EKG pada pasien ini adalah sinus
takikardia,berdasarkan literature EKG pada pasien Hipertensi lama bisa didapatkan
gambaran LVH , namun pada pasien ini tidak ditemukan. kemudian pasien
diperiksa dengan echokardiografi dengan hasil EF 35 % menunjukan penurunan
fungsi pompa ventrikel kiri.

Gagal jantung ditegakkan berdasarkan adanya sign dan symptom terhadap


Heart Failure disertainya adanya bukti klinis kelainan struktural/fungsional
ataupun laboratorium seperti pemeriksaan echocardiography dan natriutik peptide.
Pada pasien ini didapatkan symptom yang jelas untuk gagal jantung yaitu sesak
nafas yang dirasakan tiba-tiba disertai dengan tanda takhypnue, tachycardia,
peningkatan JVP, dan tanda kongesti. Dari hasil pemeriksaan penunjang didapatkan
penurunan EF.8,9,10

8
Beragam penyebab dari gagal jantung akut dapat dilihat pada gambar
dibawah ini. Namun dalam kasus ini penyebabnya adalah Hipertensi Emergency
yang diinduksi oleh superimposed PEB.Hipertensi Emergency didefinisikan
sebagai peningkatan tekanan darah ≥ 180/120 mmHg disertai dengan adanya
kerusakan organ target. Dalam hal ini jantung menjadi organ target ditandai dengan
gagal jantung akut. Pada tekanan darah yang sangat tinggi menyebabkan tingginya
gradien tekanan dibawah ventrikel kiri, sehingga akan memicu peningkatan
kontraktilitas jantung menyebabkan peningkatan demamd terhadap oksigen
kemudian memicu iskemia myocardium, terjadi kegagalan kontraksi ventrikel kiri,
penurunan aliran darah koroner dan penurunan curah jantung.4,8,9,10

Gambar 3. Faktor Presipitasi dan penyebab gagal jantung akut

9
Dalam kehamilan Hipertensi didefinisikan kenaikan tekanan darah sistolik
≥ 140 mmHg dan atau tekanan darah diastolik ≥ 90 mmHg setelah dua kali
pemeriksaan dalam selang waktu istirahat 15 menit. Ada 5 tipe hipertesi dalam
kehamilan antara lain Hipertensi Kronis, Hipertensi Gestasional, Preeklampsia dan
Preeklampsia berat, Superimposed Preeklapmsia, Eklapmsia.1,10
Hipertensi Gestasional merupakan peningkatan tekanan darah diatas usia
kehamilan 20 minggu tanpa riwayat hipertensi dan tanpa proteinuria serta
menghilang setelah 3 bulan pasca persalinan.1,10
Hipertensi kronis merupakan hipertensi yang tejadi sebelum usia kehamilan
20 minggu tanpa adanya proteinuria dan menetap sampai 12 minggu pasca
persalinan.1
Preeklampsia didefinisikan sebagai hipertensi yang baru terjadi pada
kehamilan diatas usia kehamilan 20 minggu disertai adanya gangguan organ. Jika
hanya didapatkan hipertensi saja, kondisi tersebut tidak dapat disamakan dengan
peeklampsia, harus didapatkan gangguan organ spesifik akibat preeklampsia
tersebut. Kebanyakan kasus preeklampsia ditegakkan dengan adanya protein urin,
namun jika protein urin tidak didapatkan, salah satu gejala dan gangguan lain dapat
digunakan untuk menegakkan diagnosis preeklampsia, yaitu 1
1. Trombositopenia : trombosit < 100.000 / mikroliter
2. Gangguan ginjal : kreatinin serum >1,1 mg/dL atau didapatkan
peningkatan kadar kreatinin serum pada kondisi dimana tidak ada kelainan
ginjal lainnya
3. Gangguan liver : peningkatan konsentrasi transaminase 2 kali normal dan
atau adanya nyeri di daerah epigastrik / regio kanan atas abdomen
4. Edema Paru
5. Didapatkan gejala neurologis : stroke, nyeri kepala, gangguan visus
6.Gangguan pertumbuhan janin yang menjadi tanda gangguan sirkulasi
uteroplasenta :Oligohidramnion, Fetal Growth Restriction (FGR) atau
didapatkan adanya absent or reversed end diastolic velocity (ARDV).
Sementara untuk preeklapmsia berat ditambahkan kriteria khusus tekanan
darah sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolik pada dua
kali pemeriksaan berjarak 15 menit menggunakan lengan yang sama, dan untuk

10
superimposed PEB didefinisikan sebagai hipertensi kronis yang sudah terjadi diluar
hamil ditambah dengan kriteria PEB. Sedangkan Eklampsia didasarkankan kepada
kejang atau penurunan kesadaran ditambahkan dengan kreiteria PEB1,5,7. Pada
pasien ini ditegakkan Superimposed PEB sesuai dengan kriteria diatas.
Tatalaksana awal pada pasien ini diberikan obat anti hipertensi nicardipin
intravena, loop diuretic intravena dan methyldopa. Nicardipin diberikan untuk
hipertensi emergency secara intravena dengan target menurunkan MAP 25% dalam
1 jam pertama, sedangkan methyldopa digunakan sebagai anti hipertensi
maintenece yang paling aman digunakan dalam kehamilan. Dan Furosemid adalah
obat firstline yang digunakan untuk mengatasi tanda kongesti.berikut obat-obat
yang direkomendasikan untuk kehamilan:1,5,7
Calcium Channel Blocker
Calcium channel blocker bekerja pada otot polos arteriolar dan
menyebabkan vasodilatasi dengan menghambat masuknya kalsium ke dalam sel.
Berkurangnya resistensi perifer akibat pemberian calcium channel blocker dapat
mengurangi afterload, sedangkan efeknya pada sirkulasi vena hanya
minimal.Pemberian calcium channel blocker dapat memberikan efek samping
maternal, diantaranya takikardia, palpitasi, sakit kepala, flushing, dan edema
tungkai akibat efek local mikrovaskular serta retensi cairan.Nifedipin merupakan
salah satu calcium channel blocker yang sudah digunakan sejak decade terakhir
untuk mencegah persalinan preterm (tokolisis) dan sebagai antihipertensi.
Berdasarkan RCT, penggunaan nifedipin oral menurunkan tekanan darah
lebih cepat dibandingkan labetalol intravena, kurang lebih 1 jam setelah awal
pemberian. Nifedipin selain berperan sebagai vasodilator arteriolar ginjal yang
selektif dan bersifat natriuretik, dan meningkatkan produksi urin.Dibandingkan
dengan labetalol yang tidak berpengaruh pada indeks kardiak, nifedipin
meningkatkan indeks kardiak yang berguna pada preeklampsia berat.
Regimen yangdirekomendasikan adalah 10 mg kapsul oral, diulang tiap 15
– 30 menit, dengan dosis maksimum 30mg. Penggunaan berlebihan calcium
channel blocker dilaporkan dapat menyebabkan hipoksia janin dan asidosis. Hal ini
disebabkan akibat hipotensi relatif setelah pemberian calcium channel blocker.
Studi melaporkan efektivitas dan keamanan calcium channel blocker nifedipin 10

11
mg tablet dibandingkan dengan kapsul onset cepat dan kerja singkat untuk
pengobatan wanita dengan hipertensi berat akut (>170/110 mmHg) pada
pertengahan kehamilan. Nifedipin kapsul menurunkan tekanan darah lebih besar
dibandingkan nifedipin tablet. Dosis kedua nifedipin dibutuhkan 2x lebih sering
pada penggunaan nifedipin tablet (P = 0.05), namun lebih sedikit wanita yang
mengalami episode hipotensi dengan tablet (P = 0.001).
Nikardipin merupakan calcium channel blocker parenteral,yang mulai
bekerja setelah 10 menit pemberian dan menurunkan tekanan darah dengan efektif
dalam 20 menit (lama kerja 4 -6 jam). Efek samping pemberian nikardipin tersering
yang dilaporkan adalah sakit kepala.Dibandingkan nifedipin, nikardipin bekerja
lebih selektif pada pembuluhdarah di miokardium, dengan efek samping takikardia
yang lebih rendah. Laporan yang ada menunjukkan nikardipin memperbaiki
aktivitas ventrikel kiri dan lebih jarang menyebabkan iskemia jantung, dosis awal
nikardipin yang dianjurkan melalui infus yaitu 5 mg/jam, dan dapat dititrasi 2.5
mg/jam tiap 5 menit hingga maksimum 10 mg/jam atau hingga penurunan tekanan
arterialrata –rata sebesar 25% tercapai, kemudian dosis dapat dikurangi dan
disesuaikan sesuai denganrespon.Efek penurunan tekanan darah pada hipertensi
berat dan efek samping yang ditimbulkan pada penggunaan nikardipin dan labetalol
adalah sama, meskipun penggunaan nikardipin menyebabkan penurunan tekanan
darah sistolik dan diastolik yang lebih besar bermakna.

Beta-blocker
Atenolol merupakan beta-blocker kardioselektif (bekerja pada reseptor P1
dibandingkan P2). Atenolol dapat menyebabkan pertumbuhan janin terhambat,
terutama digunakan untuk jangka waktu yang lama selama kehamilan atau
diberikan pada trimester pertama, sehingga penggunaannya dibatasi pada keadaan
pemberian anti hipertensi lainnya tidak efektif.
Berdasarkan Cochrane database penggunaan beta-blocker oral mengurangi
risiko hipertensi berat (RR 0.37; 95% CI 0.26-0.53;ll studi; n = 1128 wanita) dan
kebutuhan tambahan obat anti hipertensi lainnya (RR 0.44; 95% CI 0.31-0.62; 7
studi; n = 856 wanita). Beta-blocker berhubungan dengan meningkatnya kejadian
bayi kecil masa kehamilan (RR 1.36; 95% CI1.02-1.82; 12 studi; n = 1346 wanita)

12
Metildopa
Metildopa, agonis reseptor alfa yang bekerja di sistem saraf pusat, adalah
obat antihipertensi yang paling sering digunakan untuk wanita hamil dengan
hipertensi kronis. Digunakan sejak tahun 1960, metildopa mempunyai safety
margin yang luas (paling aman). Walaupun metildopa bekerja terutama pada sistem
saraf pusat, namun juga memiliki sedikit efek perifer yang akan menurunkan tonus
simpatis dan tekanan darah arteri. Frekuensi nadi, cardiac output, dan aliran darah
ginjal relatif tidak terpengaruh. Efek samping pada ibu antara lain letargi, mulut
kering, mengantuk, depresi, hipertensi postural, anemia hemolitik dan drug-
induced hepatitis." Metildopa biasanya dimulai pada dosis 250-500 mg per oral 2
atau 3 kali sehari, dengan dosis maksimum 3 g per hari. Efek obat maksimal dicapai
4-6 jam setelah obat masuk dan menetap selama 10-12 jam sebelum diekskresikan
lewat ginjal. Alternatif lain penggunaan metildopa adalah intra vena 250-500 mg
tiap 6 jam sampai maksimum 1 g tiap 6 jam untuk krisis hipertensi. Metildopa dapat
melalui plasenta pada jumlah tertentu dan disekresikan di ASI
Obat yang tidak disarankan pada kehamilan antara lain : ACE inhibitor
(ACE-I) dan angiotensin bloker reseptor (ARB), pada trimester pertama bersifat
teratogenik sedangkan pada trimester kedua dan ketiga menyebabkan displasia
ginjal tubular, anuria, oligohidramion, hipokalvaria, dismorfik, dan gangguan
pertumbuhan janin (FGR). Gagal ginjal janin dan dapat terjadi kematian intrauterin.
Penggunaan betabloker seperti atenolol berhubungan dengan FGR terutama jika
digunakan dalam dosis tinggi pada trimester pertama.1,11
Diuretik menurunkan volume intravaskular yang sudah ada pada
preeklampsia.dalam rekomendasi keamanan obat dalam kehamilan termasuk dalam
kelas C, namun Furosemid dapat digunakan pada preeklampsia dengan edema paru
sebagai firstline untuk relieve symptom.1,11
Dari hasil Echocardiografi, didapatkan EF 35 % yang menunjukan
penurunan fungsi sistolik ventikel kiri. Berdasarkan definisi Heart Failure oleh ESC
pasien dikategorikan Heart Failure Reduced Ejection Fraction.10 Penyebab paling
yang mungkin pada pasien ini adalah Dilated Cardiomyopathy dd/ Peripartum
Cardiomyopathy. Dilated Cardiomyopathy merupakan suatu gagal jantung yang
terjadi dengan penurunan LVEF ditandai dengan dilatasi LV dan LA. PPCM

13
merupakan suatu idiopathic cardiomyopathy yang ditandai dengan gagal jantung
dengan penurunan fungsi sistolik ventikel kiri yang terjadi pada 1 bulan sebelum
persalinan sampai 5 bulan pasca persalinan.diagnosa ini ditegakkan apabila
penyabab gagal jantung lain sudah disingkirkan, yang membedakan keduanya
adalah waktu terjadinya pada kehamilan. 10

Tabel 2. Kriteria Gagal Jantung menurut ESC

Tatalaksana gagal jantung pada kehamilan sesuai dengan guideline akut dan
chronic heart failure , namun dengan memperhatikan efek farmakologi pada
kehamilan. Penggunaan ACEI, ARB dan Renin inhibitor dikontaindikasikan karena
bersifat fetotoxic.10,14

14
Gambar 4. Alur Tatalaksana Gagal Jantung

Untuk tatalaksana lanjutan di bidang obstetrik ada 2 pilihan yaitu


manajemen ekspektatif dan aktif, Tujuan utama dari manajemen ekspektatif adalah
untuk memperbaiki luaran perinatal dengan mengurangi morbiditas neonatal serta
memperpanjang usia kehamilan tanpa membahayakan ibu. Odendaal, dkk
melakukan uji kontrol acak (Randomized Controlled Trial/RCT) pada pasien
dengan preeklampsia berat yang mendapat terapi ekspektatif. Dari uji tersebut
didapatkan hasil tidak terdapat peningkatan komplikasi pada ibu, sebaliknya dapat
memperpanjang usia kehamilan(rata-rata 7,1 hari), mengurangi kebutuhan
ventilator pada neonatus (11% vs 35%), dan mengurangi komplikasi total pada
neonatal (33% vs 75%), disimpulkan Manajemen ekspektatif tidak meningkatkan
kejadian morbiditas maternal seperti gagal ginjal,sindrom HELLP, angka seksio
sesar, atau solusio plasenta. Sebaliknya dapat memperpanjang usia kehamilan, serta

15
mengurangi morbiditas perinatal seperti penyakit membran hialin,
necrotizingenterocolitis, kebutuhan perawatan intensif dan ventilator serta lama
perawatan. Berat lahir bayi rata – rata lebih besar pada manajemen ekspektatif,
namun insiden pertumbuhan janin terhambat juga lebih banyak.1

Gambar 5. Manajemen ekspectatif pada PEB

16
Sementara terminasi kehamilan akan diindikasikan sebagai berikut 1:

Tabel 3. Indikasi Terminasi Kehamilan pada PEB

Pemilihan terminasi kehamilan pasien dipilih dengan metode persalinan


normal ataupun operasi sesar, persalinan normal dapat dilakukan apabila
hemodinamik stabil dan proses persalinan dilayanan tersier dengan tersedianya
tenaga ahli multidisiplin dan fasilitas yang memadai, namun apabila ada kegawatan
janin dan usia kehamilan belum cukup bulan disarankan untuk section sesaria
dikarenakan belum terjadinya pematangan serviks dan kondisi bayi yang masih
preterm sehingga tidak akan terjadi kontraksi alami yang dibutuhkan untuk
persalinan pervaginam.pada literatur, pemilihan metode persalinan pada pasien
dengan penyakit jantung adalah dengan persallinan pervaginam yang diinduksi
serta dengan anestesi epidural menggunakan fentanyl cukup bermanfaat pada
pasien dengan penyakit jantung. Pada pasien tidak dianjurkan dilakukan anestesi
umum karena akan terjadi penurunan SVR sehingga jantung akan mengkompensasi
dengan peningkatan pompa jantung untuk mencukupkan curah jantung sehingga
akan memperberat gagal jantungnya.12 Namun dalam kasus ini manajemen
ekspektatif lebih dikedepankan dikarenakan terdapat perbaikan klinis pada ibu
dengan terapi medika mentosa.
Dilakukan stratifikasi risiko pada pasien, menurut klasifikasi resiko WHO,
bahwa pasien berada pada kelas III yang merupakan resiko tinggi untuk kematian.

17
.

Gambar 6. Klasifikasi WHO pada kehamilan (I)

Gambar 7. Klasifikasi WHO dalam Kehamilan (II)

18
Untuk penatalaksaan jangka panjang pasien dengan LVEF < 40% yang
merupakan resiko tinggi harus melahirkan di tempat layanan tersier dan mendapat
monitoring ketat, sedangkan pasien dengan LVEF < 20 % harus dipertimbangkan
segera untuk terminasi kehamilan.10,13,14
. Kehamilan selanjutnya sangat tidak disarakan pada pasien gagal jantung
dengan EF < 40%, disarankan pasien untuk mendapatkan kontrasepsi non hormonal
dan yang paling efektif adalah metode kontasepsi mantap.10,13,14

19
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan seorang wanita usia 41 tahun dengan diagnosis awal Acute
Heart Failure ec Hipertensi Emergency + Superimposed PEB pada G5P4A0H3 26-
27 minggu kehamilan dd/ Hipertensi Heart Failure. Dari anamnesa didapatkan
keluhan sesak nafas yang terjadi tiba-tiba 4 jam SMRS disertai peninggian tekanan
darah yang ekstrem 220/130 mmHg.ditemukan sign dan symptom gagal jantung
pada pasien ini, protein urine didapatkan ++, namun setelah dilakukan pemeriksaan
echocardiography didapatkan penurunan fungsi sistolik ventrikel kiri dengan nilai
EF 35 %. Diagnosa pasien ditegakkan Heart Failure Reduce Ejection Fraction ec
Susp Dilated Cardiomyopathy dd/ Peripartum Cardiomyopathy.
Penggunaan obat-obat antihipertensi dalam kehamilan lebih selektif karena
banyak obat yang tidak aman selama kehamilan sedangkan untuk tatalaksana gagal
jantung dalam kehamilan sama saja dengan populasi umum namun dengan
memperhatikan beberapa macam obat yang dikontraindikasikan pada kehamilan.
Terminasi kehamilan diindikasikan pada pasien dengan PEB dengan udem
paru, hipertensi tidak terkontrol, namun multidisplin ilmu yang terlibat masih
berupaya menjalankan terapi ekpektatif dengan pertimbangan kondisi ibu
mengalami perbaikan setelah diterapi, dan kondisi janin belum viable untuk
dilahirkan, namun perlu pemantauan ketat untuk melihat adanya perburukan
penyakit pada pasien, persalinan harus dilakukan di layanan tersier dengan tenaga
ahli dan fasilitas yang memadai.

DAFTAR PUSTAKA

20
1. Wibowo Noroyono dkk, Pedoman Nasional Pelayanan Kedokteran :
Diagnosis dan tatalaksana preeklampsia; 2016; 1-59
2 Mann DL, Zipes DP, Libby P BR and BE. Braundwald’s Heart Disease: A
Textbook of Cardiovascular Medicine. 10th ed. Elsevier Inc; 2015: 1155-
1177.
3. Leonard S. Lilly M, editor. Pathophysiology of Heart Disease. 5th ed.
Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2011.
4. Fuster EV, Walsh RA, Rourke RAO, Poole-wilson P.. Valentin Fuster,
Richard A. Walsh, Robert A. O’Rourke, Philip Poole-Wilson. Hurst’ s The
Heart , 12th Edition.
5. R Susan, Christopher K, Richard N. Channick. Hipertensive Heart Failure
in Emergency Medicine. Annals of Emergency Medicine 2015;1-116
6. Fuster, W.Hypertension . Hurst’s The Heart 13thedition. Mc Graw-Hill
Companies: 2011 :1658-1661
7. Rodriguez L, Gillinov AM. Acute heart Failure. In: Topol, Eric J, eds.
Textbook of cardiovascular medicine. Lippincott Williams & Wilkins;
2007:464-468.
8. Dickstein Kenneth, Cohen SA, Fillipato Gerasimos et al In : Guideline of
dignostic and treatment of acute and cronic heart failure, 2008 :2389-2442
9. Ponikowski Piotr, Voor AA, D Anker Stefan et al In : Guideline for dignosis
and treatment of acute and crhonic heart failure, 2016 : 2110-2194
10. Mc Murray JV Jhon, Adamopoulus Stamatis, D Anker Stefan et al In :
Guideline for dignosis and treatment of acute and crhonic heart failure, 2012:
1787-1847
11. Homenta S Rampengan In : Penyakit Jantung Pada Kehamilan, 2014 : 35-50
12. Regitz-Z Vera, Blomstorm Lundqvist Carina, Borghy Claudio et al In :
Management of cardiovascular disease during pregnancy. 2011: 3174-3197
13. Kenny L, Baker PN. Maternal pathophysiology in preeclampsia. Baillière’s
Clinical Obstetrics and Gynaecology. 1999;13:59–75.
14. Task Force on Hypertension in Pregnancy, American College of
Obstetricians and Gynecologist. Hypertension in Pregnancy. Washington:
ACOG. 2013

21
22

Anda mungkin juga menyukai