Anda di halaman 1dari 10

Buku Sedimentologi

BAB 10
ANALISA CEKUNGAN SEDIMEN

Para ahli sedimentologi mempelajari batuan sedimen untuk mengetahui sejarah


geologi dan potensi ekonomi dari batuan tersebut. Untuk itu, diperlukan studi yang bersifat
terpadu dari berbagai cabang ilmu geologi, termasuk di dalamnya sedimentologi, stratigrafi,
dan tektonik. Dengan demikian dapat diketahui secara menyeluruh batuan sedimen yang
mengisi suatu cekungan sehingga dapat dipergunakan sebagai bahan untuk
menginterpretasi sejarah geologi dan membuat evalusasi potensi ekonominya (Boggs,
1995; 2001). Studi terpadu seperti ini dikenal dengan sebutan analisa cekungan sedimen
(basin analysis).
Pada perkembangan teori geosinklin, sebagian para ahli geologi berpikir bahwa
batuan sedimen yang umumnya diendapkan di laut dangkal pada suatu geosinklin, dan
terus mengalami subsiden. Sejalan dengan berkembangnya teori tektonik lempeng pada
awal 1960an, pendapat itu mulai tersisih. Saat ini para ahli geologi menemukan berbagai
jenis cekungan dengan berbagai mekanisme pembentukannya. Secara umum, titik berat
perhatian pada analisa cekungan sedimen adalah pada tektonik global pembentukan
cekungan dan berbagai proses yang mengontrolnya (termasuk perubahan muka laut,
pasokan sedimen, dan penurunan cekungan).
Cekungan sedimen adalah suatu daerah rendahan, yang terbentuk oleh proses
tektonik, dimana sedimen terendapkan. Dengan demikian cekungan sedimen merupakan
depresi sehingga sedimen terjebak di dalamnya. Depresi ini terbentuk oleh suatu proses
nendatan (subsidence) dari permukaan bagian atas suatu kerak. Berbagai penyebab yang
menghasilkan nendatan, di antaranya adalah: penipisan kerak, penebalan mantel litosper,
pembebanan batuan sedimen dan gunungapi, pembebanan tektonik, pembebanan
subkerak, aliran atenosper dan penambahan berat kerak. Dickinson (1993) dan Ingersol
dan Busby (1995) yang disarikan oleh Boggs (2001) memberikan kemungkinan mekanisme
nendatan kerak sebagai tertera dalam Tabel 10.1.

10.1. KLASIFIKASI CEKUNGAN SEDIMEN


Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan
proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan bahwa
cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate,
konvergen dan transform). Menurut Dickinson, 1974 dan Miall, 1999; klasifikasi cekungan
sedimen dapat berdasarkan pada:
1. tipe dari kerak dimana cekungan berada,
2. posisi cekungan terhadap tepi lempeng,
3. untuk cekungan yang berada dekat dengan tepi lempeng, tipe interaksi lempeng
yang terjadi selama sedimentasi,
4. Waktu pembentukan dan basin fill terhadap tektonik yang berlangsung,
5. Bentuk cekungan.

114 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Selley (1988) memberikan klasifikasi cekungan sedimen secara sederhana seperti dalam
Tabel 10.2. , sedang Boggs (2001) membagi cekungan sedimen lebih rinci dan lebih komplit
(Tabel 10.3).

Tabel 10.1: Mekanisme penendatan disariakan dari Dickinson (1993)


dan Ingersol dan Busby (1995)
Penipisan kerak (crustal Perenggangan, erosi selama pengangkatan, dan penarikan
thinning): akibat magmatisme

Penebalan mantel Pendinginan litosper yang diikuti penghentian perenggangan


litosper (mantle- atau pemanasan akibat peleburan adiabatik atau naiknya
lithospheric thickening): lelehan astenosper

Pembebanan batuan Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan


sedimen dan gunungapi litosper regional, tergantung kegetasan litosper, selama
(sedimentary and volcanic sedimentasi dan kegiatan gunungapi
loading):
Pembenan tektonik Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan
(tectonic loading): litosper regional, tergantung kegetasan dibawah litosper,
selama pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan
(underpulling)

Pembenan subkerak kelenturan litosper selama underthrusting dari litosper padat


(subcrustal loading):
Aliran astenosper pengaruh dinamik aliran astenosper, umumnya karena
(asthenospheric flow): penunjaman litosper

Penambahan berat Peningkatan berat jenis kerak akibat perubahan tekanan/


kerak (crustal temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis
densification): tinggi ke kerak berberat-jenis rendah

Tabel 10.2: Klasifikasi cekungan sedimen (Selley, 1988)

115 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

PROSES TIPE CEKUNGAN TATAAN TEKTONIK


PENYEBAB LEMPENG
TERBENTUKNYA
Crustal sag Cekungan intrakraton Intra-plate collapse

Puntir (tension) Epicratonic downward Tepian lempeng pasif


Rift (passive plate margin)
Sea-floor spreading

Tekanan Palung (trench) Subduksi (tepian lempeng


(compression) Busur depan (fore-arc) aktif)
Busur belakang (back-
arc)

Wrenching Strike-slip Gerakan mendatar


lempeng

Table 10.3: Klasifikasi cekungan menurut Boggs (2001)

TATAAN TIPE CEKUNGAN


TECTONIK

Divergen Rift: terrestrial rift valleys; proto-oceanic rift valleys

Antar- Cekungan beralaskan kerak benua/peralihan: cekungan intrakraton,


lempeng paparan benua, sembulan benua (continental rises) dan undak, pematang
benua.
Cekungan beralaskan kerak samodra: cekungan samodra aktif,
kepulauan samodra, dataran tinggi dan bukit aseismik (aseismic rigde and
plateau)

Konvergen Cekungan akibat subduksi: palung, cekungan lereng palung, cekungan


busur depan, cekungan intra-busur, cekungan busur belakang.
Cekungan akibat tabrakan: cekungan retroac forels, peripheral foreland
basin, cekungan punggung babi (piggyback basin), broken forland

Tranform Cekungan akibat sesar mendatar: cekungan transextensional,


transpressional, transrotaional

Hybrid Cekungan akibat berbagai sebab: cekungan-cekungan intracontinental


wrench, aulacogen, impactogen, successor

116 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Buku ini tidak membahas secara rinci semua jenis cekungan sedimen, akan tetapi beberapa
cekungan yang dianggap penting di Indonesia akan dibahas secara singkat di bawah ini
(sebagian besar disarikan dari Boggs, 2001).

Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)


Cekungan intrakraton umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua yang jauh dari
tepian lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya disebabkan oleh penebalan
mantel-litosfir dan bembebanan oleh batuan sedimen atau gunungapi (Boggs, 2001).
Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan klastika laut, karbonat, atau sedimen
evaporit yang diendapkan mulai dari laut epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini
di antaranya adalah Cekungan Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di
Amerika Latin, dan Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh cekungan modern jenis
ini adalah Cekungan Chad di Afrika.

Renggang (Rift)
Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang, dibatasi oleh
lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar seperti pada
Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km dan panjang hampir
300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan tektonik, namun yang paling
umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua seperti antara Amerika Utara dan
Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge).
Sistem renggangan pada Afrika Timur merupakan contoh sistem renggangan modern.

Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian
benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian
diaktifkan kembali selama tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi panjang dapat
menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar. Sedimen yang
mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas aluvium), endapan
paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh aulakogen di
antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai Misisipi mengalir
dan Palung Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger membelahnya.

Cekungan tepian benua


Cekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari sedimen yang
ke arah laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan. Ketidakterusan struktur
dijumpai di bawah sistem ini, antara kerak benua normal dan kerak. Sedimen terendapkan
pada sistem ini: pada paparan berupa pasir neritik dangkal, lumpur, kabonat dan endapan
evaporasi; pada lerengan terdiri atas lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua
berupa endapan turbit. Cekungan renggangan (rift basin) dapat berhubungan dengan
cekungan tepian benua. Contoh yang baik dari cekungan jenis ini adalah pantai Amerika
dan bagian selatan-timur Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung Lembah Baltimor,
Cekungan George Bank dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada akhir Trias-
awal Jura oleh renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu terpisahkan

117 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

dari laut membentuk lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan lakustrin;
berselingan dengan batuan gunungapi basa. Cekungan yang lain berhubungan dengan laut,
membentuk sedimen yang berkisar dari endapan evaporit sampai delta, turbit, dan serpih
hitam.

Cekungan berhubungan dengan subduksi


Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya dicirikan oleh
adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur (arc-trench gap)
yang memisahkan ke duanya. Tataan subduksi terjadi lebih banyak pada tepian benua
dibandingkan pada besur samodra.

Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan silisiklastik
yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi. Endapan ini dapat
berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur dan endapan turbit
terendapkan dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan, dan parit. Sedimen pada
parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut oleh arus turbit dari daratan, bersamaan
dengan sedimen dari lempeng samodra yang tersubduksikan. Ini umumnya membentuk
kompleks akrasi. Batuan campuraduk (melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini,
yang dicirikan oleh percampuran dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa
dasar yang mengkilap (sheared matrix).

Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang, Peru, Chili
dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya adalah cekungan
busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan Coastal range, Taiwan.
Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada Jura Akhir – Awal Kapur
terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.

Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform


Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar yang menoreh
dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform fault) dan patahan
yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas kerak (Sylvester,
1988). Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar regional terbentuk
sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar lempeng, pada tepian
benua dan daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang patahan mendatar regional
dapat membentuk berbagai cekungan nendatar (pull-apart basin). Cekungan yang dibentuk
karena patahan mendatar umumnya kecil, garis tengahnya hanya beberapa puluh kilometer,
walaupun ada beberapa yang sampai 50 km. Karena patahan mendatar terbentuk pada
berbagai tataan geologi, cekungan ini dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan
sedimen cenderung sangat tebal, karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang
dihasilkan oleh erosi dari daerah sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai
dengan banyaknya perubahan fasies secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini banyak
terdapat sepanjang Patahan Sumatra.

118 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Gambar 10. 1 Tipe-tipe cekungan sedimen

119 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

10.4. TEKNIK ANALISA CEKUNGAN

Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat penting untuk
dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari
bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Proses pembentukan
sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan, sifat-sifat fisik, kimia dan
biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi. Beberapa faktor yang
mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
a. litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal
dari batuan tersebut;
b. topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi
yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
c. kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan
muka laut; dan
d. ukuran dan bentuk dari cekungan.

Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada proses sedimentasi,
stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi, paleogeografi, iklim purba,
analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995; Boggs, 2001). Penelitian
sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan pada analisa fasies
sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut, iklim purba, dan
sejarah kehidupan.

Model pengendapan semakin meningkat digunakan untuk mengetahui lebih baik tentang
pengisian cekungan dan pengaruh berbagai parameter pengisian cekungan seperti pasokan
sedimen, besar butir, kecepatan penurunan cekungan, dan perubahan muka laut.

Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan berbagai data, mulai data dari
singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut termasuk data hasil pemboran
dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika. Pembahasan berikut ini secara
singkat akan diketengahkan teknik analisa cekungan yang umum dilakukan.

10.4.A. Penampang Stratigrafi


Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor, baik ketebalan
maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat penting untuk
interpretasi sejarah bumi. Untuk menghimpun data tersebut diperlukan pengukuran dan
pemerian secara teliti dan akurat pada singkapan dan/atau inti bor. Kegiatan menghimpun
data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi terukur, yang meliputi pemerian
litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan lainnya dari batuan. Pemakaian teknik
tertentu dalam melakukan pengukuran penampang stratigrafi sangat tergantung pada
kegunaan hasil pengukuran dan keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965)
menunjukkan beberapa cara dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang
stratigrafi.

120 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan penampang melintang


stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi, interpretasi struktur dan
perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh perubahan dari lingkungan dan arti ekonomis.
Penampang melintang digambarkan segai ilustrasi yang menggambarkan keadaan lokal
dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam rangka pembuatan peta fasies, atau
bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi seluruh cekungan. Pada umumnya
penampang stratigrafi menggambarkan dua demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari
suatu unit stratigrafi atau unit yang memotong suatu wilayah geografi.

Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang menggambarkan
pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah tertentu. Dengan cara ini
hubungan antar satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas. Sayangnya, bagian pagar
depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga menyulitkan pembuat untuk
menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.

Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri pengisian cekungan
diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini adalah kumpulan titik-titik
yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah suatu datum tertentu. Struktur
lokal seperti antiklin dan sinklin dapat dengan mudah dikenali pada peta jenis ini. Peta
struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik hidrokarbon maupun mineral dan
batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan dengan peta ini, apabila menggunakan
datum bagian bawah lapisan tertua pengisi cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu
topografi purba dapat diinterpretasi dengan mudah.

Peta Isopak

121 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik yang mempunyai
ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan suatu satuan batuan
tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang tersedia pada cekungan.
Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri cekungan dan kecepatan subsiden
cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal merupakan pusat pengendapan,
sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah yang sebelum pengendapan merupakan
tinggian atau sudah lebih banyak tererosi setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat
digambarkan keadaan cekungan sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila
dilakukan analisa peta isopak untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka
diendapkan, akan mendapatkan informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke
waktu.

Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi tertentu di bawah atau
di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas semua satuan batuan
mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di bawah unit stratigrafi
tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas alas satauan batuan
tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop map). Dengan yang cara
sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan tertentu dapat pula
digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas ketidakselarasan, tetapi dapat
pula dibuat pada suatu satuan batuan yang mempunyai ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini
adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola pengisian cekungan, pergeseran garis
pantai, penimbunan secara gradual dari paleotopografi.

Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan stratigrafi tertentu
(Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta litofasies dimana menyajikan
beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) dan
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang sebanding.
Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah kumulatif ketebalan
endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik, sebagai contoh:

(konglomerat + batupasir + serpih)


------------------------------------------
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)

Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan tepi cekungan
dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai perbandingan klastiknya
relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal batuan atau sangat mungkin
tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai perbandingan klastiknya rendah menunjukkan
bagian tersebut relatif jauh dari tepi cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah
tranportasi sedimen secara regional dalam cekungan itu.

122 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua


Buku Sedimentologi

Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau pola kelimpahan relatif dalam suatu
satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies (Boggs, 2001).

Analisa Arus Purba


Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui arah aliran dari
arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan (Boggs, 2001).
Tentu saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah kemiringan lereng purba baik lokal
maupun secara regional dan sekaligus asal dari sedimen yang terendapkan.

Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara mendalam dari berbagai
struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple mark. Geometri dan
kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu untuk interpretasi lingkungan
pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari kepingan batuan berbutir besar (seperti
kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan, vareasi litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai
untuk interpretasi arah arus purba dan lokasi asal atau sumber batuan.

Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan


Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu cekungan sangat
dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu saja juga dipengaruhi
oleh pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi provenan meliputi: (a) Komposisi
litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik dari daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi,
dan kemiringan daerah asal batuan (Boggs, 2001).

Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral dan kepingan batuan
yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.

123 Jurusan Teknik Geologi Universitas Papua

Anda mungkin juga menyukai