Anda di halaman 1dari 17

TUGAS PAPER

Malpraktik dalam Bidang Kesehatan


(Penolakan Pasien yang Membutuhkan Tindakan Medis)

PROGRAM STUDI ILMU HUKUM KESEHATAN


PROGRAM PASCA SARJANA
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS SEMARANG
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Dokter sebagai salah satu komponen utama pemberi pelayanan

kesehatan kepada masyarakat mempunyai peranan yang sangat penting terkait

dengan pemberian pelayanan kesehatan. Landasan utama bagi para dokter

untuk melakukan tindakan medis terhadap pasiennya adalah ilmu pengetahuan,

teknologi dan kompetensi yang diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan.

Pengetahuan tersebut harus terus dipertahankan dan ditingkatkan sesuai

dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi itu sendiri (Depkes, 2008).

Penyelenggaraan praktek kedokteran merupakan inti dari berbagai

kegiatan dalam penyelenggaraan upaya kesehatan. Berbagai kegiatan ini

seyogyanya dilakukan oleh dokter yang memiliki etika moral yang tinggi.

Selain itu keahlian dan kewenangan secara terus menerus harus ditingkatkan

mutunya melalui pendidikan dan pelatihan berkelanjutan, sertifikasi, registrasi,

lisensi, serta pembinaan dan pengawasan serta pemantauan agar

penyelenggaran praktik kedokteran sesuai dengan perkembangan ilmu

pengetahuan dan teknologi (Darwin dan Hardisman, 2014).

Dalam rangka mengarahkan dan memberi landasan hukum serta menata

berbagai perangkat hukum yang mengatur penyelenggaraan praktik kedokteran

agar dapat berjalan sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan


teknologi maka praktik kedokteran diatur dalam suatu undang – undang yaitu

Undang – Undang Republik Indonesia nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik

Kedokteran (UU No 29, 2004)

Pembangunan nasional merupakan usaha peningkatan kualitas manusia

dan masyarakat Indonesia yang dilakukan dengan memanfaatkan ilmu

pengetahuan dan teknologi, yang diarahkan pada peningkatan harkat, martabat

dan kemampuan manusia, serta kepercayaan pada diri sendiri dalam rangka

mewujudkan cita-cita bangsa. Salah satu pembangunan yang mendapatkan

perhatian besar dari negara adalah pembangunan di bidang kesehatan.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur kesejahteraan

yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana

dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang - Undang Dasar Negara

Republik Indonesia Tahun 1945.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan. Didalam pasal 4 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan

bahwa “setiap orang berhak atas kesehatan’’. Hak atas kesehatan yang

dimaksud dalam pasal 4 Undang-Undang No.36 Tahun 2009 Tentang

Kesehatan adalah hak untuk memperoleh pelayanan kesehatan dari fasilitas

pelayanan kesehatan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan yang setinggi-

tingginya. Ini berarti bahwa siapapun untuk mendapatkan hidup sehat, berhak

mendapatkan akses pelayanan kesehatan yang layak yang diantaranya

memperoleh pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan terjangkau.

Memperoleh pelayanan kesehatan adalah hak asasi setiap manusia. Pemerintah


menyadari rakyat yang sehat merupakan aset dan tujuan utama dalam mencapai

masyarakat adil dan makmur.

Sebagai unsur hak asasi manusia, maka pemenuhan kesehatan bagi

masyarakat merupakan tanggung jawab negara, utamanya pemerintah sebagai

yang dimaksud UUD NRI 1945 amandemen Pasal 28 I ayat (4) yang

menetapkan bahwa, “Perlindungan, pemajuan, penegakan, dan pemenuhan hak

asasi manusia adalah tanggung jawab negara, terutama pemerintah.”

Dalam permasalahan kesehatan masyarakat, pemerintah berkewajiban

memastikan warga negaranya tidak sakit dan juga berkewajiban untuk

memenuhi hak rakyatnya atas kehidupan yang sehat dan terselenggaranya

kondisi-kondisi yang menentukan kesehatan rakyat, karena kesehatan telah

menjadi bagian dari kehidupan warga Negara, dan untuk menjalankan amanat

tersebut Negara harus memenuhi azas pembangunan kesehatan.

Jika azas pembangunan dapat terpenuhi maka jaminan pelayanan

kesehatan bagi masyarakat akan terpenuhi dengan baik dan upaya kesehatan

bagi masyarakat akan lebih menyeluruh hingga berbagai lapisan masyarakat.

Dalam pelayanan kesehatan tidak kalah pentingnya peran pemerintah untuk

memperhatikan pemenuhan kebutuhan sarana dan prasarana layanan kesehatan

yang memadai sehingga dapat mencakup semua golongan masyarakat, tidak

hanya untuk suatu golongan tertentu yang berpengaruh tetapi termasuk

didalamnya golongan masyarakat tidak mampu, untuk menikmati kebaikan

pelayanan medis dalam kondisi yang dibutuhkan.


Pelayanan kesehatan yang tidak baik akan berakibat merugikan

kepentingan masyarakat yang memerlukan pelayanan medis. Terlebih apabila

rumah sakit tidak memberikan pelayanan yang layak sesuai prosedur yang

diatur dalam Kitab Undang - Undang Hukum Pidana, yang dapat menyebabkan

pasien menderita kerugian sehingga mengakibatkan menderita kecacatan

ataupun kematian maka hal tersebut merupakan tindak pidana dan dapat

dipidanakan sesuai hukum yang berlaku di Indonesia


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. DASAR HUKUM PELAYANAN MEDIS

Ilmu kedokteran adalah cabang ilmu kesehatan yang mempelajari

tentang cara mempertahankan kesehatan manusia dan mengembalikan manusia

pada keadaan sehat dengan memberikan pengobatan pada penyakit dan cedera.

Ilmu ini meliputi pengetahuan tentang sistem tubuh manusia dan penyakit serta

pengobatanya, dan penerapan dari pengetahuan tersebut (Darwin dan

Hardisman, 2014).

Dalam pasal 1 ayat (1) Undang – Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran menjelaskan : “Praktik kedokteran adalah

rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh dokter dan dokter gigi terhadap pasien

dalam melaksanakan upaya kesehatan.” Adapun dalam ayat (2) menjelaskan

pengertian dokter yaitu “dokter dan dokter gigi adalah dokter, dokter gigi, dan

dokter gigi spesialis lulusan pendidikan kedokteran atau kedokteran gigi baik

di dalam maupun di luar negeri yang diakui oleh Pemerintah Republik

Indonesia sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Asas dari tujuan hukum kedokteran ini terutama diatur dalam Undang

– Undang Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran dalam Pasal 2

menjelaskan: “praktik kedokteran dilaksanakan berasaskan Pancasila dan

didasarkan pada nilai ilmiah, manfaat, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan,

serta perlindungan dan keselamatan pasien.” Adapun dalam pasal 3

menjelaskan tujuan pengaturan praktik kedokteran ini bertujuan untuk :


1. Memberikan perlindungan kepada pasien

2. Mempertahankan dan meningkatkan mulu pelayanan medis yang diberikan

oleh dokter dan dokter gigi

3. Memberikan kepastian hukum kepada masyarakat, dokter, dan dokter gigi

Hukum kedokteran, sebagai bagian dari hukum kesehatan yang

terpenting, meliputi ketentuan hukum yang berhubungan dengan pelayanan

medis. Hukum kedokteran disebut juga hukum kesehatan dalam arti sempit.

Apabila objek hukum kesehatan yang pelayanan kesehatan, maka objek hukum

kedokteran adalah pelayanan medis. Oleh karena pengertian hukum kesehatan

lebih luas dari pada hukum kedokteran dan juga meliputi ketentuan – ketentuan

hukum yang berhubungan dengan pemeliharaan kesehatan, didalamnya

terdapat bidang hukum lain seperti hukum rumah sakit, hukum keperawatan,

hukum farmasi, hukum kesehatan lingkungan, dan hukum keselamatan kerja.

Hukum kedokteran dianggap bagian terpenting karena hampir selalu terdapat

persinggungan atau daerah – daerah kelabu antara hukum kedokteran dan

bidang – bidang hukum lainnya, yang tidak demikian halnya antara bidang –

bidang hukum yang lain tersebut.

Dalam kamus besar Bahasa Indonesia dijelaskan pelayanan sebagai

usaha melayani kebutuhan orang lain. Sedangkan melayani adalah membantu

menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Pelayanan dalam

rumah sakit adalah pelayanan yang bertumpu pada pelayanan dokter, sebab

posisi ini merupakan peranan yang penting dalam fungsi memberi pelayanan
kepada pelanggan rumah sakit. Bahwa sesungguhnya pasien datang ke rumah

sakit karena ingin dilayani oleh dokter sesuai dengan keluhan yang diderita.

Konsep dasar hukum kesehatan mempunyai ciri istimewa, yaitu

beraspek :

1. Hak asasi manusia (HAM)

2. Kesepakatan internasional

3. Legal baik pada level nasional maupun internasional, dan

4. Iptek

Secara normatif, menurut Undang – Undang Kesehatan nomor 23 tahun

1992 sebagaimana direvisi dengan Undang – Undang nomor 36 tahun 2009

tentang kesehatan, harus mengutamakan pelayanan kesehatan :

1. Menjadi tanggung jawab pemerintah dan swasta dengan kemitraan kepada

pihak masyarakat.

2. Semata – mata tidak mencari keuntungan.

Dua batasan nilai norma hukum tersebut perlu ditaati agar tidak

mengakibatkan reaksi masyarakat dan tumbuh konflik dengan gugatan atau

tuntutan hukum. Oleh karena itu, di dalam pasal 2 undang – undang nomor 36

tahun 2009 tentang kesehatan memuat asas – asas sebagai berikut : asas

perikemanusiaan, keseimbangan, manfaat, perlindungan, penghormatan

terhadap hak dan kewajiban, keadilan, gender dan nondiskriminatif dan norma

– norma agama. Sehingga dapat mencapai tujuan dari pembangunan kesehatan,

sebagaimana diatur dalam pasal 3 undang – undang nomor 36 tahun 2009


tentang kesehatan, menjelaskan bahwa, : pembangunan kesehatan bertujuan

untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar tewujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi –

tingginya, sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang

produktif secara sosial dan ekonomis. Untuk mencapai tujuan nasional tersebut

diselenggarakanlah upaya pembangunan yang berkesinambungan yang

merupakan suatu rangkaian pembangunan yang menyeluruh terarah dan

terpadu, termasuk di antaranya pembangunan kesehatan.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan undang – undang dasar

Negara Repulik Indonesia Tahun 1995. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi –

tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, parisipatif,

perlindungan dan berkelanjutan yang sangat pentiing artinya bagi pembentukan

sumber daya indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa serta

pembangunan nasional.

B. HAK DAN KEWAJIBAN ANTARA PASIEN DAN DOKTER

Konsil Kedokteran Indonesia (KKI) berdasarkan Undang – Undang

Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran telah dibentuk untuk

melindungi masyarakat penerima jasa pelayanan kesehatan dan meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan dari dokter dan dokter gigi, yang terdiri dari konsil

kedokteran dan konsil kedokteran gigi. Tidak dapat disangkal lagi bahwa
dengan berlakunya Undang – Undang praktik kedokteran, maka apa yang

menjadi norma atau kaidah – kaidah bagi setiap dokter atau dokter gigi sebagai

individu maupun sebagai organisasi profesi. Sebagai individu pengemban ilmu

pengetahuan kedokteran dalam penerapannya maupun sebagai individu dalam

pergaulan masyarakat di bidang praktik kedokteran telah diatur di dalam

Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Dokter.

Mengenai hak dan kewajiban dokter ini diatur dalam pasal 50-51

Undang – Undang nomor 29 tahun 2004 tetang Praktik dokter, pasak 50

menjelaskan bahwa: “dokter atau dokter gigi dalam melaksanakan praktik

kedokteran mempunyai hak :”

1. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melaksanakan tugas sesuai

dengan standar profesi dan standar prosedur operasional;

2. Memberikan pelayanan medis menurut standar profesi dan standar

prosedur operasional;

3. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pasien atau

keluarganya; dan

4. Menerima imbalan jasa.

Adapun dalam pasal 51 menjelaskan bahwa: “dokter atau dokter gigi

dalam melaksanakan praktik kedokteran mempunyai kewajiban :”

1. Memberikan pelayanan medis sesuai dengan standar profesi dan standar

prosedur operasional serta kebutuhan medis pasien;


2. Merujuk pasien ke dokter atau dokter gigi lain yang mempunyai keahlian

atau kemampuan yang lebih baik, apabila tidak mampu melakukan suatu

pemeriksaan atau pengobatan;

3. Merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya tentang pasien, bahkan

juga setelah pasien itu meninggal dunia;

4. Melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila ia

yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya; dan

5. Menambah ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu

kedokteran atau kedokteran gigi.

Hak dan kewajiban pasien diatur dalam pasal 52-53 Undang – Undang

nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik kedokteran. Padal 52 menjelaskan

bahwa: “pasien, dalam menerima pelayanan pada praktik kedokteran,

mempunyai hak:”

1. Mendapatkan penjelasan secara lengkap tentang tindakan medis

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (3);

2. Meminta pendapat dokter atau dokter gigi lain;

3. Mendapatkan pelayanan sesuai dengan kebutuhan medis;

4. Menolak tindakan medis; dan

5. Mendapatkan isi rekam medis.

Adapun dalam pasal 53 menjelaskan bahwa: “pasien, dalam menerima

pelayanan pada praktik kedokteran, mempunyai kewajiban :”

1. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah

kesehatannya;
2. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi;

3. Mematuhi ketentuan yang berlaku di sarana pelayanan kesehatan; dan

4. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima.

C. HUKUM DAN KODE ETIK PROFESI

Kode etik profesi adalah seperangkat kaidah perilaku yang disusun

secara tertulis secara sistematis sebagai pedoman yang harus dipatuhi dalam

mengembangkan suatu profesi bagi suatu masyarakat profesi. Sebagai sebuah

pedoman, kode etik (code of conduct) memilki beberapa tujuan pokok yaitu

adalah sebagai berikut : (Aminah, 2010)

1. Memberikan penjelasan standar-standar etika.

2. Memberikan batasan kebolehan dan atau larangan.

3. Memberikan imbauan moralitas.

4. Sarana control sosial.

Setiap profesi memilki kode etik. Secara umum manfaat yang dapat

dipetik dari adanya kode etik, diantaranya adalah menjaga dan meningkatkan

kualitas moral, menjaga dan meningkatkan kualitas keterampilan teknis,

melindungi kesejahteraan materiil para pengemban profesi, dan bersifat

terbuka. Apabila dijabarkan secara lebih teliti, melalui kode etik akan dapat

dicapai manfaat sebagai berikut :

1. Menghindari unsur persaingan tidak sehat di kalangan anggota profesi.

2. Menjamin solidaritas dan kalegialitas antaranggota untuk saling

menghormati.
3. Mewajibkan pengutamaan kepentingan pelayanan terhadap masyarakat

umum/publik.

4. Kode etik profesi menuntut para anggotanya bekerja secara terbuka dan

transparan dalam mengamalkan keahlian profesinya.

Menurut Magnis-Suseno dalam bukunya I Gede A.B. Wiranata

mengemukakan bahwa ada tiga (3) nilai moral yang dituntut dari pengemban

profesi yaitu sebagai berikut :

1. Berani berbuat dengan bertekad untuk bertindak sesuai tuntutan profesi.

2. Menyadari kewajiban yang harus dipenuhi dalam menjalankan profesi.

D. HAK ATAS KESEHATAN DALAM HAM

Kesehatan adalah keadaaan sejahtera dari badan, jiwa dan sosial yang

memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan ekonomi (Pasal

1 poin 1 UU No 23/1992 tentang Kesehatan), karena itu kesehatan merupakan

dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi

tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan

mampu memperoleh hak-hak lainnya. Sehingga kesehatan menjadi salah satu

ukuran selain tingkat pendidikan dan ekonomi, yang menentukan mutu dari

sumber daya manusia (Afandi, 2008).

Hak atas kesehatan sebagai hak asasi manusia telah diakui dan diatur

dalam instrumen nasional. Jaminan pengakuan hak atas kesehatan tersebut

secara eksplisit dapat dilihat dari beberapa instrumen sebagai berikut :

1. Amandemen- II Pasal 28 H ayat (1) UUD 1945.


2. Pasal 9 UU Nomor 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia.

3. Pasal 4 UU Nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan.

4. UU Nomor 11 tahun 2005 tentang Ratifikasi Kovenan Hak Ekonomi,

Sosial dan Budaya.

Kesehatan merupakan kondisi sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial

yang memungkin setiap orang produktif secara ekonomis (Ps. 1 point (1) UU

Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan). Karena itu kesehatan merupakan

dasar dari diakuinya derajat kemanusiaan. Tanpa kesehatan, seseorang menjadi

tidak sederajat secara kondisional. Tanpa kesehatan, seseorang tidak akan

mampu memperoleh hak-haknya yang lain. Seseorang yang tidak sehat dengan

sendirinya akan berkurang haknya atas hidup, tidak bisa memperoleh dan

menjalani pekerjaan yang layak, tidak bisa menikmati haknya untuk berserikat

dan berkumpul serta mengeluarkan pendapat, dan tidak bisa memperoleh

pendidikan demi masa depannya. Singkatnya, seseorang tidak bisa menikmati

sepenuhnya kehidupan sebagai manusia. Pentingnya kesehatan sebagai hak

asasi manusia dan sebagai kondisi yang diperlukan untuk terpenuhinya hak-

hak lain telah diakui secara internasioal (Afandi, 2008).

Hak atas kesehatan meliputi hak untuk mendapatkan kehidupan dan

pekerjaan yang sehat, hak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan, dan

perhatian khusus terhadap kesehatan ibu dan anak. Pasal 25 Universal

Declaration of Human Rights (UDHR) menyatakan: Setiap orang berhak atas

taraf kehidupan yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya

sendiri dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, sandang, papan, dan
pelayanan kesehatan, pelayanan sosial yang diperlukan, serta hak atas

keamanan pada saat menganggur, sakit, cacat, ditinggalkan oleh pasangannya,

lanjut usia, atau keadaan-keadaan lain yang mengakibatkan merosotnya taraf

kehidupan yang terjadi diluar kekuasaannya.

BAB III

PENUTUP
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia

sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan undang – undang dasar

Negara Repulik Indonesia Tahun 1995. Oleh karena itu, setiap kegiatan dan

upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi –

tingginya dilaksanakan berdasarkan prinsip nondiskriminatif, parisipatif,

perlindungan dan berkelanjutan yang sangat pentiing artinya bagi pembentukan

sumber daya indonesia, peningkatan ketahanan dan daya saing bangsa serta

pembangunan nasional.

DAFTAR PUSTAKA

Undang – Undang Nomor 29, (2004) “Undang - Undang Republik Indonesia


Nomor 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran.”

Undang - Undang Nomor 36, (2009) "Undang - Undang Republik Indonesia Nomor
36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

Afandi, D. (2008) “Hak Atas Kesehatan Dalam Perspektif HAM,” Jurnal Ilmu
Kedokteran, 21.

Aminah, S. (2010) “Tinjauan Yuridis Terhadap Pelayanan Medis Pada Rumah


Sakit Umum Daerah Labuang Baji Kota Makassar Menurut Undang-Undang
No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.”

Darwin, E. dan Hardisman (2014) Etika Profesi Kesehatan. Yogyakarta:


deepublish.

Depkes (2008) “Profil Kesehatan Indonesia 2008.”

Anda mungkin juga menyukai