Anda di halaman 1dari 24

PRESENTASI KASUS

ABDOMINAL PAIN e.c. INVAGINASI

Disusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik

Bedah RSUD Tjirowardjojo

Disusun Oleh :

Adelia Rizka Amila

20194010165

Pembimbing :

dr. Wahyu Purwohadi, Sp. B

SMF BEDAH

RSUD TJITRO WARDOJO PURWOREJO

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS

MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA

2020
HALAMAN PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

ABDOMINAL PAIN ec. INVAGINASI

Telah disetujui pada tanggal 14 Januari 2020

Oleh :

Pembimbing Kepaniteraan Klinik Bedah

dr. Wahyu Purwohadi, Sp. B

2 of 24
BAB I

LAPORAN KASUS

Nama : Tn. G

Usia : 5 tahun

Alamat : Kutoarjo RT.05/11

Status : Belum menikah

Tgl masuk : 3 Januari 2020

ANAMNESIS

Keluhan utama :

- Pasien dibawa ke IGD RSUD Tjitrowardjojo dengan keluhan nyeri perut sejak malam
sebelumnya disertai batuk.

Riwayat penyakit sekarang :

- Pasien mengeluhkan nyeri perut terutama di regio umbilikal.

Riwayat penyakit dahulu :

- Riwayat rawat inap dengan keluhan yang sama 3x.

Riwayat penyakit keluarga :

- Keluarga tidak memiliki riwayat penyakit bawaan seperti diabetes mellitus, hipertensi
dan penyakit sistem cardiovaskular, asma, dan lain-lain.

Riwayat personal sosial :


- Pasien diasuh oleh orang tua yang bekerja sebagai wiraswasta.

ANAMNESIS SISTEM
a. Sistem saraf pusat : pusing (-), nyeri kepala (-)

3 of 24
b. Sistem integumentum : tidak ada keluhan
c. Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan
d. Sistem gastrointestinal : mual (-), muntah (-), nyeri perut (+), BAB (-)
e. Sistem urinaria : BAK normal tidak ada keluhan
f. Sistem respiratori : sesak nafas (-), batuk (+)
g. Sistem cardiovascular : berdebar-debar (-)

PRIMARY SURVEY
a. Aiway : Jalan nafas clear, tidak ada sumbatan, berbicara lancar
Look : Jejas (-)
Listen : Vesikuler
Feel : Letak trachea tidak bergeser
b. Breathing : Baik
c. Circulation : Tidak terdapat tanda shock (TD: 100/65, N: 101x/m)

PEMERIKSAAN FISIK :
Kesan umum : Cukup, menangis kesakitan
Kesadaran : Compos mentis , E4V5M6
Vital sign :
Tekanan darah : 100/65 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 101x /menit
Suhu : 36,6 C
Pemeriksaan kepala :
- Mata : pupil : isokor 3mm/3mm
CA (-/-), Sklera ikterik (-/-)
Telinga : secret (-), perdarahan (-)

- Hidung : secret (-), epistaksis (-)


Pemeriksaan leher :
Kelenjar tiroid : tidak ditemukan pembengkakan

Kelenjar limfonodi : tidak ditemukan pembengkakan

Trachea : tidak ditemukan kelainan

4 of 24
Pemeriksaan thorax :
- Inspeksi : Jejas (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)
- Perkusi : Sonor
- Auskultasi : Wheezing (-) ronkhi (-)
Pemeriksaan abdomen :
- Inspeksi : Distensi (-), jejas (-) benjolan (-)
- Auskultasi : BU (+) dbn
- Perkusi : timpani
- Palpasi : Nyeri tekan (+), abdomen supel
Pemeriksaan genital dan regio inguinal :
- Pembesaran skrotum (-)
- Pembesaran kelenjar limfe inguinal (-)
- Benjolan (-)
Pemeriksaan status lokalis urologi :
Regio Suprapubic :

- Inspeksi : tak tampak massa, bulging (-)

- Palpasi : tak teraba massa, nyeri tekan (-)

Regio Flank :

- Nyeri ketok (-/-)

Regio Genitalia Eksterna

- Inspeksi : tak tampak kelainan, OUE dbn

- Palpasi : nyeri tekan (-)


Pemeriksaan Ektermitas:
- Inspeksi : Jejas (-)
- Palpasi : Nyeri tekan (-)

Kesimpulan anamnesis dan pemeriksaan fisik

5 of 24
- Pasien dibawa ke IGD RSUD Tjitrowardjojo dengan keluhan nyeri perut di regio um-
bilikal sejak malam sebelumnya disertai batuk. pasien memiliki riwayat rawat inap
dengan keluhan yang sama 3x.

- Kesadaran : Compos mentis , E3V5M6


- Vital sign :
Tekanan darah : 100/65 mmHg
RR : 20x/menit
Nadi : 101x /menit
Suhu : 36,6 C
- Kepala : pupil isokor 3mm/3mm, SI (-/-), CA (-/-)
- Leher : dalam batas normal
- Thorax : dalam batas normal
- Abdomen : dalam batas normal
- Genital dan inguinal : dalam batas normal
- Regio urologi : dalam batas normal
- Ekstermitas : dalam batas normal

Diagnosis sementara:
Abdominal pain ec. susp. invaginasi
Diagnosis banding:
Appendisitis

6 of 24
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil Pemeriksaan Laboratorium Darah

NILAI
PARAMETER HASIL SATUAN KETERANGAN
NORMAL

HB 12,8 gr/dL 10,8 - 15,6 -

AL (Angka Leukosit) 12,6 ribu/ul 5,0 - 14,5 -

AE (Angka Eritrosit) 5,1 juta/ul 4,40 – 5,90 -

AT (Angka Trombosit) 461 ribu/ul 150 - 400 H

HMT (Hematokrit) 37 % 33 - 45 -

MCV 74 fL 69 - 93 -

MCH 25 pg 22 - 34 -

MCHC 34 g/dL 32 - 36 -

DIFFERENTIAL COUNT

Neutrofil 68,00 % 50 – 70 -

Limfosit 20,00 % 25 – 40 L

Monosit 7,50 % 2–8 -

Eosinofil 4,00 % 2.00 – 4.00 -

Basofil 0,50 % 0–1 -

7 of 24
Hasil pemeriksaan USG Urologi (03-01-2020)
Kesan :
- Lesi inhomogen di proyeksi epigastrium hingga lumbar dextra, mengarah gambaran in-
vaginasi colocolica
- Appendikx tervisualisasi dengan morfologi normal
- Tak tampak kelainan pada kedua ren dan vesika urinaria

Diagnosis Kerja
Abdominal pain ec. invaginasi colocolika

Penatalaksanaan
NGT

Farmakoterapi
• Injeksi Cefotaxime 1 gr / 12 jam
• Injeksi Ketorolac 10 mg / 8 jam
• Infus Frutolit

8 of 24
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Nyeri pada perut dalah salah satu keluhan yang menonjol pada gawat abdo-
men. Nyeri perut bisa berupa nyeri viseral maupun somatik. Nyeri viseral terjadi bila
terdapat rangsangan pada organ atau struktur dalam rongga perut, misalnya karena
cidera atau radang. Pasien biasanya tidak dapat menunjukkan secara tepat letak nyeri
sehingga biasaya menggunakan telapak tangan untuk menunjuk daerah yang nyeri. Se-
dangkan nyeri somatik adalah nyeri yang terjadi karena rangsangan pada bagian yang
dipersarafi oleh saraf tepi, misalnya regangan pada peritonium parietal dan luka pada
dinding perut. Abdominal pain atau nyeri di bagian perut bisa disebabkan oleh berbagai
macam penyebab, salah satunya adalah obstruksi usus. Invaginasi merupakan salah satu
penyebab spesifik dari obstruksi usus. Invaginasi adalah masuknya salah satu bagian
ke bagian yang lain atau invaginatio dari salah satu bagian usus kedalam lumen dan
bergabung dengan bagian tersebut. Biasanya bagian proksimal masuk ke distal, jarang
terjadi sebaliknya. Bagian usus yang masuk (menginvaginasi) disebut intussusceptum
dan bagian yang menerima intussusceptum (diinvaginasi) disebut intussuscipiens. In-
vaginasi merupakan salah satu yang termasuk ke dalam nyeri viseral, karena nyeri yang
disebabkan adalah nyeri kolik akibat spasme otot polos organ berongga (dalam hal ini
adalah usus). Nyeri kolik ini timbul karena hipoksia yang dialami oleh jaringan dinding
saluran. Karena kontraksi ini berjeda, kolik yang dirasakan hilang timbul.

B. Anatomi

Abdomen adalah bagian tubuh yang berbentuk rongga terletak diantara to-
raks dan pelvis. rongga ini berisi viscera dan dibungkus dinding abdomen yang ter-
bentuk dari dari otot abdomen, columna vertebralis, dan tulang ilium. Untuk membantu
menetapkan suatu lokasi di abdomen, yang paling sering dipakai adalah pembagian ab-
domen oleh dua buah bidang bayangan horizontal dan dua bidang bayangan vertikal.
Bidang bayangan tersebut membagi dinding anterior abdomen menjadi sembilan dae-
rah (regiones). Dua bidang diantaranya berjalan horizontal melalui setinggi tulang ra-
wan iga kesembilan, yang bawah setinggi bagian atas crista iliaca dan dua bidang

9 of 24
lainnya vertikal di kiri dan kanan tubuh yaitu dari tulang rawan iga kedelapan hingga
ke pertengahan ligamentum inguinale. Regio abdomen tersebut adalah:

1. hypocondriaca dextra

2. epigastrica

3. hypocondriaca sinistra

4. lumbalis dextra

5. umbilical

6. lumbalis sinistra

7. inguinalis dextra

8. pubica/hipogastrica

9. inguinalis sinistra

Gambar 1. Pembagian anatomi abdomen berdasarkan lokasi organ yang ada di da-
lamnya

1. Hypocondriaca dextra meliputi organ : lobus kanan hati, kantung empedu, seba-
gian duodenum fleksura hepatik kolon, sebagian ginjal kanan dan kelenjar supra-
renal kanan.

10 of 24
2. Epigastrica meliputi organ: pilorus gaster, duodenum, pankreas dan sebagian dari
hepar.

3. Hypocondriaca sinistra meliputi organ: gaster, limpa, bagian kaudal pankreas,


fleksura lienalis kolon, bagian proksimal ginjal kiri dan kelenjar suprarenal kiri.

4. Lumbalis dextra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kanan, se-
bagian duodenum dan jejenum.

5. Umbilical meliputi organ: Omentum, mesenterium, bagian bawah duodenum, je-


jenum dan ileum.

6. Lumbalis sinistra meliputi organ: kolon ascenden, bagian distal ginjal kiri, seba-
gian jejenum dan ileum.

7. Inguinalis dextra meliputi organ: sekum, apendiks, bagian distal ileum dan ureter
kanan.

8. Pubica/Hipogastric meliputi organ: ileum, vesica urinaria dan uterus (pada ke-
hamilan).

9. Inguinalis sinistra meliputi organ: kolon sigmoid, ureter kiri dan ovarium kiri.

Dengan mengetahui proyeksi organ intra-abdomen tersebut, dapat mem-


prediksi organ mana yang kemungkinan mengalami cedera jika dalam pemeriksaan
fisik ditemukan kelainan pada daerah atau regio tersebut. Untuk kepentingan klinis
rongga abdomen dibagi menjadi tiga regio yaitu : rongga peritoneum, rongga retroper-
itoneum dan rongga pelvis. rongga pelvis sebenarnya terdiri dari bagian dari intraperi-
toneal dan sebagian retroperitoneal. Rongga peritoneal dibagi menjadi dua yaitu bagian
atas dan bawah. rongga peritoneal atas, yang ditutupi tulang tulang toraks, termasuk
diafragma, liver, lien, gaster dan kolon transversum. Area ini juga dinamakan sebagai
komponen torako-abdominal dari abdomen. Sedangkan rongga peritoneal bawah berisi
usus halus, sebagian kolon ascenden dan descenden, kolon sigmoid, caecum, dan organ
reproduksi pada wanita. Rongga retroperitoneal terdapat di abdomen bagian belakang,
berisi aorta abdominalis, vena cava inferior, sebagian besar duodenum, pancreas, ginjal,
dan ureter, permukaan paskaerior kolon ascenden dan descenden serta komponen ret-
roperitoneal dari rongga pelvis. Sedangkan rongga pelvis dikelilingi oleh tulang pelvis
yang pada dasarnya adalah bagian bawah dari rongga peritoneal dan retroperitoneal.

11 of 24
Berisi rektum, kandung kencing, pembuluh darah iliaka, dan organ reproduksi interna
pada wanita.

C. Fisiologi

Fisiologi sistem pencernaan atau sistem gastroinstestinal (mulai dari mulut


sampai anus) adalah sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima ma-
kanan, mencernanya menjadi zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam
aliran darah serta membuang bagian makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan
sisa proses tersebut dari tubuh. Anatomi dan fisiologi sistem pencernaan yaitu :

1. Mulut

Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air. Mulut
merupakan bagian awal dari sistem pencernaan lengkap dan jalan masuk untuk system
pencernaan yang berakhir di anus. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir.
Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
sederhana terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung, terdiri dari berbagai macam bau. Makanan dipotong-potong oleh
gigi depan (incisivus) dan di kunyah oleh gigi belakang (molar, geraham), menjadi ba-
gian-bagian kecil yang lebih mudah dicerna. Ludah dari kelenjar ludah akan mem-
bungkus bagian-bagian dari makanan tersebut dengan enzim-enzim pencernaan dan mu-
lai mencernanya. Ludah juga mengandung antibodi dan enzim (misalnya lisozim), yang
memecah protein dan menyerang bakteri secara langsung. Proses menelan dimulai secara
sadar dan berlanjut secara otomatis.

2. Tenggorokan (Faring)

Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Didalam


lengkung faring terdapat tonsil (amandel) yaitu kelenjar limfe yang banyak mengandung
kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini terletak bersimpan-
gan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga
hidung, didepan ruas tulang belakang keatas bagian depan berhubungan dengan rongga
hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan faring berhubungan dengan
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Faring terdiri dari
bagian superior yaitu bagian yang sama tinggi dengan hidung, bagian media yaitu bagian
yang sama tinggi dengan mulut dan bagian inferior yaitu bagian yang sama tinggi dengan

12 of 24
laring. Bagian superior disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang
menghubungkan tekak dengan ruang gendang telinga. Bagian media disebut orofaring,
bagian ini berbatas ke depan sampai di akar lidah. Bagian inferior disebut laringofaring
yang menghubungkan orofaring dengan laring.

3. Kerongkongan (Esofagus)

Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui


sewaktu makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan me-
lalui kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Esofagus bertemu dengan
faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi, esofagus dibagi menjadi tiga
bagian yaitu bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka), bagian tengah (campu-
ran otot rangka dan otot halus), serta bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus).

4. Lambung

Merupakan organ otot berongga yang besar, yang terdiri dari tiga bagian yaitu
kardia, fundus dan antrium. Lambung berfungsi sebagai gudang makanan, yang ber-
kontraksi secara ritmik untuk mencampur makanan dengan enzim-enzim. Sel-sel yang
melapisi lambung menghasilkan 3 zat penting yaitu lendir, asam klorida (HCL), dan
prekusor pepsin (enzim yang memecahkan protein). Lendir melindungi sel – sel lambung
dari kerusakan oleh asam lambung dan asam klorida menciptakan suasana yang sangat
asam, yang diperlukan oleh pepsin guna memecah protein. Keasaman lambung yang
tinggi juga berperan sebagai penghalang terhadap infeksi dengan cara membunuh
berbagai bakteri.

5. Usus halus (usus kecil)

Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus melepaskan
lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan
makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang menc-
erna protein, gula dan lemak. Lapisan usus halus terdiri dari lapisan mukosa (sebelah
dalam), lapisan otot melingkar, lapisan otot memanjang dan lapisan serosa. Usus halus
terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus kosong (jejunum), dan
usus penyerapan (ileum).

13 of 24
Usus Dua Belas Jari (Duodenum)

Usus dua belas jari atau duodenum adalah bagian dari usus halus yang ter-
letak setelah lambung dan menghubungkannya ke usus kosong (jejunum). Bagian usus
dua belas jari merupakan bagian terpendek dari usus halus, dimulai dari bulbo duodenale
dan berakhir di ligamentum treitz. Usus dua belas jari merupakan organ retroperitoneal,
yang tidak terbungkus seluruhnya oleh selaput peritoneum. pH usus dua belas jari yang
normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus dua belas jari terdapat dua muara salu-
ran yaitu dari pankreas dan kantung empedu. Lambung melepaskan makanan ke dalam
usus dua belas jari (duodenum), yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Ma-
kanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di
cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan mengirimkan sinyal kepada lambung
untuk berhenti mengalirkan makanan.

Usus Kosong (Jejenum)

Usus kosong atau jejunum adalah bagian kedua dari usus halus, di antara
usus dua belas jari (duodenum) dan usus penyerapan (ileum). Pada manusia dewasa, pan-
jang seluruh usus halus antara 2-8 meter, 1-2 meter adalah bagian usus kosong. Usus
kosong dan usus penyerapan digantungkan dalam tubuh dengan mesenterium. Per-
mukaan dalam usus kosong berupa membran mukus dan terdapat jonjot usus (vili), yang
memperluas permukaan dari usus.

Usus Penyerapan (Illeum)

Usus penyerapan atau ileum adalah bagian terakhir dari usus halus. Pada
sistem pencernaan manusia ileum memiliki panjang sekitar 2- 4 m dan terletak setelah
duodenum dan jejunum, dan dilanjutkan oleh usus buntu. Ileum memiliki pH antara 7
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam empedu.

6. Usus Besar (Kolon)

Usus besar atau kolon adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum.
Fungsi utama organ ini adalah menyerap air dari feses. Usus besar terdiri dari kolon
asendens (kanan), kolon transversum, kolon desendens (kiri), kolon sigmoid (berhub-
ungan dengan rektum). Banyaknya bakteri yang terdapat di dalam usus besar berfungsi
mencerna beberapa bahan dan membantu penyerapan zat-zat gizi. Bakteri di dalam usus

14 of 24
besar juga berfungsi membuat zat-zat penting, seperti vitamin K. Bakteri ini penting un-
tuk fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.

7. Rektum dan Anus

Rektum adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah
kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan
sementara feses. Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih
tinggi, yaitu pada kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam
rektum, maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf yang
menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak terjadi, sering kali
material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dil-
akukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan
feses akan terjadi. Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini,
tetapi bayi dan anak yang lebih muda mengalami kekurangan dalam pengendalian otot
yang penting untuk menunda BAB. Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan,
dimana bahan limbah keluar dari tubuh.

D. Etiologi

Invaginasi merupakan salah satu penyebab spesifik dari obstruksi usus. Ka-
sus ini seringkali terjadi pada anak-anak, jarang terjadi pada orang dewasa. Invaginasi
sering berhubungan dengan enteritis (yang disebabkan oleh parasitisme, infeksi virus
atau bakteri, perubahan diet, benda asing dan massa) atau penyakit sistemik walaupun
penyebab pada umumnya tidak diketahui. Faktor presipitasi invaginasi anak dapat berupa
infeksi virus atau pertumbuhan tumor intestinum.

E. Klasifikasi

Lokasi pada saluran cerna yang sering terjadi invaginasi merupakan segmen
yang bebas bergerak dalam retroperitoneal atau segmen yang mengalai adhesive. Invagi-
nasi diklasifikasikan 4 kategori berdasarkan lokasi terjadinya:

1. Entero-enterika : usus halus masuk ke dalam usus halus

15 of 24
2. Colo-kolika : kolon masuk ke dalam kolon

3. Ileo-kolika : ileum terminal yang masuk ke dalam kolon asendens

4. Ileo-sekal : ileum terminal masuk ke dalam sekum di mana lokus minor-


isnya adalah katup ileosekal

Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal yang masuk naik ke ko-


lon asendens dan mungkin terus sampai keluar rektum.

D. Patofisiologi

Invaginasi dideskripsikan sebagai prolaps internal usus proksimal dalam


leukan mesenterika dalam lumen usus distal. Kontraksi yang kuat pada bagian bawah
menyebabkan invaginasi dari bagian tersebut ke bagian yang berdekatan yang kon-
traksinya lemah. Regio dari traktus gastrointestinal yang menderita akan mengalami pe-
rubahan diameter anatomi (contoh :ileocolic atau gastroesophageal junction) yang akan
mengalami resiko tinggi. Hal ini dapat menyebabkan obstruksi pada pasase isi usus dan
menurunkan aliran darah kebagian usus yang mengalami invaginasi. Akhirnya dapat
mengakibatkan obstruksi usus dan peradangan mulai dari penebalan dinding usus hingga
iskemia dinding usus. Mesenterium usus proksimal tertarik ke dalam usus distal, terjepit
hingga menyebabkan obstruksi aliran vena, sehingga terjadi edema pada dinding usus.
Kejadian inilah yang akan menyebabkan feses berwarna kemerahan kibat darah bercam-
pur mucus (red current stool / strawbery jam). Jika reposisi invaginasi tidak dilakukan,
terjadi insufesiensi arteri yang akan menyebabkan iskemik dan nekrosis dinding usus
yang akan menyebabkan perdarahan, perforasi, dan peritonitis. Invaginasi baik pada ob-

16 of 24
struksi partial atau komplit dari traktus gastrointestinal dapat mengakibatkan hypovole-
mia dan dehidrasi. Perjalanan penyakit yang terus berlanjut dapat semain memburuk
hingga menyebabkan sepsis.

E. Manifestasi Klinik

Secara klinis perjalanan suatu invaginasi memperlihatkan gambaran


anak/bayi yang semula sehat dan biasanya dengan keadaan gizi yang baik, tiba-tiba me-
nangis kesakitan, terlihat kedua kakinya terangkat ke atas, penderita tampak seperti ke-
jang dan pucat menahan sakit, serangan nyeri perut seperti ini berlangsung dalam be-
berapa menit. Diluar serangan, anak bayi terlihat normal kembali. Pada saat itu sudah
terjadi invaginasi. Serangan nyeri perut datangnya berulang-ulang dengan jarak waktu 15
– 20 menit, lama serangan 2 – 3 menit. Pada umumnya selama perut itu diikuti dengan
muntah berisi cairan dan makanan yang ada di lambung, sesudah beberapa kali serangan
dan setiap kalinya memerlukan tenaga, maka di luar serangan si penderita t17erlihat lelah
dan lesu dan tertidur sampai datang serangan kembali.
Proses invaginasi pada awalnya belum terjadi gangguan pasase isi usus
secara total, anak masih dapat defekasi berupa feses biasa, kemudian feses bercampur
darah segar dan lendir, kemudian hanya berupa darah segar bercampur lendir tanpa feses.
Karena sumbatan belum total, perut belum kembung dan tidak tegang, dengan demikian

17 of 24
mudah teraba gumpalan usus yang terlibat invaginasi sebagai suatu massa tumor ber-
bentuk bujur di dalam perut di bagian kanan atas, kanan bawah, atas tengah atau kiri
bawah. Tumor lebih mudah teraba pada waktu peristaltik, perut bagian kanan bawah ter-
aba kosong, hal ini disebut Dance’s Sign. Hal ini diakibatkan sekum dan kolon naik ke
atas, mengikuti proses invaginasi.
Pembuluh darah mesenterium dari bagian yang terjepit mengakibatkan
gangguan venous return sehingga terjadi kongesti, oedem, hiperfungsi goblet sel serta
laserasi mukosausus, ini memperlihatkan gejala berak darah dan lendir, tanda ini baru
dijumpai sesudah 6 – 8 jam serangan sakit yang pertama kali, kadang – kadang sesudah
12 jam. Berak darah lendir ini bervariasi jumlahnya dari kasus ke kasus, ada juga yang
dijumpai hanya pada saat melakukan colok dubur. Sesudah 18 – 24 jam serangan sakit
yang pertama, usus yang tadinya tersumbat partial berubah menjadi sumbatan total, dii-
kuti proses pasien dijumpai dengan tanda – tanda obstruksi, seperti perut kembung
dengan gambaran peristaltik usus yang jelas, muntah warna hijau dan dehidrasi. Oleh
karena perutkembung maka massa tumor tidak dapat diraba lagi dan defekasi hanya
berupa darah danlendir. Apabila keadaan ini berlanjut terus akan dijumpai muntah, feses,
dengan demam tinggi, asidosis, toksis dan terganggunya aliran pembuluh darah arteri,
pada segmen yang terlibat menyebabkan nekrosis usus, ganggren, perforasi, peritonitis
umum, shock dan kematian.

F. Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosa invaginasi didasarkan pada anamnesis,


pemeriksaan fisik,laboratorium dan radiologi. Gejala klinis yang menonjol dari invagi-
nasi adalah suatu trias gejala yang terdiri dari :
1. Nyeri perut yang datangnya secara tiba – tiba, nyeri bersifat serangan –serangan,
nyeri menghilang selama 10 – 20 menit, kemudian timbul lagi serangan baru.

2. Teraba massa tumor di perut bentuk bujur pada bagian kanan atas, kanan bawah,
atastengah, kiri bawah atau kiri atas.

3. Buang air besar campur darah dan lendir.Serangan klasik terdiri atas nyeri perut,
gelisah waktu serangan kolik, biasanya keluar lendir campur darah (red currant jelly
/ strawberry stool) per anum yang berasal dari intususeptum yang tertekan, ter-
bendung, atau mungkin sudah mengalami strangulasi. Anak biasanya muntah

18 of 24
sewaktu serangan, dan pada pemeriksaan perut dapat teraba massa yang biasanya
memanjang dengan batas jelas seperti sosis.

Pada inspeksi, sukar sekali membedakan antara prolapsus rektum dan in-
vaginasi. Diagnosis dapat ditegakkan dengan pemeriksaan jari di sekitar penonjolan un-
tuk menentukan ada tidaknya celah terbuka. Selain itu, kadang dapat dilihat gambaran
usus / peristaltis usus pada dinding perut dan didapatkan distensi bila sudah terjadi ileus.
Pada Auskultasi didapatkan bising usus yang meningkat sehingga dapat terdengar metal-
lic sound.
Invaginasi dapat diduga atas pemeriksaan fisik, dan dipastikan dengan
pemeriksaan rontgen dengan pemberian enema barium. Pemeriksaan foto polos abdo-
men, dijumpai tanda obstruksi dan massa di kuadran tertentu dari abdomen menunjukkan
dugaan kuat suatu invaginasi. Selain itu, pada foto polos abdomen didapatkan distribusi
udara didalam usus tidak merata, usus terdesak ke kiri atas, bila telah lanjut terlihat tanda
– tanda obstruksi usus dengan gambaran ―air fluid level. Dapat terlihat ― free air ―
bilah terjadi perforasi. USG membantu menegakkan diagnosis invaginasi dengan gam-
baran target sign pada potongan melintang invaginasi dan pseudo kidney sign pada
potongan longitudinal invaginasi. Foto dengan pemberian barium enema dilakukan jika
pasien ditemukan dalam kondisi stabil, digunakan sebagai diagnostik ataupun terapeutik.
Sumbatan oleh invaginatum biasanya tampak jelas pada foto.
Kriteria diagnosis invaginasi akut:
1. Invaginasi definitif (pasti invaginasi)
• Kriteria bedah: ditemukannya invaginasi pada pembedahan
• Kriteria radiologi: adanya baik gas maupun cairan kontras pada enema pada usus
halus yang berinvaginasi, adanya massa intraabdominal yang dideteksi dengan
USG
• Kriteria autopsi: ditemukan invaginasi pada otopsi.
2. Mungkin invaginasi (probable)
• Memenuhi 2 kriteria mayor atau 1 kriteria mayor dan 3 kriteria minor 3.
3. Possible invaginasi
• Memenuhi paling sedikit 4 kriteria minor.
Kriteria mayor pada invaginasi yakni:
• Bukti adanya obstruksi saluran cerna :
• Riwayat muntah kehijauan

19 of 24
• Distensi abdomen dan tidak adanya bising usus atau bising usus abnormal
• Foto polos abdomen menunjukkan adanya level cairan dan dilatasi usus halus
Inspeksi:
a. Massa di abdomen
b. Massa di rectal
c. Prolapsus intestinal
• Foto polos abdomen, USG, CT menunjukkan invaginasi atau massa dari jaringan lunak.
• Gangguan vaskuler intestinal dan kongesti vena: a) Keluarnya darah per rectal; b)
Keluarnya feses yang berwarna red currant jelly; c) Adanya darah ketika pemeriksaan
rectum
Kriteria minor pada invaginasi yakni:
• < 1 tahun
• Laki-laki
• Nyeri perut
• Muntah
• Letargi
• Hangat
• Syok hipovolemik
• Foto polos abdomen menunjukkan pola gas usus yang abnormal
• Pemeriksaan darah rutin ditemukan peningkatan jumlah leukosit (leukosito-
sis>10.000/mm3)

G. Penatalaksanaan
1. Memperbaiki keadaan umum dengan resusitasi cairan dan elektrolit

2. Dekompresi, maksudnya menghilangkan peregangan usus dan muntah dengan


selang nasogastrik (NGT) dan pemberian antibiotik berspektrum luas.

3. Reposisi, bisa dilakukan dengan konservatif/non operatif dan operatif. Pengel-


olaan reposisi hidrostatik dapat sekaligus dikerjakan sewaktu diagnosis rontgen
tersebut ditegakkan. Metode ini dilakukan dengan cara memasukkan barium
melalui anus menggunakan kateter dengan menggunakan tekanan tertentu.
Syaratnya ialah keadaan umum mengizinkan, tidak ada tanda dan gejala rang-
sangan peritoneum, anak tidak toksik, dan tidak terdapat obstruktif tinggi.
Kontradiksi melakukan barium enema adalah adanya tanda obstruksi usus

20 of 24
yang jelas baik secara klinis maupun foto abdomen, dijumpai tanda-tanda per-
itonitis, gejala invaginasi, sudah lewat 24 jam, dijumpai tanda-tanda dehidrasi
berat dan usia penderita diatas 2 tahun. Tekanan hidrostatik tidak boleh
melewati satu meter air dan tidak boleh dilakukan pengurutan atau penekanan
manual di perut sewaktu dilakukan reposisi hidrostatik. Pengelolaan berhasil
jika barium kelihatan masuk ileum.

Hasil reposisi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak
menangis atau gelisah karena kesakitan, oleh karena itu pemberian sedatif sangat
membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin dimasukkan ke rektum dan difiksasi
dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari kontainer yang ter-
letak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat
floroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat diidentifikasi dan dibuat foto.
Meniskus sering dijumpai di kolon transversum dan bagian proksimal kolon
desendens. Bila kolom bubur barium bergerak maju menandai proses reposisi se-
dang berlanjut, tetapi bila bubur barium berhenti dapat diulangi 2-3 kali dengan
jarak waktu 3-5 menit. Reposisi dinyatakan gagal bila tekanan barium dipertahan-
kan selama 10-15 menit tetapi tidak didapati kemajuan. Antara percobaan reposisi
pertama, kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.

Reposisi barium enema akan dinyatakan berhasil bila:

a. Rektal tube bila ditarik dari anus maka bubur barium akan keluar dengan
disertai massa feses dan udara.

b. Pada fluroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian
usus halus, jadi adanya refluks ke dalam ileum.

c. Hilangnya massa tumor di abdomen.

d. Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta
nori test positif.

Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai
kekambuhan selama 36 jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada
beberapa hal antara lain, waktu sejak timbulnya gejala pertama, penyebab invagi-

21 of 24
nasi, jenis invaginasi dan teknik pelaksanaannya. Sebelum dilakukan tindakan re-
posisi, maka terhadap penderita: dipuaskan, resusitasi cairan, dekompresi dengan
pemasangan pipa lambung. Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus dan
hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit maka
saat ini antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol
dapat diberikan (1 mg/KgBB) untuk menghilangkan rasa sakit.

Reposisi pneumostatik dengan tekanan udara semakin sering


digunakan karena lebih aman dan hasilnya lebih baik daripada reposisi dengan
barium enema. Jika reposisi konservatif ini tidak berhasil, terpaksa diadakan repo-
sisi operatif.

Pasien dengan keadaan tidak stabil, didapatkan peningkatan suhu,


angka leukosit, mengalami gejala berkepanjangan atau ditemukan sudah lanjut
yang ditandai dengan distensi perut, feses berdarah, gangguan sisterna usus yang
berat sampai timbul syok atau peritonitis, pasien segera dipersiapkan untuk
operasi. Tindakan selama operasi tergantung dari penemuan keadaan usus, reposisi
manual harus dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung kepada ket-
erampilan operator. Sewaktu operasi akan dicoba reposisi manual dengan men-
dorong invaginasi dari oral kearah sudut ileosekal, dorongan dilakukan dengan
hati-hati tanpa tarikan dari bagian proksimal.

Reseksi usus dilakukan pada kasus yang tidak berhasil direposisi


dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau ditemukan kelainan patol-
ogis sebagai penyebab invaginasi. Terapi invaginasi pada orang dewasa adalah
pembedahan. Pada intususepsi yang mengenai kolon sangat besar kemungkinan
penyebabnya adalah keganasan. oleh karena itu, ahli bedah dianjurkan untuk
segera melakukan reseksi, tidak melakukan usaha reposisi. Pada intusepsi dari usus
halus harus dilakukan reposisi dengan hati-hati, tetapi jika ditemukan nekrosis,
perforasi dan edema, reposisi tidak perlu dilakukan dan reseksi segera dilakukan.
Pada kasus-kasus idiopatik, tidak ada yang perlu dilakukan selain reposisi.

H. Prognosis

Invaginasi yang tidak segera di tangani akan selalu berakibat fatal.


Angka rekurensi pasca reposisi intususepsi dengan enema barium adalah sekitar

22 of 24
10% dan dengan reposisi pasca bedah sekitar 2-5%; tidak pernah terjadi pasca
reseksi bedah. Mortalitas sangat rendah jika penanganan dilakukan dalam 24 jam
pertama dan meningkat dengan cepat setelah waktu tersebut, terutama setelah hari
kedua.

I. Komplikasi

Invaginasi dapat memutus suplai darah ke daerah usus yang terkena.


Jika tidak segera ditangani, kekurangan suplai darahdapat menyebabkan jaringan
dinding usus mati dan terjadi perforasi. Perforasi adalah salah satu komplikasi
serius yang diakibatkan adanya infeksi dan dapat terjadi peritonitis.

23 of 24
DAFTAR PUSTAKA

1. De Jong, dkk. 2011. Buku Ajar Ilmu Bedah edisi 3. Jakarta : EGC

2. Grace, A & Borley. At a glance Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Jakarta : Erlangga. 2007

3. Medscape Reference. Intussusception Clinical Presentation [updated December 20,


2018] Available from: https://emedicine.medscape.com/article/930708-clinical

4. Medscape Reference. Pediatric Intussusception Surgery Clinical Presentation [updated


July 18, 2019] Available from: https://emedicine.medscape.com/article/937730-clinical

5. Simultaneous intussusception associated with adenovirus infection in monozygotic


twins: A case report. [updated December, 2019] Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/31860977

24 of 24

Anda mungkin juga menyukai