SKENARIO 2 GGN Endo
SKENARIO 2 GGN Endo
B. Kata Sulit
Eksoftalmus
FT4
C. Kata Kunci
Rasa berdebar
Berat badan turun
Nafsu makan bertambah
Sering berkeringat
Eksoftalmus
D. Masalah Dasar
Seorang wanita 30 tahun datang dengan keluhan utama rasa berdebar, berat badan
menurun, nafsu makan bertambah, dan sering berkeringat.
E. Pertanyaan
1. Anamnesis
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Penunjang
4. Diagnosis Kerja
5. Diagnosis Banding
6. Epidemiologi
7. Etiologi dan Faktor Risiko
8. Patofisiologi
9. Patogenesis
10. Penatalaksanaan dan Edukasi
11. Komplikasi dan prognosis
F. Jawaban
1. Anamnesis
Dalam melakukan anamnesis, tanyakan hal-hal yang logik mengenai pasien,
dengarkan dengan baik apa yang dikatakan pasien serta tidak memotong pembicaraan
pasien bila tidak perlu. Anamnesis yang baik harus mengacu pada pertanyaan yang
sistematis, yaitu dengan berpedoman pada empat pokok pikiran (The fundamental
four) dan tujuh butir mutiara (the sacred seven). Empat pokok pikiran yaitu riwayat
penyakit sekarang (RPS), riwayat penyakit dahulu (RPD), riwayat kesehatan
keluarga, dan riwayat sosial dan ekonomi.
Riwayat penyakit sekarang meliputi keluhan utama dan anamnesis lanjutan. Pada
keluhan utama (chief complant) adalah keluhan yang dirasakan pasien sehingga
membawa pasien pergi ke dokter atau mencari pertolongan. Kemudian setelah
keluhan utama, dilanjutkan anamnesis secara sistematis dengan menggunakan tujuh
mutiara anamnesis, yaitu lokasi (dimana? Menyebar atau tidak?), onset/awitan dan
kronologis (kapan terjadinya? Berapa lama?), kuantitas keluhan (ringan atau berat,
seberapa sering terjadi?), kualitas keluhan (rasa seperti apa?), faktor-faktor yang
memperberat keluhan, faktor-faktor yang memperingan keluhan dan analisis sistem
yang menyertai keluhan utama.
Pada kasus ini, keluhan utama yang disampaikan oleh pasien adalah keluhan rasa
berdebar. Onsetnya sudah dirasakan sejak 2 bulan lalu serta pasien juga mengeluh
berat badannya turun sebanyak 8 kg sejak 2 bulan yang lalu dan nafsu makannya
bertambah. Hasil anamnesis menunjukkan bahwa pasien tidak bisa menahan suasana
panas dan sering berkeringat banyak. Anamnesis tambahan yang bisa ditanyakan
kepada pasien seperti, yaitu :
Berikut adalah tabel index diagnosis untuk tirotoksikosis yang dikutip dari Postgraduate
Medical Journal (July 1973) 49, 471 mengenai “The diagnosis of thyrotoxicosis”
2. Pemeriksaan Fisik
Pada kasus didapatkan :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 110x/m ireguler
Respirasi : 20x/m
Suhu : 36,9°C
Kemudia mata tampak eksoftalmus.
Pemeriksaan fisik tambahan :
Inspeksi :
o Penampilan umum klien: apakah tampak kelemahan berat, sedang dan
ringan
o Bentuk dan proporsi tubuh
o Pada wajah: fokuskan pada abnormalitas struktur, bentuk dan ekspresi
wajah seperti bentuk dahi, rahang dan bibir
o Pada mata: exopthalmus serta apakah ekspresi wajah datar atau tumpul
Palpasi : untuk meraba ukuran dan konsistensinya
o Pada kondisi normal: kelenjar tiroid tidak teraba
Auskultasi :
o Pada daerah leher diatas tiroid dapat terdengar bunyi bruit
o Bruit adalah bunyi yang dihasilkan oleh karena turbulensi pada
pembuluh darah tiroidea.
o Normal: bunyi ini tidak terdengar.
o Dapat terdengar bila terjadi peningkatan sirkulasi darah ke kelenjar
tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid
3. Pemeriksaan Penunjang
Tes Fungsi Hormon status fungsional kelenjar tiroid dapat dipastikan dengan
perantara tes-tes fungsi tiroid untuk mendiagnosis penyakit tiroid diantaranya
kadar total tiroksin dan triyodotiroin serum diukur dengan radioligand assay.
Tiroksin bebas serum mengukur kadar tiroksin dalam sirkulasi yang secara
metabolic aktif. Kaddar TSH plasma dapat diukur dengan assay
radioimunometrik.
Untuk dapat memahami hasil-hasil laboratorium pada penyakit Grave
dan hipertiroid umumnya,perlu mengetahui mekanisme umpan balik pada
hubungan (axis) antara kelenjar hipofisis dan kelenjar tiroid. Dalam keadaan
normal,kadar tiroid perifer,seperti L-tiroksin (T-4) dan tri-iodo-tironin (T-3)
berad dalam keseimbangan dengan thyrotropin stimulating hormone (TSH).
Artinya,bila T3 dan T4 rendah,maka produksi TSH akan meningkatkan dan
sebaliknya ketika kadar hormone tiroid tinggi,maka produksi TSH akan
menurun.
Foto Rontgen Leher Pemeriksaan ini dimaksudkan untuk melihat struma telah
menekan atau menyumbat trakea (jalan nafas).
USG Alat ini akan ditempelkan di depan leher dan gambaran gondok aakan
tampak di layar TV. USG dapat memperlihatkan ukuran gondok dan
kemungkinan adanya kista/nodul yang mungkin tidak terdeteksi waktu
pemeriksaan leher. Kelainan-kelainan yang dapat didiagnosis dengan USG
anatar lain kista,adenoma,dan kemungkinan karsinoma.
Biopsy aspirasi jarum halus Dilakukan khusus pada keadaan yang
mencurigakan suatu keganasan. Biopsi aspirasi jarum tidak nyeri,hampir tidak
menyebabkan bahaya penyebaran sel-sel ganas. Kerugian pemeriksaan ini
dapat memberikan hasil negative palsu karena lokasi biopsy kurang tepat.
Selain itu teknik biopsi kurang benar dan pembuatan preparat yang kurang
baik atau positif palsu karena salah intrepertasi olah ahli sitologi.
4. Diagnosis Utama
Temuan Klinis pada hipertiroidisme
Gejala
o Kewaspadaan;labilitas emosi; gelisah, iritabilitas
o Konsentrasi menurun
o Otot melemah, mudah lelah
o Palpitasi
o Nafsu makan meningkat, berat badan menurun
o Hiperdefekasi (peningkatan frekuensi buang air besar)
o Intoleransi panas
Tanda
o Hiperkinesia, berbicara cepat
o Kelemahan otot proksimal (kuadriseps, tremor halus
o Kulit halus, lembab; rambut bertambah; onikolisis
o Lid lag, mata terbelakak, kemosis, edema periorbita, proptosis
o Bunyi jantung pertama menguat, takikardia, fibrilasi atrium (resisten
terhadap digitalis), tekanan nadi melebar, dispnea
Temuan laboratorium
o Kadar TSH serum menurun
o Peningkatan tiroksin bebas dalam serum, peningkatan T4 total serum,
peningkatan ambilan T3 resin, peningkatan indeks tiroksin bebas
o Peningkatan penyerapan radioiodin oleh kelenjar tiroid (beberapa kausa)
o Peningkatan laju metabolik basal (BMR)
o Penurunan kadar kolesterol serum
Pada sebagian besar pasien, kelenjar tiroid membesar, tetapi hipertiroid pada
penyakit Graves dapat juga ditemukan kelenjar tiroid yang normal. Pembesaran kelenjar
biasanya simetris. Permukaannya umumnya halus tetapi dapat terasa berlobus. Pada
beberapa kasus, thrill dapat teraba, biasanya pada bagian bawah atau atas kelenjar dimana
arteri superior dan inferior tiroid memasuki tiroid dan thrill dapat juga disertai dengan
bruit. Walaupun begitu, bruit yang muncul saat sistol, dapat sulit terdengar jika pasien
dengan takikardia. ₂
Retraksi pada kelopak mata menimbulkan perlebaran fisura palpebra sehingga
sklera tampak keluar di atas batas superior dari limbus. Gejala dan tanda inflamasi pada
penyakit Graves yang nyata antara lain iritasi pada mata, yang menyerupai rasa benda asing
pada mata, dan mata berair yang biasanya memburuk jika terpapar angin dan udara. Pada
penyakit Graves yang aktif, konjungtiva dan kelopak mata umumnya bengkak, dan pasien
mungkin komplain mengenai nyeri saat mata bergerak. Eksoftalmos (proptosis), biasanya
tidak simetris dan terasa seperti ada tekanan pada bagian belakang bola mata. Saat
eksoftalmus, mata tidak dapat menutup saat tidur disebut lagophthalmos, yang dapat
menyebabkan kekeringan kornea. Pada beberapa kasus, kornea dapat terjadi infeksi. Pada
oftalmopati penyakit Graves yang parah, tekanan pada nervus opticus atau keratitis akibta
terpajannya kornea dapat menyebabkan kebutaan. ₂
Dermopati terjadi kurang dari 5% pasien dengan penyakit Graves dan hampir selalu
disertai dengan orbitopati, biasanyamerupakan manifestasi penyakit Graves tahap lanjut.
Lesi-lesi tersebut menyebabkan hiperpigmentasi dan edema non-pitting pada daerah kulit
kaki, biasanya pada bagian pretibial dan dorsa pada kaki, kadang-kadang membentuk nodul
atau plak. Clubbing pada jari dapat ditemukan pada pasien dengan penyakit Graves yang
sudah lama. ₂
Peningkatan efek katekolamin pada hipertiroidisme mungkin memiliki sebab
multifaktor. Hormon tiroid meningkatan reseptor beta-adrenergik di banyak jaringan,
termasuk otot jantung, otot rangka, jaringan adiposa dan limfosit. Hormon ini juga
mengurangi reseptor alfa-adrenergik di otot jantung dan mungkin memperkuat kerja
katekolamin di tempat pascareseptor. Karena itu, tirotoksikosis ditandai oleh peningkatan
sentivitas metabolik dan hemodinamik jaringan terhadap katekolamin. Namun, kadar
katekolamin darah normal.₁
Pada hipertiroidisme, curah jantung meningkat akibat meningkatnya frekuensi
denyut dan kontraktilitas jantung serta berkurangnya resistensi vaskular perifer. Pada
keadaan hipertiroid, tekanan nadi meningkat dan waktu sirkulasi memendek. Takikardia,
biasanya supraventrikuler, sering dijumpai dan diduga berkaitan dengan efe langsung
hormon tiroid terhadap sistem hantaran jantung. Fibrilasi atrium dapat terjadi, terutama
pada pasien berusia lanjut. Pasien dengan hipertiroidisme dapat mengalami gagal jantung
akut akibat disfungsi ventrikel kiri disertai kelainan gerakan dinding segmental.
Hiipertiroidisme kronik dapat menyebabkan kardiomegali dan gagal jantung kongestif.
Murmur sering terdengar dan dapat timbul bunyi ekstrakardiak yang dihasilkan oleh
jantung yang hiperdinamis. ₁
Kelebihan hormon tiroid menyebabkan produksi panas yang berlebihan sehingga suhu
tubuh sedikit meningkat dan mekanisme-mekanisme pembuangan panas menjadi aktif
termasuk vasodilatasi kulit dan penurunan resistensi vaskular perifer serta peningkatan
sekresi keringat. Peningkatan laju metabolik basal menyebabkan penurunan berat badan
khususnya pada pasien lanjut usia dengan nafsu makan yang rendah. Pada pasien yang
lebih muda, asupan makanannya biasanya meningkat, dan sebagian pasien tampaknya
mengalami peningkatan nafsu makan yang berlebihan. ₁
Kadar TSH berada di bawah kadar normal. Kadar serum T4, T3, T4 bebas, dan T3
bebas biasanya meningkat. Pada beberapa pasien, kadar T3 dapat lebih tinggi dari T4.
Antibodi antitiroid, termasuk antibodi tiroid peroksidase, dapat muncul. Hampir semua
pasien dengan penyakit Graves yang baru terdiagnosis mempunyai TSH-R Ab; metode
yang digunakan untuk mengetahui TSH-R Ab adalah dengan thyroid-stimulating
immunoglobulin atau thyrotropin-binding inhibitory immunoglobulin. Perhitungan
thyroid-stimulating immunoglobulin atau thyrotropin-binding inhibitory immunoglobulin
berguna dalam mengkonfirmasi diagnosis penyakit Graves.
5. Diagnosis Banding
Diagnosis Banding
1) Adenoma Toksik
Nodul kecil jinak (benigna) dalam kelenjar tiroid yang menyekresi hormone tiroid,
merupakan penyebab hipertiroidisme kedua paling sering. Penyebab adenoma
toksik tidak diketahui, insidennya paling tinggi pada lanjut usia. Efek klinis yang
ditimbulkan pada dasarnya serupa dengan efek klinik penyakit Graves, kecuali
adenoma toksik tidak menimbulkan oftalmopati, miksedema pretibial, ataupun
acropachy. Keberadaan ademoa dipastikan dengan pemeriksaan uptake I131 dan
scan kelenjar tiroid, yang memperlihatkan nodul hiperfungsional yang tunggal dan
menekan bagian kelenjar yang lain. Penanganannya meliputi terapi dengan I131 atau
pembedahan untuk mengangkat adenoma setelah obat-obat antitiroid menghasilakn
keadaan eutiroid.
2) Tirotoksikosis Faktisia
Terjadi karena pemakaian hormone tiroid yang menahun untuk mensupresi
tirotropin pada karsinoma tiroid, atau karena penyalahgunaan hormone tiroid oleh
mereka yang mencoba menurunkan berat badan.
3) Karsinoma Tiroid Fungsional Metastatik
Merupakan penyakit langka yang menyebabkan produksi berlebihan hormone
tiroid.
4) Tiroiditis Subakut
Merupakan inflamasi granulomatosa yang disebabkan oleh virus pada kelenjar
tiroid dengan cara menimbulkan hipertiroidisme sepintas yang disertai demam,
nyeri, faringitis, dan nyeri tekan pada kelenjar tiroid.
5) Silent Thyroiditis
Merupakan bentuk hipertiroidisme yang bersifat sepintas dan sembuh sendiri dan
disertai gambaran histologi tiroiditis namun tanpa gejala inflamasi.
6. Epidemiologi
Hasil pemeriksaan TSH pada Riskesda 2007 mendapatkan 12,8% laki-laki
dan 14,7% perempuan memiliki kadar TSH rendah yang menunjukkan kecurigaan
adanya hipertiroid. Namun menurut hasil Riskesdas 2013, hanya terdapat 0,4%
penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun atau lebih yang berdasarkan wawancara
mengakui terdiagnosis hipertiroid. Meskipun secara persentase kecil, namun secara
kuantitas cukup besar. Jika pada tahun 2013 jumlah penduduk usia 15 tahun atau
lebih sebanyak 176.689.336 jiwa, maka terdapat lebih dari 700.000 orang
terdiagnosis hipertiroid, dengan rincian masing-masing provinsi dapat dilihat pada
tabel dibawah ini.
Tabel diatas menunjukkan prevalensi penduduk yang terdiagnosis
hipertiroid lebih tinggi pada perempuan (0,6%), usia lebih tua (45 tahun),
pendidikan tinggi (D1-D3/PT), tidak bekerja dan bekerja sebagai pegawai, tinggal
di perkotaan, indeks kepemilikan menengah atas dan teratas. Factor social ekonomi
mungkin mempengaruhi tingginya kesadaran dan akses untuk memeriksakan diri
ketika merasakan adanya gejala.
7. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit grave disebabkan karena kondisi autoimun. Belum ada teori yang
secara jelas dapat menjelaskan terjadinya autoimun ini.
Faktor risiko penyakit grave, antara lain:
8. Patofisiologi
Hipertiroid adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan produksi hormone
tiroid yang berlebih. Karena itu, setiap fungsi dari tubuh akan bekerja lebih cepat
dan terjadi peningkatan metabolisme.
Pada hipertiroid konsentrasi TSH plasma menurun karena ada sesuatu yang
menyerupai TSH, yaitu bahan-bahan antibodi immunoglobulin yang disebut TSI
yang berikatan dengan reseptor membran yang sama dengan yang mengikat TSH.
Bahan-bahan tersebut merangsang aktivasi camp dalam sel, lalu hasil akhirnya
hipertiroidisme. Karena itu pada pasien hipertiroid konsentrasi TSH menurun dan
Konsentrasi TSI meningkat.
Graves disease salah satu penyebab umum hipertiroidisme. Grave disease
merupakan penyakit autoimun karena sistem kekebalan tubuh yang seharusnya
melindungi tubuh malah meyerang kelenjar tiroid. Pada penyakit grave disease
ditandai oleh produksi autoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar
tiroid.
Pada keluhan pasien tidak tahan suasana panas termasuk akibat dari sifat
hormone tiroid yang kalorigenik, karena peningkatan laju metabolisme tubuh diatas
normal
Pada mata tampak eksoftalmus merupakan reaksi inflamasi autoimun yang
mengenai daerah jaringan periorbital dan otot-otot ekstraokuler akibatnya bola
mata terdesak keluar
Pada keluhan rasa berdebar dan denyut nadi takikardi dikarenakan produksi
T4 dan T3 yang tingggi dari stimulasi TSH-R antibodi yang berinteraksi dengan
reseptor TSH di membrane epitel folikel tiroid mengakibatkan peningkatan
aktivitas saraf simpatis tubuh. Salah satunya saraf simpatis pada jantung, impuls
listrik dari nodus SA meningkat, lalu kontraksi jantung meningkat mengakibatkan
fraksi ejeksi darah dari ventrikel berkurang dan meningkatkan tekanan darah dan
denyut nadi.
9. Patogenesis
Penyakit Graves adalah hipertiroidisme autoimun. Kombinasi dari faktor
genetik, termasuk HLA-DR dan polimorfosme CTLA-4, dan faktor lingkungan
berkontribusi terhadap kejadian penyakit Graves. Concordance penyakit Graves
ditemukan pada kembar monozigotik (20-30%), sedangkan <5% pada kembar
monozigotik. Stress merupakan faktor lingkungan yang penting, diperkirakan efek
neuroendokrin pada sistem imun. Merokok adalah faktor risiko minor untuk
penyakit Graves dan faktor risiko mayor untuk perkembangan oftalmopati.
Dalam prosesnya, sebagian bentuk TBII bekerja mirip TSH sehingga terjadi
stimulasi aktivitas sel tiroid, sementara bentuk yang lain menghambat fungsi sel
tiroid. Dapat ditemukan bersamaan imunoglobulin yang merangsang dan
menghambat dalam serum pasien yang sama, sehingga sebagian pasien dengan
penyakit Graves dapat mengalami episode hipotirodisme.
Tujuan terapi baik dengan penggunaan obat anti tiroid, iodine radioaktif
maupun tiroidektomi adalah menurunkan kadar hormon tiroid pasien ke level
normal serta mencapai kondisi remisi. Kondisi remisi pada pasien hipertiroid
dapat tercapai apabila kadar hormon tiroid pasien dapat dijaga pada rentang
euthyroid (Laurberg, 2006). Tata laksana terapi yang dapat digunakan untuk
mengobati pasien hipertiroidisme adalah sebagai berikut:
a) Propylthiouracil
Propylthiouracil atau biasa disingkat PTU merupakan obat antitiroid
golongan thionamide yang tersedia dalam sediaan generik di Indonesia. Obat ini
bekerja dengan cara menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah
pengikatan iodine ke thyroglobulin sehingga mencegah produksi hormon tiroid.
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo edisi III, dosis awal
propylthiouracil adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4 – 8 minggu dosis
diturunkan menjadi 50 – 200 mg sekali atau dua kali dalam sehari (Anonim,
2008).
Propylthiouracil yang digunakan secara per oral hampir sepenuhnya
terabsorpsi di saluran gastrointestinal. Karena durasi kerjanya yang hanya 12 – 24
jam maka PTU harus digunakan beberapa kali sehari (multiple dose). Hal ini
menjadi salah satu alasan obat ini mulai ditinggalkan karena berkaitan dengan
kepatuhan pasien (Bartalena, 2011; Fumarola et al, 2010).
b) Methimazole
Methimazole atau biasa disingkat MMI merupakan obat anti tiroid
golongan thionamide yang menjadi lini pertama pengobatan hipertiroidisme.
Mekanisme kerja methimazole dalam mengobati hipertiroidisme sama seperti
propylthiouracil yaitu menghambat kerja enzim thyroid peroxidase dan mencegah
pembentukan hormon tiroid. Namun methimazole tidak memiliki efek mencegah
konversi T4 ke T3 (Nayak dan Burman, 2006).
Obat ini digunakan secara per oral dan hampir terabsorpsi sempurna di
saluran cerna. Karena durasi aksinya yang panjang, sekitar 40 jam, maka MMI
cukup digunakan satu kali sehari (single dose).
Menurut Pedoman Diagnosis dan Terapi RSUD Dr. Soetomo Edisi III,
dosis awal methimazole dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1 – 2 bulan dan
selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5 – 20 mg setiap pagi (Anonim, 2008).
Methimazole merupakan lini pertama pengobatan hipertiroidisme karena efek
samping yang relatif lebih rendah dari propylthiouracil, faktor kepatuhan pasien,
serta efektivitas yang lebih baik dibandingkan propylthiouracil
b. Beta Blocker
Penyekat beta seperti propranolol diberikan bersamaan dengan obat-obat
antitiroid. Karena manifestasi klinis hipertiroidisme adalah akibat dari
pengaktifan simpatis yang dirangsang oleh hormon tiroid, maka manifestasi klinis
tersebut akan berkurang dengan pemberian penyekat beta; penyekat beta
manurunkan takikardia, kegelisahan dan berkeringat yang berlebihan. Propranolol
juga menghambat perubahan tiroksin perifer menjadi triiodotironin.
c. Iodine Radioaktif
Pengobatan hipertiroidisme dengan iodine radioaktif atau RAI menjadi
pilihan utama dokter di Amerika Serikat. Pada metode ini digunakan isotop
iodine, yang paling umum digunakan adalah131I. Di dalam tubuh RAI akan di-
uptake oleh kelenjar tiroid seperti iodine biasa, kemudian di dalam kelenjar tiroid
RAI beraksi dengan cara mencegah sintesis hormon tiroid sehingga dapat
menurunkan kadar hormon tiroid yang berlebihan. RAI dikontraindikasikan bagi
pasien yang hamil, menyusui, kanker tiroid dan merencanakan kehamilan 4 – 6
bulan setelah terapi (Bahn et al, 2011; Baskin et al 2002).
Efek samping pada pengobatan hipertiroidisme dengan RAI diantaranya
adalah memburuknya gejala Graves’ ophtalmopathy dan peningkatan kadar
hormon tiroid akut. Sehingga pada pasien dengan hipertiroidisme dengan kadar T4
bebas yang tinggi, pasien berusia lanjut, atau pada pasien dengan risiko
komplikasi hipertiroidisme perlu diberikan obat anti tiroid hingga mencapai
kondisi euthyroid (Baskin et al, 2002).
Menurut Walter et al (2007), pasien yang menggunakan obat anti tiroid
seminggu sebelum maupun setelah pengobatan dengan iodine radioaktif memiliki
tingkat kegagalan yang lebih tinggi. Sehingga obat anti tiroid harus dihentikan 2
minggu sebelum pemberian RAI (Ghandour dan Reust, 2011). Kondisi euthyroid
umumnya dapat tercapai tiga hingga enam bulan pasca penggunaan RAI.
c. Tiroidektomi
Tiroidektomi merupakan prosedur pembedahan pada kelenjar
tiroid.Metode terapi ini merupakan pilihan bagi pasien yang kontraindikasi atau
menolak pengobatan dengan obat anti tiroid dan iodine radioaktif.
Secara umum prosedur tiroidektomi dapat dibedakan menjadi dua metode berikut.
1) Tiroidektomi total
Pada prosedur ini dilakukan pengangkatan seluruh bagian kelenjar tiroid. Dengan
tidak adanya kelenjar tiroid yang memproduksi hormon tiroid, pasien perlu
mengonsumsi pengganti hormon tiroid oral seumur hidup.
2) Tiroidektomi sub-total
Pada prosedur ini hanya dilakukan pengangkatan sebagian kelenjar tiroid
sehingga pasien tidak perlu mengonsumsi hormon tiroid karena kelenjar tiroid
yang tersisa masih dapat memproduksi hormon tiroid.
Salah satu efek samping yang dapat muncul akibat pembedahan ini adalah
hipoparatioroidisme. Hipoparatiroidisme merupakan kondisi dimana hormon
paratiroid tubuh kurang dari normal, manifestasi klinik yang muncul berupa
hipokalsemia dan hiperfosfatemia. Secara anatomis kelenjar tiroid dan paratiroid
terletak berdekatan, sehingga pada prosedur tiroidektomi kelenjar paratiroid dapat
ikut terganggu dan menyebabkan hipoparatiroidisme setelah tiroidektomi.
Hipoparatiroidisme pada pasien tiroidektomi dapat bersifat sementara maupun
permanen.