Anda di halaman 1dari 16

A.

RISIKO BAHAYA DI RUMAH SAKIT

Risiko bahaya di rumah sakit tidak semuanya akan nampak kalau kita tidak dapat
mengenalinya, terutama risiko bahaya biologi, karena keberadaan micro organisme
patogen tidaklah nampak seperti risiko bahaya fisik atau kimia. Akan tetapi dampak dari
risiko bahaya biologi di rumah sakit jika tidak dikendalikan, maka dapat berdampak
serius baik terhadap kesehatan maupun terhadap keselamatan pekerja dan pengunjung
serta masyarakat disekitar rumah sakit.
Secara umum risiko bahaya di rumah sakit dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok
sebagai berikut :
1. Risiko Bahaya Fisik
Risiko bahaya fisik dikelompokkan lagi dalam 7 risiko bahaya fisik antara lain:
a. Risiko bahaya mekanik
Resiko bahaya ini dapat dikelompokkan dalam 5 kelompok yaitu:
1) Benda-benda lancip, tajam dan panas dengan risiko bahaya tertusuk,
terpotong, tergores, dan lain-lain. Risiko bahaya ini termasuk salah satu yang
paling sering menimbulkan kecelakaan kerja yaitu tertusuk jarum suntik /
jarum jahit bekas pasien. Risiko bahaya ini sebenarnya bukan hanya risiko
bahaya fisik karena dimungkinkan jarum bekas yang menusuk tersebut
terkontaminasi dengan kuman dari pasien. Mengingat bahaya akibat tertular
penyakit tersebut cukup besar, maka harus ada prosedur tindak lanjut paska
tertusuk jarum yang akan dibahas dibagian lain dalam pelatihan ini.
2) Benda-benda bergerak yang dapat membentur. Seperti kita ketahui di
rumah sakit banyak digunakan kereta dorong untuk mengangkut pasien dan
barang-barang logistik. Risiko yang dapat muncul adalah pasien jatuh dari
brankart/ tempat tidur, terjepit / tertabrak kereta dorong, dan lain-lain.
3) Risiko terjepit, tertimbun dan tenggelam. Risiko ini dapat terjadi dimana
saja meskiput kejadiannya tidak terlalu sering. Hal-hal yang perlu diperhatikan
terutama di ruang perawatan anak dan ruang perawatan jiwa. Pastikan tidak ada
pintu, jendela atau fasilitas lain yang memiliki resiko untuk terjepit/tenggelam
tersebut.
4) Risiko jatuh dari ketinggian yang sama; terpeleset, tersandung, dan lain-
lain. Resiko ini terutama pada lantai-lantai yang miring baik di koridor, ramp
atau batas lantai dengan halaman. Pastikan area yang beresiko licin sudah
ditandai dan jika perlu pasanglah handriil atau pemasangan alat lantai anti licin
serta rambu peringatan “awas licin”.
5) Jatuh dari ketinggian berbeda. Risiko ini pada ruang perawatan anak dan
jiwa. Selain itu perlu diperhatikan pada pekerjaan konstruksi bangunan atau
pembersihan kaca pada posisi yang cukup tinggi. Jika pekerjaan dilakukan pada
ketinggian lebih dari 2 meter sebaiknya pekerja tersebut menggunakan abuk
keselamatan. Pada ruang perawatan anak dan jiwa yang terletak di lantai atas
pastikan jendela yang ada sudah terpasang teralis pengaman dan anak-anak
selalu dalam pengawasan orang dewasa saat bermain.
b. Risiko Bahaya Radiasi
Risiko bahaya radiasi dapat dibedakan menjadi:
1) Bahaya radiasi pengion adalah radiasi elektromagnetik atau partikel yang
mampu menghasilkan ion langsung atau tidak langsung. Contoh di rumah sakit:
di unit radiodiagnostik, radiotherapi dan kedokteran nuklir.
2) Bahaya radiasi non pengion adalah Radiasi elektromagnetik dengan energi
yang tidak cukup untuk ionisasi, misal radiasi infra merah atau radiasi
gelombang mikro.
Pengendalian risiko bahaya radiasi dilakukan untuk pekerja radiasi, peserta
didik, pengunjung dan pasien hamil. Pekerja radiasi harus sudah mendapatkan
informasi tentang resiko bahaya radiasi dan cara pengendaliannya. Selain APD
yang baik, monitoring tingkat paparan radiasi dan kepatuhan petugas dalam
pengendalian bahaya radiasi merupakan hal yang penting. Sebagai indikator
tingkat paparan, semua pekerja radiasi harus memakai personal dosimetri untuk
mengukur tingkat paparan radiasi yang sudah diterima sehingga dapat dipantau
dan tingkat paparan tidak boleh melebihi ambang batas yang diijinkan. Untuk
pengunjung dan pasien hamil hendaknya setiap ruang pemerikasaan atau therapy
radiasi terpasang rambu peringatan “Awas bahaya radiasi, bila hamil harus
melapor kepada petugas”.
c. Risiko bahaya akibat kebisingan adalah kebisingan akibat alat kerja atau
lingkungan kerja yang melebihi ambang batas tertentu. Risiko ini mungkin berada
di ruang boiler, generator listrik, dan peralatan yang menggunakan alat-alat cukup
besar dimana tingkat kebisingannya tidak dipantau dan dikendalikan. Berdasar
peraturan menteri kesehatan RI no 1204 tahun 2004 tentang pengendalian
lingkungan fisik di rumah sakit, seluruh area pelayanan pasien harus dipantau dan
dikendalikan tingkat kebisingannya minimal 3 bulan sekali. Di rumah sakit
pemantauan ini sudah dilakukan oleh ISLRS dan hasil temuan yang tidak
memenuhi persyaratan di analisa dan dikendalikan bersama IPSRS dan Unit K3
serta dilaporkan kepada Manajemen rumah sakit.

d. Risiko bahaya akibat pencahayaan adalah pencahayaan pada lingkungan kerja


yang kurang atau berlebih. Tingkat pencahayaan diseluruh area rumah sakit juga
telah dipantau dan dilaporkan seperti risiko bahaya kebisingan tersebut. Hal yang
harus diperhatikan adalah jika terjadi kerusakan lampu, pastikan lampu pengganti
setara tingkat pencahayaannya dengan lampu sebelumnya, sehingga tidak terjadi
perubahan dalam tingkat pencahayaan pada area tersebut.

e. Risiko bahaya listrik adalah bahaya dari konsleting listrik dan kesetrum arus
listrik. Pengendalian yang telah dilakukan adalah melakukan preventif maintenance
seluruh peralatan elektrik yang dilakukan oleh IPSRS. Kalibrasi peralatan medis
dan penggantian peralatan yang telah out off date. Untuk mencegah bahaya
kebakaran akibat peralatan listrik yang dibawa peserta didik dan keluarga pasien
dilakukan sosialisasi kepada seluruh peserta didik pada saat orientasi dan untuk
keluarga pasien informasi diberikan pada saat pasien masuk rumah sakit khususnya
pasien rawat inap.

f. Risiko bahaya akibat iklim kerja adalah berupa suhu ruangan dan tingkat
kelembaban. Jika suhu dan kelembaban di rumah sakit tidak dikendalikan dapat
mempengaruhi lingkungan kerja dan kualitas hasil kerja. Pemantauan secara
berkala telah dilakukan oleh ISLRS dan jika ditemukan kondisi tidak memenuhi
peresyaratan akan dilakukan pengendalian oleh IPSRS, PPI, Unit K3RS dan ISLRS
yang dipimpin oleh Direktur Umum dan Operasional.

g. Risiko bahaya akibat getaran adalah risiko yang tidak banyak ditemukan di
rumah sakit tetapi mungkin masih ada terutama pada kedokteran gigi yang
menggunakan bor dengan motor listrik dan pada bagian housekeeping / rumah
tangga yang menggunakan mesin pemotong rumput (bagian taman).
2. Risiko Bahaya Biologi
a. Risiko dari kuman-kuman patogen dari pasien (nosokomial). Resiko ini di rumah
sakit sudah dikendalikan oleh bagian Petugas Pemantau Infeksi Rumah Sakit
(PPIRS) berkoordinasi dengan Unit K3, Instalasi Sanitasi Lingkungan RS (ISLRS)
dan Satuan kerja pemberi pelayanan langsung kepada pasien.
b. Risiko dari binatang (tikus, kecoa, lalat, kucing, dan lain-lain). Resiko ini
dikendalikan oleh ISLRS dan harus didukung dengan housekeeping yang baik dari
seluruh karyawan dan penghuni rumah sakit.
3. Risiko Bahaya Kimia
Risiko dari bahan kimia yang digunakan dalam proses produksi yang meliputi:
a. Desinfektan yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk dekontaminasi lingkungan
dan peralatan di rumah sakit seperti; mengepel lantai, desinfeksi peralatan dan
permukaan peralatan dan ruangan, dan lain-lain.
b. Antiseptik yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk cuci tangan dan mencuci
permukaan kulit pasien seperti alkohol, iodine povidone, dan lain-lain.
c. Detergen yaitu bahan-bahan yang digunakan untuk mencuci linen dan peralatan
lainnya.
d. Reagen yaitu zat atau bahan yang dipergunakan untuk melakukan pemeriksaan
laboratorium klinik dan patologi anatomi.
e. Obat-obat sitotoksik yaitu obat-obatan yang dipergunakan untuk pengobatan
pasien.
f. Gas medis yaitu gas yang dipergunakan untuk pengobatan dan bahan penunjang
pengobatan pasien seperti oksigen, karbon dioxide, nitrogen, nitrit oxide, nitrous
oxide, dan lain-lain.
Pengendalian bahan kimia dilakukan oleh Unit K3RS berkoordinasi dengan seluruh
satuan kerja. Hal-hal yang perludiperhatikan adalah pengadaan B3, penyimpanan,
pelabelan, pengemasan ulang /repacking, pemanfaatan dan pembuangan limbahnya.
Pengadaan bahan beracun dan berbahaya harus sesuai dengan peraturan yang berlaku
di Indonesia. Penyedia B3 wajib menyertakan Lembar Data Keselamatan Bahan
(Material Safety Data Sheet / MSDS), petugas yang mengelola harus sudah
mendapatkan pelatihan pengelolaan B3, serta mempunyai prosedur penanganan
tumpahan B3.
Penyimpanan B3 harus terpisah dengan bahan bukan B3, diletakkan diatas palet atau
didalam lemari B3, memiliki daftar B3 yang disimpan, tersedia MSDS, safety shower,
APD sesuai resiko bahaya dan Spill Kit untuk menangani tumpahan B3 serta tersedia
prosedur penanganan Kecelakaan Kerja akibat B3.
Pelabelan dan pengemasan ulang harus dilakukan oleh satruan kerja yang kompeten
untuk memjamin kualitas B3 dan keakuratan serta standar pelabelan. Dilarang
melakukan pelabelan tanpa kewenangan yang diberikan oleh pimpinan rumah sakit.
Pemanfaatan B3 oleh satuan kerja harus dipantau kadar paparan ke lingkungan serta
kondisi kesehatan pekerja. Pekerja pengelola B3 harus memiliki pelatihan teknis
pengelolaan B3, jika belum harus segera diusulkan sesuai prosedur yang berlaku.
Pembuangan limbah B3 cair harus dipastikan melalui saluran air kotor yang akan
masuk ke Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Limbah B3 padat harus dibuang
ke Tempat Pengumpulan Sementara Limbah B3 (TPS B3), untuk selanjutnya
diserahkan ke pihak pengolah limbah B3.

4. Risiko Bahaya Fisiologi / Ergonomi


Ergonomi sebagai ilmu, teknologi dan seni berupaya menyerasikan alat, cara, proses
dan lingkungan kerja terhadap kemampuan, kebolehan dan batasan manusia untuk
terwujudnya kondisi dan lingkungan kerja yang sehat, aman, nyaman dan tercapai
efisiensi yang setinggi-tingginya.
Sebagian besar pekerja di perkantoran atau Pelayanan Kesehatan pemerintah, bekerja
dalam posisi yang kurang ergonomis, misalnya tenaga operator peralatan,
Posisi kerja yang salah dan dipaksakan dapat menyebabkan mudah lelah sehingga
kerja menjadi kurang efisien dan dalam jangka panjang dapat menyebakan gangguan
fisik dan psikologis (stress) dengan keluhan yang paling sering adalah nyeri pinggang
kerja (low back pain).

a. Sikap Berbaring

Posisi klien penting telentang (dorsal RACKBIKE — tergeletak di belakang),


rawan (berbaring pada perut), Sims' (semi-rawan-berbaring di samping [biasanya
kiri] — dengan atas lutut tertekuk), Fowler di (tergeletak di belakang, dengan
kepala tinggi), lutut-dada atau genupectoral (berbaring di lutut, dengan dada
beristirahat di tempat tidur), dorsal lithotomy (tergeletak di belakang, dengan kaki
di sanggurdi), dan lateral (berbaring di samping). Posisi telentang dapat
dimodifikasi dengan menekuk lutut dan menempatkan kaki datar di tempat tidur.
Trendelenburg's (posisi kepala-down — berbaring dengan kepala lebih rendah dari
kaki)-digunakan untuk mengobati sengatan, dengan mempromosikan aliran darah
ke otak. Posisi ini juga digunakan untuk beberapa bagian dari postural drainase,
untuk membantu mengeringkan sekresi dari segmen paru-paru.

Posisi terbalik Trendelenburg dapat digunakan untuk meningkatkan tabung pakan


dan sebagai prosedur darurat untuk membantu menghentikan pendarahan di cedera
kepala. Dua lainnya, kurang posisi umum digunakan adalah posisi berdiri diubah
(berdiri sementara membungkuk ke depan), dan posisi yang digunakan untuk pungsi
lumbal.

b. Sikap Duduk

Tulang punggung merupakan bagian tubuh yang memiliki peranan sangat besar
dalam menjaga kestabilan tubuh. sebagian besar aktivitas sehari-hari dapat dilakukan
dalam posisi duduk, sehingga penting untuk mengetahui posisi tubuh saat duduk
yang benar untuk menjaga kesehatan tulang punggung

Posisi Duduk Yang Benar :

1) Duduk tegak dengan punggung lurus dan bahu ke belakang. Paha menempel di
dudukan kursi dan bokong harus menyentuh bagian belakang kursi. Tulang
punggung memiliki bentuk yang sedikit melengkung ke depan pada bagian
punggung, sehingga dapat diletakkan bantal untuk menyangga kelengkungan
tulang punggung tersebut.
2) Pusatkan beban tubuh pada satu titik agar seimbang. Usahakan jangan sampai
membungkuk. Jika diperlukan, kursi dapat ditarik mendekati meja agar posisi
duduk tidak membungkuk.
3) Posisi lutut mempunyai peranan penting juga. Untuk itu tekuklah lutut hingga
sejajar dengan pinggul. Usahakan untuk tidak menyilangkan kaki.
4) Jika dudukan kursinya terlalu tinggi, penggunaan pengganjal kaki juga membantu
menyalurkan beban dari tungkai.
5) Jika ingin menulis tanpa meja, gunakanlah pijakan di bawah kaki namun posisi
kaki tetap sejajar dengan lantai. Akan tetapi hal ini sebaiknya tidak dilakukan
terlalu lama karena akan membuat tulang ekor menahan sebagian beban yang
berasal dari paha.
6) Usahakanlah istirahat setiap 2 jam sekali dengan cara berdiri, peregangan sesaat,
atau berjalan-jalan di sekitar ruangan untuk mengembalikan kesegaran tubuh agar
dapat tetap berkonsentrasi dalam belajar
7) Tangan dibuat senyaman mungkin di atas meja, namun jangan lupa untuk
mengistirahatkan lengan dan siku. Jika diperlukan, dapat menggunakan sandaran
tangan untuk membantu mengurangi beban pada bahu dan leher anda agar tidak
mudah lelah.
8) Jika ingin mengambil sesuatu yang berada disamping atau di belakang, jangan
memuntir punggung. Putarlah keseluruhan tubuh sebagai satu kesatuan.

c. Sikap Berdiri

Ketika mengangkat, berjalan, atau melakukan kegiatan tubuh, keselarasan tubuh


yang tepat penting untuk menjaga keseimbangan. Ketika tubuh seseorang di
alignment yang benar, Semua otot bekerja sama untuk gerakan paling aman dan
paling efisien, tanpa ketegangan otot. Peregangan tubuh setinggi mungkin
menghasilkan keselarasan. Ini dapat dicapai melalui tepat postur . Ketika berdiri,
berat badan sedikit ke depan dan didukung di bagian luar kaki. Sekali lagi, kepala
tegak, punggung lurus, dan perut terselip (ingat bahwa klien tempat tidur harus di
sekitar posisi yang sama sebagai jika dia berdiri)

d. Sikap Berjalan

Berjalan kaki adalah salah satu latihan fisik benturan ringan yang bermanfaat bagi
kesehatan. Selain bisa memperbaiki suasana hati, berjalan kaki juga membantu
mengatasi depresi. Penelitian menunjukkan bahwa tingkat obesitas di negara-
negara yang penduduknya biasa berjalan kaki lebih rendah daripada negara-negara
yang penduduknya mengandalkan mobil sebagai sarana transportasi. Cara berjalan
yang baik adalah:

1. Biasakan berjalan dengan tubuh yang tegak. Walaupun setiap orang memiliki
cara berjalan yang unik, ada sikap tertentu yang banyak orang lakukan saat
berjalan, terutama dalam hal postur tubuh. Biasakan berjalan dengan punggung
tegak dan mengangkat dagu agar sejajar dengan lantai. Dengan menjaga postur
ini selama berjalan, Anda bisa bernapas lebih leluasa sebab tulang punggung
Anda tetap lurus sehingga tidak menekan diafragma. Jangan berjalan sambil
menunduk atau membungkuk sebab postur tubuh yang buruk lambat laun
membuat punggung terasa nyeri, leher kaku, dan bahkan muncul keluhan lain
yang lebih serius

2. Gunakan otot betis, paha belakang, dan kuadrisep agar Anda bisa berjalan
dengan baik. Gerakan berjalan yang efektif melibatkan hampir semua otot
tungkai, bukan hanya satu. Visualisasikan bahwa saat ini Anda sedang berjalan.
Langkahkan kaki kanan ke depan dengan meletakkan tumit di lantai lalu
gunakan otot paha belakang dan kuadrisep kaki kiri untuk menggerakkan tubuh
ke depan sampai Anda bisa memindahkan tumit kiri ke depan. Biasakan
melangkah dengan gerakan menggulung telapak kaki, yaitu mengangkat telapak
kaki dimulai dari tumit sampai ke jari-jari kaki dengan arah lurus ke depan. Cara
ini akan mengaktifkan otot betis sehingga telapak kaki membentuk sudut yang
tepat saat terangkat dari lantai setiap kali Anda melangkah.

3. Tariklah kedua bahu sedikit ke belakang, tetapi biarkan tetap rileks. Saat
berjalan, Anda akan lebih banyak mengandalkan otot kaki dan otot perut. Walau
demikian, Anda harus tetap memperhatikan postur tubuh atas. Menarik bahu
sedikit ke belakang dalam kondisi rileks akan banyak manfaatnya. Postur ini
menjaga tubuh Anda agar tetap kuat dan stabil saat Anda meluruskan punggung
dari leher sampai pinggul. Melakukan postur ini sambil menegakkan punggung
dan mengangkat dagu akan mencegah ketegangan di punggung dan menghindari
terjadinya cedera. Selain itu, cara ini membantu Anda membentuk kebiasaan
berjalan yang baik sehingga tubuh Anda tidak bungkuk yang cenderung
menimbulkan nyeri dan ketegangan bahu. Terakhir, dengan menarik bahu
sedikit ke belakang, penampilan Anda akan lebih baik karena postur ini
menunjukkan kepercayaan diri dan kekuatan. Walaupun terkesan sepele, hal ini
sangatlah penting

4. Ayunkan lengan selama Anda berjalan. Mengayunkan lengan adalah hal biasa
bagi banyak orang. Biarkan kedua lengan tergantung ke bawah secara alami.
Saat mulai berjalan, lengan Anda akan berayun sedikit. Semakin cepat Anda
berjalan, semakin lebar ayunannya. Mengayunkan lengan adalah sesuatu yang
alami ketika Anda berjalan. Penelitian membuktikan bahwa cara ini bisa
meningkatkan efisiensi dari setiap langkah Anda. Berjalan sambil mengayunkan
lengan membantu Anda melangkah lebih lebar dengan energi metabolik yang
sama besarnya seperti jika Anda tidak mengayunkan lengan. Jadi, jangan takut
mengayunkan lengan saat berjalan. Jangan khawatir, Anda tidak akan terlihat
seperti pendekar. Jika cuaca tidak terlalu dingin, jangan masukkan tangan ke
dalam saku agar Anda bisa mengayunkan lengan. Dengan demikian, Anda akan
memperoleh manfaatnya, yaitu berjalan lebih cepat dan lebih jauh.

e. Cara Mengangkat Beban

1. Pemanasan : Sama halnya seperti olahraga yang mengharuskan pelakunya untuk


pemanasan supaya terhindar dari cedera. Kemudian, jaga bagian kaki dalam
posisi lebar atau terbuka. Tujuannya agar dapat menopang tubuh Anda saat
mulai mengangkat barang. Posisi kaki harus kuat, sama halnya seperti posisi
kuda-kuda dalam olahraga karate.

2. Jongkokan badan ke bawah, pastikan Anda membengkokan bagian pinggul dan


lutut. Lipat satu kaki di depan dan lipat satu kaki lainnya di lantai, posisi ini
biasa disebut half kneeling. Kondisikan posisi badan Anda agar selalu tegak
karena dapat meluruskan tulang belakang. Angkat barang secara perlahan
sambil meluruskan lutut dan pinggul Anda. Ketika mengangkat barang hindari
gerakan memutar.

3. Angkat barang agar tetap dekat dengan bagian perut. Ketika mengganti arah,
putar bagian pinggul terlebih dahulu kemudian bahu. Saat menurunkan badan
jongkokan badan secara perlahan diikuti dengan bengkokan lutut dan pinggul.

4. Jangan gunakan pinggang Anda untuk mengangkat dan menurunkan barang.


Sebagian besar cedera dikarenakan melakukan posisi membungkuk ketika
mengambil barang. Posisi membungkuk dapat memberikan tekanan pada
pinggang bagian bawah.

5. Risiko Bahaya Psikologi


Bahaya Psikososial (Psychosocial hazards) Atau ada beberapa ahli menyebutnya
sebagai bahaya dalam pengorganisasian pekerjaan, merupakan bahaya yang berasal
dari konflik batin dengan lingkungan yang ada di tempat kerja, baik itu dengan rekan
kerja maupun dengan fasilitas yang ada dilingkungan kerja dimana krmudian dapat
membuat seseorang mengalami stress hingga efek-efek buruk lainnya dari stress.
Contohnya: aksi bullying, kata-kata kasar dari rekan kerja, tekanan dan himpitan
pekerjaan, deadline pekerjaan yang tidak masuk akal, persaingan kerja tidak sehat,
kerjaan yang monoton, jenjang karir tidak bagus, alat bantu kerja yang tidak memadai,
dll
Risiko ini juga dapat terjadi di seluruh rumah sakit berupa ketidak harmonisan
hubungan antar manusia didalam rumah sakit, baik sesama pekerja, pekerja dengan
pelanggan, maupun pekerja dengan pimpinan.

B. HIERARCHY PENGENDALIAN RESIKO BAHAYA


Risiko-risiko bahaya tersebut semua dapat kita kendalikan melalui 5 hierarchy sebagai
berikut:
a. Eliminasi
Hirarki teratas yaitu eliminasi/menghilangkan bahaya dilakukan pada saat desain,
tujuannya adalah untuk menghilangkan kemungkinan kesalahan manusia dalam
menjalankan suatu sistem karena adanya kekurangan pada desain. Penghilangan
bahaya merupakan metode yang paling efektif sehingga tidak hanya mengandalkan
prilaku pekerja dalam menghindari risiko, namun demikian, penghapusan benar-benar
terhadap bahaya tidak selalu praktis dan ekonomis.
Contohnya: risiko bahaya kimia akibat proses reuse hollow fiber HD dapat di
eliminasi ketika hollow fiber tidak perlu reuse lagi atau single use.

b. Substitusi
Metode pengendalian ini bertujuan untuk mengganti bahan, proses, operasi ataupun
peralatan dari yang berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Dengan pengendalian
ini menurunkan bahaya dan risiko minimal melalui disain sistem ataupun desain
ulang. Beberapa contoh aplikasi substitusi misalnya: Sistem otomatisasi pada mesin
untuk mengurangi interaksi mesin-mesin berbahaya dengan operator, menggunakan
bahan pembersih kimia yang kurang berbahaya, mengurangi kecepatan, kekuatan
serta arus listrik, mengganti bahan baku padat yang menimbulkan debu menjadi bahan
yang cair atau basah.
c. Rekayasa / Enginering.
Pengendalian ini dilakukan bertujuan untuk memisahkan bahaya dengan pekerja serta
untuk mencegah terjadinya kesalahan manusia. Pengendalian ini terpasang dalam
suatu unit sistem mesin atau peralatan.
Contoh-contoh implementasi metode ini misal adalah sistem tekanan negatif pada
ruang perawatan air borne dissease, penggunaan laminar airflow, pemasangan shield
/sekat Pb pada pesawat fluoroscopy (X-Ray), dan lain-lain.

d. Administratif
Kontrol administratif ditujukan pengendalian dari sisi orang yang akan melakukan
pekerjaan. Dengan dikendalikan metode kerja diharapkan orang akan mematuhi,
memiliki kemampuan dan keahlian cukup untuk menyelesaikan pekerjaan secara
aman. Jenis pengendalian ini antara lain seleksi karyawan, adanya standar
operasional Prosedur (SOP), pelatihan, pengawasan, modifikasi perilaku, jadwal
kerja, rotasi kerja, pemeliharaan, manajemen perubahan, jadwal istirahat, dan lain-
lain.
e. Alat pelindung diri (APD)
Pemilihan dan penggunaan alat pelindung diri merupakan merupakan hal yang
paling tidak efektif dalam pengendalian bahaya. APD hanya dipergunakan oleh
pekerja yang akan berhadapan langsung dengan risiko bahaya dengan
memperhatikan jarak dan waktu kontak dengan risiko bahaya tersebut. Semakin jauh
dengan resiko bahaya maka risiko yang didapat semakin kecil, begitu juga semakin
singkat kontak dengan risiko bahaya risiko yang didapat juga semakin kecil.
Penggunaan beberapa APD kadang memiliki dampak negatif pada pekerja seperti
kurang leluasa dalam bekerja, keterbatasan komunikasi dengan pekerja lain, alergi
terhadap APD tertentu, dan lain-lain. Beberpa pekerja yang kurang faham terhadap
dampak risiko bahaya dari pekerjaan yang dilakukan kadang kepatuhan dalam
penggunaan APD juga menjadi rendah. APD reuse memerlukan perawatan dan
penyimpanan yang baik sehingga kualitas perlindungan dari APD tersebut tetap
optimal.
Hierarchy pengendalian resiko bahaya tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah
ini.

Gambar 1.
Hierarchy
pengendalian
resiko bahaya.

C. PENGENDALIAN RISIKO BAHAYA.


Setelah kita ketahui jenis-jenis risiko bahaya di rumah sakit, ternyata seluruh risiko
bahaya tersebut terdapat di rumah sakit. Beberapa contoh sistem pengendalian risiko
bahaya yang telah dilakukan di rumah sakit adalah sebagai berikut:
1. Risiko bahaya fisik
a. Mekanik : risiko yang paling sering terjadi adalah tertusuk jarum dan terpeleset
atau menabrak dinding / pintu kaca. Pengendalian yang sudah dilakukan antara
lain: penggunaan safety box limbah tajam, kebijakan dilarang menutup kembali
jarum bekas, pemasangan keramik anti licin pada koridor dan lantai yang miring,
pemasangan rambu “awas licin”, pemasangan kaca film dan stiker pada dinding /
pintu kaca agar lebih kelihatan, kebijakan penggunaan sabuk keselamatan pada
pekerjaan yang dilakukan pada ketinggian lebih dari 2 meter, dan lain-lain.
b. Risiko bahaya radiasi: risiko ini terdapat di ruang radiologi, radio therapi,
kedokteran nuklir, ruang cath lab dan beberapa kamar operasi yang memiliki
fluoroskopi / x-ray. Pengendalian yang sudah dilakukan antara lain: pemasangan
rambu peringatan bahaya radiasi, pelatihan proteksi bahaya radiasi, penyediaan
APD radiasi, pengecekan tingkat paparan radiasi secara berkala dan pemantauan
paparan radiasi pada petugas radiasi dengan personal dosimetri pada patugas
radiasi.
c. Risiko bahaya kebisingan: terdapat pada ruang boiler, generator listrik dan
ruang chiller. Pengendalian yang telah dilakukan antara lain: substitusi peralatan
dengan alat-alat baru dengan ambang kebisingan yang lebih rendah, penggunaan
pelindung telinga dan pemantauan tingkat kebisingan secara berkala oleh Instalasi
Sanitasi Lingkungan Rumah Sakit (ISLRS).
d. Risiko bahaya pencahayaan: risiko bahaya ini terutama di satuan kerja dengan
pekerjaan teliti seperti di kamar operasi dan laboratorium. Pengendalian yang
sudah dilakukan adalah pemantauan tingkat pencahayaan secara berkala oleh
ISLRS dan hasil pemantauan dilaporkan ke Direktur, Teknik dan Unit K3 untuk
tindak lanjut ruangan yang tingkat pencahayaannya tidak memenuhi persyaratan.
e. Risiko bahaya listrik: risiko bahaya listrik terdiri dari konsleting dan kesetrum.
Pengendalian yang telah dilakukan adalah adanya kebijakan penggunaan
peralatan listrik harus memenuhi Standar Nasional Indonesia (SNI) dan harus
dipasang oleh bagian IPSRS atau orang yang kompeten. Peralatan elektronik di
RSUP dr Sardjito secara berkala dilakukan maintenance oleh bagian IPSRS dan
seluruh peralatan yang layak pakai akan diberikan label layak pakai berupa stiker
warna hijau, sedangkan yang tidak layak pakai akan diberikan stiker merah dan
peralatan tersebut ditarik oleh bagian IPSRS. Selain itu unit K3 dan IPSRS secara
berkala melakukan sosialisasi ke seluruh satuan kerja tentang perilaku aman
dalam menggunakan listrik di rumah sakit.
f. Risiko bahaya akibat iklim kerja: risiko ini meliputi kondisi temperatur dan
kelembaban ruang kerja. Pemantauan temperatur dan kelembaban dilakukan oleh
ISLRS. Acuan dari standar temperatur dan kelembaban mengacu pada keputusan
menteri kesehatan RI no 1402 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan
lingkungan rumah sakit.
Masalah yang sering muncul adalah temperatur melebihi standar seperti di
Instalasi Binatu dan ruang produksi gizi, karena belum memungkinkan untuk
distandarkan pengendalian yang dilakukan dengan pemberian minum yang
cukup. Masalah kelembaban yang tinggi beresiko terjadinya kolonisasi kuman
patogen sehingga meningkatkan angka infeksi baik bagi pasien maupun bagi
pekerja. Pengendalian secara teknis telah dilakukan akan tetapi pada musim
tertentu kadang tidak memenuhi persyaratan. Upaya yang dilakukan untuk
menghambat kolonisasi kuman terutama pada ruang perawatan pasien, ICU dan
kamar operasi harus dilakukan desinfeksi ruangan lebih sering dan pemantauan
angka kuman secara berkala.
g. Risiko bahaya akibat getaran: risiko bahaya getaran tidak terlalu signifikan.
Dari telaah yang telah dilakukan unit K3, resiko bahaya getaran ditemukan di
bagian taman akibat dari mesin pemotong rumput dan di klinik gigi akibat dari
mesin bor gigi, tetapi tingkat getaran pada ke 2 lokasi tersebut masih dalam batas
yang diijinkan.

2. Risiko bahaya biologi : risiko bahaya biologi yang paling banyak adalah akibat
kuman patogen dari pasien yang ditularkan melalui darah dan cairan tubuh, dropet
dan udara. Pengendalian resiko ini telah dilakukan oleh Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) akan tetapi termasuk dalam area pemantauan Unit K3.
Risiko air borne dissease dikendalikan dengan rekayasa ruangan tekanan negatif
beserta peraturan administratif dan APD. Risiko penularan melalui droplet
dikendalikan dengan menyediakan masker bagi petugas, pengantar pasien dan pasien
yang batuk, serta sosialisasi etika batuk oleh PPI. Risiko blood borne dissease
dikendalikasn dengan penggunaan alat-alat single use beserta persturan administratif
dan APD. Selain itu untuk mencegah pe nularan penyakit blood borne dissease
khususnya Hepatitis B dilakukan Imunisasi Hepatitis B dengan perioritas pada
karyawan dengan kadar titer anti HBs < 0,2 u/L terutama yang bekerja pada tindakan
invasif terhadap pasien. Selain itu juga telah dilakukan penanganan paska pajanan
infeksi khususnya pada HIV dan Hepatitis B. Bila pekerja atau peserta didik
mengalami kecelakaan kerja berupa tertusuk jarum bekas pasien atau terkena
percikan darah dan cairan tubuh pada mukosa (mata, mulut) atau terkena pada luka,
maka wajib melaporkan kepada penanggung jawab ruangan pada saat itu dan setelah
melakukan pertolongan pertama harus segera periksa ke IGD agar dilakukan telaah
dan tindak lanjut paska pajanan sesuai prosedur untuk mengurangi resiko tertular.

3. Risiko bahaya kimia: risiko ini terutama terhadap bahan kimia golongan berbahaya
dan beracun (B3). Pengendalian yang telah dilakukan adalah dengan identifikasi
bahan-bahan B3, pelabelan standar, penyimpanan standar, penyiapan MSDS,
penyiapan P3K, APD dan safety shower serta pelatihan teknis bagi petugas
pengelola B3. Rekayasa juga dilakukan dengan penggunaan Laminary Airflow pada
pengelolaan obat dan B3 lainnya.
4. Risiko bahaya ergonomi: risiko ini banyak terjadi pada pekerjaan angkat dan angkut
baik pasien maupun barang. Sosialisasi cara mengangkat dan mengangkut yang
benar selalu dilakukan. Selain itu dalam pemilihan sarana dan prasarana rumah sakit
juga harus mempertimbangkan faktor ergonomi tersebut terutama peralatan yang
dibeli dari negara lain yang secara fisik terdapat perbedaan ukuran badan.

5. Risiko bahaya psikologi: risiko psikologi teidak terlalu kelihatan akan tetapi selalu
ada meskipun kadarnya tidak terlalu mencolok. Upaya yang dilakukan antara lain
dengan mengadakan pertemuan antar satuan kerja, antar staff dan pimpinan dan pada
acara-acara bersama seperti saat ulang tahun RS dan lain-lain yang bertujuan agar
terjalun komunikasi yang baik sehingga secara psikologi menjadi lebih akrab
denganharapan resiko bahaya psikologi dapat ditekan seminimal mungkin.
UNIVERSITAS BOROBUDUR

RISIKO HAZARD FISIK, RADIASI, KIMIA, ERGONOMI DAN PSIKOSOSIAL


SERTA UPAYA PENCEGAHANNYA

MAKALAH

OLEH :

EMIRENSIANA INA (12171002)

FADLIANUR PUTRA MUHAMMAD (12171001)

MUTIARA ZAHRA MAWADDAH (12171015)

RINA AVIYANI (12171009)

PROGRAM A
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
JANUARI, 2020

Anda mungkin juga menyukai