LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN KERATITIS DI POLI MATA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
oleh
A. Kasus
Keratitis
B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Keratitis adalah peradangan kornea yang disebabkan oleh iritasi pada
mata, kekurangan vit. A dan infeksi virus, bakteri, jamur yang dapat
mengakibatkan keruhnya kornea dan menurunkan tajam penglihatan.
(Roderick et al, 2009). Keratitis adalah peradangan pada kornea yang dapat
disebabkan karena infeksi agen mikroba dan pemajanan yang menyebabkan
iritasi pada mata. Keratitis Mikrobial terjadi diakibatkan adanya abrasi pada
kornea mata yag menjadi pintu masuk infeksi pada kornea oleh berbagai
organisme bakteri, virus, jamur atau parasit. Keratitis Pemajanan terjadi
apabila kornea mengalami kekeringan disebabkan kurangnya kelembaban
pada kornea dan penurunan fungsi kelopak mata. Pemajanan kornea dapat
disebabkan oleh kelumpuhan area wajah (paresis saraf fasialis) dan pada klien
koma atau dalam pengaruh anestesi. Kekeringan kornea dapat menyebabkan
ulkus pada kornea dan terjadi infeksi sekunder.
2. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya (Ilyas,
2004) :
a. Virus
b. Bakteri
c. Jamur
d. Kekurangan vitamin A
e. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari dan terkena aparan
cahaya kuat lain seperti pengelasan
f. Iritasi pada mata yang disebabkan masuknya benda asing (corpus
alienum) atau penggunaan lensa kontak yang berlebihan.
g. Mata kering yang disebabkan gangguan pembentukan air mata atau
adanya robekan pada kelopak mata
h. Reaksi akibat paparan debu, polusi, serbuk sari, atau penggunaan
kosmetik dan obat tetes mata
i. Efek samping obat.
j. Gangguan nervus trigeminus
k. Hipersensitivitas
3. Klasifikasi
Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal:
a. Berdasarkan lapisan yang terkena
1) Keratitis Pungtata
Keratitis pungtata adalah keratitis yang mengenai lapisan superfisial
dan subepitel pada kornea dan berbentuk infiltrat halus pada kornea
(Ilyas, 2004). Faktor penyebab Keratitis Pungtata tidak spesifik dan
dapat terjadi akibat infeksi Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis
neuroparalitik, vaksinasi, trakoma, mata kering (dry eye), trauma,
radiasi, keracunan obat seperti neomisin dan tobramisin
2) Keratitis Marginal
Keratitis Marginal merupakan keratitis dengan infiltrasi subtrat
terdapat pada bagian tepi kornea sejajar dengan limbus. Infeksi
konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya keratitis marginal atau
keratitis kataral. Keratitis marginal biasanya terdapat pada pasien
paruh baya dengan adanya riwayat blefarokonjungtivitis (Ilyas,
2004). Penyebabnya yaitu Strepcoccus pneumonie, Moraxella
lacunata, Hemophilus aegepty, dan Esrichia
.
Gambar 1. Keratitis Marginal
3) Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana infeksi keratitis
diikuti oleh infiltrasi pembuluh darah ke dalam kornea yang dapat
menyebabkan transparansi kornea berkurang dan akhirnya menjadi
keruh. Keratitis interstitial dapat menyebabkan komplikasi kebutaan
pada. Keratitis Interstisial terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket
ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004).
b. Berdasarkan penyebabnya
1) Keratitis Bakteri
Keratitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam penglihatan. Hal ini disebabkan proses
nyerinya terjadi cepat dan disertai dengan injeksio konjungtiva,
fotofobia dan adanya penurunan visus, inflamasi endotel, tanda
reaksi bilik mata depan, dan hipopion yang sering terjadi pada pasien
dengan ulkus kornea bakterial. Penggunaan lensa kontak, obat
kortikosteroid dan grafting kornea yang terinfeksi dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.
2) Kreatitis Jamur
Keratitis jamur awalnya banyak terjadi di kalangan pekerja
pertanian, namun semenjak pemakaian secara luas obat
kortikosteroid dalam pengobatan mata, kasus ini juga banyak
dijumpai diantara penduduk perkotaan. Ulkus kornea fungi hanya
timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme,
yang masih mungkin timbul di daerah pertanian.
3) Kreatitis Virus
Infeksi virus yang sering terjadi pada kornea disebabkan oleh infeksi
Herpes simpleks virus (HSV). Virus herpes merupakan parasit obligat
intraselular yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga mulut,
rongga hidung, mata dan vagina. Penularan virus dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan cairan dan jaringan yang berasal
dari mata, rongga mulut, rongga hidung, dan alat kelamin yang
mengandung virus (Ilyas, 2004). Pasien dengan HSV keratitis
memiliki keluhan utama nyeri pada mata, mata merah, mata berair,
penglihatan kabur, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan
terutama jika terkena bagian pusat kornea (Ilyas, 2004).
4) Keratitis Acanthamoeba
Keratitis yang disebabkan infeksi Acanthamoeba biasanya terkait
dengan penggunaan lensa kontak (Dorland, 2002). Tanda gejala khas
pada keratitis jenis ini adalah terdapat cincin stroma, ulkus kornea
indolen, dan infiltrat perineural. Tanda gejala awal berupa hanya
terbatas perubahan-perubahan yang semakin banyak ditemukan pada
epitel kornea. Keratitis Acanthamoeba sering salah didiagnosis
sebagai keratitis herpes (Biswell, 2010).
4. Patofisiologi
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung jaringan mata yang
berbentuk uniform dan transparan sebagai jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Kornea memiliki sifat tembus cahaya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea atau deturgesens dipertahankan oleh fungsi
pelindung epitel. Epitel kornea merupakan pelindung yang efisien untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Epitel kornea
terdiri dari satu lapis sel-sel pelapis permukaan posterior kornea yang tidak
dapat diperbarui. Sel-sel ini berfungsi mempertahankan kejernihan optik
kornea sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis dan
basah. Jika sel-sel ini mengalami cedera atau abrasi, akan timbul edema
dan penebalan kornea yang dapat menggangu tajam penglihatan (AAO,
2008) .
Sistem imunitas sewaktu peradangan tidak dapat langsung datang
karena kornea bersifat avaskular. Sel-sel yang terdapat di dalam stroma
akan bekerja sebagai makrofag diikuti injeksi perikornea oleh pembuluh
darah yang terdapat di limbus. Hasil akhirnya terbentuk infiltrat, yang
tampak berupa bercak kelabu, dengan permukaan yang licin dan berwarna
keruh (Roderick et al, 2009).
Kerusakan pada sel epitel dapat menyebabkan ulkus kornea yang
dapat menyebar ke dalam permukaan stroma. Toksin dari kornea dapat
menyebar ke iris dan badan siliar pada proses peradangan yang hebat.
Peradangan pada iris dan badan siliar menimbulkan kekeruhan pada cairan
COA (camera occuli anterior), diikuti terbentuknya hipopion yaitu
akumulasi sel darah putih (pus) di ruang anterior mata (Roderick et al,
2009).
Apabila peradangan terus menyebar ke bagian dalam tanpa
mengenai membran descement akan timbul tonjolan pada membran
descement yang disebut descementocele atau mata lalat. Penyembuhan
keratitis dengan peradangan yang dalam dapat menimbulkan jaringan
parut berupa makula, nebula, atau leukoma (Roderick et al, 2009).
6) Uji fistel: Untuk melihat adanya fistel atau kebocoran kornea akibat
adanya perforasi kornea
7) Uji biakan dan sensitivitas: mengidentifikasi patogen penyebab
keratitis
8. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan keratitis menurut Tjay
dan Rahardja (2007) adalah:
1) Pemberian antibiotik, air mata buatan.
2) Antivirus, anti inflamasi dan analgesik
3) Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15
mg/ml, seturoksim 50 mg/ml.
4) Terapi pada keratitis jamur berupa pemberian ekanazol 1% yang
berspektum luas.
5) Pemberian sikloplegik untuk mengurangi nyeri akibat spasme siliar dan
menghindari terbentuknya sinekia posterior
CLINICAL PATHWAYS
Hipersensitivitas, gang nervus
Penyebab: virus, bakteri, sinar uv, benda trigeminus, kurang vit A, mata
asing, efek samping obat, kosmetik kering
Inflamasi
Kekeringan pada permukaan
kornea
Terbentuknya infiltrasi, sel plasma, pada
konjungtiva dan kornea
Abrasi pada lapisan kornea
Penimbunan infiltrat
Ulserasi kornea
Resiko infeksi
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: Keratitis dapat terjadi pada semua usia
Jenis kelamin: Keratitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: Keratitis
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri, mata merah, mata berair, silau dan sekret pada mata.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai riwayat trauma pada mata, penurunan tajam
penglihatan, gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi, kualitas,
durasi, waktu terjadi, pusing dan silau.
e. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang
pernah dialami klien seperti diabetes mellitus, herpes zooster, herpes
simpleks,
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien atau
riwayat penyakit menular pada anggota keluarga.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (biasanya naik), Nadi (biasanya naik), RR (biasanya naik), Suhu
(biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran:
d. Rambut dan hygiene kepala: kaji kondisi kepala dan rambut meliputi
inspeksi warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan berbau.
Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut rontok.
e. Mata
1) Ketajaman penglihatan: Uji formal ketajaman penglihatan harus
merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan
diuji dengan kartu mata (snellen) yang diletakkan 6 meter.
2) Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
3) Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
4) Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah
dengan pembuluh darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila
diangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik
yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus
jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran
yang terjadi pada konjungtivitis kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar, edema
konjungtiva berat, kemosis konjungtiva bulbi, flikten peradangan
disertai neovaskulrisasi
6) Kornea: erosi kornea, uji fluoresin positif, infiltrat, tertimbunnya sel
radang, pannus (terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah
yang membentuk tabir kornea), flikten, ulkus, sikatrik
7) Bilik depan mata: hipopion (penimbunan sel radang dibagian bawah
bilik mata depan), hifema (perdarahan pada bilik mata depan)
8) Iris: rubeosis (radang pada iris), gambaran kripti pada iris
9) Pupil: reaksi sinar, isokor, pemeriksaan fundus okuli dengan
optalmoskop untuk melihat, adanya kekeruhan pada media
penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.
f. Gigi dan mulut: meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi mukosa bibir,
warna lidah, peradangan pada tonsil
g. Leher: inspeksi kondisi leher, palpasi adanya nyeri tekan
h. Dada/thorax: lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Kaji jenis pernafasan dada atau perut, perubahan pola nafas,
biasanya RR pasien meningkat
i. Cardiovaskuler: lakukan dengan cara inspeksi, palpasin, perkusi dan
auskultasi. biasanya terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien
j. Pencernaan: lakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Kaji adanya keluhan mual muntah, bising usus.
k. Genetalia: kaji kondisi kebersihan dan keluhan lainnya.
l. Aktifitas sehari-hari: kaji apakah dengan berkurangnya fungsi penglihatan
pasien aktivitas sehari-harinya biasanya terganggu.
C. Data Sosial Ekonomi: menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan
sosial dan hubungan dengan keluarga.
D. Data Psikologis: meliputi kesadaran dan emosional pasien
E. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
Keratitis adalah
a. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi pada kornea
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat
atau mata orang lain
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC: NOC: NIC: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan nyeri berkurang 1. Mampu 1. Kaji nyeri secara 1. tingkatan nyeri dapat
reaksi infalamasi pada dan teratasi mengenali nyeri komperhensif meliputi memberikan gambaran untuk
kornea yaitu pemicu, pemicu timbulnya nyeri, intervensi selanjutnya sesuai
kualitas, lokasi, kualitas, lokasi, skala, kebutuhan.
skala, waktu dan waktu, dan durasi nyeri
durasi nyeri) 2. Observasi pernyataan 2. ketidaksesuaian antara
2. Mampu verbal dan non verbal petunjuk verbal/non-verbal
mengontrol nyeri ketidaknyamanan dapat memberikan petunjuk
mengggunakan derajat nyeri, kebutuhan/
tehnik non keefektifan intervensi.
farmakologi atau 3. Identifikasi pengetahuan 3. Mengetahui tingkat
farmakologi) pasien dan keyakinan pengetahuan pasien tentang
3. Melaporkan tentang nyeri. nyeri
bahwa nyeri 4. Tawarkan kepada pasien 4. Memberikan kesempatan
menghilang tehnik distraksi seperti pasien memilih yang tepat
4. Mampu bercakap-cakap, tehnik sesuai keinginannya
mempraktekkan nafas dalam, bercerita 5. Pasien lebih memahami
teknik distraksi 5. Jelaskan kegunaan manfaat terapi
nyeri yang dilatih stimulasi yang dipilih 6. Berguna untuk mengurangi
6. Anjurkan pasien untuk nyeri
mempraktekkan tehnik
yang telah dipilih 7. memfokuskan kembali
7. Dorong penggunaan perhatian, meningkatkan rasa
teknik relaksasi kontrol dan dapat
misalnya: latihan nafas meningkatkan kemampuan
dalam atau ajak pasien koping.
bercerita cerita. 8. analgetik menekan impuls
8. Kolaborasi untuk nyeri sehingga rangsangan
pemberian analgetik nyeri tidak diteruskan.
Biswell, R. 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.
Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Roderick B. Kornea. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.
Tjay, Tan Hoan, & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex
Media Kamputindo