Anda di halaman 1dari 23

`

LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN KERATITIS DI POLI MATA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER

disusun guna memenuhi tugas Program Pendidikan Ners (PPN)


Stase Keperawatan Medikal Bedah

oleh

Josi Novarianto, S. Kep


NIM 082311101061

PROGRAM PENDIDIKAN NERS


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
UNIVERSITAS JEMBER
2016
LAPORAN PENDAHULUAN
ASUHAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH PADA KLIEN
DENGAN KERATITIS DI POLI MATA
RSD dr. SOEBANDI JEMBER
Oleh : Josi Novarianto, S. Kep.

A. Kasus
Keratitis

B. KONSEP TEORI
1. Pengertian
Keratitis adalah peradangan kornea yang disebabkan oleh iritasi pada
mata, kekurangan vit. A dan infeksi virus, bakteri, jamur yang dapat
mengakibatkan keruhnya kornea dan menurunkan tajam penglihatan.
(Roderick et al, 2009). Keratitis adalah peradangan pada kornea yang dapat
disebabkan karena infeksi agen mikroba dan pemajanan yang menyebabkan
iritasi pada mata. Keratitis Mikrobial terjadi diakibatkan adanya abrasi pada
kornea mata yag menjadi pintu masuk infeksi pada kornea oleh berbagai
organisme bakteri, virus, jamur atau parasit. Keratitis Pemajanan terjadi
apabila kornea mengalami kekeringan disebabkan kurangnya kelembaban
pada kornea dan penurunan fungsi kelopak mata. Pemajanan kornea dapat
disebabkan oleh kelumpuhan area wajah (paresis saraf fasialis) dan pada klien
koma atau dalam pengaruh anestesi. Kekeringan kornea dapat menyebabkan
ulkus pada kornea dan terjadi infeksi sekunder.

2. Etiologi
Keratitis dapat disebabkan oleh banyak faktor, diantaranya (Ilyas,
2004) :
a. Virus
b. Bakteri
c. Jamur
d. Kekurangan vitamin A
e. Paparan sinar ultraviolet seperti sinar matahari dan terkena aparan
cahaya kuat lain seperti pengelasan
f. Iritasi pada mata yang disebabkan masuknya benda asing (corpus
alienum) atau penggunaan lensa kontak yang berlebihan.
g. Mata kering yang disebabkan gangguan pembentukan air mata atau
adanya robekan pada kelopak mata
h. Reaksi akibat paparan debu, polusi, serbuk sari, atau penggunaan
kosmetik dan obat tetes mata
i. Efek samping obat.
j. Gangguan nervus trigeminus
k. Hipersensitivitas

3. Klasifikasi
Menurut Biswell (2010), keratitis dapat diklasifikasikan berdasarkan
beberapa hal:
a. Berdasarkan lapisan yang terkena
1) Keratitis Pungtata
Keratitis pungtata adalah keratitis yang mengenai lapisan superfisial
dan subepitel pada kornea dan berbentuk infiltrat halus pada kornea
(Ilyas, 2004). Faktor penyebab Keratitis Pungtata tidak spesifik dan
dapat terjadi akibat infeksi Herpes simpleks, Herpes zoster, Blefaritis
neuroparalitik, vaksinasi, trakoma, mata kering (dry eye), trauma,
radiasi, keracunan obat seperti neomisin dan tobramisin

Gambar 1. Keratitis Pungtata

2) Keratitis Marginal
Keratitis Marginal merupakan keratitis dengan infiltrasi subtrat
terdapat pada bagian tepi kornea sejajar dengan limbus. Infeksi
konjungtiva dapat menyebabkan terjadinya keratitis marginal atau
keratitis kataral. Keratitis marginal biasanya terdapat pada pasien
paruh baya dengan adanya riwayat blefarokonjungtivitis (Ilyas,
2004). Penyebabnya yaitu Strepcoccus pneumonie, Moraxella
lacunata, Hemophilus aegepty, dan Esrichia

.
Gambar 1. Keratitis Marginal

3) Keratitis Interstisial
Keratitis interstitial adalah kondisi serius dimana infeksi keratitis
diikuti oleh infiltrasi pembuluh darah ke dalam kornea yang dapat
menyebabkan transparansi kornea berkurang dan akhirnya menjadi
keruh. Keratitis interstitial dapat menyebabkan komplikasi kebutaan
pada. Keratitis Interstisial terjadi akibat alergi atau infeksi spiroket
ke dalam stroma kornea dan akibat tuberkulosis (Ilyas, 2004).

Gtambar 3. Keratitis Interstisial

Faktor penyebab paling sering dari keratitis interstitial adalah sifilis


kongenital. Keratitis yang disebabkan oleh sifilis kongenital
biasanya ditandai dengan tanda trias Hutchinson yaitu terjadi
keratitis interstisial pada mata, tuli labirin pada telinga, dan gigi seri
berbentuk obeng, sadlenose, dan pemeriksaan serologis yang positif
terhadap sifilis (Hollwich, 1993).

b. Berdasarkan penyebabnya
1) Keratitis Bakteri
Keratitis yang disebabkan oleh infeksi bakteri dapat menyebabkan
komplikasi yang mengancam penglihatan. Hal ini disebabkan proses
nyerinya terjadi cepat dan disertai dengan injeksio konjungtiva,
fotofobia dan adanya penurunan visus, inflamasi endotel, tanda
reaksi bilik mata depan, dan hipopion yang sering terjadi pada pasien
dengan ulkus kornea bakterial. Penggunaan lensa kontak, obat
kortikosteroid dan grafting kornea yang terinfeksi dapat menjadi
faktor predisposisi terjadinya infeksi bakteri.

Gambar 4. Keratitis Bakteri


Streptococcus pneumonia merupakan penyebab umum keratitis
bakteri di banyak bagian di dunia. Bakteri lain yang menjadi yaitu
Staphylococcus aureus, Streptococcus beta-hemolyticus, S.
epidermidis, Pseudomonas aeruginosa, Moraxella liquefaciens,
Mycobacterium fortuitum,., Haemophilus influenza, Neiseria sp,
Corynebacterium dhiptheriae, merupakan agen berbahaya karena
dapat berpenetrasi ke dalam epitel kornea yang terinfeksi.
Manifestasi klinis pada keratitis bakteri sulit untuk ditentukan jenis
bakteri yang menjadi penyebabnya, walaupun demikian sekret yang
berwarna kehijauan dan bersifat mukopurulen menjadi tanda khas
untuk infeksi yang disebabkan P. aerogenosa. Ulkus kornea pada
keratitis bakteri terletak di sentral, namun beberapa dapat terbentuk
di area perifer.

2) Kreatitis Jamur
Keratitis jamur awalnya banyak terjadi di kalangan pekerja
pertanian, namun semenjak pemakaian secara luas obat
kortikosteroid dalam pengobatan mata, kasus ini juga banyak
dijumpai diantara penduduk perkotaan. Ulkus kornea fungi hanya
timbul bila stroma kornea kemasukan sangat banyak organisme,
yang masih mungkin timbul di daerah pertanian.

Gambar 5. Keratitis jamur


Tanda pada keratitis jamur berupa adanya infiltrat kelabu, ,
peradangan bola mata, hipopion, ulserasi superfisial dan lesi satelit
(umumnya infiltrat terjadi di tempat yang jauh dari daerah ulserasi
utama).

3) Kreatitis Virus
Infeksi virus yang sering terjadi pada kornea disebabkan oleh infeksi
Herpes simpleks virus (HSV). Virus herpes merupakan parasit obligat
intraselular yang dapat ditemukan pada mukosa, rongga mulut,
rongga hidung, mata dan vagina. Penularan virus dapat terjadi
melalui kontak langsung dengan cairan dan jaringan yang berasal
dari mata, rongga mulut, rongga hidung, dan alat kelamin yang
mengandung virus (Ilyas, 2004). Pasien dengan HSV keratitis
memiliki keluhan utama nyeri pada mata, mata merah, mata berair,
penglihatan kabur, fotofobia, dan penurunan tajam penglihatan
terutama jika terkena bagian pusat kornea (Ilyas, 2004).

Gambar 6. Keratitis virus

4) Keratitis Acanthamoeba
Keratitis yang disebabkan infeksi Acanthamoeba biasanya terkait
dengan penggunaan lensa kontak (Dorland, 2002). Tanda gejala khas
pada keratitis jenis ini adalah terdapat cincin stroma, ulkus kornea
indolen, dan infiltrat perineural. Tanda gejala awal berupa hanya
terbatas perubahan-perubahan yang semakin banyak ditemukan pada
epitel kornea. Keratitis Acanthamoeba sering salah didiagnosis
sebagai keratitis herpes (Biswell, 2010).

Gambar 7. Keratitis Acanthamoeba

4. Patofisiologi
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung jaringan mata yang
berbentuk uniform dan transparan sebagai jendela yang dilalui berkas
cahaya menuju retina. Kornea memiliki sifat tembus cahaya disebabkan
strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens. keadaan dehidrasi
relatif jaringan kornea atau deturgesens dipertahankan oleh fungsi
pelindung epitel. Epitel kornea merupakan pelindung yang efisien untuk
mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam kornea. Epitel kornea
terdiri dari satu lapis sel-sel pelapis permukaan posterior kornea yang tidak
dapat diperbarui. Sel-sel ini berfungsi mempertahankan kejernihan optik
kornea sebagai pompa cairan dan menjaga agar kornea tetap tipis dan
basah. Jika sel-sel ini mengalami cedera atau abrasi, akan timbul edema
dan penebalan kornea yang dapat menggangu tajam penglihatan (AAO,
2008) .
Sistem imunitas sewaktu peradangan tidak dapat langsung datang
karena kornea bersifat avaskular. Sel-sel yang terdapat di dalam stroma
akan bekerja sebagai makrofag diikuti injeksi perikornea oleh pembuluh
darah yang terdapat di limbus. Hasil akhirnya terbentuk infiltrat, yang
tampak berupa bercak kelabu, dengan permukaan yang licin dan berwarna
keruh (Roderick et al, 2009).
Kerusakan pada sel epitel dapat menyebabkan ulkus kornea yang
dapat menyebar ke dalam permukaan stroma. Toksin dari kornea dapat
menyebar ke iris dan badan siliar pada proses peradangan yang hebat.
Peradangan pada iris dan badan siliar menimbulkan kekeruhan pada cairan
COA (camera occuli anterior), diikuti terbentuknya hipopion yaitu
akumulasi sel darah putih (pus) di ruang anterior mata (Roderick et al,
2009).
Apabila peradangan terus menyebar ke bagian dalam tanpa
mengenai membran descement akan timbul tonjolan pada membran
descement yang disebut descementocele atau mata lalat. Penyembuhan
keratitis dengan peradangan yang dalam dapat menimbulkan jaringan
parut berupa makula, nebula, atau leukoma (Roderick et al, 2009).

5. Tanda dan Gejala


Mansjoer et al (2001) menyebutkan bahwa tanda gejala keratitis berupa
adanya infiltrat pada kornea. Infiltrat dapat terbentuk di seluruh lapisan
kornea. Gejala umum yang biasa terjadi adalah radang pada kelopak mata
(bengkak), mata berair, mata merah, nyeri, penurunan tajam penglihatan,
sensitif terhadap cahaya. Menurut Smaltzer dan Bare (2001) tanda gejala
yang timbul pada keratitis adalah adanya inflamasi bola mata yang jelas,
cairan mukopurulen dengan kelopak mata saling melekat saat bangun, terasa
benda asing di mata, ulserasi epitel, fotofobia dan dapat terjadi perforasi
kornea.
Keratitis biasanya digolongkan berdasarkan lapisan kornea yang
terkena: yaitu keratitis profunda apabila mengenai lapisan stroma dan keratitis
superfisialis apabila mengenai lapisan epitel dan bowman.keratitis
superfisialis dapat diklasifikasikan l;agi berdasarkan bentuk klinis yang
muncul, antara lain adalah (Ilyas, 2004):
a. Keratitis punctata superfisialis: ditandai dengan adanya bintik-bintik putih
pada permukaan kornea. Keratitis ini dapat disebabkan oleh blefaritis,
paparan sinar ultraviolet, keratopati logaftalmus, sindrom dry eye,
pemakaian lensa kontak, keracunan obat topical dan trauma kimia ringan.
b. Keratitis flikten : ditandai dengan adanya benjolan putih yang bermula di
area limbus tetapi mempunyai kecenderungan infiltrasi di area kornea.
c. Keratitis sika : keratitis yang disebabkan oleh kurangnya sekresi kelenjar
lakrimale atau sel goblet yang berada di konjungtiva yang menyebabkan
kekeringan pada mata.

d. Keratitis lepra : biasa disebut keratitis neuroparalitik yaitu keratitis yang


diakibatkan karena adanya gangguan trofik saraf.

e. Keratitis nummularis : berbentuk bercak putih bulat multiple pada


permukaan kornea.

Bentuk-bentuk klinik keratitis profunda antara lain adalah :


1. Keratitis sklerotikans yaitu kekeruhan kornea dengan bentuk segi tiga
yang menyertai skleritis
2. Keratitis interstisialis luetik atau keratitis sifilis congenital
6. Komplikasi
Komplikasi keratitis yang perlu diwaspadai adalah penipisan kornea
yang dapat menyebabkan perforasi kornea dan mengakibatkan endophtalmitis
sampai hilangnya penglihatan (kebutaan) (Roderick et al, 2009). Beberapa
komplikasi yang lain diantaranya:
1) Ulkus kornea
2) Gangguan refraksi
3) Perforasi kornea
4) Glaukoma sekunder
5) Jaringan parut permanent

7. Pemeriksaan Khusus dan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien dengan keratitis menurut
Ilyas (2004) adalah
1) Pemeriksaan visus/tajam penglihatan: Pemeriksaan visus dilakukan
untuk mengetahui tingkat fungsi penglihatan pada masing masing
mata secara terpisah.
2) Uji fluoresein: Uji ini dilakukan untuk mengetahui kerusakan pada
epitel kornea yang diakibatkan erosi, keratitis epitelial. Hasil tes
positif bila terlihat warna hijau pada defek epitel kornea.

3) Uji dry eye: Pemeriksaan kekeringan mata termasuk penilaian


terhadap lapisan air mata (tear film), danau air mata (teak lake), dan
uji break up time untuk mengetahui fungsi fisiologik film air mata
yang melindungi kornea.

4) Pemeriksaan mikroskopik dengan KOH 10 % pada kerokan kornea

5) Uji sensibilitas kornea: Untuk mengetahui keadaan sensibilitas kornea


yang berkaitan dengan penyakit mata akibat gangguan ujung saraf
sensibel kornea oleh infeksi herpes simpleks atau akibat kelainan saraf
trigeminus oleh herpes zooster

6) Uji fistel: Untuk melihat adanya fistel atau kebocoran kornea akibat
adanya perforasi kornea
7) Uji biakan dan sensitivitas: mengidentifikasi patogen penyebab
keratitis

8) Uji plasido: mengidentitifikasi kelainan permukaan kornea

Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan menurut (Roderick et al,


2009)
1) Tonometri digital palpasi: Cara ini dilakukan bila pemeriksaan mata
dengan tonometer tidak dapat dipakai atau sulit dinilai seperti pada
kasus infeksi kornea, sikatrik kornea dan kornea ireguler.
2) Ofthalmoskop: pemeriksaan ofthalmoskop dapat mengidentifikasi
kelainan serabut retina, serat yang atropi, dan tanda lain seperti
perdarahan peripapilar.
3) Keratometri: Keratometri bertujuan untuk mengetahui tingkat
kelengkungan kornea, secara subjektif juga dapat dilihat tear lake
yang kering atau yang terisi air mata dengan cara mengalihkan fokus
kearah lateral bawah

8. Penatalaksanaan
Terapi yang dapat dilakukan pada pasien dengan keratitis menurut Tjay
dan Rahardja (2007) adalah:
1) Pemberian antibiotik, air mata buatan.
2) Antivirus, anti inflamasi dan analgesik
3) Pada keratitis bakterial diberikan gentacimin 15 mg/ml, tobramisin 15
mg/ml, seturoksim 50 mg/ml.
4) Terapi pada keratitis jamur berupa pemberian ekanazol 1% yang
berspektum luas.
5) Pemberian sikloplegik untuk mengurangi nyeri akibat spasme siliar dan
menghindari terbentuknya sinekia posterior
CLINICAL PATHWAYS
Hipersensitivitas, gang nervus
Penyebab: virus, bakteri, sinar uv, benda trigeminus, kurang vit A, mata
asing, efek samping obat, kosmetik kering

Mengenai lapisan kornea Gangguan sensibilitas dan


metabolisme kornea

Inflamasi
Kekeringan pada permukaan
kornea
Terbentuknya infiltrasi, sel plasma, pada
konjungtiva dan kornea
Abrasi pada lapisan kornea
Penimbunan infiltrat

Kerusakan epitel kornea

Ulserasi kornea

bradikinin keratitis Mengganggu


kejernihan dan
nosiseptor kelengkungan kornea

Cornu dorsalis medula spinalis Menganggu pembiasan cahaya


ke retina
thalamus
Pandangan kabur
Korteks serebri

Interpretasi nyeri Resiko cedera Penurunan fungsi penglihatan

Nyeri Perubahan status Gangguan persepsi sensori


kesehatan

Dapat menularkan pada Kurang pengetahuan Ansietas


orang lain

Resiko infeksi
D. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
A. Pengkajian Umum
a. Identitas klien
Nama:
Umur dan tanggal lahir: Keratitis dapat terjadi pada semua usia
Jenis kelamin: Keratitis bisa terjadi pada laki-laki dan perempuan
Suku bangsa:
Pekerjaan:
Pendidikan:
Status menikah:
Alamat:
Tanggal MRS:
Diagnosa medis: Keratitis
b. Identitas penanggung jawab meliputi nama, tanggal lahir, umur, jenis
kelamin, alamat.
c. Alasan MRS dan Keluhan Utama: Tanyakan kepada pasien adanya keluhan
seperti nyeri, mata merah, mata berair, silau dan sekret pada mata.
d. Riwayat penyakit sekarang: Informasi yang dapat diperoleh meliputi
informasi mengenai riwayat trauma pada mata, penurunan tajam
penglihatan, gejala penyakit mata seperti nyeri meliputi lokasi, kualitas,
durasi, waktu terjadi, pusing dan silau.
e. Riwayat penyakit dahulu: Tanyakan pada klien riwayat penyakit yang
pernah dialami klien seperti diabetes mellitus, herpes zooster, herpes
simpleks,
f. Riwayat penyakit keluarga: tanyakan pada pasien apakah keluarga pasien
ada yang pernah mengalami penyakit yang sama dengan pasien atau
riwayat penyakit menular pada anggota keluarga.

B. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum:
b. TTV: TD (biasanya naik), Nadi (biasanya naik), RR (biasanya naik), Suhu
(biasanya naik)
c. Tingkat kesadaran:
d. Rambut dan hygiene kepala: kaji kondisi kepala dan rambut meliputi
inspeksi warna rambut, jenis rambut, bentuk kepala, ada tidaknya lesi dan
ketombe, ada tidaknya memar, kondisi rambut apakah kotor dan berbau.
Palpasi apakah terdapat nyeri tekan, apakah terdapat rambut rontok.
e. Mata
1) Ketajaman penglihatan: Uji formal ketajaman penglihatan harus
merupakan bagian dari setiap data dasar pasien. Tajam penglihatan
diuji dengan kartu mata (snellen) yang diletakkan 6 meter.
2) Palpebra superior: Merah, sakit jika ditekan
3) Palpebra inferior: Bengkak, merah, ditekan keluar secret
4) Konjungtiva tarsal superior dan inferior
Inspeksi adanya :
a) Papil, timbunan sel radang sub konjungtiva yang berwarna merah
dengan pembuluh darah ditengahnya
b) Membran, sel radang di depan mukosa konjungtiva yang bila
diangkat akan berdarah, membran merupakan jaringan nekrotik
yang terkoagulasi dan bercampur dengan fibrin, menembus
jaringan yang lebih dalam dan berwarna abu – abu.
c) Pseudomembran, membran yang bila diangkat tidak akan berdarah
d) Litiasis, pembentukan batu senyawa kalsium berupa perkapuran
yang terjadi pada konjungtivitis kronis
e) Sikatrik, terjadi pada trakoma.
5) Konjungtiva bulbi: sekresi, injeksi konjungtival, injeksi siliar, edema
konjungtiva berat, kemosis konjungtiva bulbi, flikten peradangan
disertai neovaskulrisasi
6) Kornea: erosi kornea, uji fluoresin positif, infiltrat, tertimbunnya sel
radang, pannus (terdapat sel radang dengan adanya pembuluh darah
yang membentuk tabir kornea), flikten, ulkus, sikatrik
7) Bilik depan mata: hipopion (penimbunan sel radang dibagian bawah
bilik mata depan), hifema (perdarahan pada bilik mata depan)
8) Iris: rubeosis (radang pada iris), gambaran kripti pada iris
9) Pupil: reaksi sinar, isokor, pemeriksaan fundus okuli dengan
optalmoskop untuk melihat, adanya kekeruhan pada media
penglihatan yang keruh seperti pada kornea, lensa dan badan kaca.
f. Gigi dan mulut: meliputi kelengkapan gigi, keadaan gusi mukosa bibir,
warna lidah, peradangan pada tonsil
g. Leher: inspeksi kondisi leher, palpasi adanya nyeri tekan
h. Dada/thorax: lakukan dengan cara inspeksi, palpasi, perkusi dan
auskultasi. Kaji jenis pernafasan dada atau perut, perubahan pola nafas,
biasanya RR pasien meningkat
i. Cardiovaskuler: lakukan dengan cara inspeksi, palpasin, perkusi dan
auskultasi. biasanya terjadi peningkatan tekanan darah pada pasien
j. Pencernaan: lakukan dengan cara inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi.
Kaji adanya keluhan mual muntah, bising usus.
k. Genetalia: kaji kondisi kebersihan dan keluhan lainnya.
l. Aktifitas sehari-hari: kaji apakah dengan berkurangnya fungsi penglihatan
pasien aktivitas sehari-harinya biasanya terganggu.
C. Data Sosial Ekonomi: menyangkut hubungan pasien dengan lingkungan
sosial dan hubungan dengan keluarga.
D. Data Psikologis: meliputi kesadaran dan emosional pasien
E. Data Spiritual: data apakah pasien atau keluarga memiliki kepercayaan yang
bertentangan dengan kesehatan.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada pasien dengan
Keratitis adalah
a. Nyeri akut berhubungan dengan reaksi inflamasi pada kornea
b. Gangguan persepsi sensori penglihatan berhubungan dengan gangguan
penerimaan sensori
c. Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan
d. Resiko cedera berhubungan dengan kerusakan fungsi sensori
penglihatan
e. Resiko infeksi berhubungan dengan kontak sekret dengan mata sehat
atau mata orang lain
3. Perencanaan keperawatan (tujuan, kriteria hasil, intervensi, rasional)
No. Diagnosa Tujuan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Nyeri akut NOC: NOC: NIC: Manajemen Nyeri
berhubungan dengan nyeri berkurang 1. Mampu 1. Kaji nyeri secara 1. tingkatan nyeri dapat
reaksi infalamasi pada dan teratasi mengenali nyeri komperhensif meliputi memberikan gambaran untuk
kornea yaitu pemicu, pemicu timbulnya nyeri, intervensi selanjutnya sesuai
kualitas, lokasi, kualitas, lokasi, skala, kebutuhan.
skala, waktu dan waktu, dan durasi nyeri
durasi nyeri) 2. Observasi pernyataan 2. ketidaksesuaian antara
2. Mampu verbal dan non verbal petunjuk verbal/non-verbal
mengontrol nyeri ketidaknyamanan dapat memberikan petunjuk
mengggunakan derajat nyeri, kebutuhan/
tehnik non keefektifan intervensi.
farmakologi atau 3. Identifikasi pengetahuan 3. Mengetahui tingkat
farmakologi) pasien dan keyakinan pengetahuan pasien tentang
3. Melaporkan tentang nyeri. nyeri
bahwa nyeri 4. Tawarkan kepada pasien 4. Memberikan kesempatan
menghilang tehnik distraksi seperti pasien memilih yang tepat
4. Mampu bercakap-cakap, tehnik sesuai keinginannya
mempraktekkan nafas dalam, bercerita 5. Pasien lebih memahami
teknik distraksi 5. Jelaskan kegunaan manfaat terapi
nyeri yang dilatih stimulasi yang dipilih 6. Berguna untuk mengurangi
6. Anjurkan pasien untuk nyeri
mempraktekkan tehnik
yang telah dipilih 7. memfokuskan kembali
7. Dorong penggunaan perhatian, meningkatkan rasa
teknik relaksasi kontrol dan dapat
misalnya: latihan nafas meningkatkan kemampuan
dalam atau ajak pasien koping.
bercerita cerita. 8. analgetik menekan impuls
8. Kolaborasi untuk nyeri sehingga rangsangan
pemberian analgetik nyeri tidak diteruskan.

2. Gangguan persepsi Klien memiliki NOC: NIC:


sensori penglihatan penggunaan 1. Pasien akan 1. Tentukan ketajaman 1. kebutuhan individu dan
berhubungan dengan penglihatan yang berpartisipasi penglihatan, catat apakah pilihan intervensi bervariasi
gangguan penerimaan optimal dalam program satu atau kedua mata sebab kehilangan penglihatan
sensori cahaya pengobatan terlibat. terjadi lambat dan progesif,
2. Pasien akan bila bilateral, tiap mata dapat
mempertahankan berlanjut pada laju yang
lapang ketajaman berbeda tetapi, biasanya
penglihatan tanpa hanya satu mata diperbaiki
kehilangan lebih per prosedur.
lanjut. 2. Orientasikan pasien 2. Memberikan peningkatan
terhadap lingkungan, kenyamanan dan
staf, orang lain di kekeluargaan menurunkan
areanya. cemas dan disorientasi
3. Lakukan tindakan 3. Membantu untuk
untuk membantu pasien memandirikan pasien
menangani keterbatasan
penglihatan seperti
kurangi kekacauan,
ingatkan memutar kepala
ke subjek yang terlihat
dan perbaiki sinar suram
4. Perhatikan tentang 4. Tetes mata dapat menjadi
suram atau penglihatan salah satu penyebab
kabur dan iritasi mata terjadinya keratitis
dimana dapat terjadi bila
menggunakan tetes mata.
3. Ansietas berhubungan ansietas NOC NIC: Anxiety Reduction
dengan perubahan berkurang dan 1. Pasien tampak 1. Identifikasi persepsi 1. membantu pengenalan
status kesehatan teratasi rileks dan pasien terhadap ancaman ansietas/ takut dan membantu
melaporkan ansietas yang ada oleh situasi. dalam melakukan intervensi.
menurun sampai 2. Dorong pasien untuk 2. langkah awal dalam mengatasi
tingkat dapat diatasi. mengakui dan perasaan adalah identifikasi
2. Pasien menyatakan dan ekspresi, sehingga
menunjukkan perasaannya. mendorong penerimaan situasi
ketrampilan dan kemampuan diri untuk
pemecahan masalah
mengatasi.
3. Pasien
3. Berikan lingkungan 3. memindahkan pasien dari
menggunakan
tenang. stress luar meningkatkan
sumber informasi
secara efektif relaksasi dan membantu
menurunkan ansietas.
4. Dorong pasien/ orang 4. dukungan dapat membantu
terdekat untuk pasien merasa diperhatikan
menyatakan perhatian. sehingga tidak merasa sendiri
dalam menghadapi masalah.
5. Berikan informasi yang 5. menurunkan ansietas
akurat dan jujur. sehubungan dengan
ketidaktahuan dan memberikan
dasar untuk pilihan informasi
tentang pengobatan.
6. Bantu pasien untuk 6. perilaku yang berhasil dapat
mengidentifikasi dikuatkan pada penerimaan
perilaku koping dan masalah/ stres saat ini sehingga
sumber koping meningkatkan rasa kontrol diri.

4. Resiko cedera Klien tidak NOC: NIC: Enviromental Safety


berhubungan dengan mengalami 1. Beradaptasi 1. Tentukan tajam 1. kebutuhan individu dan
kerusakan fungsi cedera dengan penglihatan pada kedua pilihan intervensi bervariasi
sensori penglihatan lingkungan mata sebab kehilangan
2. Menciptakan penglihatan terjadi lambat
lingkungan yang dan progresif.
nyaman dan aman 2. Pertahankan posisi tempat 2. memberikan kenyamanan
3. Menggunakan tidur rendah, pagar tempat dan memungkinkan pasien
alat-alat dengan tidur tinggi dan bel di melihat objek lebih mudah
aman samping tempat tidur. dan memudahkan panggilan
untuk petugas bila
diperlukan.
3. Singkirkan benda-benda 3. memberikan perlindungan
yang dapat menimbulkan diri terhadap cedera.
cedera.
4. Anjurkan anggota 4. Untuk membantu pasien
keluarga untuk menemani mengenali lingkungan yang
pasien saat berada di baru
lingkungan yang asing. 5. cahaya yang kuat
5. Dorong penggunaaan meyebabkan rasa tak
kaca mata hitam pada nyaman
cahaya kuat
5. Resiko infeksi Klien tidak NOC: NIC: Infection Protection
berhubungan dengan menunjukkan 1. Meningkatkan 1. Lakukan tehnik steril 1. mencegah infeksi silang
kontak sekret dengan tanda-tanda penyembuhan luka 2. Monitor TTV (TD, 2. tanda infeksi salah satunya
mata sehat atau mata infeksi tepat waktu, bebas Nadi, Suhu, RR) ialah peningkatan TTV
orang lain drainase purulen, 3. Gunakan/tunjukkan 3. tehnik yang tepat dalam
eritema, dan teknik yang tepat untuk membersihkan mata dapat
demam. membersihkan mata dari menurunkan resiko infeksi
2. Mengidentifika dalam keluar dengan
si intervensi untuk bola kapas untuk tiap
mencegah/ usapan, ganti balutan.
menurunkan resiko 4. Tekankan pentingnya 4. dapat menularkan infeksi
infeksi tidak menyentuh/
3. Pasien mampu menggaruk mata yang
menyebutkan sakit kemudian yang
tindakan sehat
pencegahan infeksi 5. Anjurkan untuk 5. mencegah penularan infeksi
di rumah memisahkan handuk,
lap atau sapu tangan
6. Anjurkan pasien 6. istirahat dapat membantu
istirahat untuk proses penyembuhan
mengurangi gerakan
mata
7. Diskusikan pentingnya 7. mencuci tangan dapat
mencuci tangan sebelum mencegah infeksi
dan sesudah tindakan
8. Lakukan penkes tentang 8. memberikan pengetahuan
pencegahan dan dasar bagaimana cara
penularan memproteksi diri
9. Kolaborasi dan Monitor
pemberian antibiotik 9. mencegah komplikasi
dan kaji efek
sampingnya
4. Discharge Planning
Discharge planning pada pasien dengan keratitis adalah:
a. Ajarkan pentingnya menjaga kebersihan diri dan lingkungan untuk
mencegah masalah kesehatan.
b. Ajarkan pasien cara menjaga kebersihan mata untuk mencegah
kekambuhan.
c. Anjurkan pasien menggunakan pelindung mata untuk melindungi mata
dari paparan sinar UV
d. Anjurkan untuk mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang untuk
meningkatkan daya tahan tubuh seperti mengkonsumsi makanan yang
mengandung banyak vitamin A seperti wortel dan pepaya.
e. Anjurkan pasien untuk mengkonsumsi obat yang telah diresepkan oleh
dokter untuk menccegah komplikasi
DAFTAR PUSTAKA

American Academy of Ophthalmology. External Eye Disease and Cornea. San


Fransisco 2008-2009. p. 179-90

Biswell, R. 2010. Kornea. In: Vaughan, Asbury. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.

Bulecked, G.M, et al. 2013. Nursing Intervention Classification (NIC). United Sates
of America: Elsevier.

Carpenito-Moyet, Lynda Juall. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta:


EGC.

Dorland W. A. N. 2000. Kamus Kedokteran Dorland. Terjemahan Huriawati


Hartanto. Edisi pertama. Jakarta: EGC.

Herdman, T Heather. Diagnosis Keperawatan NANDA: Definisis dan Klasifikasi


2012-2014. Jakarta: EGC.

Hollwich, F., 1993. Oftalmologi Edisi Kedua. Jakarta: Binarupa Aksara

Ilyas S. 2004. Ilmu Penyakit Mata edisi–2. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.

Kanski, J.J.2009. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach. Third edition.


Williams and Wilkins, London.

Mansjoer, Arif et al. 2001. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media


Aesculapius.

Roderick B. Kornea. Vaughan & Asbury. 2009. Oftalmologi Umum Edisi 17.
Jakarta: EGC.

Tjay, Tan Hoan, & Rahardja, Kirana. 2007. Obat-Obat Penting. Jakarta: PT. Elex
Media Kamputindo

Smeltzer, Suzanne & Bare, Brenda G. 2001. Keperawatan Medikal Bedah


Brunner Suddarth. Jakarta: EGC.

Wilkinson, Judith M. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan dengan Intervensi


NIC dan Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai