Anda di halaman 1dari 36

SIKLUS BIOGEOKIMIA DAN FARMSCAPING: PENGELOLAAN

KOMUNITAS TUMBUHAN UNTUK MANIPULASI HABITAT MUSUH


ALAMI

Ditulis untuk memenuhi mata kuliah Ekologi dan Manajemen Lingkungan yang
diampu oleh Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si dan Ibu Prof. Dr. Hj. Mimien Henie
Irawati Al Muhdar, M.S.

Oleh
Kelompok 7

Refsya Aulia Fikri (190341864413)


Samsul Arifin (190341864410)

PROGRAM STUDI MAGISTER PENDIDIKAN BIOLOGI


JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Siklus Biogeokimia dan
Farmscaping” ini dengan lancar dan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.
Kami mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Mimien Henie Irawati Al Muhdar, M.S. dan Prof. Dr. Ir. Suhadi,
M.Si., sebagai pembimbing sekaligus sebagai pengampu mata kuliah ekologi
yang banyak memberikan wawasan dan membimbing kami dalam
menyelesaikan makalah ini.
2. Teman-teman offering C yang telah memberikan dukungan kepada kami untuk
menyelesaikan penyusunan makalah ini.
Kami selaku penulis sadar bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan, oleh sebab itu, penulis selalu mengharapkan kritik dan saran yang
membangun demi perbaikan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Akhirnya,
semoga Allah senantiasa memberikan rahmat dan hidayah-Nya kepada siapa saja
yang mencintai ilmu pengetahuan dan pendidikan. Amin Ya Rabbal Alamin.

Malang, 3 November 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGATAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .......................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3
C. Tujuan ....................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
A. Siklus Biogeokimia .................................................................................. 4
B. Dekomposisi dan Laju Pendauran Nutrien .............................................. 10
C. Dampak Aktivitas Manusia pada Siklus Kimia di Bumi ......................... 11
D. Pertanian dan Pendauran Nitrogen ........................................................... 12
E. Toksin di Lingkungan .............................................................................. 12
F. Farmscaping: Pengelolaan Komunitas Tumbuhan untuk Manipulasi Habitat
Musuh alami ............................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 31
A. Kesimpulan................................................................................................ 31
B. Saran.......................................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Ekosistem merupakan kesatuan antara organisme-organisme dengan
lingkungan abiotik lain yang akan saling mempengaruhi sehingga menghasilkan
sistem yang stabil dimana terjadi pertukaran materi diantara makhluk hidup dan
lingkungannya. Contoh sederhana adalah dalam suatu ekosistem sawah harus
tersedia oksigen untuk membantu proses respirasi dari cacing, dimana cacing akan
membantu tanah agar tetap gembur sehingga berdampak baik bagi tumbuhan yang
ada di sawah.
Daur materi pada suatu lingkungan adalah gambaran yang penting dalam
suatu ekosistem. Materi yang diambil dari lingkungan oleh tumbuh-tumbuhan dan
hewan-hewan akan dikembalikan ke lingkungan dan dipakai kembali secara terus
menerus oleh organisme dalam proses biogeokimia. Tumbuh-tumbuhan dan hewan
melepaskan karbon dioksida sebagai hasil pernafasan selulernya ke udara alam
lingkungannya yang kenudian dapat digunakan lagi oleh tumbuhan dalam proses
fotosintesis untuk membuat zat gula, yang kemudian di makan oleh hewan-hewan
dan melepaskannya kembali. Dekomposer menambah mineral-mineral ke dalam
tanah. Tumbuhan mengambil mineral itu untuk proses metabolismenya, Bila
tumbuhan dan hewan mati dekomposer akan memprosesnya lagi sebagai sumber
mineral dalam tanah (Ramli, 1989).
Semua faktor yang mempengaruhi lingkungan akan saling mempengaruhi
dalam menjaga keseimbangan alam ini. Setiap bahan kimia yang dibutuhkan oleh
organisme sebagai bahan baku disebut nutrien. Oleh karena itu suatu bentuk
kehidupan tersusun oleh sebagian senyawa anorganik dan sebagian lagi organik dan
semua fungsi hidup itu ditujukan untuk pemeliharaan pelestarian tubuhnya, maka
suatu organisme harus memperoleh nutrien anorganik, yang selanjutnya dihimpun
dalam bentuk itu sendiri.
Terdapat 30 sampai 40 unsur yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan organisme. Diantara yang terpenting adalah C, H, O, N, S. P, K, Mg,

1
2

B, Zn, C1, Mo, I, F kebanyakan dari unsur-unsur ini tidak dapat dipakai langsung
oleh suatu organisme tetapi diambil dalam bentuk persenyawaan kimia. Sebagai
contoh Hidrogen yang tersedia dalam molekul air yang mempunyai dua atom
hidrogen dan satu atom oksigen. Unsur-unsur ini dan persenyawaannya disebut zat
hara (nutrien). berpindah-pindah di dalam rantai makanan mahluk hidup dan
lingkungan abiotis yang merupakan komponen ekosistem dalam suatu daur materi.
Sehingga untuk mengatahui secara khusus daur materi maka dalam makalah ini
akan di bahas secara detail mengenai daur materi yang dikenal dengan nama daur
Biogeokimia.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi
tanaman di Indonesia baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan.
Organisme pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama,
penyakit dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu
penghambat produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat
negara, karena dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya.
Berdasarkan pengalaman, masih adanya permasalahan OPT yang belum tuntas
penanganannya dan perlu kerja keras untuk mengatasinya dengan berbagai upaya
dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai produk buah dan sayuran buah dan virus
gemini pada cabai. Selain itu, dalam kaitannya dengan terbawanya OPT pada
produk yang akan diekspor dan dianalis potensial masuk, menyebar dan menetap di
suatu wilayah negara, akan menjadi hambatan yang berarti dalam perdagangan
internasional.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest
Management) merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan
masyarakat dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga
kelestarian lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan
yang memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu komponen
pengendalian hama terpadu (PHT) yang sesuai untuk menunjang pertanian
berkelanjutan pembangunan pertanian secara hayati karena pengendalian ini lebih
selektif (tidak merusak organisme yang berguna dan manusia) dan lebih
berwawasan lingkungan. Pengendalian hayati berupaya memanfaatkan pengendali
hayati dan proses-proses alami. Aplikasi pengendalian hayati harus kompatibel
3

dengan peraturan (karantina), pengendalian dengan jenis tahan, pemakaian


pestisida dan lain-lain. Berbagai kendala yang menyangkut komponen hayati antara
lain adalah adanya kesan bahwa cara pengendalian hayati lambat kurang diminati.
Oleh karena itu terasa pentingnya suatu komitmen untuk menentukan suatu gerak
terpadu melalui konsep pengendalian hayati yang menguntungkan dan
berkelanjutan dalam pemanfaatannya.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Siklus Biogeokimia?
2. Bagaimana jenis-jenis Siklus Biogeokimia?
3. Bagaimana laju dekomposisi dan pendauran nutrien?
4. Bagaimana dampak aktivitas manusia terhadap Siklus Biogeokimia di Bumi?
5. Apakah yang dimaksud dengan OPT?
6. Apa saja jenis organisme yang dikategorikan sebagai penggangu tanaman?
7. Bagaimana cara mengendalikan OPT?
8. Apakah keuntungan dan kerugian dari OPT?
C. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui defenisi siklus biogeokimia.
2. Mengetahui jenis-jenis siklus biogeokimia.
3. Menganalisis laju dekomposisi dan pendauran nutrien.
4. Menjelaskan dampak aktivitas manusia terhadap siklus biogeokimia di Bumi.
5. Menjelaskan definisi OPT.
6. Menngetahi jenis organisme yang dikategorikan sebagai penganggu tanaman.
7. Menjelaskan cara mengendalikan OPT.
8. Menjelaskan keuntungan dan kerugian OPT.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Siklus Biogeokimia
1. Pengertian Biogeokimia
Siklus atau daur unsur-unsur kimia yang berada di lingkungan alam pada
waktu tertentu berada dalam organisme hidup (bio), kemudian berada di dalam
tanah (geo) dan berulang-ulang membuat siklus yang konstan. Unsur-unsur kimia,
termasuk unsur hara, cenderung untuk bersirkulasi dalam biosfer dengan pola
tertentu, dari lingkungan ke organisme dan kembali lagi ke lingkungan. Pola ini
kurang lebih berbentuk lingkaran dan dikenal sebagai siklus biogeokimia.
Pergerakan unsur-unsur kimia dan senyawa anorganiknya sangat penting bagi
kehidupan organisme (tumbuhan, hewan, mikroorganisme manusia) (Setiadi,
2013).
Berdasarkan sumbernya di alam, siklus biogeokimia dapat dibagi dalam 2
golongan (tipe), antara lain: (1) tipe gas, di mana sebagai sumber utama dari unsur
kimia yang paling besar adalah atmosfer dan lautan (hidrosfer). Contoh: siklus C,
H2O, N dan O2. (2) tipe sedimen, di mana sumber utama dari unsur tersebut adalah
batuan bumi. Contoh: siklus P, Ca (Setiadi, 2013). Pada ekosistem darat, unsur-
unsur ini berdaur secara lokal, diabsorbsi dari tanah oleh akar tumbuhan dan pada
akhirnya dikembalikan ke tanah oleh dekomposer, akan tetapi pada ekosistem
akuatik unsur-unsur ini berdaur lebih luas karena bentuk yang terlarut terbawa oleh
arus air (Campbell, 2008).
Sebelum mengkaji detail dari siklus-siklus individual, marilah kita melihat
model umum dari pendauran nutrient yang mencakup reservoir-reservoir utama
daari unsur-unsur dan proses yang mentransfer unsur diantara reservoir-reservoir
tersebut. Setiap reservoir dicirikan oleh dua karakteristik yaitu apakah reservoir
tersebut mengandung mineral organik atau anorganik dan apakah material itu
tersedia secara langsung untuk digunakan oleh organisme atau tidak (Campbell,
2008)

4
5

Gambar 2.1. Model umum siklus nutrien


Sumber: https://www.slideshare.net/aprillia20/daur-biogeokimia

Nutrien dalam organisme hidup dalam detritus (reservoir A) tersedia untuk


organisme lain ketika konsumen makan dan ketika detrivisor mengonsumsi materi
organic tak hidup. Beberapa materi dipindahkan dari reservoir organic hidup ke
reservoir organik terfosilisasi (Reservoir B) ketika organisme mati dikonversi
menjadi batu bara, minyak atau gambut (bahan bakar fosil). Nutrien dalam deposit
ini umumnya tidak dapat diasimilasi secara langsung. Material anorganik (unsur
dan senyawa) yang terlarut dalam air atau terdapat dalam tanah dan udara
(Reservoir C) tersedia untuk digunakan oleh organisme. Organisme mengasimilasi
material dari reservoir ini secara langsung dan mengembalikan zat kimia ke
reservoir tersebut melalui proses respirasi seluler, eksresi, dan dekomposisi.
Walaupun sebagaian besar organisme tidak bisa langsung mengambil unsur-unsur
anorganik yang terikat dalam bebatuan (Reservoir D), nutrien-nutrien ini tidak
lama-kelamaan bisa tersedia di alam melalui pengikisan akibat cuaca dan erosi.
Serupa dengan itu, material organic yang tidak tersedia untuk organisme berpindah
ke dalam reservoir nutrient anorganik yang tersedia ketika bahan bakar fosil
dibakar, sehingga melepaskan gas-gas ke atmosfer.
6

2. Jenis-jenis Siklus Biogeokimia


a) Siklus Air

Gambar 2.2 Siklus Air


Sumber: http://vivavirda.blogspot.com/2018/02/siklus-hidrologi.html
Meskipun hanya sebagian kecil air di Bumi yang terdapat pada materi
hidup, air sangat penting bagi organisme hidup Selain kontribusi air secara
langsung bagi kelestarian hidup lingkungan, pergerakannya di dalam dan
antarekosistem juga mentransfer zat-zat lain dalam beberapa siklus biogeokimia.
Siklus air digerakkan oleh energi matahari, dan sebagian besar terjadi di antara
lautan dan atmosfer melalui penguapan (evaporasi) dan curah hujan (presipitasi)
(Gambar 2.2). Jumlah air yang menguap dari lautan melebihi presipitasi di atas
lautan, dan kelebihan uap air dipindahkan oleh angin ke daratan. Di atas
permukaan daratan, presipitasi melebihi evaporasi dan transpirasi, yaitu
hilangnya air melalui euaporasi pada tumbuhan. Aliran permukaan dan air tanah
dari darat akan menyeimbangkan aliran bersih uap air dari lautan ke daratan.
Siklus air berbeda dari siklus lainnya karena sebagian besar aliran air melalui
ekosistem terjadi melalui proses fisik, bukan proses kimia; selama evaporasi,
transpirasi, dan presipitasi, air mempertahankan bentuknya sebagai H2O. Suatu
pengecualian yang penting secara ekologis (meskipun tidak secara kuantitatif)
adalah perubahan air secara kimia selama proses fotosintesis.
7

b) Siklus Karbon

Gambar 2.3 Siklus Karbon


Sumber: https://usaha321.net/proses-dan-tahapan-siklus-karbon.html

Kandungan Karbon (C) di atmosfer dalam senyawa jumlahnya 0.03%.


Karbon yang ada di atmosfer ini hanya dapat diikat oleh tumbuhan dalam proses
fotosintesis CO2 + H2O  C6H12O6 + O2 + H2O + energi dan unsur karbon (C)
akan diikat dalam bentuk Karbohidrat (C6H12O6). Selanjutnya, karbon tersebut akan
dilepaskan lagi oleh tumbuhan melalui proses respirasi kembali ke atmosfer:
C6H12O6 + O2 + energi  CO2 + H2O
Selanjutnya, karbon (C) dalam bentuk karbohidrat dari tumbuhan akan
masuk ke dalam organisme herbivora (hewan, manusia) dalam proses makan
memakan akan disimpan dalam bentuk lemak. Selanjutnya, akan dilepaskan lagi
dalam proses respirasi kembali ke atmosfer dan sebagian lagi akan hilang melalui
kotoran dan apabila organisme herbivora tersebut mati. Kotoran dan sisa organ
yang mati itu akan didekomposisi kembali masuk ke dalam tanah. Begitu pula
sebagian dari CO2 yang terlarut ke dalam air akan dimanfaatkan oleh rumput laut
dan ganggang menjadi karbohidrat. Sebagian dari karbon tersebut akan masuk ke
tubuh ikan, rumput laut, ganggang. Sebagian dari karbon (C) juga akan kembali lagi
ke atmosfer dalam proses penguapan dari laut. Selanjutnya, karbon yang berasal
dari rumput laut, ikan dan ganggang yang mati akan masuk ke dasar laut, begitu
juga yang masuk ke tanah. Karbon tersebut akan membentuk bahan bakar fosil.
Bahan bakar fosil ini (minyak tanah, premium, batu bara) akan digunakan untuk
8

kebutuhan industri, seperti bahan bakar kendaraan bermotor dan melalui proses
pembakaran kembali lagi ke atmosfer dalam bentuk senyawa CO2.

c) Siklus Nitrogen

Gambar 2.4 Siklus Nitrogen


Sumber: https://www.dictio.id
Nitrogen yang terdapat di dalam tanah terikat dalam senyawa nitrat (NO3),
karena adanya proses nitrifikasi oleh bakteri nitrifikasi akan berubah menjadi N2
dan lepas ke atmosfer. Nitrogen tersebut juga diserap oleh tumbuhan untuk
membentuk protein di tumbuhan. Selanjutnya tumbuhan akan dimakan oleh
herbivora dan nitrogennya digunakan untuk membuat protein herbivora dan
herbivora dimakan oleh karnivora. Di dalam tubuh karnivora, nitrogennya diubah
untuk membuat protein di tubuhnya. Kalau bagian tumbuhan ada yang mati, dalam
bentuk serasah ataupun tumbuhan tersebut mati, hewan herbivora dan karnivora
juga membuang kotorannya ke tanah, begitu juga bila mati. Selanjutnya organisme
tumbuhan atau hewan yang mati tersebut akan di dekomposisi oleh dekomposer.
Selanjutnya oleh bakteri amonifikasi, nitrogen hasil dekomposisi ini akan diubah
menjadi amonium (NH4) dan akan diubah menjadi lagi oleh bakteri nitrifikasi
menjadi nitrit (NO2) dan oleh bakteri nitrifikasi menjadi nitrat (NO3) dan (NO3) ini
akan kembali dilepas ke tanah. Sebagian nitrogen dari atmosfer juga akan kembali
ke tanah pada saat terjadi halilintar di musim hujan, begitu juga nitrogen dari
atmosfer akan kembali ke tanah karena di fiksasi oleh bakteri pengikat nitrogen
terutama yang dilakukan oleh akar-akar jenis tumbuhan legume yang dapat
mengikat N2 dari atmosfer.
9

Nitrogen di lautan dapat berasal dari nitrat (NO3) yang ada di dalam tanah
terbawa aliran permeabilitas masuk ke lautan dan akan tersimpan dalam bentuk
endapan di dasar laut. Nitrogen yang berada di dasar laut ini akan difiksasi oleh
ganggang hijau biru yang selanjutnya ganggang hijau biru ini akan dimakan ikan
dan ikannya akan dimakan burung laut. Selanjutnya kotoran dan sekresi dari burung
laut yang mengandung nitrogen ini dapat kembali lagi ke lautan.

d) Siklus Fosfor

Gambar 2.5 Siklus Fosfor


Sumber://www.ebiologi.net/2015/06/daur-fosfor-proses-tahapan-dan-gambar.html

Merupakan salah satu contoh tipe sedimen. Sebagian besar ketersediaan


fosfor di alam bersumber dari hasil pelapukan batuan fosfat. Batuan fosfat melapuk
karena pengaruh perubahan cuaca, suhu, dan air hujan. Air hujan membawa ion-ion
fosfor yang berasal dari batuan ke tanah sehingga bisa dimanfaatkan oleh tanaman.
Ion-ion fosfor ini kemudian diserap tumbuhan melalui perakaran dan digunakan
untuk pertumbuhannya. Beberapa hewan dan manusia yang memakan tumbuhan
juga secara tidak langsung telah memasukan fosfor ke dalam tubuhnya. Begitupun
dengan tahapan rantai makanan selanjutnya. Tumbuhan, hewan, organisme yang
mati, serta feses, dan urinenya terurai menjadi fosfat organik melalui bantuan
10

bakteri. Dalam daur fosfor, fosfat ini kemudian akan kembali tersimpan ke dalam
tanah untuk kemudian diserap oleh tumbuhan sebagai hara bagi pertumbuhannya.
Sebagian kecil fosfor yang dihasilkan dari proses pelapukan juga terbawa
oleh aliran air menuju tempat terendah. Laut, dalam hal ini adalah tempat terjadinya
sedimentasi fosfor yang dibawa air melalui alirannya. Sedimentasi ini dimanfaatkan
oleh ganggang dan beberapa tumbuhan air untuk pertumbuhannya. Ikan-ikan dan
organisme tingkat tinggi yang memakan hasil dari tumbuhan air dan ganggang juga
telah mengambil bagian dalam daur fosfor ini. Mereka memanfaatkan fosfor untuk
pertumbuhannya, tersimpan di dalam jaringan tubuhnya, dan akan terurai saat
mereka mati. Di tempat-tempat tertentu, burung guano yang memakan ikan-ikan
laut telah berhasil mengangkut fosfor dari lautan ke darat. Mereka memangsa ikan
di ekosistem laut yang mengandung banyak fosfor dan mengubahnya menjadi feses
yang sangat kaya akan fosfor. Feses guano ini biasa ditemukan di goa-goa di
daratan.
Kegiatan pertanian yang dilakukan cenderung mempercepat hilangnya
phosphor dari ekosistem pertanian, sehingga kalau hanya mengandalkan kepada
daur/siklus phosphor alami cenderung tidak seimbang antara penggunaan dengan
pengadaannya kembali ke ekosistem, karena itu para petani harus selalu melakukan
pemupukan phosphor (P). Demikian pula halnya dengan mineral-mineral lain yang
termasuk siklus tipe sedimen seperti sulfur (S), Kalsium (Ca), Magnesium (Mg),
dan Kalium (K).
B. Dekomposisi dan Laju Pendauran Nutrien
Dekomposisi dikontrol oleh factor-faktor yang sama dengan yang
membatasi produksi primer pada ekosistem. Factor-faktor tersebut mencakup suhu,
kelembapan, dan ketersediaan nutrient. Dekomposer biasanya tumbuh lebih cepat
dan mendekomposisi material secara lebih cepat pada ekosistem yang lebih hangat.
Misalnya dihutan hujan tropis sebagian besar material organik terdekomposisi
dalam beberapa bulan atau beberapa tahun, sementara hutan yang beriklim sedang
dekomposisi rata-rata memerlukan waktu empat hingga enam tahun. Perbedaan
tersebut sebagian besar disebabkan oleh suhu yang lebih tinggi dan curah hujan
yang lebih melimpah di hutan hujan tropis.
11

Karena dekomposisi di hutan hujan tropis berlangsung cepat, relatif sedikit


material organic yang terakumulasi sebagai sampah dedaunan di lantai hutan.
Sekitar 75% dari nutrient di dalam ekosistem terdapat dalam batang pohon berkayu
dan sekitar 10% terkandung dalam tanah. Dengan demikian, konsentrasi beberapa
nutrient yang rendah dalam tanah pada hutan hujan tropis diakibatkan dari waktu
pendauran yang pendek, bukan dari kekurangan unsur-unsur tersebut dalam
ekosistem. Sedangkan di hutan beriklim sedang, saat dekomposisi berlangsung jauh
lebih lambat, tanah dapat mengandung setidaknya 50% dari semua material organic
dalam ekosistem tersebut. Nutrient-nutrien yang terdapat dalam detritus dan tanah
di hutan beriklim sedang bisa tetap berada di sana selama periode yang cukup lama
sebelum diasimilasi oleh tumbuhan. Dekomposisi di tanah juga akan berlangsung
lebih lambat ketika kondisi terlalu kering bagi dekomposer untuk tumbuh dengan
baik atau terlalu basah sehingga dekomposer tersebut tidak memperoleh suplai
oksigen yang cukup.

C. Dampak Aktivitas Manusia pada Siklus Kimia di Bumi


Seiring dengan pertumbuhan ukuran populasi manusia yang cepat dan
aktivitas serta kemampuan teknologi telah mengacaukan struktur trofik, aliran
energy dan pendauran unsur kimia di ekosistem. Bahkan, sebagian besar siklus
unsur kimia kini lebih dipengaruhi oleh aktivitas manusia dari pada proses-proses
alami.
Aktivitas manusia sering kali menyingkirkan nutrient-nutrien dari satu
bagian bioster dan menambahkan nutrient tersebut ke bagian yang lain. Pada tingkat
yang paling sederana, seseorang yang memakan sepotong brokoli di Washington,
DC, mengonsumsi nutrien yang baru beberaa hari sebelumnya terdapat di dalam
tanah di Califcrnia; tak lama kemudian, beberapa dari nutrien ini akan berada di
dalam Sungai Potomac, setelah melewati sistem pencernaan orang itu dan fasilitas
pengolahan limbah lokal. Pada skala yang lebih besar, nutrien di lahan peternakan
dapat mengalir ke sungai kecil dan danau, menghabiskan nutrien di satu area,
meningkatkan nutrient di area lain, dan mengubah siklus unsur kimia pada kedua
area tersebut. Terlebih lagi, manusia telah menambahkan material-material yang
sepenuhnya baru-beberapa di antaranya bersifat toksik ke ekosistem.
12

Manusia telah mengubah siklus nutrien sedemikian banyak sampai-sampai


kita tak lagi bisa memahami siklus apa pun tanpa mempertimbangkan efek-efek ini.
Mari kita Kaji beberapa contoh spesifik dampak manusia terhadap dinamika unsur
kimia biosfer.

D. Pertanian dan Pendauran Nitrogen


Nitrogen adalah nutrien utama yang hilang melalui pertanian. Dengan
demikian, pertanian memiliki dampak yang besar pada siklus nitrogen. Membajak
dapat mencampur tanah dan mempercepat dekomposisi materi organik, sehingga
melepaskan nitrogen yang kemudian hilang ketika tanaman pangan dipanen.
Pemberian pupuk dapat dapat menggantikan kehilangan nitrogen yang digunakan
dari ekosistem pertanian.
Penelitian terbaru mengindikasikan bahwa aktivitas manusia telah
melipatgandakan suplai nitrogen terfiksasi yang tersedia untuk produsen primer di
bumi. Pupuk industri menjadi sumber nitrogen tambahan terbesar. Masalah utama
dengan nutrient yang berlebih adalah muatan kritis (Critical load), yaitu jumlah
nutrient tambahan biasanya berupa fosfor atau nitrogen yang dapat diadsorbansi
oleh tumbuhan tanpa merusak integritas ekosistem. Apabila mineral-mineral
bernitrogen dalam tanah melebihi muatan kritis tersebut, pada akhirnya tergelontor
ke dalam air tanah atau mengalir ke dalam perairan tawar dan ekosistem laut,
sehingga mencemari suplai air dan membunuh ikan. Konsentrasi nitrat dalam air
tanah meningkat pada sebagaian wilayah pertanian bahkan terkadang melebihi
tingkat aman untuk diminum.
E. Toksin di Lingkungan
Manusia melepaskan beraneka ragam zat kimia toksik, termasuk ribuan
senyawa sintetik yang sebelumnya tidak pernah dikenal di alam, tanpa terlalu peduli
pada konsekuensi ekologis. Organisme memperoleh zat-zat toksik dari lingkungan
bersama dengan nutrien dan air. Sejumlah racun dimetabolisme dan diekskresikan,
namun yang lain terakumulasi dalam jaringan spesifik, terutama lemak. Salah satu
alasan mengapa toksin yang terakumulasi sangat berbahaya adalah bahwa toksin
tersebut menjadi lebih terkonsentrasi di tingkat trofik yang lebih tinggi pada jejaring
makanan, suatu proses yang disebut magnifikasi biologis (biological
magnification). Magnifikasi terjadi karena biomassa pada tingkat trofik mana pun
13

dihasilkan dari biomassa yang jauh lebih besar yang dingesti dari tingkat trofik di
bawahnya. Dengan demikian, karnivora puncak cenderung menjadi organisme
yang paling terpengaruh oleh senyawa toksik di lingkungan.
Salah satu kelas senyawa yang disintesis secara industri yang telah
menunjukkan magnifikasi biologis adalah hidrokarbon terklorinasi, mencakup zat-
zat kimia industry yang disebut PCB (Polychlorinated biphenyl, bifenil
terpoliklorinasi) dan berbagai macam pestisida. Penelitian menunjukkan bahwa
kebanyakan dari senyawa ini menyebabkan gangguan pad system endokrin di
banyak spesies hewan, termasuk manusia (Campbell, 2008).
Banyak toksit yang tidak dapat didegradasi oleh mikroorganisme dan bertahan di
lingkungan selama beberapa tahun atau bertahan di lingkungan selama beberapa
tahun atau bahkan beberapa decade. Pada kasus yang lain, zat-zat kimia dilepaskan
ke dalam lingkungan mungkin relative tidak berbahaya, namun dikonversi menjadi
produk yang lebh toksit melalui reaksi dengan zat-zat lain, paparan terhadap
cahaya, atau metabolism mikroorganisme. Sebagai contoh merkuri, produk
sampingan dari produksi plastik dan pembangkit listrik tenanga batu bara, dibuang
secara rutin ke dalam sungai dan laut dalam bentuk tak larut. Bakteri di dasar
lumpur mengonversi limbah menjadi metil merkuri (CH3Hg+), senyawa terlarut
yang sangat toksit yang terakumulasi dalam jaringan organisme, termasuk manusia
yang mengonsumsi ikan dari perairan tercemar (Campbell, 2008).
B. Farmscaping: Pengelolaan Komunitas Tumbuhan untuk Manipulasi
Habitat Musuh Alami
1. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah semua organisme yang
dapat merusak, menggangu kehidupan atau menyebabkan kematian pada
tumbuhan. Organisme penganggu tanaman merupakan faktor pembatas produksi
tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme
pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit
dan gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat
produksi dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke suat negara, karena
dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Masih banyak
permasalahan OPT yang belum tuntas penanganannya dan perlu kerja keras untuk
14

mengatasinya dengan berbagai upaya dilakukan, seperti lalat buah pada berbagai
produk buah dan sayuran buah dan virus gemini pada cabai. Selain itu, dalam
kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis
potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi
hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional.
2. Organisme yang termasuk dalam pengganggu tanaman
Beberapa filum yang anggotanya diketahui berpotensi sebagai hama tanaman
adalah Aschelminthes (nematoda), Mollusca (siput), Chordata (binatang bertulang
belakang), dan Arthropoda (serangga, tunggau, dan lain-lain). Dalam uraian berikut
akan dibicarakan secara singkat tentang sifat-sifat morfologi luar anggota filum
tersebut.
a. Filum Nematoda
Sastrosuwignyo (1990) menyatakan bahwa tidak semua anggota Nematoda
berperan sebagai hama tanaman atau bersifat parasitik, namun ada juga yang
bersifat saprofag yang tidak merugikan tanaman. Nematoda sering ditemukan
pada tempat-tempat atau habitat yang basah, misalnya dalam air, tanah, tanaman,
binatang, dan manusia. Nematoda berukuran sangat kecil, berbentuk silindris,
tidak berwarna (transparan), bilateral simetris, tidak beruas, mempunyai rongga
tubuh semu (pseudocoelomates), bagian kepala agak tumpul, sedangkan bagian
ekornya agak runcing. Selama hidupnya nematoda dapat mengalami pegantian
kulit sebanyak empat kali. Cara nematoda menyerang tanaman bervariasi, yaitu :
1) Ektoparasit, yaitu menyerang dari luar jaringan tanaman, misalnya
Criconemoides sp dan Xiphinema sp.
2) Endoparasit, yaitu menyerang dari dalam jaringan tanaman. Ada yang bersifat
sedentary (menetap), misalnya nematoda puru akar (Meloidogyne spp.), dan
ada yang bersifat migratory (berpindah), misalnya Pratylenchus sp.
3) Ektoendoparasit, yaitu setelah dewasa nematoda meletakkan sebagian
tubuhnya ke dalam tanaman, misalnya Rotylenchus sp.
4) Endoektoparasit, yaitu telur dan larva berkembang dalam tubuh tanaman,
kemudian sebagian tubuhnya keluar dari jaringan tanaman, misalnya
Heterodera sp.
15

Akibat serangan nematoda, maka tanaman akan mengalami gejala kerusakan


yang beragam, tergantung jenis nematodanya. Berdasarkan gejala kerusakannya,
nematoda dibedakan menjadi :
1) Nematoda puru/bengkak (gall nematodes), misalnya Anguina tritici penyebab
puru pada daun dan biji gandum.
2) Nematoda batang (stem nematodes), misalnya Ditylenchus dipsaci
yang menyebabkan pembengkakan batang dan pembusukan umbi lapis
(bawang).
3) Nematoda daun (leaf nematodes), misalnya Aphelenchoides besseyi yang
menyebabkan pucuk daun memutih pada tanaman padi.
4) Nematoda puru akar (root-knot nematodes), misalnya Meloidogyne sp yang
menyebabkan perakaran membengkak pada famili Solanaceae, sehingga
pertumbuhan tidak normal.
Nematoda dapat berperan sebagai vektor penyakit, misalnya dari ordo
Dorylaimida yaitu nematoda jarum (Longidorus sp.) dan nematoda keris
(Xiphinema sp.). Keduanya bersifat ektoparasit dan dapat menularkan penyakit
virus. Nematoda ini menyerang tanaman dengan cara mencucuk dan mengisap
cairan sel akar. Luka tusukan tersebut sering diikuti oleh serangan mikroorganisme
sekunder (bakteri dan cendawan) sehingga menimbulkan pembusukan. Akibatnya
pertumbuhan tanaman merana dan perkembangannya terhambat.
b. Filum Mollusca
Kelas Gastropoda merupakan salah satu kelas anggota filum Mollusca yang
banyak berperan sebagai hama tanaman. Tubuh anggota kelas Gastropoda ada yang
dilindungi oleh cangkang (shell), adapula yang tidak. Sebagai contoh yaitu bekicot
(Achatina fullica Bowd.), Semperula maculata, siput bugil (Parmarion pupillaris
Humb.), dan Sumpil (Lamellaxis gracilis Hutt.).
Bekicot berasal dari Afrika Timur atau Afrika Selatan ini memiliki panjang
tubuh 10 cm-13 cm. Cangkang bekicot berbentuk kerucut berulir, berwarna coklat-
kekuningan dengan bercak coklat kehitaman yang memanjang. Tubuh berwarna
coklat, berlendir dan perutnya berfungsi sebagai kaki. Mempunyai dua pasang
sungut (antena), yaitu sungut depan yang berfungsi sebagai peraba dan sungut di
belakang yang berfungsi sebagai mata. Bekicot dan anggota Gastropoda yang lain
16

menggunakan gigi parut (radula) untuk menggigit dan mengunyah bagian tanaman
yang berdaging tebal dan berair. Biasanya menyerang tanaman pada malam hari,
dan banyak ditemukan di tempat-tempat yang berair dan mempunyai kelembaban
tinggi (Rukmana dan Saputra, 1997).
c. Filum Chordata
Filum Chordata mempunyai banyak anggota, namun tidak semuanya
berperan sebagai hama tanaman. Anggota filum ini yang banyak berperan sebagai
hama adalah Kelas Mamalia (hewan menyusui) dan kelas Aves (burung). Dari kelas
mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling
merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus
argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti
gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang
merugikan. Sedangkan dari kelas aves yang berperan sebagai hama misalnya
burung pipit (Lonchura leucogastroides (Horsf. dan Moore)). Mamalia yang
dianggap menjadi hama menyerang tanaman sebagai berikut:
1) Tikus (Rattus-rattus spp.)
Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama dari
golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan tanaman
yang disukainya cukup banyak. Tikus dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi
pada areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen. Disamping itu
tikus juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi
jalar, tebu, kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981). Pada umumnya tikus
menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian, pertanaman sampai di
tempat penyimpanan. Tikus aktif menyerang tanaman pada malam hari. Tikus yang
lapar akan memakan hampir semua benda yang dijumpainya. Jika makanan cukup
tersedia, tikus akan memilih jenis makanan yang paling disukai, seperti padi yang
sedang bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak tersedia,
perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra, 1997).
Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut Kalshoven (1981)
adalah sebagai berikut :
a) Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer), tikus sawah mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 270 mm – 370
17

mm, berat badan rata-rata ± 130 gram, panjang ekor ± 95 persen panjang
badan (dari kepala sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai 12 puting
susu, yaitu terdiri atas tiga pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian
perut, warna badan kelabu gelap, sedang bagian dada dan perutnya berwarna
keputih-putihan.
b) Tikus rumah (Rattus rattus diardi), tikus rumah mempunyai ciri-ciri sebagai
berikut: panjang dari hidung sampai ujung ekor antara 220 mm – 370 mm,
panjang ekor sama atau lebih panjang 105 persen dari panjang badan (hidung
sampai pangkal ekor), tikus betina mempunyai puting susu 10 buah, yaitu
terdiri dari dua pasang di bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna
bulu badan bagian atas dan bagian bawah cokelat tua kelabu, makanan tikus
rumah diperoleh dari sisa makanan manusia, atau makanan yang disimpan
tidak rapi, dan hasil pertanaman yang disimpan di gudang atau tanaman-
tanaman yang berada di kebun dekat rumah.
c) Tikus pohon (Rattus tiomanicus), ciri-ciri tikus pohon adalah sebagai berikut:
ekor lebih panjang 110 persen dari panjang badan (hidung sampai pangkal
ekor), jumlah puting susu betina 10 buah yaitu terdiri atas dua pasang di
bagian dada dan tiga pasang di bagian perut, warna bulu badan pada bagian
punggung kemerah-merahan, sedangkan pada bagian perut hampir
seluruhnya putih dan tikus ini sering menyerang buah kelapa, kakao, dan
kopi.
2) Musang (Paradoxurus hermaphroditus)
Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah, namun dapat
menimbulkan kerugian bagi para petani. Binatang ini menyukai buah-buahan yang
sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan segala jenis
tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam.
3) Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)
Landak biasanya membuat sarang pada tebing-tebing berupa lubang-lubang
atau gua kecil seperti tikus. Aktif pada malam hari dan menyerang akar tanaman
umbi-umbian, dapat pula menyerang jagung, ketela pohon, nenas, dan tebu
(Kalshoven, 1981). Satwa liar yang dapat berperan sebagai hama antara lain : gajah
18

(Elephas maximus L.), babi hutan (Sus vitatus), banteng (Bos sondaicus), rusa
(Rusa timorensis), beruang (Helarctos malayanus) (Triharso, 1994).
Binatang yang termasuk ke dalam golongan aves (burung) pada umumnya
tubuhnya ditutupi kulit dan berbulu, mempunyai paruh, serta kakinya bersisik.
Anggota bagian depan pada burung yang berupa sayap digunakan untuk terbang.
Meskipun demikian, ada golongan burung yang tidak bisa terbang, misalnya
kasuari, kiwi, dan unta (Rukmana dan Saputra, 1997). Menurut Harahap dan
Tjahjono (1994) beberapa jenis burung/aves yang berpotensi sebagai hama adalah
sebagai berikut :
a) Burung pipit haji (Lonchura maja leucocephala Raffles)
Nama lainnya adalah bondol uban. Kepalanya berwarna putih keabu-
abuan seperti sorban haji. Bulu tubuhnya berwarna hitam kecoklatan. Warna
leher putih dan secara bertahap berubah warna menjadi coklat merah ke arah
bagian dadanya. Matanya berwarna coklat hitam. Ukurannya sebesar burung
gelatik. Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung pipit haji ini
hidup berkelompok. Membuat sarang dari alang-alang, batang padi atau
rumput-rumputan lainnya. Dalam satu sarang terdapat lima ekor burung.
Kerusakan ditimbulkan oleh gerombolan burung pada saat padi sedang
menguning. Pada umumnya gerombolan burung ini terdiri atas kurang dari 50
ekor dan datang berkali-kali.
b) Pipit jawa (Lonchura leucogastroides Horsfield dan Moore)
Burung pipit ini berbentuk hampir sama dengan pipit haji, tetapi tanpa
warna pada kepala. Tubuh bagian atas dan sayapnya berwarna merah coklat,
lehernya hitam, perut putih, mata coklat, paruh hitam dan ekor kehitam-
hitaman. Panjang tubuh sampai ke ujung ekornya kurang lebih 9 – 10 cm.
Burung jantan dan betina seukuran dan serupa. Burung menyukai lingkungan
yang bersemak-semak, hutan sekunder, persawahan, atau pekarangan terutama
yang berdekatan dengan pertanaman padi. Pada saat padi menguning burung
pipit ini datang bergerombol berkali-kali untuk makan padi yang sudah masak.
Di Jawa burung ini pernah menjadi hama padi yang sangat potensial. Demikian
pula di Nusa Tenggara Timur, burung pipit ini termasuk hama potensial pada
pertanaman padi.
19

c) Burung peking (Lonchura punctata punctata (Horsf dan Moore)


Panjang tubuh burung peking 10 – 11 cm. Warna punggung, dagu dan
leher merah coklat. Bulu dada dan perut berwarna putih dengan pinggir coklat
hitam. Mata berwarna coklat merah. Burung peking hidup bergerombol,
bersarang pada pohon-pohon tinggi, misalnya pada pohon-pohon aren. Pada
satu pohon terdapat lebih dari satu sarang. Sarang terbuat dari rumput-
rumputan, kadang-kadang bersarang diantara buah pisang. Di daerah Nusa
Tenggara Timur, burung ini juga berpotensi sebagai hama pada pertanaman
padi.
d. Filum Arthropoda
Sebagian besar hama tanaman yang kita kenal merupakan anggota filum
Arthropoda. Filum ini mempunyai ciri yang sangat khas yaitu tubuh terbagi menjadi
2 atau 3 bagian, tubuh dan kaki beruas-ruas, alat tambahan beruas-ruas dan
berpasangan dan dinding tubuh bagian luar berupa skeleton yang secara periodik
dilepas dan diperbaiki/diganti. Anggota filum Arthropoda yang berperan sebagai
hama berasal dari Kelas Acharina dan Insecta (serangga) (Ananda, 1983).
1) Kelas Arachnida
Menurut Ananda (1983), anggota kelas Arachnida ada yang berperan
sebagai hama tanaman, dan adapula yang berperan sebagai predator hama
tanaman. Salah satu contoh jenis yang berperan sebagai hama tanaman adalah
tungau merah Tetranichus bimaculatus yang menyerang tanaman ketela pohon
terutama pada musim kemarau. Gejala yang ditimbulkannya berupa bercak-
bercak kekuningan, karena cairan sel daun diisapnya. Daun ini akhirnya kering
dan rontok. Contoh yang berperan sebagai predator adalah laba-laba. Ciri khas
Arachnida adalah: kaki empat pasang yang terdiri atas tujuh ruas, yaitu coxa,
trochanter, patela, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, tubuh terbagi menjadi dua
bagian, yaitu gabungan kepala dan dada (cephalothorax) serta abdomen, tidak
bersayap dan memiliki alat tambahan berupa sepasang pedipalpus.
2) Kelas Insecta atau Hexapoda
Anggota kelas insecta disebut juga hexapoda karena memiliki 6 kaki.
Anggota kelas ini menempati peringkat paling atas dalam hal peranannya
sebagai hama tanaman. Ciri khas kelas insecta menurut Ananda (1983). Adalah:
20

tubuh terbagi menjadi tiga bagian, yaitu kepala (caput), dada (thorax) dan perut
(abdomen), mempunyai 3 pasang kaki yang terdiri atas 6 ruas, yaitu coxa,
trochanter, femur, tibia, metatarsus dan tarsus, sayap satu pasang atau dua pasang
dan adapula yang tidak bersayap dan mempunyai satu pasang antena. Beberapa
jenis ordo dari kelas insecta atau hexapoda yang menjadi hama penting adalah
sebagai berikut :
a) Ordo Orthoptera
Orthoptera berasal dari kata orthos yang berarti lurus dan pteron artinya
sayap. Golongan serangga ini pada waktu istirahat berperilaku khas, yaitu
sayap belakangnya dilipat lurus di bawah sayap depan. Alat mulut nimfa dan
imagonya penggigit-pengunyah. Perkembangan hidup hama ini termasuk tipe
paurometabola (telur-nimfa-imago). Nimfa dan imago hidup pada habitat
yang sama. Stadium nimfa dan imago bersifat merusak tanaman. Beberapa
jenis serangga hama yang termasuk ke dalam ordo Orthoptera adalah:
Belalang kayu (Valanga nigricornis Burn.), Belalang kembara (Locusta
migratoria manilensis Mayen), Belalang pedang (Sexava spp.), Belalang
china atau belalang berantena pendek (Oxya chinensis), Gangsir
(Brachytrypus portentosus Linch), Jengkerik (Gryllus mitratus Burn.) dan
(Gryllus bimaculatus De G.) dan Anjing tanah (Gryllotalpa africana Pal.).
b) Ordo Hemiptera
Hemi berarti setengah dan pteron artinya sayap. Golongan serangga yang
termasuk ordo Hemiptera ini mempunyai sayap depan yang mengalami
modifikasi sebagai hemelitron, yaitu setengah bagian di daerah pangkal
menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti selaput, dan sayap
belakangnya mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan hidup ordo
Hemiptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut, baik
nimfa maupun imago pencucuk-pengisap, dan keduanya hidup dalam habitat
yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman adalah nimfa dan
imago. Jenis serangga yang termasuk ordo Hemiptera, antara lain: Hama
pengisap daun teh, kina, dan buah kakao (Helopeltis antonii), Kepik buah lada
(Dasynus piperis), Kepik hijau (Nezara viridula), Walang sangit
21

(Leptocorixa acuta) (= Leptocorisa oratorius) dan Kepik hijau Rhynchocoris


poseidon Kirk.
c) Ordo Homoptera
Homo artinya sama dan pteron berarti sayap. Serangga golongan ini
mempunyai sayap depan berstruktur sama, yaitu seperti selaput (membran).
Sebagian dari serangga ordo Homoptera ini mempunyai dua bentuk, yaitu
serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun Aphis sp. sejak
menetas sampai dewasa tidak bersayap. Tetapi bila populasinya tinggi
sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk memudahkan pindah dari
satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan hidup ordo Homoptera
adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Kutu daun bersifat
partenogenetik, yaitu embrio berkembang di dalam imago betina tanpa
pembuahan terlebih dahulu. Jenis serangga dari ordo Homoptera ini antara
lain: Wereng hijau (Nephotettix apicalis), Wereng cokelat (Nilaparvata
lugens), Kutu loncat (Heteropsylla sp.) dan Kutu dompolan (Pseudococcus
citri Risso)
d) Ordo Lepidoptera
Lepidos berarti sisik dan pteron artinya sayap. Kedua pasang sayap ordo
Lepidoptera mirip membran yang penuh denagn sisik. Sisik-sisik ini
sebenarnya merupakan modifikasi dari rambut biasa. Bila sisik tersebut
dipegang akan mudah menempel pada tangan. Serangga dewasa dibedakan
atas dua macam, yaitu kupu-kupu dan ngengat. Kupu-kupu aktif pada siang
hari, sedangkan ngengat aktif pada malam hari. Perkembangbiakan
serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola (telur-larva/ulat-
pupa/kepompong-imago). Alat mulut larva tipe penggigit-pengunyah,
sedangkan alat mulut imagonya bertipe pengisap. Srtadium serangga yang
sering merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya mengisap
nektar (madu) dari bunga-bungaan. Jenis serangga hama yang termasuk
ordo Lepidoptera, antara lain: Ulat daun kubis (Plutella xylostella),
Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis Guenee), Ulat penggulung
daun melintang pada teh (Catoptilia theivora Wls), Penggerek batang padi
merah jambu (Sesamia inferens Walker) dan lain-lain.
22

e) Ordo Coleoptera
Coleoptera berasal dari kata coleos atau seludang dan pteron atau sayap.
Serangga dari ordo Coleoptera ini memiliki sayap depan yang mengalami
modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan atau
seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian tubuhnya.
Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap
belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap
depan tidak berfungsi, namun pada waktu istirahat sayap belakang dilipat di
bawah sayap depan. Perkembangbiakan hidup serangga ordo Coleoptera
adalah holometabola (telur-larva-pupa-iamgo). Tipe alat mulut larva dan
imago memiliki struktur yang sama, yaitu penggigit-pengunyah. Coleoptera
adalah ordo serangga yang paling besar di antara ordo-ordo serangga hama.
Oleh karena itu, ordo serangga ini banyak bentuknya. Sifat hidup serangga
ordo Coleoptera sebagian ada yang merusak tanaman, namun adapula yang
bersifat predator. Serangga ordo Coleoptera yang berperan sebagai
hama/perusak tanaman, antara lain: Kumbang kelapa atau kumbang tanduk
(Oryctes rhinoceros L.), Penggerek buah kopi (Stephanoderes hampei),
Penggerek batang cengkeh (Nothopeus fasciatipennis Wat.)
f) Ordo Diptera
Di artinya dua dan pteron berarti sayap. Diptera artinya serangga yang
hanya mempunyai sepasang sayap depan sebab sepasang sayap belakangnya
telah berubah bentuk menjadi bulatan (halter). Sayap ini berfungsi sebagi
alat keseimbangan pada saat terbang, alat untuk mengetahui arah angin, dan
juga alat pendengaran. Stadium larva Diptera disebut tempayak atau
belatung atau set. Larva tidak mempunyai kaki, dan hidupnya menyukai
tempat-tempat yang lembab dan basah. Perkembangan hidup ordo Diptera
adalah holometabola (telur-larva-pupa-imago). Tipe alat mulut larva
penggigit-pengunyah, sedang imagonya memiliki tipe alat mulut penjilat-
pengisap. Jenis serangga ordo Diptera yang sering merusak tanaman antara
lain adalah: Lalat bibit kedelai (Agromyza phaseoli Tryon), Lalat buah
(Bactrocera spp.), Lalat penggerek batang padi (Atherigona exigua).
23

g) Ordo Thysanoptera
Thysanos artinya rumbai dan pteron berarti sayap. Serangga dari ordo
Thysanoptera ini berukuran sangat kecil. Sayapnya berjumlah dua pasang
dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian tepinya
terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga
Thysanoptera adalah paurometabola (telur-nimfa-imago). Tipe alat mulut
nimfa dan imago pencucuk-pengisap. Serangga dari ordo ini dapat merusak
daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang menjadi keriting atau
salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah bentuk atau gugur,
sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-bercak atau gugur. Jenis
serangga dari ordo Thysanoptera yang sering merusak tanaman antara lain:
Thrips hitam pada tanaman jagung (Heliothrips striatoptera Kob), Thrips
pada bibit padi dan jagung (Thrips oryzae Will) dan Thrips bawang (Thrips
tabaci Lind).
Kerusakan (kerugian) yang ditimbulkan oleh hama tanaman menurut
Rukmana dan Saputra (1997), antara lain sebagai berikut :
1. Kerugian secara kuantitas (berkurangnya hasil atau produksi) antara lain
sebagai berikut :
a. Serangan kumbang daun Aulacophora similis Oliver dengan cara memakan
daun dan bunga pada famili Cucurbitaceae (semangka, melon, mentimun, dan
pare) menyebabkan produksi tanaman tersebut menurun (rendah).
b. Serangan kumbang penggerek buah kapas Amorphoidea sp. dapat
menyebabkan buah tersebut gugur sebelum masak.
c. Serangan serangga Amrasca flavescens F. atau Empoasca flavescens F. pada
tanaman kapas yang masih muda dapat menyebabkan pertumbuhan tanaman
tersebut tidak normal sehingga produksi menurun.
d. Serangan ulat tanah Agrotis ipsilon Hufn. yang memakan berbagai jenis
tanaman (polifag), terutama tanaman muda, dapat menyebabkan tanaman
terkulai (layu) atau mati.
24

2. Kerugian secara kualitas (menurunnya mutu hasil), antara lain sebagai berikut :
a. Perubahan warna pada beberapa macam produk tanaman (ubi, daun,
bunga, maupun buah), misalnya: Ubi jalar Ipomoea batatas L. yang terserang
hama lanas Cylas formicarius Fabr. akan berwarna cokelat kehitam-hitaman.
Biji kedelai yang terserang kepik hijau Nezara viridula L. dan kepik polong
atau kepik cokelat Riptortus linearis F. akan berwarna kehitam-hitaman.
b. Perubahan rasa, misalnya Ubi jalar yang terserang hama lanas Cylas
formicarius Fabr. rasanya menjadi pahit. Buah durian yang terserang hama
penggerek Tirathaba ruptilinea Wlk. rasanya menjadi kemasam-masaman.
c. Bercak atau bintik-bintik hitam, misalnya daun kangkung yang terserang
walang sangit Leptocorisa oratorius Thumb. akan menunjukkan gejala
berbintik-bintik hitam atau kecokelat-cokelatan. Kulit biji kedelai ataupun
kacang hiaju yang terserang kepik hijau Nezara viridula L. akan berbercak-
bercak cokelat.
d. Rusak atau abnormal, misalnya daun kedelai yang terserang ulat jengkal
Chrysodeixis chalcites Esp. akan menjadi berlubang-lubang. Umbi kentang
yang terserang nematoda Meloidogyne sp. akan berbintil-bintil (abnormal),
atau berlubang dan membusuk akibat serangan hama uret.
Organisme yang berperan sebagai hama tanaman menurut Rasdiman (1994),
meliputi filum Nemathelminthes/Aschelminthes termasuk nematoda, Mollusca,
Arthropoda, dan Chordata. Filum Nemathelminthes, Mollusca , dan Arthropoda,
karena tidak bertulang belakang dimasukkan ke dalam kelompok Invertebrata,
sedangkan filum Chordata yang bertulang belakang dimasukkan ke dalam
kelompok Vertebrata. Dari fila tersebut, maka filum Arthropodalah yang paling
berperan sebagai hama, terutama dari kelas insekta (serangga).
Serangga dan tanaman inang mempunyai hubungan yang erat sekali, karena
serangga membutuhkan tempat berlindung, kawin, meletakkan telur dan nutrisi
yang dapat diperolehnya dari tanaman. Kecenderungan serangga hama dalam
memilih tanaman sebagai inang sangat ditentukan oleh sifat-sifat yang terkandung
dalam tanaman tersebut. Apabila tanaman memiliki sifat-sifat yang disukai oleh
serangga hama, maka ada kecenderungan bahwa tanaman mengalami kerusakan
yang lebih berat.
25

Hama merusak tanaman secara langsung, yaitu menyerang bagian-bagian


tanaman seperti akar, batang, daun, bunga, buah atau tanaman seluruhnya.
Pengertiannya adalah bahwa ada jenis hama yang menyerang satu bagian tanaman,
atau menyerang bagian tanaman tertentu, namun mengakibatkan tanaman tidak
dapat dipanen. Sebagai contoh adalah hama penggerek batang padi kuning
Tryporyza incertulas yang menyerang titik tumbuh tanaman padi. Akibatnya akan
timbul gejala mati pucuk (dead heart) atau sundep pada tanaman padi pada fase
pertumbuhan vegetatif. Pada fase generatif, hama ini menimbulkan gejala beluk,
yaitu bulir-bulir tanaman padi yang terserang akan tegak, kosong dan berwarna
keabu-abuan. Tanaman padi yang terserang hama tersebut tidak akan pernah
diharapkan hasilnya.
Tingkat kerusakan tanaman akibat serangan hama sangat dipengaruhi oleh
sifat-sifat hama dalam cara menyerangnya. Beberapa jenis hama hanya menyerang
sasaran utama bagian daun atau batang, dahan, akar, ubi, bunga, buah, dan biji,
namun ada pula hama yang menyerang lebih dari satu bagian tanaman.
3. Cara Untuk Mengendalikan OPT
Macam pengendalian organisme pengganggu tanaman berapa teknik
pengendaliannya antara lain:
a. Pengendalian Secara Kultur Teknik
Pengendalian tersebut merupakan pengendalian yang bersifat preventif,
dilakukan sebelum serangan hama terjadi dengan tujuan agar populasi OPT
(Organisme Pengganggu Tanaman) tidak meningkat sampai melebihi ambang
kendalinya. Menurut Pedigo (1996) dalam Untung (2006) sebagian besar teknik
pengendalian secara budidaya dapat dikelompokan menjadi empat dengan sasaran
yang akan dicapai, yaitu 1) mengurangi kesesuaian ekosistem, 2) Mengganggu
kontinuitas penyediaan keperluan hidup OPT, 3) Mengalihkan populasi OPT
menjauhi tanaman, dan 4) Mengurangi dampak kerusakan tanaman. Beberapa
contoh dari pengendalian OPT secara kultur teknis:
1) Menggunakan varietas domestik yang tahan: karakteristik dari varietas
domestik adalah memiliki ketahanan yang lebih baik karena cocok terhadap
lingkungannya.
26

2) Rotasi Tanaman: pergiliran atau rotasi tanaman yang baik adalah bila jenis
tanaman yang ditanam pada musim berikutnya, dan jenis tanaman tersebut
bukan merupakan inang hama yang menyerang tanaman yang ditanam pada
musim sebelumnya. Dengan pemutusan ketersediaan inang pada musim
berikutnya populasi hama yang sudah meningkat pada musim sebelumnya
dapat ditekan pada musim berikutnya. Rotasi tanaman paling efektif untuk
mengendalikan hama yang memiliki kisaran makanan sempit dan
kemampuan migrasi terbatas terutama pada fase yang aktif makan.
3) Menghilangkan tanaman yang rusak. Tanamn yang terkena serangan hama
maupun patogen sebaiknya dibersihkan dari kawasan budidaya.
4) Pengolahan Tanah: pengerjaan tanah dapat dimanfaatkan untuk pengendalian
instar hama yang berada dalam tanah. Misal:
- Pengolahan tanah sangat efektif untuk membunuh telur belalang kembara
(Locusta migratoria) yang selalu diletakan di dalam tanah.
- Hama akar seperti lundi (Holotricia helleri) mempunyai fase larva dan pupa
di dalam tanah, sehingga pengolahan tanah dapat mengangkat pupa dan
memutus siklus perkembangannya.
5) Tumpang Sari dan variasi penanamn serta pemanenan: tumpang sari dapat
mengendalikan suatu opt akibat keberadaan tanaman yang bukan inangnya.
Sedangkan variasi waktu panen akan memutuskan siklus hidup hama.
Misalnya:
- Panen dilakukan secara bertahap dari satu lajur atau setrip ke lajur yang lain
pada hari berikutnya. Diharapkan populasi hama tidak keluar dari petak
hamparan tetapi pindah dari bagian yang telah dipanen ke bagian pertanaman
yang lebih muda dan belum dipanen.
- Tumpang sari antara kentang dan bawang daun, tagetes ataupun lobak relatif
dapat menekan populasi hama penting tanaman kentang (Setiawati, 2005).
6) Pemangkasan dan Penjarangan: kegiatan pemangkasan terkait dengan
kebersihan tanaman. Sedangkan penjarangan terkait dengan jarak tanam
optimum suatu tanaman.
- Pemangkasan pada beberapa tanaman terutama bagian yang terkena infeksi
sehingga tidak menyebar ke bagian tanaman yang lain.
27

- Penjarangan tanaman dapat meningkatkan produktifitas. Jarak tanam dapat


pula mempengaruhi populasi hama. Pada tanaman padi, jarak yang terlalu
dekat menguntungkan perkembangan dan kehidupan wereng coklat.
7) Pemupukan: tindakan pemupukan juga dapat mempengaruhi keberadaan
OPT. beberapa pengeruh pemupukan terhadap serangan OPT antara lain:
- Optimalisasi pemupukan N dapat mengurangi serangan OPT karena
pemupukan N yang berlebihan akan menjadikan tanaman sukulen dan
mudah terserang OPT.
- Pemberian pupuk mikro dapat meningkatkan ketahanan tanaman terhadap
serangan OPT.
b. Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods)
Merupakan taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama. Musuh alami yang berupa parasitoid, predator dan
patogen dikenal sebagai fator pengatur dan pengendali populasi serangga yang
efektif karena sifat pengaturannya yang tergantung kepadatan populasi inang atau
mangsa. Peningkatan populasi inang akan ditanggapi secara numerik (respon
numerik) dengan meningkatkan jumlah predator dan secara fungsional (respon
fungsional) dengan meningkatkan daya makan per musuh alami. Beberapa
tindakan antara lain:
1) pengendalian hayati dengan parasitoid dan predator.
2) Introduksi, perbanyakan dan penyebaran musuh alami.
3) perlindungan dan dorongan musuh alami.
c. Pengendalian Secara Mekanis dan Fisik.
Mengendalikan menggunakan tindakan-tindakan antara lain Mematikan
hama, Mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal dengan cara non-
pestisida, mengubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan menjadi
kurang sesuai bagi kehidupan OPT. Beberapa tindakan tersebut yaitu:
1) penghancuran dengan tangan. Cara ini dailkukan dengan mencari adanya
hama dan selanjutnya dilakukan pemusnahan. Fase hidup hama yang
dikumpulkan dan dibunuh adalah yang mudah dtemukan seperti telur dan
larva. Atau dapat pula mengumpulkan bagian tanaman yang terserang hama.
28

2) Menutup dengan jaring atau paranet. Dapat dilakukan untuk mencegah


masuknya atau mengganggunya ngengat yang akan berkembang biak pada
tanaman.
3) Perangkap. Menggunakan alat perangkap yang disesuaikan berdasarkan jenis
hama dan fase hama yang akan ditangkap.
4) Perlakuan panas. Faktor suhu dapat mempengaruhi penyebaran, frekuenditas,
kecepatan perkembangan, lama hidup dan mortalitas hama. Setiap perubahan
faktor fisik mempengaruhi berbagai parameter kehidupan tersebut.
5) Penggunaan lampu perangkap. Dipengaruhi oleh adanya daya tarik serangga
terhadap cahaya lampu fungsi utama lampu ini hanya menarik perhatrian
serangga yang selanjutnya ketika sudah terkumpul dapat dikendalikan dengan
ditangkap.
6) Suara. Penggunaan gelombang suara. Secara teoritik ada tiga metode
pengendalian menggunakan suara. Penggunaan intensitas suara yangs angat
tinggi sehingga dapat merusak serangga, Penggunaan suara lemah guna
mengusir serangga, dan Merekam dan memperdengarkan suara yang
diproduksikan serangga guna mengganggu parilaku serangga sasaran.
d. Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian dengan cara ini merupakan pengendalian yang biasanya
dilakukan sebagai alternatif terakhir. Karena kebanyakan masing menggunakan
bahan kimia sintetik yang membahayakan. Akan tetapi pada dasarnya penggunaan
bahan kimia untuk pengendalian OPT tidak serta merta membasmi keseluruhan opt
dengan membunuhnya. Bahan kimia yang banyak dikenal untuk melakukan
pemberantasan hama adalah pestisida. Di bidang pertanian penggunhaan pestisida
mampu menekan kehilangan hasil tanaman akibat serangan hama dan penyakit
yang memungkinkan peningkatan produksi pertanian dapat dicapai.
e. Pengendalian Secara Genetik
Pengendalian ini lebih ditujukan terhadap usaha-usaha rekayasa genetik
untuk menciptakan tanaman yang tahan terhadap serangan OPT tertentu ataupun
dengan memanipulasi genetik OPT sehingga opt tersebut tidak dapat berkembang
biak. Beberapa tindakan yang termasuk kedalam pembahasan bab ini adalah:
29

1) Penggunaan varietas tahan. Merupakan pengendalian paling efektif, murah


dan kurang berbahaya bagi lingkungan. Varietas tahan diperoleh melalui
serangkaian penelitian dengan memecahkan kelemahan dari hama tertentu.
Teknik pengembangan tanaman tahan hama sengaja memanfaatkan proses
pembentukan sifat ketahanan dan perlawanan tanaman terhadap serangan
serangga herbivora yang terjadi secara koevolusioner di alam. Beberapa
contoh pengendalian ini adalah:
- Penggunaan Varietas Unggul Tahan Wereng (VUTW) terbukti mampu
mengendalikan haam wereng coklat padi di Indonesia.
- Salah satu varietas jagung yang mengandung 2,4-hydroxy-7-methoxy-2H-
1,4-benxoaxazin-3(4H)-one (DIMBOA) pada jagung untuk memperoleh
ketahanan terhadap penggerek batang jagung Ostrinia (Untung, 2006).
2) Pengendalian Dengan Serangga Mandul. Disebut juga teknik otosidal
merupakan teknik pengendalian hama dengan pemab\ndulan serangga jantan,
serangga betina atau keduanya. Serangga mandul sudah mulai banyak
diupayakan katrena efektifitasnya mengurangi populasi serangga tersebut.
Misalnya dengan melepas jantan atau betina mandul, maka ketika terjadi
perkawinan, tidak lah terbentuk keturunan dan dalam jangka waktu tertentu
akan sangat mengurangi populasi hama tersebut. Beberapa contoh
pengendalian dengan pemandulan hama:
- Teknik pelepasan jantan mandul secara besar-besaran pernah dilakukan di
Florida, Puerto Rico dan Amerika Selatan untuk pengendalian
“screwworm” Cochliomyia hominivorax yaitu lalat ayang menyerang
ternak.
- Dapat pula dipadukan dengan teknik pengendalian hayati, yaitu pelepasan
telur Habrobracon hebetor lebih efektif mengendalikan hama Ephestia
cautella bila jenis jantan dimandulkan terlebih dahulu.
f. Pengendalian Menggunakan Regulasi Atau Tata Peraturan.
Salah satu alternatif pengendalian OPT adalah dengan menggunakan
peraturan yang telah diterapkan pemerintah setempat. Peraturan-peraturan yang
telah dibuat pada dasarnya ditujukan untuk mempersempit penyebaran OPT ke
daeerah lain maupun mengatur tindakan-tindakan yang sekiranya dapat
30

menimbulkan adanya serangan OPT. Beberapa tindkan pengendalian


menggubnakan regulasi diantaranya:
1) Karantina Tanaman Dan Binatang. Dengan adanya tata aturan mengenai
karantina yaitu suatu tindakan isolasi terhadap suatu barang dalam hal ini
adalah tanaman dan binatang sebelum di manfaatkan secara luas di suatu
wilayah, maka penyebaran OPT yang adpat disebabkan dari luar adaerah dapat
dihindari. Dasar hukum pelaksanaan karantina adalah UU No 16 Tahun 1992
tentang Karantina Hewan, Ikan, dan Tumbuhan. Beberapa contoh pengaruh
karantina terhadap pencegahan penyebaran adalah:
- Pemberian kategori Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina (OPTK)
seperti OPTK golongan 1 kategori A1 yaitu Corynebacterium
flaccumfaciens, bakteri yang menyerang benih kedelai yang masih beredar
di USA.
- Klasifikasi OPTP (Organisme Pengganggu Tumbuhan Penting) misalnya
pada kasus OPTP penting adalah penyakit rebah kecambah (Phytium
sp.),penyakit Tilletia caries pada gandung yang sering terbawa oleh benih.
2) Program Pemberantasan dan Penekanan. Bebrapa tindakan pemberantasan
dan penekanan terhadap perkembangan OPT telah dilakukan antara lain:
- Mengganti tanaman Kopi Arabika yang notabene lebih enak akan tetapi
mudah terserang Hemilia vastatrix dengan Kopi robusta.
- Pemusnahan dengan membakar, menghancurkan maupun mengubur OPT
maupun bagian yang terserang untuk menghindari penyebaran.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Siklus/Daur biogeokimia merupakan proses pertukaran unsur-unsur mineral
pembangun tubuh makhluk hidup antara komponen biotik dengan abiotik
yang terjadi secara terus-menerus.
2. Siklus karbon adalah siklus biogeokimia dimana karbon dipertukarkan
antara biosfer, geosfer, hidrosfer, dan atmosfer bumi.
3. Siklus hidrologi adalah sirkulasi air yang tidak pernah berhenti dari
atmosfer ke bumi dan kembali ke atmosfir melalui kondensasi, presipitasi,
evaporasi dan transpirasi.
4. Siklus nitrogen adalah suatu proses konversi senyawa yang mengandung
unsur nitrogen menjadi berbagai macam bentuk kimiawi yang lain.
Daur fosfor adalah proses dari lingkungan abiotik hingga dalam proses
biologis. Berbeda dengan daur hidrologi, daur karbon, dan daur nitrogen,
daur fosfor tidak melalui atmosfer.
5. Siklus sulfur adalah perubahan sulfur dari hidrogen sulfida menjadi sulfur
dioksida lalu menjadi sulfat dan kembali menjadi hidrogen sulfida lagi.
6. Siklus oksigen adalah pertukaran oksigen terus-menerus yang terjadi antara
atmosfer dengan air, tanaman, makhluk hidup dan bahan mineral.
7. Pengendalian secara hayati berupaya untuk mempertahankan dan
meningkatkan sumberdaya alam serta memanfaatkan proses-proses alami.
8. Penelitian tentang pengendalian OPT secara hayati tidak bertujuan untuk
meningkatkan produksi pertanian dalam jangka pendek, namun untuk
mencapai tingkat produksi stabil dan memadai dalam jangka panjang
9. Pengetahuan dan pemahaman yang cukup terhadap OPT dengan penyakit
yang ditimbulkannya terutama kalau dikaitan dengan tanaman inang, pola
tanam, system pertanian, daya dukung lahan dan system pengendalian pada
waktu tertentu perlu diantisipasi dengan cermat dan baik.
10. Dalam menerapkan pengendalian hayati di lapangan, keperdulian unsur-
unsur terkait (peneliti/pakar, penyuluh/petugas proteksi tanaman, petani,
tokoh masyarakat, pengambil keputusan perlu terpadu dengan aktif.

31
11. Proses pengendalian hayati harus berkelanjutan dan kesempatan sebagai
komponen yang kuat dalam PHT akan terwujud dengan menggiatkan
koordinasi untuk melakukan eksplorasi, pengadaan agensia, penggunaan di
lapangan dan evaluasi terus menerus.
12. Peluang dan prospek pengendalian hayati penyakit tanaman cukup besar
untuk dikembangkan di Indonesia.
B. Saran
1. Setelah membaca makalah ini, sebaiknya pembaca menyadari bahwa di
lingkungan kita terdapat siklus mineral yang dikenal dengan sebutan daur
biogeokimia yang akan mengubah persepsi pembaca tentang lingkungan
yang menunjang kehidupan makhluk hidup terutama manusia.
2. Diharapkan pembaca dapat lebih menjaga keseimbangan lingkungan agar
siklus kehidupan khususnya daur biogeokimia ini dapat terus berlangsung
secara seimbang.

32
DAFTAR PUSTAKA

Campbell, N. A. & J. B. Reece. (2008). Biologi, Edisi Kedelapan Jilid 3. Jakarta:


Penerbit Erlangga.

Setiadi, D. (2013). Modul Prinsip Dasar Konservasi Sumber Daya Alam dan
Lingkungan (Online). Diakses dari
http://repository.ut.ac.id/4352/2/PEBI4522-M1.pdf.

Guntur, Nova Dwi. Dkk. 2010. Pengaruh Atraktan Nabati Ekstrak Selasih
(Ocimum sanctum l.) Dan Daun Wangi (Melaleuca bracteata l.)
Terhadap Lalat Buah Jantan (Diptera: trypetidae) pada Tanaman
Mentimun. Universitas Lampung. Lampung
Setiawati, A. Dkk. 2005. Pengendalian Kutu Kebul dan Nematoda Parasitik
Secara Kultur Teknik pada Tanaman Kentang. J. Hort. 15(4):288-296.

Suhaendah, Endah. Dkk. 2008. Uji Ekstrak Daun Suren Dan Beauveria Bassiana
Terhadap Mortalitas Ulat Kantong Pada Tanaman Sengon. Balai
Penelitian Kehutanan Ciamis. Jawa Barat

Untung, Kasumbogo. 2006. Pengantar Pengelolaan Hama Terpadu (edisi kedua).


Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Zulfitriany, D.M. dkk. 2004. Pemanfaatan Minyak Sereh (Andropogon nardus l.)
Sebagai Atraktan Berperekat Terhadap Lalat Buah (Bactrocera spp.)
Pada Pertanaman Mangga. J. Sains & Teknologi, Desember 2004,
Vol. 4 No.3: 123-129

33

Anda mungkin juga menyukai