Anda di halaman 1dari 21

Yang dimaksud disini adalah Dogma central semua informasi yang terkandung dalam DNA,

kemudian akan digunakan untuk menghasilkan molekul RNA melalui transkripsi, dan
beberapa informasi pada RNA tersebut akan digunakan untuk menghasilkan protein melalui
proses yang disebut translasi.

Berikut adalah mekanisme prosesnya:

Sebenarnya dalam proses dogma central, ada beberapa referensi yang mencakup replikasi
DNA, dan ada yang tidak. Karena ada yang mengartikan dogma central adalah proses
ekspresi gen dari DNA –> RNA –> protein. Ada pula yang menyebutkan sebelum ekspresi
gen berlangsung, DNA harus dilipat gandakan dulu

■ REPLIKASI
Proses replikasi DNA adalah proses pengandaan DNA dimana proses ini diperlukan dalam
pembelahan sel. Sebelum proses ekspresi gen, biasanya DNA dilipatgandakan menjadi lebih
banyak. Proses replikasi DNA pada dasarnya adalah 1 double stranded DNA dicopy menjadi
2 buah, dari 2 buah akan dicopy menjadi 4 buah. Jadi berawal dari denaturasi DNA yang
akan membuka pilinan dari double stranded menjadi single stranded. Kemudian dengan
bantuan sebuah enzim yang disebut DNA polimerase, DNA akan terikat DNA polimerase
kemudian copy DNA terjadi. Melalui prinsip replikasi DNA ini lah PCR (Polymerase Chain
Reaction) dilakukan.

■ Transkripsi
Ini merupakan tahap awal dalam proses sintesis protein yang pada akhirnya proses ini akan
mengekspresi sifat-sifat genetik yang muncul sebagai fenotip. Dan untuk mempelajari biologi
molekuler tahap dasar yang perlu kita ketahui adalah bagaimana mekanisme sintesis protein
dapat dinyatakan sebagai sehingge fenotipe.

Transkripsi adalah sintesis molekul RNA dalam template DNA.Proses ini terjadi dalam inti
sel (nukleus) tepatnya pada kromosom.
Komponen yang terlibat dalam proses transkripsi yaitu: DNA template yang terdiri dari basa
nukleotida Adenin (A), Guanin (G), Timin (T), Sitosin (S); enzim polimerase RNA, faktor
transkripsi, prekursor (bahan yang ditambahkan sebagai diinduksi) .
Hasil dari proses sintesis tiga jenis RNA, yaitu mRNA messeger RNA), tRNA (transfer
RNA), rRNA (RNA ribosomal).
Sebelum itu saya akan menjelaskan terlebih dahulu bagian utama dari gen. Gen terdiri atas:
promoter, bagian struktural (terdiri dari gen yang mengkode sifat yang akan diekspresikan),
dan terminator.
Sedangkan struktur RNA polimerase terdiri atas: beta, beta-prime, alpha, sigma. Pada
struktur beta dan beta-prime bertindak sebagai katalisator dalam transkripsi. struktur Sigma
untuk polimerase RNA holoenzim berlangsung hanya menempel promotor.Bagian yang
disebut enzim inti terdiri dari alfa, beta, dan beta-prime.

Tahapan dalam proses transkripsi pada dasarnya terdiri dari 3 tahap:

1. Inisiasi (pengawalan)
Transkripsi tidak dimulai di mana saja pada DNA, tapi di hulu (upstream) dari gen
promotor. Salah satu bagian terpenting dari promoter adalah kotak Pribnow (TATA
box). Inisiasi dimulai ketika holoenzim RNA polimerase menempel pada promotor. Tahapan
dimulai dari pembentukan kompleks promoter tertutup, pembentukan kompleks promoter
terbuka, penggabungan beberapa nukleotida awal, dan perubahan konformasi RNA
polimerase karena struktur sigma holoenzim kompleks dihapus.

2. Elongasi (pemanjangan)
Proses selanjutnya adalah perpanjangan. Berikut ini adalah pemanjangan nukleotida
perpanjangan. Setelah promotor RNA polimerase melekat pada enzim tersebut akan terus
bergerak sepanjang molekul DNA, mengurai dan meluruskan heliks tersebut. Dalam
pemanjangan, nukleotida ditambahkan secara kovalen pada ujung 3 ‘molekul RNA yang baru
dibentuk. Misalnya, DNA template nukleotida A, maka nukleotida RNA yang ditambahkan
adalah U, dan seterusnya. Pemanjangan maksimum tingkat molekul transkrip RNA berrkisar
antara 30-60 nukleotida per detik. Pemanjangan kecepatan tidak konstan.

3. Penghentian (terminasi)
Penghentian juga tidak terjadi di sembarang tempat. Transkripsi berakhir ketika sebuah
nukleotida spesifik melihat kodon STOP.Selain itu, terlepas dari template DNA RNA
ribosom.

■ TRANSLATION
Tahap selanjutnya setelah transkripsi adalah terjemahan.Penerjemahan adalah suatu proses
penerjemahan urutan nukleotida molekul mRNA yang ada dalam rangkaian asam amino yang
menyusun suatu polipeptida atau protein.
Apa yang dibutuhkan dalam proses penerjemahan adalah: mRNA, ribosom, tRNA, dan asam
amino.
Sebelumnya, saya pertama akan menjelaskan tentang struktur ribosom. Ribosom terdiri atas
subunit besar dan kecil. Ketika dua subunit digabungkan untuk membentuk sebuah
monosom. subunit kecil berisi peptidil (P), dan Aminoasil (A). Sedangkan subunit besar
mengandung Exit (E), P, dan A. Kedua subunit mengandung satu atau lebih molekul
rRNA. rRNA sangat penting untuk mengidentifikasi bakteri pada tingkat biologi molekuler,
pada prokariotik dan eukariotik 16 S 18 S.

Seperti transkripsi, terjemahan ini juga dibagi menjadi tiga tahap:

1. Inisiasi
Pertama tRNA mengikat asam amino, dan ini menyebabkan acara diaktifkan atau tRNA
disebut asilasi-amino. Amino-asilasi proses dikatalisis oleh enzim tRNA sintetase. Kemudian
ribosom mengalami pemisahan menjadi subunit besar dan kecil.Selanjutnya molekul mRNA
subunit kecil menempel pada tongkat dengan kodon awal: 5 ‘- AGGAGG – 3’. Situs order
dimana subunit kecil disebut urutan Shine-Dalgarno. Subunit kecil dapat menempel pada
mRNA bila IF-3. IF-3/mRNA-fMet IF-2/tRNA-fMet pembentukan kompleks dan asam
amino yang disebut N-formylmethionine dan memerlukan banyak GTP sebagai sumber
energi. tRNA-fMet, melekat pada kodon pembuka P subunit kecil.Selanjutnya, subunit besar
menempel pada subunit kecil. Dalam proses ini IF-1 dan IF-2 dilepas dan GTP dihidrolisis
terhadap GDP, dan siap untuk perpanjangan.

2. Pemanjangan
Perbedaan dalam proses transkripsi, terjemahan dari asam amino diperpanjang. Langkah-
langkah yang diambil dalam proses perpanjangan, yang pertama adalah pengikatan tRNA ke
sisi A pada ribosom. Transportasi akan membentuk ikatan peptida.
3. Penghentian
Terjemahan akan berakhir pada satu waktu dari tiga kodon terminasi (UAA, UGA, UAG)
yang berada dalam posisi A pada mRNA mencapai ribosom. Pada E. coli ketiga sinyal
penghentian proses translasi diakui oleh protein yang disebut faktor rilis (RF).Anil RF pada
kodon terminasi mengaktifkan enzim transferase peptidil yang menghidrolisis ikatan antara
polipeptida dng tRNA pada P dan menyebabkan tRNA kosong translokasi ke sisi memiliki E
(exit).

Dogma sentral adalah proses ekspresi gen yang mengikuti tahapan-tahapan dalam
info genetik yang terdiri proses dasar replikasi DNA, transkripsi DNA menjadi RNA,
dan translasi RNA menjadi protein atau polipeptida.

Dalam sentral dogma, bahwa semua sel memiliki DNA yang merupakan kode
genetik yang dapat dipergunakan untuk memproduksi protein dengan cara
memproduksi mRNA. Perlunya mRNA dalam produksi protein karena DNA
merupakan kode genetik yang sangat berharga sehingga perlu dibuat salinannya,
yaitu dengan proses transkripsi. Setelah diperoleh salinan, maka salinan tersebut
ditranslasi (diterjemahkan) menjadi urutan AA (asam amino).

Gen adalah bagian kromosom yang akan digunakan untuk mengkode protein. Gen
memiliki daerah exon, intron dan daerah regulator (daerah yang dikenali faktor
pembentuk transkripsi).
Exon adalah daerah pada gen yang diterjemahkan digunakan untuk mengkode
pembentukan protein.
intron adalah bagian dari gen yang tidak dipergunakan untuk menterjemahkan kode
protein tertentu. Bagian intron akan dihilangkan pada waktu pemrosesan RNA.

Asam nukleat adalah polinukleotida yang terdiri dari unit-unit mononukleotida, jika
unit-unit pembangunnya dioksinukleotida maka asam nukleat itu disebut
dioksiribonukleat (DNA) dan jika terdiri dari unit-unit mononukleotida disebut asam
ribonukleat (RNA)

DNA (deoxyribonucleic acid) adalah asam nukleat yang merupakan biomolekul


penyusun organisme yang terdapat dalam sel, umumnya pada inti sel (nukleus)
yang berperan sebagai materi genetik, yang terdiri dari gugus fosfat, gula
deoksiribosa,dan basa nitrogen, yang terdiri dari Adenin (A), Guanin (G), Sitosin (C)
Timin (T).

DNA dan RNA mempunyai sejumlah sifat kimia dan fisika yang sama sebab antara
unit-unit mononukleotida terdapat ikatan yang sama yaitu melalui jembatan
fosfodiester antara posisi 3′ suatu mononukleotida dan posisi 5′ pada
mononukleotida lainnya(Harpet, 1980).

Asam-asam nukleat seperti asam dioksiribosa nukleat (DNA) dan asam ribonukleat
(RNA) memberikan dasar kimia bagi pemindahan keterangan di dalam semua sel.
Asam nukleat merupakan molekul makro yang memberi keterangan tiap asam
nukleat mempunyai urutan nukleotida yang unik sama seperti urutan asam amino
yang unik dari suatu protein tertentu karena asam nukleat merupakan rantai polimer
yang tersusun dari satuan monomer yang disebut nukleotida(Dage, 1992).

Dua tipe utama asam nukleat adalah asam dioksiribonukleat (DNA) dan asam
ribonukleat (RNA). DNA terutama ditemui dalam inti sel, asam ini merupakan
pengemban kode genetik dan dapat memproduksi atau mereplikasi dirinya dengan
tujuan membentuk sel-sel baru untuk memproduksi organisme itu dalam sebagian
besar organisme, DNA suatu sel mengerahkan sintesis molekul RNA, satu tipe RNA,
yaitu messenger RNA(mRNA), meninggalkan inti sel dan mengarahkan tiosintesis
dari berbagai tipe protein dalam organisme itu sesuai dengan kode DNA-nya
(fessenden, 1990).

Perbedaan DNA dan RNA


Meskipun banyak memiliki persamaan dengan DNA, RNA memiliki perbedaan
dengan DNA, antara lain yaitu (Poedjiati, 1994):
1. Bagian pentosa RNA adalah ribosa, sedangkan bagian pentosa DNA adalah
dioksiribosa.
2. Bentuk molekul DNA adalah heliks ganda, bentuk molekul RNA berupa rantai
tunggal yang terlipat, sehingga menyerupai rantai ganda.
3. RNA mengandung basa adenin, guanin dan sitosin seperti DNA tetapi tidak
mengandung timin, sebagai gantinya RNA mengandung urasil.
4. Jumlah guanin dalam molekul RNA tidak perlu sama dengan sitosin, demikian
pula jumlah adenin, tidak perlu sama dengan urasil.

Selain itu perbedaan RNA dengan DNA yang lain adalah dalam hal (Suryo, 1992):
1. Ukuran dan bentuk
Pada umumnya molekul RNA lebih pendek dari molekul DNA. DNA berbentuk
double helix, sedangkan RNA berbentuk pita tunggal. Meskipun demikian pada
beberapa virus tanaman, RNA merupakan pita double namun tidak terpilih sebagai
spiral.

2. Susunan kimia
Molekul RNA juga merupakan polimer nukleotida, perbedaannya dengan DNA yaitu:
a. Gula yang menyusunnya bukan dioksiribosa, melainkan ribosa.
b. Basa pirimidin yang menyusunnya bukan timin seperti DNA, tetapi urasil.

3. Lokasi
DNA pada umumnya terdapat di kromosom, sedangkan RNA tergantung dari
macamnya, yaitu:
a. RNA d(RNA duta), terdapat dalam nukleus, RNA d dicetak oleh salah satu pita
DNA yang berlangsung didalam nukleus.
b. RNA p(RNA pemindah) atau RNA t(RNA transfer), terdapat di sitoplasma.
c. RNA r(RNA ribosom), terdapat didalam ribosom.

4. Fungsinya
DNA berfungsi memberikan informasi atau keterangan genetik, sedangkan fungsi
RNA tergantung dari macamnya, yaitu:
a. RNA d, menerima informasi genetik dari DNA, prosesnya dinamakan transkripsi,
berlangsung didalam inti sel.
b. RNA t, mengikat asam amino yang ada di sitoplasma.
c. RNA t, mensintesa protein dengan menggunakan bahan asam amino, proses ini
berlangsung di ribosom dan hasil akhir berupa polipeptida.

Perbedaan DNA dan RNA secara singkat


• RNA = ribonucleic acid
• Rantai tunggal / 1 untai polynukleotida.
• Terdiri dari gula ribosa
• basa nitrogen : Adenin, Urasil, Cytisin, Guanin
• pada saat proses sintesis protein dari inti sel keluar ke sitoplasma, kemudian
diterjemahkan di ribosom.

Sedangkan DNA
• DNA = deoxyribo nucleic acid
• Rantai ganda, double helix, 2 untai polynukelotida
• Memiliki gula deoksiribosa (kehilangan 1 oksigen)
• basa nitrogen: Adenin, Timin, Cytosin, Guanin
• terdapat dalam nucleus / inti sel

mRNA adalah Salinan DNA yang akan digunakan untuk pembentukan protein
(koding RNA). Ada juga RNA yang tidak digunakan untuk membentuk kode protein
(non koding RNA).
tRNA adalah RNA yang digunakan untuk penterjemah kode protein. Beberapa RNA
kecil berperan sebagai enzim yang membantu proses pembentukan protein.

Ekspresi gen
Ekspresi gen adalah serangkaian proses penerjemahan informasi genetik dalam
bentuk urutan basa pada DNA atau RNA menjadi protein (fenotipe). Informasi yang
dibawa bahan genetik tidak bermakna apa pun bagi suatu organisme apabila tidak
diekspresikan menjadi fenotipe.

Sel-sel tubuh kita berbeda walaupun gen/DNA-nya sama. Misalnya sel neuron lebih
besar dari sel lymphocyte. Dalam Ekspresi gen, contohnya pada gen tertentu (mis :
gen C) pada saat dikandungan diekspresikan kecil, tetapi pada saat dilahirkan
ekspresinya meningkat sedangkan ekspresi gen A dan B kebalikannya. Hal ini
terjadi karena beberapa faktor, diantaranya: faktor lingkungan atau dari dalam sel itu
sendiri yang memicu ekspresi sel tersebut.

Proses Ekspesi Gen


Pada saat transkripsi DNA double helix menghasilkan salinan yang dipicu oleh
enzim RNA polymerase yang akan membentuk RNA. Yang digunakan sebagai
cetakan adalah DNA dari 3’-5’ (nomor atom gula penyusun DNA). Sehingga
dihasilkan RNA dari 5’-3’. Arahnya satu arah: 3’-5’ yang digunakan sebagai cetakan,
bisa digunakan bagian atas/bawah, tetapi cetakannya tetap 3’-5’.

Untuk melakukan penyalinan perlu enzim RNA polymerase: I, II, III. Yang paling
banyak digunakan untuk membentuk RNA yang memkode protein RNA polymerase
II, RNA polymerase I: pembentukan rRNA, RNA polymerase III: rRNA dan tRNA.
Hampir seluruh gen memiliki daerah pada promotor yang memiliki susunan basa
(TATA box) karena bentuknya banyak basa nitrogennya TATA. Biasanya memiliki 25
bp (base pair) upstream (+ 25 dari titik nol gen) yang merupakan daerah pertama
(start point of transcription). TATA box digunakan untuk membaca sehingga dapat
diketahui dimana suatu gen dimulai disalin. Jadi TATA box merupakan daerah awal
transkripsi.

Elemen merupakan sequens/urutan nukleotida pada DNA dengan suatu urutan basa
tertentu (dengan motif tertentu) yang akan dikenali oleh faktor transkripsi terutama
TATA box dan faktor/elemen lain yang membantu memulai proses transkripsi.
Elemen lain itu memiliki susunan nukleotida tertentu (motif TTT) yang akan dikenali
faktor transkripsi umum (general transcription factor) yg sama untuk semua gen.
Faktor transkripsi akan membantu pelekatan RNA polymerase pada daerah
promotor gen untuk memulai proses transkripsi. Proses mulai transkripsi banyak
yang terlibat. Ada faktor-faktor transkripsi yang membantu TATA box yang
mengenali RNA polymerase. Daerah regulator gen tidak selalu di depan, tapi bisa di
belakang atau di tengah. Kesemuanya akan mempengaruhi apakah RNA
polymerase dapat berjalan/bekerja dengan baik atau tidak. Bila ada repressor maka
akan menghambat proses pelekatan aktifator transkripsi sehingga RNA polymerase
tidak bekerja dan pergi sehingga proses trankripsi tidak akan terjadi. Bila ada
activator maka akan membantu RNA polymerase untuk bekerja, tetapi kalau
repressor maka akan menghambat kerja RNA polymerase sehingga proses
transkripsi tidak berjalan.

Selanjutnya RNA yang terbentuk (mRNA) akan mengalami pemerosesan mRNA


yaitu capping, splicing, Penambahan poly A. Lalu mRNA akan keluar dari inti sel dan
menuju ribosom. Di ribosom akan terjadi proses translasi, penerjemahan kedalam
bahasa asam amino (AA). Kemudian akan terbentuk protein. Protein setelah
dibentuk perlu diproses lebih lanjut agar bisa digunakan (folding)

BIOTEKNOLOGI DALAM BIDANG KESEHATAN

A. Pengertian
Bioteknologi adalah cabang ilmu yang mempelajari pemanfaatan makhluk hidup
(bakteri, fungi, virus, dan lain-lain) maupun produk dari makhluk hidup (enzim, alkohol)
dalam proses produksi untuk menghasilkan barang dan jasa. Bioteknologi dapat dibedakan
menjadi 2 yaitu, bioteknologi tradisional dan bioteknologi konvensional. Bioteknologi dapat
diterapkan dalam berbagai bidang yaitu bidang kesehatan, bidang pangan, bidang industri,
bidang pertanian dan bidang kelautan.

B. Perkembangan Bioteknologi di Bidang Kesehatan


1. Pada tahun 1928
Penemuan zat antibiotik penisilin oleh Alexander Flaaming.
2. Tahun 1944
Avery, Macleod, Mc Carty mendemostrasikan DNA adalah bahan genetik.
3. Tahun 1973
Boyler dan Cohen memaparkan teknologi DNA rekombinan.
4. Tahun 1975
Kohler dan milsetein manjabarkan produksi antibodi monoklonal.
5. Tahun 1978
Genetech menghasilkn insulin manusia dalam E.Coli
6. Tahun 1997
Kloning hewan ( domba dolly ) dari sel dewasa ( sel kambing ).
7. Tahun 2000
Ditemukan proses bayi tabung
C. Penerapan Bioteknologi di Bidang Kesehatan
Penerapan bioteknologi konvensional dan modern di bidang kesehatan telah membawa
kemajuan yang pesat. Beberapa contoh penerapan bioteknologi modern di bidang kesehatan
antara lain sebagai berikut.
1. Antibodi monoklonal
Antibodi monoklonal adalah antibodi monospesifik yang dapat mengikat satu epitop saja.
Antibodi monoklonal ini dapat dihasilkan dengan teknik hibridoma. Sel hibridoma
merupakan fusi sel dan sel. Epitop adalah adalah area tertentu pada molekul antigenik, yang
mengikat antibodi atau pencerap sel B maupun sel T, umumnya molekul berukuran besar,
seperti protein dan polisakarida dapat menunjukkan sifat antigen. Teknik Hibridoma adalah
penggabungan dua sel dari organisme yang sama maupun berbeda sehingga menghasilkan sel
tunggal berupa sel hibrid ( hibridoma ) yang memiliki kombinasi dari sifat kedua sel tersebut.
Teknik hibridoma ini sangat penting untuk menghasilkan antibodi dan hormon dalam jumlah
yang besar.
Kegunaan antibodi monoklonal adalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeteksi kandungan hormon korionik gonadotropin (HCG) dalam urin wanita
hamil.
2. Untuk mengikat racun dan menonaktifkannya, contohnya racun tetanus dan kelebihan obat
digoxin dapat dinonaktifkan oleh antibodi ini.
3. Mencegah penolakan jaringan terhadap sel hasil transplantasi jaringan lain.
4. Antibodi monoklonal sekarang telah digunakan untuk banyak masalah diagnostik seperti
mengidentifikasi agen infeksi, mengidentifikasi tumor, antigen dan antibodi auto, mengukur
protein dan level obat pada serum, mengenali darah dan jaringan, mengidentifikasi sel
spesifik yang terlibat dalam respon kekebalan dan mengidentifikasi serta mengkuantifikasi
hormon.
2. Penggunaan Mikroorganisme Pada Hormon
Terdapat penyakit-penyakit tertentu pada manusia yang disebabkan oleh adanya masalah
pada hormon. Misalnya, penyakit diabetes mellitus (DM) atau lebih dikenal sebagai penyakit
kencing manis. Penderita penyakit ini kekurangan hormon insulin sehingga kadar gula dalam
darahnya sangat tinggi. Dengan adanya bioteknologi, saat ini hormon insulin telah dapat
dihasilkan secara buatan (transgenik) dengan bantuan bakteri Escherichia coli (Gambar 2).
(a) Pembuatan insulin dilakukan dengan menyisipkan gen insulin ke dalam bakteri. (b)
Kini, insulin mudah didapatkan oleh penderita diabetes mellitus dalam bentuk cair. Pada sel
bakteri E. coli, dimasukkan DNA sel manusia yang mengandung gen insulin
sehingga bakteri E. coli dapat menghasilkan insulin. Karena bakteri dapat berkembang biak
dengan cepat maka hormon insulin pun dapat dihasilkan dalam jumlah yang banyak.
3. Antibiotik
Kata antibiotik berasal dari bahasa Yunani yaitu “anti” yang berarti menangkal dan “bios”
yang berarti hidup. Antibiotik adalah segolongan senyawa, baik alami maupun sintetik, yang
mempunyai efek menekan atau menghentikan suatu proses biokimia di dalam organisme,
khususnya dalam proses infeksi oleh bakteri. Literatur lain mendefinisikan antibiotik sebagai
substansi yang bahkan di dalam konsentrasi rendah dapat menghambat pertumbuhan dan
reproduksi bakteri dan fungi. Berdasarkan sifatnya (daya hancurnya) antibiotik dibagi
menjadi dua:
1. Antibiotik yang bersifat bakterisidal, yaitu antibiotik yang bersifat destruktif terhadap
bakteri.
2. Antibiotik yang bersifat bakteriostatik, yaitu antibiotik yang bekerja menghambat
pertumbuhan atau multiplikasi bakteri.
Antibiotika adalah suatu zat yang dihasilkan oleh organisme tertentu dan berfungsi untuk
menghambat pertumbuhan organisme lain yang ada di sekitarnya. Antibiotika dapat diperoleh
dari jamur atau bakteri yang diproses dengan cara tertentu.
Dipelopori oleh Alexander Fleming dengan penemuan penisilin dari Penicillium notatum.
Penicillium chrysogenum digunakan untuk memperbaiki penisilin yang sudah ada dengan
mutasi secara radiasi ultra violet dan sinar X. Selain Penicillium chrysogenu, beberapa
mikroorganisme juga digunakan sebagai antibiotik, antara lain:
Cephalospurium : Penisilin.
Cephalosporium : Sefalospurin c.
Streptomyces : Streptomisin, untuk pengobatan TBC.

4. Vaksin
Inovasi bioteknologi terutama rekombinan DNA telah membuka kemungkinan baru untuk
memproduksi vaksin hidup dengan mudah. Untuk melakukan itu dibutuhkan organisme
vektor yang sesuai, dan virus vaccinia merupakan vektor yang paling terkenal saat ini di
samping cytomegalovirus sebagai calon vektor potensial. Virus vaccinia sudah lama dikenal
dan digunakan untuk vaksinasi smallpox. Selama digunakan, sudah tak diragukan lagi
keefektifannya dan relatif aman, stabil, serta mudah cara pemberiannya. Virus vaccinia
mempunyai beberapa karakteristik yang khas sehingga terpilih sebagai vektor untuk
menghasilkan vaksin rekombinan hidup. la merupakan virus DNA, manipulasi genetik dapat
dilakukan relatip mudah, ia mempunyai genom yang dapat menerima banyak DNA asing,
mudah ditumbuhkan dan dimurnikan serta mempunyai range host yang lebar pada manusia
dan hewan. Sifat virus vaccinia memungkinkan dilakukan rekayasa genetika dan mampu
mengekspresikan informasi antigen asing dari berbagai patogen. Bila vaksin hidup hasil
rekombinan ini digunakan untuk vaksinasi binatang maka binatang tersebut akan
memperlihatkan respon imunologis terhadap antigen patogenik yang dimaksud.
Beberapa laporan percobaan telah memperlihatkan vaksinasi binatang percobaan dengan
virus rekombinan berhasil melindungi binatang ini terhadap penyakit yang berhubungan.
Beberapa laporan telah mengekspresikan berbagai penyakit, seperti herpes simplex virus
glycoprotein, influenza virus hemagglutinin, hepatitis B virus surface antigen, rabies virus
glycoprotein, plasmodium know-lesi sporozoite antigen dan sebagainya. Rekombinan ini
telah memperlihatkan reaksi kekebalan terhadap patogen-patogen tersebut.
5. Sel punca
Sel punca adalah jenis sel khusus dengan kemampuan membentuk ulang dirinya dan
dalam saat yang bersamaan membentuk sel yang terspesialisasi. Aplikasi terapeutik sel stem
embrionik pada berbagai penyakit degeneratif. Dalam Cermin Dunia Kedokteran, meskipun
kebanyakan sel dalam tubuh seperti jantung maupun hati telah terbentuk khusus untuk
memenuhi fungsi tertentu, stem cell selalu berada dalam keadaan tidak terdiferensiasi sampai
ada sinyal tertentu yang mengarahkannya berdiferensiasi menjadi sel jenis tertentu.
Kemampuannya untuk berproliferasi bersamaan dengan kemampuannya berdiferensiasi
menjadi jenis sel tertentu inilah yang membuatnya unik . Karakteristik biologis dan
diferensiasi stem cell fokus pada mesenchymal stem cell.
Aplikasi dari sel punca diantaranya adalah pengobatan infark jantung yaitu menggunakan
sel punca yang berasal dari sumsum tulang untuk mengganti sel-sel pembuluh yang rusak
(neovaskularisasi). Aplikasi terapeutik sel stem embrionik pada berbagai penyakit
degeneratif. Selain itu, sel punca diduga dapat digunakan untuk pengobatan diabetes tipe I
dengan cara mengganti sel pankreas yang sudah rusak dengan sel pankreas hasil diferensiasi
sel punca. Hal ini dilakukan untuk menghindari reaksi penolakan yang dapat terjadi seperti
pada transplantasi pankreas dari binatang. Sejauh ini percobaan telah berhasil dilakukan pada
mencit.
6. Bayi tabung
Untuk dapat menghasilkan seorang bayi, harus terjadi pertemuan antara sel telur ibu dan
sel sperma ayah. Kadang kala proses pertemuan sel telur dan sel sperma (fertilisasi) tidak
dapat terjadi secara baik. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya penghalang di saluran
telur, atau karena kualitas sperma yang kurang bagus sehingga tidak dapat mencapai sel telur.
Jika terjadi masalah tersebut, dapat diatasi dengan teknologi yang disebut teknologi bayi
tabung. Teknik bayi tabung ini adalah teknik untuk mempertemukan sel sperma dan sel telur
di luar tubuh sang ibu (in vitro fertilization). Setelah terjadi pertemuan antara sel sperma dan
sel telur ini terjadi, proses selanjutnya, embrio yang dihasilkan ditanamkan kembali di rahim
ibu hingga terbentuk bayi dan Aplikasi Terapeutik Sel Stem Embrionik pada Berbagai
Penyakit Degeneratif dilahirkan secara normal.

Suatu terobosan
baru telah dilakukan
di Colorado AS.
Pasangan Jack dan
Lisa melakukan
program bayi tabung bukan semata-mata untuk mendapatkan turunan, tetapi karena perlu
donor bagi putrinya Molly yang berusia 6 tahun dan menderita penyakit fanconi anemia.
Fanconi anemia adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh tidak berfungsinya sumsum
tulang belakang sebagai penghasil darah. Jika dibiarkan akan menyebabkan penyakit
leukemia. Satu-satunya pengobatan adalah melakukan pencakokkan sumsum tulang dari
saudara sekandung, tetapi masalahnya, Molly adalah anak tunggal. Teknologi bayi tabung
diterapkan untuk mendapatkan anak yang bebas dari penyakit fanconi anemia. Melalui teknik
“Pra Implantasi genetik diagnosis” dapat dideteksi embrio-embrio yang membawa gen
fanconi. Dari 15 embrio yang dihasilkan, ternyata hanya 1embrio yang terbebas dari gen
fanconi. Embrio ini kemudian ditransfer ke rahim Lisa dan 14 embrio lainnya dimusnahkan.
Bayi tabung ini lahir 29 Agustus 2000 yang lalu, dan beberapa jam setelah lahir, diambil
sampel darah dari umbilical cord (pembuluh darah yang menghubungkan bayi dengan
placenta) untuk ditransfer ke darah Molly. Sel-sel dalam darah tersebut diharapkan akan
merangsang sumsum tulang belakang Molly untuk memproduksi darah.
7. Terapi gen
Terapi gen adalah suatu teknik terapi yang digunakan untuk memperbaiki gen-gen mutan
(abnormal/cacat) yang bertanggung jawab terhadap terjadinya suatu penyakit. Pada awalnya,
terapi gen diciptakan untuk mengobati penyakit keturunan (genetik) yang terjadi karena
mutasi pada satu gen, seperti penyakit fibrosis sistik (suatu penyakit keturunan yang
menyebabkan kelenjar tertentu menghasilkan sekret abnormal, sehingga timbul beberapa
gejala; yang terpenting adalah yang mempengaruhi saluran pencernaan dan paru-paru).
Penggunaan terapi gen pada penyakit tersebut dilakukan dengan memasukkan gen normal
yang spesifik ke dalam sel yang memiliki gen mutan. Terapi gen kemudian berkembang
untuk mengobati penyakit yang terjadi karena mutasi di banyak gen, seperti kanker. Selain
memasukkan gen normal ke dalam sel mutan, mekanisme terapi gen lain yang dapat
digunakan adalah melakukan rekombinasi homolog untuk melenyapkan gen abnormal
dengan gen normal, mencegah ekspresi gen abnormal melalui teknik peredaman gen, dan
melakukan mutasi balik selektif sehingga gen abnormal dapat berfungsi normal kembali.
Beberapa penyakit yang dapat diterapi menggunakan terapi gen:
a. Defisiensi Kekebalan Kombinasi Akut yaitu penyakit akibat defisiensi dari limfosit T dan
limfosit B akibat kekurangan enzim ADA sebagai faktor pematangan dari kedua limfosit
tersebut. Terapi yang digunakan adalah dengan cara terapi gen, yaitu mengkultur sel T dari
penderita dengan sel T orang normal yang mempunya DNA penghasil enzim ADA.
b. Penyakit Hemofilia adalah manusia yang faktor VIII dalam darahnya jumlahnya sedikit. Jika
orang normal memiliki jumlah faktor VIII dalam darahnya sebanyak 100 unit, maka
penderita hemofili ringan hanya memiliki sekitar 30 unit saja (6-30 persen), sedangkan
penderita hemofili berat hanya memiliki faktor VIII dalam darahnya kurang dari 5 unit atau 1
persen saja. Akibatnya penderita tidak memiliki kemampuan dalam pembekuan darah. Terapi
gen merupakan salah satu cara penyembuhan penyakit hemofili dengan memperbaiki
kerusakan genetis, yaitu melalui penggantian gen yang tidak rusak dan berfungsi normal.
Penyembuhan melalui terapi gen ini tidak dapat secara permanen dan masih harus dilakukan
secara berkala.
c. Penyakit Thallasemia, merupakan suatu penyakit darah bawaan yang menyebabkan sel darah
merah pecah (hemolisis), sel darah merah penderita mengandung sedikit hemoglobin dan sel
darah putihnya meningkat jumlahnya. thallasemia merupakan penyakit keturunan yang paling
banyak dijumpai di Indonesia dan Italia. 6 sampai 10% dari 100 orang Indonesia membawa
gen penyakit ini. Jika dua orang yang sama-sama membawa gen ini menikah maka satu dari
empat anak mereka akan menderita thallasemia berat. Kelainan gen ini akan mengakibatkan
kekurangan salah satu unsur pembentuk hemoglobin (Hb), sehingga produksi Hb berkurang.
Terdapat tiga jenis thallasemia yaitu: mayor, intermediate dan karier. Pada thallasemia
mayor, Hb sama sekali tidak diproduksi. Akibatnya penderita akan mengalami anemia berat.
Dalam hal ini jika penderita tidak diobati, maka bentuk tulang wajahnya akan berubah dan
warna kulitnya menjadi hitam. Selama hidupnya penderita akan tergantung pada transfusi
darah. Hal ini dapat berakibat fatal, karena efek samping dari transfusi darah yang terus
menerus akan mengakibatkan kelebihan zat besi. Terapi gen merupakan harapan baru bagi
penderita thallasemia di masa mendatang. Terapi dilakukan dengan menggantikan sel tunas
yang rusak pada sumsum tulang penderita dengan sel tunas dari donor yang sehat. Hal ini
sudah diuji cobakan pada mencit.

1. B. Aplikasi Terapi Gen dalam Kajian


Bioteknologi Kedokteran
Thieman (2004) menjelaskan bahwa terapi gen merupakan pengiriman gen terapeutik ke
dalam tubuh manusia yang bertujuan untuk pengobatan suatu penyakit yang disebabkan oleh
satu atau banyak gen yang mengalami kerusakan. Dewasa ini cara untuk melakukan
penggantian gen rusak dapat dilakukan dengan memanfaatkan agen virus yang telah
dilemahkan, senyawa kimia organik, atau dengan cara penyuntikkan.

1. Penggunaan virus sebagai agen pembawa gen disebut metode viral. Metode ini
memiliki keuntungan efektivitas yang tinggi. Metode ini dapat memanfaatkan sifat
serangan virus pada jaringan tertentu yang khas.

Beberapa jenis virus yang digunakan untuk terapi gen :

1. Retrovirus

Golongan virus yang dapat membuat rantai ganda DNA dari genomnya dan disatukan
dengan kromosom sel inangnya mis: HIV (human defisiensi virus). Dan jenis virus ini juga
penyerang sel-sel yang membelah cepat, mungkin cocok sebagai agen pembawa gen
terapeutik untuk penyakit tumor.

1. Adenovirus

Golongan virus dengan rantai DNA gandanya dapat menyebabkan infeksi pada saluran
pernapasan, saluran pencenaan dan menimbulkan kematian. Dan jenis virus ini juga
penyerang sel dinding paru-paru mungkin cocok untuk mengirim duplikat gen cystic fibrosis
yang dibutuhkan dalam sistem pernapasan. Misal : virus influenza

1. Adeno-assosiated virus.

Virusnya kecil mempunyai single strandid DNA dan dapat memasukan material genetik di
tempat spesifik pada kromosom 19.

1. Herpes simpleks

Golongan virus dengan rantai ganda DNA yang menginfeksi sebagian dari sel seperti sel
neuron. Keuntungan penggunaan virus dalam terapi gen ialah dapat diandalkan dari segi
efektivitas dan kelemahannya ialah pembiakkanya dalam skala besar memiliki potensi bahaya
yang serius berhubungan dengan kemampuan mutagenik dan karakteristik dari virus yang
sulit diramalkan. Sistem kekebalan tubuh manusia terhadap virus juga mampu mengganggu
proses terapi.

1. Penggunaan senyawa kimia organik sebagai agen pengantar gen dapat mengatasi
masalah resistensi dari sistem kekebalan tubuh penerima. Keuntungan penggunaan
senyawa kimia ini ialah mudah dalam produksi, baik dalam skala kecil maupun skala
besar dan kelamahannya ialah berkaiatan dengan keefektifannya yang rendah.
2. Penemuan derivat 1,4-DHP sebagai senyawa organik pembawa gen memiliki
keunggulan gabungan metode viral dan metode kimiawi. Derivat-derivat 1,4-DHP
saat ini masih dalam tahap pengembangan, namun efektivitasnya lebih tinggi
dibanding senyawa organik lain yaitu DOTAP dan PEI 25. Sebagai senyawa kimia
organik tentu saja 1,4-DHP akan lebih siap dan mudah diproduksi dalam berbagai
skala. Keuntungannya ialah menggabungkan penggunaan virus dan senyawa kimia
dalam terapi gen serta kelamahnnya ialah cara ini masih dalam tahap pengembangan.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa terdapat dua cara yang dapat dilakukan untuk
mengirimkan suatu gen tertentu yaitu dengan terapi gen ex vivo dan terapi gen in vivo. Terapi
gen ex vivo diawali dengan sel dari seseorang yang menderita penyakit dipindahkan dimana
langkah ini dilakukan dalam laboratorium menggunakan teknik seperti transformasi bakteri
dan kemudian dikembalikan ke dalam tubuh pasien (sesorang yang menderita penyakit).
Terapi gen ex vivo dapat dijelaskan pada Gambar 4, dimana sel hati dari pasien yang
mengalami masalah pada hatinya akan dilakukan pembedahan dan selanjutnya akan dikultur.
Gen terapeutik yang sesuai kemudian akan dikirim ke dalam sel menggunakan vektor
maupun teknik yang lain. Sel hati yang telah mengalami perubhahan genetik tersebut
kemudian akan dipindahkan kembali ke dalam tubuh pasien tanpa khawatir terjadi penolakan
dari jaringan transplan karena sel tersebut berasal dari tubuh pasien sendiri.

Terapi gen in vivo (Gambar 4) dilakukan dengan memasukkan secara langsung gen ke dalam
jaringan maupun organ pasien tanpa harus memindahkan terlebih dahulu sel pasien tersebut.
Salah satu tantangan dalam terapi gen in vivo adalah memberikan gen hanya ke jaringan
target dan tidak ke seluruh jaringan tubuh. Ilmuwan menggunakan virus sebagai vektor untuk
pengiriman gen tetapi pada beberapa kasus gen secara langsung diinjeksikan dalam beberapa
jaringan. Sejauh ini, strategi ex vivo umumnya terbukti lebih efektif dibandingkan strategi in
vivo. Virus yang berperanan sebagai vektor menggunakan genomnya untuk membawa gen
(dalam hal ini gen terapeutik) yang digunakan untuk menginfeksi sel tubuh manusia yang
selanjutnya memasukkan gen-gen terapeutik ke dalam sel tersebut. Retrovirus seperti halnya
virus HIV penting digunakan sebagai vektor karena ketika masuk dalam sel host, virus
menyalin RNA dalam DNA dan kemudian secara acak memasukkan DNAnya dalam genom
sel host dimana bersifat permanen dan proses ini dinamakan integrasi.

Selain memanfaatkan vektor, transfer gen adakalanya menggunakan DNA telanjang dalam
bentuk plasmid yang telah berisi gen terapeutik yang langsung disuntikkan ke jaringan tubuh.
Sel-sel pada jaringan tertentu akan memanfaatkan DNA telanjang dan mengekspresikan gen-
gen yang telah dibawa oleh DNA telanjang. Penggunaan DNA telanjang cukup efektif
digunakan untuk organ hati dan otot. Cara lain pengiriman DNA tanpa menggunakan virus
sebagai vektor ialah melibatkan liposom. Struktur liposom mirip dengan molekul lipid dalam
membran sel. Liposom yang telah dilengkapi oleh gen-gen yang diinginkan dapat disuntikkan
ke dalam jaringan target atau dengan cara disemprotkan. Terdapat cara lain pula yaitu
pelapisan partikel keci emas pada DNA yang kemudian akan ditembakkan dengan
menggunakan pistol DNA. Teknologi lain yang dicobakan oleh peneliti ialah pemanfaatan
kromosom buatan berisi DNA tanpa pengkodean protein yang telah berisi gen terapeutik dan
memiliki struktur sama dengan kromosom normal pada manusia sehingga mampu melakukan
replikasi.

Terapi gen manusia dilakukan pertama kali pada tahun 1900 di Bethesda, Maryland dengan
pasien berumur 4 tahun bernama Ashanti DaSilva dengan kelainan genetik severe combined
immunodeficiency (SCID). Pasien ini memiliki sisitem kekebalan tubuh yang kurang
berfungsi akibat ketidaknormalan gen Adenosine Deaminase (ADA). ADA menghasilkan
enzim yang terlibat dalam metabolisme dari nucleotide deoxyadenosine triphosphat (dATP).
Mutasi pada gen ADA menyebabkan akumulasi dATP yang pada konsentrasi tinggi
merupakan racun bagi beberapa jenis sel T sehingga menyebabkan hilangnya sel T dalam
pasien penderita SCID. Ketiadaan sel T menyebabkan sel B tidak mampu mengenali antigen
dan menghasilkan antibodi. Pengobatan penyakit ini (seperti yang ditunjukkan oleh Gambar
5.) dilakukan dengan mengklon gen ADA yang normal dengan bantuan vektor yang
dimasukkan dalam retrovirus yang sudah diinaktifkan. Strategi ex vivo digunakan bilamana
sejumlah kecil sel T disolasi dari darah Ashanti dan dikultur dalam laboratorium. Retrovirus
mampu mengintegrasikan genomnya ke dalam genom sel inang, sehingga selama kultur,
retrovirus mampu mengintegrasikan gen ADA normal ke dalam kromosom sel T Ashanti.
Setelah beberapa periode, sel-sel T yang mengandung ADA diinjeksikan ke dalam tubuh
Ashanti.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa penyakit genetik lainnya diantaranya ialah Cystic
Fibrosis (CF) dimana pasien memiliki dua salinan gen yang mengkodekan protein yang
disebut Cystic Fibrosis Transmembrane Conductance Regulator (CFTR). Protein CFTR
secara normal berfungsi sebagai pompa dalam membran sel untuk memindahkan ion klorida
dari sel. Ion klorida masuk ke dalam sel melalui berbagai cara yang mana melibatkan reaksi
seluler. CFTR penting untuk menjaga keseimbangan ion klorida di dalam sel. Mutasi CFTR
menyebabkan kurangnya jumlah protein sehingga berpeluang untuk terinfeksi penyakit CF.
Mutasi atau ketidaknormalan CFTR mengakibatkan ketidakmampuan CFTR untuk
memompa ion-ion keluar. Pada organ trakea, akumulasi ion klorida menyebabkan kentalnya
lendir yang dapat menyumbat saluran pernafasan dan menghadirkan lingkungan ideal untuk
pertumbuhan mikroba. Hal ini terjadi karena air bergerak menuju sel-sel yang kaya ion
klorida dalam rangka menyeimbangkan konsentrasi ion di dalam sel.

Perawatan yang dapat dilakukan untuk pasien CF diantaranya ialah terapi gen (Gambar 6)
dengan memasukkan gen CFTR normal ke dalam liposom dan menyemprotkannya ke hidung
dan mulut. Liposom dapat menyatu denga lipid pada membran sel pada sel trakea selanjutnya
akan melepaskan gen CF normal ke dalam sitoplasma sel. Gen CFTR normal melakukan
proses translasi menghasilkan mRNA dan akan diterjemahkan untuk menghasilkan protein
normal. Protein CFTR normal masuk ke dalam membran sel dan memulai transportasi ion
klorida keluar sel sehingga lendir menipis dan mengurangi indikasi penyakit CF. kelemahan
penggunaan terapi gen dalam mengobati penyakit CF ini ialah biaya yang mahal dan
membutuhkan beberapa reaplikasi karena DNA yang dikirim melalui lisosom tidak
terintegrasi ke dalam kromosom.
C. Aplikasi Pencangkokan Sel, Jaringan, dan Organ dalam Kajian Bioteknologi
Kedokteran

Thieman (2004) menjelaskan bahwa pertumbuhan sel-sel dan jaringan dapat digunakan
sebagai pengobatan regeneratif yaitu dengan menggantikan atau memperbaiki jaringan dan
organ-organ yang mengalami kerusakan dengan tujuan untuk meningkatkan kualitas
kesehatan. Penyakit Parkinson merupakan salah satu penyakit neurodegeratif yaitu hilangnya
sel-sel di daerah bagian dalam otak yang disebut substansia nigra. Neuron pada daerah ini
menghasilkan zat kimia yang dinamakan dopamine yang merupakan neurotransmitter untuk
menghantarkan sinyal antar neuron satu dengan neuron lainnya. Kehilangan atau kekurangan
sel dopamine menyebabkan gemetar, lemah, kurang keseimbangan, kehilangan ketangkasan,
otot kaku, pengurangan penciuman, ketidakmmapuan untuk menelan, dan masalah bicara.

Tidak seperti sel saraf janin yang dapat membelah, kebanyakan sel saraf orang dewasa
kehilangan kemampuan untuk melakukan pembelahan. Hal ini melatarbelakangi munculnya
ide penggunaan sel saraf janin untuk menggantikan sel-sel otak yang mengalami kerusakan.
Sebagian besar jaringan janin manusia berasal dari embrio yang didapatkan dari korban
kecelakaan dan dari embrio yang diaborsi secara legal. Thieman (2004) menjelaskan bahwa
adanya masalah dalam pencangkokan, menimbulkan beberapa perkembangan teknologi
kedoktaran diantaranya Autograf dan Xenotransplantasi. Autograf merupakan pencangkokan
jaringan yang berasal dari pasien tetapi daerah tubuh lain. Misalnya operasi jantung
melibatkan pemindahan segmen dari vena kaki yang selanjutnya dilakukan pembedahan
menghubungkan pembuluh darah pada arteri jantung di sekitar pembuluh yang terhalangi.
Xenotransplantasi merupakan transfer organ dari spesies yang berbeda dan tidak selalu harus
melibatkan transfer dari seluruh organ serta hal ini meringankan peran manusia sebagai donor
organ.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa beberapa spesies yang pernah diujicobakan ialah babon,
kelas primata, dan babi. Ilmuwan baru-baru ini telah menggabungkan teknik molekular dan
teknologi transplantasi untuk menghasilkan klon babi yang membantu mengatasi penolakan
dari organ transplant serta mengatasi adanya transmisi virus. Gen pada babi yang berisiko
menyebabkan penolakan telah dihilangkan dengan menggunakan teknik techniques untuk
menghilangan gen GGTA 1. Pembentukan knockout GGTA1 babi dimungkinkan karena
regenerasi babi yang dapat menghasilkan organ untuk pencangkokan dimana mampu dikenali
oleh antibodi. SAASTA (2010) menjelaskan bahwa untuk mencegah penolakan setelah
transplantasi organ, umumnya dokter menggunakan obat penekan kekebalan. Obat ini mampu
mencegah penolakan organ, namun juga melemahkan sistem kekebalan tubuh pasien
sehingga dikhawatirkan akan rentan terhadap berbagai infeksi. Pemanfaatan siklosporin
sebagai produk bioteknologi dengan memanfaatkan jamur yang tumbuh di tanah adan hanya
menekan bagian dari tubuh yang mengalami penolakan dan kurang berdampak pada
keseluruhan sistem kekebalan tubuh.

1. D. Aplikasi Terapi Seluler dan Rekayasa Jaringan dalam Kajian Bioteknologi


Kedokteran

Thieman (2004) menjelaskan bahwa terapi seluler merupakan penggunaan sel-sel untuk
menggantikan jaringan yang mengalami kerusakan untuk pengiriman molekul biologi yang
penting. Salah satu cara untuk menghindari penolakan organ pada pencangkokan jaringan
ialah dengan menggunakan sel-sel hidup yang telah dikemas dalam kantung kecil atau tabung
yang disebut biokapsul atau mikrokapsul. Biokapsul dimungkinkan berisi sel-sel yang telah
direkayasa secara genetik dirancang untuk menghasilkan melekul yang efektif dalam
pengobatan. Biokapsul memiliki lubang kecil di dindingnya sehingga permiabel terhadap
ketersedian nutrisi dan memungkinkan pertukaran molekul memasuki aliran darah dan daerah
sekitarnya (Gambar 7). Penurunan fungsi organ dapat dilakukan pengobatan juga dengan
rekayasa jaringan. Rekayasa jaringan ini mampu menyiapkan organ yang dapat digunakan
untuk mengganti jaringan yang mengalami kerusakan.

biokapsul ini dilindungi dari serangan oleh sel-sel imun oleh sel host. Pada saat yang sama,
biokapsul memungkinkan molekul yang diproduksi oleh sel-sel keluar dari kapsul dan
memberikan manfaat terapeutik untuk host. Gambar ini mengilustrasikan bagaimana sel
memproduksi insulin dapat digunakan untuk menyediakan pasien diabetes dengan sumber
insulin (Sumber: Thieman, 2004)

1. E. Aplikasi Stem Cells dalam Kajian Bioteknologi Kedokteran

Stem cells adalah sel tubuh (baik hewan atau manusia) yang belum terbentuk menjadi sel
tubuh tertentu dan bisa berkembang menjadi berbagai bentuk sel tubuh tertentu. Stem cells
merupakan sel yang sangat unik karena dengan kemampuan berdeferensiasi menjadi sel-sel
baru atau sel tubuh yang lain. Stem cell bertugas memperbaiki kelainan dalam tubuh dan
secara teoritis stem cell dan melengkapi sel-sel dalam tubuh selama manusia atau hewan
tersebut masih hidup. Apabila stem cell telah berdeferensiasi maka setiap sel baru memiliki
potensi untuk tetap menjadi stem cell atau menjadi sel-sel yang berbeda dengan fungsi yang
lebih khusus, seperti sel otot, sel darah merah, sel otak, sel hati, sel ginjal dan lain-lain.

Stem cell memiliki 2 sifat, yaitu.

1. Kemampuan untuk berdiferensiasi menjadi sel lain (differentiate). Dalam hal ini stem cell
mampu berkembang menjadi berbagai jenis sel matang, misalnya sel saraf, sel otot jantung,
sel otot rangka, sel pankreas, dan lain-lain.

2. Kemampuan untuk memperbaharui atau meregenerasi dirinya sendiri (self-regenerate/self-


renew). Dalam hal ini stem cell dapat membuat salinan sel yang persis sama dengan dirinya
melalui pembelahan sel.

Berdasarkan kemampuan berdiferensiasi, stem cell dibagi menjadi.

1. Totipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi semua jenis sel misalnya adalah zigot (telur yang
telah dibuahi).

2. Pluripotent. Dapat berdiferensiasi menjadi 3 lapisan germinal: ektoderm, mesoderm, dan


endoderm, tapi tidak dapat menjadi jaringan ekstraembrionik seperti plasenta dan tali pusat.
Misalnya adalah embryonic stem cells

3. Multipotent. Dapat berdiferensiasi menjadi banyak jenis sel, misalnya ialah hematopoietic
stem cells.
4. Unipotent. Hanya dapat menghasilkan 1 jenis sel yang dapat memperbaharui atau
meregenerasi diri (self-regenerate/self-renew.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa perkembangan embrio manusia yang diawali oleh
adanya fertilisasi sel sperma dan sel telur yang kemudian apabila dibuahi akan menjadi zigot.
Zigot mengalami pembelahan dengan cepat dan membentuk morula, blastocyst, dan
kemudian trophoblast. Trophoblast akan berkembang membentuk bagian dari plasenta yang
menjaga perkembangan embrio. Penerapan stem cells menggunakan sebagian kecil sekitar 30
sel dalam blastocyst yang membentuk suatu struktur yang dikenal Inner cell mass yang
merupakan sumber stem cells embrionik pada manusia (ES). Selama perkembangan embrio,
stem cells dalam sel inner mass memiliki kemampuan untuk mengalami diferensiasi
membentuk fungsi-fungsi khusus. Diferensiasi pada sel bergantung pada sinyal kimiawi
seperti faktor pertumbuhan dan hormon. Pada kondisi yang cocok ES telah berdeferensiasi
yang meliputi sel kulit, sel otak, kartilago, osteoblas, sel-sel hati, sel-sel hati, dinding
pembuluh darah, dan sel otot (Gambar 8).

Selain stem cells embrionik, para ilmuwan juga telah menemukan Adult-Derived Stem Cells
(ASCs) dimana sel-sel terdapat dalam jaringan dewasa dan dikultur kemudian mampu
berdiferensiasi menghasilkan tipe sel yang lainnya. ASCs nampak dalam jumlah yang
terbatas, dan walaupun telah dilakukan isolasi otak, usus, kulit, otot, dan darah, tetapi belum
ditemukan pada semua jaringan dewasa. Isolasi ASCs tidak perlu merusak embrio dan dapat
diperoleh dengan memasukkan jarum ke dalam jaringan otot dan tulang, serta mengisolasi
dari mayat yang mampu berdeferensiasi menjasi sel-sel khusus.

Berdasarkan sumbernya, stem cell dibagi menjadi:

1. Zygote. Yaitu pada tahap sesaat setelah sperma bertemu dengan sel telur.
2. Embryonic stem cell. Diambil dari inner cell mass dari suatu blastocyst (embrio yang
terdiri dari 50 150 sel, kira-kira hari ke-5 pasca pembuahan). Embryonic stem cell
biasanya didapatkan dari sisa embrio yang tidak dipakai pada IVF (in vitro
fertilization). Tapi saat ini telah dikembangkan teknik pengambilan embryonic stem
cell yang tidak membahayakan embrio tersebut, sehingga dapat terus hidup dan
bertumbuh. Untuk masa depan hal ini mungkin dapat mengurangi kontroversi etis
terhadap embryonic stem cell.
3. Fetus. Fetus dapat diperoleh dari klinik aborsi.
4. Stem cell darah tali pusat. Diambil dari darah plasenta dan tali pusat segera setelah
bayi lahir. Stem cell dari darah tali pusat merupakan jenis hematopoietic stem cell, dan
ada yang menggolongkan jenis stem cell ini ke dalam adult stem cell.
5. Adult stem cell. Diambil dari jaringan dewasa, antara lain dari: Sumsum tulang.

Terdapat 3 golongan penyakit yang dapat diatasi dengan menggunakan stem cell, yaitu.

1. Penyakit autoimun.

Misalnya pada lupus, artritis rheumatoid dan diabetes tipe 1. Setelah diinduksi oleh growth
factor agar hematopoietic stem cell banyak dilepaskan dari sumsum tulang ke darah tepi,
hematopoietic stem cell dikeluarkan dari dalam tubuh untuk dimurnikan dari sel imun matur.
Lalu tubuh diberi agen sitotoksik atau terapi radiasi untuk membunuh sel-sel imun matur
yang tidak mengenal self antigen (dianggap sebagai foreign antigen). Setelah itu
hematopoietic stem cell dimasukkan kembali ke tubuh, bersirkulasi dan bermigrasi ke
sumsum tulang untuk berdiferensiasi menjadi sel imun matur sehingga system imun tubuh
kembali seperti semula.

1. Penyakit degeneratif.

Pada penyakit degeneratif seperti stroke, penyakit Parkinson, penyakit Alzheimer, terdapat
beberapa kerusakan atau kematian sel-sel tertentu sehingga bermanifestasi klinis sebagai
suatu penyakit. Pada keadaan ini stem cell setelah dimanipulasi dapat ditransplantasi ke
dalam tubuh pasien agar stem cell tersebut dapat berdiferensiasi menjadi sel-sel organ tertentu
yang menggantikan sel-sel yang telah rusak atau mati akibat penyakit degeneratif.

1. Penyakit keganasan.

Prinsip terapi stem cell pada keganasan sama dengan penyakit autoimun. Hematopoietic stem
cell yang diperoleh baik dari sumsum tulang atau darah tali pusat telah lama dipakai dalam
terapi leukemia dan penyakit darah lainnya.

Thieman (2004) menjelaskan bahwa stem cells kemungkinan bisa digunakan untuk
mengganti sel yang mengalami kerusakan, misalnya penyakit jantung. Para peneliti New
York Medical College and National Human Genom Research Institute telah berhasil
menyuntikkan stem cells dewasa dari sumsum tulang tikus ke dalam daerah yang rusak dari
jantung tikus. Stem cells tersebut selanjutnya dapat berkembang menjadi sel-sel otot, dan
meningkatkan fungsi jantung. Stem cells dewasa telah diisolasi dari otak dan digunakan
untuk memproduksi neuron dalam kultur, dan para ilmuwan telah siap mendemontrasikan
bahwa sel ES mampu berdiferensiasi menjadi neuron-neuron untuk memperbaiki fungsi sarah
(Gambar 9). Penerapan stem cells dapat dilakukan dengan bantuan kloning diantaranya ialah
kloning reproduksi dan terapeutik (Gambar 10). Pada kloning terapeutik, kromosom-
kromosom dari sel pasien yang disuntikkan ke dalam sebuah telur tanpa inti, dirangsang
untuk membelah, selanjutnya akan menghasilkan embrio.

Terdapat beberapa alasan mengapa stem cell merupakan calon yang bagus dalam cell-based
therapy, yaitu.

1. Stem cell tersebut dapat diperoleh dari pasien itu sendiri. Artinya transplantasi dapat
bersifat autolog sehingga menghindari potensi rejeksi. Berbeda dengan transplantasi
organ yang membutuhkan organ donor yang sesuai (match), transplantasi stem cell
dapat dilakukan tanpa organ donor yang sesuai.
2. Mempunyai kapasitas proliferasi yang besar sehingga dapat diperoleh sel dalam
jumlah besar dari sumber yang terbatas. Misalnya pada luka bakar luas, jaringan kulit
yang tersisa tidak cukup untuk menutupi lesi luka bakar yang luas. Dalam hal ini
terapi stem cell sangat berguna.
3. Mudah dimanipulasi untuk mengganti gen yang sudah tidak berfungsi lagi melalui
metode transfer gen. Hal ini telah dijelaskan dalam penjelasan mengenai terapi gen di
atas.
4. Dapat bermigrasi ke jaringan target dan dapat berintegrasi ke dalam jaringan dan
berinteraksi dengan jaringan sekitarnya.
1. F. Dampak Perkembangan Bioteknologi Kedokteran

1. 1. Dampak Positif
2. Dengan penerapan bioteknologi dalam kesehatan, para ahli kedokteran dapat
mengenali individu-individu yang tertimpa penyakit genetika sebelum mereka
mengalami gejala-gejala awal dengan menggunakan uji genetika. Sehingga kita dapat
melakukan pencegahan lebih dini. Uji genetika berguna untuk melihat kelainan
genetika baik yang menimpa diri sendiri maupun keturunannya kelak. Beberapa tes
yang biasanya dilakukan adalah untuk hal-hal berikut:

1) Identifikasi karier, misalnya tes yang digunakan oleh pasangan yang memiliki riwayat
kelainan gen resesif dan khawatir dapat menularkan penyakit tertentu terhadap anaknya.

2) Diagnosa kehamilan, misalnya untuk mengetahui kondisi kesehatan bayi terhadap


penyakit keterbelakangan mental atau Dwon syndrome.

3) Skrining bayi, misalnya untuk mendeteksi kelainan yang mungkin diderita bayi dalam
pertumbuhan (khawatir orang tuanya dapat menurunkan kelainan tertentu).

1. Melalui teknik rekayasa genetika, terutama dengan DNA dan rekombinannya, para
ahli telah berusaha untuk mengembangkan efektivitas vaksin. Pengembangan
kemampuan vaksin tersebut dimaksudkan untuk mendapatkan solusi terhadap
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh virus yag sudah tidak efektif lagi oleh
perlakuan obat.
2. Para penderita obesitas (penyakit kegemukan) kini pun telah mendapatkan jalan
keluar dalam mengatasi kelebihan berat badannya. Hal ini dijelaskan dalam suatu
kutipan dari sebuah surat kabar bahwa; Para ahli fisiologi dan ilmu gizi dari
Universitas Texas Southwestern Medical Centre, Dallas Amerika Serikat, telah
berhasil mengubah sel-sel lemak biasa menjadi lemak yang bisa terbakar. Penelitian
dilakukan melalui penyuntikan gen Leptin (suatu protein yang terkait dengan proses
metabolisme) pada tikus percobaan. Hasil penyisipan gen membuktikan bahwa sel-sel
yang biasanya menimbun lemak berubah menjadi sel-sel pembakar lemak. Akibatnya,
tikus menjadi langsing dengan hilangnya 26% bobot tubuhnya selama dua pekan.
3. Virologi pun telah memberikan sumbangannya pada dunia kedokteran, dengan
mendasari pengetahuan dalam usaha menciptakan vaksin-vaksin. Misalnya pada
kasus yang baru saja terjadi yaitu mengenai Virus Flu Burung. Sebuah surat kabar
memberitakan bahwa Virus Flu Burung atau disebut juga Virus Avian Influenza, yang
hanya dapat diteruskan kepada manusia melalui kontak yang sangat dekat, telah dapat
ditemukan vaksinnya oleh para pakar Imunologi dan Bioteknologi di Badan
Kesehatan Dunia (WHO). Caranya adalah dengan menggabungkan gen Avian dengan
gen flu pada manusia agar menjadi ‘aman’. Mereka mengambil satu gen virus flu
burung kemudian menggantikan gennya tadi dengan gen flu manusia. Hasil dari
kombinasi virus buatan ini kemudian dipersiapkan sebagai basis untuk pembuatan
vaksinnya.
1. 2. Dampak Negatif
2. Gen yang disisipkan dapat menyerang sel-sel manusia. Pendapat ini ada pro dan
kontranya. Bagi yang mendukung karena ada bukti bahwa gen yang disisipkan dapat
berpindah ke bakteri lain yang ada di usus kita sehingga menyebabkan resistensi
manusia terhadap antibiotik tertentu. Sedangkan yang kontra menyatakan bahwa
manusia punya mekanisme untuk menghancurkan gen asing yang tidak dikenal.
3. Alergi (gen baru yang disisipkan bisa memproduksi senyawa baru yang memicu
alergi pada orang tertentu).
4. Gen yang disisipi menjadi lebih resistensi terhadap antibiotik.
5. Di bidang kesehatan manusia terdapat kemungkinan produk gen asaing, seperti, gen
cry dari bacillus thuringiensis maupun bacillus sphaeericus, dapat menimbulkan
reaksi alergi pada tubuh mausia, perlu di cermati pula bahwa insersi (penyisipan) gen
asing ke genom inag dapat menimbulkan interaksi anatar gen asing dan inang produk
bahan pertanian dan kimia yang menggunakan bioteknologi

Anda mungkin juga menyukai