Anda di halaman 1dari 30

A.

Pengertian
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai dengan jenis dan
luasnya. Fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang lebih besar dari yang dapat
diabsorpsinya (Smeltzer & Bare, 2002). Fraktur adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang
yang terjadi karena adanya tekanan pada tulang yang melebihi absorpsi tulang, terjadi ketika
tekanan yang berlebihan mengenai tulang dan tidak bisa diredam. Biasanya hal ini juga
menimbulkan cedera jaringan lunak sekitarnya seperti kulit, jaringan subkutan, otot, pembuluh
darah, syaraf, ligamen, dan tendon (Black & Matassarin, 1997). Fraktur dapat terjadi di bagian
tubuh mana saja dan semua usia (Workman & Ignatavicius, 2006). Fraktur dapat disebabkan
oleh pukulan langsung, gaya meremuk, gerakan puntir mendadak, dan bahkan kontraksi otot
ekstrem. Meskipun tulang patah, jaringan sekitarnya juga akan terpengaruh, mengakibatkan
edema jaringan lunak, perdarahan ke otot dan sendi, dislokasi sendi, ruptur tendo, kerusakan
saraf, dan kerusakan pembuluh darah. Organ tubuh dapat mengalami cedera akibat gaya yang
disebabkan oleh fraktur atau akibat fragmen tulang (Smeltzer & Bare, 2002).

B. Etiologi
Etiologi fraktur, diantaranya (Hamblen & Simpson, 2007):
1. Trauma langsung, yaitu benturan pada tulang dan mengakibatkan fraktur pada tempat
terkenanya benturan.
2. Fragility fraktur, yaitu fraktur yang terjadi karena kelemahan tulang, biasanyanya pada
lanjut usia yang mengalami osteoporosis.
3. Kelemahan/ stress fraktur, yaitu fraktur yang terjadi bukan karena satu kali trauma,
tetapi karena stress tulang yang terjadi berulang-ulang, biasanya terjadi pada atlit.
Fraktur ini dimulai dari kerusakan-kerusakan kecil, dan berakumulasi dan berkembang
menjadi fraktur komplit.
4. Fraktur patologi, fraktur yang terjadi karena tulang yang lemah akibat suatu proses
penyakit misalnya kanker, riketsia, spiondilitis TB.
C. Klasifikasi Fraktur
Klasifikasi fraktur berdasarkan luasnya fraktur, dibedakan menjadi (Smeltzer & Bare,
2002; Workman & Ignatavicius, 2006):
1. Fraktur komplit : patah dari seluruh garis tengah tulang, biasanya mengalami
pergeseran (bergeser dari posisi normal) dan tulang menjadi dua bagian yang terpisah.
2. Fraktur inkomplit : patahnya terjadi di sebagian garis tengah tulang.
Klasifikasi fraktur berdasarkan luasnya kerusakan jaringan lunak sekitar, dibedakan
menjadi (Smeltzer & Bare, 2002; Workman & Ignatavicius, 2006):
1. Fraktur terbuka (compound fraktur) merupakan fraktur dengan luka pada kulit atau
membrane mukosa sampai patahan tulang dan adanya luka eksternal. Fraktur terbuka
ini digradasi menjadi:
a. Grade I : luka bersih kurang dari 1 cm panjangnya, trauma dan kerusakan kulit
minimal.
b. Grade II : luka bersih luas tanpa kerusakan jaringan lunak ekstensif. Adanya luka
memar pada kulit dan otot.
c. Grade III : yang sangat terkontaminasi dan mengalami kerusakan jaringan lunak
ekstensif, merupakan yang paling berat. Kerusakan meliputi kulit, otot, saraf,
pembuluh darah, diameter luka lebih dari 6-8 cm.
2. Fraktur tertutup (simple fraktur) : fraktur tidak melukai jaringan kulit dan tidak terlihat
adanya luka (tidak merobek jaringan kulit).

Klasifikasi fraktur berdasarkan pergeseran anatomis fragmen tulang (fraktur bergeser atau
tidak bergeser), dibedakan menjadi (Smeltzer & Bare, 2002):
1. Greenstick : fraktur di mana salah satu sisi tulang patah sedangkan sisi lainnya
membengkok.
2. Tranversal, suatu fraktur yang melintang pada tulang (fraktur sepanjang garis tengah
tulang) merupakan akibat dari trauma langsung.
3. Oblik, yaitu fraktur yang membentuk sudut dengan garis tengah tulang (lebih tidak
stabil dibanding tranversal) akibat trauma langsung.
4. Spiral, suatu fraktur yang mengelilingi batang tulang, arah garis patahnya berbentuk
spiral yang disebabkan karena trauma rotasi
5. Impacted (Telescopic) atau kompresi, yaitu sebagian fragmen tulang menusuk bagian
fragmen yang lain.
6. Displaced. Fragmen tulang terpisah dengan kesegarisan tulang lain

Klasifikasi fraktur berdasarkan jumlah dan garis patah/bentuk/konfigurasi, dibedakan


menjadi:
1. Fraktur kominutif : lebih dari satu garis fraktur, fragmen tulang pecah, terpisah-pisah
dalam berbagai serpihan.
2. Fraktur segmental : bila garis patah lebih dari satu tetapi tidak berhubungan satu ujung
yang tidak memiliki pembuluh darah menjadi sulit untuk sembuh dan keadaan ini perlu
terapi bedah.
3. Fraktur multipel : garis patah lebih dari satu tetapi pada tulang yang berlainan
tempatnya, seperti fraktur femur, cruris dan vertebra.

Klasifikasi fraktur berdasarkan lokasi fraktur, dibedakan menjadi:


1. Colles Fraktur : jarak bagian distal fraktur lebih kurang 1 cm dari permukaan sendi
2. Articular Fraktur : meliputi permukaan sendi
3. Extracapsular Fraktur : dekat sendi tetapi tidak masuk kedalam sendi
4. Intracapsular Fraktur : didalam capsul sendi
5. Apiphyseal Fraktur : terjadi kerusakan pasda pusat ossifikasi

Klasifikasi fraktur berdasarkan pergeseran fragmen tulang, dibedakan menjadi:


1. Fraktur undisplaced (tidak bergeser) : garis patah lengkap tetapi kedua fragmen tidak
bergeser dan periosteum masih utuh.
2. Fraktur displaced (bergeser) : terjadi pergeseran fragmen tulang yang juga disebut
lokasi fragmen, terbagi atas:
a. Dislokasi ad longitudinam cum contractionum (pergeseran searah sumbu dan
overlapping).
b. Dislokasi ad axim (pergeseran yang membentuk sudut).
c. Dislokasi ad latus (pergeseran dimana kedua fragmen saling menjauh).
D. Patofisiologi
Fraktur

Diskontinuitas tulang Pergeseran fragmen Nyeri


tulang

Perubahan jaringan sekitar Kerusakan Mengenai jaringan lunak Mengenai jaringan keras
integritas
kulit
Pergeseran fragmen tulang Arteri Vena Tulang kehilangan asupan
darah
Terputusnya arteri Vena statis karena
Deformitas Gangguan sirkulasi
penekanan lokal
Spasme arteri
Gangguan fungsi Trombosis Nutrisi dan O2 tidak adekuat
Penekanan arteri
Masuk ke dalam paru
Gangguan mobilitas fisik Trombosis arteri Nekrosis vaskular tulang
Emboli
Perdarahan Osteomiolitis

Cairan keluar dari ekstrasel ke jaringan


lunak Infeksi
Syok hipovolemik Kematian

Gangguan
pertukaran gas
E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis fraktur adalah nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan
ekstremitas, krepitus, pembengkakan lokal, dan perubahan warna (Smeltzer & Bare,
2002).
1. Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang diimobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk meminimalkan gerakan antar fragmen.
2. Setelah terjadi fraktur, bagian-bagian tidak dapat digunakan dan cenderung
bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa), bukan tetap rigid seperti
normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai menyebabkan
deformitas (terlihat maupun teraba) ekstremitas yang bisa diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tidak dapat berfungsi
dengan baik, karena fungsi normal otot bergantung pada integritas tulang tempat
melekatnya otot.
3. Pada fraktur panjang, terjadi pemendekan tulang yang sebenarnya karena
kontraksi otot yang melekat di atas dan bawah tempat fraktur.
4. Saat meraba bagian ekstremitas yang terkena fraktur, akan teraba adanya derik
tulang yang dinamakan krepitus akibat gesekan antara fragmen satu dengan
lainnya.
5. Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini terjadi setelah beberapa
jam atau haru setelah cedera.

F. Komplikasi
Komplikasi Awal
1. Syok
Syok hipovolemik atau traumatik, akibat perdarahan (baik kehilangan
perdarahan eksterna maupun yang tak kelihatan) dan kehilangan cairan ekstrasel ke
jaringan yang rusak, dapat terjadi pada fraktur ekstremitas, toraks, pelvis, dan
vertebra. Karena tulang merupakan organ yang sangat vaskuler, maka dapat terjadi
kehilangan darah dalam jumlah yang besar seperti akibat trauma, khususnya pada
fraktur femur dan pelvis (Smeltzer & Bare, 2002).
Treatment: mempertahankan volume darah, mengurangi nyeri yang dirasakan,
memasang pembebatan yang memadai, dan melindungi pasien dari cedera yang lebih
lanjut (Smeltzer & Bare, 2002).
2. Sindrom emboli lemak
Pada saat terjadi fraktur khususnya pada fraktur multipel dan fraktur tulang
panjang (Workman & Ignatavicius, 2006), globula emboli lemak yang dihasilkan di
kuning sumsum tulang masuk ke dalam darah karena tekanan sumsum tulang lebih
tinggi dari tekanan kapiler atau karena katekolamin yang dilepaskan oleh reaksi stres
pasien akan memobilisasi asam lemak dan memudahkan terjadinya globula lemak
dalam aliran darah. Globula lemak akan bergabung dengan trombosit membentuk
emboli, yang kemudian menyumbat pembuluh darah kecil yang memasok otak, paru,
ginjal, dan organ lain (Smeltzer & Bare, 2002).
Gambaran khasnya berupa hipoksia, takipnea, takikardi, dan pireksia. Gangguan
serebral diperlihatkan dengan adanya perubahan status mental yang bervariasi mulai
dari agitasi ringan, kebingungan, delirium, dan koma yang terjadi sebagai respon
hipoksia akibat penyumbatan emboli lemak di otak (Smeltzer & Bare, 2002).
Treatment: pemberian terapi oksigen, heparin atau dextran 40 untuk
meningkatkan aliran kapiler (Hamblen & Simpson, 2007), imobilisasi segera fraktur,
penyangga fraktur yang memadai saat pemindahan dan mengubah posisi sebagai
upaya yang dapat mengurangi insiden emboli lemak. Pemberian kortikosteroid untuk
menangani reaksi inflamasi paru dan mengontrol edema otak (Smeltzer & Bare,
2002).
3. Sindrom kompartemen
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi jaringan
dalam otot kurang dari yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Hal ini terjadi
karena (1) penurunan ukuran kompartemen otot karena fasia yang membungkus otot
terlalu ketat atau gips atau balutannya; (2) peningkatan isi kompartemen otot karena
edema atau perdarahan karena iskemia, cedera remuk, penyuntikan toksik jaringan
(Smeltzer & Bare, 2002).
Patofisiologi. Penyebab utama sindrom kompartemen adalah peningkatan
tekanan di kompartemen yang biasanya berkaitan dengan siklus iskemik-edema.
Kapiler di jaringan otot berlaksasi, yang meningkatkan tekanan di kapiler. Jaringan
otot yang mengalami iskemia akan mengeluarkan histamin, akibatnya permeabilitas
kapiler pun meningkat. Oleh karena itu protein plasma berpindah ke ruangan
intersisial dan terjadilah edema. Edema menekan saraf dan menyebabkan nyeri.
Aliran darah pada area tersebut berkurang, mengakibatkan iskemi yang lebih lanjut.
Defisit sensori (paratesia) muncul sebelum terjadi perubahan vaskular dan tanda
motorik. Jaringan terlihat pucat, pulsasi/ denyut lemah bahkan bisa tidak teraba,
nyeri ketika ekstremitas digerakkan (Workman & Ignatavicius, 2006).
Jika sindrom kompartemen ini tidak ditangani dalam 4 sampai 6 jam akan terjadi
kerusakan meuromuskular ireversibel, dan 24 sampai 48 jam akan terjadi
ketidakberfungsian tungkai yang terkena (Workman & Ignatavicius, 2006).
Treatment: sindrom kompartemen dapat dicegah dengan mengontrol edema,
yang dapat dicapai dengan meninggikan ekstremitas yang cedera setinggi jantung,
memberikan kompres es setelah terjadinya cedera,balutan yang ketat harus
dilonggarkan, dan fasiotomi (Smeltzer & Bare, 2002).
4. Infeksi
Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma
orthopedic infeksi dimulai pada kulit dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada
kasus fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam
pembedahan seperti pin dan plat (Workman & Ignatavicius, 2006).
5. Iskemik-Nekrosis
Iskemik-nekrosis ini mengarah pada Avaskuler nekrosis (AVN) terjadi karena
aliran darah ke tulang rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
(osteonekrosis) dan kematian jaringan tulang (Workman & Ignatavicius, 2006).

Komplikasi dalam Waktu Lama (Workman & Ignatavicius, 2006)


1. Delayed union,
Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan
waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung (lebih dari 6 bulan). Ini
disebabkan karena penurunan suplai darah ke tulang.

2. Non union
Non union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6 – 9 bulan. Non union ditandai
dengan adanya pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi
palsu atau pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
3. Malunion
Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan meningkatnya
tingkat kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimobilisasi yang baik.

G. Proses Penyembuhan Tulang


Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang lain. Fraktur merangsang
tubuh untuk menyembuhkan tulang yang patah dengan jalan membentuk tulang baru
diantara ujung patahan tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada
lima stadium penyembuhan tulang, yaitu (Workman & Ignatavicius, 2006):
1. Stadium satu (pembentukan hematoma: 1 – 3 hari)
Pembuluh darah robek dan terbentuk hematoma disekitar daerah fraktur. Sel-sel
darah membentuk fibrin guna melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini berlangsung 24 – 48 jam dan
perdarahan berhenti sama sekali.
2. Stadium dua (proliferasi sel: 3 hari sampai 2 minggu)
Pada stadium ini terjadi proliferasi dan diferensiasi sel menjadi fibro kartilago
yang berasal dari periosteum, endosteum, dan bone marrow yang telah mengalami
trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini terus masuk ke dalam lapisan yang
lebih dalam dan disanalah osteoblast beregenerasi dan terjadi proses osteogenesis.
Dalam beberapa hari terbentuklah tulang baru yang menggabungkan kedua fragmen
tulang yang patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur sampai selesai,
tergantung frakturnya.
3. Stadium tiga (pembentukan kallus: 2 – 6 minggu)
Sel-sel yang berkembang memiliki potensi yang kondrogenik dan osteogenik, bila
diberikan keadaan yang tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh aktivitas osteoblast dan osteoklast yang
mulai berfungsi dengan mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang tebal
dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk kallus atau bebat pada
permukaan endosteal dan periosteal. Sementara tulang yang imatur menjadi lebih
padat sehingga gerakan pada tempat fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.
4. Stadium empat (konsolidasi: 3 minggu sampai 6 bulan)
Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman tulang atau tulang yang
imatur berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang cukup kaku dan memungkinkan
osteoclast menerobos melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat dibelakangnya
osteoclast mengisi celah-celah yang tersisa diantara fragmen dengan tulang yang
baru. Ini adalah proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan sebelum tulang
kuat untuk membawa beban yang normal.
5. Stadium lima (remodelling: 6 bulan sampai 1 tahun)
Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang padat. Selama beberapa
bulan atau tahun, pengelasan kasar ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan
pembentukan tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal diletakan pada
tempat yang tekanannya lebih tinggi, dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga
sumsum dibentuk, dan akhirnya terbentuk struktur yang mirip dengan normalnya.

H. Pemeriksaan awal untuk mengetahui adanya fraktur (Reeves, Roux, Lockhart,


2001):
1. Pain (rasa sakit).
2. Paloor (kepucatan atau adanya perubahan warna).
3. Paralysis (kelumpuhan atau ketidakmampuan untuk bergerak).
4. Paresthesia (kesemutan).
5. Pulselessness (tidak adanya denyut).

I. Pengkajian Keperawatan
Berikut adalah pengkajian keperawatan menurut Doenges (1995):
Aktivitas
Tanda :
 Keterbatasan/kehilangan fungsi pada bagian yang terkena(mungkin
segera, fraktur itu sendiri, atau terjadi secara sekunder dari pembengkakan
jaringan, nyeri)

Sirkulasi
Tanda :
 Hipertensi (kadang-kadang terlihat sebagai respon terhadap nyeri,
ansietas)
 Hipotensi (kehilangan darah)
 Takikardia (respon stres, hipovolemia)
 Penurunan/tidak ada nadi pada bagian distal yang cedera
 Pengisian kapiler lambat
 Pucat pada bagian yang terkena
 Pembengkakan jaringan atau masa hematoma pada sisi cedera

Neurosensor
Gejala :
 Hilangnya gerakan/sensasi
 Spasme otot
 Kebas/kesemutan (parestesis)
Tanda :
 Deformitas lokal
 Angulasi abnormal
 Pemendekan
 Rotasi
 Krepitasi
 Spame otot
 Terlihat kelemahan/hilang fungsi
 Agitasi (mungkin berhubungan dengan nyeri/ ansietas/trauma)
Nyeri/kenyamanan
Gejala :
 Nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada area
jaringan/kerusakan tulang; dapat berkurang dengan imobilisasi)
 Tidak ada nyeri karena kerusakan syaraf
 Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)

Keamanan
Tanda :
 Laserasi kulit
 Avulsi jaringan
 Perdarahan
 Perubahan warna
 Pembengkakan lokal (dapat meningkat secara bertahap atau tiba-tiba)

J. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjuang yang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosa fraktur,
antara lain sebagai berikut:
1. Pemeriksaan rontgen untuk menentukan lokasi/luasnya fraktur/luasnya trauma.
2. Scan tulang, temogram, CT scan untuk memperlihatkan fraktur, juga dapat
digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3. Hitung darah lengkap menunjukkan nilai Ht mungkin meningkat
(hemokonsentrasi) atau menurun (akibat perdarahan bermaksan pada sisi fraktur
atau organ jauh pada trauma multipel).
4. Peningkatan jumlah sel darah putih adalah respons stres normal setelah trauma.
5. Kreatinin, trauma otot meningkatkan beban kreatinin untuk ginjal.
6. Profil koagulasi, yaitu perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, transfusi
multiple, atau cedera hati.

K. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan Fraktur Tertutup
1. Reduksi
Reduksi atau manipulasi adalah upaya untuk memanipulasi fragmen tulang
sehingga kembali seperti semula secara optimum. Reduksi tertutup, traksi, atau
reduksi terbuka dapat dilakukan untuk mereduksi fraktur. Reduksi fraktur
sesegera mungkin dilakukan untuk mencegah jaringan lunak kehilangan
elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan.
2. Imobilisasi
Indikasi dari imobilisasi, diantaranya:
a. Untuk mencegah kesalahan tempat atau angulasi dari fragmen. Biasanya pada
fraktur tulang panjang yang memerlukan imobilisasi untuk menjaga ketepatan
kesejajaran.
b. Untuk mencegah pergeseran yang mempengaruhi penyatuan tulang terutama
pada fraktur skapiod, batang ulnaris, leher femur. Ada juga fraktur yang tidak
membutuhkan imobilisasi, seperti costa (rusuk), clavikula dan scapula,
humerus dan femur, fraktur metacarpal, metatarsal, palangers. Hal ini karena,
imobilisasi pada beberapa fraktur dapat mengakibatkan cedera dan
meningkatkan kekakuan.
c. Untuk mengurangi nyeri.
Immobilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen
tulang sehingga kembali seperti semula secara optimum. Setelah fraktur
direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau dipertahankan dalam posisi
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan
dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi
pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin dan teknik gips, atau fiksator eksterna.
Sedangkan untuk fiksasi interna dapat digunakan implan logam yang berperan
sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi eksterna ataupun
interna biasanya dikenal dengan pemasangan OREF dan ORIF.
OREF (Open Reduction and External Fixation) adalah reduksi terbuka dengan
fiksasi eksternal di mana prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah
fraktur, sekrup atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian
dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain. Fiksasi eksternal
memberikan dukungan yang stabil untuk fraktur kominutif (hancur atau remuk).
ORIF (Open Reduction and Internal Fixation) adalah suatu bentuk
pembedahan dengan pemasangan internal fiksasi pada tulang yang mengalami
fraktur. Fungsi ORIF untuk mempertahankan posisi fragmen tulang agar tetap
menyatu dan tidak mengalami pergeseran.

OREF ORIF

3. Rehabilitasi
Rehabilitasi merupakan tindakan untuk menghindari atropi dan kontraktur dengan
fisioterapi. Latihan isometrik dan setting otot diusahakan untuk meminimalkan atrofi
disuse dan meningkatkan peredaran darah. Rehabilitasi ini dilakukan dengan cara
gerak aktiv menggunakan ekstremitas yang terkena fraktur dan aktivitas latihan
(Hamblen & Simpson, 2007).

L. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Resiko tinggi terhadap disfungsi neurovaskular perifer
3. Kerusakan mobilitas fisik
4. Aktual/ resiko kerusakan intergritas kulit
5. Resiko tinggi terhadap infeksi
Rencana Asuhan Keperawatan

Nama Klien : Nama Mahasiswa :


Ruangan : NPM :
Dx. Medis :
No Diagnosa Keperawatan Tujuan Rencana Tindakan Rasional
1 Nyeri (akut) b.d Nyeri hilang Mandiri
 Spasme otot Kriteria evaluasi:  Pertahankan imobilisasi bagian yang  Menghilangkan nyeri dan mencegah
 Gerakan fragmen tulang,  Klien tampak rileks dan sakit dengan tirah baring, gips, kesalahan posisi tulang yang cedra
edema, dan cedera pada santai pembebat, traksi
jaringan lunak  Klien mau  Tinggikan dan dukungan ekstrimitas  Meningkatkan aliran balik vena,
 Alat traksi/imobilisasi berpartisipasi dalam yang terkena menurunkan edema dan
 Stres, ansietas aktivitas/tidus/ istirahat meneurunkan nyeri
yang tepat  Hindari penggunaan sprei/bantal  Dapat meningkatkan
 Klien mampu plastik dibawah ekstrimitas dalm ketidaknyamanan karena
menggunakanan gips peningkatan produksi padas dalam
ketrampilan relaksasi gips yang kering
 Tanda-tanda vital stabil  Mempertahankan kehangatan tubuh
 Tinggikan penutup tempat tidur, tanpa ketidaknyamanan karena
pertahankan linen terbuka pada ibu tekanan selimut pada bagian yang
jari kaki sakit
 Mempengaruhi pilihan keefektifan
intervensi. Tingkat intensitas dapat
 Evaluasi keluhan mempengaruhi persepsi reaksi
nyeri/ketidaknyamanan, perhatikan terhadap nyeri
karakteristik, lokasi, termasuk
intensitasnya (skala 0-10). Perhatikan
petunjuk nyeri non verbal (perubahan  Membantu menghilangkan ansietas.
tanda-tanda vital dan emosi) Pasien dapat merasakan kebutuhan
 Dorong pasien untuk mendiskusikan untuk menghilangkan pengalaman
masalah sehubungan dengan cedera kecelakaan
 Memungkinkan pasien siap secara
mental untuk aktifitas juga
 Jelaskan prosedur sebelum memulai berpartisipasi dalam mengontrol
tingkat ketidaknyamanan
 Meningkatkan relaksasi otot dan
meningkatkan partisipasi
 Berikan obat sebelum perawatan  Mempertahankan kekuatan/mobilitas
aktivitas otot yang sakit dan memudahkan
 Lakukan dan awasi rentang gerak resolusi inflamasi pada jaringan
pasief/aktif cedera
 Meningkatkan sirkulasi umum,
menurunkan area tekanan lokal dan
 Berikan alternatif tindakan kelelahan otot
ketidakmampuan (pijatan punggung,  Menfokuskan kembali perhatian,
perubahan posisi) meningkatkan rasa kontrol
kemampuan koping dalam
 Dorong menggunakan teknik manajemen nyeri yang mungkin
manajemen stres (relaksasi, latihan menetap untuk periode lebih lama
nafas dalam, imajinasi visualisasi,  Mencegah kebosanan, menurunkan
sentuhan terapeutik) ketegangan dan dapat meningkatkan
kekuatan otot, dapat meningkatkan
 Identifikasi aktifitas terapeutik yang harga diri dan kemmapuan koping
tepat untuk usia pasien, kemampuan  Dapat menandakan terjadinya
fisik dan penampilan pribadi komplikasi

 Selidiki adanya keluhan nyeri yang


tidak biasa atau tidak hilang dengan  Menurunkan edema/ pembentukan
analgesik hematom, menurunkan sensasi nyeri
Kolaborasi  Diberikan untuk menurunkan nyeri
 Lakukan kompres dingin 24-48 jam dan atau spasme otot. Penelitia
pertama/ sesuai indikasi toradol telah diperbaiki lebih efektif
 Berikan obat sesuai indikasi, dalam menghilangkan nyeri tulang
narkotik, relaksan otot dengan masa kerja lebih lama
 Pemberian rutin ADP
mempertahankan kadar analgetik
darah adekuat, mencegah fluktuasi
 Awasi pemberian analgetik yang dalam menghilangkan nyeri
dikontrol pasien sehubungan dengan tegangan
otot/spasme
2 Resiko tinggi terhadap Perfusi jaringan dapat Mandiri
disfungsi neurovaskuler perifer dipertahankan  Kaji aliran kapiler, warna kulit, dan  Kembalinya warna harus cepat (3-5
b.d Kriteria evaluasi: kehangatan distal pada fraktur detik). Warna kulit putih
 Penurunan/interupsi aliran  Nadi perifer teraba menunjukkan gangguan arterial.
darah: cedera vaskuler  Kulit hangat/kering Sianosis diduga ada gangguan vena.
langsung, edema  Edema berkurang  Lakukan pengkajian neurovaskuler.  Gangguan perasaan kebas,
berlebihan, pembentukan  Sensasi normal Perhatikan perubahan fungsi kesemutan, peningkatan/ penyebaran
trombus  Kapilari refil cepat 3 motorik/sensorik. Minta pasien untuk nyeri terjadi bila sirkulasi pada saraf
dtk melokalisasi nyeri/ ketidaknyamanan tidak adekuat atau saraf rusak
 Tanda vital stabil: TD  Tes sensasi saraf perifer dengan  Panjang dan posisi saraf perineal
mm Hg, S 0C N menusuk pada kedua selaput antara meningkatkan resiko cedera pada
x/mnt ibu jari pertama dan kedua dan kaji adanya fraktur kaki, edem/sindrom
kemampuan dorsofleksi ibu jari bila kompartemen, atau mal posisi alat
diindikasikan. traksi
 Pertahankan peninggian ekstrimitas  Meningkatkan drainase vena/
yang cedera kecuali menurunkan edema. Cat. Pada
dikontraindikasikan dengan adanya peninggian tekanan
meyakinkan adanya kompartemen kompartemen, peninggian
sindrom ekstrimitas secara nyata menghalangi
aliran arteri, menurunkan perfusi.
 Kaji keseluruhan panjang ekstrimitas  Peningkatan lingkar ekstrimitas yang
yang cedera untuk pembengkakan/ cedera diduga ada pembengkakan,
pembentukan edema. Ukur jaringan edem/ umum tetapi dapat
ekstrimitas yang cedera dan menunjukkan perdarahan.
bandingkan dengan yang tak cedara.
Perhatikan penampilan
penampilan/luasnya hematom
 Perhatikan keluhan nyeri ekstrem  Perdarahan/pembentukan edema
untuk tipe cedera atau peningkatan berlanjut dalam otot tertutup dengan
nyeri pada gerakan pasif ekstrimitas, fasia ketat dapat menyebabkan
terjadinya parastesia, tegangan gangguan aliran darah dan iskemia
otot/nyeri tekan dengan eritema, dan miositis atau sindrom kompartemen,
perubahan nadi distal. Jangan perlu intervensi darurat untuk
tinggikan ekstrimitas. Laporkan menghilangkan
gejala pada dokter saat ini. tekanan/memperbaiki sirkulasi.
 Selidiki tanda iskemia ekstrimitas  Dislokasi fraktur sendi (khususnya
tiba-tiba, contoh penurunan suhu lutut) dapat menyebabkan kerusakan
kulit dan peningkatan nyeri arteri yang berdekatan, dengan akibat
hilangnya aliran darah ke distal
 Dorong pasien untuk secara rutin  Meningkatkan sirkulasi dan
latihan jari/sendi distal cedera. menurunkan pengumpulan darah
Ambulasi sesegera mungkin khususnya pada ekstrimitas bawah
 Selidiki nyeri tekan, pembengkakan  Terdapat peningkatan potensial
pada dorso fleksi kaki (tanda Homan untuk tromboflebitis dan emboli paru
positif) pada pasien imobilisasi pada hari ke
5 atau lebih.
 Awasi tanda vital. Perhatikan tanda-  Ketidakadekuatan volume sirkulasi
tanda pucat/sianosis umum, kulit akan mempengaruhi sistem perfusi
dingin, perubahan mental jaringan
Kolaborasi
 Berikan kompres es sekitar fraktu  Menurunkan edema/pembentukan
sesuai indikasi hematom yang dapat menggangu
sirkulasi
 Siapkan untuk intervensi bedah  Kegagalan dalam mengatasi tekanan
sesuai indikasi dalam 6-8 jam dapat menimbulkan
kehilangan fungsi.
 Awasi Hb/Ht, pemeriksaan koagulasi  Membantu dalam kalkulasi
(kadar protrombin) kehilangan darah dan membutuhkan
kefektifan terapi pengganti
3. Kerusakan mobilitas fisik b.d Mobilitas fisik meningkat Mandiri
 Kerusakan rangka secara optimal  Kaji derajat mobilitas yang dihasikan  Pasien mungkin dibatasi oleh
neurovaskuler: Kriteria evaluasi: oleh cedera/pengobatan dan pandangan diri tentang keterbatasan
nyeri/ketidaknyamanan  Kekuatan otot perhatikan persepsi pasien terhadap fisik aktual, memerlukan informasi
 Terapi restriktif/  Posisi anatomis pada imobilisasi untuk meningkatkan kemajuan
imobilisasi tungkai ektrimitas yang cedera kesehatan.
 Mampu melakukan  Instruksikan pasien untuk/bantu  Meningkatkan aliran darah ke otot
aktivitas/ROM dalam rentang gerak pasif/aktif pada dan tulnag untuk meningkatkan tonus
 Tanda vital stabil ektrimitas yang sakit dan tidak sakit otot, mempertahankan gerak sendi,
 Luka membaik mencegah kontraktur/atropi dan
resorpsi kalsium karena tidak
 Dorong penggunaan latihan digunakan
isometrik mulai dengan tungkai yang  Kontraksi otot isometrik tanpa
tidak sakit menekuk sendi/menggerakkan
tungkai dan membantu
mempertahankan kekuatan dan masa
otot. Cat. Kontra indikasi pada
perdarahan akut dan edema
 Bantu dorong untuk perawatan diri  Meningkatkan kekuatan
otot/sirkulasi, meningkatkan kontrol
pasien dalam situasi dan
meningkatkan kesehatan diri
langsung
 Berikan/bantu dalam mobilisasi  Mobilsasi dini menurukan
dengan kursi roda, kruk, tongkat komplikasi tirah baring dan
sesegera mungkin. Instruksikan meningkatkan pengaturan dan
keamanan dalam penggunaan alat normalisasi fungsi organ
mobilitas
 Awasi TD dengan melakukan  Hipotensi postural adalah masalah
aktivitas perhatikan keluhan pusing umum yang menyertai tirah baring
lama dan memerlukan intervensi
khusus
 Mencegah/menurunkan insiden
komplikasi kulit/pernapasan
 Ubah posisi secara periodik dan
dorong untuk latihan batuk/nafas  Mempertahankan hidrasi tubh,
dalam menurunkan resiko infeksi urinarius,
 Dorong masukan cairan sampai pembentukan batu dan konstipasi
2000-3000 cc/hari
 Berguna dalam membuat aktifitas
Kolaborasi individual paien dapat menentukan
 Konsul dengan ahli terapi bantuan jangka anjang dengan
fisik/okupasi dan atau rehabilitasi gerakan, kekuatan dan aktifitas yang
medik mengandalkan BB dan juga
penggunaan alat
 Dilakuakn untuk meningkatkan
evaluasi usus.
 Lakukan prigram defikasi (pelunak
feses, enema laksatif)
4. Aktual/ resiko kerusakan Kriteria evaluasi yang Mandiri:
integritas kulit b.d diharapkan:  Kaji kulit untuk luka terbuka, benda  Memberikan informasi tentang
 Cedera tusuk; fraktur  Klien menyatakan asing, kemerahan, perdarahan, sirkulasi kulit dan masalah yang
terbuka; bedah perbaikan; ketidaknyamanan perubahan warna, kelabu, memutih. mungkin disebabkan oleh alat
pemasangan traksi, pen, hilang dan/atau pemasangan gips/bebat
kawat, sekrup.  Klien menunjukkan atau traksi, atau pembentukan
 Perubahan sensasi, perilaku/ teknik untuk edema yang membutuhkan
sirkulasi, akumulasi sekret mencegah kerusakan intervensi medik lanjut.
 Imobilisasi fisik kulit/ memudahkan
penyembuhan sesuai  Masase kulit dan penonjolan tulang.  Menurunkan tekanan pada area yang
indikasi Pertahankan tempat tidur kering dan peka dan risiko abrasi/kerusakan
 Mencapai bebas kerutan. Tempatkan bantalan kulit.
penyembuhan luka air/bantalan lain bawah siku/tumit
sesuai waktu/ sesuai indikasi.
penyembuhan lesi  Ubah posisi dengan sering. Dorong  Mengurangi tekanan konstan pada
terjadi. penggunaan trapeze bila mungkin. area yang sama dan meminimalkan
risiko kerusakan kulit. Penggunaan
trapeze dapat menurunkan abrasi
pada siku/tumit.
 Kaji posisi posisi fiksasi eksternal  Posisi yang tak tepat dapat
menyebabkan cedera
kulit/kerusakan.
 Penggunaan gips dan perawatan
kulit:
o Bersihkan kulit dengan sabun  Memberikan gips tetap kering, dan
dan air. Gosok perlahan dengan area bersih. Catatan: terlalu banyak
alcohol; dan/ atau bedak dengan bedak dapat membuat lengket bila
jumlah sedikit borat atau selarat kontak dengan air/ keringat
seng
o Potong pakaian dalam yang  Berguna untuk bantalan tonjolan
menutup area dan perlebar tulang, mengakhiri akhir gips, dan
beberapa inci diatas gips melindungi kulit
o Gunakan telapak tangan untuk  Mencegah pelekukan/ pendataran di
memasang, pertahankan atau atas tonjolan tulang dan area yang
lepaskan gips, dan dukung menyokong berat badan yang akan
bantal setelah pemasangan menyebabkan abrasi/ trauma
jaringan. Bentuk yang tak tepat atau
gips kering mengiritasi pada kulit
dibawahnya dan dapat menimbulkan
gengguan sirkulasi
o Potong kelebihan plester dari  Plester yang lebih dapat mengiritasi
akhir gips sesegera mungkin kulit dan dapat mengakibatkan
saat gips lengkap abrasi
o Tingkatkan pengeringan gips
dengan mengangkat linen  Mencegah kerusakan kulit yang
tempat tidur, emajankan pada disebabkan oleh tertutup pada
sirkulais udara kelembaban di bawah gips dalam
o Observasi untuk area yang jangka lama.
tertekan, khususnya pada akhir  Tekanan dapat menyebabkan
dan bawah beban/ gips. ulserasi, nekrosis, dan/atau
kelumpuhan saraf. Masalah ini
mungkin tidak nyeri bila terjadi
o Beri bantalan (petal) pada akhir kerusakan saraf
gips dengan plester tahanan air  Memberikan perlindungan efektif
pada lapisan gips dan kelembaban,
menurunkan iritasi kulit.
o Bersihkan kelebihan plester dari  Plester yang kering dapat melekat ke
kulit saat masih basah, bila dalam lapisan gips yang telah
mungkin. lengkap dan menyebabkan
kerusakan kulit.
o Lindungi gips dan kulit pada  Mencegah kerusakan jaringan dan
area perineal. Berikan infeksi oleh kontaminasi fekal
perawatan sering.
o Instruksikan pasien atau orang  “Sakit gesekan” dapat menyebabkan
terdekat untuk menghindari cedera jaringan
memasukkan objek ke dalam
gips
o Masase kulit sekitar akhir gips  Mempunyai efek pengering, yang
dengan alcohol menguatkan kulit. Krim dan lition
tidak dianjurkan karena terlalu
banyak minyak dapat menutup
perimeter gips, tidak memungkinkan
gips untuk bernapas. Bedak tidak
dianjurkan karena potensial
akumulasi berlebihan di dalam gips
o Baik pasien dengan sering untuk  Meminimalkan tekanan pada kaki
melibatkan sisi yang tidak sakit dan sekitar gips
dan posisi tengkurap dengan
kaki pasien di atas kasur
 Traksi kulit dan perawatan kulit:
o Bersihkan kulit dengan air  Menurunkan kadar kontaminasi
sabun hangat kulit
o Gunakan plester traksi kulit
(buat beberapa strip moleskin/  Plester traksi melingkari tungkai
plester perekat) memanjang dapat mempengaruhi sirkulasi

pada sisi tungkai yang sakit


o Lebarkan plester sepanjang
 Traksi dimasukkan ke dalam garis
tungkai
dengan akhir plester yang bebas
o Tandai garis dimana plester
 Memungkinkan untuk pengkajian
keluar sepanjang ekstremitas
cepat terhadap benda yang terselip
o Letakan bantalan pelindung di
bawah kaki dan di atas tonjolan  Minimalkan tarikan traksi yang

tulang tepat tanpa mempengaruhi sirkulasi

o Balut lingkar tungkai, termasuk


plester dan bantalan, dengan  Memberikan tarikan traksi yang

verban elastic, hati-hati utnuk tepat tanpa mempengaruhi sirkulasi

membalut dengan rapat tetapi


tidak terlalu ketat
o Palpasi jaringan yang diplester
tiap hari dan catat adanya nyeri  Bila area di bawah plester nyeri
tekan atau nyeri tekan, diduga ada iritasi kulit, dan
siapkan untuk membuka system
balutan
 Mempertahankan integritas kulit
o Lepaskan traksi kulit tiap 24
jam, sesuai protocol, inspeksi
dan berikan perawatan kulit
Kolaborasi:
 Gunakan tempat tidur busa, bulu  Karena imobilisasi bagian tubuh,
domba, bantal apung, atau kasur tonjolan tulang lebih dari area yang
udara sesuai indikasi. sakit oleh fiksasi mungkin sakit
karena penurunan sirkulasi.
5 Resiko tinggi terhadap infeksi Perluasan/penyebaran Mandiri
b.d infeksi tidak terjadi  Inspeksi kulit untuk adanya luka  Kemerahan/abrasi dapat
 Tidak adekuatnya Kriteria evaluasi: menimbulkan infeksi tulang
pertahanan primer:  Luka membaik, pus  Kaji peningkatan keluhan nyeri,  Dapat mengindikasikan timbulnya
kerusakan kulit, trauma tidak ada, tidak ada bau adanya edema, drainase/bau tidak infeksi lokal/nekrosis jaringan yang
jaringan, terpajan pada dan adanya enak/asam dapat menimbulkan osteomielitis
lingkungan pertumbuhan  Berikan perawatan luka secra steril  Dapat mencegah kontaminasi silang
 Prosedur invasif jaringan/granulasi sesuai protokol dan kemungkinan infeksi
 Traksi tulang  Sekitar luka tidak pucat,  Observasi luka untuk pembentukan  Tanda perkiraan infeksi gas gangren
edema berkurang bula, krepitasi, perubahan warna
 Tidak ada demam kulit kecoklatan, bau drainase yang
 Tanda vital stabil tidak enak
 Hb 13-16 g/dl  Selidiki nyeri tiba-tiba/keterbatasan  Dapat mengindikasikan terjadinya
 Ht 40-48% gerakan dengan edema lokal/eritema osteomielitis
 Lekosit 5000-1000 ektrimitas cedera
 Lakukan prosedur isolasi
 Adanya drainase purulen akan
memerlukan kewaspadaan luka
Kolaborasi untuk mencegah kontaminasi silang
 Awasi pemeriksaan laboratorimum
o Hitung darah lengkap
 Anemia dapat terjadi pada
osteomielitis, leukositosis biasanya
o LED ada dengan proses infeksi
o Kultur  Peningkatan osteomielitis
 Berikan obat sesuai indikasi  Mengidentifikasi organisme infeksi
o Antibiotik  Antibiotik spektrum luas dapat
digunakan secara profilaksis/dapat
ditunjukkan pada mikroorganisme
 Berikan irigasi luka/tulang khusus
 Debridement lokal/pembersihan luka
menurunkan mikroorganisme dan
 Bantu prosedur insisi/drainase, insiden infeksi sistemik
pemasangan drain, terapi O2  Banyak prosedur dilakukan pada
hiperbarik pengobatan infeksi lokal,
 Siapkan pembedahan sesuai indikasi osteomielitis, gas gangren
 Sequestrektomi/pengangkatan tulang
nekrotik perlu untuk membantu
penyembuhan dan mencegah
perluasan proses infeksi
Referensi:

Black, J.M and E.M Jacobs.(1997). Medical Surgical Nursing: Clinical Management
for Continuity of Care. 5th Ed. Philadelphia: W.B Saunders Company
Doenges, M.E.(1995). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan pendokumentasian Perawatan Pasien.(edisi ketiga). Jakarta : EGC
Hamblen, D. L., & Simpson, A. H. R. W. (2007). Adams’s outline of fractures: Including
joint injuriest. USA: Elsevier.
Ignatavicius, D. D., & Workman, M. L. (2006). Medical surgical nursing: Critical
thinking for collaborative care. Ed. 5th. St. Louis: Elseveir Saunders.
Smeltzer, S. C. and Bare, B. G. (2002). Buku ajar keperawatan medikal-bedah Brunner
& Suddarth. Ed. 8 Vol.1. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai