Anda di halaman 1dari 17

SIROSIS HEPATIS

1. Pengertian
Sirosis hepatis adalah penyakit hati menahun yang
ditandai dengan adanya pembentukan jaringan ikat disertai
nodul. Biasanya dimulai dengan adanya proses peradangan
nekrosis sel hati yang luas, pembentukan jaringan ikat dan
usaha regenerasi nodul. Distorsi arsitektur hati akan
menimbulkan perubahan sirkulasi mikro dan makro menjadi tidak
teratur akibat penambahan jaringan ikat dan nodul tersebut
(Suzanne C. Smeltzer dan Brenda G. Bare, 2001).
2. Penyebab
Sirosis dapat disebabkan oleh banyak keadaan, termasuk
radang kronis berkepanjangan, racun, infeksi, dan penyakit
jantung. Di Amerika sendiri penyebab sirosis hepatic mulai
dari yang paling sering:
 Hepatitis C (26%)
 Alcoholic Liver Disease (21%)
 Hepatitis C + Alkohol (15%)
 Hepatitis B (15%)
 Penyakit metabolik ( hemokromatosis, penyakit Wilson,
defisiensi alfa-1 antitripsin, Glikogenosis tipe IV,
galaktosemi)
 Penyakit saluran empedu (sirosis bilier primer, obstruksi
saluran empedu ekstrahepatik)
 Venous overflow obstruction (veno-occlusive disease,
sindroma budd-Chiari)
 Racun dan obat-obatan (alkaloid pyrolizidine, Methotrexate,
Oxyphenisatin, Alpa methyldopa)
 Operasi pintasan usus untuk obesitas.

3. Klasifikasi
Ada 3 tipe sirosis hepatis :
1. Sirosis portal laennec (alkoholik nutrisiona), dimana
jaringan parut secara khas mengelilingi daerah portal.
Sering disebabkan oleh alkoholis kronis.
2. Sirosis pasca nekrotik, dimana terdapat pita jaringan
parut yang lebar sebagai akibat lanjut dari hepatitis
virus akut yang terjadi sebelumnya
3. Sirosis bilier, dimana pembentukan jaringan parut terjadi
dalam hati di sekitar saluran empedu. Terjadi akibat
obstruksi bilier yang kronis dan infeksi (kolangitis).
Secara fungsional sirosis terbagi atas:
1. Sirosis hati kompensata. Sering disabut dengan laten
sirosis hati. Pada stadium ini belum terlihat gejala-
gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada
saat pemeriksaan screening
2. Sirosis hati dekompensata, dikenal dengan active
sirosis hati, dan stadium ini biasanya gejala-gejala
sudah jelas. Misalnya ascites, edema, ikterus.

4. Patofisiologi
Minuman yang mengandung alkohol dianggap sebagai factor
utama terjadinya sirosis hepatis. Selain pada peminum alkohol,
penurunan asupan protein juga dapat menimbulkan kerusakan pada
hati, Namun demikian, sirosis juga pernah terjadi pada
individu yang tidak memiliki kebiasan minum dan pada individu
yang dietnya normal tapi dengan konsumsi alkohol yang tinggi.
Faktor lain diantaranya termasuk pajanan dengan zat kimia
tertentu (karbon tetraklorida, naftalen, terklorinasi, arsen
atau fosfor) atau infeksi skistosomiastis dua kali lebih
banyak daripada wanita dan mayoritas pasien sirosis berusia 40
– 60 tahun.
Sirosis laennec merupakan penyakit yang ditandai oleh
nekrosis yang melibatkan sel-sel hati dan kadang-kadang
berulang selama perjalanan penyakit sel-sel hati yang
dihancurkan itu secara berangsur-angsur digantikan oleh
jaringan parut yang melampaui jumlah jaringan hati yang masih
berfungsi. Pulau-pulau jaringan normal yang masih tersisa dan
jaringan hati hasil regenerasi dapat menonjal dari bagian-
bagian yang berkonstriksi sehingga hati yang sirotik
memperlihatkan gambaran mirip paku sol sepatu berkepala besar
(hobnail appearance) yang khas.
5. Tanda dan Gejala
 Penyakit sirosis hepatis mempunyai gejala seperti ikterus
dan febris yang intermiten.
 Adanya pembesaran pada hati. Pada awal perjalanan sirosis
hepatis ini, hati cenderung membesar dan sel-selnya
dipenuhi oleh lemak. Hati tersebut menjadi keras dan
memiliki tepi tajam yang dapat diketahui melalui palpasi.
 Nyeri abdomen dapat terjadi sebagai akibat dari
pembesaran hati yang cepat dan baru saja terjadi sehingga
mengakibatkan regangan pada selubung fibrosa hati
(kapsula Glissoni). Pada perjalanan penyakit yang lebih
lanjut, ukuran hati akan berkurang setelah jaringan parut
menyebabkan pengerutan jaringan hati. Apabila dapat
dipalpasi, permukaan hati akan teraba benjol-benjol
(noduler).
 Obstruksi Portal dan Asites. Semua darah dari organ-organ
digestif praktis akan berkumpul dalam vena portal dan
dibawa ke hati. Karena hati yang sirotik tidak
memungkinkan pelintasan darah yang bebas, maka aliran
darah tersebut akan kembali ke dalam limpa dan traktus
gastrointestinal dengan konsekuensi bahwa organ-organ ini
menjadi tempat kongesti pasif yang kronis; dengan kata
lain, kedua organ tersebut akan dipenuhi oleh darah dan
dengan demikian tidak dapat bekerja dengan baik. Pasien
dengan keadaan semacam ini cenderung menderita dispepsia
kronis atau diare. Berat badan pasien secara berangsur-
angsur mengalami penurunan. Cairan yang kaya protein dan
menumpuk di rongga peritoneal akan menyebabkan asites.
Hal ini ditunjukkan melalui perfusi akan adanya shifting
dullness atau gelombang cairan.
 Splenomegali. Jaring-jaring telangiektasis, atau dilatasi
arteri superfisial menyebabkan jaring berwarna biru
kemerahan, yang sering dapat dilihat melalui inspeksi
terhadap wajah dan keseluruhan tubuh.
 Varises Gastrointestinal. Obstruksi aliran darah lewat
hati yang terjadi akibat perubahan fibrofik juga
mengakibatkan pembentukan pembuluh darah kolateral sistem
gastrointestinal dan pemintasan (shunting) darah dari
pernbuluh portal ke dalam pembuluh darah dengan tekanan
yang lebih rendah. Sebagai akibatnya, penderita sirosis
sering memperlihatkan distensi pembuluh darah abdomen
yang mencolok serta terlihat pada inspeksi abdomen (kaput
medusae), dan distensi pembuluh darah di seluruh traktus
gastrointestinal. Esofagus, lambung dan rektum bagian
bawah merupakan daerah yang sering mengalami pembentukan
pembuluh darah kolateral.
Karena fungsinya bukan untuk menanggung volume darah dan
tekanan yang tinggi akibat sirosis, maka pembuluh darah
ini dapat mengalami ruptur dan menimbulkan perdarahan.
Karena itu, pengkajian harus mencakup observasi untuk
mengetahui perdarahan yang nyata dan tersembunyi dari
traktus gastrointestinal.
 Edema pada sirosis hepatis ditimbulkan oleh gagal hati
yang kronis. Konsentrasi albumin plasma menurun sehingga
menjadi predisposisi untuk terjadinya edema. Produksi
aldosteron yang berlebihan akan menyebabkan retensi
natrium serta air dan ekskresi kalium.
 Defisiensi Vitamin dan Anemia. Karena pembentukan,
penggunaan dan penyimpanan vitamin tertentu yan tidak
memadai (terutama vitamin A, C dan K), maka tanda-tanda
defisiensi vitamin tersebut sering dijumpai, khususnya
sebagai fenomena hemoragik yang berkaitan dengan
defisiensi vitamin K. Gastritis kronis dan gangguan
fungsi gastrointestinal bersama-sama asupan diet yang
tidak adekuat dan gangguan fungsi hati turut menimbulkan
anemia yang sering menyertai sirosis hepatis. Gejala
anemia dan status nutrisi serta kesehatan pasien yang
buruk akan mengakibatkan kelelahan hebat yang mengganggu
kemampuan untuk melakukan aktivitas rutin sehari-hari.
 Kemunduran Mental. Manifestasi klinik lainnya adalah
kemunduran fungsi mental dengan ensefalopati dan koma
hepatik yang membakat. Karena itu, pemeriksaan neurologi
perlu dilakukan pada sirosis hepatis dan mencakup
perilaku umum pasien, kemampuan kognitif, orientasi
terhadap waktu serta tempat, dan pola bicara.
 Pada sirosis hepatis ditemukan juga kelainan endokrin
yang merupakan tanda dari hiper estrogenisme, yaitu :
a) Impotensi, atrofi testis, ginekomastia, hilanya rambut
axila dan pubis.
b) Amenore, hiperpigmentasi areola mammae
c) Spider nevi dan eritema
d) Hiperpigmentasi

6. Pemeriksaan Diagnostic
1. Pemeriksaan Laboratorium
a) Pada darah dijumpai HB rendah, anemia normokrom
nomosister, hipokrom mikrosister/hipokrom makrosister.
b) Kenaikan kadar enzim transaminase-SGOT, SGPT bukan
merupakan petunjuk berat ringannya kerusakan parenkim
hati, kenaikan kadar ini timbul dalam serum akibat
kebocoran dari sel yang rusak, pemeriksaan billirubin,
transaminase dan gamma GT tidak meningkat pada sirosis
inaktif.
c) Albumin akan merendah karena kemampuan sel hati yang
berkurang, dan juga globulin yang naik merupakan
cerminan daya tahan sel hati yang kurang dan
menghadapi stress.
d) Pemeriksaan CHE (kolinesterasi). Ini penting karena
bila kadar CHE turun, kemampuan sel hati turun, tapi
bila CHE normal/tambah turun akan menunjukkan
prognosis jelek.
e) Kadar elektrolit penting dalam penggunaan diuretic dan
pembatasan garam dalam diet, bila ensefalopati, kadar
Na turun dari 4 meg/L menunjukkan kemungkinan telah
terjadi sindrom hepatorenal.
f) Pemeriksaan marker serologi seperti virus,
HbsAg/HbsAb, HbcAg, HcvRNA, untuk menentukan etiologi
sirosis hati dan pemeriksaan AFP (Alfa Feto Protein)
penting dalam menentukan apakah telah terjadi
transformasi ke arah keganasan.
2. Pemeriksaan Penunjang Lainnya
a) Radiologi: dengan barium swallow dapat dilihat adanya
varises esophagus untuk konfirmasi hipertensiportal.
b) Esofagoskopi: dapat dilihat varises esophagus sebagai
komplikasi sirosis hati/hipertensi portal.
c) Ultrasonografi: pada saat pemeriksaan USG sudah mulai
dilakukan sebagai alat pemeriksaan rutin pada penyakit
hati.
7. Penatalaksanaan Medis
1. Vitamin K (koagulan/pembekuan), sebagai koenzim yang
mensintesa factor pembekuan darah. Vitamin K berfungsi juga
untuk metabolisme kalsium dan perkembangan tulang.
2. Vitazim merupakan vitamin yang berguna untuk memperlancar
metabolism
3. Vometa
Indikasi: Penggunaan pada mual dan muntah akibat sitotoksik.
Kontra indikasi: gangguan ginjal, hamil dan menyusui. Efek
samping: kadar prolaktin naek, penurunan libido, reaksi
alergi.
4. Lasik
Indikasi: edema, oliguria karena gagal ginjal. Kontra
indikasi: keadaan prakoma akibat sirosis hati. Efek samping:
hiponatremia, hipokalemia, hipomagnesemia.
8. Penatalaksanaan diet
Diet TKTP untuk membantu metabolisme protein dalam hati
sehingga membentuk asam amino yang dibutuhkan untuk
pembentukan energi, selain itu kalori gunanya untuk energi dan
protein untuk proses penyembuhan.
Diet Garam Rendah I (DGR I), Diet garam rendah I
diberikan kepada pasien dengan edema, asites dan atau atau
hipertensi berat. Pada pengolahan makanannya tidak menambahkan
garam dapur. Dihindari bahan makanan yang tinggi kadar
natriumnya. Kadar Natrium pada Diet garam rendah I ini adalah
200-400 mg Na.
Diet Hati I (DH I), Diet Hati I diberikan bila pasien dalam
keadaan akut atau bila prekoma sudah dapat diatasi dan pasien
sudah mulai mempunyai nafsu makan.Melihat keadaan pasien,
makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak. Pemberian
protein dibatasi (30 g/hari) dan lemak diberikan dalam bentuk
mudah dicerna. Formula enteral dengan asam amino rantai cabang
(Branched Chain Amino Acid /BCAA) yaitu leusin, isoleusin, dan
valin dapat digunakan. Bila ada asites dan diuresis belum
sempurna, pemberian cairan maksimal 1 L/hari.
Makanan ini rendah energi, protein, kalsium, zat besi,
dan tiamin; karena itu sebaiknya diberikan selama beberapa
hari saja.Menurut beratnya retensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai Diet Hati I Garam rendah. Bila ada asites
hebat dan tanda-tanda diuresis belum membaik, diberikan Diet
Garam Rendah I. Untuk menambah kandungan energi, selain
makanan per oral juga diberikan makanan parenteral berupa
cairan glukosa.
Diet Hati II (DH II), Diet hati II diberikan sebagai
makanan perpindahan dari diet hati II kepada pasien dengan
nafsu makannya cukup. Menurut keadaan pasien, makanan
diberikan dalam bentuk lunak / biasa. Protein diberikan 1 g/Kg
berat badan dan lemak sedang (20-25% dari kebutuhan energi
total) dalam bentuk yang mudah dicerna. Makanan ini cukup
mengandung energi, zat besi, vitamin A & C, tetapi kurang
kalsium dan tiamin. Menurut beratnya retensi garam atau air,
makanan diberikan sebagai diet hati II rendah garam. Bila
asites hebat dan diuresis belum baik, diet mengikuti pola Diet
Rendah garam I.
Diet Hati III (DH III), Diet Hati III diberikan sebagai
makanan perpindahan dari Diet Hati II atau kepada pasien
hepatitis akut (Hepatitis Infeksiosa/A dan Hepatitis Serum/B)
dan sirosis hati yang nafsu makannya telah baik, telah dapat
menerima protein, lemak, mi9neral dan vitamin tapi tinggi
karbohidrat. Menurut beratnya tetensi garam atau air, makanan
diberikan sebagai Diet Hati III Garam Rendah I.
9. Komplikasi
Komplikasi yang sering timbul pada penderita Sirosis
Hepatis diantaranya adalah:
1) Perdarahan Gastrointestinal
Setiap penderita Sirosis Hepatis dekompensata terjadi
hipertensi portal, dan timbul varises esophagus. Varises
esophagus yang terjadi pada suatu waktu m udah pecah,
sehingga timbul perdarahan yang massif.Sifat perdarahan
yang ditimbulkan adalah muntah darah atau hematemesis
biasanya mendadak dan massif tanpa didahului rasa nyeri
di epigastrium.
Darah yang keluar berwarna kehitam-hitaman dan tidak
akan membeku, karena sudah tercampur dengan asam
lambung. Setelah hematemesis selalu disusul dengan
melena (Sujono Hadi).Mungkin juga perdarahan pada
penderita Sirosis Hepatis tidak hanya disebabkan oleh
pecahnya varises esophagus saja.
FAINER dan HALSTED pada tahun 1965 melaporkan dari 76
penderita Sirosis Hepatis dengan perdarahan ditemukan
62% disebabkan oleh pecahnya varises esofagii, 18%
karena ulkus peptikum dan 5% karena erosi lambung.
2) Koma hepatikum
Komplikasi yang terbanyak dari penderita Sirosis
Hepatis adalah koma hepatikum. Timbulnya koma hepatikum
dapat sebagai akibat dari faal hati sendiri yang sudah
sangat rusak, sehingga hati tidak dapat melakukan
fungsinya sama sekali. Ini disebut sebagai koma
hepatikum primer.Dapat pula koma hepatikum timbul
sebagai akibat perdarahan, parasentese, gangguan
elektrolit, obat-obatan dan lain-lain, dan disebut koma
hepatikum sekunder.
Pada penyakit hati yang kronis timbullah gangguan
metabolisme protein, dan berkurangnya pembentukan asam
glukoronat dan sulfat. Demikian pula proses
detoksifikasi berkurang. Pada keadaan normal, amoniak
akan diserap ke dalam sirkulasi portal masuk ke dalam
hati, kemudian oleh sel hati diubah menjadi urea. Pada
penderita dengan kerusakan sel hati yang berat, banyak
amoniak yang bebas beredar dalam darah. Oleh karena sel
hati tidak dapat mengubah amoniak menjadi urea lagi,
akhirnya amoniak menuju ke otak dan bersifat
toksik/iritatifpada otak.
3) Ulkus peptikum
Menurut TUMEN timbulnya ulkus peptikum pada
penderita Sirosis Hepatis lebih besar bila dibandingkan
dengan penderita normal. Beberapa kemungkinan disebutkan
diantaranya ialah timbulnya hiperemi pada mukosa gaster
dan duodenum, resistensi yang menurun pada mukosa, dan
kemungkinan lain ialah timbulnya defisiensi makanan.
4) Karsinoma hepatoselular
SHERLOCK (1968) melaporkan dari 1073 penderita
karsinoma hati menemukan 61,3 % penderita disertai
dengan Sirosis Hepatis. Kemungkinan timbulnya karsinoma
pada Sirosis Hepatis terutama pada bentuk postnekrotik
ialah karena adanya hiperplasi noduler yang akan berubah
menjadi adenomata multiple kemudian berubah menjadi
karsinoma yang multiple.
5) Infeksi
Setiap penurunan kondisi badan akan mudah kena
infeksi, termasuk juga penderita sirosis, kondisi
badannya menurun. Menurut SCHIFF, SPELLBERG infeksi yang
sering timbul pada penderita sirosis, diantaranya adalah
: peritonitis, bronchopneumonia, pneumonia, tbc paru-
paru, glomeluronefritis kronik, pielonefritis, sistitis,
perikarditis, endokarditis, erysipelas maupun septikemi.
(Hadi.Dr.Prof, 2002.)

B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1. Pengkajian
1. identitas pasien
2. Aktivitas/istirahat
Gejala: kelemahan, kelelahan, terlalu lelah Tanda: letargi,
penurunan massa otot/tonus
3. Sirkulasi
Gejala: Riwayat GJK kronis, perikarditis, penyakit jantung
reumatik, kanker (malfungsi hati menimbulkan gagal hati),
disritmia, bunyi jantung ekstra (S3,S4)
DVJ ; vena abdomen distensi
4. Eliminasi
Gejala: flatus
Tanda: distensi abdomen (hepatomegali, splenomegali,
asites)penurunan/ tak danya bising usus feses warna tanah
liat, melena urin gelap/pekat
5. Makanan/cairan
Gejala: anoreksia, tidak toleran terhadap makanan/ tak dapat
mencerna mual /muntah.
Tanda: penururnan berat badan atau peningkatan (cairan)
penggunaan jaringan edema umu pada jaringan kulit kering,
turgor buruk ikterik; angioma spider napas
berbau/fetorhepatikus, perdarahan gusi.
6. Neurosensori
Gejala: orang terdekat dapat melaporkan perubahan
keperibadian, penurunan mental
Tanda: perubahan mental, bingung halusinasi, koma Bicara
lambat/tak jelas, Asterik (ensefalofati hepatik)
7. Nyeri/kenyamanan
Gejala: nyeri tekan abdomen/ nyeri kuadran kanan atas
pruritus neritis perifer.
Tanda: perilaku berhati-hati/distraksi fokus pada diri
sendiri
8. Pernapasan
Gejala: dipsnea. Tanda: takipnea, pernapasan dangkal, bunyi
napas tambahan ekspansi paru terbatas (asites) hipoksia
9. Keamanan
Gejala: pruritus. tanda: demam (lebih umum pada sirosis
alkoholik) ikterik, ekimosil, petekie angioma spider/tele
angiektasis, eritema palmar
10. Seksualitas
Gejala: gangguan menstruasi, impoten. Tanda: atrofi testis,
ginekomastia, kehilangan rambut (dada,bawah lengan, pubis)
11. Penyuluhan /pembelajaran
Gejala: riwayat penggunaan alkohol jangka panjang /
penyalahgunaan, alkohol riwayat penyakit empedu, hepatitis,
terpajan pada toksin; trauma hati; Perdarahan GI atas;
episode perdarahan varises esofageal; penggunaan obat yang
mempengaruhi fungsi hati Pertimbangan DRG menunjukkan rerata
lama dirawat: 7,2 hari Rencana Pemulangan: mungkin
memerlukan bantuan dengan tugas perawatan/pengaturan rumah
12. Higiene
Gejala: penurunan kemampuan/peningkatan kebutuhan bantuan
melakukan aktivitas sehari-hari
Tanda: kebersihan buruk, bau badan
13. Interaksi sosial
Gejala: keterbatasan mobilitas fisik
14. Integritas ego
Gejala: stresor sehubungan dengan masalah medik
Tanda: cemas, gelisah

2. Diagnosa Keperawatan
1. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan,
perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas, gangguan
absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan, kegagalan
masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik karena anoreksia,
mual dan muntah.
2. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan pembengkakan
hepar yang mengalami inflamasi hati dan bendungan vena
porta.
3. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam sirkulasi
darah sekunder terhadap inflamasi hepar
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
penurunan kekuatan otot
5. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah, diare,
perdarahan.
6. Risiko tinggi terjadinya infeksi terhadap orang lain
berhubungan dengan sifat menular dari agent virus dan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat.
7. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan umum.
8. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan kegagalan masukan metabolik, anoreksia, mual/muntah.
9. Resiko tinggi terhadap kekurangan volume cairan berhubungan
dengan kehilangan yang berlebihan melalui muntah dan diare.
10. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pertahanan
primer tidak adekuat.
11. Kurang pengetahuan berhubungan dengan kurangnya informasi
dengan proses penyakit.

1. Intervensi Keperawatan
a. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan, perasaan tidak nyaman di kuadran kanan atas,
gangguan absorbsi dan metabolisme pencernaan makanan,
kegagalan masukan untuk memenuhi kebutuhan metabolik
karena anoreksia, mual dan muntah.
- Tujuan
Klien dapat menunjukan / mempertahankan BB yang
normal
- Kriteria hasil
1) Adanya minat / selera makan
2) Porsi makan sesuai kebutuhan
3) Peningkatan berat badan mencapai tujuan dengan
nilai laboratorium dan bebas tanda malnutrisi.
- Intervensi
1) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum
makan.
R/ keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk
makan
2) Awasi pemasukan diet/jumlah kalori, tawarkan makan
sedikit tapi sering dan tawarkan pagi paling sering
R/ adanya pembesaran hepar dapat menekan saluran
gastro intestinal dan menurunkan kapasitasnya.
3) Pertahankan hygiene mulut yang baik sebelum makan
dan sesudah makan
R/ akumulasi partikel makanan di mulut dapat
menambah baru dan rasa tak sedap yang menurunkan
nafsu makan.
4) Anjurkan makan pada posisi duduk tegak
R/ menurunkan rasa penuh pada abdomen dan dapat
meningkatkan pemasukan
5) Berikan diit tinggi kalori, rendah lemak
R/ glukosa dalam karbohidrat cukup efektif untuk
pemenuhan energi, sedangkan lemak sulit untuk
diserap/dimetabolisme sehingga akan membebani hepar.
b. Gangguan rasa nyaman (nyeri) berhubungan dengan
pembengkakan hepar yang mengalami inflamasi hati dan
bendungan vena porta.
- Tujuan
Nyeri teratasi
- Kriteria hasil
1) Mengidentifikasi sumber nyeri
Mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan
dan menurunkan nyeri
2) Menggambarkan rasa nyaman dari orang lain
selama mengalami nyeri
- Intervensi
1) Kolaborasi dengan individu untuk menentukan metode
yang dapat digunakan untuk intensitas nyeri
R/ nyeri yang berhubungan dengan hepatitis sangat
tidak nyaman, oleh karena terdapat peregangan secara
kapsula hati, melalui pendekatan kepada individu yang
mengalami perubahan kenyamanan nyeri diharapkan lebih
efektif mengurangi nyeri.
2) unjukkan pada klien penerimaan tentang respon klien
terhadap nyeri,Akui adanya nyeri
Dengarkan dengan penuh perhatian ungkapan klien
tentang nyerinya
R/ klienlah yang harus mencoba meyakinkan pemberi
pelayanan kesehatan bahwa ia mengalami nyeri

3) Berikan informasi akurat dan


a) Jelaskan penyebab nyeri
b) Tunjukkan berapa lama nyeri akan berakhir, bila
diketahui
R/ klien yang disiapkan untuk mengalami nyeri melalui
penjelasan nyeri yang sesungguhnya akan dirasakan
(cenderung lebih tenang dibanding klien yang
penjelasan kurang/tidak terdapat penjelasan)
4) Bahas dengan dokter penggunaan analgetik yang tak
mengandung efek hepatotoksi
R/ kemungkinan nyeri sudah tak bisa dibatasi dengan
teknik untuk mengurangi nyeri.
c. Hypertermi berhubungan dengan invasi agent dalam
sirkulasi darah sekunder terhadap inflamasi hepar.
- Tujuan
Suhu tubuh dalam rentang normal
- Kriteria hasil
Tidak terjadi peningkatan suhu
- Intervensi
1. Monitor tanda vital : suhu badan
R/ sebagai indikator untuk mengetahui status
hypertermi
2. Ajarkan klien pentingnya mempertahankan cairan yang
adekuat (sedikitnya 2000 l/hari) untuk mencegah
dehidrasi, misalnya sari buah 2,5-3 liter/hari.
R/ dalam kondisi demam terjadi peningkatan
evaporasi yang memicu timbulnya dehidrasi
3. Berikan kompres hangat pada lipatan ketiak dan
femur
R/ menghambat pusat simpatis di hipotalamus
sehingga terjadi vasodilatasi kulit dengan
merangsang kelenjar keringat untuk mengurangi panas
tubuh melalui penguapan
4. Anjurkan klien untuk memakai pakaian yang menyerap
Keringat
R/ kondisi kulit yang mengalami lembab memicu
timbulnya pertumbuhan jamur. Juga akan mengurangi
kenyamanan klien, mencegah timbulnya ruam kulit.
d. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
penurunan kekuatan otot
- Tujuan
Pasien dapat melakukan aktivitas kembali secara normal
- Kriteria hasil
Kemampuan untuk melakukan aktivitas
- Intervensi
1) Tingkatkan tirah baring / duduk
R/ Meningkatkan istirahat dan ketenangan, menyediakan
energi yang digunakan untuk penyembuhan. Aktivitas dan
posisi duduk tegak di yakini menurunkan aliran darah
ke kaki yang mencegah sirkulasi optimal ke sel hati.
2) Ubah posisi dengan sering, berikan perawatan
kulit yang baik.
R/ Meningkatkan fungsi pernafasan dan menimbulkan pada
area tertentu untuk menurunkan resiko kerusakan
jaringan.
3) Lakukan tugas dengan cepat dan sesuai toleransi.
R/ Memungkinkan periode tembahan istirahat tanpa
gangguan.
4) Tingkatkan aktivitas sesuai toleransi, Bantu
melakukan latihan rentang gerak sendi pasif /
aktif.
R/ Tirah baring lama dapat menurunkan kemampuan.
5) Dorong penggunaan teknik manajemen stress.
R/ Meningkatkan relaksasi dan penghematan energi.
6) Berikan obat sesuai indikasi.
R/ Membentu dalam manajemen kebutuhan tidur.
e. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan muntah,
diare dan perdarahan.
- Tujuan
Mempertahankan hidrasi adekuat.
- Kriteria hasil
1) Turgor kulit baik
2) haluaran urine sesuai
3) tanda vital stabil.
- Intervensi
1) Awasi masukan dan haluaran, bandingkan dengan BB
harian. Catat kehilangan melalui usus seperti
muntah, diare.
R/ memberikan informasi tentang kebutuhan
penggantian/efek terapi.
2) Kaji tanda vital, nadi perifer, pengisian
kapiler, turgor kulit dan membran mukosa.
R/ Indikator volume sirkulasi/perfusi.

3) Observasi tanda perdarahan seperti hematuria,


melena, perdarahan gusi atau bekas injeksi.
R/ Kadar protombin dan waktu koagulasi menunjang
bila observasi vitamin K terganggu pada traktus
G1 dan sentesis protombin menurun karena
mempengaruhi hati.
f. Risiko tinggi terjadinya infeksi terhadap orang lain
berhubungan dengan sifat menular dari agent virus dan
pertahanan primer tubuh tidak adekuat.
- Tujuan
Mengurangi resiko terjadinya infeksi pada orang lain
- Kriteria hasil
Pasien mampu melakukan perubahan pola hidup untuk
menghindari infeksi ulang/transmisi ke orang lain.
- Intervensi
1) Lakukan teknik isolasi sesuai dengan kebijakan RS
terutama cuci tangan efektif
R/ Mencegah transmisi penyakit/virus ke orang
lain.
2) Awasi/batasi pengunjung sesuai indikasi.
R/ Pasien terpajan terhadap proses infeksi
potensial resiko komplikasi sekunder.
3) Jelaskan prosedur isolasi pada orang tua
pasien/orang terdekat.
R/ Pemahaman alasan mengurangi perasaan terisolasi
Daftar Pustaka

Brunner & Suddarth. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal


Bedah. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Carpenito, Linda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa
Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC.
Corwin, Elizabeth J. (2000). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta
: EGC
Mansjoer, Arif, dkk. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Edisi
3. Jakarta : Media Aesculapius.
Smeltzer, suzanna C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Brunner dan Suddart. Alih bahasa Agung Waluyo,
Edisi 8. EGC: Jakarta
Doengoes, Marylinn E,( 2002). Rencana Asuhan Kepearawatan
Medikal Bedah Volume 3. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai