Selama operasi, selain pemantauan mengenai tanda vital tidak kalah pentingnya
untuk pemantauan posisi pasien, karena posisi pasien selama operasi kerap
menghasilkan perubahan fisiologis yang tidak diinginkan, seperti gangguan venous
return ke jantung atau desaturasi oksigen akibat ketidakseimbangan ventilasi-perfusi.
Posisi yang tepat membutuhkan kooperasi baik dari dokter anesthesia, dokter bedah,
maupun perawat untuk memastikan keamanan dan kenyaman pasien selama dilakukan
proses operasi. Selama operasi, pasien harus diposisikan dalam keadaan yang dapat
ditoleransi saat mereka sadar nantinya. Ahli bedah berharap untuk melakukan eksposur
yang optimal untuk prosedur yang mereka lakukan dan pasien tetap berada di posisi
yang sama untuk waktu yang lama, sehingga pencegahan komplikasi yang berhubungan
dengan posisi tersebut tidak terjadi, kalaupun terjadi, tentunya harus dapat ditangani.
TINJAUAN PUSTAKA
3. POSISI TRENDELENBURG
Friedrich Trendelenburg mempopulerkan posisi operasi dengan head down 45o
sekitar tahun 1870an dengan tujuan meningkatkan akses menuju pelvis disebabkan isi
abdomen akan bergeser ke arah cephal mengikuti gravitasi. Posisi ini sering digunakan
untuk meningkatkan venous return selama hipotensi, untuk memaksimalkan eksposur
selama operasi abdominal dan laparoskopi, dan selama pemasangan central line untuk
mencegah emboli. 1,6
5. POSISI PRONE
Posisi prone atau ventral decubitus digunakan terutama untuk akses operasi ke
fossa posterior dari tengkorak kepala, tulang belakang, bokong, dan area perirectal, dan
ekstremitas bawah. Posisi paling umum adalah pasien dengan kepala tertelungkup
dimana :
• Ditempatkan penyanggah di antara bahu dan pada krista iliaka, supaya
pergerakan abdomen dan ekspansi dada bebas. Hal ini untuk mengurangi
kompresi abdomen dan memperbaiki fungsi pernapasan dan stabilitas
kardiovaskuler.
• Bantalan busa atau jelly donut dapat digunakan untuk memproteksi mata
dan telinga.
• Pasien-pasien pediatrik, kain operasi yang digulung dengan kuat sehingga
membentuk bantalan yang berbentuk silinder bebas kerutan untuk
menyanggah tungkai, pembebasan abdomen dari permukaan meja operasi
serta menstabilisasi pasien. Gulungan kain dapat ditempatkan di atas
panggul dan kaki bagian bawah pada anak kecil yang ditempatkan pada
posisi prone agar tidak mengganggu pergerakan torakoabdominal dan
meminimalkan penekanan pada pergelangan kaki. 4
a. Evaluasi Preanestesi
Jika posisi prone dibutuhkan, maka1,4
• Riwayat trauma leher, artritis cervical, atau riwayat operasi vertebra cervical
sebelumnya harus dicatat serta perkiraan pergerakan dari kepala dan leher
harus dinilai.
• Stabilitas dari vertebra servikalis harus dinilai dan semua kekurangan harus
dicatat pada penilaian preoperasi. Adanya anomali cervical rib harus
dikesampingkan, sebab hal ini merupakan faktor predisposisi terjadinya
trauma pleksus brakhialis pada saat lengan terabduksi selama pembedahan.
• Adanya obesitas harus dicatat sebab ukuran dada dapat mempengaruhi
landasan pengangkatan, mencegah terjadinya kompresi serta menjaga
kestabilan posisi.
• Semua pergerakan ekstremitas harus diperiksa.siku, lengan, dan kaki harus
bisa difleksikan serta lengan harus dapat terangkat sampai atas kepala tanpa
menyebabkan cedera apapun.
b. Fisiologi Posisi Prone
• Dalam keadaan normal yang sadar, pergerakan diafragma meningkatkan
tekanan intraabdominal namun menurunkan tekanan intratorakal. Gradiasi
tekanan ini memfasilitasi aliran darah balik vena melalui jantung. Pembatasan
dari pergerakan diafragma atau pun tekanan ventilasi positif yang intermiten
mempersulit aliran balik vena sehingga konsekuensinya mempengaruhi
cardiac output.
• Aliran balik vena yang berkurang ini dapat menyebabkan kompresi vena kava
inferior dan vena femoralis akibat penempatan sokongan yang tidak tepat
maupun akibat dari pengaruh gravitasi. Pada saat vena-vena ini terkompresi
atau ekspansi abdominal terbatas, aliran darah dari bagian distal tubuh akan
menuju pleksus vena perivertebra ( vena-vena Batson ). Vena-vena ini tidak
mempunyai katup sehingga terjadilah sistem tekanan yang sangat rendah.
Akibatnya terjadinya pengisian pada pleksus vena vertebra selama operasi
spinal, sehingga dapat meningkatkan kehilangan darah.
• Posisi prone menyebabkan reduksi signifikan dari cardiac output ( 20% ) dan
stroke volume dengan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Penurunan
cardiac output dipercaya sebagai penyebab kedua terjadinya penurunan
venous return.
• Kompresi antara ruang interkostal dengan pergerakan diafragma dapat
menyebabkan penurunan kapasitas vital dan tidal volume pada saat pasien
diposisikan prone. Jika dibandingkan dengan posisi duduk, FRC posisi prone
berkurang sekitar 10%. Peningkatan resistensi airway paru dan komplians
paru berkurang pada pasien sadar ketika posisi mereka diubah dari duduk
menjadi prone. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa posisi prone
memperbaiki oksigenasi arterial. Perbaikan oksigenasi ini terjadi baik pada
pasien anak maupun dewasa dengan penyakit respirasi akut begitu juga
halnya pada pasien-pasien posisi prone dengan anestesi umum. Beberapa
mekanisme telah diajukan untuk menjelaskan fenomena ini termasuk
diantaranya peningkatan volume paru dan perbaikan ventilasi perfusi.
c. Komplikasi Posisi Prone1,4,6
• Jalan napas sebaiknya diamankan sebelum merubah posisi. Resiko yang harus
dihadapi ketika posisi pasien diubah dari posisi supine ke prone adalah
terjadinya ekstubasi yang tidak diinginkan.
• Mayoritas kontak kulit pada lutut, krista iliaka, dan pergelangan tangan dapat
beresiko mengalami nekrosis jika pasien berada pada posisi ini dalam jangka
waktu yang lama. Sebuah bantal atau penyanggah yang lembut dapat
diletakkan dibawah area ini.
• Pada pasien perempuan, perhatian khusus diberikan pada payudara, dan
khususnya pada puting susu untuk mencegah kerusakan dan nyeri akibat
kompresi post operatif.
• Mata sebaiknya diplester dengan erat diberi saline atau salep mata untuk
mencegah abrasi kornea. Abrasi kornea dapat timbul segera setelah pulih dari
anestesi dengan nyeri yang hebat pada mata. Iskemia retina yang dapat
menuju pada kebutaan dapat terjadi.
• Berat kepala sebaiknya disanggah oleh dahi dan arkus zigomatikus, dimana
mata dan hidung pasien sebaiknya diposisikan tidak jauh dari konka. Kepala
sebaiknya berada pada posisi netral untuk menghindari rotasi pada leher.
Tumpuan berat yang langsung pada wajah atau dahi dapat menyebabkan leher
menjadi hiperekstensi dan menyebabkan nyeri myofascial pada masa post
operatif.
• Makroglossia adalah komplikasi yang jarang dan pernah ditemukan setelah
operasi fossa posterior dengan posisi prone. Hal tersebut mungkin disebabkan
oleh kongesti vaskuler akibat fleksi leher yang ekstrim.
6. POSISI LITOTOMI
Posisi litotomi klasik sering digunakan selama operasi ginekologi, rektal, dan
urologi. Beberapa tipe posisi litotomi telah digunakan dan perbedaan utamanya terletak
pada derajat elevasi kaki, abduksi paha, dan penggunaan head down tilt. Pada pasien
pediatrik, variasi penggunaan biasanya dibatasi oleh tipe penyanggah kaki yang
tersedia. Bagian kaki pada meja operasi biasanya dipindahkan dan penyanggah kaki
difiksasi pada kedua sisi meja.4
Pada saat pasien dipindahkan hingga ke ujung meja untuk posisi litotomi setelah
induksi anestesi, sebaiknya disediakan sirkuit pernapasan dan kabel monitoring dengan
panjang yang adekuat. Panggul pasien sebaiknya diposisikan dekat dengan penyanggah
kaki dan kaki yang diabduksi, lutut difleksikan dan dielevasi pada derajat yang sesuai
dengan prosedur operasi. Lengan pasien sebaiknya difleksi pada dada, atau lebih sering
pada pasien yang lebih besar, disanggah dengan papan lengan lateral pada sisi meja
operasi. Sebuah penyanggah yang berupa gulungan kain dapat digunakan untuk
menghindari paparan pada perineum.
Ketersediaan penyanggah kaki yang tepat biasanya menentukan bagaimana kaki
diangkat nantinya. Kaki harus diistirahatkan pada posisi netral tanpa regangan atau
tekanan pada persendian manapun. Setiap penyanggah dihubungkan oleh sebuah besi
tipis yang dilekatkan disisi meja operasi. Kaki dapat diangkat pada daerah pergelangan
atau disanggah pada fossa popliteal atau pada betis. Penyanggah biasanya diposisikan
sesuai dengan tinggi, berat badan, dan usia pasien, dan perkiraan panjang lutut ke
pergelangan kaki dan panjang kaki. Penggunaan penyanggah kaki dapat menyebabkan
kompresi pada betis, merupakan predisposisi untuk berkembangnya sindrom
compartment, khususnya dalam jangka waktu yang lama.4
Gambar 11. Posisi litotomi