Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN MENINGITIS

A. PENGERTIAN

Meningitis adalah inflamasi akut pada meninges. Organisme penyebab

meningitis bakterial memasuki area secara langsung sebagai akibat cedera traumatik

atau secara tidak langsung bila dipindahkan dari tempat lain di dalam tubuh ke

dalam cairan serebrospinal (CSS). Berbagai agens dapat menimbulkan inflamasi

pada meninges termasuk bakteri, virus, jamur, dan zat kimia (Betz, 2009).

Meningitis adalah infeksi yang terjadi pada selaput otak (termasuk

durameter, arachnoid, dan piameter) (Harold, 2005).

Meningitis adalah peradangan pada selaput meningen, cairan serebrospinal

dan spinal column yang menyebabkan proses infeksi pada sistem saraf pusat

(Suriadi, 2006).

Berdasarkan pengertian-pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa

meningitis adalah suatu peradangan dari selaput-selaput (meningen) yang

mengelilingi otak dan sumsum tulang belakang (spinal cord).

B. ETIOLOGI

Penyebab dari meningitis meliputi :

1. Bakteri piogenik yang disebabkan oleh bakteri pembentuk pus, terutama

2. meningokokus, pneumokokus, dan basil influenza.


3. Virus yang disebabkan oleh agen-agen virus yang sangat bervariasi.

4. Organisme jamur

(Muttaqin, 2008)

C. KLASIFIKASI

1. Meningitis diklasifikasikan sesuai dengan faktor penyebabnya :

a. Asepsis

Meningitis asepsis mengacu pada salah satu meningitis virus atau

menyebabkan iritasi meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis,

limfoma, leukimia, atau darah di ruang subarakhnoid.

Eksudat yang biasanya terjadi pada meningitis bakteri tidak terjadi pada

meningitis virus dan tidak ditemukan organisme pada kultur cairan otak.

Peradangan terjadi pada seluruh korteks serebri dan lapisan otak.

Mekanisme atau respons dari jaringan otak terhadap virus bervariasi

bergantung pada jenis sel yang terlibat.

b. Sepsis

Meningitis sepsis menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh

organisme bakteri seperti meningokokus, stafilokokus, atau basilus

influenza. Bakteri paling sering dijumpai pada meningitis bakteri akut, yaitu

Neiserria meningitdis (meningitis meningokokus), Streptococcus

pneumoniae (pada dewasa), dan Haemophilus influenzae (pada anak- anak

dan dewasa muda). Bentuk penularannya melalui kontak langsung, yang

mencakup droplet dan sekret dari hidung dan tenggorok yang membawa

kuman (paling sering) atau infeksi dari orang lain. Akibatnya, banyak yang

tidak berkembang menjadi infeksi tetapi menjadi pembawa (carrier). Insiden

tertinggi pada meningitis disebabkan oleh bakteri gram negatif yang terjadi

pada lansia sama seperti pada seseorang yang menjalani bedah saraf atau

seseorang yang mengalami gangguan respons imun.


c. Tuberkulosa

Meningitis tuberkulosa disebabkan oleh basilus tuberkel. Infeksi

meningen umumnya dihubungkan dengan satu atau dua jalan, yaitu melalui

salah satu aliran darah sebagai konsekuensi dari infeksi-infeksi bagian lain,

seperti selulitis, atau melalui penekanan langsung seperti didapat setelah

cedera traumatik tulang wajah. Dalam jumlah kecil pada beberapa kasus

merupakan iatrogenik atau hasil sekunder prosedur invasif seperti lumbal

pungsi) atau alat-alat invasif (seperti alat pemantau TIK) (Muttaqin, 2008).

2. Meningitis dibagi menjadi 2 golongan berdasarkan perubahan yang terjadi pada

cairan otak, yaitu :

a. Meningitis Serosa adalah radang selaput otak araknoid dan piameter

yang disertai cairan otak yang jernih. Penyebab terseringnya adalah

Mycobacterium tuberculosa. Penyebab lainnya virus, Toxoplasma

gondhii dan Ricketsia.

b. Meningitis Purulenta adalah radang bernanah arakhnoid dan piameter

yang meliputi otak dan medula spinalis. Penyebabnya antara lain :

Diplococcus pneumoniae (pneumokokus), Neisseria meningitis

(meningokokus), Streptococcus haemolyticuss, Staphylococcus aureus,

Haemophilus influenzae, Escherichia coli, Klebsiella pneumoniae,

Peudomonas aeruginosa (Satyanegara, 2010).

D. MANIFESTASI KLINIS

1. Neonatus: menolak untuk makan, refleks menghisap kurang, muntah, diare

bising usus lebih dari 30x/menit ketika sedang diare, tonus otot melemah,

menangis lemah (bayi yang sakit atau merasakan nyeri ditubuhnya akan

merengek lemah sepanjang hari dan merintih lemah seakan tidak memiliki
energi yang kuat untuk menangis).

2. Anak-anak dan remaja: demam tinggi, sakit kepala, muntah, perubahan sensori,

kejang, mudah terstimulasi, foto pobia, delirium, maniak, stupor, koma, kaku

kuduk, tenda kernig dan brundzinski positif, ptechial (menunjukkan infeksi

meningococal).

3. Ciri Khas : penderita yang tanpak sakit berat, demam akut yang tinggi, kesadaran

yang menurun (lethargi atau gaduh gelisah), nyeri kepala, muntah dan kaku

kuduk. Manisfestasi klasik dari meningistis adalah regiditas nukal (kaku

tengkuk leher/kuduk), tanda brudzisky dan kernig, serta fotofobia. Untuk

mengkaji tanda kernig, mulai dengan klien berbaring dan paha ditekuk dengan

sudut yang tepat terhadap abdomen dan dengan lutut ditekuk 90 derajat kepaha.

Kemudian ekstensikan kaki bawah klien pada iritasi meningen, meluruskan kaki

ke arah atas akan menimbulkan nyeri, spasme dari otot hamstring, dan resistansi

pada lutut terhadap ekstensi kaki lebih lanjut. Untuk memeriksa tanda

brudzinski, dengan klien berbaring telentang angkat kepada ranjang dengan

cepat. Jika tidak ada iritasi meningen, fleksi leher ke depan akan menghasilkan

fleksi pada kedua paha pada pangkal dan gerakan fleksi pada lutut dan engkel.

4. Manisfestasi umum yang terkait dengan dengan infeksi dapat juga ditemukan,

seperti sakit kepala, demam, takikardia, kelemahan, menggigil, mual, dan

muntah. Klien mungkin tampak pemarah pada awalnya, tetapi saat infeksi

berlanjut, klien tanpak sakit akut dan kebingungan, stupor atau koma. Kejang

dapat terjadi Petekie atau ruam perdarahan dapat muncul. Diagnosis detegakkan

dengan pungsi lumbal. CSS (Cairan Serebro Spinal) keruh. Pewarnaan gram

pada CSS menunjukkan organisme pada 70% hingga 80% kasus. Ketika

organisme tidak dapat diidentifikasi, antigen bakterial dapat dicari. H.influenzae

sering kali terdeteksi dengan teknik ini. Klien dengan menigitis bakterial

menunjukkan hal berikut :


 Tekanan CSS meningkat.

 Peningkatan kadar protein CSS (normal, 15 hingga 45mg/dL).

 Penurunan kadar glukosa CSS (normal, 60 hingga 80mg/dL, atau dua

pertiga nilai glukosa serum).

 Peningkatan sel darah putih, biasanya meningkat (100 hingga

10.000/cm3) dengan dominasi leukosit polimorfonuklear.

E. PATOFISIOLOGI

Patogen yang berupa bakteri, jamur, virus dan protozoa masuk kedalam

tubuh pasien melalui nasofaring atau melalui luka terbuka. Kemudian ikut terbawa

ke seluruh tubuh melalui aliran darah, termasuk ke sistem serebral. Darah yang

terinfeksi oleh patogen tersebut, membentuk trombus (Disseminated Intravascular

Coagulation [DIC]) tromboemboli ini yang akhirnya tersebar ke seluruh tubuh,

melalui sistem vaskular, dapat sampai di daerah ginjal. Terjadi gangguan pada

nefron ginjal sehingga darah dan protein dapat lolos dari proses penaringan ginjal,

sehingga dapat muncul manifestasi klinis berupa hematuria dan albuminaria.

Kemudian tromboemboli juga dapat masuk menembus Blood Brain Barrier (BBB).

Setelah BBB dapat ditembus, menyebarlah trombus tersebut kedalam Cairan

Cerebro Spinal (CSS). Keberadaan dari tromus darah yang terinfeksi tersebut

mengganggu keseimbangan pada Tekanan intra Kranial klien (TIK), juga

menghasilkan reaksi inflamasi pada lapisan mengingen. Inilah yang disebut

Meningitis. Bakteri penyebab meningitis yang terbawa ke seluruh tubuh melalui

sistem vaskular, dapat sampai ke kelenjar adrenal pada superior ginjal, dan

mengganggu kerjanya. Sehingga dampak dari terganggunya kerja adrenal adalah

kolaps pembuluh darah. Pembuluh darah yang kolaps, membuat darah banyak

berada di luar sistem vaskular. Jika terjadi di serebral, tubuh harus melakukan

perfusi secara maksimal agar dapat mengembalikan darah masuk kembali kedalam

sistem vaskular. Dengan demkian terjadilah hiperperfusi pada jaringan serebral.


Diagnosa keperawatan untuk kasus ini adalah ketidakefektifan perfusi jaringan

serebral.

Akumulasi sekret yang terbawa dalam aliran darah ke seluruh tubuh. Darah

yang terbawa tersebut beresiko menimbulkan infeksi sistemik. Diagnosa untuk

situasi ini adalah Resiko infeksi sitemik.

Bakteri yang masuk ke meningen, membuat tubuh berespon imun untuk

mematikan patogen. Hasil dari imun tersebut terbentuklah sekret sebagai hasil dari

imun tubuh. Dengan terbentuknya sekret, akan menambah komponen darah,

sehingga akan meningkatkan viskositas darah. Darah yang semakin kental akan

menyebabkan sulitnya darah mengalir dan berosmosis dalam vaskular. Sulitnya

darah mengalir akan menurunkan perfusi jaringan, sehingga juga dapat

menimbulkan diagnosis ketidakefektifan perfusi jaringan serebral.

Dengan darah yang semakin kental, akan meningkatkan permeabilitas

kapiler agar dapat lewat dengan mudah. Permeabilitas yang semakin meningkat,

akan membuat dinding pembuluh darah semakin menipis, dan memunculkan

kebocoran pada sistem vaskular. Kebocoran dari sistem vaskular akan membawa

cairan yang bocor tersebut kedalam ruang intestinal. Cairan yang masuk kedalam

ronga intestinal akan mengganggu keseimbangan ion dalam rongga intestinal. Ion

yang tidak seimbang akan mengganggu keseimbangan asam-basa dalam tubuh.

Kondisi tubuh yang terganggu asam-basanya akan menimbulkan kelainan

depolarisasi ion, juga menimbulkan hiperaktivitas neuron. Hiperaktivitas neuron ini

akan menimbulkan meningkatnya kebutuhan energi. Selain itu juga dapat

menimbulkan kejang. Ketika keang, terjadi kontraksi otot yang tidak terkontrol,

sehingga dapat menimbulkan resiko cidera. ketika kejang, terjadi vasodilatasi

pembuluh darah. Pembuluh darah yang semakin banyak mengalir menuju jaringan

serebral. Dengan semakin banyaknya darah pada rongga serebral, akan

meningkatkan Tekanan Intra Kranial (TIK), juga akan berlaku pustulat monroe

klein. Saat TIK meningkat, akan merangsan sistem saraf simpatis untuk bekerja
bekerjanya saraf simpatis yang berlebihan akan memicu klien untuk merasakan

mual dan muntah. Sehingga dapat menimbulkan ketidakseimbangan nutrisi

kurang dari kebutuhan tubuh. Peningkatan TIK juga dapat menekan saraf pada

bagian servikal. Sehingga terjadi kontraksi otot bagian servikal secara berlebihan.

Kontraksi yang berebihan ini akan menimbulkan gejala seperti kaku kuduk / otot

pada tengkuk yang menegang. Peningkatan TIK dapat menimbulkan kurangnya

aliran darah ke otak sebab aliran darah banyak masuk ke aliran serebral. Respon

tubuh umum yang dilakukan ketika suplai darah ke otot kurang adalah

meningkatkan tekanan darah sistemik. Ditandai dengan takikardia dan takipnea.

Dampak meningkatnya tekanan darah tersebut, akan menekan saraf pada sistem

saraf kranial, jika terjadi pada saraf optikus, dapat menyebabkan menurunya

ketajaman penglihatan klien, atau terjadi gangguan persepsi visual.

Berdasarkan postulat klein monroe, volume dalam rongga tengkorak harus

selalu sama. Dengan adanya peningkatan volume dalam rongga tengkorak, akan

menekan kearah luar tengkorak pada anak, atau akan menimbulkan hidrosefalus.

Jika pada orang dewasa akan menekan organ yang ada di dalamnya. Bagian otak

yang terpengaruh dari penekanan ini adaah dienchepaloh dan mensesephalon.

Penekanan pada mensesephalon dapat menyebabkan Retikulum Activity System

(RAS) tidak dapat melepaskan zat ketokolamin. Dengan kurangnya kadar

ketokolamin, dapat menurunkan kesadaran klien. Dengan kondisi klien yang

menurun kesadarannya, dapat menyebabkan ketidakefektifan pola nafas.

kesadaran yang menurun juga akan menurunkan kemampuan klien untuk batuk

efektif, sehingga akan terjadi penumpukan sekret dalam saluran nafas klien. Dengan

demikian akan terjadi ketidakefektifan bersihan jalan nafas.


Pathway

(Muttaqin, 2008)
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Pemeriksaan Laboratorium

a. Pemeriksaan Darah ditemukan :

 Eritrosit : rendah (<4,9/ml)

 Leukosit : meningkat (>11000/dL)

 Laju endap darah : meningkat (>15mm/jam)

 Urine : terdapat albuminuria (Albuminuria adalah kelainan pada

ginjal karena terdapat albumin dan protein di dalam urine. Penyakit

ini menyebabkan terlalu banyak albumin yang lolos dari saringan

ginjal dan terbuang bersama urine sedangkan albumin merupakan

protein yang bermanfaat bagi manusia karena berfungsi mencegah

agar cairan tidak terlalu banyak keluar dari darah. Penyebab

albuminuria adalah kekurangan protein, penyakit ginjal, penyakit

hati)

b. Pemeriksaan Lumbal Punksi

Lumbal pungsi dilakukan untuk menganalisa jumlah sel dan protein

cairan serebrospinal, lumbal pungsi dapat dilakukan jika pasien tidak

mengalami masa intracranial (diketahui dari pemindaian CT atau MRI).

Suatu lumbal pungsi dapat membantu diagnosis infeksi atau perdarahan

sebagai penyebab koma. CSS dapat menjadi keruh jika pasien

mengalami infeksi atau merah jika terdapat perdarahan pada ventrikel

atau ruang subaraknoid.

2. Pemeriksaan Diagnostik

Pada meningitis umumnya dilakukan pemeriksaan radiologis seperti :

a. Foto thorax

Tujuan foto thorax adalah untuk menilai adanya kelainan jantung,


kelainan paru, gangguan dinding toraks, gangguan rongga pleura, dan

gangguan diafragma. Umumnya pada pasien meningitis TB ditemukan

adanya gambaran tuberculosis, tetapi untuk meningitis jenis lain tidak

ditemukan keabnormalan pada pemeriksaan foto thorax.

b. Foto kepala

Pemeriksaan ini diindikasikan pada pasien yang merasa nyeri kepala

hebat agar dapat membantu menegakkan diagnosa. Foto kepala membantu

menegakkan diagnosa jika terdapat tanda-tanda klinis misalnya kelainan

neurologis, peningkatan tekanan intracranial, atau kebutaan. Foto kepala

lateral juga akan membantu menunjukkan adanya metastase di kepala.

c. CT Scan

Pemeriksaan CT scan dapat menentukkan ada dan luasnya kelainan

di daerah basal, serta adanya dan luasnya hidrosefalus. Ditemukan

enhancement di daerah basal, tampak hidrosefalus komunikans yang disertai

dengan tanda-tanda edema otak atau iskema fokal yang masih dini. Selain

itu, dapat juga ditemukan tuberkuloma yang silent, biasanya korteks serebri

atau thalamus.

G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Meliputi pemberian antibiotik yang mampu melewati darah-barier otak ke

dalam ruang subaraknoid dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan

perkembangbiakan bakteri. Biasanya menggunakan sefaloposforin generasi

keempat atau sesuai dengan hasil uji resistensi antibiotik agar pemberian

antimikroba lebih efektif digunakan. Obat anti-infeksi:

1. Meningitis tuberkulosa:

 Isoniazid 10-20mh/kgBB/24jam, oral 2x sehari maksimal 500mg selama 1 ½

tahun.

 Rifampisin 10-15mg/kg/BB/24 jam, oral 1x sehari selama 1 tahun.


 Streptomisin sulfat 20-40 mg/kgBB/24 jam, IM 1-2x sehari selama 3 bulan.

2. Meningitis bakterial:

 Sefalosporin generasi ketiga

 Amfisilin 150-200mg (400mg)/kgBB/24jam, IV 4-6x sehari

 Kloramfenikol 50mg/kgBB/24jam IV 4x sehari.

3. Pengobatan simtomatis:

 Antikonvulsi (mengontrol kejang), Diazepam IV; O,2-0,5mg/kgBB/dosis,

atau rektal 0,4-0,6mg/kgBB, atau Fenitoin 5mg/kgBB/24jam, 3x sehari atau

Fenobarbital 5-7 mg/kgBB/24 jam, 3x sehari.

 Antipiretik (mengurangi nyeri): parasetamol/asam salisilat

10mg/kgBB/dosis.

 Kortikosteroid (mengurangi edema serebri, meningitis TBC mencegah

perlengketan): 1mg/kgBB/hari

4. Terapi non farmakologis:

 Konsumsi cairan sebanyak mungkin

Gejala awal munculnya penyakit meningitis biasanya adalah

dehidrasi secara berlebihan. Untuk mengatasi gejala konsumsi banyak

cairan. Mulai dari air putih, teh, jus jeruk ataupun minuman yang

mengandung banyak isotonik. Jika biasanya manusia memerlukan

konsumsi cairan sebanyak minimal 8 gelas, akan tetapi untuk penderita

penyakit meningitis memerlukan konsumsi cairan yang lebih banyak

dari 8 gelas.

 Istirahat secara total

Terapi non farmakologi penyakit meningitis selanjutnya adalah

dengan istirahat secara total. Istirahat total ini sangat diperlukan bagi

penderita penyakit meningitis, terutama istirahat dari aktivitas-aktivitas

berat yang memerlukan banyak tenaga dan pikiran. Istirahat yang terbaik
bagi penyakit meningitis adalah dengan tidur sebanyak mungkin.

 Diet makanan

Makanan yang dikonsumsi oleh penderita penyakit meningitis,

haruslah berbeda dengan makanan yang dikonsumsi oleh masyakat pada

umumnya. Adapun makanan yang dianjurkan untuk dikonsumsi oleh

penderita penyakit meningitis antara lain seperti kacang-kacangan, buah,

sayur dan sereal. Selain makanan jenis tersebut, usahakan untuk

mengurangi atau menghindari sebisa mungkin.

 Mandi air hangat

Terapi non farmakologi penyakit meningitis yang terakhir adalah

dengan selalu melakukan mandi dengan air hangat. Hal ini bertujuan

agar meminimalisir sakit kepala yang disebabkan oleh peradangan di

selaput otak. Usahakan untuk mandi dengan air hangat di atas suhu 35◦C

setiap hari.

H. KOMPLIKASI

Komplikasi serta yang timbul biasanya berhubungan dengan proses

inflamasi pada meningen dan pembuluh darah cerebral (kejang, parese nervus

cranial, lesi cerebral fokal, hydrosefalus atau penumpukan cairan serebrospinal dan

menyebabkan dilatasi sistem ventrikel otak) serta disebabkan oleh infeksi

meningococcus pada organ tubuh lainnya (infeksi okular, arthritis, purpura) adalah

kelainan yang berupa gangguan autoimun yang menetap(trombosit darah kurang

dari 150.000/ml), pericarditis, endocarditis, myocarditis, orchitis, epididymitis,

perdarahan adrenal juga termasuk komplikasi dari meningitis. DIC adalah suatu

keadaan dimana bekuan-bekuan darah kecil tersebar di seluruh aliran darah,

menyebabkan penyumbatan pada pembuluh darah kecil dan berkurangnya faktor

pembekuan yang diperlukan untuk mengendalikan perdarahan. DIC masuk ke

ginjal,lalu terakumulasi pada nefron ginjal. Nefron tidak berfungsi dengan baik
sehingga protein dan darah lolos dari proses filtrasi sehingga juga terjadi

Albuminura dan Hematuria. Komplikasi dapat pula terjadi karena infeksi pada

saluran nafas bagian atas, telinga Tengah dan paru-paru,biasanya disebabkan karena

komplikasi dari nervous system.


ASUHAN KEPERAWATAN TEORITIS

A. Pengkajian Primer

1. Airway

Adanya sumbatan atau obstruksi jalan napas oleh adanya penumpukan

sekret akibat kelemahan refleks batuk. Jika ada obstruksi maka lakukan :

 Chin lift atau jaw trust

 Suction atau hisap

 Guedel airway

 Intubasi trakhea dengan leher ditahan (imobilisasi) pada posisi netral

2. Breathing

Inspeksi apakah klien batuk, produksi sputum, sesak napas, penggunaan

otot bantu apas, dan peningkatan frekuensi pernapasan yang sering didapatkan pada

klien meningitis disertai adanya gangguan pada sistem pernapasan. Palpasi thoraks

hanya dilakukan apabila terdapat deformitas pada tulang dada pada klien dengan

efusi pleura masif (jarang terjadi pada klien dengan meningitis). Auskultasi bunyi

napas tambahan seperti ronkhi pada klien dengan meningitis tuberkulosa dengan

penyebaran primer di

paru.

3. Circulation

Tekanan darah dapat normal atau meningkat, hipotensi terjadi pada tahap

lanjut, takikardi, bunyi jantung normla pada tahap dini, disritmia, kulit dan

membran mukosa pucat, dingin, sianosis pada tahap lanjut.

4. Dissability

Menilai kesadaran dengan cepat,apakah sadar, hanya respon terhadap

nyeri atau atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur GCS.

5. Eksposure

Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cidera

yang mungkin ada, jika ada kecurigan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in line harus dikerjakan (Muttaqin, 2008).

B. Pengkajian Sekunder

a. Anamnesa

Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien atau orang tua

membawa anaknya untuk meminta pertolongan kesehatan adalah panas

badan tinggi, kejang, dan penurunan tingkat kesadaran.

b. Riwayat Penyakit Sekarang

Faktor riwayat penyakit sangat penting diketahui jenis kuman

penyebab. Pada pengkajian klien dengan meningitis, biasanya didapatkan

keluhan yang berhubungan dengan akibat dari infeksi dan peningkatan TIK.

Keluhan gejala awal tersebut biasanya sakit kepala dan demam. Sakit kepala

dihubungkan dengan meningitis yang selalu berat dan sebagai akibat iritasi

meningen. Adanya penurunan atau perubahan pada tingkat kesadaran

dihubungkan dengan meningitis bakteri. Disorientasi dan gangguan memori

biasanya merupakan awal adanya penyakit.

c. Riwayat Penyakit Dahulu

Pengkajian penyakit yang pernah dialami klien yang

memungkingkan adanya hubungan atau menjadi predisposisi keluhan

sekarang meliputi pernahkah klien mengalami infeksi jalan napas bagian

atas, otitis media, mastoiditis, anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain,

tindakan bedah saraf, riwayat trauma kepala, dan adanya pengaruh

immunologis pada masa sebelumnya.

d. Pemeriksaan fisik

Pemeriksaan fisik dimulai dengan memeriksa tanda-tanda vital

(TTV). Pada klien dengan meningitis biasanya didapatkan peningkatan suhu

tubuh lebih dari normal, yaitu 38-41oC, dimulai dari fase sistemik,

kemerahan, panas, kulit kering, berkeringat. Keadaan ini biasanya


dihubungkan dengan proses inflamasi dan iritasi meningen yang sudah

mengganggu pusat pengatur suhu tubuh. Penurunan denyut nadi terjadi

berhubungan dengan tanda-tanda peningkatan TIK.

 Tingkat kesadaran

Pada keadaan lanjut tingkat kesadaran klien meningitis

biasanya berkisar pada tingkat letargi, stupor, dan semikomatosa.

Apabila klien sudah mengalami koma maka penilaian GCS sangat

penting untuk menilai tingkat kesadaran klien dan bahan evaluasi

untuk memantau pemberian asuhan keperawatan.

 Fungsi serebri

Status mental : observasi penampilan klien dan tingkah lakunya,

nilai gaya bicara klien dan observasi ekspresi wajah dan aktivitas

motorik yang pada klien meningitis tahap lanjut biasanya status

mental klien mengalami perubahan.

 Kaji head to toe

 Kepala : terdapat nyeri kepala dan diameter kepala membesar

 Mata :terdapat photofobia

 Mulut : terdapat vomitting

 Leher : terdapat kaku kuduk

 Jantung : terdapat frekuensi detak jantung lebih dari 100x/menit

 Paru : terdapat bunyi nafas crackles

 Abdomen : terdapat nausea dan mual

 Urinaria : terdapat albuminuria, hematuria

 Kulit : terdapat pteciae dan banyak berkeringat

 Kesadaran: terlihat adanya penurunan kesadaran


 Ekstremitas : dalam pemeriksaan kernigs dan brudzinsky,

hemiplegi, hemiparase, tonus otot berkurang, reflex babinsky

(+)

C. Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul

1. Ketidakefektifan pola napas berhubungan dengan penurunan tingkat kesadaran

2. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan penumpukan secret pada

saluran napas.

3. Hipertermia berhubungan proses infeksi

4. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan diaphoresis.

5. Resiko Ketidakefektifan perfusi jar. Cerebral berhubungan dengan penyumbatan

aliran darah.

6. Nyeri akut berhubungan dengan proses infeksi

7. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler

8. Resiko cidera berhubungan dengan kejang


D. Intervensi keperawatan

No Diagnosa
Tujuan Intervensi
Keperawatan
1. Ketidakefektif - Tanda-tanda vital - Buka jalan nafas, gunakan
an pola napas dalam rentang teknik chin lift atau jaw
berhubungan normal. thrust.
dengan - Suara napas jernih, - Posisikan pasien untuk
penurunan klien tidak merasa memaksimalkan ventilasi.
tingkat tercekik, irama nafas - Lakukan fisioterapi dada, dan
kesadaran yang bagus, dan keluarkan sekret dengan
frekuensi pernafasan batuk atau suction
dalam rentang - Auskultasi suara nafas, catat
normal. adanya suara tambahan.
- - Mendemostrasikan - Lakukan suction pada mayo.
batuk efektif, dan - Berikan bronkodilator bila
tidak adanya stidor, perlu dan berikan pelembab
sianosis, pucat. udara Kassa basah NaCl
Lembab.
- Atur intake untuk
mengoptimalkan cairan.
- Monitor respirasi dan starus
O2 ( Oxygen Therapy ).
- Bersihkan mulut, hidung dan
secret trakea.
- Pertahankan jalan nafas yang
paten.
2. Ketidakefektif - Lakukan fisioterapi - Pastikan kebutuhan
an bersihan dada, dan keluarkan oral/tracheal suctioning.
jalan napas sekret dengan batuk - Auskultasi suara nafas
berhubungan atau suction. sebelum dan sesudah
dengan - Mendemostrasikan suctioning.
penumpukan batuk efektif dan - Berikan O2 dengan
secret pada suara nafas yang menggunakan nasal untuk
saluran bersih, tidak ada memfasilitasi suction
napas. sianosis dan dyspneu nasotrakeal.
(mampu - Monitor status oksigen
mengeluarkan pasien, dan ajarkan keluarga
sputum, mampu pasien bagaimana cara
bernafas dengan melakukan suction.
mudah, tidak pursed - Buka jalan nafas, gunakan
lips). teknik chinlift atau jaw thrust.
- Mampu - -Posisikan pasien untuk
mengindentifikasi memaksimalkan ventilasi,
dan mencegah faktor lakukan fisioterapi dada bila
yang dapat perlu.
menghambat jalan - -Identifikasi pasien perlunya
nafas. pemasangan alat jalan nafas
buatan.
3. Hipertermia - Suhu tubuh, nadi, - -Monitor suhu sesering
berhubungan respiratory rate mungkin.
proses infeksi dalam rentang - Monitor warna dan suhu
normal. kulit.
- Tidak ada perubahan - -Monitor tekanan darah, nadi,
warna kulit dan tidak RR, GCS, WBC, Hb, dan
ada pusing. Hct.
- Monitor intake dan output.
- -Tingkatkan sirkulasi udara,
Kompers pasien pada lipat
paha dan aksila, lakukan
tapid sponge, dan kolaborasi
pemberian cairan intravena.
4. Kekurangan - -Mempertahankan - Kolaborasikan pemberian
volume cairan urine output sesuai cairan IV.
berhubungan dengan usia dan BB. - Pertahankan catatan intake
dengan BJ urine normal, HT dan output yang akurat,
diaphoresis. normal. tawarkan snack (jus buah dan
- Tekanan darah, suhu buah segar), dorong keluarga
tubuh, dalam batas untuk membantu pasien
normal. makan, atur kemungkinan
- Tidak ada tanda- transfusi.
tanda dehidrasi. - Monitor status hidrasi, ttv,
- Elastisitas turgor monitor masukan nutrisi dan
kulit baik, membran intake kalori harian.
mukosa lembab,
tidak ada rasa haus
berlebihan.
5. Resiko - Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
Ketidakefektif kemampuan kognitif tertentu yang hanya peka
an perfusi jar. ditandai dengan : terhadap panas / dingin /
Cerebral - Berkomunikasi tajam / tumpul.
berhubungan dengan jelas dan - Monitor adanya paretese.
dengan sesuai dengan - Instruksikan keluarga untuk
penyumbatan kemampuan. mengobservasi kulit.
aliran darah. - Menunjukan - Gunakan sarung tangan untuk
perhatian konsentari proteksi.
dan orientasi. - Batasi gerekan pada kepala,
- Memproses leher dan puggung.
infomasi, membuat - Monitor kemampuan BAB,
keputusan dengan kolaborasi pemberian
benar. analgetik, Monitor adanya
- Menunjukkan fungsi tromboplebitis, diskusikan
sensori motori mengenai penyebab
cranial yang utuh : perubahan sensasi.
- -tingkat kesadaran - Batasi gerekan pada kepala,
membaik, tidak ada leher dan puggung.
gerakan-gerakan - Kolaborasi pemberian
involunter. analgetik
- Mendemonstrasikan
status sirkulasi yang
ditandai dengan :
- Tekanan systole dan
diastole dalam
rentang yang
diharapkan.
- Tidak ada
ortostatikhipertensi.
- Tidak ada tanda-
tanda peningkatan
tekanan intrakranial
(tidak lebih dari
15mmHg).
6. Nyeri akut - Mampu mengontrol - Lakukan pengkajian secara
berhubungan nyeri ( tahu komprehensif termasuk
dengan proses penyebab nyeri, lokasi, karakteristik, durasi,
infeksi mampu frekuensi, kualitas, dan faktor
menggunakan teknik presipitasi.
nonfarmakologi - Observasi reaksi nonverbal
untuk mengurangi dari ketidaknyamanan.
nyeri ). - Gunakan komunnikasi
- Melaporkan bahwa teraupeutik untuk mengetahui
nyeri berkurang pengalaman nyeri pasien.
dengan - Kaji kultur yang
menggunakan mempengaruhi respon nyeri.
manajemen nyeri. - Evaluasi pengalaman nyeri
- Menyatakan masa lampau, evaluasi
rasanyaman setelah bersama pasien dan tim
nyeri berkurang. kesehatan lain tentang
ketidakefektifan kontrol nyeri
di masa lampau.
- - Kontrol lingkungan yang
dapat mempengaruhi nyeri
seperti suhu ruangan,
pencahayaan, kebisingan.
7. Hambatan - Klien menigkat - Monitoring vital sign
mobilitas fisik dalam aktivitas fisik. sebelum/sesudah latihan dan
berhubungan - Mengerti tujuan dari lihat respon klien saat latihan.
dengan peningkatan - Kolaborasi dan konsultasikan
kerusakan mobilitas. dengan terapi fisik tentang
neuromuskule - Memverbalisasikan rencana ambulasi sesuai
r perasaan dalam dengan kebutuhan.
meningkatkan - Bantu klien untuk
kekuatan dan menggunakan tongkat saat
kemampuan berjalan dan cegah terhadap
berpindah. cedera.
- Memperagakan - Ajarkan pasien tentang teknik
pengguunaan alat ambulasi.
dan membantu untuk - Kaji kemampuan pasien
mobilisasi. dalam mobilisasi.
- Latihan pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADLs
secara mandiri sesuai
kemampuan.
- Dampingi dan bantu penuhi
kebutuhan pasien saat
mobilisasi dalam kebutuhan
ADLs ps.
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan.
- - Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
8. Resiko cidera - Klien terbebas dari - Sediakan lingkungan yang
berhubungan cedera, mampu aman untuk pasien.
dengan menjelaskan cara - Identifikasi kebutuhan
kejang untuk mencegah keamanan pasien, sesuai
cedera. dengan kondisi fisik dan
- Klien mampu fungsi kognitif pasien dan
menjelaskan factor riwayat penyakit terdahulu
resiko dari pasien.
lingkungan perilaku - Menghindarkan lingkungan
personal. yang berbahaya ( misalnya
- Mampu memindahkan perabotan )
memodifikasi gaya - Memasang side rail tempat
hidup untuk tidur, menyediakan tempat
mencegah injury tidur yang nyaman dan
- Menggunakan bersih.
fasilitas kesehatan - Mengontrol lingkungan dari
yang ada. kebisingan, memindahkan
- Mampu mengenali barang-barang yang dapat
perubahan status membahayakan.
kesehatan. - - Berikan penjelasan pada
pasien dan kelua rga atau
pengujung adanya perubahan
status kesehatan dan
penyebab penyakit.
DAFTAR PUSTAKA

Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri. Jakarta : EGC. Corwin,

Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC.

Herdman, T. 2009. Nursing Diagnoses : Definition and Classification 2012–2014. Jakarta :

EGC

Jeferson, Thomas. 2004. Ventriculoperitoneal Shunt. Thomas Jeferson University Hospital.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan dengan Gangguan Sistem

Persarafan. Jakarta : Salemba Medika.

Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan

Berdasarkan Diagnosa Medis dan NANDA (North America Nursing Diagnosis

Association) NIC-NOC. Yogyakarta : Mediaction Publishing.

Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf edisi IV. Tangerang : Gramedia Pustaka Utama.

Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth.

Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Edisi

Anda mungkin juga menyukai