Anda di halaman 1dari 12

Konsep Dasar Nyeri

2.3.1 Definisi Nyeri

Nyeri adalah pengalaman sensor dan emosional yang tidak

menyenangkan dan bersifat sangat subjektif.Sebab, perasaan nyeri berbeda pada

setiap orang dalam skala atau tingkatannya, dan hanya pada orang tersebutlah

yang dapat menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut

International Association For Study Of Pain (IASP), nyeri adalah sensori

subjektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan

kerusakan jaringan actual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi

terjadinya kerusakan (Triyana, 2013). Dari definisi diatas dapat disimpulkan nyeri

adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan dan nyeri yang dirasakan

berbeda-beda pada setiap orang.

Nyeri kronis adalah adalah pengalaman sensorik atau emosional, dengan

onset mendadak atau lambat dan berintensitas ringan hingga berat dan konstan

yang berlangsung lebih dari 3 bulan (PPNI,2016).

Nyeri sendi adalah suatu peradangan sendi yang ditandai

denganpembengkakan sendi, warna kemerahan, panas, nyeri dan terjadinya

gangguan gerak.Pada keadaan ini lansia sangat terganggu, apabila lebih dari satu

sendi yang terserang (Handono, 2013).

2.3.2 Fisiologi nyeri

Saat terjadinya stimulus yang menimbulkan kerusakan jaringan hingga

pengalaman emosional dan psikologis yang


menyebabkan nyeri, terdapat rangkaian peristiwa elektrik dan kimiawi yang

komplek, yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi.Transduksi adalah

proses dimana stimulus noksius diubah menjadi aktivitas elektrik pada ujung

saraf sensorik (reseptor) terkait. Proses berikutnya, yaitu transmisi dalam proses

ini terlibat tiga komponen saraf yaitu saraf sensorik perifer yang meneruskan

impuls ke medulla spinalis, kemudian jarring saraf yang meneruskan implus yang

menuju ke batang otak dan thalamus. Proses ketiga adalah modulasi yaitu

aktivitas saraf yang bertujuan mengontrol transmisi nyeri. Suatu senyawa tertentu

telah ditemukan di sistem saraf pusat yang secara selekstif menghambat transmisi

nyeri di medulla spinalis.Senyawa diaktifkan jika terjadi relaksasi atau obat

analgenetika seperti morfin. Proses terakhir adalah persepsi, proses implus nyeri

yang ditransmisikan hingga menimbulkan perasaan subyektif dari nyeri sama

sekali belum jelas. Bahkan struktur otak yang menimbulkan persepsi tersebut juga

tidak jelas.Sangat disayangkan karena nyeri secara mendasar merupakan

pengalaman subyektif yang dialami seseorang sehingga sangat sulit untuk

memahaminya (Dewanto, 2003).

Nyeri diawali sebagai pesan yang dierima oleh saraf-saraf perifer.Zat

kimia (Substansi P, bradikinin, prostaglandin) dilepaskan, kemudian

menstimulasi saraf perifer, membantu mengantarkan pesan nyeri dari daerah yang

terluka ke otak.Sinyal nyeri dari daerah yang terluka berjalan sebagai implus

elektrokimia di sepanjang nervus ke bagian dorsal spinal cord (daerah pada spinal

yang menerima sinyal dari seluruh tubuh).Pesan kemudian dihantarkan ke

thalamus, pusat sensoris diotak di mana sensasi seperti panas, dingin, nyeri, dan
sentuhan pertama kali dipersepsikan.Pesan lalu dihantarkan ke cortex, dimana

intensitas dan lokasi nyeri dipersepsikan.Penyembuhan nyeri dimulai sebagai

tanda dari otak kemudian turun ke spinal cord.Di bagian dorsal, zat kimia seperti

endorphin dilepaskan untuk mengurangi nyeri di daerah yang terluka (Potter &

Perry).

Di dalam spinal cord, ada gerbang yang dapat terbuka atau tertutup.Saat

gerbang terbuka, implus nyeri lewat dan dikirim ke otak. Gerbang juga bias

ditutup. Stimulasi saraf sensoris dengan cara menggaruk atau mengelus secara

lembut didekat daerah nyeri dapat menutup gerbang sehingga mencegah

transmisi implus nyeri. Implus dari pusat juga dapat menutup gerbang, misalnya

motivasi dari individu yang bersemangat ingin sembuh dapat mengurangi dampat

atau beratnya nyeri yang dirasakan (Potter & perry, 2005).

Kozier (2009), menyatakan bahwa nyeri akan menyebabkan respon

tubuh meliputi aspek pisiokologis, merangsang respon otonom simpatis dan

parasimpatis akibat nyeri seperti peningkatan tekanan darah, peningkatan

denyut nadi, peningkatan pernapasan,

meningkatkan tegangan otot, dilatasi pupil, wajah pucat, diaphoresis, sedangkan

respon parasimpatis seperti nyeri dalam, berat, berakibat tekanan darah turun,

nadi turun , mual dan muntah, kelemahan, kelelahan, dan pucat. Pada kasus nyeri

parah dan serangan yang mendadak merupakan acaman yang mempengaruhi

manusia sebagai system terbuka untuk beradaptasi dari stressor yang mengancam

dan menganggap keseimbangan.Hipotalamus merespon terhadap stimulus nyeri

dari reseptor perifer atau korteks cerebral melalui system hipotalamus pituitary
dan adrenal dengan mekanisme medulla adrenal hipofise untuk menekan fungsi

yang tidak penting bagi kehidupan sehingga menyebabkan hilangnya situasi

menegangkan dan mekanisme kortek adrenal hopfise untuk mempertahankan

keseimbangan cairan dan elektrolit dan menyediakan energi kondisi emergency

untuk mempercepat penyembuhan. Apabila mekanisme ini tidak berhasil

mengatasi stressor (nyeri) dapat menimbulkan respon stress sperti turunnya

system imun pada peradangan dan menghambat penyembuhan dan kalau makin

parah dapat terjadi syok ataupun perilaku yang maladatif (Potter & Perry, 2005).

2.3.3 Klasifikasi Nyeri

Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi dua yaitu nyeri dan nyeri

kronis.Klasifikasi ini berdasarkan pada waktu atau durasi terjadi nyeri.

1. Nyeri akut

Nyeri akut adalah nyeri yang terjai dalam kurun waktu yang

singkat, biasanya kurang dari 6 bulan.Nyeri akut yang tidak diatasi secara

adekuat mempunyai efek yang membahayakan diluar ketidaknyamanan

yang disebabkan karena dapat mempengaruhi system pulmonary,

kardivaskuler, gastrointestinal, endokrin, dan imonulogik (Potter & Perry,

2005).

2. Nyeri kronik

Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6

bulan.Nyeri kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang

diperkirakan, karena biasanya nyeri ini tidak memberikan respon terhadap


pengobatan yang diarahkan pada penyebabnya.Jadi nyeri ini biasanya

dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton & Hall, 2008).

Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang

dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi, dan

ketidakmampuan.Berdasarkan sembernya, nyeri dapat dibedakan menjadi

nyeri nosiseptif dan neuropatik (Potter &

Perry, 2005).
2.3.4 Stimulus Nyeri

Seseorang dapat menoleransi menahan nyeri (pain tolerance) atau

dapat mengenali jumlah stimulus nyeri sebelum nyeri di antaranya adalah

sebagai berikut (Triana, 2013) :

1. Trauma pada jaringan tubuh

2. Gangguan pada jaringan tubuh

3. Tumor

4. Iskemia pada jaringan

5. Spasme otot

2.3.5 Faktor yang mempengaruhi persepsi nyeri

Nyeri merupakan sesuatu yang kompleks karena banyak faktor yang

mempengaruhinya.Perawat harus mempertimbangkan semua faktor dalam upaya

untuk memastikan bahwa perawat menggunakan pendekatan yang holistik dalam

pengkajian dan perawatan nyeri (Potter & Perry, 2006). Faktor-faktor yang

mempengaruhi nyeri diantaranya adalah:

1. Usia
Umumnya para lansia menganggap nyeri sebagai komponen

alamiah dari proses penuaan dan dapat diabaikan atau tidak ditangani oleh

petugas kesehatan. Di lain pihak, normalnya kondisi nyeri hebat pada

dewasa muda dapat dirasakan sebagai keluhan ringan pada dewasa tua.

Orang dewasa tua mengalami perubahan neurofisiologi dan mungkin

mengalami penurunan persepsi sensori stimulus serta peningkatan ambang

nyeri.Selain itu, proses penyakit kronis yang lebih umum terjadi pada

dewasa tua seperti penyakit gangguan, kardiovaskuler atau diabetes

mellitus dapat mengganggu transmisi impuls saraf normal (Potter & Perry,

2005).

2. Jenis kelamin

Menurut Gill (1990) laki-laki dan wanita tidak berbeda secara

signifikan dalam mersepon nyeri, dan justru lebih dipengaruhi factor

budaya.Misalnya tidak pantas jika laki-laki mengeluh nyeri, dan wanita

boleh mengeluh nyeri.

3. Kebudayaan

Martineli (1987), dalam Potter & Perry (2005), menyebutkan

bahwa beberapa kebudayaan menganggap orang yang memperlihatkan

nyeri merupakan suatu hal yang biasa, sedangkan budaya lain menyatakan

bahwa nyeri itu harus dilatih untuk tertutup

4. Makna nyeri
Makna nyeri setiap orang dihubungkan dengan cara orang tersebut

beradaptasi dengan nyeri yang mempengaruhi pengalaman (Widyantoko,

2010)

5. Perhatian

Orang yang memfokuskan perhatiannya kepada nyeri akan

membuat rasa nyeri yang meningkat. Pengalihan terhadap rasa nyeri akan

dapat mengurangi rasa nyeri (Gil, 1990, dalam Potter & Perry, 2005).

6. Ansietas

Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas (Gil, 1990, dalam Potter &

Perry, 2005).Individu yang sehat secara emosional biasanya lebih mampu

untuk mentoleransi nyeri dibanding dengan individu yang mempunyai

status emosional kurang stabil.

7. Keletihan

Keletihan akan menurunkan koping tubuh seseorang, sehingga

dapat membuat persepsi terhadap nyeri semakin

intensif.

8. Pengalaman sebelumnya
Pengalaman individu secara teru-menerus terhadap nyeri akan

mengurangi ansietas dan rasa takutnya terhadap nyeri.

9. Gaya koping

Nyeri dapat dengan total atau sebagian menyebabkan

ketidakmampuan. Klien hampir sering menemukan cara yang tepat untuk

mengatasi efek fisiologis maupun psikis akibat nyeri

10. Dukungan sosial dan keluarga

Seseorang pasien yang mendapatkan dukungan dan kehadiran dari

orang yang mereka cintai akan meminimalkan rasa kesepian dan ketakutan

klien sehingga secara tidak langsung meningkatkan koping

2.3.6 Pengkajian nyeri

Pengkajian nyeri berguna untuk menetapkan data dasar, menegakkan

diagnosa yang sesuai dan menentukan tindakan yang tepat.Nyeri merupakan

suatu yang nyata yang bisa diukur dan dijelaskan untuk mengevaluasi tindakan

keperawatan. Salah satu alat bantu yang d derajat nyeri adalah dengan

menggunakan terdiri dari satu garis lurus dengan 5 kata pendeskripsian nyeri yang

tersusun atas jarak yang sama disetiap pendeskripsian nyeri. . Verbal Descriptor

Scale (VDS) untuk menilai intensitas nyeri (Berman, et.al., 2008)


1. Menurut Donovan & Girton, (1984) dalam Prasetyo. (2010) mendefinisikan

karakteristik nyeri dibagi menjadi Metode P, Q,

R, S, T yaitu:
Faktor Pencetus (P :Provocate) mengkaji tentang penyebab atau

stimulus-stimulus nyeri pada klien pada klien, dalam hal ini perawat juga

dapat melakukan observasi bagian- bagian tubuh yang mengalami

cedera..Kualitas (Q :Quality) Kualitas nyeri merupakan sesuatu yang

subjektif yang diungkapkanoleh klien, seringkali klien mendeskripsikan

nyeri dengan kalimat-kalimat :tajam, tumpul, berdenyut, berpindah- pindah,

seperti tertindih, perih, termasuk lain- lain, dimana tiap klien mungkin

berbeda dalammelaporkan kualitas nyeri yang dirasakan. Lokasi (R :

Region) Untuk mengkaji lokasi nyeri maka perawat meminta klien

untukmenunjukkan semua bagian/daerah yang merasakan tidak nyaman

olehklien.Untuk melokalisasi nyeri lebih spesifik (menyebar).Tingkat

keparahan pasien (S: Skala) Tentang nyeri merupakan karakteristik yang

paling

subjektif.Pada pengkajian ini klien diminta untukmenggambar kannyeri

yang dirasakan sebagai nyeri ringan, nyeri sedang atau berat

pengalamannyeri pada masing-masing individu berbeda beda.Durasi (T

:Time)menanyakan pada pasien untuk

menentukan awitan, durasi, rangkaian nyeri.


2. Visual Analog Scale (VAS )

merupakan suatu garis lurus yangmewakili intensitas nyeri yang

terus menerus dan memiiki alat pendeskripsi

verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada

pasien untuk mengidentifikasi tingkat keparahannyeri yang dirasakan.Skala

Analog Visual merupakan pengukurkeparahan nyeri yang lebih sensitif

karena pasien dapat

mengidentifikasisetiap titik pada rangkaian daripada dipaksa memilih satu

kata atau satu angka.

Tidak ada Nyeri Ringan Nyeri Sedang Nyeri Nyeri

berat sangat hebat

Gambar 2.3 : skala deskriptif verbal ( Prasetyo, 2010)

2.3.7 Strategi penatalaksanaan nyeri

Menurut Smeltzer & Bare (2012), strategi penatalaksanaan nyeri dapat

mencakup pendekatan farmakologis dan nonfarmakologis. Pendekatan

didasarkan pada kebutuhan klien secara individu. Semua intervensi akan berhasil

jika dilakukan sebelum nyeri menjadi parah, dan keberhasilan sering tercapai jika

beberapa intervensi diterapkan secara simultan.

1. Intervensi farmakologis
Menurut Smeltzer & Bare (2002), intervensi yang sering digunakan

untuk mengatasi nyeri adalah jenis agens anastesi lokal, analgesik opioid

(narkotik) dan jenis Nonsteroidal Anti Inflamatory Drugs

(NSAID).Penggunaan obat-obatan ini juga menimbulkan efek samping.

Contoh: menggunakan opioid efek samping yang bisa terjadi pada pasien

adalah depresi pernafasan dan sedasi, mual, muntah dan konstipasi.

2. Intervensi non-farmakologis

a. Masase kutaneus masase ini bertujuan untuk menutup ataumemblok

transmisi nyeri yang dihantarkan serabut saraf sesuai dengan teori

gate control. Masase ini tidak secara spesifik menstimulasi pada

reseptor namun dapat memiliki dampak pada kontrol desenden

b. Terapi kompres dingin dan hangat Terapi kompres dingin dan hangat

dipercaya bekerja pada non-nisiseptor dalam bidang yang sama pada

cedera, namun perlu penelitian

lanjut terkain terapi ini.

c. Stimulasi saraf elektris transkutan Stimulasi saraf elektris transkutan

merupakan tindakan yang menggunakan alat Transcutaneus Electric

Nervy Stimulation (TENS) yang memberi efek kesemutan pada area

nyeri

d. Distraksi Distraksi merupakan teknik pengalihan perhatian pasien

dari nyeri yang dirasakan. Distraksi diduga dapat menurunkan nyeri

dengan menstimulasi sistem kontrol decenden.


e. Teknik relaksasi Teknik relaksasi dipercaya dapat mengurangi

ketegangan otot terutama otot skeletal dan hal tersebut dipercaya

dapat menurunkan nyeri. Disebutkan bahwa beberapa penelitian

membuktikan bahwa teknik relaksasi terbukti dapat menurunkan

nyeri (Lorenzi, dalam

Smeltzer & Bare, 2002).

Potter & perry. (2010). Fundametal of nursing . edisi 7. Jakarta: Salemba medika

Prasetyo. (2010). Konsep Dan Proses Keperawatan Nyeri. Yogyakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai