Anda di halaman 1dari 12

MEKANISME SELEKSI BIBIT SAPI POTONG DI BBIB SINGOSARI, MALANG,

JAWA TIMUR

USUL PRAKTEK KERJA LAPANG

Oleh:

ALI MUSTAQIM

PROGRAM STUDI DIPLOMA III USAHA BUDIDAYA TERNAK


SEKOLAH VOKASI
UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2020
MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT UNGGUL SAPI PEJANTAN DI BBIB
SINGOSARI, MALANG, JAWA TIMUR
Oleh:

ALI MUSTAQIM
NIM : 40010817060013

Dosen Wali
Kode:

Dr. Ir. Bambang Waluyo H.E.P, M.S., M.Ag


NIP. 19631102 198902 1 001

Usul PKL ini telah terdaftar


Di Program Studi Diploma III
Manajemen Usaha Peternakan

Nomor :
Tanggal :

Disetujui Oleh:

Ketua Program Studi Dosen Pembimbing


D III Manajemen Usaha Peternakan

Istna Mangisah, S.Pt., M.P. Prof. Dr. Ir. Edy Kurnianto, M.S., M.Agr
NIP. 19730817 199702 2 001 NIP. 19610416 198603 1 001
Judul : MANAJEMEN PEMILIHAN BIBIT UNGGUL SAPI PEJANTAN
DI BBIB SINGOSARI, MALANG, JAWA TIMUR

LATAR BELAKANG
Sapi potong merupakan penghasil bahan pangan berupa daging dengan nilai ekonomis

tinggi dan bagian penting dalam kehidupan masyarakat, dan juga sangat besar sebagai

pemenuhan gizi yang berupa hewani. Bangsa ternak sapi potong yang dibudidayakan juga

beraneka ragam, mulai dari Peranakan Ongole (PO), Simmental, Brahman, Limousine, dan

pada beberapa daerah juga ada yang menggemukkan sapi perah jantan bangsa Fries Holland

(Sudono et al., 2003)

Bibit sapi yang unggul akan meningkatkan kualitas produksi daging yang tinggi dan

perkembangan sapi potong yang signifikan. Bibit sapi potong yang bermutu didapatkan

dengan cara pengawasan mutu bibit sesuai dengan standart. Salah satu cara yang digunakan

dapat menggunakan pemilihan seleksi melalui kriteria-kriteria penilaian pada sapi potong.

Sapi yang memiliki kriteria unggul atau tidak dapat dilakukan dengan evaluasi produksi

semen pada ternak.

Manajemen seleksi pejantan merupakan salah satu metode pada ternak untuk

mengetahui pejantan terbaik yang akan digunakan sebagai bibit ternak. Untuk memperoleh

induk dan pejantan yang unggul terlebih dahulu dilakukan seleksi pada calon induk dan calon

pejantan berdasarkan parameter genetik masing-masing ternak (Putra et al.,2015).

Manajemen seleksi dilakukan untuk memilih ternak bibit sapi potong berdasarkan sifat

kuantitatif dan kualitatif diantaranya adalah dengan evaluasi kualitas semen, penimbangan

bobot badan, recording pada ternak, dan body condition score.

Kualtias semen pada ternak merupakan aspek terpenting dalam hal pemilihan bibit

unggul pada sapi potong untuk menghasilkan bibit sapi yang unggul dengan dapat diketahui
dari sifat-sifat fisik dan biologis pada semen yang digunakan. Berpedoman dengan hal – hal

tersebut diatas maka akan dilakukan praktek kerja lapangan (PKL) yang berjudul Mekanisme

Pemilihan Bibit Unggul Sapi Pejantan di Bbib Singosari, Malang, Jawa Timur.

TUJUAN :
Tujuan dari pelaksanaan praktek kerja lapangan dengan judul Manajemen Seleksi
Bibit Pejantan Unggul di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari, Malang.

1. Mengetahui proses dan manajemen seleksi sapi potong


2. Mengetahui dan mempelajari seleksi yang dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif di BBIB Singosari

MANFAAT :

1. Mendapatkan pengalaman dibidang peternakan


2. Mendapatkan wawasan dan pengetahuan yang lebih luas mengenai dunia
peternakan khususnya di bidang seleksi bibit unggul pejantan
3. Mendapatkan bekal berupa keterampilan ataupun pengetahuan yang dapat
digunakan dalam dunia kerja nantinya
4. Mengetahui proses uji kualitas semen yang dilakukan di BBIB Singosari untuk
menetapkan pejantan unggul

TINJAUAN PUSTAKA

Sapi Potong

Wilayah indonesia terdapat banyak jenis sapi potong dengan beserta peranakannya
sehingga sifat genetis sapi potong berbeda-beda antar bangsa. Sapi dapat digolongkan
menjadi 3 bangsa yaitu bos Indicus yaitu berasal dari India dan tersebar di Asia Tenggara,
bos Taurus yaitu berasal dari Eropa dan bos Sondaicus yaitu sapi asli Indonesia (Sudarmono
dan Sugeng, 2008). Adapun ciri-ciri tipe pedaging antara lain cepat tumbuh, efisien
menggunakan pakan, daya adaptasi cepat (Blakley, 1992).
Sapi potong merupakan hewan ternak dengan keanekaragaman jenis tinggi dan
ditemukan hampir di semua negara termasuk Indonesia (Lelana dkk., 2003). Sapi berasal dari
famili Bovidae, seperti halnya bison, banteng kerbau (Babulus), kerbau Afrika (Syncherus),
dan Anoa (Sugeng, 2003). Masing-masing jenis sapi potong itu mempunyai sifat yang khas,
baik ditinjau dari bentuk luar (ukuran tubuh, warna bulu) maupun dari genetiknya (laju
pertumbuhan) (Murtidjo, 1999).

Sapi Pejantan

Sapi pejantan akan mencapai kedewasaan pada umur 1 tahun. Saat umur pejantan
mencapai 1,5 tahun perkawinan pertama dapat dilakukan karena dilihat dari kondisi tubuh
yang dewasa dan produksi semen yang sudah cukup baik. Agar kondisi pejantan selalu prima
dengan produksi semen yang bagus, pejantan harus diberi pakan berkualitas tinggi (Rianto
dan Purbowati, 2010). Pejantan yang digunakan adalah pejantan unggul yang telah lolos
salam uji penjaringan ternak. Secara teknis, pejantan harus memenuhi persyaratan yaitu
memiliki catatan silsilah yang jelas, terseleksi secara benar dan terarah sebagai pejantan
unggul berdasarkan kemampuan produksi yang dimiliki, reproduksi dari garis keturunannya
serta memenuhi persyaratan kesehatan hewan yang sesuai (Ditjen Peternakan, 2007).

Calon pejantan yang baik adalah memiliki bobot sapih umur 205 hari terkonteraksi
terhadap umur induk dan musim kelahiran diatas rata rata dari kelompoknya, bobot badan
umur 365 hari diatas rata rata, pertambahan bobot badan umur 2 tahun diatas rata rata libido
dan kualitas sperma baik, penampilan fenotipe sesuai dengan rumpunnya (Haryati et al.,
2010).

Manajemen Seleksi

Seleksi dalam ilmu pemuliaan ternak dapat diartikan sebagai upaya memilih dan
mempertahankan ternak ternak yang dianggap baik untuk terus dipelihara sebagai tetua bagi
generasi ke depan dan mengeluarkan ternak ternak yang dianggap kurang baik (Kurnianto,
2012). Seleksi adalah satu alat yang penting dalam merubah frekuensi gen guna
menghasilkan individu individu yang lebih baik untuk kepeluan tertentu (Warwick et al.,
1990). Seleksi merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memilih ternak yang dianggap
mampu mempunyai nilai mutu genetik yang baik untuk dikembangbiakkan serta
menyingkirkan ternak yang dianggap kurang baik dan tidak dikembangbiakkan lebih lanjut
(Hardjosubroto, 1994). Seleksi diartikan sebagai suatu tindakan untuk membiarkan individu
atau populasi tertentu berproduksi sedangkan individu atau populasi lainnya tidak diberi
kesempatan bereroduksi. Individu atau populasi yang diseleksi bukan berdasarkan kempuan
beradaptasi dengan lingkungan tetapi berdasarkan keunggulan sifat sifatnya, misalnya
pertumbuhan cepat, daya tahan terhadap penyakit tinggi dan lainya (Noor,2000).

Terdapat beberapa menejemen seleksi antara lain seleksi individu dan seleksi famili.
Seleksi individu dilakukan dengan memilih individu-individu yang unggul dalam suatu
populasi. Seleksi individu dapat diaplikasikan pada populasi dengan nilai heritabilitas tinggi
tetapi tidak efektif jika diaplikasikan pada populasi seleksi yang tepat memberikan hasil yang
hebat dengan nilai heritbilitas yang tinggi tetapi tidak efektif jika diaplikasikan pada suatu
populasi seleksi yang tepat memberikan hasil yang hebat dengan nilai heritabilitas yang
rendah karena akan menghasilkan respons seleksi yang rendah (Tave et al., 1993).
Menejemen seleksi termasuk suatu kegiatan untuk membuat keputusan tentang ternak,
berdasarkan informasi yang masuk, sebagai kekuatan untuk mengubah frekuensi gen yang
mengatur beberapa sifat kualitatif dan juga kuantitatif yang dipengaruhi oleh banyak gen
dimana pengaruh dari masing-masing gen biasanya tidak dapat dilihat. Tujuan umum dari
seleksi adalah untuk meningkatkan produktivitas ternak potong melalui perbaikan mutu bibit
(Hartati et al., 2010)

Bobot Badan

Penampilan bobot badan merupakan salah satu penciri suatu bangsa sapi khususnya
sapi potong. Ukuran-ukuran tubuh yang dapat dipakai untuk menaksir bobot badan ternak
sapi tanpa harus menggunakan timbangan antara lain panjang badan , lingkar dada, tinggi
badan dan sebagainya (Sampurna dan Batan, 2005). Beberapa ukuran tubuh yang terpenting
seperti tinggi gumba, lingkar dada dan panjang badan merupakan kriteria untuk menilai
ternak sapi (Kadarsih, 2003).

Pejantan unggul yang baik mempunyai produksi dan kualitas semen yang bagus
dengan bobot badan yang tinggi (Khairi, 2016). Peningkatan bobot badan yang terjadi karena
penimbunan lemak dan bukan dari pertumbuhan sesungguhnya. Kondisi fisik sapi jantan
yang baik diantaranya berat pada waktu sapi tersebut lahir, berat sapi setelah dewasa dan
kerangka tubuhnya (Yulianto dan Saparianto, 2014). Evaluasi penampilan produksi dapat
dilihat dari bobot badan dan pertambahan bobot badannya. Pendekatan lainnya yaitu dapat
dengan mengamati ukuran linier tubuh sapi yang berkorelasi erat dengan bobot badan
(Handiwirawan et al., 1998). Beberapa ukuran tubuh ternak telah diketahui berkorelasi dan
merupakan indikator bagi bobot badan sapi seperti tinggi pundak, lingkar dada dan panjang
badan (Hardjosubroto, 1994).

Recording

Recording merupakan pencatatan terhadap riwayat ternak yang meliputi pencatatan


identitas ternak, status fisiologi ternak serta riwayat penyakit yang pernah menyerang ternak
tersebut. Recording sangat penting untuk mengetahui sejauh mana kondisi kesehatan ternak.
Manfaat recording diantaranya adalah sebagai data identifikasi, informasi produktifitas,
informasi reproduksi serta data status kesehatan ternak (Hardjosubroto, 1994).

Informasi penting yang harus dicatat yaitu identifikasi ternak berdasarkan nama atau
nomor kode, silsilah ternak, tanggal perkawinan, tanggal kelahiran, tanggal beranak, tanggal
pengeringan, produksi susu, keadaan reproduksi, penyakit dan kebutuhan pakan (Kurnianto,
2012). Catatan yang paling ideal adalah catatan yang bersifat sederhana, namun lengkap,
teliti dan mudah dimengerti (Minkema, 1987). Recording yang baik adalah recording yang
data-datanya dapat dipertanggung jawabkan dan dapat dipercaya serta selalu aktual tiap hari.
Recording akan mempermudah membuat keputusan yang tepat untuk program selanjutnya.

MATERI DAN METODE

Praktek Kerja Lapangan (PKL) tentang Manajemen Pemilihan Bibit Unggul Sapi
Pejantan Di Bbib Singosari, Malang, Jawa Timur dilaksanakan selama 6 minggu (42 hari),
yaitu dimulai pada tanggal 17 Februari- 30 Maret 2020.

MATERI

Materi yang digunakan pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah
jumlah populasi ternak sapi potong yang ada di Balai Besar Inseminasi Buatan Singosari
sebagai objek pengamatan utama dalam pengambilan data. Alat yang digunakan dalam
informasi tentang mekanisme seleksi bibit pejantan unggul sapi potong di Balai Besar
Inseminasi Buatan Singosari, alat tulis untuk mencatat dan mendata informasi yang diperoleh
dan alat dokumentasi untuk mendokumentasikan setiap bukti kegiatan yang dilakukan pada
saat pengamatan, pengambilan data dan kegiatan yang dilakukan di Balai Besar Inseminasi
Buatan Singosari.
METODE

Metode yang digunakan pada pelaksanaan Praktek Kerja Lapangan (PKL) adalah
metode pengambilan dan pengumpulan data melalui observasi, tanya jawab dan pengamatan
langsung di lapangan selama 6 minggu (42 hari) di Balai Inseminasi Buatan Singosari.
Pengamatan parameter dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif berdasarkan penimbangan
berat badan, menganalisa umur terhadap produksi semen, BCS, dan uji kualitas semen yang
dilakukan secara makroskopis maupun mikroskopis dan kemudian dibandingkan dengan data
sekunder dari recording yang dilakukan oleh balai, untuk melengkapi data.

JADWAL KEGIATAN
Kegiatan Januari Februari Maret April Mei

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Persiapan
Pengambilan
data
Analisis data
Penyusunan
laporan
Konsultasi * * * * * * * * * * * * * * * * * *
Ujian
DAFTAR PUSTAKA

Blakely, J. dan D.H. Bade. 1992. Ilmu Peternakan. Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta. (Diterjemahkan Oleh B. Srigandono).

Ditjen Peternakan. 2007. Petunjuk Teknis Produksi dan Distribusi Semen Beku. Peraturan
Direktur Jendral Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Dewi, S. A., Ondho, Y. S. dan Kurnianto, E. 2012. Kualitas Semen Berdasarkan Umur pada
Sapi Jawa. Animal Agriculture Journal. 1(2): 126-133.

Handiwirawan, E., E.D. Setiawan, I.W. Mathius, Santoso, dan A. Sudibyo. 1998. Ukuran
Tubuh Anak Sapi Bali dan Persilangannya di Nusa Tenggara Barat. Prosiding
Seminar Nasional Peternakan dan Veteriner. Bogor, 1-2 Desember 1998.

Hardjosubroto, W. 1994. Aplikasi Pemuliabiakan Ternak di Lapangan. Grasindo, Jakarta.

Hartati, A. Rasyid dan J. Efendy. 2010. Petunjuk Teknis Pemeliharaan Pejantan Pemacek
Sapi Potong. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Kementrian Pertanian,
Jakarta.

Khairi, F. 2016. Evaluasi Produksi dan Kualitas Semen Sapi Simmental Terhadap Tingkat
Bobot Badan Berbeda. 13 (2): 54-58.

Kurnianto, E. 2012. Buku Ajar Ilmu Pemuliaan Ternak. UPT UNDIP Press, Semarang.

Lelana, N.E., Sutarno, dan N. Etikawati. 2003. Identifikasi poliformisme pada fragmen ND-5
DNA mitokondria sapi Benggala dan Madura dengan teknik PCR-RLFP.
Biodiversitas 4 (1): 1-6.

Minkema, D. 1987. Dasar Genetika dalam Pembudidayaan Ternak. Bhratara Karya Aksara,
Jakarta.

Murtidjo, B. A. 1990. Beternak Sapi Potong. Penerbit Kanisus. Yogyakarta.

Noor, R. R. 1996. Genetika Ternak. Jakarta. Penebar Swadaya, Jakarta.

Nyuwita, A., Susilawati, T., Isnaini, N. 2015. Kualitas Semen Segar dan Produksi Semen
Beku Sapi Simmental pada Umur Yang Berbeda. Jurnal Ternak Tropika 16 (1): 61-
68.
Putra, W.P.B., Sumadi, T. Hartaik dan H. Saumar. 2015. Seleksi pada sapi aceh berdasarkan
metode indeks seleksi (IS) dan nilai pemuliaan (NP). J. Peternakan Sriwijaya 4(1) : 1
– 10.

Rianto, E. dan E. Purbowanti. 2010. Panduan Lengkap Sapi Potong. Penebar Swadaya,
Jakarta.

Rizal, M. dan Herdis. 2008. Inseminasi Buatan Pada Domba. Renika Copta, Jakarta.
Sudono,A., F. Rosdiana, dan B.S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif.
Agromedia Pustaka. Jakarta.

Sudarmono, A.S dan Y.B. Sugeng. 2008. Sapi Potong : Pemeliharaan, Perbaikan Produksi,
Prospek Bisnis, Analisis Penggemukan, Edisi Revisi. Penebar Swadaya, Jakarta.

Sugeng, Y. B . 2000. Ternak Potong dan Kerja. Edisi 1. Penebaar Swadaya, Jakarta.

Syaifudin, A. 2013. Profil body condition score (BCS) sapi perah di wilayah koperasi
peternakan sapi bandung utara (KPSBU) lembang. Fakultas Kedokteran Hewan.
Institut Pertanian Bogor, Bogor. (Skripsi, Sarjana Kedokteran Hewan).

Toelihere, M. R. 1977. Fisiologi Reproduksi Pada Ternak. Angkasa, Bandung.

Wahyu, J. 2008. Manajemen Mutu Semen Beku Sapi di Balai Inseminasi Buatan (BIB)
Lembang Bandung (Semen Beku Sapi Ongole dan Friesian Holslein). (Skripsi).

Warwick, E. J., M. Astuti, W. Hardjosubroto. 1990. Pemuliaan Ternak. Gadjah Mada


University Press, Yogyakarta.
LAMPIRAN
DAFTAR KUISIONER
1. BIODATA BBIB
 Nama BBIB
 Alamat BBIB
 Tanggal Berdiri
 Jenis Usaha
 Kapasitas Jumlah Ternak
 Jenis Komoditas Ternak
2. Keadaan Umum BBIB
a. Letak Lokasi BBIB
 Batas-batas wilayah BBIB
 Profil wilayah BBIB
 Ketinggian diatas permukaan laut
 Jarak BBIB dengan jalan raya
 Luas area BBIB Singosari
 Luas lahan tanaman pakan
 Jarak dengan pemukiman penduduk
 Jarak antar kandang

b. Sejarah Berdirinya Peternakan


 Kapan berdirinya, pendirinya siapa
 Latar belakang berdirinya BBIB
 Struktur organisasi
 Asal dan modal awal
 Jumlah ternak yang dipelihara pada awal berdirinya BBIB
 Ada atau tidak konsultan
 Penanganan administrasi BBIB
 Badan hukum di BBIB

c. Populasi Ternak
 Jumlah sapi jantan
 Jumlah sapi betina
 Jumlah sapi Limousin
Dewasa :
Anak :

d. Perkandangan
 Luas area kandang
 Kapasitas ternak
 Sanitasi kandang berapa kali
 Jumlah kandang
 Tipe kandang
 Bahan kandang
 Ukuran kandang
 Jenis, jumlah peralatan kandang
 Lay out perkandangan
3. Manajemen Seleksi
 Bibit yang digunakan
 Seleksi yang digunakan
 Proses seleksi
 Data Recording
 Bobot badan
 Umur
 Kualitas semen

Anda mungkin juga menyukai