Anda di halaman 1dari 24

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada saat seorang anak memasuki masa pubertas yang ditandai dengan menstruasi
pertama pada remaja putri atau pun mimpi basah pada remaja putra, secara biologis
dia mengalami perubahan yang sangat besar. Pubertas menjadikan seorang anak
tiba-tiba memiliki kemampuan untuk bereproduksi. Kemampuan bereproduksi pada
remaja ini menjadi kebutuhan biologis sekaligus psikologis yang perlu adanya
pengawasan dan kontrol dari orang terdekat, sehingga remaja tumbuh menjadi
dewasa yang baik. Kurangnya pengawasan dan kontrol dari orang terdekat
mengakibatkan beberapa permasalahan salah satunya adalah seks bebas.
Sifilis adalah penyakit kelamin menular yang disebabkan oleh bakteri spiroseta,
Treponema pallidum. Penularan biasanya melalui kontak seksual, tetapi ada
beberapa contoh lain seperti kontak langsung dan kongenital sifilis (penularan
melalui ibu ke anak dalam uterus).

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:
1. Apa penyebab terjadinya penyakit sifilis pada remaja?
2. Bagaimana gejala penyakit sifilis pada remaja?
3. Bagaimana cara pencegahan penyakit sifilis pada remaja?
4. Apa Asuhan Keperawatan pada sifilis?

1
C. Tujuan
Secara umum tujuan penulisan makalah ini untuk melatih mahasiswa dalam
penulisan karya ilmiah yang baik dan benar, sedangkan secara khusus bertujuan
supaya mahasiswa dapat memahami dan menggali lebih lanjut tentang Sifilis pada
Remaja Usia 12 sampai 18 Tahun.

D. Manfaat
Pemulisan makalah ini mempunyai manfaat yaitu sebagai salah satu sumber
pembelajaran dalam penulisan karya ilmiah yang baik dan benar, khususnya
mahasiswa keperawatan dalam memahami tentang penyakit sifilis pada remaja.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Konsep Dasar Penyakit Sifilis


1. Definisi
Sifilis adalah salah satu penyakit menular seksual. Penyakit tersebut ditularkan
melalui hubungan seksual, penyakit ini bersifat Laten atau dapat kambuh lagi
sewaktu-waktu selain itu bisa bersifat akut dan kronis. Penyakit ini dapat cepat
diobati bila sudah dapat dideteksi sejak dini. Kuman yang dapat menyebabkan
penyakit sifilis dapat memasuki tubuh dengan menembus selaput lendir yang normal
dan mampu menembus plasenta sehingga dapat menginfeksi janin. ( Soedarto, 1990 ).
Sifilis adalah penyakit menular seksual yang disebabkan oleh Treponema pallidum.
Penyakit menular seksual adalah penyakit yang ditularkan melalui hubungan seksual.
Penyakit ini sangat kronik, bersifat sistemik dan menyerang hampir semua alat tubuh
dapat menyerupai banyak penyakit, mempunyai masa laten dan dapat ditularkan dari
ibu ke janin.

2. Epidemiologi
Asal penyakit sifilis ini tidak jelas. Sebelum tahun 1492 belum dikenal di Eropa.
Pada tahun 1494 terjadi epidemi di Napoli. Pada abad ke-18 baru diketahui bahwa
penularan sifilis melelui hubungan seksual. Pada abad ke-15 terjadi wabah di Eropa.
Sesudah tahun 1860, morbilitas sifilis menurun cepat. Selama perang dunia II,
kejadian sifilis meningkat dan puncaknya pada tahun 1946, kemudian menurun
setelah tahun 1946.Kasus sifilis di Indonesia adalah 0,61%. Penderita yang
terbanyak adalah stadium laten, disusul sifilis stadium I yang jarang, dan yang
langka ialah sifilis stadium II.

3
3. Etiologi
Etiologi dari Penyakit Sifilis, antara lain: Penyebab sifilis ditemukan oleh
SCHAUDINN dan HOFMAN ialah Treponema palidum yang termasuk ordo
Spirochaetaceae dan genus Treponema bentuknya spiral panjang antara 6-15 um dan
lebar 0,15 um terdiri atas 8-24 lekukan. Gerakannya berupa rotasi sepanjang aksis
dan maju seperti gerakan pembuka botol membiak secara pembelahan melintang,
pada stadium aktif terjadi setiap 30 jam. Pembiakan pada umumnya tidak dapat
dilakukan diluar badan. Diluar badan kuman tersebut mudah mati sedangkan dalam
darah untuk transfusi dapat hidup sampai 72 jam.

4. Faktor Predisposisi
a) Hubungan seksual yang bebas (Genitogenital, Orogenital maupun Anogenital).
b) Sering berganti pasangan.
c) Melakukan hubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi yang aman.
d) Melakukan hubungan seksual dengan orang yang mengidap sifilis.
e) Janin yang orang tuanya menderita sifilis.
f) Kurangnya kebersihan diri .
g) Virulensi kuman yang tinggi.
h) Kontak langsung dengan lesi yang mengandung Bakteri Treponema Pallidum.

5. Patofisologi
Bakteri Treponema masuk ke dalam tubuh manusia mengalami kontak, organisme
dengan cepat menembus selaput lendir normal atau suatu lesi kulit kecil dalam
beberapa jam. Kuman akan memasuki limfatik dan darah dengan memberikan
manifestasi infeksi sistemik. Pada tahap sekunder, SSP merupakan target awal
infeksi, pada pemeriksaan menunjukkan bahwa lebih dari 30 % dari pasien memiliki
temuan abnormal dalam cairan cerebrospinal (CSF).
Selama 5-10 tahun pertama setelah terjadinya infeksi primer tidak diobati, penyakit
ini akan menginvasi meninges dan pembuluh darah, sehingga dapat mengakibatkan

4
neurosifilis meningovaskuler. Kemudian parenkim otak dan sumsum tulang belakang
mengalami kerusakan sehingga terjadi kondiri parenchymatous neurosifilis. Terlepas
dari tahap penyakit dan lokasi lesi, hispatologi dari sifilis menunjukkan tanda- tanda
endotelialarteritis. Endotelialarteritis disebabkan oleh pengikatan spirochaeta dengan
sel endotel yang dapat sembuh dengan jaringan parut.

6. Klasifikasi
Klasifikasi dari Penyakit Sifilis secara khusus, antara lain:
a. Sifilis Stadium I : Terjadi efek primer berupa papul, tidak nyeri (indolen). Sekitar
3 minggu kemudian terjadi penjalaran ke kelenjar inguinal medial.Timbul lesi
pada alat kelamin, ekstragenital seperti bibir, lidah, tonsil, puting susu, jari dan
anus, misalnya pada penularan ekstrakoital.
b. Sifilis Stadium II : Gejala konstitusi seperti nyeri kepala, subfebris, anoreksia,
nyeri pada tulang, leher, timbul macula, papula, pustul, dan rupia. Kelainan selaput
lendir, dan limfadenitis yang generalisata.
c. Sifilis Stadium III : Terjadi guma setelah 3 – 7 tahun setelah infeksi. Guma dapat
timbul pada semua jaringan dan organ, membentuk nekrosis sentral juga
ditemukan di organ dalam, yaitu lambung, paru-paru, dll. Nodus di bawah kulit
(dapat berskuma), tidak nyeri.
d. Sifilis Kongenital :
1) Sifilis Kongenital Dini : Dapat muncul beberapa minggu (3 minggu) setelah
bayi dilahirkan. Kelainan berupa vesikel, bula, pemfigus sifilitika, papul,
skuma, secret hidung yang sering bercampur darah, adanya osteokondritis pada
foto roentgen.
2) Sifilis Kongenital Lanjut : Terjadi pada usia 2 tahun lebih. Pada usia 7 – 9
tahun dengan adanya keratitis intersial (menyebabkan kebutaan), ketulian, gigi
Hutchinson, paresis, perforasi palatum durum, serta kelainan tulang tibia dan
frontalis.

5
3) Sifilis Stigmata : Terdapat garis-garis pada sudut mulut yang jalannya radier,
gigi Hutchinson, gigi molar pertama berbentuk murbai dan penonjolan tulang
frontal kepala (frontal bossing).
e. Sifilis Kardiovaskular : Umumnya bermanifestasi selama 10 – 20 tahun setelah
infeksi. Biasanya disebabkan oleh nekrosis aorta yang berlanjut ke arah katup dan
ditandai oleh insufisiensi aorta atau aneureksma, berbentuk kantong pada aorta
torakal.
f. Neurosifilis :
1) Neurosifilis asimtomatik. : Pada sifilis ini tidak ada tanda dan gejala kerusakan
susunan saraf pusat. Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan
kenaikan sel, protein total dan tes serologis reaktif.
2) Neurosifilis meningovaskuler : Adanya tanda kerusakan susunan saraf pusat
yakni kerusakan pembuluh darah serebru, infark dan ensefalomalasia.
Pemeriksaan sumsum tulang belakang menunjukan kenaikan sel, protein total
dan tes serologis reaktif.
3) Neurosifilis parekimatosa yang terdiri dari paresis dan tabes dorsalis : Gejala
dan tanda paresis sangatlah banyak dan menunjukan penyebaran kerusakan
parenkimatosa. Gejala tabes dorsalis, yaitu parestesia, ataksia, arefleksia,
gangguan kandungan kemih, impotensi dan perasaan nyeri.

7. Gejala Klinis
a. Sifilis primer: Berlangsung selama 10 - 90 hari sesudah infeksi ditandai oleh
Chancre sifilis dan adenitis regional. Papula tidak nyeri tampak pada tempat
sesudah masuknya Treponema pallidum. Papula segera berkembang menjadi ulkus
bersih, tidak nyeri dengan tepi menonjol yang disebut chancre. Infeksinya sebagai
lesi primer akan terlihat ulserasi (chancre) yang soliter, tidak nyeri, mengeras, dan
terutama terdapat di daerah genitalia disertai dengan pembesaran kelenjar regional
yang tidak nyeri. Chancre biasanya pada genitalia berisi Treponema pallidum yang
hidup dan sangat menular, chancre extragenitalia dapat juga ditemukan pada

6
tempat masuknya sifilis primer. Chancre biasanya bisa sembuh dengan sendirinya
dalam 4 – 6 minggu dan setelah sembuh menimbulkan jaringan parut. Penderita
yang tidak diobati infeksinya berkembang ke manifestasi sifilis sekunder.
b. Sifilis Sekunder : Terjadi sifilis sekunder, 2–10 minggu setelah chancre sembuh.
Manifestasi sifilis sekunder terkait dengan spiroketa dan meliputi ruam, mukola
papuler non pruritus, yang dapat terjadi diseluruh tubuh yang meliputi telapak
tangan dan telapak kaki; Lesi pustuler dapat juga berkembang pada daerah yang
lembab di sekitar anus dan vagina, terjadi kondilomata lata (plak seperti veruka,
abu–abu putih sampai eritematosa). Dan plak putih disebut (Mukous patkes) dapat
ditemukan pada membran mukosa, gejala yang ditimbulkan dari sifilis sekunder
adalah penyakit seperti flu seperti demam ringan, nyeri kepala, malaise, anoreksia,
penurunan berat badan, nyeri tenggorokan, mialgia, dan artralgia serta
limfadenopati menyeluruh sering ada. Manifestasi ginjal, hati, dan mata dapat
ditemukan juga, meningitis terjadi 30% penderita. Sifilis sekunder
dimanifestasikan oleh pleositosis dan kenaikan cairan protein serebrospinal
(CSS), tetapi penderita tidak dapat menunjukkan gejala neurologis sifilis laten.
c. Relapsing sifilis : Kekambuhan penyakit sifilis terjadi karena pengobatan yang
tidak tepat dosis dan jenisnya. Pada waktu terjadi kekambuhan gejala – gejala
klinik dapat timbul kembali, tetapi mungkin juga tanpa gejala hanya perubahan
serologinya yaitu dari reaksi STS (Serologis Test for Syfilis) yang negatif menjadi
positif. Gejala yang timbul kembali sama dengan gejala klinik pada stadium sifilis
sekunder. Relapsing sifilis yang ada terdiri dari :
a) Sifilis laten :Fase tenang yang terdapat antara hilangnya gejala klinik sifilis
sekunder dan tersier, ini berlangsung selama 1 tahun pertama masa laten (laten
awal). Tidak terjadi kekambuhan sesudah tahun pertama disertai sifilis lambat
yang tidak mungkin bergejala. Sifilis laten yang infektif dapat ditularkan
selama 4 tahun pertama sedang sifilis laten yang tidak menular berlangsung
setelah 4 tahun tersebut. Sifilis laten selama berlangsung tidak dijumpai gejala
klinik hanya reaksi STS positif.

7
b) Sifilis tersier : Sifilis lanjut ini dapat terjadi bertahun – tahun sejak sesudah
gejala sekunder menghilang. Pada stadium ini penderita dapat mulai
menunjukkan manifestasi penyakit tersier yang meliputi neurologis,
kardiovaskuler dan lesi gummatosa, pada kulit dapat terjadi lesi berupa nodul,
noduloulseratif atau gumma. Gumma selain mengenai kulit dapat mengenai
semua bagian tubuh sehingga dapat terjadi aneurisma aorta, insufisiensi aorta,
aortitis dan kelainan pada susunan syaraf pusat (neurosifilis).
c) Sifilis kongenital : Sifilis kongenital yang terjadi akibat penularan dari ibu
hamil yang menderita sifilis kepada anaknya melalui plasenta. Ibu hamil
dengan sifilis dengan pengobatan tidak tepat atau tidak diobati akan
mengakibatkan sifilis kongenital pada bayinya. Infeksi intrauterin dengan sifilis
mengakibatkan anak lahir mati, infantille congenital sifilis atau sifilis timbul
sesudah anak menjadi besar dan bahkan sesudah dewasa. Pada infantil
kongenital sifilis bayi mempunyai lesi – lesi mukokutan. Kondiloma, pelunakan
tulang – tulang panjang, paralisis dan rinitis yang persisten. Sedangkan jika
sifilis timbul sesudah anak menjadi besar atau dewasa maka kelainan yang
timbul pada umumnya menyangkut susunan syaraf pusat misalnya parasis atau
tabes, atrofi nervous optikus dan tuli akibat kelainan syaraf nervous
kedelapan, juga interstitial keratitis, stig mata tulang dan gigi, saddel – nose,
saber shin ( tulang kering terbentuk seperti pedang ) dan kadang – kadang gigi
Hutchinson dapat dijumpai. Prognosis sifilis kongenital tergantung beratnya
infeksi tetapi kelainan yang sudah terjadi akibat neurosifilis biasanya sudah bisa
disembuhkan. (Soedarto, 1990).

8
8. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan fisik : Keadaan umum, Kesadaran, status gizi, TB, BB, suhu, TD,
nadi, respirasi.
b. Pemeriksaan sistemik : Kepala (mata, hidung, telinga, gigi&mulut), leher
(terdapat perbesaran tyroid atau tidak), tengkuk, dada (inspeksi, palpasi, perkusi,
auskultasi), genitalia, ekstremitas atas dan bawah.

9. Pemeriksaan penunjang
Untuk menentukan diagnosis sifilis maka dilakukan pemeriksaan klinik, serologi atau
pemeriksaan dengan mengunakan mikroskop lapangan gelap (darkfield microscope).
Pada kasus tidak bergejala diagnosis didasarkan pada uji serologis treponema dan non
protonema. Uji non protonema seperti Venereal Disease Research Laboratory (
VDRL ). Untuk mengetahui antibodi dalam tubuh terhadap masuknya Treponema
pallidum. Hasil uji kuantitatif uji VDRL cenderung berkorelasi dengan aktifitas
penyakit sehingga amat membantu dalam skrining, titer naik bila penyakit aktif
(gagal pengobatan atau reinfeksi) dan turun bila pengobatan cukup. Kelainan sifilis
primer yaitu chancre harus dibedakan dari berbagai penyakit yang ditularkan melalui
hubungan kelamin yaitu chancroid, granuloma inguinale, limfogranuloma venerium,
verrucae acuminata, skabies, dan keganasan (kanker).
a. Pemeriksaan laboratorium (kimia darah, ureum, kreatinin, GDS, analisa urin,
darah rutin)
1) pemeriksaan T Palidum
Cara pemeriksaannya adalah : mengambil serum dari lesi kulit dan dilihat
bentuk dan pergerakannya dengan microskop lapangan gelap. Pemeriksaan
dilakukan 3 hari berturut-turut jika pada hasil pada hari 1 dan 2 negatif
sementara itu lesi dikompres dengan larutan garam saal bila negative bukan
selalu berarti diagnosisnya bukan sifilis , mungkin kumannya terlalu sedikit.
2) pemeriksaan TSS
TSS atau serologic test for sifilis . TSS dibagi menjadi 2 :

9
a) Test non treponemal : pada test ini digunakan antigen tidak spesifik yaitu
kardiolopin yang dikombinasikan dengan lesitin dan kolesterol, karena itu
test ini dsdapat memberi Reaksi Biologik Semu (RBS) atau Biologic Fase
Positif (BFP).
Contoh test non treponemal :
(1) Test fiksasi komplemen : Wasseman (WR) kolmer
(2) Test flokulasi : VDRL (Venereal Disease Research Laboratories). Kahn,
RPR (Rapid Plasma Reagin), ART (Automated Reagin Test), dan RST
(Reagin Screen Test).
b) Tes treponemal
Test ini bersifat spesifik karena antigennya ialah treponema atau ekstratnya
dan dapat digolongkan menjadi 4 kelompok :
(1) Tes immobilisasi : TPI (Treponemal Pallidium Immbolization Test)
(2) Test Fiksasi Komplemen : RPCF (Reiter Protein Complement Fixation
Test)
(3) Tes Imunofluoresen : FTA-Abs (Fluorecent treponemal Antibody
Absorption Test), ada dua : IgM, IgG; FTA-Abs DS (Fluorecent
treponemal Antibody – Absorption Double Staining)
(4) Tes hemoglutisasi : TPHA (Treponemal pallidum Haemoglutination
Assay),19S IgM SPHA (Solid-phase Hemabsorption Assay), HATTS
(Hemagglutination Treponemal Test for Syphilis), MHA-TP
(Microhemagglutination Assay for Antibodies to Treponema pallidum).
b. Pemeriksaan Yang Lain
Sinar Rontgen dipakai untuk melihat kelainan khas pada tulang, yang dapat terjadi
pada sifilis kongenital. Juga pada sifilis kardiovaskuler, misalnya untuk melihat
aneurisma aorta. Pada neurosifilis,test koloidal emas sudah tidak dipakai lagi
karena tidak khas. Pemeriksaan jumlah sel dan protein total pada likuor
serebrospinalis hanya menunjukan adanya tanda inflamasi pada susunan saraf
pusat dan tidak selalu berarti terdapat neurosifilis. Harga normal iyalah 0-3

10
sel/mm3, Jika limfosit melebihi 5/mm3 berarti ada peradangan. Harga normal
protein total ialah 20-40 mg/100 mm3, jika melebihi 40 mg/mm3 berarti terdapat
peradangan:
1) Histopatologi
Kelainan yang utama pada sifilis ialah proliferasi sel-sel endotel terutama terdiri
atas infiltrate perivaskular tersusun oleh sel-sel limpoid dan sel-sel plasma.
2) Imunologi
Pada percobaan kelinci yang disuntik dengan T.Pallidium secara intradermal,
yang sebelumnya telah diberi serum penderita sifilis menunjukan adanya
antibody. Terdapat dua antibody yang khas yaitu terhadap T. Pallidum dan yang
tidak khas yaitu yang ditujukan pada golongan antigen protein Spirochaetales
yang pathogen

10. Penatalaksanaan
a. Penatalaksanaan Medis : Penderita sifilis diberi antibiotik penisilin (paling
efektif). Bagi yang alergi penisillin diberikan tetrasiklin 4×500 mg/hr, atau
eritromisin 4×500 mg/hr, atau doksisiklin 2×100 mg/hr. Lama pengobatan 15
hari bagi S I & S II dan 30 hari untuk stadium laten. Eritromisin diberikan
bagi ibu hamil, efektifitas meragukan. Doksisiklin memiliki tingkat absorbsi
lebih baik dari tetrasiklin yaitu 90-100%, sedangkan tetrasiklin hanya 60-80%.
Obat lain adalah golongan sefalosporin, misalnya sefaleksin 4×500 mg/hr
selama 15 hari, Sefaloridin memberi hasil baik pada sifilis dini, Azitromisin
dapat digunakan untuk S I dan S II.
1) Sifilis primer dan sekunder
a) Penisilin benzatin G dosis 4,8 juta unit IM (2,4juta unit/kali) dan
diberikan 1 x seminggu
b) Penisilin prokain dalam aqua dengan dosis 600.000 unit injeksi IM
sehari selama 10 hari.

11
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 4,8 juta unit,
diberikan 2,4 juta unit/kali sebanyak dua kali seminggu.
2) Sifilis laten
a) Penisilin benzatin G dosis total 7,2 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 12 juta unit (600.000
unit sehari).
c) Penisilin prokain +2% alumunium monostearat, dosis total 7,2 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu).
3) Sifilis III
a) Penisilin benzatin G dosis total 9,6 juta unit
b) Penisilin G prokain dalam aqua dengan dosis total 18 juta unit (600.000
unit)
c) Penisilin prokain + 2% alumunium monostearat, dosis total 9,6 juta unit
(diberikan 1,2 juta unit/kali, dua kali seminggu)
4) Untuk pasien sifilis I dan II yang alergi terhadap penisilin, dapat diberikan:
a) Tertrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 15 hari.
5) Untuk pasien sifilis laten lanjut (> 1 tahun) yang alergi terhadap penisilin,
dapat diberikan:
a) Tetrasiklin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari
b) Eritromisin 500mg/oral, 4x sehari selama 30 hari.
Obat ini tidak boleh diberikan pada wanita hamil, menyusui, dan anak-anak
b. Penatalaksanaan Keperawatan
Memberikan pendidikan kepada pasien dengan menjelaskan hal-hal sebagai
berikut:
1) Bahaya PMS dan komplikain
2) Pentingnya mamatuhi pengobatan yang diberikan
3) Cara penularan PMS dan pengobatan untuk pasangan seks tetapnya

12
4) Hindari hubungan seks sebelum sembuh dan memakai kondom jika tidak
dapat dihindarkan lagi.
5) Pentingnya personal hygiene khususnya pada alat kelamin
6) Cara-cara menghindari PMS di masa mendatang.

11. Program Diet


1) Kebutuhan zat gizi ditambah 10-25% dari kebutuhan minimum.
2) Ps diberikan porsi makanan kecil tetapi sering.
3) Konsumsi protein berkualitas tinggi dan mudah dicerna.
4) Sayuran dan buah-buah untuk jus.
5) Susu rendah lemak dan sudah dipasteurisasi setiap hari (susu sapi atau
kedelai).
6) Hindari makanan di awetkan atau beragi.
7) Makanan bebas dari pestisida atau zat kimia.
8) Rendah serat, makanan lunak atau cair, jika ada gangguan saluran
pencernaan.
9) Rendah laktosa dan lemak jika ps diare.
10) Hindari rokok, kafein dan alcohol.

12. Komplikasi
Tanpa pengobatan, sifilis dapat membawa kerusakan pada seluruh tubuh.
Sifilis juga meningkatkan resiko infeksi HIV, dan bagi wanita, dapat
menyebabkan gangguan selama hamil. Pengobatan dapat membantu mencegah
kerusakan di masa mendatang tapi tidak dapat memperbaiki kerusakan yang
telah terjadi.
a. Benjolan kecil atau tumor: Disebut gummas, benjolan-benjolan ini dapat
berkembang dari kulit, tulang, hepar, atau organ lainnya pada sifilis tahap
laten. Jika pada tahap ini dilakukan pengobatan, gummas biasanya akan
hilang.

13
b. Masalah Neurologi: Pada stadium laten, sifilis dapat menyebabkan beberapa
masalah pada nervous sistem, seperti:
1) Stroke
2) Infeksi dan inflamasi membran dan cairan di sekitar otak dan spinal cord
(meningitis)
3) Koordinasi otot yang buruk
4) Numbness (mati rasa)
5) Paralysis
6) Deafness or visual problems
7) Personality changes
8) Dementia
c. Masalah kardiovaskular: Ini semua dapat meliputi bulging (aneurysm) dan
inflamasi aorta, arteri mayor, dan pembuluh darah lainnya. Sifilis juga dapat
menyebabkan valvular heart desease, seperti aortic valve stenonis.
d. Infeksi HIV
Orang dewasa dengan penyakit menular seksual sifilis atau borok genital
lainnya mempunyai perkiraan dua sampai lima kali lipat peningkatan resiko
mengidap HIV. Lesi sifilis dapat dengan mudah perdarahan, ini
menyediakan jalan yang sangat mudah untuk masuknya HIV ke aliran darah
selama aktivitas seksual.
e. Komplikasi kehamilan dan bayi baru lahir
Sekitar 40% bayi yang mengidap sifilis dari ibunya akan mati, salah satunya
melalui keguguran, atau dapat hidup namun dengan umur beberapa hari saja.
Resiko untuk lahir premature juga menjadi lebih tinggi.

14
BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
Perawat menghubungkan riwayat sifilis dengan kategori berikut :
a. Anamnesa
1) Ps mengeluh nyeri pada tulang.
2) Ps mengeluh tidak nafsu makan.
3) Ps mengeluh nyeri pada kepala.
4) Ps mengeluh kesemutan.
b. Pemeriksaan Fisik
1) Anoreksia dan BB menurun.
2) Demam subfebris.
3) Ulkus merah pada penis dan anus.
4) Arthritis dan paresis.

2. Diagnosa Keperawatan
a. Nyeri akut berhubungan dengan kerusakan jaringan sekunder ulkus mole, pasca
drainase.
b. Hipertermi berhubungan dengan respons sistemik ulkus mole
c. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan adanya ulkus pada genetalia
d. Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan ulkus merah pada penis dan anus serta
demam subfebris.
e. Kurang pengetahuan berhubungan dengan cara penularan penyakit

15
3. Rencana Keperawatan
No Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi Rasional
Dx
Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tanda- tanda vital (TD, N, 1. Tanda- tanda vital dapat menunjukan tingkat
1
keperawatan selama …x… jam, RR) perkembangan pasien
diharapkan nyeri berkurang/hilang, 2. Kaji keluhan, lokasi, intensitas, 2. Mengindikasikan kebutuhan untuk intervensi
dengan kriteria hasil : frekuensi dan waktu terjadinya dan tanda-tanda perkembangan atau resolusi
 Pasien tidak mengeluh nyeri nyeri (PQRST) komplikasi
 Skala nyeri 0-1 (0-4) 3. Lakukan dan awasi latihan 3. Mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
 Pasien tidak gelisah rentang gerak aktif dan pasif.
4. Dorong ekspresi, perasaan tentang 4. Pernyataan memungkinkan pengungkapan
nyeri. emosi dan apat meningkatkan mekanisme
koping
5. Ajarkan teknik relaksasi, 5. Memfokuskan kembali pehatian,
distraksi, massage, guiding meningkatkan relaksasi dan meningkatkan
imajenery. rasa control yang dapat menurunkan
ketergantungan farmakologis
6. Jelaskan dan bantu pasien dengan 6. Pendekatan dengan menggunakan relaksasi

16
tindakan pereda nyeri dan nonfarmakologi lainnya telah
nonfarmakologi dan noninvasive menunjukkan keefektifan dalam mengurangi
nyeri.
7. Kolaborasi dengan dokter 7. Analgetik memblok lintasan nyeri sehingga
pemberian analgesik sesuai nyeri akan berkurang
indikasi
2. Setelah dilakukan asuhan 1. Pantau suhu pasien (derajat dan 1. Suhu 38,9-41derajat C menunjukkan proses
keperawatan selama …x… jam, pola) infeksius
diharapkan suhu tubuh dalam 2. Berikan kompres hangat 2. Membantu mengurangi demam
rentang normal, dengan kriteria 3. Anjurkan pasien untuk banyak 3. Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang
hasil : minum 1500-2000 cc/hari akibay evaporasi
 Suhu tubuh normal (36 – 4. Anjurkan pasien untuk 4. Memeberikan rasa nyaman dan pakaian yang
37C). menggunakan pakaian yang tipis tipis mudah menyerap keringat dan tidak
 Kulit tidak pasnas, tidak dan mudah menyerap keringat merangsang peningkatan suhu tubuh.
kemerahan, 5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Pemberian cairan sangat penting bagi pasien
 Turgor kulit elastic cairan intravena dan antipiretik dengan suhu tubuh yang tinggi. Antipiretik

 Mukosa bibir lembab untuk menurunkan panas tubuh pasien.

3. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji kerusakan kulit yang terjadi 1. Menjadi data dasar untuk memberikan
keperawatan selama …x… jam, pada klien informasi intervensi perawatan luka, alkat

17
diharapkan integritas kulit apa yang akan dipakai dan jenis larutan apa
membaik secara optimal, dengan yang akan digunakan.
kriteria hasil : 2. Catat ukuran atau warna, 2. Memberikan informasi dasar tentang
 Pertumbuhan jaringan kedalaman luka dan kondisi sekitar kebutuhan dan petunjuk tentang sirkulasi
meningkat luka.
 Keadaan luka membaik 3. Lakukan perawatan luka dengan 3. Perawatan luka dengan teknik steril dapat
 Luka menutup teknik steril. mengurangi kontaminasi kuman langsung ke

 Mencapai penyembuhan luka area luka.

tepat waktu 4. Bersihkan area perianal dengan 4. Mencegah meserasi dan menjaga perianal

. membersihkan feses menggunakan tetap kering.


air.
5. Tingkatkan asupan nutrisi 5. Diet TKTP diperlukan untuk meningkatkan
6. Anjurkan pasien untuk menjaga asupan dari kebutuhan pertumbuhan jaringan
kebersihan kulit dengan cara 6. Menjaga kebersihan kulit dan mencegah
mandi sehari 2 kali komplikasi
7. Ubah posisi dengan sering tiap 2 7. Mengurangi tekanan pada area yang sama
jam
8. Kolaborasi dalam pemberian obat
8. Mencegah atau mengontrol infeksi
antibiotika topical

18
4. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji TTV terutama suhu. 1. Suhu meningkat menunjukkan terjadinya
keperawatan selama …x… jam, 2. Kaji adanya tanda-tanda infeksi infeksi
diharapkan infeksi berkurang atau 3. Observasi daerah kulit yang 2. Untuk mengetahui terjadinya infeksi
hilang teratasi, dengan kriteria mengalami kerusakan, cacat sehingga dapat di tangani
hasil : karakteristik drainase dan adanya 3. Deteksi dini pengembangan infeksi
 Tidak ada tanda-tanda inflamasi. memungkinkan melakukan tindakan
infeksi pencegahan komplikasi.
 Tidak ada drainase purulen
 Suhu tubuh normal 4. Berikan perawatan dengan teknik 4. Cuci tangan merupakan cara pertama untuk
antiseptic dan aseptic, menghindari infeksi nosokomial
Pertahankan teknik cuci tangan
yang efektif.
5. Kolaborasi dalam pemberian 5. Dapat mencegah penyebaran/melindungi ps
antibiotic. dari proses infeksi lain.
5. Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien 1. Memberikan data dasar untuk mengetahi
keperawatan selama …x… menit, tingkat pemahaman pasien
diharapkan terpenuhinya 2. Beritahukan pasien/ orang terdekat 2. Informasi dibutuhkan untuk meningkatkan
pengetahuan pasien tenteng mengenai dosis, aturan dan efek perawatan diri, untuk menambah kejelasan
kondisi penyakit, dengan kriteria efektivitas pengobatan dan mencegah

19
hasil : 3. Jelaskan tentang pentingnya komplikasi
 Mengungkapkan pengertian pengobatan antibakteri 3. Pemberian antibakteri di rumah dibutuhkan
tentang proses infeksi, 4. Beri nasehat kepada pasien untuk untuk mengurangi invasi bakteri pada kulit
tindakan yang dibutuhkan menjaga agar kulit tetap lembab 4. Pioderma memerlukan air agar fleksibelitas
dengan kemungkinan dan fleksibel dengan pengolesan kulit tetap terjaga. Pengolesan cream atau
komplikasi. cream atau lotion lotion untuk mencegah agar kulit tidak
 Mengenal perubahan gaya menjadi kasar, retak dan bersisik
hidup/ tingkah laku untuk 5. Peragakan penerapan terapi yang 5. Memungkinkan pasien untukmemperoleh
mencegah terjadinya diprogramkan : obat topical kesempatan untuk menunjukkan cara yang
komplikasi. tepat untuk melakukan terapi

20
4. Implementasi Keperawatan
Disesuaikan dengan intervensi yang ada

5. Evaluasi Keperawatan
Dx 1: Pasien tidak mengeluh nyeri, Skala nyeri 0-1 (0-4), Pasien tidak gelisah.
Dx 2: Suhu tubuh normal (36 – 37oC), Kulit tidak pasnas, tidak kemerahan, Turgor
kulit elastic, Mukosa bibir lembab.
Dx 3: Pertumbuhan jaringan meningkat ,Keadaan luka membaik, Luka menutup,
Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
Dx 4: Tidak ada tanda-tanda infeksi, Tidak ada drainase purulen.
Suhu tubuh normal (35,7 -37. 2oC).
Dx 5: Mengungkapkan pengertian tentang proses infeksi, tindakan yang dibutuhkan
dengan kemungkinan komplikasi, Mengenal perubahan gaya hidup/ tingkah
laku untuk mencegah terjadinya komplikasi.

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sifilis merupakan Infeksi Menular Seksual (IMS) yang disebabkan oleh bakteri
Treponema pallidum. Sifilis bersifat kronik dan sistemik karena memiliki masa laten,
dapat menyerang hampir semua alat tubuh, menyerupai banyak penyakit, dan
ditularkan dari ibu ke janin. Pada umumnya penularan sifilis melalui kontak langsung
terjadi melalui hubungan seksual, hubungan seksual ini bisa berbentuk seks vaginal,
anal, maupun oral. Penyakit ini tidak dapat menular karena meggunakan handuk secara
bergantian dengan penderita sifilis, pegangan pintu atau tempat duduk WC.
Pengobatan penyakit sifilis dapat dilakukan dengan cara penyuntikan antibiotik berupa
suntikan penisilin.

22
DAFTAR PUSTAKA

Djuanda,Adhi.2007.Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin.Jakarta:FKUI


Doenges,Marilyin E.1999. Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta:EGC
Mansjoer,Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran.Jakarta:Medis Aesculapius
NANDA Internasional. 2012. Diagnosis Keperawatan Definisi dan Klasifikasi 2012-2014.
Jakarta:EGC.
Price,Sylvia Anderson.2005.Patofisiologi.Jakarta:EGC
Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC
Smeltzer,Suzzanne C 2001.Keperawatan Medikal Bedah.Jakarta:EGC

23
24

Anda mungkin juga menyukai