TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanah
Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang
telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air,
udara, dan macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah
mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil
pelapukan (Dokuchaev 1870)
Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-
horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai
hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi
energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam
suatu lingkungan alam (Soil Survey Staff, 1999)
Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh
(sampling) pada saat pemboran. (Hendarsin, 2000)
e. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.
f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm
Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok dan
subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah
yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks
tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran dan plastisitas.
Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan
teknik fondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis.
Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk
spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi berdasarkan Unified
System (Das, 1995), tanah dikelompokkan menjadi:
o Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dan 50% bahanya tertahan
pada ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil dengan
simbol G (gravel), dan pasir dengan simbol S (sand)
o Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada
saringan No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M
(silt), lempung dengan simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik
dengan symbol O, bergantung pada tanah itu terletak pada grafik
plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas
tinggi
Adapun simbol simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini
adalah :
Tanah lempung terdiri dari butir – butir yang sangat kecil ( < 0.002 mm) dan
menunjukkan sifat – sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan
bahwa bagian – bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah
sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah – rubah tanpa perubahan isi
atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan – retakan atau
terpecah – pecah (Wesley, 1977). Warna tanah pada tanah lempung tidak
dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya
perbedaan yang dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur
Natrium saja yang paling mendominasi.
a. Hidrasi
b. Aktivitas (A)
Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak
murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas
Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan
keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil
yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan
air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas
dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif
pada ujung yang berbeda (dipolar).Fenomena hanya terjadi pada air yang
molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti
karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi
apapun.
Bila pada tanah yang berada pada kondisi cair (titik P) kemudian kadar
airnya berkurang hingga titik Q, maka tanah menjadi lebih kaku dan tidak lagi
mengalir seperti cairan. Kadar air pada titik Q ini disebut dengan batas cair (liquid
limit) yang disimbolkan dengan LL. Bila tanah terus menjadi kering hingga titik
R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak yang mana kadar air pada
batas ini disebut dengan batas plastis (plastic limit), PL. Rentang kadar air dimana
tanah berada dalam kondisi plastis, antara titik Q - R, disebut dengan indek
plastisitas (plasticity index), PI, yang dirumuskan :
PI = LL – PL
Dengan:
Pasir merupakan partikel penyusun tanah yang sebagian besar terdiri dari
mineral quartz dan feldspar. Sifat-sifat yang dimiliki tanah pasir adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran butiran antara 2 mm – 0,075 mm
b. Bersifat non kohesif
c. Kenaikan air kapiler yang rendah
d. Memiliki nilai koefisien permeabilitas antara 1,0 – 0,001 cm/det
e. Proses penurunan sedang sampai cepat
Suatu tanah dapat dikatakan lempung berpasir bila lebih dari 50%
mengandung butiran lebih kecil dari 0,002 mm dan sebagian besar lainnya
mengandung butiran antara 2 – 0,075 mm. Pada Sistim Klasifikasi USCS (ASTM
D 2487-66T) tanah lempung berpasir digolongkan pada tanah dengan simbol CL.
Beberapa asumsi dasar dalam analisis konsolidasi satu arah, antara lain
tanah bersifat homogen, tanah jenuh sempurna (Sr = 100%), partikel/butiran tanah
dan air bersifat inkompresibel (tak termampatkan), arah pemampatan dan aliran
air pori terjadi hanya dalam arah vertikal. Ketebalan lapisan tanah yang
diperhitungkan adalah setebal lapisan tanah lempung jenuh air yang ditinjau.
PVD yang dipasang pada area dibawah beban surcharge berfungsi untuk
merubah nilai excess pore water pressure pada tanah. Keluarnya air dari dalam
tanah akibat beban surcharge diatasnya tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses konsolidasi pada lapisan tanah tersebut dan akan menyebabkan terjadinya
pemampatan. Beban surcharge yang diletakkan diatas tanah dasar tersebut
tergantung dari karakteristik dari tanah, jarak antara PVD dan tipe PVD yang
dipilih.
Dalam praktek usaha perbaikan tanah sering dijumpai dari cara yang
tradisional sampai cara yang modern. Kedua cara tersebut dapat diterima tetapi
secara ekonomi pada prinsipnya adalah stabilitas tanah ini untuk mencari
alternatif perbaikan tanah yang termurah dan berkonsidi cukup stabil. Hampir
selalu usaha perbaikan tanah menjadi mahal karena menyangkut perbaikan tanah
dalam volume yang sangat besar. Ada beberapa metode yang bisa digunakan
untuk perbaikan tanah yaitu :
a. Metode gilasan
c) Roda baja bergigi : alat berat gilas dengan berat kotor w = 8,10 dan 12 ton
b. Metode tumbukan
a. Metode Getaran
Tanah lempung lunak jenuh adalah tanah dengan rongga kapiler yang sangat
kecil sehingga proses konsolidasi saat tanah dibebani memerlukan waktu cukup
lama, sehingga untuk mengeluarkan air dari tanah secara cepat adalah dengan
mebuat vertical drain pada radius tertentu sehingga air yang terkandung dalam
tanah akan termobilisasi keluar melalui vertical drain yang telah terpasang.
Vertical drain ini dapat berupa stone column atau menggunakan material
fabricated lainnya. Pekerjaan vertical drain ini biasanya dikombinasikan dengan
pekerjaan pre-load berupa timbunan tanah, dengan maksud memberikan beban
pada tanah sehingga air yang terkandung dalam tanah bisa termobilisasi dengan
lebih cepat.
Metode perbaikan dengan cara ini adalah metode perbaikan tanah dengan
menggunakan material buatan berupa polymer sintesis jenis-jenisnya adalah
sebagai berikut :
a) Geotekstil
b) Geomembrane
c) Geogrid
d) Geonet
e) Geomat
f) Geosynthetic Clay Liner Atau GCL
g) Geopipe
h) Geocomposi
i) Geocell
Sumber: metode kerja perbaikan tanah lunak dengan prefabricated vertical drain
metode vacuum preloading
Dalam metode vaccum prealoding ini tentu saja ada manfaat yang akan
terjadi berikit beberapa manfaat dari metode vacuum itu sendiri.
1. Tanah yang mulanya tidak stabil menjadi stabil. Dengan adanya perbaikan
tanah yang semula masih lembek menjadi keras sehinnga bangunan yang
akan dibangun diatasnya tidak akan mengalami keruntuhan karena
penurunan tanah.
2. Umur bangunan akan lebih panjang ini disebabkan karena tidak ada
penurunan tanah sewaktu waktu dan tanah lebih stabil sehingga umur
bangunan sesuai dengan rancangan.
3. Tanah tidak akan kembali menjadi lahan gambut atau menjadi lembek lagi
karena tekanan yang sudah diberikan akan membuat tanah tetap dalam
keadan keras.
4. Ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia yang dapat
mencamri lingkungan atau merusak lingkungan karena tanah yang
digunakan untuk timbunan.
5. Tidak membutuhkan material timbunan. Semakin hari tentu saja material
alam semakin berkurang disebabkan karena aktifitas pembangunan yang
banyak. Dengan menggunakan metode vacuum prealoding ini beban yang
dihasilkan oleh timbunan sebsar 80 kpa (sekitar 4-5 meter) dapat tergantikan
oleh metode vacuum ini.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk konstruksi vacuum lebih pendek karena tidak
menuggu pengiriman timbunan. Karena biasanya pengiriman timbunan
terkadang selalu telat dari jadwal yang ditentukan itu disebabkan karena
bahan material yang sulit,medan yang terjal atau sulit dilalui oleh truck yang
membawa timbunan dan kondisi alam yang terkadang tidak menentu
sehinnga pengiriman terhambat.
7. Dapat mengontrol kecepatan dan besarnya beban penurunan.
8. Stabilitas tanah lebih tinggi.
9. Resiko longsor atau pergerakan tanah lateral lebih kecil.
10. Mengurangi penurunan yang masih akan terjadi setelah masa konstruksi
selesai.
11. Meminimalkan pengaruh terhadap lingkungan sekitar.