Anda di halaman 1dari 24

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah

Tanah adalah lapisan permukaan bumi yang berasal dari material induk yang
telah mengalami proses lanjut, karena perubahan alami dibawah pengaruh air,
udara, dan macam - macam organisme baik yang masih hidup maupun yang telah
mati. Tingkat perubahan terlihat pada komposisi, struktur dan warna hasil
pelapukan (Dokuchaev 1870)

Tanah merupakan suatu benda alam yang tersusun dari padatan (bahan
mineral dan bahan organik), cairan dan gas, yang menempati permukaan daratan,
menempati ruang, dan dicirikan oleh salah satu atau kedua berikut: horison-
horison, atau lapisan-lapisan, yang dapat dibedakan dari bahan asalnya sebagai
hasil dari suatu proses penambahan, kehilangan, pemindahan dan transformasi
energi dan materi, atau berkemampuan mendukung tanaman berakar di dalam
suatu lingkungan alam (Soil Survey Staff, 1999)

Tanah (soil) menurut teknik sipil dapat didefinisikan sebagai sisa atau
produk yang dibawa dari pelapukan batuan dalam proses geologi yang dapat
digali tanpa peledakan dan dapat ditembus dengan peralatan pengambilan contoh
(sampling) pada saat pemboran. (Hendarsin, 2000)

Tanah menurut Bowles (1991) adalah campuran partikel-partikel yang


terdiri dari salah satu atau seluruh jenis berikut :

a. Berangkal (boulders), merupakan potongan batu yang besar, biasanya lebih


besar dari 250 mm sampai 300 mm. Untuk kisaran antara 150 mm sampai
250 mm, fragmen batuan ini disebut kerakal (cobbles)

b. Kerikil (gravel), partikel batuan yang berukuran 5 mm sampai 150 mm.

c. Pasir (sand), partikel batuan yang berukuran 0,074 mm sampai 5 mm,


berkisar dari kasar (3-5 mm) sampai halus (kurang dari 1 mm).
d. Lanau (silt), partikel batuan berukuran dari 0,002 mm sampai 0,074 mm.
Lanau dan lempung dalam jumlah besar ditemukan dalam deposit yang
disedimentasikan ke dalam danau atau di dekat garis pantai pada muara
sungai.

e. Lempung (clay), partikel mineral berukuran lebih kecil dari 0,002 mm.
Partikel-partikel ini merupakan sumber utama dari kohesi pada tanah yang
kohesif.

f. Koloid (colloids), partikel mineral yang “diam” yang berukuran lebih kecil
dari 0,001 mm

Istilah tanah dalam bidang mekanika tanah dapat digunakan mencakup


semua bahan seperti lempung, pasir, kerikil dan batu-batu besar. Metode yang
dipakai dalam teknik sipil untuk membedakan dan menyatakan berbagai tanah,
sebenarnya sangat berbeda dibandingkan dengan metode yang dipakai dalam
bidang geologi atau ilmu tanah. Sistem klasifikasi yang digunakan dalam
mekanika tanah dimaksudkan untuk memberikan keterangan mengenai sifat-sifat
teknis dari bahan-bahan itu dengan cara yang sama, seperti halnya 8 pernyatan-
pernyataan secara geologis dimaksudkan untuk memberi keterangan mengenai
asal geologis dari tanah

2.1.1 Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah adalah suatu sistem pengaturan beberapa jenis tanah
yang berbeda-beda tapi mempunyai sifat yang serupa kedalam kelompok dan
subkelompok berdasarkan pemakaiannya. Sebagian besar sistem klasifikasi tanah
yang telah dikembangkan untuk tujuan rekayasa didasarkan pada sifat-sifat indeks
tanah yang sederhana seperti distribusi ukuran dan plastisitas.

Ada beberapa macam sistem klasifikasi tanah yang umumnya digunakan


sebagai hasil pengembangan dari sistem klasifikasi yang sudah ada. Beberapa
sistem tersebut memperhitungkan distribusi ukuran butiran dan batas-batas
Atterberg, sistem-sistem tersebut adalah sistem klasifikasi AASHTO (American
Association of State Highway and Transportation Official) dan sistem klasifikasi
tanah unified (USCS).

a. Sistem Klasifikasi Tanah Berdasarkan AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO awalnya membagi tanah kedalam 8 kelompok,


A-1 sampai A-8 termasuk subkelompok. Sistem yang direvisi (Proc. 25 th
Annual Meeting of Highway Research Board, 1945) mempertahankan
delapan kelompok dasar tanah tadi tapi menambahkan dua subkelompok
dalam A-1, empat kelompok dalam A-2, dan dua subkelompok dalam A-7.
Kelompok A-8 tidak diperlihatkan tetapi merupakan gambut atau rawang
yang ditentukan berdasarkan klasifikasi visual. Tanah-tanah dalam tiap
kelompoknya dievaluasi terhadap indeks kelompok, yang dihitung dengan
rumus- rumus empiris. Pengujian yang dilakukan hanya analisis saringan
dan batas-batas Atterberg (Bowles, 1984)

b. Sistem Klasifikasi Tanah Sistem Unified (USCS)

Dalam sistem ini, Cassagrande membagi tanah atas 3 (tiga) kelompok


(Sukirman, 1992) yaitu :
1. Tanah berbutir kasar, < 50% lolos saringan No. 200
2. Tanah berbutir halus, > 50% lolos saringan No. 200
3. Tanah organik yang dapat dikenal dari warna, bau dan sisa-sisa tumbuh-
tumbuhan yang terkandung di dalamnya

Sistem klasifikasi tanah ini yang paling banyak dipakai untuk pekerjaan
teknik fondasi seperti bendungan, bangunan dan konstruksi yang sejenis.
Sistem ini biasa digunakan untuk desain lapangan udara dan untuk
spesifikasi pekerjaan tanah untuk jalan. Klasifikasi berdasarkan Unified
System (Das, 1995), tanah dikelompokkan menjadi:

o Tanah berbutir kasar adalah tanah yang lebih dan 50% bahanya tertahan
pada ayakan No. 200. Tanah butir kasar terbagi atas kerikil dengan
simbol G (gravel), dan pasir dengan simbol S (sand)
o Tanah butir halus adalah tanah yang lebih dan 50% bahannya lewat pada
saringan No. 200. Tanah butir halus terbagi atas lanau dengan simbol M
(silt), lempung dengan simbol C (clay), serta lanau dan lempung organik
dengan symbol O, bergantung pada tanah itu terletak pada grafik
plastisitas. Tanda L untuk plastisitas rendah dan tanda H untuk plastisitas
tinggi

Adapun simbol simbol lain yang digunakan dalam klasifikasi tanah ini
adalah :

o W = well graded (tanah dengan gradasi baik)

o P = poorly graded (tanah dengan gradasi buruk)

o L = low plasticity (plastisitas rendah) (LL < 50)

o H = high plasticity (plastisitas tinggi) ( LL > 50)

2.2 Tanah Lempung


Tanah lempung merupakan tanah yang bersifat multi component yang terdiri
dari tiga fase yaitu padat, cair dan udara. Bagian yang padat merupakan
polyamorphous terdiri dari mineral organis dan inorganis. Mineral-mineral
lempung merupakan substansi-substansi kristal yang sangat tipis yang
pembentukan utamanya berasal dari perubahan kimia pada pembentukan mineral-
mineral batuan dasar. Semua mineral lempung sangat tipis kelompokkelompok
partikel kristalnya berukuran koloid (<0,002mm) dan hanya dapat dilihat dengan
mikroskop electron.

Tanah lempung terdiri dari butir – butir yang sangat kecil ( < 0.002 mm) dan
menunjukkan sifat – sifat plastisitas dan kohesi. Kohesi menunjukkan kenyataan
bahwa bagian – bagian itu melekat satu sama lainnya, sedangkan plastisitas adalah
sifat yang memungkinkan bentuk bahan itu dirubah – rubah tanpa perubahan isi
atau tanpa kembali ke bentuk aslinya, dan tanpa terjadi retakan – retakan atau
terpecah – pecah (Wesley, 1977). Warna tanah pada tanah lempung tidak
dipengaruhi oleh unsur kimia yang terkandung di dalamnya, karena tidak adanya
perbedaan yang dominan dimana kesemuanya hanya dipengaruhi oleh unsur
Natrium saja yang paling mendominasi.

Semakin tinggi plastisitas, grafik yang dihasilkan pada masing-masing unsur


kimia belum tentu sama. Hal ini disebabkan karena unsur-unsur warna tanah
dipengaruhi oleh nilai Liquid Limit (LL) yang berbeda-beda. Dalam keadaan
kering sangat keras, dan tidak mudah terkelupas hanya dengan jari tangan. Selain
itu, permeabilitas lempung sangat rendah (Terzaghi dan Peck, 1987). Mineral
lempung merupakan senyawa alumunium silikat yang kompleks yang terdiri dari
satu atau dua unit dasar, yaitu silica tetrahedral dan alumunium octahedral. Silicon
dan alumunium mungkin juga diganti sebagian dengan unsur lain yang disebut
dengan substitusi isomorfis. Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung adalah
sebagai berikut:

a. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm.


b. Permeabilitas rendah
c. Kenaikan air kapiler tinggi
d. Bersifat sangat kohesif
e. Kadar kembang susut yang tinggi.
f. Proses konsolidasi lambat

Tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan banyak dipengaruhi


oleh air. Sifat pengembangan tanah lempung yang dipadatkan akan lebih besar
pada lempung yang dipadatkan pada kering optimum daripada yang dipadatkan
pada basah optimum. Lempung yang dipadatkan pada kering optimum relatif
kekurangan air, oleh karena itu lempung ini mempunyai kecenderungan yang
lebih besar untuk meresap air sebagai hasilnya adalah sifat mudah mengembang
(Hardiyatmo, 1999).

2.2.1 Sifat-Sifat Umum Mineral Lempung

a. Hidrasi

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel


lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh
lapisanlapisan molekul air dalam jumlah yang besar. Lapisan ini sering
mempunyai tebal dua molekul dan disebut lapisan difusi, lapisan difusi
ganda atau lapisan ganda adalah lapisan yang dapat menarik molekul air
atau kation yang disekitarnya. Lapisan ini akan hilang pada temperature
yang lebih tinggi dari 60º sampai 100º C dan akan mengurangi plastisitas
alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang cukup dengan
pengeringan udara saja.

b. Aktivitas (A)

Hary Christady (2006) mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai


perbandingan antara Indeks Plastisitas (IP) dengan presentase butiran yang
lebih kecil dari 0,002 mm yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan
dalam persamaan berikut: A = IP/C Aktivitas digunakan sebagai indeks
untuk mengidentifikasi kemampuan mengembang dari suatu tanah lempung.
Ketebalan air mengelilingi butiran tanah lempung tergantung dari macam
mineralnya
c. Flokulasi dan Disversi

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak


mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal (amophus) maka daya
negatif netto, ion-ion H+ di dalam air, gaya Van der Waals, dan partikel
berukuran kecil akan bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau
bertabrakan di dalam larutan tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik
akan membentuk flok (flock) yang berorientasi secara acak, atau struktur
yang berukuran lebih besar akan turun dari larutan itu dengan cepatnya dan
membentuk sendimen yang sangat lepas. Flokulasi larutan dapat dinetralisir
dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam (ion H+),
sedangkan penambahan.bahan-bahan alkali akan mempercepat flokulasi.
Lempung yang baru saja berflokulasi dengan mudah tersebar kembali dalam
larutan semula apabila digoncangkan, tetapi apabila telah lama terpisah
penyebarannya menjadi lebih sukar karena adanya gejala thiksotropic
(Thixopic), dimana kekuatan didapatkan dari lamanya waktu.

d. Pengaruh Zat Cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak
murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas
Atterberg, ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan
keperluan. Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil
yang cukup berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan
air yang telah terkontaminasi. Air berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas
dari lempung. Satu molekul air memiliki muatan positif dan muatan negatif
pada ujung yang berbeda (dipolar).Fenomena hanya terjadi pada air yang
molekulnya dipolar dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti
karbon tetrakolrida (CCl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi
apapun.

e. Sifat Kembang Susut (Swelling)


Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan
volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan
bangunan. Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa
faktor, yaitu :
1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah
2. Kadar air
3. Susunan tanah
4. Konsentrasi garam dalam air pori
5. Sementasi.
6. Adanya bahan organik

2.2.2 Jenis-Jenis Tanah Lempung

1. Tanah Lempung Berlanau

Lanau adalah tanah atau butiran penyusun tanah/batuan yang berukuran di


antara pasir dan lempung. Sebagian besar lanau tersusun dari butiran-butiran
quartz yang sangat halus dan sejumlah partikel berbentuk lempenganlempengan
pipih yang merupakan pecahan dari mineral-mineral mika. Sifatsifat yang dimiliki
tanah lanau adalah sebagai berikut:
a. Ukuran butir halus, antara 0,002 – 0,05 mm
b. Bersifat kohesif
c. Kenaikan air kapiler yang cukup tinggi
d. Permeabilitas rendah
e. Kadar kembang susut yang tinggi
f. Proses penurunan lambat.

Lempung berlanau adalah tanah lempung yang mengandung lanau dengan


material utamanya adalah lempung. Tanah lempung berlanau merupakan tanah
yang memiliki sifat plastisitas sedang dengan Indeks Plastisitas 7-17 dan kohesif.

2. Tanah Lempung Plastisitas Rendah

Plastisitas merupakan kemampuan tanah dalam menyesuaikan perubahan


bentuk pada volume yang konstan tanpa retak-retak/remuk. Sifat dari plastisitas
tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya kandungan air yang berada di
dalamnya dan juga disebabkan adanya partikel mineral lempung dalam tanah.
Sifat dari plastisitas tanah lempung sangat di pengaruhi oleh besarnya
kandungan air yang berada di dalamnya. Atas dasar air yang terkandung
didalamnya (konsistensinya) tanah dibedakan atau dipisahkan menjadi 4 keadaan
dasar yaitu padat, semi padat, plastis, cair.

Gambar 2.1. Batas Konsistensi

Bila pada tanah yang berada pada kondisi cair (titik P) kemudian kadar
airnya berkurang hingga titik Q, maka tanah menjadi lebih kaku dan tidak lagi
mengalir seperti cairan. Kadar air pada titik Q ini disebut dengan batas cair (liquid
limit) yang disimbolkan dengan LL. Bila tanah terus menjadi kering hingga titik
R, tanah yang dibentuk mulai mengalami retak-retak yang mana kadar air pada
batas ini disebut dengan batas plastis (plastic limit), PL. Rentang kadar air dimana
tanah berada dalam kondisi plastis, antara titik Q - R, disebut dengan indek
plastisitas (plasticity index), PI, yang dirumuskan :

PI = LL – PL

Dengan:

o LL = Batas Cair (Liquid Limit)

o PL = Batas Plastis (Liquid Plastic)


3. Tanah Lempung Berpasir

Pasir merupakan partikel penyusun tanah yang sebagian besar terdiri dari
mineral quartz dan feldspar. Sifat-sifat yang dimiliki tanah pasir adalah sebagai
berikut:
a. Ukuran butiran antara 2 mm – 0,075 mm
b. Bersifat non kohesif
c. Kenaikan air kapiler yang rendah
d. Memiliki nilai koefisien permeabilitas antara 1,0 – 0,001 cm/det
e. Proses penurunan sedang sampai cepat

Klasifikasi tanah tergantung pada analisis ukuran butiran, distribusi ukuran


butiran dan batas konsistensi tanah. Peubahan klasifikasi utama dengan
penambahan ataupun pengurangan persentase yang lolos saringan no.4 atau
no.200 adalah alasan diperlukannya mengikutsertakan deskripsi verbal beserta
simbol-simbolnya, seperti pasir berlempung, lempung berlanau, lempung berpasir
dan sebagainya.

Pada tanah lempung berpasir persentase didominasi oleh partikel lempung


dan pasir walaupun terkadang juga terdapat sedikit kandungan kerikil ataupun
lanau. Identifikasi tanah lempung berpasir dapat ditinjau dari ukuran butiran,
distribusi ukuran butiran dan observasi secara visual. Sedangkan untuk batas
konsistensi tanah digunakan sebagai data pendukung identifikasi karena batas
konsistensi tanah lempung berpasir disuatu daerah dengan daerah lainnya akan
berbeda tergantung jenis dan jumlah mineral lempung yang terkandung di
dalamnya.

Suatu tanah dapat dikatakan lempung berpasir bila lebih dari 50%
mengandung butiran lebih kecil dari 0,002 mm dan sebagian besar lainnya
mengandung butiran antara 2 – 0,075 mm. Pada Sistim Klasifikasi USCS (ASTM
D 2487-66T) tanah lempung berpasir digolongkan pada tanah dengan simbol CL.

2.3 Stabilitas Tanah


Dalam perencanaan pondasi gedung atau bangunan ada dua hal yang harus
diperhatikan yaitu daya dukung tanah dan penurunan yang akan terjadi. Daya
dukung tanah yaitu apakah tanah yang bersangkutan cukup kuat untuk menahan
beban pondasi tanpa terjadi keruntuhan akibat menggeser (shear failure) yang
bergantung pada kekuatan geser tanah.

Daya dukung tanah adalah parameter tanah yang berkenaan dengan


kekuatan tanah yang menopang suatu beban di atasnya.Daya dukung tanah
dipengaruhi oleh jumlah air yang terdapat di dalamnya, kohesi tanah, sudut geser
dalam, dan tegangan normal tanah.Daya dukung tanah merupakan salah satu
faktor penting dalam perencanaan pondasi beserta struktur diatasnya.

Daya dukung yang diharapkan untuk mendukung pondasi adalah daya


dukung yang mampu memikul beban struktur, sehingga pondasi mengalami
penurunan yang masih berada dalam batas toleransi.Tanah memiliki sifat untuk
meningkatkan kepadatan dan kekuatan gesernya apabila mendapat tekanan berupa
beban. Apabila beban yang bekerja pada tanah pondasi telah melampaui daya
dukung batasnya, tegangan geser yang ditimbulkan di dalam tanah melampaui
ketahanan geser pondasi, maka akan terjadi keruntuhan geser pada tanah pondasi.

Daya dukung ultimit didefinisikan sebagai tekanan terkecil yang dapat


menyebabkan keruntuhan geser pada tanah pendukung tepat di bawah dan di
sekeliling pondasi.Daya dukung ultimit suatu tanah terutama di bawah beban
pondasi dipengaruhi oleh kuat geser tanah. Nilai kerja atau nilai izin untuk desain
akan ikut mempertimbangkan karakteristik kekuatan dan deformasi. (Usman,
2014).

2.4 Penurunan Tanah (Settlement)

Penurunan (Settlement) akan terjadi jika suatu lapisan tanah mengalami


pembebanan. Penurunan juga dipengaruhi oleh sebaran tanah lunak atau lempung
yang terdapat di bawah permukaan pada dataran aluvial. Penurunan akibat beban
adalah jumlah total penurunan segera (immediate settlement) dan penurunan
konsolidasi (consolidation settlement).

Tanah mempunyai sifat kemampatan yang sangat besar jika dibandingkan


bahan konstruksi seperti baja atau beton. Hal ini disebabkan tanah mempunyai
rongga pori yang besar, sehingga apabila dibebani melalui fondasi maka akan
mengakibatkan perubahan struktur tanah (deformasi) dan terjadi penurunan
fondasi. Jika penurunan yang terjadi terlalu besar maka dapat mengakibatkan
kerusakan pada konstruksi di atasnya. Berbeda dengan bahan-bahan konstruksi
yang lain, karakteristik tanah ini didominasi oleh karakteristik mekanisnya seperti
kekuatan geser dan permeabilitas (kemampuan mengalirkan air).
Secara umum, penurunan pada tanah akibat beban yang bekerja pada
fondasi dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis penurunan, yaitu:

1. Penurunan seketika, yaitu penurunan yang langsung terjadi begitu


pembebanan bekerja atau dilaksanakan, biasanya terjadi berkisar antara 0 –
7 hari dan terjadi pada tanah lanau, pasir dan tanah liat yang mempunyai Sr
(derajat kejenuhan) < 90%.

2. Penurunan konsolidasi, yaitu penurunan yang diakibatkan keluarnya air


dalam pori tanah akibat beban yang bekerja pada fondasi yang besarnya 33
ditentukan oleh waktu pembebanan dan terjadi pada tanah jenuh (Sr =
100%) atau yang mendekati jenuh (Sr = 90% – 100%) atau pada tanah
berbutir halus, yang mempunyai harga k ≤ 10-6 m/s.
3. Penurunan sekunder (rangkak), penurunan sekunder terjadi sesudah
penurunan konsolidasi terjadi, didefinisikan sebagai penyesuaian kerangka
tanah sesudah tekanan pori yang berlebih menghilang.
Terzaghi (1925) memperkenalkan teori konsolidasi satu arah (one way) yang
pertama kali untuk tanah lempung jenuh air. Teori ini menyajikan cara penentuan
distribusi kelebihan tekanan hidrostatis dalam lapisan yang sedang mengalami
konsolidasi pada sembarang waktu setelah bekerjanya beban.

Beberapa asumsi dasar dalam analisis konsolidasi satu arah, antara lain
tanah bersifat homogen, tanah jenuh sempurna (Sr = 100%), partikel/butiran tanah
dan air bersifat inkompresibel (tak termampatkan), arah pemampatan dan aliran
air pori terjadi hanya dalam arah vertikal. Ketebalan lapisan tanah yang
diperhitungkan adalah setebal lapisan tanah lempung jenuh air yang ditinjau.

2.5 Pengertian Prefabricated Vertical Drain (PVD)


Prefabricated vertical drain (PVD) merupakan metode perbaikan tanah
lunak yang sudah selama kurang lebih 20 tahun menggantikan cara konvensional
sand drain. Apabila suatu bangunan dibangun diatas tanah lunak yang mampu-
mampat, maka secara otomatis akan terjadi settlement pada tanah yang akan
mengganggu kestabilan dari struktur diatasnya. Waktu terjadinya pemampatan
atau Time rate of settlement yang terjadi bisa jadi akan berlangsung dalam waktu
yang tidak singkat dan cenderung sangat lama. Penggunaan vertical drains inilah
yang akan mengurangi Time rate of settlement yang awalnya berlangsung lama
menjadi jauh lebih singkat.

Aplikasi penggunaan vertical sand drains pertama kali berkembang di


California pada tahun 1930an. Pada dekade yang sama, Kjellman dari Sweden
memperkenalkan prototype dari prefabricated vertical drains yang terbuat dari
semacam papan pipih (Jamiolkowski dkk, 1983). Setelah dikembangkan bentuk
prototype tersebut, kemudian berkembang beberapa tipe prefabricated vertical
drains yang terbuat dari lapisan selaput plastic dengan material yang tembus air
yang berfungsi sebagai filter.
Sebelum tahun 1980an, sebagian besar perbaikan tanah lunak untuk
mengatasi pemampatan yang terjadi dilakukan dengan menggunakan sand drains
dan horizontal sand blankets drains untuk pengaliran air arah lateral seperti dapat
dilihat pada Gambar 1. Cara ini memang sebenarnya sangat efektif namun proses
pelaksanaannya sangat lama dan juga lebih mahal. Selain itu kendala lain yang
terjadi adalah, terjadinya clogging (tertutupnya pori-pori pasir) oleh butiran lanau
atau butiran dengan diameter yang lebih kecil dari pasir. Sehingga hal tersebut
dapat menghalangi pengaliran air keluar dari masa tanah.

2.5.1 Bahan dan Fungsi PVD


PVD berupa suatu plastic bergerigi pipih (yang biasa disebut core atau drain
core) memanjang yang diselimuti membrane (yang biasa disebut drain jacket/filter
jacket) yang berfungsi sebagai filter yang biasanya dikirim ke lapangan berupa
gulungan yang memiliki lebar 100 mm dengan ketebalan yang bervariasi antara 2-
5 mm (Gambar 4 dan 5). Sebagian besar PVD biasanya terdiri dari selaput
synthetic drainage yang bersifat non-woven atau geotextile yang berfungsi
sebagai filter. PVD dipasang secara vertical pada lapisan tanah dengan
menggunakan sebuah mesin pemasang PVD dengan jarak yang bervariasi antara 1
– 5 meter. panjang dari PVD yang terpasang didalam tanah bervariasi tergantung
pada jenis tanahnya serta kedalaman tanah lunak.

PVD yang dipasang pada area dibawah beban surcharge berfungsi untuk
merubah nilai excess pore water pressure pada tanah. Keluarnya air dari dalam
tanah akibat beban surcharge diatasnya tersebut akan menyebabkan terjadinya
proses konsolidasi pada lapisan tanah tersebut dan akan menyebabkan terjadinya
pemampatan. Beban surcharge yang diletakkan diatas tanah dasar tersebut
tergantung dari karakteristik dari tanah, jarak antara PVD dan tipe PVD yang
dipilih.

Gambar Prefabricated vertical drain yang ada di pasaran dengan beragam


bentuk dan ukuran.

2.6 Metode Perbaikan Tanah

Perbaikan dan perkuatan tanah merupakan usaha yang dilakukan dengan


tujuan untuk meningkatkan kualitas karakteristik tanah, utamanya parameter kuat
geser tanah yang akan mendukung sebuah struktur sehingga mampu menahan
beban struktur yang akan dibangun dengan deformasi yang dizinkan.

Dalam praktek usaha perbaikan tanah sering dijumpai dari cara yang
tradisional sampai cara yang modern. Kedua cara tersebut dapat diterima tetapi
secara ekonomi pada prinsipnya adalah stabilitas tanah ini untuk mencari
alternatif perbaikan tanah yang termurah dan berkonsidi cukup stabil. Hampir
selalu usaha perbaikan tanah menjadi mahal karena menyangkut perbaikan tanah
dalam volume yang sangat besar. Ada beberapa metode yang bisa digunakan
untuk perbaikan tanah yaitu :

1. Perbaikan tanah secara mekanis/energy

Perbaikan secara mekanis adalah metode perbaikan yang sering digunakan


dalam usaha-usaha perbaikan tanah. Perbaikan secara mekanis ini merupakan
perbaikan tanah dengan usaha pemaksan terhadap perubahan masa tanah.
Secara alamiah tanpa disadari sering melakukan perbaikan tanah secara
tradisonal dengan menumbuk/ memadatkan tanah secara rutin, misalnya terhadap
beban lalulintas, kereta api, bangunan-bangunan, akan menimbulkan pemadatan
tanah yang berujung pada perbaikan secara tidak langsung yang akhirnya tanah
tersebut menjadi lebih kuat.

Beberapa metode perbaikan tanah secara mekanis yaitu :

a. Metode gilasan

Perbaikan tanah dengan gilasan diutamakan untuk tanah yang berkohesif.


Model perbaikan tanah dengan gilasan diutamakan untuk tanah yang berkohesif.
Cara kerjanya adalah butiran tanah ditekan secara langsung sehingga orientasinya
berubah dan memaksa rongga udara dalam tanah berkurang. Peralatan lapangan
yang dipakai untuk perbaikan dengan tipe gilasan yang banyak dalam praktek
adalah:

a) Steel whell roller.

b) Roda ban pneumatik : alat berat gilasan/beroda angin denganerat kotor w =


13 ton dst.

c) Roda baja bergigi : alat berat gilas dengan berat kotor w = 8,10 dan 12 ton

b. Metode tumbukan

Perbaikan tanah dengan tumbukan dilakukan secara dinamis untuk lapisan


permukaan dan lapisan dalam tanah. Cara tumbukan ini juga disebut tipe
kompaksi. Tumbukan dengan berat khusus dan getar yang bekerja simultan
dinamakan tumbukan dinamis atau dynamic konsolidation. Cara ini diutamakan
untuk tanah yang berbutir agar kasar, sangat tebal lapisannya dan basah, misalnya
pada suatu deposit pasir atau tanah berpasir. Prinsip cara kerja pemadatan dengan
tumbukan adalah pemadatan secara paksa dimana akan terjadi pemampatan
seketika. Caranya adalah dengan menjatuhkan beban seberat 3 sampai 20 ton dari
ketinggian 4 sampai 20 m. Sehingga energi yang besar memaksa terjadinya
kepadatan langsung. Beban dapat dibuat dari baja atau beton bertulang yang
dikatrol dengan mekanisme khusus sehingga mampubekerja efisien dan cepat.

a. Metode Getaran

Metoda tekanan, tumbukan dan getaran seringdisebut metoda energi yang


mana pada prinsipnya akan mendorong udara dan air tanah serta rongga tanah
akan mampat dan rongga tersebut akan mengecil atau bahkan hilang. Proses
pemampatan tanah juga merubah orientasi butir menjadi tersusun. Besar energi
yang timbul akan tergantung pada besar beban dan besar usaha dari alat yang
digunakan dan tentu disesuaikan dengan kebutuhan dalam praktek.

1. Perbaikan Tanah dengan Cara Perkuatan

Beberapa metode perbaikan dengan cara perkuatan sebagai berikut :

a. Menggunakan Cerucuk Bambu atau Corduroy

Prinsip kerjanya sebelum dilakukan penimbunan terlebih dahulu memasang


bantalan baik yang terbuat dari bambu (cerucuk) atau dari kayu
gelondongan (corduroy) sehingga saat tanah dihampar tidak bercampur dengan
tanah asli dibawahnya dan tanah timbunan tersebut membentuk satu kesatuan
yang mengapung diatas tanah aslinya semacam ponton yang mengapung diatas
air. Biasanya digunakan kayu bakau, terutama pada tanah lunak. Metode ini
sebagai perkuatan yang termurah. Sistem ini lebih sesuai untuk tanah yang selalu
basah atau muka air selalu dipermukaan, misal pada proyek didaerah pantai. Jenis
kayu bakau setempat yang kuat dan bulat diameter sekitar 5 sampai 10 cm dengan
panjang 2 samapi 5 meter. Pemancangan tiang cerucuk secara manual biasanya.

b. Menggunakan Tiang Pancang


Tiang pancang adalah beton prategang yang digunakan untuk pondasi
dalam, tiang pancang sangat efektif digunakan pada tanah jenis tanah yang lunak.

c. Pemasangan Vertical Drain

Tanah lempung lunak jenuh adalah tanah dengan rongga kapiler yang sangat
kecil sehingga proses konsolidasi saat tanah dibebani memerlukan waktu cukup
lama, sehingga untuk mengeluarkan air dari tanah secara cepat adalah dengan
mebuat vertical drain pada radius tertentu sehingga air yang terkandung dalam
tanah akan termobilisasi keluar melalui vertical drain yang telah terpasang.
Vertical drain ini dapat berupa stone column atau menggunakan material
fabricated lainnya. Pekerjaan vertical drain ini biasanya dikombinasikan dengan
pekerjaan pre-load berupa timbunan tanah, dengan maksud memberikan beban
pada tanah sehingga air yang terkandung dalam tanah bisa termobilisasi dengan
lebih cepat.

d. Metode Perbaikan Tanah Dengan Geosintetik

Metode perbaikan dengan cara ini adalah metode perbaikan tanah dengan
menggunakan material buatan berupa polymer sintesis jenis-jenisnya adalah
sebagai berikut :
a) Geotekstil
b) Geomembrane
c) Geogrid
d) Geonet
e) Geomat
f) Geosynthetic Clay Liner Atau GCL
g) Geopipe
h) Geocomposi

i) Geocell

Secara garis besar perbaikan dan perkuatan tanah dimaksudkan untuk:

1. Menaikkan daya dukung dan kuat geser


2. Menaikkanmodulus
3. Mengurangi kompressibilitas
4. Mengontrol stabilitas volume (shringking & swelling)
5. Mengurangi kerentanan terhadap liquifaksi
6. Memperbaiki kualitas material untuk bahan kontruksi
7. Memperkecil pengaruh lingkungan
8.
1.6.1 METODE PRELOADING

Penggunaan vertical drain untuk mempercepat konsolidasi pada tanah


lempung lunak jenuh air di indonesia sudah sangat banyak digunakan seperti pada
proyek reklamasi,pembangunan pelabuhan,pembangunan jalan tol serta stadion
guna memperkokoh kestabilan tanah.prinsip kerja vertical drain menggunakan
beban timbunan sebesar 80 kpa (4-5 meter tinggi timbunan) diatas tanah lunak
sehingga air dapat mengalir melalui vertical drain yang telah ditanam. Berikut
adalah gambar metode prealoding.

Gambar 2.1cara kerja prealoding

Sumber: univertas cape town 2010

1.6.2 METODE VACUM PRELOADING


Sementara Metode Vacuum Consolidation merupakan suatu sistem untuk
mempercepat proses konsolidasi pada tanah lunak dengan menggunakan tekanan
vacuum lewat pipa horizontal yang tersambung pada prefabricated vertical drain
(PVD) di dalam tanah. Tekanan udara diatas permukaan tanah dibuat negatif
dengan bantuan pompa vakum, sehingga akibat dari perbedaan tekanan inilah air
tanah keluar dan menyebabkan tanah menjadi mampat.Metode ini terbilang baru
di Indonesia metode ini dapat menggantikan timbunan sebesar 80 Kpa (tinggi
timbunan 4-5 meter).Metode ini juga ditujukan untuk mempercepat konsolidasi
pada tanah dimana jika kita menggunakan metode preoading membutukan waktu
yang lebih lama dibanding metode vacuum ini.Berikut adalah gambar metode
vacuum prealoding.

Gambar 2.2 cara kerja vacum prealoding

Sumber: univertas cape town 2010


Gambar 2.3material dan alat vacum prealoding

Sumber: metode kerja perbaikan tanah lunak dengan prefabricated vertical drain
metode vacuum preloading

Gambar 2.4 Area Kerja vacum prealoding


1.6.2.1 PRINSIP KERJA VACUM PRELOADING

Grafik berikut menunjukan bahwa keadaan tanah sebelum diperbaiki atau


tanah asli memiliki tekanan tanah ke atas 0 kPa dan tekanan air pori 0 kPa.

Grafik 2.1 kondisi awal tanah sebelum dilakukan perbaikan tanah

Kemudian saat tanah mulai diperbaiki menggunakan metode preloading,


permukaan atas tanah .

Grafik 2.2 kondisi tanah dengan metode prealoding


Grafik 2.3 kondisi tanah dengan metode vacuum prealoding

Pada kedua gambar diatas menjelaskan bahhwasnya perbedaan pada


tanah saat dilakukan metode preloading dan metode vacumm pada saat dilakukan
preloading tanah hanya mengalami tekanan vertikal tapi tekanan air pori tetap
sedangkan pada saat menggunakan metode vacuum tanah mendapat tekanan dari
tekanan air pori tapi tidak mengalami tekanan vertikal.

1.6.2.2 KEUNTUNGAN METODE VACUM PRELOADING

Dalam metode vaccum prealoding ini tentu saja ada manfaat yang akan
terjadi berikit beberapa manfaat dari metode vacuum itu sendiri.
1. Tanah yang mulanya tidak stabil menjadi stabil. Dengan adanya perbaikan
tanah yang semula masih lembek menjadi keras sehinnga bangunan yang
akan dibangun diatasnya tidak akan mengalami keruntuhan karena
penurunan tanah.
2. Umur bangunan akan lebih panjang ini disebabkan karena tidak ada
penurunan tanah sewaktu waktu dan tanah lebih stabil sehingga umur
bangunan sesuai dengan rancangan.
3. Tanah tidak akan kembali menjadi lahan gambut atau menjadi lembek lagi
karena tekanan yang sudah diberikan akan membuat tanah tetap dalam
keadan keras.
4. Ramah lingkungan karena tidak menggunakan bahan kimia yang dapat
mencamri lingkungan atau merusak lingkungan karena tanah yang
digunakan untuk timbunan.
5. Tidak membutuhkan material timbunan. Semakin hari tentu saja material
alam semakin berkurang disebabkan karena aktifitas pembangunan yang
banyak. Dengan menggunakan metode vacuum prealoding ini beban yang
dihasilkan oleh timbunan sebsar 80 kpa (sekitar 4-5 meter) dapat tergantikan
oleh metode vacuum ini.
6. Waktu yang dibutuhkan untuk konstruksi vacuum lebih pendek karena tidak
menuggu pengiriman timbunan. Karena biasanya pengiriman timbunan
terkadang selalu telat dari jadwal yang ditentukan itu disebabkan karena
bahan material yang sulit,medan yang terjal atau sulit dilalui oleh truck yang
membawa timbunan dan kondisi alam yang terkadang tidak menentu
sehinnga pengiriman terhambat.
7. Dapat mengontrol kecepatan dan besarnya beban penurunan.
8. Stabilitas tanah lebih tinggi.
9. Resiko longsor atau pergerakan tanah lateral lebih kecil.
10. Mengurangi penurunan yang masih akan terjadi setelah masa konstruksi
selesai.
11. Meminimalkan pengaruh terhadap lingkungan sekitar.

Anda mungkin juga menyukai