Anda di halaman 1dari 90

TUGAS INDIVIDU KEPERAWATAN KRITIS

PADA PASIEN CHF, GAGAL NAPAS, GAGAL GINJAL STROKE

OLEH:
I MADE SATYA WIGUNA

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN MATARAM
JURUSAN KEPERATAWAN
PROGRAM STUDI PROFESI NERS KEPERAWATAN MATARAM
2019

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat dan atas segala

limpahan rahmat, taufik, serta hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah

sesuai waktu yang telah direncanakan.

Penyusunan makalah ini merupakan tugas mata kuliah Keperawatan Kritis tahun

akademik 2019/2020. Dalam makalah ini, Penulis membahas mengenai “keperawatan pada

pasien CHF, Gagal Napas,Gagal Ginjal dan Stroke”. Penulis berharap, semoga makalah ini

dapat memberi manfaat kepada pembaca.

Jika terdapat kesalahan penulisan pada makalah ini, maka saran dan kritik yang

konstruktif dari pembaca sangat diharapkan demi penyempurnaan tugas makalah selanjutnya.

Mataram, 8 November 2019

Penulis

2
DAFTAR ISI

Halaman Sampul........................................................................................................1

Kata Pengantar...........................................................................................................2

Daftar Isi....................................................................................................................3

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang................................................................................................4

B. Rumusan masalah..........................................................................................7

C. Tujuan penulisan............................................................................................7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Keperawatan kritis pada CHF........................................................................8

B. Keperawatan kritis pada gagal napas...........................................................37

C. Keperawatan kritis pada gagal ginjal...........................................................52

D. Keperawatan kritis pada stroke………………………………………....…61

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan..................................................................................................85

B. Saran............................................................................................................87

Daftar Pustaka………………………………………………………………....….88

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Jantung merupakan organ berotot yang memompa darah lewat apembuluh darah
oleh kontraksi berirama yang berulang. Jantung salah satu organ terpenting dalam tubuh
yang apabila mengalami masalah dapat berakibat kepada kematian. Adapun salah satu
jenis penyakit jantung adalah gagal jantung kongestif atau Kongestif Heart Failure (CHF).
CHF adalah penurunan fungsi jantung yang menyebabkan berkurangnya suplai oksigen ke
organ-organ dan jaringan keseluruh tubuh (Black & Hawks, 2005). Menurut Smeltzer dan
Bare (2001), CHF adalah ketidakmampuan jantung untuk memompa darah yang adekuat
untuk memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.
CHF merupakan masalah kesehatan yang utama. Prevalensi gagal jantung di
negara berkembang cukup tinggi dan makin meningkat. Menurut World Health
Organization (WHO, 2004), jumlah penderita CHF di seluruh dunia pada tahun 2004
adalah 5,7 juta kasus (Anurogo, 2009). Di Amerika Serikat, CHF merupakan penyakit
jantung klinis yang paling pesat pertumbuhannya dan mempengaruhi 2% dari populasi.
Pada tahun 2006 di Amerika Serikat, 1,1 juta pasien dirawat di Rumah sakit karena gagal
jantung dekompensasi, hampir dua kali lipat jumlah dilihat dari 15 tahun sebelumnya.
Selain itu ada 3,4 juta kunjungan jalan rawat untuk CHF. Pada CHF yang didiagnosis
terdapat sebanyak 550.000 kasus baru dan 300.000 kematian disebabkan oleh gagal
jantung setiap tahun (Dumitru, 2011). Pada tahun 2010 terdapat lebih dari 5 juta orang
Amerika dan 22 juta orang di seluruh dunia telah gagal jantung (Dhana, 2010).
Berdasarkan data WHO (2004), Asia Tengggara merupakan wilayah yang
memiliki jumlah penderita CHF tertinggi yaitu 1,4 juta kasus. Menurut Rumah Sakit
Jantung dan Pembuluh Darah (RSJDP) Harapan Kita (2010), terjadi peningkatan
kunjungan pasien mencapai 10 hingga 15% (Dewi, 2010). Data di RSUD Arifin Achmad
menunjukkan bahwa jumlah penderita CHF yang dirawat, pada tahun 2009 yaitu sebanyak
166 kasus. Pada tahun 2010 penyakit CHF menempati urutan yang pertama terdapat 316
kasus (Medical Record RSUD Arifin Achmad, 2011). Berdasarkan data di poli rawat jalan
penyakit jantung tahun 2010, penyakit CHF menempati urutan kedua dengan jumlah
pasien sebanyak 181 kasus setelah penyakit chronic iscemik heart yaitu 377 kasus
(Medical Record RSUD Arifin Achmad, 2011).

4
Peningkatan jumlah kasus gagal jantung di Indonesia dapat dipengaruhi oleh
berbagai faktor. Faktor perubahan gaya hidup seperti kebiasaan mengkonsumsi makanan
manis, minuman berkafein, kurangnya konsumsi buah dan sayur dan kurangnya
melakukan aktivitas dapat berpengaruh terjadinya CHF (Delima, 2009). Manifestasi klinik
yang dapat timbul pada pasien dengan CHF yaitu dispnea , batuk, mudah lelah, denyut
jantung cepat (tachykardia), kecemasan dan kegelisahan (Smeltzer & Bare, 2001).
Dalam jurnal yang berjudul “Nurses’ Performance In Classifying Heart
FailurePatients Based On Physical Exam: Comparison With Cardiologist’s Physical
Exam
And Levels Of N-Terminal Pro-B-Type Natriuretic Peptide” dikatakan bahwa sampai saat
ini peran perawat dalam managemen pasien gagal jantung hanya terfokus pada terapi,
intervensi pendidikan dan perawatan diri pasien, sedangkandiagnosis dan pengkajian klinis
pada pasien gagal jantung oleh perawat belum tereksplorasi dengan baik seperti halnya
yang di lakukan oleh kardiologis. Pengkajian dan diagnosis ini menjadi sngat penting bagi
perawat sendiri karena diagnosis dan pemeriksaan fisik prognosis dari pada penyakit gagal
adalah untuk menentukan managemen perawatan klien.
Gagal napas adalah masalah yang relatif sering terjadi, yang biasanya, meskipun tidak
selalu, merupakan tahap akhir dari penyakit kronik pada sistem pernapasan. Keadaan ini
semakin sering di temukan sebagai komplikasi dari trauma akut, septikemia, atau syok.

Gagal napas, seperti halnya kegagalan pada sistem organ lainnya, dapat di kenali
berdasarkan gambaran klinis atau pemeriksaan laboratorium. Tetapi harus di ingat bahwa
pada gagal napas, hubungan antara gambaran klinis dengan kelainan dari hasil
pemeriksaan laboratorium pada kisaran normal adalah tidak langsung.

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di intensive
care unit (ICU) dengan tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas
dalam waktu 90% pada acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan
acute lung injury (ALI) adalah 42,2%. Gagal napas akut sering kali diikuti dengan
kegagalan organ vital lainnya. Kematian disebabkan karena multiple organ dysfunction
syndrome (MODS). Pada ARDS, kematian akibat gagal napas ireversibel adalah 10-16%.
Sedangkan di Jerman, insiden gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-
34; dan 12,6-28 kasus per 100.000 populasi per tahun dengan tingkat mortalitas 40%.

5
Penyakit Gagal Ginjal adalah suatu penyakit dimana fungsi organ ginjal mengalami
penurunan hingga akhirnya tidak lagi mampu bekerja sama sekali dalam hal penyaringan
pembuangan elektrolit tubuh, menjaga keseimbangan cairan dan zat kimia tubuh seperti
sodium dan kalium di dalam darah atau produksi urin.
Penyakit gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius
atau terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri. Penyakit gagal
ginjal lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa, terlebih pada kaum lanjut usia.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal
failure = ARF)dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal
akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada
gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Sehingga
biasanya diketahui setelah jatuh dalam kondisi parah. Gagal ginjal kronik tidak dapat
disembuhkan. Pada penderita gagal ginjal kronik, kemungkinan terjadinya kematian
sebesar 85 %.
Sistem saraf merupakan suatu sistem dalam tubuh yang vital. Sistem saraf terdiri atas
tiga bagian, yaitu susunan saraf pusat, susunan saraf tepi, dan susunan saraf otonom.
Susunan saraf pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang. Susunan saraf tepi
terdiri atas urat saraf yang berasal dari otak dan sumsum tulang belakang. Susunan saraf
otonom terdiri dari saraf simpatik dan saraf parasimpatik.
Fungsi utama sistem saraf adalah untuk mendeteksi, menganalisis, dan mentransfer
informasi. Innformasi digabungkan oleh sistem sensori dan diintegrasikan oleh otak
kemudian digunakan untuk ditransmisikan ke sistem motorik untuk kontrol pergerakan,
fungsi viseral, dan endokrin. Aksi ini dikendalikan oleh neuron yang merupakan
penghubung antara sistem sensori dan motorik.
Susunan saraf pusat manusia mengandung sekitar 100 miliar neuron. Terdapat juga
sel-sel glia sebanyak 10-50 kali jumlah tersebut. Neuron pada sistem saraf pusat terdapat
dalam berbagai bentuk dan ukuran. Meskipun demikian, sebagian besar mempunyai
bagian-bagian yang sama dengan neuron motorik spinal yang khas. Sel ini mempunyai
lima sampai tujuh tonjolan yang disebut dendrite. Khususnya di korteks serebri dan
serebeli, dendrite mempunyai tonjolan-tonjolan bulat kecil yang disebut tonjolan
dendrite. Dendrite menerima informasi dari neuron lain menuju badan sel. Badan sel
mengandung nukleus. Komponen sel saraf lainnya yaitu axon yang dapat mencapai
panjang hingga satu meter yang berfungsi menyalurkan ke otot, kelenjar, dan neuron
lain (Ganong 2002).

6
Terhambatnya aliran darah menuju sel neuron dapat mengakibatkan gangguan
neurologis. Pemahaman tentang penyebab gangguan neurologi memerlukan pengetahuan
mekanisme molekular dan biokimia. Terdapat beberapa gangguan neurologi antara lain
Parkinson, myasthenia gravis, epilepsi, Alzheimer, dementia, hidrosefalus, cedera
medula spinalis, Hernia nukleus pulposus dan stroke.
Stroke merupakan masalah kesehatan yang sudah lama sekali dikenal di dunia
kedokteran. Namun demikian, hingga kini, stroke masih menjadi masalah kesehatan yang
serius dan belum dapat diturunkan angka kejadiannya secara signifikan. Stoke adalah
terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah nontraumatik yang terjadi secara akut
pada suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya keadaan iskemia dan gangguan
fungsi neurologis fokal maupun global, yang berlangsung lebih dari 24 jam, atau
langsung menimbulkan kematian (Wajoepramono 2005). Secara tipikal, stroke
bermanisfestasi sebagai munculnya defisit neurologis secar tiba-tiba, seperti kelemahan
gerakan ataupun kelumpuhan, defisit sensorik atau bisa juga gangguan berbahasa.
Stroke secara garis besar terbagi menjadi dua jenis, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik. Stroke iskemik terjadi karena aterosklerosis yang menyumbat suatu pembuluh
darah ke otak. Sedangkan stroke hemoragik terjadi karena pecahnya pembuluh darah
sehingga menghambat aliran darah normal dan darah merembes ke suatu daerah di otak
dan merusaknya.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF?
2. Bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan pada pasien gagal
napas?
3. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal?
4. Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien stroke?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui bagaimana Asuhan Keperawatan pada klien dengan CHF.
2. Untuk mengetahui bagaimana laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan
pada pasien gagal napas.
3. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien gagal ginjal.
4. Untuk mengetahui bagaimana asuhan keperawatan pada pasien stroke.

7
BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A.Definisi Congestive Heart Failure (CHF)


Istilah gagal jantung secara sederhana berarti kegagalan jantung untuk memompa
cukup darah untuk mencukupi kebutuhan tubuh (Guyton & Hall, 2006).
Gagal jantung adalah suatu keadaan ketika jantung tidak mampu
mempertahankan sirkulasi yang cukup bagi kebutuhan tubuh, meskipun tekanan pengisian
vena normal (Muttaqin, 2009).
Gagal jantung sering disebut gagal jantung kongestif, adalah ketidakmampuan
jantung untuk memompa darah yang adekuat untuk memenuhi kebutuhan jaringan oksigen
dan nutrisi (Smeltzer& Bare, 2001).

1. Etiologi CHF
Menurut Smeltzer & Bare (2001), etiologi dari CHF adalah sebagai
berikut:Kelainan otot jantung. Gagal jantung paling sering terjadi pada penderita
kelainan otot jantung, menyebabkan menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang
mendasari penyebab kelainan fungsi otot mencakup aterosklerosis koroner,hipertensi
arterial, dan penyakit otot degeneratif atau inflamasi.
Aterosklerosis koroner mengakibatkan disfungsi miokardium karena
terganggunya aliran darah ke otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (kematian sel
jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
Hipertensi sistemik atau pulmonal (peningkatan afterload) meningkatkan
beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi serabut otot
jantung. Efek tersebut dapat dianggap sebagai mekanisme kompensasi karena akan
meningkatkan kontraktilitas jantung. Sehingga hipertrofi otot jantung tidak dapat
berfungsi secara normal, dan akhirnya akan terjadi gagal jantung.
Peradangan dan penyakit miokardium degenaratif berhubungan dengan
gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak serabut jantung,
menyebabkan kontraktilitas menurun.
Faktor sistemik. Terdapat sejumlah faktor yang berperan dalam perkembangan
dan beratnya gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misalnya demam),
hipoksia dan anemia memerlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi
kebutuhan oksigen sistemik.
8
2. Manifestasi Klinik CHF
Tanda dominan gagal jantung adalah meningkatnya volume intravaskuler.
Kongesti jaringan terjadi akibat tekanan arteri dan vena yang meningkat akibat
turunnya curah jantung pada kegagalan jantung. Peningkatan tekanan vena pulmonalis
dapat menyebabkan cairan mengalir dari kapiler paru ke alveoli, akibatnya terjadi
edema paru yang dimanifestasikan dengan batuk dan nafas pendek. Meningkatnya
tekanan vena sistemik dapat mengakibatkan edema prifer umum dan penambahan
berat badan (Smeltzer& Bare, 2001).
a. Gagal jantung sisi kiri dan kanan
Ventrikel kanan dan kiri dapat mengalami kegagalan secara terpisah. Gagal
ventrikel kiri paling sering mendahului gagal ventrikel kanan. Gagal ventikel kiri
murni sinonim dengan edema paru akut. Karena curah ventrikel berpasangan atau
sinkron, maka kegagalan salah satu ventrikel dapat mengakibatkan penurunan
perfusi jringan. Tetapi manifestasi kongesti dapat berbeda tergantung pada
kegagalan ventrikel mana yang terjadi.
b. Gagal jantung kiri
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri, karena ventrikel kiri tidak
mampu memompa darah yang datang dari paru. Peningkatan tekanan dalam
sirkulasi paru menyebabkan cairan terdorong kejaringan paru. Manifestasi klinis
yang terjadi meliputi dispnu, batuk, mudah lelah, denyut jantung cepat (takikardi)
dengan bunyi jantung S3, kecemasan dan kegelisahan.
c. Gagal jantung kanan
Bila ventrikel kanan gagal, yang menonjol adalah kongesti viseradan jaringan
perifer. Hal ini terjadi karena sisi kanan jantung tidak mampu mengosongkan
volume darah dengan adekuat sehingga tidak dapat mengakomodasi semua darah
yang secara normal kembali dari sirkulasi vena.
Manifestasi klinis yang tampak meliputi edema ekstremitas bawah (edema
dependen), yang biasanya merupakan pitting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites (penimbunan cairan
didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual, nokturia dan lemah.

9
3. Patofisiologi CHF
Lokasi organ di jantung yang sering terkena dengan CHFialah ventrikel (bilik)
kiri (Muttaqin, 2009). Ventrikel kiri mempunyai tugas yang paling berat. Jika
ventrikel kiri tidak mampu memompakan darah, maka akan timbul 2 hal:
a. Darah yang tinggal didalam bilik kiri akan lebih banyak pada akhir sistole daripada
sebelumnya dan karena pengisian saat sistole berlangsung terus, maka akan
terdapat lebih banyak darah didalam bilik kiri pada akhir diastole. Peninggian
volume dari salah satu ruang jantung,dalam hal ini bilik kiri (preload). Jika
penyakit jantung berlanjut, maka diperlakukan peregangan yang makin lama makin
besar untuk menghasilkan energy yang sama. Pada satu saat akan terjadi bahwa
peregangan diastolic yang lebih besar tidak lagi menghasilkan kontraksi yang lebih
baik dan jantung akan gagal melakukan fungsinya (dekompensasi).
b. Jika bilik kiri tidak mampu memompakan darahnya yang cukup keaorta untuk
memenuhi kebutuhan dari organ yang terletak di perifer, berarti curah jantung
sangat rendah. Curah jantung yang rendah menimbulkan perasaan lesu.

Gagal jantung kanan Gagal jantung kiri

Gagal pompa ventrikel kanan gagal pompa ventrikel kiri

curah jantung kanan tek. ventrikel kiri

tek. akhir distol ventrikel kanan curah jantung kiri

tek. Atrium kanan tek. atrium kiri


(bendungan atrium kanan) & bendungan atrium kiri

tek. vena cava tek. vena pulmonalis


(bendungan vena sistemik) & bendungan vena
pulmonalis

Hambatan vena balik Gangguan keseimbangan bendungan paru


(bendungan sistemik) suplai O2 dg kebutuhan
tek. rata rata arteri
pulmonalis
& bendungan arteri
pulmonal

Gagal Jantung (CHF) perubahan kontraktilitas


jtg

10
curah jantung menurun

sekresi renin yg berlebihan aliran darah tidak efektif

angiotensin I-II vasokontriksi ginjal

aldosteron fungsi glomerulus sekresi ADH ,


adsorpsi H2O pd tubulus
distal
Reabsorpsi Na+ di tubulus distal reabsorpsi Na+ dan H2O

retensi ginjal

vol plasma

intoleransi cairan

odema

kelebihan cairan

Sumber:
(Muttaqin, 2009)

4. Evaluasi Diagnostik CHF


Diagnostik sangat perlu ditegakkan sebelum mulai memberikan penatalaksanaan.
Alat diagnostic dasar untuk gagal jantung semuanya bersifat non-invasif, yaitu
ekokardiografi, elektrokardiografi (EKG), dan foto sinar X dada (Muttaqin, 2009).
a. Ekokardiografi
Ekokardiografi sebaiknya digunakan sebagai alat pertama dalam diagnosis dan
manajemen gagal jantung. Sifatnya tidak invasive, dan segera dapat memberikan
diagnosis disfungsi jantung serta informasi yang berkaitan dengan penyebabnya.
Pemeriksaan ekokardiografi dapat digunakan untuk memperkirakan ukuran dan
fungsi ventrikel kiri.
b. Rontgen Dada
Foto sinar X dada posterior dan anterior dapat menunjukkan adanya hipertensi
vena, edema paru, atau kardiomegali. Bukti pertama adanya peningkatan tekanan
vena paru adalah adanya diversi aliran darah ke daerah atas dan adanya
peningkatan ukuran pembuluh darah.

11
1. Elektrokardiografi
Meskipun memberikan informasi yang berkaitan dengan penyebab, EKG tidak
dapat menunjukkan gambaran yang spesifik. EKG normal menimbulkan kecurigaan
akan adanya diagnosis yang salah.
Gambar EKG pada klien gagal jantung:

Sumber: Samudera-fox.com

Pada pemeriksaan EKG pada klien gagal jantung di atas, ditemukan kelainan EKG, yaitu:
1. Tidak menunjukkan adanya RBBB atau LBBB.
2. Terdapat depresi ST dan T inversi pada V1-V5, menunjukkan adanya penyakit
jantung iskemik.
3. Terdapat S yang dalam pada V1-V3, menunjukkan adanya hipertrofi ventrikel kiri
karena adanya beban tekanan (adanya stenosis aorta dan penyakit jantung hipertensi).

5. Diagnosa Keperawatan dan Intervensi pada Kasus CHF secara Teoritis


Menurut Muttaqin (2009) berdasarkan patofisiologi dan dari pengkajian,
diagnosis keperawatan utama untuk klien gagal jantung adalah sebagai berikut:
1. Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan penurunan
kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
2. Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah
kemiokardium,perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
3. Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan perembesan
cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membrane kapiler alveoli, dan retensi cairan
interstisial.
12
4. Aktual/ resiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengenbangan
paru tidak optimal, kelebihan cairan diparu.
5. Aktual/ risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan menurunnya
curah jantung.
6. Aktual/risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan penurunan
aliran darah keotak.
7. Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan
penurunan perfusi organ.
8. Intoleransi aktifitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai oksigen
kejaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung.
9. Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake, mual, anoreksia.
10. Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
11. Aktual/risiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
12. Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian, peurunan status kesehatan,
situasi krisis, ancaman, atau perubahan kesehatan.
13. Aktual/risiko tinggi konstipasi yang berhubungan dengan penurunan intake, serat dan
penurunan bising usus.
14. Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognosis penyakit, gambaran
diri yang salah, perubahan peran.
15. Risiko ketidakpatuhan terhadap aturan terapeutik yang berhubungan dengan tidak mau
menerima perubahan pola hidup yang sesuai.

Intervensi:
Dx 1: Aktual/risiko tinggi menurunnya curah jantung yang berhubungan dengan
penurunan kontraktilitas ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi
elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau tulang dan bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik
dalam batas normal, keluaran urin adekuat).
Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan
penurunan curah jantung (nilai dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
normal curah jantung pada
orang dewasa 3 liter/menit).

13
Periksa keadaan klien dengan Biasanya terjadi takikardia meskipun pada saat
mengauskultasi nadi apical. istirahat untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitas ventrikel.
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan
sebagai aliran darah kedalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya
nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial.
Istirahatkan klien dengan tirah Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk
baring optimal (mengurangi benar-benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada
aktivitas). patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
ideal. Kepala tempat tidur harus untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
dinaikkan 20 sampai 30 cm atau jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
klien didudukkan dikursi. mengurani kongesti paru.
Kaji perubahan pada sensorik. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
Contoh: letargi, cemas, dan sekunder terhadap penurunan curah jantung.
depresi.
Berikan istirahat psikologi Stres emosi menghasilkan vasokontriksi yang terkait,
dengan lingkungan yang tenang. meningkatkan tekanan darah, dan meningkatkan
frekuensi/kerja jantung.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
dengan nasal kanul/masker miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
obat. volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix), Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
spironolakton (aldakton) mengobati pasien dengan curah jantung relatif normal
ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi
natrium dan air.
b. Vasodilator, contoh nitrat Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
(isosorbide dinitrat, isodril) jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator),
dan tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).

c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan


memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler
sistemik (arteriodilator) juga kerja ventrikel.
d. Captopril (capoten), lisinopril Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
(prinivil), enapril (vasotec) memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan
vasokontriksi, SVR, dan TD

14
e. Morfin sulfat Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan
cemas dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik
cemas pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta keja miokard.
g. Antikoagulan, contoh heparin Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
dosis rendah warfarin pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor
(Coumadin) risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia
jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV, Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel kiri,
pembatasan jumlah total pasien tidak dapat menoleransi peningkatan volume
sesuai dengan indikasi, cairan (preload).
hindari cairan garam
Pantau seri EKG dan perubahan Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
foto dada. terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto
dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

Dx 2: Aktual/risiko tinggi nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah
kemiokardium,perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon nyeri
dada.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, lokasi, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
intensitas, lama dan terjadi sebagai temuan pengkajian.
penyebarannya.
Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dada segera. berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri
keperawatan: Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
a. Atur posisi fisiologis, seperti jaringan yang mengalami iskemia.
semi fowler
b. Istirahatkan klien Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan miokardium menurun dan
akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan
iskemi.
c. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
dengan nasal kanul atau pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
masker sesuai dengan ketidaknyamanan sampai dengan iskemia.
indikasi
d. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan batasi eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
pengunjung meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada
diruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
napas dalam nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.

15
f. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
saatnyeri stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen Masase ringan dapat meningkatkan aliran darah
sentuhan kemudian dengan otomatis membantu suplai darah dan
oksigen ke area nyeri serta menurunkan sensasi nyeri.
Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan
farmakologis antiangina. aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
intravena mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh: Obat-obat ini berfungsi sebagai antiangina, karena
atenolol, tonormin, pindolol, mengurangi denyut jantung dan kontraktilitas
visken propanolol (inderal) miokardium. Obat ini menurunkan kebutuhan
pemakaian oksigen, sehingga rasa nyeri angina
mereda.
d. Penyekat saluran kalsium. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
Contoh: verafamil (calan), menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
diltiazen (prokardi) oksigen. Penghambat kalsium menurunkan
kontraktilitas jantung (efek inotropik negatif) dan
beban kerja jantung, sehingga mengurangi keperluan
jantung akan oksigen.

Dx 3: Aktual/risiko tinggi kerusakan pertukaran gas yang berhubungan dengan


perembesan cairan, kongesti paru sekunder, perubahan membran kapiler alveoli,
dan retensi cairan interstisial.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak ada keluhan sesak atauterdapat penurunan respon
sesak napas.
Intervensi Rasional
Berikan tambahan O2 6 Untuk meningkatkan konsentrasi O2 dalam proses
liter/menit. pertukaran gas.
Koreksi keseimbangan asam Mencegah asidosis yang dapat memperberat fungsi
basa. pernapasan.
Cegah atelektasis dengan Kongesti yang berat akan memperburuk proses
melatih batuk efektif dan napas pertukaran gas sehinggaberdampak pada timbulnya
dalam. hipoksia.
Kolaborasi: Meningkatkan kontraktilitas otot jantung sehingga
 RL 500 cc/24 jam dapat mengurangi timbulnya edema dan dapat
 Digoxin 1-0-0 mencegah gangguan pertukaran gas.
Furosemid 2-1-0 Membantu mencegah terjadinya retensi cairan dengan
menghambat ADH.

Dx 4: Aktual/risiko tinggi pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan


pengenbangan paru tidak optimal, kelebihan cairan diparu.
16
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume
furosemid, sprinolakton, dan plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan,
hidronolakton sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium, Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium

Dx 5: Aktual/risiko tinggi gangguan perfusi perifer yang berhubungan dengan


menurunnya curah jantung.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam perfusi perifer meningkat.
Intervensi Rasional
Auskultasi TD. Bandingkan Hipotensi dapat terjadi juga disfungsi ventrikel,
kedua lengan; ukur dalam hipertensi juga fenomena umum yang berhubunga
keadaan berbaring, duduk, atau dengan nyeri cemas karena pengeluaran katekolamin.
berdiri bila memungkinkan.
Kaji warna kulit, suhu, sianosis, Mengetahui derajat hipoksemia dan peningkatan
nadi perifer, dan diaphoresis tahanan perifer.
secara teratur.
Kaji adanya kongesti hepar pada Sebagai dampak gagal jantung kanan, jika berat akan
abdomen kanan atas. ditemukan adanya tanda kongesti.
Pantau urine output. Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya
produksi urine, pemantauan yang ketat pada produksi
urine < 600 ml/hari merupakan tanda-tanda terjadinya
syok kardiogenik.
Catat adanya murmur. Menunjukkan gangguan aliran darah dalam jantung
(kelainan katup, kerusakan septum, atau vibrasi otot
papilar).
Pantau frekuensi jantung dan Perubahan frekuensi dan irama jantung menunjukkan
irama. komplikasi disritmia.
Berikan makanan kecil/mudah Makanan besar dapat meningkatkan kerja
dikunyah, batasi asupan kafein. miokardium. Kafein dapat merangsang langsung ke
jantung sehingga meningkatkan frekuensi jantung.
Kolaborasi: Jalur yang paten untuk pemberian obat darurat.
 Pertahankan cara masuk
heparin (IV) sesuai indikasi

17
Dx 6: Aktual/risiko tinggi penurunan tingkat kesadaran yang berhubungan dengan
penurunan aliran darah keotak.
Tujuan: Dalam waktu 2 x 24 jam tidak terjadi penurunan tingkat kesadaran dan dapat
mempertahankan cardiac output secara adekuat guna meningkatkan perfusi
jaringan otak.
Intervensi Rasional
Kaji status mental klien (tanyakan Mengetahui derajat hipoksia pada otak.
bagaimana perasaan klien) secara teratur.
Observasi perubahan sensori dan tingkat Bukti actual terhadap penurunan aliran darah
kesadaran pasien yang menunjukkan kejaringan serebral adalah adanya perubahan
penurunan perfusi otak (gelisah, respons sensori dan penurunan tingkat
confuse/bingung, apatis, somnolen). kesadaran fase akut dari kegagalan yang
harus diawasi secara ketat.
Kurangi aktivitas yang merangsang Respon valsava akan meningkatkan beban
timbulnya respon valsava/aktivitas. jantung sehingga akan menurunkan curah
Contoh: mengedan, membaca, dan lain- jantung keotak.
lain.
Catat adanya keluhan pusing. Keluhan pusing merupakan manifestasi
penurunan suplai darah kejaringan otak yang
parah.
Pantau frekuensi jantung dan irama. Perubahan frekuensi dan irama jantung
menunjukkan komplikasi disritmia.
Kolaborasi:
 Pertahankan cara masuk heparin (IV) Jalur yang paten penting untuk pemberian
sesuai indikasi pbat darurat.

Dx 7: Aktual/risiko tinggi tehadap kelebihan volume cairan yang berhubungan dengan


penurunan perfusi organ.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi kelebihan volume cairan sistemik.

Intervensi Rasional
Kaji adanya edema Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
ekstremitas.
Kaji tekanan darah. Sebagai salah satu cara untuk mengetahui peningkatan
jumlah cairan yang dapat diketahui dengan
meningkatkan beban kerja jantung yang dapat diketahui
dari meningkatnya tekanan darah.
Kaji distensi vena jugularis. Peningkatan cairan dapat membebani fungsi ventrikel
kanan yang dapat dipantau melalui pemeriksaan tekanan
vena jugularis.
Ukur intake dan output Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urin.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Beri posisi yang membantu Meningkatkan venous return dan mendorong
drainase ektremitas, lakukan berkurangnya edema perifer.

18
latihan gerak pasif.
Kolaborasi:
a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan meningkatkan
volume plasma yang bedampak terhadap peningkatan
beban kerja jantung dan akan membuat kebutuhan
miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume plasma
furosemid, sprinolakton, dan menurunkan retensi cairan dijaringan, sehingga
dan hidronolakton menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium, Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium

Dx 8: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen kejaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi jantung, irama, Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
dan perubahan TD, selama dan adanya penurunan oksigen miokard.
sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat batasi Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
aktivitas,dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Anjurkan klien untuk Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menghindari peningakatan menurunkan curah jantung dan takikardi, serta peningkatan
tekanan obdomen, misal: TD.
mengejan saat defekasi.
Perahankan klien pada posisi Untuk mengurangi beban jantung.
tirah baring sementara sakit
akut.
Tingkatkan klien duduk dikursi Untuk meningkatkan venous return.
dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous
pasif selama sakit kritis. return.
Evaluasi tanda vital saat Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
kemajuan aktivitas terjadi. aktivitas.
Berikan waktu istirahat Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
diantara waktu aktivitas. tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan O2 Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
sesuaikebutuhan.
Selama aktivitas kaji EKG, Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
dispnea, sianosis,kerja dan
frekuensi nafas, serta keluahan
subjektif.
Berikan diet sesuai kebutuhan Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat
(pembatasan air dan Na). penurunan kontraktilitas jantung.
Rujuk ke program rehabilitasi Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
jantung. miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.

19
Dx 9: Aktual/risiko tinggi perubahan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan
dengan penurunan intake,mual, dan anoreksia.
Tujuan : Dalam waktu 3x24 jam terdapat penngkatan dalam pemenuhan nutrisi.
Intervensi Rasional
Jelaskan tentang manfaat Dengan pemahaman klien akan lebih kooperatif mengikuti
makan bila dikaitkan dengan aturan.
kondisi klien saat ini.
Anjurkan agar klien memakan Untuk menghindari makanan yang justru dapat
makanan yang disediakan mengganggu proses penyembuhan klien.
dirumah sakit.
Berikan makanan dalam Untuk meningkatkan selera dan mencegah mual,
keadaan hangat dan porsi kecil. mempercepat perbaikan kondisi,serta mengurangi beban
kerja jantung.
Libatkan keluarga dalam Klien kadang kala mempunyai selera makan yang sudah
penuhan nutrisi tambahan yang terbiasa sejak dirumah, dengan bantuan keluarga dalam
tidak bertentangan dengan penuhan nutrisi dengan tidak bertentangan dengan pola diet
penyakitnya. akan meningkatkan pemenuhan nutrisi.
Lakukan dan anjurkan Higiene oral yang baik akan meningkatkan nafsu makan
perawatan mulut sebelum dan klien.
sesudah makan serta sebelum
dan sesudah intervensi
pemeriksaan per oral.
Beri motivasi dan dukungan Meningkatkan secara psikologis.
psikologis.
Kolaborasi: Meningkatkan pemenuhan sesuai dengan kondisi klien.
Dengan ahli nutrisi tentang
pemenuhan diet klien.
Pemberian multivitamin. Memenuhi asupan vitamin yang kurang dari penurunan
asupan nutrisi secara umum dan memperbaiki daya tahan.

Dx 10: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berhubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari. istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
semi fowler. nyaman.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
dengan nasal kanula atau pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
masker sesuai dengan indikasi. ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
Manajemen lingkunagan: Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
lingkungan tenang dan batasi nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
pengunjung. klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
sebelum tidur. persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.
Lakukan manajemen sentuhan. Manajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan dukungan psikologis dapat membantu

20
menurunkan stimulus eksternal, massage ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
proses oksigen.
Kolaborasi pemberian obat Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien
sedative. dalam memenuhi kebutuhan tidur.

Dx 11: Aktual/ resiko tinggi cedera yang berhubungan dengan pusing dan kelemahan.
Tujuan: Dalam waktu 3x24 jam tidak terjadi cedera pada klien.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari. istirahat dan sebagai temuan pengkajian.

Pantau adanya pengaman pada Tempat tidur dengan adanya pengaman/pagar tempat tidur
tempat tidur klien. dapat mencegah klien jatuh pada saat gelisah dan
mengalami kelemahan.
Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis asupan akan meningkatkan O2 dan rasa
semi fowler. nyaman.
Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan batasi eksternal dan batasan pengunjung akan membantu klien
pengunjung. dalam melakukan istirahat psikologis.

Dx 12: Cemas yang berhubungan dengan rasa takut akan kematian.


Tujuan: Dalam waktu 1x24 jam kesemasan klien berkurang terhadap tindakan dan wajah
rileks.
Intervensi Rasional
Bantu klien mengekspresikan Cemas berkelanjutan dampak serangan jantung
perasaan marah, kehilangan, selanjutnya.
dan takut.
Kaji tanda verbal dan Reaksi verbal/nonverbal dapat menunjukkan rasa agitasi,
nonverbal kecemasan, marah dan gelisah.
dampingi klien dan lakukan
tindakan bila menunjukkan
perilaku merusak.
Hindari konfrontasi Konfrontasi dapat meningkatkan rasa marah, menurunkan
(menentang klien). kerja sama, dan mungkin memperlambat penyembuhan.
Mulai melakukan tindakan Mengurangi rangsangan eksternal yang tidak perlu.
untuk mengurangi
kecemasan,beri lingkungan
yang tenang dan suasana penuh
istirahat.
Orientasikan klien terhadap Orientasi dapat menurunkan kecemasan.
prosedur rutin dan aktivitas
yang diharapkan.
Beri kesempatan kepada klien Dapat menghilangkan ketegangan terhadap kekhawatiran
untuk mengungkapkan yang tidak diekspresikan.
ansietasnya.
Berikan privasi untuk klien dan Adanya keluargadan teman-teman yang dipilih klien untuk
orang terdekat. melayani aktivitas dan pengalihan (misalnya membaca)

21
akan menurunkan perasaan terisolasi.
Kolaborasi: Berikan anticemas Meningkatkan relaksasi dan menurunkan kecemasan.
sesuai indikasi, contohnya
diazepam.

Dx 13: Koping individu tidak efektif yang berhubungan dengan prognisis penyakit gambaran
diri yang salah dan perubahan peran.
Tujuan : Dalam waktu 1x24 jam klien mampu mengembangkan koping yang positif.
Intervensi Rasional
Kaji perubahan dari gangguan Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana
persepsi dan hubungan dengan perawatan atau pemilihan intervensi.
derajat ketidakmampuan.
Identifikasi arti kehilangan atau Beberapa klien dapat menerima dan mengatur perubahan
disfungsi pada klien. fungsi secara efektif dengan sedikit penyesuaian diri.

G. Penatalaksanaan Medis dan Keperawatan


Penatalaksanaan Medis menurut Muttaqin (2009) adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen
Pemenuhan oksigen akan mengurangi kebutuhan miokardium dan memenuhi
kebutuhan oksigen tubuh.
2. Terapi nitrat dan vasodilator
Terapi nitrat untuk memperbaiki prognosis gagal jantung. Terapi vasodilator parenteral
(nitrogliserin parenteral ) memerlukan pemantauan hemodinamik yang akurat dari
tekanan irisan arteri dan pulmonal serta penggunaan pompa infus untuk menitrasi
dengan cermat dosis yang diberikan.
3. Diuretik
Diuretic memiliki efek antihipertensi dengan meningkatkan pelepasan air dan garam
natrium. Menyebabkan cairan dan merendahkan tekanan darah. Diuretic yang
meningkatkan eksresi kalium digolongkan sebagai diuretic yang tidak menahan kalium
dan diuretic yang menahan kalium disebut diuretic hemat kalium.
4. Digitalis
Digitalis adalah obat utama untuk meningkatkan kontraktilitas. Pada kegagalan
jantung, digitalis memperlambat frekuensi ventrikel dan meningkatkan kekuatan
kontraksi serta peningkatan efisiensi jantung.
5. Intropik positif: dopamine dan dobutamin (dobutrex)
Dopamine bisa juga digunakan untuk meningkatkan denyut jantung pada keadaan
bradikardi. Dobutamin (dobutex) adalah suatu obat simpatomimetik dengan kerja beta
1 adrenergik. Efek beta 1 termasuk meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan

22
meningkatkan denyut. Dobutamin merupakan indikasi pada keadaan syok apabila
ingin didapatkan perbaikan curah jantung dan kemampuan kerja jantung secara
menyelurh.
6. Sedatif
Pada keadaan gagal jantung berat, pemberian sedatif untuk mengurangi kegelisahan
dapat diberikan. Dosis Phenobarbital 15-30 mg 4 kali sehari dengan tujuan
mengistirahatkan klien dan memberi relaksasi pada klien.

Penatalaksanaan Keperawatan:
1. Menganjurkan untuk merubah gaya hidup.
Rasional: Pengaturan nutrisi dan penurunan berat badan pada penderita dengan
kegemukan.
2. Memberikan pengetahuan pentingnya berolahraga.
Rasional: Mempunyai efek yang positif terhadap otot skeletal, fungsi otonom, endotel
serta neurohormonal dan juga terhadap sensitifitas insulin.
3. Membatasi asupan natrium.
Rasional: Pembatasan natrium ditujukan untuk mencegah, mengatur, atau mengurangi
edema, seperti pada hipertensi atau gagal jantung.
4. Menganjurkan diet
Rasional: Agar kerja dan keteganggan otot jantung minimal, dan status nutrisi
terpelihara, sesuai dengan selera dan pola makan klien. Klien yang dibatasi diet
natriumnya juga hartus diingatkan untuk tidak meminum obat-obat tanpa resep seperti
antasida, sirup obat batuk, pencahar, penenang, atau pengganti garam
5. Memberikan dukungan psikologis.
Rasional: Ketakutan dan kecemasan yang berlebihan merupakan gambaran utama pada
edema paru. Asuhan keperawatan harus disusun untuk memperbanyak kehadiran
perawat disisi tempat tidur klien. Klien harus sering diberi informasi yang mudah dan
ringkas mengenai apa yang telah dilakukan untuk merawat penyakitnya dan bagaimana
ia harus berespons.

23
Kata-kata Sulit:
1. Ateroskleresis koroner: Istilah umum untuk beberapa penyakit dimana dinding arteri
menjadi lebih tebal dan kurang lentur.
2. Hipertensi sistemik atau pulmonal: Peningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya
mengakibatkan hipertrofi serabut otot jantung.
3. Asidosis: Suatu keadaan dimana adanya peningkatan asam didalam darah yang disebabkan
oleh berbagai keadaan dan penyakit tertentu yang mana tubuh tidak bisa mengeluarkan
asam dalam mengatur keseimbangan asam basa.
4. Preload: Jumlah darah yang mengisi jantung berbanding langsung dengan tekanan yang
ditimbulkan oleh panjangnya regangan serabut jantung.
5. Afterload: Besarnya tekanan ventrikel yang harus dihasilkan untuk memompa darah
melawan perbedaan tekanan yang ditimbulkan oleh tekanan arteriol.
6. Kongesti paru: Vascular paru menerima darah yang berlebihan dari ventrikel kanan, yang
tidak dapat diakomodasi oleh jantung kiri.
7. Kontraktilitas: Kemampuan otot-otot jantung untuk mengembang dan menguncup.
8. Ortopnea: Ketidakmampuan berbaring datar karena dispnu, adalah keluhan umum lain dari
dari gagal ventrikel kiri yang berhubungan dengan kongesti vascular pulmonal.
9. Dispnea: Perasaan sulit bernafas dandanbiasanya merupakan gejala utama dari penyakit
kardiopulmonal.
Pitting edema: Edema yang akan tetap cekung bahkan setelah penekanan ringan
dengan ujung jari, baru jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan paling tidak
sebanyak 4,5 kg. Uraian Kasus
Seorang laki-laki berusia 69 tahun dirawat di ruang Medikal Bedah RSUD
Pekanbaru dengan keluhan sejak 2 hari yang lalu mengalami sesak nafas apalagi pada
malam hari. Sesak nafas dan batuk sering disertai nyeri dada sebelah kanan dengan
skala nyeri 6. Pasien kelihatan lemah dan pucat. Sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak
karena kalau terbaring Tn. C semakin sesak nafas. Klien memiliki riwayat penyakit
hipertensi. Pada pengkajian ditemukan kaki oedema derajat 4. Tanda-tanda vital BP :
180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T : 38,9o C.
1. Pengkajian
Data Subjektif :
1. Klien mengatakan sesak nafas dan batuk disertai nyeri dada sebelah kanan.
2. Klien mengatakan sudah 3 hari tidak bisa tidur nyenyak karena kalau terbaring
semakin sesak nafas.
24
3. Klien memiliki riwayat penyakit hipertensi.

Data Objektif :
1. Klien terlihat pucat dan lemah
2. Kaki oedema derajat 4
3. Tanda-tanda vital, BP: 180/100 mmHg, P : 105 x/i, RR : 34 x/i, T : 38,9oC

C. Analisa Data
No. Data Etiologi Masalah
Keperawatan
1. DS : - Klien mengatakan Hipertensi Penurunan curah
sesak nafas dan batuk jantung
sering disertai nyeri Nekrosis sel otot jantung
dada sebelah kanan
(skala nyeri 6).
-Klien mengatakan Hipertrofi ventrikel
sudah 3 hari tidak bisa
tidur nyenyak karena
kalau terbaring
semakin sesak nafas. Disfungsi diastolic, sistolik,
- Klien memiliki iskemia miokard, dan aritmia
riwayat penyakit
hipertensi. Gagal jantung
DO :- Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg Curah jantung menurun
P : 105 x/i
RR : 34 x/i Penurunan kontraktilitas
T : 38,9o C miokard

Aliran tidak
adekuat ke jantung dan otak

Penurunan curah jantung

2. DS : - Klien mengatakan Kongesti pulmonalis Pola nafas tidak


sesak nafas dan batuk meningkat efektif
DO : - Tanda-tanda vital
BP : 180/100 mmHg Tekanan hidrostatik lebih
P : 105 x/i besar dari tekanan osmotik
RR : 34 x/i
T : 38,9o C Perembesan cairan ke alveoli

Kerusakan pertukaran gas

Edema paru

25
Pengembangan paru tidak
optimal

Pola nafas tidak efektif

3. DS : - Klien mengatakan Curah jantung menurun Nyeri dada


nyeri dada sebelah
kanan (skala nyeri 6). Penurunan suplai O2 ke
DO : - Tanda-tanda vital miokardium
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i Perubahan metabolisme
RR : 34 x/i miokardium
T : 38,9o C

Nyeri dada
4. DS : - Klien mengatakan Pola nafas tidak efektif Gangguan pemenuhan
sudah 3 hari tidak bisa kebutuhan istirahat
tidur nyenyak karena Gangguan oksigenasi dan tidur
kalau terbaring jaringan
semakin sesak nafas
(skala nyeri 6). Menghambat O2 ke jaringan
DO : - Klien terlihat lemah dan organ
dan pucat.
- Tanda-tanda vital Lemah dan pucat
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i
T : 38,9o C

5. DS : - Gagal jantung Intoleransi aktivitas


DO : - Klien kelihatan
lemah dan pucat Curah jantung menurun
- Kaki oedema derajat
4 Penurunan kontraktilitas
- Tanda-tanda vital miokard
BP : 180/100 mmHg
P : 105 x/i
RR : 34 x/i Aliran tidak adekuat ke
T : 38,9o C jantung dan otak

Kelemahan fisik

26
D. WOC Kasus
Faktor Resiko

Peny. pada Miokard Gangguan Mekanik Pada Miokard Gangguan Irama


Jantung
sendiri (Hipertensi)

Nekrosis sel otot jantung

Hipertrofi ventrikel

Disfungsi diastolic, sistolik, iskemia miokard, dan aritmia

Gagal Jantung Kanan Gagal jantung Gagal Jantung Kiri

Curah jantung menurun Kongesti pulmonalis


meningkat

Penurunan kontraktilitas miokard Tekanan hidrostatik >


tekanan
osmotic
Aliran tidak adekuat ke jantung dan otak Pembesaran
cairan ke
alveoli

Penurunann Curah Edema paru


Jantung

Penurunansuplai O2 Pengembangan paru


ke miokardium tidak optimal

27
Peningkatan hipoksia
Pola Nafas tidak Efektif
jaringan miokardium

Perubahan metabolisme miokardium Gangguan


oksigenasi
ke jaringan

Nyeri Dada
Kelemahan fisik Menghambat O2
ke
Jaringan dan organ
Intoleransi Aktivitas
Lemah dan
pucat

Ggn. Pemenuhan
Istirahat dan Tidur

Asuhan Keperawatan
Dx 1: Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan penurunan kontraktilitas
ventrikel kiri, perubahan frekuensi, irama, dan konduksi elektrikal.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam penurunan curah jantung dapat teratasi dan
menunjukan tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia terkontrol
atau tulang dan bebas gejala gagal jantung (seperti barameter hemodinamik
dalam batas normal, keluaran urin adekuat).
KH: Klien akan melaporkan penurunan episode dispnea, berperan dalam aktivitas
mengurangi beban kerja jantung, tekanan darah dalam batas normal (120/80
mmHg), nadi 80 x/i, tidak terjadi aritmia, denyut jantung dan irama jantung
teratur.
Intervensi Rasional
Kaji dan laporkan tanda Kejadian mortalitas dan morbiditas sehubungan
penurunan curah jantung (Nilai dengan MI yang lebih dari 24 jam pertama.
curah jantung normal pada
orang dewasa 3 liter/menit).
Catat bunyi jantung. S1dan S2 mungkin lemah karena menurunnya kerja
pompa, irama gallop umum (S3 dan S4) dihasilkan

28
sebagai aliran darah ke dalam serambi yang distensi
murmur dapat menunjukkan inkompetensi/stenosis
mitral.
Palpasi nadi perifer. Penurunan curah jantung menunjukkan menurunnya
nadi, radial, popliteal, dorsalis pedis, dan postibial
Istirahatkan klien dengan tirah Oleh karena jantung tidak dapat diharapkan untuk
baring optimal (mengurangi benar-benar istrahat untuk sembuh seperti luka pada
aktivitas). patah tulang, maka hal terbaik yang dilakukan adalah
mengistirahatkan klien. Melalui inaktivitas, kebutuhan
pemompaan jantung diturunkan.
Atur posisi tirah baring yang Klien dengan gagal jantung kongestif dapat berbaring
ideal. Kepala tempat tidur untuk mengurangi kesulitan bernapas dan mengurangi
harus dinaikkan 20 sampai 30 jumlah darah yang kembali ke jantung sehingga dapat
cm (8-10 inc) atau klien mengurangi kongesti paru.
didudukkan dikursi.
Kaji perubahan pada sensorik. Dapat menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
Contoh: letargi, cemas, dan sekunder terhadap penurunan curah jantung.
depresi.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan sediaan oksigen untuk kebutuhan
dengan nasal kanul/masker miokardium guna melawan efek hipoksia/iskemia.
sesuai dengan indikasi.
Kolaborasi untuk pemberian Banyaknya obat dapat digunakan untuk meningkatkan
obat. volume sekuncup, memperbaiki kontraktilitas, dan
menurunkan kongesti.
a. Diuretic, furosemid (lasix), Penurunan preload paling banyak digunakan dalam
spironolakton (aldakton). mengobati pasien dengan curah jantung relative
normal ditambah dengan gejala kongesti diuretic blok
reabsorbsi diuretic, sehingga mempengarui reabsorpsi
natrium dan air.
b. Vasodilator, contoh nitrat Vasodilator digunakan untuk meningkatkan curah
(isosorbide dinitrat, isodril) jantung, menurunkan volume sirkulasi (vasodilator),
dan tahanan vascular sistemik (arteridilator, juga kerja
ventrikel).
c. Digoxin (ianoxin) Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkan
volume sirkulasi (vasodilator) dan tahanan vaskuler.
d. Captopril (capoten), Meningkatkan kekuatan kontraksi miokardium dan
lisinopril (prinivil), enapril memperlambat frekuensi jantung dengan menurunkn
(vasotec). konduksi dan memperlambat periode refraktori
angiotensin dalam paru serta menurunkan
vasokontriksi, SVR, dan TD
e. Morfin sulfat. Penurunan tahanan vascular dan aliran balik
vena/menurunkan kerja miokard, menghilangkan
cemas dan mengistirahatkan sirkulasi umpan balik
cemas pengeluaran katekolamin vasokontriksi cemas.
f. Tranqulilizer/sedative Meningkatkan istirahat/relaksasi dan menurunkan
kebutuhan oksigen serta kerja miokard.
g. Antikoagulan, contoh Dapat digunakan secara profilaksis untuk mencegah
heparin dosis rendah pembentukan thrombus/emboli pada adanya faktor
warfarin (Coumadin) risiko seperti statis vena, tirah baring, disritmia

29
jantung, dan riwayat episode sebelumnya.
h. Pemberian cairan IV, Oleh karena adanya peningkatan tekanan ventrikel
pembatasan jumlah total kiri, pasien tidak dapat menoleransi peningkatan
sesuai dengan indikasi, volume cairan (preload).
hindari cairan garam.
Pantau seri EKG dan Depresi segmen ST dan datarnya gelombang T dapat
perubahan foto dada. terjadi karena peningkatan kebutuhan oksigen. Foto
dada dapat menunjukkan pembesaran jantung dan
perubahan kongesti pulmonal.

Dx 2: Pola napas tidak efektif yang berhubungan dengan pengembangan paru tidak
optimal, kelebihan cairan di paru.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak terjadi perubahan pola napas.
KH: Klien tidak sesak nafas, RR dalam batas normal, respon batuk berkurang.

Intervensi Rasional
Auskultasi bunyi napas (krakles). Indikasi edema paru sekunder akibat dekompensasi
jantung.
Kaji adanya edema. Curiga gagal kongestif/kelebihan volume cairan.
Ukur intake dan output. Penurunan curah jantung mengakibatkan gangguan
perfusi ginjal, retensi natrium/air, dan penurunan
keluaran urine.
Timbang berat badan. Perubahan tiba-tiba dari berat badan menunjukkan
gangguan keseimbangan cairan.
Kolaborasi
a. Berikan diet tanpa garam Natrium meningkatkan retensi cairan dan
meningkatkan volume plasma yang bedampak
terhadap peningkatan beban kerja jantung dan akan
membuat kebutuhan miokardium meningkat.
b. Berikan diuretic, contoh: Diuretic bertujuan untuk menurunkan volume
furosemid, sprinolakton, dan plasma dan menurunkan retensi cairan dijaringan,
hidronolakton. sehingga menurunkan resiko terjadinya edema paru.
c. Pantau data laboratorium, Hipokalemi dapat membatasi keefektifan terapi.
elektrolit kalium.

Dx 3: Nyeri dada yang berhubungan dengan kurangnya suplai darah ke miokardium,


perubahan metabolisme, dan peningkatan produksi asam laktat.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam tidak ada keluhan dan terdapat penurunan respon
nyeri dada.
KH: Secara subjektif klien menyatakan penurunan rasa nyeri dada. Secara objektif
didapatkan TTV dalam batas normal.
Intervensi Rasional
Catat karakteristik nyeri, Variasi penampilan dan perilaku klien karena nyeri
lokasi, intensitas, lama dan terjadi sebagai temuan pengkajian.
penyebarannya.
Anjurkan kepada klien untuk Nyeri berat dapat menyebabkan syok kardiogenik yang
melaporkan nyeri dada segera. berdampak pada kematian mendadak.
Lakukan manajemen nyeri:

30
a. Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 ke
semi fowler. jaringan yang mengalami iskemia.
b. Istirahatkan klien. Istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 jaringan
perifer, sehingga kebutuhan miokardium menurun dan
akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke
miokardium yang membutuhkan O2 untuk menurunkan
iskemi.
c. Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk
dengan nasal kanul pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
ketidaknyamanan.
d. Manajemen lingkungan: Lingkungan tenang akan menurunkan stimulus nyeri
lingkungan tenang dan eksternal dan pembatasan pengunjung akan membantu
batasi pengunjung. meningkatkan kondisi O2 ruangan yang akan
berkurang apabila banyak pengunjung yang berada di
ruangan.
e. Ajarkan teknik relaksasi Meningkatkan asupan O2 sehingga akan menurunkan
napas dalam. nyeri sekunder dari iskemia jaringan otak.
f. Ajarkan teknik distraksi pada Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
saat nyeri. stimulus internal dengan mekanisme peningkatan
produksi endorphin dan enkefalin yang dapat memblok
reseptor nyeri untuk tidak dikirimkan ke korteks
serebri sehingga menurunkan persepsi nyeri.
g. Lakukan manajemen Manajemen sentuhan pada saat nyeri berupa sentuhan
sentuhan. dukungan psikologis dapat membantu menurunkan
nyeri.

Kolaborasi pemberian terapi Obat-obat antiangina bertujuan untuk meningkatkan


farmakologis antiangina. aliran darah, baik dengan menambah suplai oksigen
atau dengan mengurangi kebutuhan miokardium akan
oksigen.
a. Antiangina (nitrogliserin) Nitrat berguna untuk kontrol nyeri dengan efek
vasodilatasi koroner.
b. Analgesic, morfin 2-5 mg Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi, dan
intravena mengurangi kerja miokard.
c. Penyekat beta. Contoh: Penghambat (adrenergic) beta menghambat reseptor
atenolol, tonormin, pindolol, beta 1 untuk mengontrol nyeri melalui efek hambatan
visken propanolol (inderal) rangsang simpatis, dengan demikian, denyut jantung
akan berkurang. Obat-obat ini berfungsi sebagai
antiangina, karena mengurangi denyut jantung dan
kontraktilitas miokardium. Obat ini menurunkan
kebutuhan pemakaian oksigen, sehingga rasa nyeri
angina mereda.
d. Penyekat saluran kalsium. Kalsium mengaktivasi kontraksi miokardium serta
Contoh: verafamil (calan), menambah beban kerja dan keperluan jantung akan
diltiazen (prokardi). oksigen. Penghambat kalsium menurunkan
kontraktilitas jantung (efek inotropik negatif) dan
beban kerja jantung, sehingga mengurangi keperluan
jantung akan oksigen. Obat ini efektif dalam
mengendalikan angina varian dengan merelaksasikan
arteri koroner dan dalam meredakan angina klasik

31
dengan mengurangi kebutuhan oksigen.

Dx 4: Gangguan pemenuhan istirahat dan tidur yang berubungan dengan adanya sesak
napas.
Tujuan: Dalam waktu 3 x 24 jam keluhan gangguan pemenuhan tidur berkurang.
KH: Klien tidak mengeluh mengantuk, TTV dalam batas normal, mata tidak merah, tidur 6-
8 jam/ hari.
Intervensi Rasional
Catat pola istirahat dan tidur Variasi penampilan dan perilaku klien dalam pemenuhan
klien siang dan malam hari. istirahat serta tidur sebagai temuan pengkajian.
Atur posisi fisiologis, seperti Posisi fisiologis akan meningkatkan asupan O2 dan rasa
semi fowler. nyaman.
Berikan oksigen tambahan Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pejadi
denagan nasal kanula atu pemakaian miokardium sekaligus mengurangi
masker sesuai deangan ketidaknyamanan dan terjadi iskemia.
indikasi.
Manajemen lingkungan: Lingkungan yang tenang, klien akan menurunkan stimulasi
lingkunagan tenang dan batasi nyeri eksternal dan batasan pengunjung akan membantu
pengunjung. klien dalam melakukan istirahat psikologis.
Ajarkan teknik distraksi Distraksi (pengalihan perhatian) dapat menurunkan
sebelum tidur. persepsi nyeri dan efektif pada klien yang sudah
mengalami penurunan tingkat sesak.
Lakukan manajemen Menajemen sentuhan pada klien yang insomnia berupa
sentuhan. sentuhan dukungan psikologis dapat membantu
menurunkan srimulus eksternal, massage ringan dapat
meningkatkan aliran darah dan dengan otomatis membantu
proses oksigen.
Kolaborasi pemberian obat Meningkatkan istirahat/relaksasi dan membantu klien
sedative. dalam memenuhi kebutuhan tidur.

Dx 5: Intoleransi aktivitas yang berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai


oksigen ke jaringan dengan kebutuhan sekunder dari penurunan curah jantung.
Tujuan: Aktivitas sehari-hari klien terpenuhi dan meningkatnya kemampuan beraktivitas.
KH: Klien menunjukkan kemampuan beraktivitas tanpa gejala- gejala yang berat, terutama
mobilisasi ditempat tidur.
Intervensi Rasional
Catat frekuensi jantung, irama, Respon klien terhadap aktivitas dapat mengindikasikan
dan perubahan TD, selama adanya penurunan oksigen miokard.
dan sesudah aktivitas.
Tingkatkan istirahat batasi Menurunkan kerja miokard/konsumsi oksigen.
aktivitas, dan berikan aktivitas
senggang yang tidak berat.
Anjurkan klien untuk Dengan mengejan dapat mengakibatkan bradikardi,
menghindari peningkatan menurunkan curah jantung dan takikardi, serta
tekanan obdomen, misal: peningakatan TD.
mengejan saat defekasi.
Perahankan klien pada posisi Untuk mengurangi beban jantung.

32
tirah baring sementara sakit
akut.
Tingkatkan klien duduk di Untuk meningkatkan venous return.
kursi dan tinggikan kaki klien.
Pertahankan rentang gerak Meningkatkan kontraksi otot sehingga membantu venous
pasif selama sakit kritis. return.
Evaluasi tanda vital saat Untuk mengetahui fungsi jantung bila dikaitkan dengan
kemajuan aktivitas terjadi. aktivitas.
Berikan waktu istirahat Untuk mendapatkan cukup waktu resolusi bagi tubuh dan
diantara waktu aktivitas. tidak terlalu memaksa kerja jantung.
Pertahankan penambahan O2 Untuk meningkatkan oksigen jaringan.
sesuai kebutuhan.
Selama aktivitas kaji EKG, Melihat dampak dari aktivitas terhadap fungsi jantung.
dispnea, sianosis,kerja dan
frekuensi nafas, serta keluhan
subjektif.
Beikan diet sesuai kebutuhan Untuk mencegah retensi cairan dan edema akibat
(pembatasan air dan Na). penurunan kontraktilitas jantung.
Rujuk ke program rehabilitasi Meningkatkan jumlah oksigen yang ada untuk pemakaian
jantung. miokardium sekaligus mengurangi ketidaknyamanan
sampai dengan iskemia.

F. Penatalaksanaan Farmakologi dan Non Farmakologi


Terapi farmakologis untuk klien CHF pada umumnya bertujuan untuk mengatasi
disfungsi sistolik (Muttaqin, 2009). Gangguan sistolik pada ventrikel kiri hampir selalu
disertai adanya aktivitas sistem neuroendokrin. Berikut ini ada beberapa terapi
farmakologi yang dapat diberikan untuk klien dengan CHF:
1. Inhibitor ACE.
Bekerja dengan menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II.
Angiotensin II bekerja di ginjal dengan menahan ekskresi cairan (Na+ dan H2O) yang
dapat meningkatkan tahanan perifer dan berefek pada peningkatan tekanan darah.
Dengan adanya ACE inhibitor maka tidak akan terbentuk angiotensin II, mengurangi
retensi cairan, terjadi vasodilatasi dan mengurangi kerja jantung. Beberapa jenis dari
ACE inhibitor adalah enalapril lisinopril, benazepril, quinapril, fisinopril, ramipril dan
yang banyak digunakan adalah Captopril.
2. Diuretik
Bertujuan untuk mengatasi retensi cairan sehingga mengurangi beban volume
sirkulasi yang menghambat kerja jantung. Pada pemberian diuretik harus diawasi
kadar kalium darah karena hipokalsemia mudah terjadi karena gangguan irama
jantung. Diuretik harus diberikan dalam jumlah yang besar untuk menghilangkan

33
edema paru dan atau perifer. Efek samping utama adalah hipokalemia. Ada beberapa
macam duretik yang dapat digunakan, seperti spironolakton, lasix, bumetanide,
hydrochlorothiazide, dan yang paling sering digunakan adalah furosemid (lasix).
3. Antagonis Reseptor Angiotensin II.
Bekerja dengan menghambat antagonisme langsung terhadap reseptornya.
Masuk antagonis A.II yang spesifik adalah losartan, valsatran, kandesartan, dan
irbesartan, sifatnya mirip dengan inhibitor ACE. Perbedaannya dengan inhibitor ACE
adalah obat golongan ini tidak menghambat pemecahan bradikinin dan kinin-kinin
lainya, sehingga tidak menimbulkan batuk kering.
4. Beta bloker
Diberikan hanya pada pasien yang stabil, dengan dosis rendah dan serta
dinaikkan secara bertahap. Berfungsi untuk menurunkan kegagalan pompa serta
kematian mendadak akibat aritmia. Yang termasuk beta bloker adalah bisoprolol,
metoprolol, dan karvedilol.
5. Kombinasi hidralazin dengan issorbid dinitrat ( 37,5 mg/tablet dan 20 mg/tablet)
Obat ini diindikasikan untuk untuk pasien yang intoleran dengan inhibitor
ACE Keadekuatan jantung untuk memompakan darah ke seluruh tubuh sangat penting
untuk kelangsungan hidup individu. Ketika terjadi suatu masalah pada jantung maka
seluruh fungsi tubuhpun akan ikut terkena imbasnya. Suplai oksigen dan nutrisi ke
seluruh jaringan tubuh akan ikut terganggu yang tentunya akan mengganggu proses
metabolisme sel-sel tubuh.
Non farmakologis
a. CHF Kronik
 Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi
oksigen melalui istirahat atau pembatasan aktivitas.
 Diet pembatasan natrium
 Menghentikan obat-obatan yang memperparah seperti NSAIDs karena efek
prostaglandin pada ginjal menyebabkan retensi air dan natrium
 Pembatasan cairan (kurang lebih 1200-1500 cc/hari)
 Olahraga secara teratur
b. CHF Akut
 Oksigenasi (ventilasi mekanik)
 Pembatasan cairan

34
G. Health Education
Pasien dengan penyakit gagal jantung dapat belajar untuk mengatur aktivitas
sesuai respons individual. Tujuan: memperlambat perkembangan penyakit dan
perkembangan gagal jantung.
Menurut Smeltzer & Bare (2001), perawat harus memberikan pengetahuan kepada pasien
agar mempelajari hal-hal berikut untuk mencapai tujuan:
1. Hidup dengan reserve jantung yang terbatas
a. Beristirahat harus cukup
i. Beristirahat secara teratur setiap hari.
ii. Memperpendek waktu kerja bila memungkinkan.
iii.Menghindari kemarahan emosional.
b. Menerima kenyataan bahwa pemakaian digitalis dan pembatasan natrium mungkin
harus dialami seumur hidup.
i. Minum digitalis dengan dosis sesuai dengan yang diresepkan.
 Menghindari mengganti merek dagang dengan merek lain selain yang
diresepkan.
 Memeriksa denyut nadi sendiri setiap hari.
 Melakukan system penghitungan sisa tablet untuk menyakinkan bahwa
obat telah diminum.
ii. Minum diuretic sesuai resep.
 Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama untuk
mendeteksi setiap kecenderungan penimbunan cairan.
 Melaporkan peningkatan berat badan lebih 0,9-1,4 kg dalam beberapa hari.
 Mengetahui tanda dan gejala kehilangan kalium, bila meminum kalium
peroral, selalu menghitung sisa tablet sesuai jumlah obat diuretic.
iii. Minum vasodilator sesuai resep.
 Belajar mengukur tekanan darah sendiri dengan interval yang dianjurkan.
 Mengetahui tanda dan gejala hipotensi ortostatik dan bagaimana
mencegahnya.
2. Membatasi natrium sesuai petunjuk.
a. Membaca dengan teliti rencana diit yang tertulis dan daftar makanan yang
dilarang dan yang tidak diperbolehkan.

35
b. Periksalah label untuk mengetahui kandungan natrium (antasida, pencahar,
obat batuk dan sebangsanya).
c. Menghindari penggunaan garam.
d. Menghindari makan dan minum yang berlebihan.
3. Memeriksa kembali program aktivitas.
a. Meningkatkan jalan-jalan dan aktivitas lain secara bertahap, agar tidak
menyebabkan kelelahan dan dispnea.
b. Secara umum, tetap menjalankan berbagai tingkat aktivitas yang bisa
dipertahankan, tanpa menimbulkan gejala.
c. Menghindari panas dan dingin yang berlebihan, yang akan meningkatkan kerja
jantung. Air conditioning sangat penting pada iklim panas dan lembab.
d. Mematuhi kunjungan berkala ke dokter atau klinik.
4. Siaga terhadap gejala yang menunjukkan kekambuhan gagal yang menunjukkan
kekambuhan gagal jantung.
a. Mengingat gejala yang dialami ketika mulai sakit.
Timbulnya kembali gejala yang dulu menunjukkan adanya kekambuhan.
b. Melaporkan dengan segera kepada dokter atau klinik semua yang dibawah :
i. Peningkatan berat badan
ii.Kehilangan selera makan
iii.Napas pendek setelah beraktivitas
iv.Bengkak ditumit, kaki atau perut
v. Buang air kecil yang sering dimalam hari.

36
B. Anatomi dan fisiologi saluran pernapasan

Sistem pernafasan pada manusia dibagi menjadi beberapa bagian. Saluran penghantar
udara dari hidung hingga mencapai paru-paru sendiri meliputi dua bagian yaitu saluran
pernafasan bagian atas dan bagian bawah dari benda asing,dan sebagai penghangat
,penyaring ,serta pelembab dari udara yang dihirup hidung.saluran pernafasan atas ini terdiri
dari organ-organ berikut

1. Saluran pernafasan bagian atas (Upper Respiratory Airway)


Secara umum fungsi utama dari saluran pernafasan atas adalah sebagai saluran
udara(air conduction) menuju saluran nafas bagian bawah untuk pertukaran
gas,melindungi (protecting) saluran.
a. Hidung (cavum nasalis)
Rongga hidung dilapisi sejenis selaput lendir yang sangat kaya akan pembuluh
darah.rongga ini bersambung dengan lapisan faring dan selaput lendir sinus yang
mempunyai lubang masuk kedalam rongga hidung
b. Sinus paranasanalis
Sinus paranasanalis merupaka daerah yang terbuka pada tulang kepala. nama sinus
paranalis sendri yang disesuaikan dengan nama tulang dimana organ tersebut
berada.organ ini terdiri atas frontalis,sinus etmoidalis,sinus spinoidalis dan sinus
maksilaris.fungsi dari sinus adalah untuk menghangatkan dan melembabkan
udara,meringankan berat tulang tengkorak,serata mengatur bunyi suara manusia
dengan ruang resonasi.
c. Faring (tekak)

37
Faring adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar tengkorak sampai persmbungannya
dengan esofagus ,pada ketinggian tulang rawan krikoid.oleh karena itu letak faring
dibelakang laring
d. Laring(tenggorokan)
Laring terletak didepan bagian terendah faring yang memisahkan faring dari columna
vertebrata,laring merentang sampai bagian atas vertebrata servikals dan masuk
kedalam trakea dibawahnya .laring terdiri atas kepingan tulang rawan yang
diikat/disatukan oleh ligamen ndan membran
2. Saluran pernafasan bagian bawah (Lower Airway)
Ditinjau dari fungsinya secara umum pernafasan bagian bawah terbagi menjadi dua
kompenin.pertama,saluran udara kondusif atau yang sering dsebut sebagai percabangan
dari trakea bronkealis .saluran ini terdiri atas trakea bronki dan bronkeoli.kedua satuan
respiratorius terminal(kadang kal disebut dengan acini)yang merupakan saluran udara
konduktif dengan fungsi utamanya sebagai penyalus gas masuk dan keluar dari satuan
respiratorius terminal merupakan tempat pertukaran gas yang sesungguhnya.alveoli sendiri
merupakan bagian dari satuan respiratorius terminal.

a. Trakea
Trakea atau batang tenggorokan memiliki panjang kira-kira 9cm.organ ini merentang
laring sampai kira-kira dibagian atas vertebrata torakalis kelima.dari tempat ini trakea
bercabang menjadi dua bronkus.trakea tersusun atas 16-20 lingkaran tak
lengkap,berupa cincin-cinin tulang rawan yang disatukan bersama oleh jaringan
fbrosa dan melengkapi lingkaran disebelah belakang trakea.selain itu trakea juga
memuat beberapa jaringan otot.
b. Bronkus dan Bronkeoli
Bronkus yang terbentuk dari belahan dua trakea pada tingkatan vertebrata torakalis
kelima,mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh sejenis sel yang
sama.bronkus-bronkus itu membentang kebawah dan samping,kearah tampuk
paru.bronkus kanan lebih pendek dan lebih lebar dari pada yang kiri,sedikit lebih
tinggi dari arteri pulmonalis dan mengeluarkan sebuah cabang utama lewat dibawah
arteri,yang disebut bronkus lobus bawah.
Bronkus kiri lebih panjang dan lebih langsing dari yang kanan,serta merentang
dibawah arteri pulmonalis sebelum akhirnya terbelah menjadi beberapa cabang
menuju kelobus atas dan bawah.cabang utama bronkus kanan dan kiri bercabang lagi
38
menjadi bronkus lobaris dan kemudian menjadi lobus segmentalis.percabangan ini
merentang terus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil,sampai akhirnya
menjadi bronkhiolus terminalis,yaitu saluran udara terkecil yang tidak mengandung
alveoli(kantong udara).
Bronkhoiolus terminalis memiliki garis tengah kurang lebih 1mm.bronkhiolus tidak
diperkuat oleh cincin tulang rawan,tetapi dikelilingi oleh otot-ototpolos sehingga
ukurannya berubah.seluruh saluran udara kebawah sampai tingkat bronkiolus
terminalis disebut saluran penghantar udara,karena fungsi utamanya sebagai
penghantar udara ketempat pertukaran gas keparu-paru.
c. Alveolus
Alveolus (yaitu tempat pertukaran gas sinus) terdiri dari bronkiolus dan respiratorius
yang terkadang memiliki kantong udara kecil atau alveoli pada dindingnya.Alveolus
adalah kantung berdinding tipis yang yang mengandung udara.melaluai seluruh
dinding inilah terjadi pertukaran gas.setiap paru mengandung 300juta alveoli.lubang-
lubang kecil didalam dinding alveolar memungkinkan udara melewati satu alveolus
yang lain.alveolus yang melapisi rongga thoraks dipisahkan oleh dinding yang
dinamakan pori-pori kohn.
d. Paru-paru
Bagian kiri dan kanan paru-paru terdapat dalam rongga thoraks.peru-paru juga
dilapisi pleura,yaitu pariental pleura dan visceral pleura.didalam rongga pleura
terdapat cairan surfaktan yang berfungsi untuk lubrik.paru kanan dibagi menjadi 3
lobus yaitu lobus superior,lobus medius, lobus inferior.sedangkan paru kiri dibagi
menjadi 2 lobus yaitu lobus superior lobus inferior.tiap lobus dibungkus oleh jaringan
elastis yang mengandung pembuluh limfe,arteriola,venula,bronchial venula,ductus
alveolar,sakkus alveolar,dan alveoli.deperkirakan setiap paru-paru mengandung150
juta alveoli,sehingga organ ijni mempunyai permukqan yang cukup luas sebagai
tempat permukaan/pertukaran gas.
e. Toraks,Diafragma, dan pleura
Rongga thorak berfungsi melindungi paru-paru,jangtung dan pembuluh
besar.bagian rongga thoraks terdiri atas 12 iga koste.pada bagian atas thorak didaerah
leher,terdapat dua otot tambahan untuk proses inspirasi,yakni skaleneus dan
sternokleidomastoideus.otot sklaneus menaikkan tulang iga pertama dan kedua
selama inspirasi untuk memperluas rongga dada atas dan menstabilkan dinding dada

39
Otot sternokleidomatoideusberfungsi untuk mengangkat sternum otot
parastemal, trapezius, dan pektoralis juga merupakan inspirasi tambahan yang
berguna untuk meningkatkan kerja napas. Di antara tulang iga terdapat otot
interkostal. Otot interkostal eksternum adalah otot yang menggerakkan tulang iga ke
atas dan ke depan, sehingga dapat meningkatkan diameter anteroposterior dari
dinding dada.
Di afragma terletak di bawah rongga toraks. Pada keadaan relaksasi,
diafragma ini berbentuk kubah. Mekanisme pengaturan otot diafragma (nervus
frenikus)terdapat pada tulang belakang (spinal cord) di servikal ke-3 (C3). Oleh
karena itu,jika terjadi kecelakaan pada saraf C3, maka hal ini dapat menyebabkan
gangguan ventilasi.
Pleura merupakan membran serosa yang menyelimuti paru. Terdapat dua
macam pleura, yaitu pleura parietal yang melapisi rongga toraks dan pleura viseral
yang menutupi setiap paru-paru. Di antara ke dua pleura tersebut terdapat cairan
pleura tersebut terdapat cairan pleura yang menyerupai selaput tipis yang
memungkinkan kadua permukaan tersebut bergesekan satu sama lain selama respirasi,
sekaligus mencegah pemisahan toraks dan paru-paru. Tekanan dalam rongga pleura
lebih rendah dari tekaanan atmosfer, sehingga mencegah terjadinya kolaps paru. Jika
pleura bermasalah, misalnya mengalami peradangan, maka udara cairan dapat masuk
ke dalam rongga pleura. Hal tersebut dapat menyebabkan paru-paru tertekan dan
kolaps.
3. Fisiologi pernapasan
Proses fisiologi pernapasan dimana oksigen dipindahkan dari udara kedalam jaringan-
jaringan dan CO2 dikeluarkan ke udara (espirasi), dapat di bagi menjadi dua tahap, yaitu :
1. Stadium pertama
Stadium pertama di tandai dengan fase ventilasi, yaitu masuknya campuran gas-gas
ke dalam dan keluar paru-paru. Mekanisme ini di mungkinkan karena ada selisih
tekanan antara atmosfer dan alveolus, akibat kerja mekanik dari otot-otot.
2. Stadium kedua
Transportasi pada fase ini terjadi dari beberapa aspek, yaitu :
a. Difusi gas antara alveolus dan kapiler paru-paru (respirasi eksternal)serta antara
darah sistemik dan sel-sel jaringan.
b. Distribusi darah dalam sirkulasi pulmonal dan penyesuaiannya dengan distribusi
udara dalam alveolus.
40
c. Reaksi kimia dan fisik dari O2 dan CO2 dengan darah respimi atau respirasi
internal merupakan stadium akhir dari respirasi, dimana dioksigen dioksida untuk
mendapatkan energi, dan CO2 terbentuk sebagai sampah dari proses metabolisme
sel dan dikeluarkan oleh paru-paru.
d. Transportasi adalah merupakan tahap yang mencakup proses difusi gas-gas
melintasi membran alveolus kapiler yang tipis (tebalnya kurang dari 0,5 mm).
Kekuatan untuk mendorong memindah ini diperoleh dari selisih tekanan parsial
antara darah dan fase gas.
e. Perfusi adalah pemindahan gas secara efektif antara alveolus dan kapiler paru-
paru yang membutuhkan distribusi merata dari udara dalam paru-paru dan perfusi
(aliran darah) dalam kapiler. Dengan kata lain, ventilasi dan perfusi dari unit
pulmonary yang sudah sesuai dengan orang normal pada saat posisi tegak dan
keadaan istirahat, maka ventilasi dan perfusi hampir seimbang, kecuali pada apeks
paru-paru. (medikal Bedah, 2012).

1. Pengertian

Gagal napas adalah sindroma dimana sistem respirasi gagal untuk melakukan fungsi
pertukaran gas, pemasukan oksigen, dan pengeluaran karbondioksida. Keadekuatan tersebut
dapat dilihat dari kemampuan jaringan untuk memasukkan oksigen dan mengeluarkan

41
karbondioksida. Indikasi gagal napas adalah PaO2 < 60mmHg atau PaCO2 > 45mmHg, dan
atau keduanya. (Bruner and Suddart 2002)

Gagal nafas terjadi apabila paru tidak lagi dapat memenuhi fungsi primernya dalam
pertukaran gas, yaitu oksigenasi darah arteria dan pembuangan karbondioksida (price&
Wilson, 2005)

Gagal napas adalah ventilasi tidak adekuat disebabkan oleh ketidakmampuan paru
mempertahankan oksigenasi arterial atau membuang karbon dioksida secara adekuat(kapita
selekta penyakit, 2011)

b. Epidemelogi

Gagal napas akut merupakan penyebab gagal organ yang paling sering di ICU dengan
tingkat mortalitas yang tinggi. Di Skandinavia, tingkat mortalitas dalam waktu 90% pada
acute respiratory distress syndrome (ARDS) adalah 41% dan acute lung injury (ALI)
adalah 42,2%. Gagal nafas akut sering kali di temukan dengan kegagalan organ vital
lainnya. Kematian disebabkan karena multiple organ dysfunction syndrome (MODS).
Pada ARDS, kematian akibat gagal napas ireversibla adalah 10-16%. Sedangkan di
Jerman, inside dengan gagal napas akut, ALI, dan ARDS adalah 77,6-88,6; 17,9-34; dan
12,6-28 kasus per 100.000 populasi pertahun dengan tingkat mortalitas 40%.

c. Etiologi (buku ajar patofisiologi,kowalak dkk, 2011)


1. Depresi Sistem saraf pusat : Mengakibatkan gagal nafas karena ventilasi tidak
adekuat. Pusat pernafasan yang menngendalikan pernapasan, terletak dibawah batang
otak (pons dan medulla) sehingga pernafasan lambat dan dangkal.
2. Gangguan ventilasi : Gangguan ventilasi disebabkan oleh kelainan intrapulmonal
maupun ekstrapulmonal. Kelainan intrapulmonal meliputi kelainan pada saluran
napas bawah, sirkulasi pulmonal, jaringan, dan daerah kapiler alveolar. Kelainan
ekstrapulmonal disebabkan oleh obstruksi akut maupun obstruksi kronik. Obstruksi
akut disebabkan oleh fleksi leher pada pasien tidak sadar, spasme larink, atau
oedema larink, epiglotis akut, dan tumor pada trakhea. Obstruksi kronik, misalnya
pada emfisema, bronkhitis kronik, asma, COPD, cystic fibrosis, bronkhiektasis
terutama yang disertai dengan sepsis.
3. Gangguan kesetimbangan ventilasi perfusi (V/Q Missmatch) : Peningkatan deadspace
(ruang rugi), seperti pada tromboemboli, emfisema, dan bronkhiektasis.

42
4. Trauma : Disebabkan oleh kendaraan bermotor dapat menjadi penyebab gagal nafas.
Kecelakaan yang mengakibatkan cidera kepala, ketidaksadaran dan perdarahan dari
hidung dan mulut dapat mnegarah pada obstruksi jalan nafas atas dan depresi
pernapasan. Hemothoraks, pnemothoraks dan fraktur tulang iga dapat terjadi dan
mungkin meyebabkan gagal nafas. Flail chest dapat terjadi dan dapat mengarah pada
gagal nafas. Pengobatannya adalah untuk memperbaiki patologi yang mendasar
5. Efusi pleura, hemotoraks dan pneumothoraks : Merupakan kondisi yang mengganggu
ventilasi melalui penghambatan ekspansi paru. Kondisi ini biasanya diakibatkan
penyakti paru yang mendasari, penyakit pleura atau trauma dan cedera dan dapat
menyebabkan gagal nafas.
6. Penyakit akut paru : Pnemonia disebabkan oleh bakteri dan virus. Pnemonia kimiawi
atau pnemonia diakibatkan oleh mengaspirasi uap yang mengritasi dan materi
lambung yang bersifat asam. Asma bronkial, atelektasis, embolisme paru dan edema
paru adalah beberapa kondisi lain yang menyababkan gagal nafas.
d. Klasifikasi
a. Gagal napas akut
Gagal napas akut terjadi dalam hitungan menit hingga jam, yang ditandai
dengan perubahan hasil analisa gas darah yang mengancam jiwa. Terjadi
peningkatan kadar PaCO2. Gagal napas akut timbul pada pasien yang keadaan
parunya normal secara struktural maupun fungsional sebelum awitan penyakit
timbul.
b. Gagal napas kronik
Gagal napas kronik terjadi dalam beberapa hari. Biasanya terjadi pada pasien
dengan penyakit paru kronik, seperti bronkhitis kronik dan emfisema. Pasien akan
mengalami toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapneu yang memburuk secara
bertahap.

e. Patofisiologi
Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan gagal nafas kronik
dimana masing masing mempunyai pengertian yang bebrbeda. Gagal nafas akut
adalah gagal nafas yang timbul pada pasien yang parunyanormal secara struktural
maupun fungsional sebelum awitan penyakit timbul. Sedangkan gagal nafas kronik
adalah terjadi pada pasien dengan penyakit paru kronik seperti bronkitis kronik,
emfisema dan penyakit paru hitam (penyakit penambang batubara).Pasien mengalalmi
43
toleransi terhadap hipoksia dan hiperkapnia yang memburuk secara bertahap. Setelah
gagal nafas akut biasanya paru-paru kembali kekeasaan asalnya. Pada gagal nafas
kronik struktur paru alami kerusakan yang ireversibel.
Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).
Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang tidak adekuatdimana
terjadi obstruksi jalan nafas atas. Pusat pernafasan yang mengendalikan pernapasan
terletak di bawah batang otak (pons dan medulla). Pada kasus pasien dengan anestesi,
cidera kepala, stroke, tumor otak, ensefalitis, meningitis, hipoksia dan hiperkapnia
mempunyai kemampuan menekan pusat pernafasan. Sehingga pernafasan menjadi
lambat dan dangkal. Pada periode postoperatif dengan anestesi bisa terjadi pernafasan
tidak adekuat karena terdapat agen menekan pernafasan denganefek yang
dikeluarkanatau dengan meningkatkan efek dari analgetik opiood. Pnemonia atau
dengan penyakit paru-paru dapat mengarah ke gagal nafas akut.

f. Manifestasi Klinis (kapita selekta panyakit, 2011)


1. Pernapasan cepat
2. Gelisah
3. Ansietas
4. Bingung
5. Kehilangan konsentrasi
6. Takikardi

g. Pemeriksaan Penunjang (kowalak jenifer, 2011)


1. Pemerikasan gas-gas darah arteri
Hipoksemia
Ringan : PaO2 < 80 mmHg
Sedang : PaO2 < 60 mmHg
Berat : PaO2 < 40 mmHg
2. Oksimetri nadi dapat menunjukkan penurunan saturasi oksigen arteria.Kadar
hemoglobin serum dan hematokrit menunjukkan penurunan kapasitas mengangkut
oksigen.
44
3. Elektrolit menunjukkan hipokalemia dan hipokloremia
Hipokalemia dapat terjadi karena hiperventilasi kompensasiyang merupakan
upaya tubuh untuk mengoreksi asidosis.
Hipokloremia biasanya terjadi alkalosis metabolik. Pemeriksaan kultur darah
dapat menemukan kuman patogen.
4. Kateterisasi arteri pulmonalis membantu membedakan penyebab pulmoner atau
kardiovaskuler pasa gagal nafas akut dan memantau tekanan hemodinamika.

a. Penatalaksaan
1. Non Farmakologi
a. Bernafas dalam dengan bibir di kerutkan ke depan jika tidak di lakukan intubasi
dan ventilasi mekanis, cara ini di lakukan untuk membantu memelihara patensi
jalan napas.
b. Aktifitas sesuai kemampuan.
c. Pembatasan cairan pada gagal jantung.

2. Farmakologi
a. Terapi oksigen untuk meningkatkan oksigenasi dan menaikan PaO2.
b. Ventilasi mekanis dengan pemasangan pipa endotrakea atau trakeostomi jika perlu
untuk memberikan oksigenasi yang adekuat dan membalikkan keadaan asidosis.

45
c. Ventilasi frekuensi tinggi jika kondisi pasien tidak nereaksi terhadap terapi yang di
berikan;tindakan ini di lakukan untuk memaksa jalan nafas terbuka, meningkatkan
oksigenasi, dan mencegah kolaps alveoli paru.
d. Pemberian antibiotik untuk mengatasi infeksi.
e. Pemberian bronkodilator untuk mempertahankan patensi jalan nafas.
f. Pemberian kortikosteroid untuk mengurangi inflamasi.
g. Pembatasan cairan pada kor pulmonaleuntuk mengurangi volume dan beban kerja
jantung.
h. Pemberian preparat inotropik positif untuk meningkatkan curah jantung.
i. Pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan darah.
j. Pemberian diuretik untuk mengurangi edema dan kelebihan muatan cairan.

b. Komplikasi
1. Hipoksia jaringan
2.Asidosis respiratorik kronis : kondisi medis dimana paru-paru tidak dapat
mengeluarkan semua karbondioksida yang dihasilkan dalam tubuh. Hal ini
mengakibatkan gangguan keseimbangan asam-basa dan membuat cairan tubuh lebih
asam, terutama darah.
3. Henti napas
4. henti jantung
2.3 Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa.
2. Keluhan utama
Keluhan utama yang sering muncul adalah gejala sesak nafas atau peningkatan frekuensi
nafas. Secara umum perlu dikaji tentang gambaran secara menyeluruh apakah klien
tampak takut, mengalami sianosis, dan apakah tampak mengalami kesukaran bernafas.
3. Riwayat kesehatan Sekarang
Apakah diantara keluarga klien yang mengalami penyakit yang sama dengan penyakit
yang dialami klien
4. Riwayat Kesehatan Terdahulu
Apakah ada riwayat gagal nafas terdahulu, kecelakaan/trauma,mengkonsumsi obat
berlebihan.

46
5. Dasar Data Pengkajian
a. Aktivitas/ Istirahat
Gejala :kekurangan energi/ kelelahan, insomnia
b. Sirkulasi
Gejala :riwayat adanya bedah jantung- paru ,fenomena embolik(darah,udara,lemak).
Tanda :tekanan darah dapat normal atau meningkat pada awal (berlanjut menjadi
hipoksia) ;hipotensi terjadi pada tahap lanjut (syok) atau terdapat faktor pencetus
seperti pada eklampsi
Frekuensi jantung : takikardi biasanya ada
Bunyijantung : normal pada tahap dini ; S3 mungkin terjadi .distritmia dapat terjadi
,tetapi EKG sering normal.
Kulit dan membran mukosa :Pucat, dingin. Sianosis biasanya terjadi (tahaplanjut).
c. Integritas Ego
Gejala : Ketakutan, ancaman perasaan takut
Tanda : Gelisah, agitasi, gemetar, mudah terangsang, perubahan mental.
d. Makanan /Cairan
Gejala : Kehilangan selera makan, mual.
Tanda : Edema/ perubahan berat badan. Hilang / berkurangnya bunyi usus.
e. Neurosensori
Gejala/Tanda : Adanya trauma kepala, mental lamban,disfungsi motorik.
f. Pernapasan
Gejala : Adanya aspirasi/tenggelam, inhalasi asap/gas, infeksi difus paru, timbulnya
tiba-tiba atau bertahap, kesulitan napas, lapar udara
Tanda :
- Pernafasan : Cepat, mendengkur, dangkal
- Peningkatan kerja napas : Penggunaan otot aksesori pernafasan, contoh retraksi
interkostal atau substernal, pelebaran nasal, memerlukan oksigen konsentrasi
tinggi.
- Bunyi napas : Pada awal normal, krekels, ronkhi, dan dapat terjadi bunyi napas
bronkial.
- Perkusi dada : Bunyi pekak di atas area konsolidasi
- Ekspansi dada menurun atau tidak sama, peningkatan fremitus (getar vibrasi pada
dinding dada dengan palpitasi), sputum sedikit, berbusa, pucat atau sianosis,
penurunan mental , bingung.
47
g. Keamanan
Gejala : Riwayat trauma ortopedik/fraktur,sepsis,tranfusi darah,episode anafilaktik.
h. Seksualitas
Gejala/Tanda : Kehamilan dengan adanya komplikasi eklampsia
i. Penyuluhan/Pembelajaran
Gejala : Makan/kelebihan dosis obat
6. Pemariksaan Fisik
Keadaan umum
Kaji tentang kesadara klien, kecemasan, kegelisahan, kelemahan suara bicara. Denyut
nadi, frekuensi nafas yang meingkat, penggunaan otot-otot bantu pernafasan, sianosis.
a. B1 (Breathing)
 Inspeksi
Kesulitan bernafas tampak dalam perubahan irama dan frekuensi pernafasan.
Keadaan normal frekuensi pernafasan 16-20x/menit dengan amplitude yang cukup
besar. Jika seseorang bernafas lambat dan dangkal, itu menunjukan adanya depresi
pusat pernafasan. Penyakit akut paru sering menunjukan frekuensi pernafasan >
20x/menit atau karena penyakit sistemik seperti sepsis, perdarahan, syok, dan
gangguan metabolic seperti diabetes militus.
 Palpasi
Perawat harus memerhatikan pelebaran ICS dan penurunan taktil fremitus yang
menjadi penyebab utama gagal nafas.
 Perkusi
Perkusi yang dilakukan dengan saksama dan cermat dapat ditemukan daerah redup-
sampai daerah dengan daerah nafas melemah yang disebabkkan oleh peneballan
pleura, efusi pleura yang cukup banyak, dan hipersonor, bila ditemukan
pneumothoraks atau emfisema paru.
 Auskultasi
Auskultasi untuk menilai apakah ada bunyi nafas tambahan seperti wheezing dan
ronki serta untuk menentukan dengan tepat lokasi yang didapat dari kelainan yang
ada.
b. B2 (Blood)
Monitor dampak gagal nafas pada status kardovaskuler meliputi keadaan hemodinamik
seperti nadi, tekanan darah dan CRT.

48
c. B3 (Brain)
Pengkajian perubahan status mental penting dilakukan perawat karena merupakan
gejala sekunder yang terjadi akibat gangguan pertukaran gas. Diperlukanan
pemeriksaan GCS unruk menentukan tiingkat kesadaran.
d. B4 (Bladder
Pengukuran volume output urin perlu dilakukan karena berkaitan dengan intake cairan.
Oleh karena itu, perlu memonitor adanya oliguria, karena hal tersebut merupaka tanda
awal dari syok.
e. B5 (Boowel)
Pengkajian terhadap status nutrisi klien meliputi jumlah, frekuensi dan kesulitan-
kesulitan dalam memenuhi kebutuhanya. Pada klien sesak nafas potensial terjadi
kekurangan pemenuhan nutrisi, hal ini karena terjadi dipnea saat makan, laju
metabolism, serta kecemasan yang dialami klien.
f.B6 (Bone)
Dikaji adanya edema ekstermitas, tremor, tanda-tanda infeksi pada ekstermitas, turgon
kulit, kelembaban, pengelupasan atau bersik pada dermis/ integument.

2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
2. Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.
3. Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.
4. Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

3.3 Intervensi Keperawatan


DX 1: Bersihan jalan napas tidak efektif b.d. penumpukan sekret.
 Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatam selama 3X24 jam jalan nafas pasien
bersih/jelas.
 Kriteria Hasil :

 Suara nafas bersih,tidak ada suara snoring atau suara tambahan yang lain
 Irama nafas regular
 frekuensi nafas dalam rentang normal.
 Intervensi
1. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan

49
Rasional : Suara tambahan seperti snoring dan crackels mengindikasikan penumpukan
sekret
2. Informasikan pada keluarga tentang tindakan suction yang dilakukan pada klien.
Rasional : Meminimalkan kecemasan keluarga.
3. Berikan O2 melalui ventilator untuk memfasilitasi prosedur suction.
Rasional: Untuk mencegah terjadinya kekurangan oksigen (hipoksia)
4. Monitor status oksigenasi klien.
Rasional :Adanya dispnea menunjukkan peningkatan kebutuhan oksigen
5. Posisikan klien pada posisi semi fowler.
Rasional :Untuk memaksimalkan ventilasi agar O2 masuk secara optimal.
6. Lakukan suction sesuai kebutuhan
Rasional : Untuk mengurangi produksi lendir pada jalan nafas

DX 2 : Pola napas tidak efektif b.d. bradipnea.

 Tujuan : Setelah dilakukantindakan keperawatanselama 3x24 jam polanapas menjadi


efektif
 kriteria hasil :

 Sesak berkurang atau hilang


 RR 18-24x/menit
 Klien menunjukkan pola nafas efektif dengan frekuesi dan kedalaman dalam rentang
normal dan paru jelas/bersih
 Pernapasan klien normal ( 16-20x / menit ) tanpa ada penggunaan otot bantu napas.
 Bunyi napas normal.
 pergerakan dinding dada normal
 Intervensi :
1. Kaji tanda dan gejala ketidakefektifan pernapasan : dispnea, penggunaan otot-otot
pernapasan.
Rasional: Adanya dispnea dan perubahan kedalaman pernapasan menandakan adanya
distress pernapasan.
2. Pantau tanda- tanda vital dan gas- gas dalam arteri.
Rasional: Perubahan tanda-tanda vital dan nilai gas darah merupakan indicator
ketidakefektifan pernapasan.

50
3. Baringkan pasien dalam posisi semi fowler.
Rasional : Posisi semi fowler untuk memaksimalkan ekspansi dada
4. Berikan terapi oksigen sesuai kebutuhan
Rasional: Memaksimalkan napas dan menurunkan kerja otot pernapasan.

DX 3 Gangguan pertukaran gas b.d Edema paru.

 Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan dalam waktu 1x24 jam pertukaran gas
membaik.
 Kriteria evaluasi :
- Frekuensi napas 18-20/menit
- Frekuensi nadi 75-100/menit
- Warna kulit normal, tidak ada dipnea
- Dapat mendemonstrasikan batuk efektif
- Hasil analisa gas darah normal :
PH (7,35 – 7,45)
PO2 (80 – 100 mmHg)
PCO2 ( 35 – 45 mmHg)
 Intervensi
1. Pantau status pernapasan tiap 4 jam, hasil GDA, intake, dan output.
Rasional : Untuk mengidentifikasi indikasi ke arah kemajuan atau penyimpangan dari
hasil klien.
2. Tempatkan klien pada posisi semifowler.
Rasional : Posisi tegak memungkinkan ekspansi paru lebih baik.
3. Berikan terapi intravena sesuai anjuran.
Rasional : Untuk memungkinkan rehidrasi yang cepat dan dapat mengkaji keadaan
vaskuler untuk pemberian obat-obat darurat.
4. Berikan oksigen melalui kanula nasal 4 L/menit selanjutnya sesuaikan dengan hasil PaO2.
Rasional : Pemberian oksigen mengurangi beban otot-otot pernapasan.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam memberikan pengobatan yang telah tepat serta amati
bila ada tanda-tanda toksisitas.
Rasional : Pengobatan untuk mengembalikan kondisi bronkhus seperti kondisi
sebelumnya.

51
DX 4 Penurunan perfusi jaringan b.d Suplai O2 ke jaringan tidak adekuat

 Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam menunjukkan


peningkatan perfusi jaringan.
 Kriteria Hasil
- Irama jantung/frekuensi dan nadi periferdalam batas normal
- Tidak ada sianosis perifer
- Kulit tidak kering
- CRT <2 detik
 Intervensi
1. Observasi perubahan status mental.
Rasional: gelisah, bingung, disorientasi, dan/atau perubahan sensori/motorik dapat
menunjukkan gangguan aliran darah , hipoksia atau cedera vaskuler serebral sebagai
akibat emboli sistemik.
2. Observasi warna dan suhu kulit/membrane mukosa.
Rasional: kulit pucat atausianosis, kuku, membrane mukosa menunjukkan vasokontriksi
perifer atau gangguan aliran darah sisemik.
3. Evaluasi ektremitas untuk adanya/tidak ada kualitas nadi. Catat nyeru tekan
betis/pembengkakan.
Rasional: EP sering dicetuskan oleh trombus yang naik dari vena profunda (pelvis atau
kaki). Tanda gejala mungkin tidak tampak.
4. Tinggikan kaki/telapak kaki saat tidur. Dorong pasien untuk latihan kaki dengan
fleksi/ekstensi kaki pada pergelangan kaki. Hindari penyilangan kaki dan duduk atau
berdiri terlalu lama.
Rasional: tindakan ini dilakukan untuk menurunkan stasis vena dikaki dan pengumpulan
darah pada vena pelvis untuk menurunkan risiko pembentukan thrombus.
5. Kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian agen trombolitik mis. Streptokinase.
Rasional: diindikasikan pada obstruksi paru berat bila pasien secara serius hemodinamik
terancam.
C. Gagal Ginjal
1. Pengertian Gagal Ginjal
Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring
dan membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan
cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah. Ginjal juga
memproduksi bentuk aktif dari vitamin D yang mengatur penyerapan kalsium dan fosfor

52
dari makanan sehingga membuat tulang menjadi kuat. Selain itu ginjal memproduksi
hormon eritropoietin yang merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel darah
merah, serta renin yang berfungsi mengatur volume darah dan tekanan darah.
Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal. Pada kondisi normal, pertama-tama darah akan masuk ke
glomerulus dan mengalami penyaringan melalui pembuluh darah halus yang disebut
kapiler. Di glomerulus, zat-zat sisa metabolisme yang sudah tidak terpakai dan beberapa
yang masih terpakai serta cairan akan melewati membran kapiler sedangkan sel darah
merah, protein dan zat-zat yang berukuran besar akan tetap tertahan di dalam darah.
Filtrat (hasil penyaringan) akan terkumpul di bagian ginjal yang disebut kapsula
Bowman. Selanjutnya, filtrat akan diproses di dalam tubulus ginjal. Di sini air dan zat-zat
yang masih berguna yang terkandung dalam filtrat akan diserap lagi dan akan terjadi
penambahan zat-zat sampah metabolisme lain ke dalam filtrat. Hasil akhir dari proses ini
adalah urin (air seni).
Gagal ginjal ini dapat menyerang siapa saja yang menderita penyakit serius atau
terluka dimana hal itu berdampak langsung pada ginjal itu sendiri . Penyakit gagal ginjal
lebih sering dialami mereka yang berusia dewasa , terlebih pada kaum lanjut usia.
Secara umum, gagal ginjal adalah penyakit akhir dari serangkaian penyakit yang
menyerang traktus urinarius.
Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute renal
failure = ARF)dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal ginjal
akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari atau
beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum dan
kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan pada
gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses
penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease). Gagal
ginjal kronis dibagi menjadi lima stadium berdasarkan laju penyaringan (filtrasi)
glomerulus (Glomerular Filtration Rate = GFR) yang dapat dilihat pada tabel di bawah
ini. GFR normal adalah 90 - 120 mL/min/1.73 m2.
Stadium GFR Deskripsi
(ml/menit/1.73m2)
1 Lebih dari 90 Kerusakan minimal pada ginjal, filtrasi
masih normal atau sedikit meningkat
2 60-89 Fungsi ginjal sedikit menurun
3 30-59 Penurunan fungsi ginjal yang sedang
4 15-29 Penurunan fungsi ginjal yang berat
5 Kurang dari 15 Gagal ginjal stadium akhir (End Stage
Renal Disease)

53
2. Etiologi
Penyebab gagal ginjal akut dapat dibedakan menjadi tiga kelompok besar, yaitu :

a. Penyebab prerenal, yakni berkurangnya aliran darah ke ginjal. Hal ini dapat
disebabkan oleh :
 hipovolemia (volume darah yang kurang), misalnya karena perdarahan yang
hebat.
 Dehidrasi karena kehilangan cairan, misalnya karena muntah-muntah, diare,
berkeringat banyak dan demam.
 Dehidrasi karena kurangnya asupan cairan.
 Obat-obatan, misalnya obat diuretic yang menyebabkan pengeluaran cairan
berlebihan berupa urin.
 Gangguan aliran darah ke ginjal yang disebabkan sumbatan pada pembuluh darah
ginjal.

b. Penyebab renal di mana kerusakan terjadi pada ginjal.


 Sepsis: Sistem imun tubuh berlebihan karena terjadi infeksi sehingga
menyebabkan peradangan dan merusak ginjal.
 Obat-obatan yang toksik terhadap ginjal.
 Rhabdomyolysis: terjadinya kerusakan otot sehingga menyebabkan serat otot yang
rusak menyumbat sistem filtrasi ginjal. Hal ini bisa terjadi karena trauma atau
luka bakar yang hebat.
 Multiple myeloma.
 Peradangan akut pada glomerulus, penyakit lupus eritematosus sistemik,
Wegener's granulomatosis, dan Goodpasture syndrome.

c. Penyebab postrenal, di mana aliran urin dari ginjal terganggu.


 Sumbatan saluran kemih (ureter atau kandung kencing) menyebabkan aliran urin
berbalik arah ke ginjal. Jika tekanan semakin tinggi maka dapat menyebabkan
kerusakan ginjal dan ginjal menjadi tidak berfungsi lagi.
 Pembesaran prostat atau kanker prostat dapat menghambat uretra (bagian dari
saluran kemih) dan menghambat pengosongan kandung kencing.
 Tumor di perut yang menekan serta menyumbat ureter.
 Batu ginjal.

54
Sedangkan penyebab gagal ginjal kronik antara lain:
 Diabetes mellitus tipe 1 dan tipe 2 yang tidak terkontrol dan menyebabkan
nefropati diabetikum.
 Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol.
 Peradangan dan kerusakan pada glomerulus (glomerulonefritis), misalnya karena
penyakit lupus atau pasca infeksi.
 Penyakit ginjal polikistik, kelainan bawaan di mana kedua ginjal memiliki kista
multipel.
 Penggunaan obat-obatan tertentu dalam jangka lama atau penggunaan obat yang
bersifat toksik terhadap ginjal.
 Pembuluh darah arteri yang tersumbat dan mengeras (atherosklerosis)
menyebabkan aliran darah ke ginjal berkurang, sehingga sel-sel ginjal menjadi
rusak (iskemia).
 Sumbatan aliran urin karena batu, prostat yang membesar, keganasan prostat.
 Infeksi HIV, penggunaan heroin, amyloidosis, infeksi ginjal kronis, dan berbagai
macam keganasan pada ginjal.

h. Patofisiologi
1. Gagal ginjal akut dibagi dua tingkatan.
a. Fase mula
Ditandai dengan penyempitan pembuluh darah ginjal dan menurunnya aliran
darah ginjal, terjadi hipoperfusi dan mengakibatkan iskemi tubulus renalis.
Mediator vasokonstriksi ginjal mungkin sama dengan agen neurohormonal yang
meregulasi aliran darah ginjal pada keadaan normal yaitu sistem saraf simpatis,
sistem renin - angiotensin , prostaglandin ginjal dan faktor faktor natriuretik
atrial. Sebagai akibat menurunnya aliran darah ginjal maka akan diikuti
menurunnya filtrasi glomerulus.

b. Fase maintenance
Pada fase ini terjadi obstruksi tubulus akibat pembengkaan sel tubulus dan
akumulasi dari debris. Sekali fasenya berlanjut maka fungsi ginjal tidak akan
kembali normal walaupun aliran darah kembali normal.Vasokonstriksi ginjal
aktif merupakan titik tangkap patogenesis gagal ginjal dan keadaan ini cukup
untuk mengganggu fungsi ekskresi ginjal. Macam-macam mediator aliran darah
ginjal tampaknya berpengaruh. Menurunnya cardiac output dan hipovolemi
merupakan penyebab umum oliguri perioperative. Menurunnya urin

55
mengaktivasi sistem saraf simpatis dan sistem renin - angiotensin. Angiotensin
merupakan vasokonstriksi pembuluh darah ginjal dan menyebabkan menurunnya
aliran darah ginjal.

2. Gagal ginjal kronik


Pada gagal ginjal kronik , terjadi banyak nephron-nephron yang rusak
sehingga nephron yang ada tidak mampu memfungsikan ginjal secara normal.
Dalam keadaan normal, sepertiga jumlah nephron dapat mengeliminasi sejumlah
produk sisa dalam tubuh untuk mencegah penumpukan di cairan tubuh. Tiap
pengurangan nephron berikutnya, bagaimanapun juga akan menyebabkan retensi
produk sisa dan ion kalium. Bila kerusakan nephron progresif maka gravitasi urin
sekitar 1,008. Gagal ginjal kronik hampir selalu berhubungan dengan anemi berat.
Pada gagal ginjal kronik filtrasi glomerulus rata-rata menurun dan selanjutnya
terjadi retensi air dan natrium yang sering berhubungan dengan hipertensi.
Hipertensi akan berlanjut bila salah satu bagian dari ginjal mengalami iskemi.
Jaringan ginjal yang iskemi mengeluarkan sejumlah besar renin , yang selanjutnya
membentuk angiotensin II, dan seterusnya terjadi vasokonstriksi dan hipertensi

i. Manifestasi klinis
Keparahan tanda dan gejala bergantung pada bagian dan tingkat kerusakan ginjal,
kondisi lain yang mendasari, dan usia pasien.

1. Kardiovaskuler :
 Pada gagal ginjal kronis mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan natrium
dari aktivasi system rennin-angiotensin-aldosteron)
 Pitting edema (kaki, tangan, sakrum)
 Edema periorbital
 Gagal jantung kongestif
 Edema pulmoner (akibat cairan berlebih)
 Pembesaran vena leher
 Nyeri dada dan sesak napas akibat perikarditis (akibat iritasi pada lapisan
pericardial oleh toksin uremik), efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat
aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan dan
hipertensi
 Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis, gangguan elektrolit dan kalsifikasi
metastatic.
2. Dermatologi/integument :
 Rasa gatal yang parah (pruritis) dengan ekskoriasis akibat toksin uremik dan
pengendapan kalsium di pori-pori kulit

56
 Warna kulit abu-abu mengkilat akibat anemia dan kekuning-kuningan akibat
penimbunan urokrom
 Kulit kering, bersisik
 Ekimosis akibat gangguan hematologis
 Kuku tipis dan rapuh
 Rambut tipis dan kasar
 Butiran uremic/urea frost (suatu penumpukan Kristal urea di kulit, saat ini jarang
terjadi akibat penanganan yang dini dan agresif pada penyakit ginjal tahap akhir).

3. Pulmoner :
 Krekels
 Sputum kental dan liat
 Napas dangkal
 Pernapasan kussmaul
4. Gastrointestinal :
 Foetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh
bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga napas berbau ammonia. Akibat lain
adalah timbulnya stomatitis dan parotitis
 Ulserasi dan perdarahan pada mulut
 Anoreksia, mual, muntah yang berhubungan dengan gangguan metabolism di
dalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolism bakteri usus seperti
ammonia dan metil guanidine, serta sembabnya mukosa usus
 Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui
 Konstipasi dan diare
 Perdarahan dari saluran GI (gastritis erosive, ulkus peptic, dan colitis uremik)
5. Neurologi :
 Ensefalopati metabolic. Kelemahan dan keletihan, tidak bias tidur, gangguan
konsentrasi, tremor, asteriksis, mioklonus, kejang
 Konfusi
 Disorientasi
 Kelemahan pada tungkai
 Rasa panas pada telapak kaki
 Perubahan perilaku

57
 Burning feet syndrome. Rasa kesemutan dan seperti terbakar, terutama di telapak
kaki.

6. Muskuloskleletal :
 Kram otot
 Kekuatan otot hilang
 Fraktur tulang
 Foot drop
 Restless leg syndrome. Pasien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu
digerakkan
 Miopati. Kelemahan dan hipertrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas
proksimal.

7. Reproduksi :
 Atrofi testikuler
 Gangguan seksual: libido, fertilitas dan ereksi menurun pada laki-laki akibat
produksi testosterone dan spermatogenesis yang menurun. Sebab lain juga
dihubungkan dengan metabolic tertentu (seng, hormone paratiroid). Pada wanita
timbul gangguan menstruasi, gangguan ovulasi sampai amenore
8. Hemato
9. logi :
 Anemia, dapat disebabkan berbagai factor antara lain :
 Berkurangnya produksi eritropoetin, sehingga rangsangan eritropoesis pada
sumsum tulang menurun
 Hemolisis, akibat berkurangnya masa hidup eritrosit dalam suasana uremia
toksik
 Defisiensi besi, asam folat, dan lain-lain, akibat nafsu makan yang berkurang
 Perdarahan, paling sering pada saluran cerna dan kulit
 Fibrosis sumsum tulang akibat hiperparatiroidisme sekunder
 Gangguan perfusi trombosit dan trombositopenia. Mengakibatkan perdarahan
akibat agregasi dan adhesi trombosit yang berkurang serta menurunnya factor
trombosit III dan ADP (adenosine difosfat)

58
 Gangguan fungsi leukosit. Fagositosis dan kemotaksis berkurang, fungsi limfosit
menurun sehingga imunitas juga menurun
10. Endokrin :
 Gangguan metabolism glukosa, resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Pada gagal ginjal yang lanjut (klirens kreatinin<15 mL/menit), terjadi penurunan
klirens metabolic insulin menyebabkan waktu paruh hormone aktif memanjang.
Keadaan ini dapat menyebabkan kebutuhan obat penurun glukosa darah akan
berkurang
 Gangguan metabolisme lemak
 Gangguan metabolisme vitamin D
11. Sistem lain :
 Tulang: osteodistrofi renal, yaitu osteomalasia, osteitis fibrosa, osteosklerosis,
dan kalsifikasi metastatic
 Asidosis metabolic akibat penimbunan asam organic sebagai hasil metabolism
 Elektrolit: hiperfosfatemia, hiperkalemia, hipokalsemia.

j. Penaktalaksanaan
Tujuan penatalaksanaan adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal dan homeostasis
selama mungkin. Adapun penatalaksaannya sebagai berikut :

1. Diet tinggi kalori dan rendah protein


Diet rendah protein (20-40 g/hari) dan tinggi kalori menghilangkan gejala anoreksia
dan nausea dari uremia, menyebabkan penurunan ureum dan perbaikan gejala.
Hindari masukan berlebihan dari kalium dan garam.
2. Optimalisasi dan pertahankan keseimbangan cairan dan garam.
Biasanya diusahakan hingga tekanan vena juga harus sedikit meningkat dan terdapat
edema betis ringan. Pada beberapa pasien, furosemid dosis besar (250-1000 mg/hari)
atau diuretic 100p (bumetanid, asam etakrinat) diperlukan untuk mencegah
kelebihan cairan, sementara pasien lain mungkin memerlukan suplemen natrium
klorida atau natrium bikarbonat oral. Pengawasan dilakukan melalui berat badan,
urine, dan pencatatan keseimbangan cairan (masukan melebihi keluaran sekitar 500
ml).
3. Kontrol hipertensi
Bila tidak terkontrol dapat terakselerasi dengan hasil akhir gagal kiri pada pasien
hipertensi dengan penyakit ginjal, keseimbangan garam dan cairan diatur tersendiri
tanpa tergantung tekanan darah, sering diperlukan diuretik loop, selain obat anti
hipertensi.
4. Kontrol ketidaksemibangan elektrolit

59
Yang sering ditemukan adalah hiperkalemia dan asidosis berat. Untuk mencegah
hiperkalemia, dihindari masukan kalium yang besar (batasi hingga 60 mmol/hari),
diuretik hemat kalium, obat-obatan yang berhubungan dengan eksresi kalium
(misalnya penghambat ACE dan obat anti inflamasi non steroid), asidosis berat, atau
kekurangan garam yang menyebabkan pelepasan kalium dari sel dan ikut dalam
kaliuresis. Deteksi melalui kadar kalium plasma dan EKG.
Gejala-gejala asidosis baru jelas bila bikarbonat plasma kurang dari 15 mmol/liter
biasanya terjadi pada pasien yang sangat kekurangan garam dan dapat diperbaiki
secara spontan dengan dehidrasi. Namun perbaikan yang cepat dapat berbahaya.
5. Mencegah dan tatalaksana penyakit tulang ginjal
Hiperfosfatemia dikontrol dengan obat yang mengikat fosfat seperti alumunium
hidroksida (300-1800 mg) atau kalsium karbonat (500-3000mg) pada setiap makan.
Namun hati-hati dengan toksisitas obat tertentu. Diberikan supplemen vitamin D dan
dilakukan paratiroidektomi atas indikasi.
6. Deteksi dini dan terapi infeksi
Pasien uremia harus diterapi sebagai pasien imuosupresif dan diterapi lebih ketat.
7. Modifikasi terapi obat dengan fungsi ginjal.
Banyak obat-obatan yang harus diturunkan dosisnya karena metabolitnya toksik dan
dikeluarkan oleh ginjal. Misalnya digoksin, aminoglikosid, analgesic opiat,
amfoterisin dan alupurinol. Juga obat-obatan yang meningkatkan katabolisme dan
ureum darah, misalnya tetrasiklin, kortikosteroid dan sitostatik.
8. Deteksi dan terapi komplikasi
Awasi denagn ketat kemungkinan ensefelopati uremia, perikarditis, neurepati
perifer, hiperkalemia yang meningkat, kelebihan cairan yang meningkat, infeksi
yang mengancam jiwa, kegagalan untuk bertahan, sehingga diperlukan dialysis.
9. Persiapan dialysis dan program transplantasi
Segera dipersiapkan setelah gagal ginjal kronik dideteksi. Indikasi dilakukan dialysis
biasanya adalah gagal ginjal dengan klinis yang jelas meski telah dilakukan terapi
konservatif atau terjadi komplikasi. Komplikasi

k. Komplikasi
1. Gagal Ginjal Akut
a. Edema Paru-Paru
Edema paru-paru terjadi akibat terjadinya penimbunan cairan serosa atau
serosanguinosa yang berlebihan di dalam ruang interstisial dan alveolus paru-
paru. Hal ini timbul karena ginjal tidak dapat mensekresi urine dan garam dalam
jumlah cukup. Sering kali edema paru-paru menyebabkan kematian.
b. Hiperkalemia
Komplikasi kedua adalah hiperkalemia (kadar kalium darah yang tinggi).yaitu
suatu keadaan dimana konsentrasi kalium darah lebih dari 5 mEq/l darah. Perlu
diketahui konsentrasi kalium yang tinggi justru berbahaya daripada kondisi

60
sebaliknya ( konsentrasi kalium rendah ). Konsentrasi kalium darah yang lebih
tinggi dari 5,5 mEq/l dapat mempengaruhi system konduksi listrik jantung.
Apabila hal ini terus berlanjut, irama jantung menjadi tidak normal dan
jantungpun BERHENTI BERDENYUT.
2. Komplikasi Gagal Ginjal Kronis
Gagal ginjal kronis menyebabkan berbagai macam komplikasi. Pertama,
hiperkalemia, yang diakibatkan karena adanya penurunan ekskresi asidosis
metabolic. Kedua, perikardistis efusi pericardial dan temponade jantung.Ketiga,
hipertensi yang disebabkan oleh retensi cairan dan natrium, serta mal fungsi system
rennin angioaldosteron. Keempat, anemia yang disebabkan oleh penurunan
eritroprotein, rentang usia sel darah merah, an pendarahan gastrointestinal akibat
iritasi. Kelima, penyakit tulang. Hal ini disebabkan retensi fosfat kadar kalium serum
yang rendah, metabolisme vitamin D, abnormal, dan peningkatan kadar aluminium.

D. STROKE
1. Pembahasan

Pengaturan dalam tubuh manusia dilakukan oleh beberapa sistem. Salah


satunya adalah sistem saraf. Sistem saraf merupakan suatu sistem yang
berfungsi untuk mendeteksi, menganalisis, dan mentransfer informasi. Informasi
digabungkan oleh sistem sensori dan diintegrasikan oleh otak kemudian
digunakan untuk ditransmisikan ke sistem motorik untuk kontrol pergerakan,
fungsi viseral, dan endokrin.
Sistem saraf terdiri dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi. Sistem
saraf tersusun atas jaringan saraf yang terdiri dari dua jenis sel, yaitu sel saraf
(neuron) dan sel pendukung (neuroglia). Neuron merupakan sel yang
mempunyai kemampuan untuk menghantarkan informasi melalui mekanisme
penyampaian stimulus yang menyebabkan adanya perubahan elektrokimia.
Neuroglia adalah sel pendukung yang bersifat sebagai pelindung sel saraf.
Susunan saraf pusat meliputi otak dan sumsum tulang belakang atau
dapat disebut juga batang otak. Sel otak disebut sel neuron pada otak dan
batang otak.Susunan saraf pusat manusia mengandung sekitar 100 miliar
neuron. Terdapat sel-sel glia sebanyak 10-50 kali jumlah tersebut. Neuron pada
sistem saraf pusat terdapat dalam berbagai bentuk dan ukuran. Meskipun
demikian, sebagian besar mempunyai bagian-bagian yang sama dengan neuron
motorik spinal yang khas. Sel ini mempunyai lima sampai tujuh tonjolan yang
disebut dendrite. Khususnya di korteks serebri dan serebeli, dendrite mempunyai
tonjolan-tonjolan bulat kecil yang disebut tonjolan dendrite. Dendrite menerima
informasi dari neuron lain menuju badan sel. Badan sel mengandung nukleus.
Komponen sel saraf lainnya yaitu axon yang dapat mencapai panjang hingga

61
satu meter yang berfungsi menyalurkan ke otot, kelenjar, dan neuron lain
(Ganong 2002).
Terganggunya aliran darah menuju otak dapat menyebabkan disfungsi
sel saraf. Darah berfungsi mengangkut oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan oleh
jaringan otak. Otak mengandung banyak sel saraf yang berfungsi mengontrol,
mendeteksi, dan mentransfer informasi. Bila suplai darah terputus akan terjadi
kematian jaringan otak, akibatnya bagian tubuh yang dikendalikan oleh bagian
otak tersebut tidak dapat berfungsi. Kematian sel saraf pusat dapat permanen
karena tidak diikuti oleh pembentukan jaringan baru.

Berikut ini merupakan beberapa penyakit yang disebabkan oleh gangguan


neurologis:
1. Parkinson
Parkinson merupakan gejala klinis dari rigiditas, bradykinesia, tremor, dan
ketidakstabilan postural. parkinson juga dapat disebabkan oleh beberapa racun seperti
toksisitas mangan, karbon disulfida, dan karbon monoksida.
2. Myasthenia gravis
Kelainan autoimun transmisi neuromuskular. Gejala klinisnya yaitu adanya kelelahan
yang fluktuatif dan kelemahan yang meningkat setelah periode istirahat dan
dihambatnya asetilkolinesterase.
3. Epilepsi
Epilepsi merupakan suatu gejala, bukan penyakit. Serangan epilepsi adalah
pelepasan mendadak energi listrik secara berlebihan oleh neuron dalam sistem saraf
pusat didalam korteks atau diensefalon yang secara struktur normal atau berpenyakit.
Pelepasan itu dapat memicu gerakan konvulsi (kejang), interupsi sensasi, perubahan
kesadaran atau kombinasi gangguan tersebut. Serangan dapat berasal dari berbagai
faktor: metabolik, toksik, degeneratif, infeksi, genetik, neoplastik, traumatik atau yang
tidak diketahui.
4. Dementia and Alzheimer
Dementia adalah menurunnya fungsi intelektual yang menyebabkan ketergantungan
sosial. Dimentia merupakan gangguan pada ingatan dan sedikitnya area lain pada
fungsi kortikal seperti bahasa, menghitung, orientasi spasial, membuat keputusan, dan
kemampuan abstraksi. Alzeimer adalah penyebab utama dementia. Merupakan
kelainan yang terjadi perlahan-lahan selama 5-10 tahun dan secara tipikal dimulai
dengan ganngguan belajar dan mengingat sesuatu yang baru.
5. Stroke

62
Stroke merupakan keadaan di mana sel-sel otak mengalami kerusakan karena tidak
mendapat pasokan oksigen dan nutrisi yang cukup. Apabila karena sesuatu hal aliran
darah atau aliran pasokan oksigen dan nutrisi ini terhambat selama beberapa menit
saja, maka dapat terjadi stroke.
6. Hidrosefalus
Hidrosefalus merupakan pertambahan jumalah cairan serebrospinal dalam ventrikel.
Penyebab utama adalah obstruksi aliran keluar CSS.
7. Cedera medula spinalis
Cedera medula spinalis umunya terjadi karena trauma. Mekanisme umum cedera
medula spinalis adalah akibat impak trauma, yaitu hiperekstensi atau hiperfleksi. Cidera
pada vetebra dapat mencederai medula spinalis.
8. Hernia nukleus pulposus (HNP)
HNP kebanyakan disebabkan karena trauma atau mengangkat berat. Gejala gangguan
ini berupa sakit, hilangnya sensasi, paralisis. Lokasi paling sering diserang adalah
lumbo-sakral dan sevikal.
2. Definisi Stroke
Stroke adalah terminologi klinis untuk gangguan sirkulasi darah non traumatik yang
terjadi secara akut pada suatu fokal area di otak, yang berakibat terjadinya keadaan
iskemia dan gangguan fungsi neurologis fokal maupun global, yang berlangsung lebih
dari 24 jam, atau langsung menimmbulkan kematian. Dalam hitungan detik dan menit,
sel otak yang tidak mendapatkan aliran darah yang adekuat lagi akan mati melalui
berbagai proses patologis. Secara tipikal, stroke bermanifestasi sebagai munculnya
defisit neurologis secara tiba-tiba, seperti kelemahan gerakan atau kelumpuhan, defisit
sensorik, atau bisa juga gangguan berbahasa (Wahjoepramono 2005).
Stroke secara medis merupakan gangguan aliran darah pada salah satu bagian otak
yang menyebabkan terjadinya defisit neurologis. Secara klinis, stroke ditandai oleh
hilangnya fungsi otak secara lokal atau global yang terjadi mendadak dan disebabkan
semata-mata oleh gangguan peredaran darah otak. Defisit neurologis terjadi selama 24
jam atau lebih, dapat mengalami perbaikan, menetap, memburuk atau penderita
meninggal (Garnadi 2008).
3. Patologi umum Stroke
Otak merupakan jaringan yang memiliki tingkat metabolisme paling tinggi. Meskipun
masa yang dimiliki hanya sekitar 2% dari masa keseluruhan tubuh, jaringan otak
menggunakanhingga 20% dari total curah jantung. Curah jantung digunakansebagai
sumber pemenuhan kebutuhan glukosa dan oksigen yang diperlukan jaringan otak untuk
metabolismenya.

63
Gejala fokal dan tanda-tanda gangguan fungsi otak pada stroke akan muncul sesuai
dengan area dari jaringan otak yang mengalami gangguan aliran darah. Dengan
demikian, gejala yang muncul sering kali dapat memberikan prediksi yang baik
mengenai lokasi terjadinya sumbatan pada pembuluh darah. Gejala fokal yang
terlokalisir ini terutama dijumpai pada stroke yang bersifat iskemik. Sedangkan pada
stroke hemoragik, gejala fokal sering kali kurang jelas dan kurang memberikan prediksi
lokasi tertentu.
Hal ini berkaitan dengan sifat stroke hemoragik dimana umumnya segera terjadi
berbagai komplikasi perdarahan otak, seperti peningkatan tekanan intra kranial, edema
otak, kompresi jaringan otak dan pembuluh darah, dan terdispersinya darah yang keluar
ke berbagai arah sehingga memberikan gangguan fungsi otak didaerah selain terjadinya
perdarahan.
Sebagian besar kasus stroke iskemik, dengan anamnesis dan pemeriksaan fisik
neuroligis, akan diperoleh informasi yang cukup jelas untuk melokalisir lokasi lesi
terdapat dan disisi sebelah mana dari otak. Sebagai contoh, lesi akan terdapat pada sisi
berlawanan (kontralateral) dari hemiparesis atau hemisensorik yang dialami pasien.
Gejala afasia juga akan didapat bila lesi terletak pada sisi kiri otak. Selain itu, dapat pula
diprediksi apakah lesi terdapat pada sistem sirkulasi serebri anterior atau posterior dari
sirkulus willisi, yaitu sistem sirkulasi darah yang terdapat di dasar otak yang menjadi
sumber aliran darah otak.
Berdasrkan lokasi area otak yang dialirinya, serangan stroke pada sistem sirkulasi
posterior akan memberikan gejala disfungsi batang otak, termasuk koma, drop attack
(lumpuh tiba-tiba tanpa gangguan kesadaran), vertigo, nausea, vomitus, kelumpuhan
nervus kranialis, ataksia, dan defisit sensorimotorik yang menyilang (defisit pada wajah
salah satu sisi dan pada tubuh/ekstremitas sisi kontralateralnya). Hemiparesis,
hemisensorik, dan defisit lapangan pandang dapat pula terjadi, namun gejala ini tidak
spesifik pada stroke di sirkulasi posteriol.
Setelah fase akut stroke tertangani, maka pasien perlu segera mendapatkan terapi
rehabilitasi medik. Hal ini perlu karena bentuk, masalah, pola penyembuhan, situasi
sosial, dan respon terhadap pengobatan yang berbeda-beda pada setiao pasien stroke
maka sangat diperlukan perencanaan program rehabilitasi yang bersifat individual.
Beberapa hal yang bersifat umum dalam penatalaksaan rehabilitasi medik pasien stroke
yaitu : perawatan secara holistik, terapi dengan gangguan terarah, lingkunagan dan
waktu terapi, problema psikososial, dan rehabilitasi pada fase akut.
4. Faktor Resiko Stroke
Setiap orang selalu mendambakan hidup nyaman, sehat dan bebas dari berbagai
macam tekanan. Namun, keinginan tersebut tidak diimbangi dengan pola hidup yang

64
memadai. Pola hidup yang tidak baik tersebut dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Faktor potensial kejadian stroke dibedakan menjadi 2 kategori besar yakni:
1. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
Usia
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa semakin tua usia, semakin besar pula
risiko terkena stroke. Hal ini berkaitan dengan adanya proses degenerasi (penuan)
yang terjadi secara alamiah dan pada umumnya pada orang lanjut usia, pembuluh
darahnya lebih kaku oleh sebab adanya plak (atherosklerosis).
Jenis kelamin
Laki-laki memiliki risiko lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan
perempuan. Hal ini diduga terkait bahwa laki-laki cenderung merokok. Rokok itu
sendiri ternyata dapat merusak lapisan dari pembuluh darah tubuh yang dapat
mengganggu aliran darah.
Herediter
Hal ini terkait dengan riwayat stroke pada keluarga. Orang dengan riwayat stroke
pada kelurga, memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena stroke dibandingkan
dengan orang tanpa riwayat stroke pada keluarganya.
Ras/etnik
Dari berbagai penelitian diyemukan bahwa ras kulit putih memiliki peluang lebih
besar untuk terkena stroke dibandingkan dengan ras kulit hitam.
2. Faktor yang dapat dimodifikasi
Hipertensi (darah tinggi)
Orangyang mempunyai tekanan darah yang tinggi memiliki peluang besar untuk
mengalami stroke. Bahkan hipertensi merupakan penyebab terbesar (etiologi) dari
kejadian stroke itu sendiri. Hal ini dikarenakan pada kasus hipertensi, dapat terjadi
gangguan aliran darah tubuh dimana diameter pembuluh darah akan mengecil
(vasokontriksi) sehingga darah yang mengalir ke otak pun akan berkurang. Dengan
pengurangan aliran darah otak (ADO) maka otak akan akan kekurangan suplai
oksigen dan juga glukosa (hipoksia), karena suplai berkurang secara terus menerus,
maka jaringan otak lama-lama akan mengalami kematian.
Penyakit jantung
Adanya penyakit jantung seperti penyakit jantung koroner, infak miokard (kematian
otot jantung) juga merupakan faktor terbesar terjadinya stroke. Seperti kita ketahui,
bahwa sentral dari aliran darah di tubuh terletak dijantung. Bilamana pusat
mengaturan aliran darahnya mengalami kerusakan, maka aliran darah tubuh pun
akan mengalami gangguantermasuk aliran darah yang menuju ke otak. Karena

65
adanya gangguan aliran, jaringan otak pun dapat mengalami kematian secara
mendadak ataupun bertahap.
Diabetes melitus
Diabetes melitus (DM) memiliki risiko untuk mengalami stroke. Hal ini terkait dengan
pembuluh darah penderita DM yang umumnya menjadi lebih kaku (tidak lentur).
Adanya peningkatan ataupun penurunan kadar glukosa darah secara tiba-tiba juga
dapat menyebabkan kematian jaringan otak.
Hiperkolesterolemia
Hiperkolesterolemia merupakan keadaan dimana kadar kolesterol didalam darah
berlebih (hiper = kelebihan). Kolesterol yang berlebih terutama jenis LDL akan
mengakibatkan terbentuknya plak/kerak pada pembuluh darah, yang akan semakin
banyak dan menumpuk sehingga dapat mengganggu aliran darah.
Obesitas
Kegemukan juga merupakan salah satu faktor risiko terjadinya stroke. Hal tersebut
terkait dengan tingginya kadar lemak dan kolesterol dalam darah pada orang dengan
obesitas, dimana biasanya kadar LDL (lemak jahat) lebih tinggi dibandingkan dengan
kadar HDLnya (lemak baik/menguntungkan).
Merokok
Berdasarkan penelitian didapatkan, bahwa orang-orang yang merokok ternyata
memiliki kadar fibrinogen darah yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang
tidak merokok. Peningkatan kadar fibrinogen ini dapat mempermudah terjadinya
penebalan pembuluh darah sehingga pembuluh darah menjadi sempit dan kaku
dengan demikian dapat menyebabkan gangguan aliran darah.
5. Jenis-Jenis Stroke
Secara garis besar berdasarkan kelainan patologis yang terjadi, stroke dapat
diklasifikasikan sebagai stroke iskemikdan strokehemoragik(perdarahan)
(Wahjoepramono 2005). Pada stroke iskemik, aliran darah ke otak terhenti karena
aterosklerosis atau bekuan darah yang telah menyumbat suatu pembuluh darah.
Pada stroke hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat aliran darah
yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan merusaknya.

66
Gambar 1 Jenis-jenis stroke

1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik disebut juga stroke sumbatan atau stroke infark dikarenakan
adanya kejadian yang menyebabkan aliran darah menurun atau bahkan terhenti
sama sekali pada area tertentu di otak, misalnya terjadinya emboli atau trombosis.
Penurunan aliran darah ini menyebabkan neuron berhenti berfungsi. Aliran darah
kurang dari 18 ml/100 mg/menit akan mengakibatkan iskemia neuron yang sifatnya
irreversibel (Wahjoepramono 2005). Hampir sebagian besar pasien atau sebesar
83% mengalami stroke jenis ini (Misbach &Kalim 2007).
Aliran darah ke otak pada stroke iskemik terhenti karena aterosklerosis
(penumpukan kolesterol pada dinding pembuluh darah) atau adanya bekuan darah
yang telah menyumbat suatu pembuluh darah ke otak. Penyumbatan dapat terjadi di
sepanjang jalur arteri yang menuju ke otak. Misalnya suatu ateroma (endapan
lemak) bisa terbentuk di dalam arteri karotis sehingga menyebabkan berkurangnya
aliran darah. Keadaan ini sangat serius karena setiap arteri karotis dalam keadaan
normal memberikan darah ke sebagian besar otak (Misbach dan Kalim 2007).
Terjadinya hambatan dalam aliran darah pada otak akan mengakibatkan sel saraf
dan sel lainnya mengalami gangguan dalam suplai oksigen dan glukosa. Bila
gangguan suplai tersebut berlangsung hingga melewati batas toleransi sel, maka

67
akan terjadi kematian sel. Sedangkan bila aliran darah dapat diperbaiki segera,
kerusakan dapat diminimalisir (Wahjoepramono 2005).

Gambar 2 Stroke iskemik


Mekanisme terjadinya stroke iskemik secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu
akibat trombosis atau akibat emboli. Diperkirakan dua per tiga stroke iskemik
diakibatkan karena trombosis, dan sepertiganya karena emboli. Akan tetapi untuk
membedakan secara klinis, patogenesis yang terjadi pada sebuah kasus stroke
iskemik tidak mudah, bahkan sering tidak dapat dibedakan sama sekali.
Trombosis dapat menyebabkan stroke iskemik karena trombosis dalam pembuluh
darah akan mengakibatkan terjadinya oklusi (gerak menutup atau keadaan tertutup)
arteri serebral yang besar, khususnya arteri karotis interna, arteri serebri media, atau
arteri basilaris. Namun, sesungguhnya dapat pula terjadi pada arteri yang lebih kecil,
yaitu misalnya arteri-arteri yang menembus area lakunar dan dapat juga terjadi pada
vena serebralis dan sinus venosus (Wahjoepramono 2005).
Stroke karena trombosis biasanya didahului oleh serangan TIA (Transient ischemic
attack). Gejala yang terjadi biasanya serupa dengan TIA yang mendahului, karena
area yang mengalami gangguan aliran darah adalah area otak yang sama. TIA
merupakan defisit neurologis yang terjadi pada waktu yang sangat singkat yaitu
berkisar antara 5-20 menit atau dapat pula hingga beberapa jam, dan kemudian
mengalami perbaikan secara komplit. Meskipun tidak menimbulkan keluhan apapun
lagi setelah serangan, terjadinya TIA jelas merupakan hal yang perlu ditanggapi
secara serius karena sekitar sepertiga penderita TIA akan mengalami serangan
stroke dalam 5 tahun.Dalam keadaan lain, defisit neurologis yang telah terjadi
selama 24 jam atau lebih dapat juga mengalami pemulihan secara komplit atau
hampir komplit dalam beberapa hari. Keadaan ini kerap diterminologikan sebagai
stroke minor atau reversible ischemic neurological defisit(RIND).
Emboli menyebabkan stroke ketika arteri di otak teroklusi oleh adanya trombus yang
berasal dari jantung, arkus aorta, atau arteri besar lain yang terlepas dan masuk ke
dalam aliran darah di pembuluh darah otak. Emboli pada sirkulasi posterior

68
umumnya mengenai daerah arteri serebri media atau percabangannya karena 85%
aliran darah hemisferik berasal darinya. Emboli pada sirkulasi posterior biasanya
terjadi pada bagian apeks arteri basilaris atau pada arteri serebri posterior.
Stroke karena emboli memberikan karakteristik dimana defisit neurologis langsung
mencapai taraf maksimal sejak awal (onset) gejala muncul. Seandainya serangan
TIA sebelum stroke terjadi karena emboli, gejala yang didapatkan biasanya
bervariasi. Hal ini dikarenakan pada TIA yang terjadi mendahului stroke iskemik
karena emboli, umumnya mengenai area perdarahan yang berbeda dari waktu ke
waktu.
Endapan lemak juga bisa terlepas dari dinding arteri dan mengalir di dalam darah
yang kemudian menyumbat arteri yang lebih kecil. Arteri karotis dan arteri vertebralis
beserta percabangannya bisa juga tersumbat karena adanya bekuan darah yang
berasal dari tempat lain, misalnya dari jantung atau satu katupnya. Stroke semacam
ini disebut emboli serebral, yang paling sering terjadi pada penderita yang baru
menjalani pembedahan jantung dan penderita kelainan katup jantung atau gangguan
irama jantung (terutama fibrilasi atrium). Emboli lemak terbentuk jika lemak dari
sumsum tulang yang pecah dilepaskan ke dalam aliran darah dan akhirnya
bergabung di dalam sebuah arteri.

2. Stroke hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang disebabkan oleh perdarahan intrakranial non
traumatik. Pada strok hemoragik, pembuluh darah pecah sehingga menghambat
aliran darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan
merusaknya.

Gambar 3 Stroke hemoragik


Hampir 70% kasus strok hemoragik terjadi pada penderita hipertensi. Stroke
hemoragik meliputi perdarahan di dalam otak (intracerebral hemorrhage) dan
perdarahan di antara bagian dalam dan luar lapisan pada jaringan yang melindungi
otak (subarachnoid hemorrhage).Gangguan lain yang meliputi perdarahan di dalam

69
tengkorak termasuk epidural dan hematomas subdural, yang biasanya disebabkan
oleh luka kepala. Gangguan ini menyebabkan gejala yang berbeda dan tidak
dipertimbangkan sebagai stroke.Berikut ini adalah penjelasan lebih rinci mengenai
jenis-jenis stroke hemoragik:
2.1 Intracerebral hemorrhage (perdarahan intraserebral)
Perdarahan intraserebral terjadi karena adanya ekstravasasi darah ke dalam
jaringan parenkim yang disebabkan ruptur arteri perforantes dalam. Stroke jenis ini
berjumlah sekitar 10% dari seluruh stroke tetapi memiliki persentase kematian lebih
tinggi dari yang disebabkan stroke lainnya. Di antara orang yang berusia lebih tua
dari 60 tahun, perdarahan intraserebral lebih sering terjadi dibandingkan
perdarahansubarakhnoid.
Perdarahan intraserebral sering terjadi di area vaskularis dalam pada lapisan
hemisfer serebral. Perdarahan yang terjadi kebanyakan pada pembuluh darah
berkaliber kecil dan terdapat lapisan dalam (deep arteries). Perdarahan intraserebral
sangat sering terjadi ketika tekanan darah tinggi kronis (hipertensi) melemahkan
arteri kecil, menyebabkannya menjadi pecah.Korelasi hipertensi sebagai kausatif
perdarahan ini dikuatkan dengan pembesaran vertikel jantung sebelah kiri pada
kebanyakan pasien. Hipertensi yang menahun memberikan resiko terjadinya stroke
hemoragik akibat pecahnya pembuluh darah otak diakibatkan karena adanya proses
degeneratif pada dinding pembuluh darah.
Beberapa orang yang tua memiliki kadar protein yang tidak normal disebut amyloid
yang menumpuk pada arteri otak. Penumpukan ini (disebut amyloid angiopathy)
melemahkan arteri dan bisa menyebabkan perdarahan. Umumnya penyebabnya tidak
banyak, termasuk ketidaknormalan pembuluh darah yang ada ketika lahir, luka, tumor,
peradangan pada pembuluh darah (vaskulitis), gangguan perdarahan, dan penggunaan
antikoagulan dalam dosis yang terlalu tinggi. Gangguan perdarahan dan penggunaan
antikoagulan meningkatkan resiko sekarat dari perdarahan intraserebral.
Perdarahan intraserebral ini merupakan jenis stroke yang paling berbahaya. Lebih
dari separuh penderita yang memiliki perdarahan yang luas, meninggal dalam beberapa
hari. Penderita yang selamat biasanya kembali sadar dan sebagian fungsi otaknya
kembali, karena tubuh akan menyerap sisa-sisa darah.
2.2 Subarachnoid hemorrhage (perdarahan subarakhnoid)
Perdarahan subarakhnoid adalah perdarahan ke dalam ruang (ruang subarachnoid)
diantara lapisan dalam (pia mater) dan lapisan tengah (arachnoid mater) para jaringan
yang melindungan otak (meninges). Penyebab yang paling umum adalah pecahnya
tonjolan pada pembuluh (aneurisma). Biasanya, pecah pada pembuluh menyebabkan
tiba-tiba, sakit kepala berat, seringkali diikuti kehilangan singkat pada

70
kesadaran.Perdarahan subarakhnoid adalah gangguan yang mengancam nyawa yang
bisa cepat menghasilkan cacat permanen yang serius. Hal ini adalah satu-satunya jenis
stroke yang lebih umum terjadi pada wanita.
Perdarahan subarakhnoid biasanya dihasilkan dari luka kepala. Meskipun begitu,
perdarahan mengakibatkan luka kepala yang menyebabkan gejala yang berbeda dan
tidak dipertimbangankan sebagai stroke. Perdarahan subarakhnoid dipertimbangkan
sebagai sebuah stroke hanya ketika hal itu terjadi secara spontan, yaitu ketika
perdarahan tidak diakibatkan dari kekuatan luar, seperti kecelakaan atau jatuh.
Perdarahan spontan biasanya diakibatkan dari pecahnya secara tiba-tiba
aneurisma di dalam arteri cerebral. Aneurisma menonjol pada daerah yang lemah pada
dinding arteri. Aneurisma biasanya terjadi dimana cabang nadi. Aneurismakemungkinan
hadir ketika lahir (congenital), atau mereka berkembang kemudian, setelah tahunan
tekanan darah tinggi melemahkan dinding arteri. Kebanyakan perdarahan subarakhnoid
diakibatkan dari aneurisma sejak lahir.
Perdarahan subarakhnoidterkadang diakibatkan dari pecahnya jaringan tidak
normal antara arteri dengan pembuluh (arteriovenous malformation) di otak atau
sekitarnya. Arteriovenous malformation kemungkinan ada sejak lahir, tetapi hal ini
biasanya diidentifikasikan hanya jika gejala terjadi. Jarang, penggumpalan darah
terbentuk pada klep jantung yang terinfeksi, mengadakan perjalanan (menjadi embolus)
menuju arteri yang mensuplai otak, dan menyebabkan arteri menjadi meradang. Arteri
tersebut bisa kemudian melemah dan pecah.
6. Gejala Umum Stroke
Pada tingkat awal, masyarakat, keluarga dan setiap orang harus memperoleh
informasi yang jelas dan meyakinkan bahwa stroke adalah serangan otak yang secara
sederhana mempunyai lima tanda-tanda utama yang harus dimengerti dan sangat
dipahami. Hal ini penting agar semua orang mempunyai kewaspadaan yang tinggi
terhadap bahaya serangan stroke.Secara umum gejala stroke antara lain adalah:
 Kelemahan atau kelumpuhan dari anggota badan yang dipersarafi.
 Kesulitan menelan
 Kehilangan kesadaran (Tidak mampu mengenali bagian dari tubuh)
 Nyeri kepala
 Hilangnya sebagian penglihatan atau pendengaran
 Penglihatan ganda.
 Sulit memikirkan atau mengucapkan kata-kata yang tepat.
 Pergerakan yang tidak biasa.
 Hilangnya pengendalian terhadap kandung kemih.

71
 Ketidakseimbangan dan terjatuh.
 Pingsan.
 Rasa mual, panas dan sangat sering muntah-muntah.
Berdasarkan lokasinya di tubuh, gejala-gejala stroke terbagi menjadi berikut:
1. Bagian sistem saraf pusat : Kelemahan otot (hemiplegia), kaku, menurunnya fungsi
sensorik
2. Batang otak, dimana terdapat 12 saraf kranial: menurun kemampuan membau,
mengecap, mendengar, dan melihat parsial atau keseluruhan, refleks menurun,
ekspresi wajah terganggu, pernafasan dan detak jantung terganggu, lidah lemah.
3. Cerebral cortex: afasia, apraxia, daya ingat menurun, hemineglect, kebingungan.
Jika tanda-tanda dan gejala tersebut hilang dalam waktu 24 jam, dinyatakan sebagai
Transient Ischemic Attack (TIA), dimana merupakan serangan kecil atau serangan awal
stroke.
Stroke iskemik dan hemoragik menampakkan gejala awal yang sama, misalnya
anggota gerak pertama-tama terasa lemah, lalu semakin parah dan lumpuh. Penderita
juga mengalami gangguan penglihatan dan kaki sering kesemutan. Bila telah terserang,
dokter biasanya akan mudah mendeteksi. Bila hanya organ sebelah kiri yang lumpuh,
berarti serangan stroke terjadi disebelah kanan dan sebaliknya (Sutrisno 2007). Gejala
stroke iskemik tergantung pada lokasi dan luasnya sumbatan atau perdarahan(Gendo
2007).
Bentuk ringan stroke dikenal dengan Serangan Otak Sepintas (Transient Ischaemic
Attack/TIA). Gejala terkadang hanya berupa rasa lemah di satu sisi wajah, atau mungkin
rasa kesemutan di lengan atau tungkai. Ada pula yang mengeluhkan gangguan dari
fungsi berbicara. Gejala stroke ringan biasanya akan kembali normal dalam waktu cepat,
kurang dari satu jam. Gejala stroke yang lebih berat umumnya akan menimbulkan gejala
yang lebih khas, seperti kelumpuhan.
7. Gejala stroke iskemik
Gejala klinis stroke iskemik dapat terjadi pada lokasi yang berbeda tergantung
neuroanatomi dan vaskularisasi yang diserang,antara lain:
1. Arteri serebri anterior
Arteri serebri anterior merupakan arteri yang memberikan suplai darah ke area
korteks serebri parasagital, yang mencakup area korteks motorik dan sensorik untuk
anggota gerak bawah kontralateral, juga merupakan pusat inhibitoris dari kandung
kemih (pusat miksi).
Gejala yang akan timbul apabila terjadi gangguan pada aliran darah serebri anterior
adalah paralisis kontralateral dan gangguan sensorik yang mengenai anggota gerak
bawah. Selain itu, dapat pula dijumpai gangguan kendali dari miksi karena kegagalan
72
dalam inhibisi refleks kontraksi kandung kemih, dengan dampak terjadi miksi yang
bersifat presipitatif.

2. Arteri serebri media


Arteri serebri media merupakan arteri yang mensuplai sebagian besar dari
hemisfer serebri dan struktur subkortikal dalam, yang mencakup area divisi kortikal
superior, inferior, dan lentikolostriaka.
Gejala yang akan timbul apabila mengenai divisi kortikal superior yaitu
menimbulkan hemisensorik kontralateral dengan distribusi serupa, tetapi tanpa
disertai hemianopia homonimus. Seandainya hemisfer yang terkena adalah sisi
dominan, gejala juga akan disertai dengan afasia Brocca (afasia ekspresif) yang
memiliki ciri berupa gangguan ekspresi berbahasa. Gejala pada divisi kortikal inferior
jarang terserang secara tersendiri, dapat berupa homonimus hemianopia
kontralateral, gangguan fungsi sensorik kortikal, seperti graphestesia, stereonogsia
kontralateral, gangguan pemahaman spasial, anosognosia, gangguan identifikasi
anggota gerak kontralateral, dan apraksia. Pada lesi yang mengenai sisi dominan,
maka akan terjadi pula afasia Wernicke (afasia reseptif).
Apabila stroke terjadi akibat oklusi di daerah bifurkasio atau trifurkasio (lokasi
percabangan arteri serebri media) dimana merupakan pangkal dari divisi superior
dan inferior, maka akan terjadi stroke yang berat. Dengan demikian, akan terjadi
hemiparesis dan hemisensorik kontralateral, yang lebih melibatkan wajah dan lengan
dibanding kaki, terjadi homonimus hemianopia, dan bila mengenai sisi dominan akan
terjadi afasia global (perseptif dan ekspresif).
Oklusi yang terjadi di pangkal arteri serebri media akan mengakibatkan aliran
darah ke cabang lentikulostriata terhenti dan akan terjkadi stroke yang lebih hebat.
Sebagai dampaknya, selain gabungan gejala pada oklusi di bifurkarsio atau
trifurkarsio seperti yang disebutkan di atas, juga akan didapatkan gejala paralisis kaki
sisi kontralateral.
3. Arteri karotis interna
Arteri karotis interna merupakan arteri yang berpangkal pada ujung arteri karotis
komunis yang membelah dua. Arteri karotis interna bercabang-cabang menjadi arteri
serebri anterior dan media, juga menjadi arteri oftalmikus yang memberikan suplai
darah ke retina.
Berat ringannya gejala yang ditimbulkan akibat oklusi arteri karotis interna
ditentukan oleh aliran kolateral yang ada. Kurang lebih sekitar 15% stroke iskemik

73
yang disebabkan oklusi arteri karotis interna ini akan didahului oleh gejala TIA atau
gejala gangguan penglihatan monokuler yang bersifat sementara, yang mengenai
retina mata sisi ipsilateral.
Secara keseluruhan, gejala yang muncul merupakan gabungan dari oklusi arteri
serebri media dan anterior ditambah gejala akibat oklusi arteri oftalmikus yang
muncul sebagai hemiplegia dan hemisensorik kontralateral, afasia, homonimus
hemianopia, dan gangguan penglihatan ipsilateral.
4. Arteri serebri posterior
Arteri serebri posterior merupakan cabang dari arteri basilaris yang memberikan
aliran darah ke korteks oksipital serebri, lobus temporalis medialis, talamus, dan
bagian rostral dari mesensefalon. Emboli yang berasal dari arteri basilaris dapat
menyumbat arteri ini.
Gejala yang muncul apabila terjadi oklusi pada arteri serebri posterior
menyebabkan terjadinya homonimus hemianopia yang mengenai lapangan pandang
kontralateral. Sedangkan oklusi yang terjadi pada daerah awal arteri serebri posterior
pada mesensefalon akan memberikan gejala paralisis pandangan vertikal, gangguan
nervus kranialis okulomotorik, oftalmoplagia internuklear, dan defiasi vertikal drai bola
mata.
Apabila oklusi mengenai lobus oksipital sisi hemisfer dominan, dapat terjadi
afasia anomik (kesulitan menyebutkan nama benda), aleksia tanpa agrafia (tidak dapat
membaca tanpa kesulitan menulis), agnosia visual (ketidakmampuan untuk
mengidentfikasi objek yang ada di sisi kiri), dan akibat adanya lesi di korpus kalosum
menyebabkan terputusnya hubungan korteks visual kanan dengan area bahasa di
hemisfer kiri. Oklusi yang mengenai kedua arteri serebri posterior (kanan dan kiri)
mengakibatkan penderita mengalami kebutaan kortikal, gangguan ingatan dan
prosopagnosia (ketidakmampuan mengenali wajah yang sebenarnya sudah dikenali).
5. Arteri basilaris
Arteri basilaris merupakan gabungan dari sepasang arteri vertebra. Cabang dari
arteri basilaris memberikan suplai darah untuk lobus oksipital, lobus temporal media,
talamus media, kapsula internal krus posterior, batang otak dan serebelum.
Gejala yang muncul akibat oklusi trombus arteri basilaris menimbulkan defisit
neurologis bilateral dengan keterlibatan beberapa cabang arteri. Trombosis basiler
mempengaruhi bagian proksimal dari arteri basilaris yang memberikan darah ke pons.
Keterlibatan sisi dorsal pons mengakibatkan gangguan pergerakan mata horizontal,
adanya nigtagmus vertikal, dan gerakan okular lainnya seperti konstriksi pupil yang
reaktif, hemiplegi yang sering disertai koma dan sindrom oklusi basiler dengan
penurunan kesadaran.

74
Emboli dari arteri vertebralis yang menyumbat bagian distal arteri basilaris
mengakibatkan penurunan aliran darah menuju formasio retikularis asendens di
mesensefalon dan talamus sehingga timbul penurunan kesadaran. Sedangkan emboli
yang lebih kecil dapat menyumbat lebih rostral dan pada kasus demikian,
mesensefalon, talamus, lobus temporal, dan oksipital dapat mengalami infark. Kondisi
ini dapat mengakibatkan gangguan visual (hemianopia homonim, buta kortikal),
visiomotor (gangguan gerak konvergen, paralisis penglihatan vertikal, diplopia), dan
prilaku (terutama disorientasi) abnormal tanpa gangguan motorik.
6. Cabang vertebrobasilar Sirkumferensial
Cabang sirkumferesial dari arteri vertebralis dan basilaris adalah arteri
sereberalis inferior posterior, sereberalis inferior anterior, dan sereberalis superior.
Gejala yang terjadi akibat oklusi arteri sereberalis inferior posterior
mengakibatkan sindrom medular lateral (Wallenberg’s syndrome). Sindrom ini dapat
disertai ataksia sereberalis ipsilateral, sindrom Horner, defisif sensoris wajah,
hemihipertesi alternan, nistagmus, vertigo, mual muntah, disfagia, disartria, dan
cegukan. Oklusiarteri sereberalis inferior anterior akan mengakibatkan infark sisi lateral
dari kaudal pons dan menimbulkan sindrom klinis seperti paresis otot wajah,
kelumpuhan pandangan, ketulian, dan tinitus. Oklusi arteri sereberalis superior akan
mengakibatkan sindrom lateral rostral pons yang menyerupai lesi dengan disertai
adanya optokinetik nistagmus atau skew deviation.
7. Cabang vertebrobasiler paramedian
Cabang arteri paramedian memberi aliran darah sisi medial batang otak mulai
dari permukaan ventral hingga dasar ventrikel IV. Struktur pada regio ini meliputi sisi
medial pedunkulus sereberi, jaras sensorik, nukleus rubra, formasio retikularis, nukleus
kranialis (N.III, N. IV, N.VI, N.XII).
Gejala yang diakibatkan oleh oklusi arteri ini tergantung dimana oklusi terjadi.
Oklusi pada mesensefalon menimbulkan paresis nervus okulomotor (N.III) ipsilateral
disertai ataksia. Paresis nervus abdusen (N.VI) dan nervus fasialis (N.VII) ipsilateral
terjadi pada lesi daerah pons, sedang paresis nervus hipoglosus (N.XII) terjadi jika letak
lesi setinggi medula oblongata. Manifestasi klinis dapat berupa koma apabila lesi
melibatkan kedua sisi batang otak.
8. Cabang vertebrobasilar basalis
Percabangan ini berasal dari arteri sirkumferensial yang memasuki sisi vertebral
batang otak dan memberi aliran darah jaras motorik batang otak. Gejala yang
ditimbulkan akibat oklusi arteri basilaris yaitu hemiparesis kontralateral, dan apabila
nervus kranialis (N.III, N.VI, N.VII) terkena terjadilah paresis nervus kranialis ipsilateral.
9. Infark lakunar

75
Infark lakunar sering terjadi pada nukleus dalam dari otak (putamen 37%,
talamus 14%, nukleus kaudatus 10%, pons 26%, kapsula interna krus posterior 10%).
Terdapat 4 macam sindrom infark lakunar yaitu hemiparesis murni, stroke sensorik
murni, hemiparesis ataksik, dan sindroma dysarthria-clumsy hand.
8. Gejala Stroke Hemoragik
1. Perdarahan Intraserebral
Gejala yang diakibatkan oleh perdarahan intraserebral yaitu onset yang hampir
selalu timbul pada saat beraktivitas dan terkadang terjadi saat pasien dalam keadaan tidur
(hanya 3%). Gejala yang paling umum ditemukan adalah sakit kepala dan muntah.
Walaupun tidak spesifik dan tergantung lokasi lesi, hal ini membedakannya dengan stroke
iskemik. Sakit kepala pada saat onset merupakan suatu gejala klinis yang penting pada
pasien dengan perdarahan lobar, diakibatkan karena adanya distensi lokal, distorsi, atau
peregangan struktur intrakranial superfisial yang sensitif terhadap rasa sakit.
Gejala lainnya yaitu kejang yang menunjukkan adanya suatu perdarahan lobaris
dibandingkan perdarahan pada bagian yang lebih dalam. Kecepatan penurunan kesadaran
pada pasien bervariasi sesuai lokasi dan luas perdarahan yang terjadi.
Mayoritas kasus dari perdarahan intraserebral terdapat pada kompartemen
supratentorial dan sebagian lagi pada bagian hemisfer serebral, ganglia basalis, dan
talamus. Berikut ini adalah penjelasan mengenai jenis-jenis perdarahan yang dapat terjadi
pada stroke perdarahan dan gejala yang diakibatkannya:
1.1 . Perdarahan Putaminal
Perdarahan putaminal merupakan bentuk perdarahan intracerebral yang paling
sering terjadi. Gambaran klasik dari perdarahan putaminal adalah kelemahan
motorik unilateral yang diikuti abnormalitas sensorik visual dan perilaku. Apabila lesi
mengenai hemisfer sisi dominan akan terjadi afasia global, sedangkan bila
mengenai hemisfer non-dominan akan menyebabkan gejala hemi-inattention.
1.2 . Perdarahan kaudatus
Perdarahan kaudatus biasa dimasukkan sebagai perdarahan putaminal yaitu
sebagai perdarahan putamina basalis. Onset perdarahan kaudatus umumnya tiba-
tiba, dengan sakit kepala dan muntah yang diikuti penurunan kesadaran.
Pemeriksaan fisik menunjukan adanya kekakuan leher dan berbagai gangguan
perilaku (disorientasi dan konfusi) dan seringkali diikuti gangguan ingatan jangka
pendek.
1.3 . Perdarahan talamik
Perdarahan talamik akan menunjukan gambaran klinis yang sesuai dengan
besarnya area perdarahan dan perluasan massa perdarahan yang terjadi. Apabila
masa yang timbul sangat besar maka perluasan dapat mencapai daerah parietal.

76
Gejala muntah cukup banyak dijumpai namun sakit kepala jarang. Gejala klinis
termasuk hemiparesis atau hemiplegia yang disertaai sindrom hemisensorik berupa
penurunan sistem sensorik tungkai, wajah dan punggung kontralateral. Gejala
utama pada perdarahan talamik adalah kelainan pada nervus okulomotoris yang
mengakibatkan kelumpuhan pandangan atas, paralisis konvergen, retraksi
nistagmus, deviasi asimetris.
1.4 . Perdarahan substansia alba (perdarahan lobaris)
Perdarahan yang terjadi pada daerah subkortikal substansia alba
menghasilkan lesi yang dapat muncul diseluruh lobus serebri terutama dilobus
parietal, temporal dan oksipital. Perdarahan lobaris berbeda dengan perdarahan
intraserebral pada umumnya yaitu tidak banyak berkaitan dengan hipertk berkaitan
dengan hipertensi. Gejala klinis perdarahan lobaris agak berbeda dengan
perdarahan lain. Perdarahan lobaris jarang terjadi hipertensi arterial dan penurunan
kesadaran. Sedangkan keluhan sakit kepala dan kejang lebih sering ditemukan.
Terjadi rasa sakit kepala di daerah sekitar mata ipsilateral dan hemianopasia juga
sakit pada areal sekitar telinga dan kelemahan anggota gerak kontralateral atas
serta kelemahan kaki dan wajah.
1.5 . Perdarahan serebral
Perdarahan serebral disebabkan oleh hipertensi arterial. Perdarahan yang
terjadi berasal dari cabang distal arteri serebralis posteriol inferior. Gejala krinis
muncul pada saat pasien melakukan aktifitas. Gejala awal yang mendahului rasa
pening disertai perasaan seperti saat mabuk, mati rasa pada wajah dan selanjutnya
pasien tiba-tiba tidak mampu berjalan dan bahkan berdiri. Kekakuan pada leher dan
daerah bahu, tinitus dan cekukan terjadi pada beberapa pasien.
1.6 . Perdarahan mesensefalon
Perdarahan spontan nontraumatik pada otak tengah sangat jarang ditemukan
perdarahan biasanya berasal dari bagian bawah talamus atau lesi yang berawak
dicerbelum atau ponds. Gejala yang ditimbulkan umumnya bertahap dan progresif.
Kerap terjadi ataksia dan oftalmoplegia juga hidrposefalus akibat blokade atau
distensi pada akuaduktus. Gejala lain yang ditimbulkan antara lain berupa
kelumpuhan bilateral nervus III, kelemahan bulbar, reflek extensor plantar, sakit
kapal yang menyeluruh, muntah, hemiparesis, diplopia, dan pinpoint pupil.
1.7 . Perdarahan pons
Perdarahan pons terjadi karena peningkatan tekanan intrakranial yang
disebabkan masuknya darah keruangan tertutup intrakranial. Gejala klinis yang
terjadi adalah sakit kepala yang hebat di daerah oksipital sebelum terjadi koma,
gejala kejang, menggigil hebat, dan terjadi disfungsi sistem otonom. Selain itiu

77
gajala lainnya adalah mati rasa pada wajah dan tungkai atas, ketulian, diplopia,
kelemahan kaki bilateral, dan pola pernapasan yang abnormal, apnea.
1.8 . Perdarahan medula oblongata
Perdarahan medula oblongata yang sangat jarang sekali terjadi bahkan lebih
jarang dibandingkan pedarahan otak tengah. Gejala yang ditimbulkan dapat berupa
rasa pening, muntah, sakit kepala, diplopia, dan paresthesia tungkai atas kanan.
Umumnya terjadi somnolen dalam waktu singkat dan ataksik disertai kaku kuduk,
hemiparesis kiri, nistagmus, disfonia, dan disfagia.
2. Perdarahan Subarakhnoid
Perdarahan subarakhnoid umumnya disebabkan oleh rupturnya suatu aneurisma
intrakranial. Sebelum pecah, aneurismabiasanya tidak menyebabkan gejala-gejala sampai
menekan saraf atau bocornya darah dalam jumlah sedikit, biasanya sebelum pecahnya
besar (yang menyebabkan sakit kepala). Kemudian menghasilkan tanda bahaya, seperti
berikut di bawah ini :
 Sakit kepala, yang bisa tiba-tiba tidak seperti biasanya dan berat (kadangkala
disebut sakit kepala thunderclap).
 Nyeri muka atau mata.
 Penglihatan ganda.
 Kehilangan penglihatan sekelilingnya.
Tanda bahaya bisa terjadi hitungan menit sampai mingguan sebelum pecah. Orang
harus melaporkan segala sakit kepala yang tidak biasa kepada dokter dengan segera.
Pecahnya bisa terjadi karena hal yang tiba-tiba, sakit kepala hebat yang memuncak dalam
hitungan detik. Hal ini seringkali diikuti dengan kehilangan kesadaran yang singkat. Hampir
separuh orang yang terkena meninggal sebelum sampai di rumah sakit. Beberapa orang
tetap dalam koma atau tidak sadar. Yang lainnya tersadar, merasa pusing dan mengantuk.
Mereka bisa merasa gelisah. Dalam hitungan jam atau bahkan menit, orang bisa kembali
menjadi mengantuk dan bingung. Mereka bisa menjadi tidak bereaksi dan sulit untuk
bangun.
Dalam waktu 24 jam, darah dan cairan cerebrospinal disekitar otak melukai lapisan
pada jaringan yang melindungi otak (meninges), menyebabkan leher kaku sama seperti
sakit kepala berkelanjutan, sering muntah, pusing, dan rasa sakit di punggung bawah.
Frekuensi naik turun pada detak jantung dan bernafas seringkali terjadi, kadangkala disertai
kejang yang semakin meningkat.
Selain itu, subarachnoid hemorrhage juga dapat menyebabkan beberapa masalah
serius lainnya :
1. Hidrosefalus: dalam waktu 24 jam. Darah dari subarachnoid hemorrhage bisa
menggumpal. Darah yang menggumpal bisa mencegah cairan di sekitar otak (cairan

78
cerebrospinal) dari kekeringan seperti normalnya. Akibatnya, penumpukan darah di
dalam otak, meningkatkan tekanan di dalam tengkorak. Hidrosefalus bisa
menyebabkan gejala-gejala seperti sakit kepala, mengantuk, pusing, mual, dan
muntah dan bisa meningkatkan resiko pada koma dan kematian.
2. Vasospasm: sekitar 3 sampai 10 hari setelah perdarahan, arteri di dalam otak bisa
kontraksi (kejang), membatasi aliran darah menuju otak. Kemudian, jaringan otak
bisa tidak mendapatkan cukup oksigen dan bisa mati, seperti stroke iskemik.
Vasopasm bisa menyebabkan gejala yang serupa pada stroke iskemik, seperti
kelemahan atau kehilangan rasa pada salah satu bagian tubuh, kesulitan
menggunakan atau memahami bahasa, vertigo, dan koordinasi lemah.
3. Pecahan kedua: kadangkala pecahan kedua terjadi, biasanya dalam waktu
seminggu.
Penyebab stroke
Stroke banyak terjadi pada kelompok usia lanjut. Sama halnya dengan jantung
koroner, pembuluh darah otak semakin hari semakin menebal. Diperlukan waktu puluhan
tahun sebelum pipa pembuluh otak tersumbat total (Mahendra dan Evi 2007).
Beberapa penyebab stroke dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni
stroke yang disebabkan faktor pembuluh darah dan faktor dari luar pembuluh darah.
A. Faktor pembuluh darah
 Aterosklerosis pembuluh darah otak
Aterosklerosis adalah penumpukan aterom atau lemak pada lapisan dalam
pembuluh darah. Jika aterom ini sudah menutupi seluruh lumen pembuluh darah maka
aliran darah akan tersumbat. Akibatnya, jaringan yang ada di depan pembuluh darah akan
kekurangan oksigen dan akibat lebih lanjut dapat terjadi kematian jaringan.
 Malformasi arteri (pembuluh nadi) otak
Adanya aneurisma (kelemahan) pembuluh darah otak dan tipisnya dinding pembuluh
darah akan memudahkan dinding pembuluh darah robek jika terjadi peningkatan tekanan
darah. Aneurisma dibagi menjadi dua yaitu congenital (bawaan dari lahir) dan bukan
bawaan lahir (didapat setelah lahir). Aneurisma ini tidak memberikan gejala apapun sampai
suatu saat dapat pecah sendiri jika terjadi peningkatan aliran darah ke otak dan terjadilah
stroke.
 Trombosis vena (penyumbatan)
Penyebab seperti thrombus, embolus, cacing, parasit, atau leukemia yang dapat
menyumbat pembuluh darah.
 Pecahnya pembuluh darah otak
Pecahnya pembuluh darah otak dapat terjadi di ruang subarachnoid (di bawah
selaput otak) atau intracerebral (dalam jaringan otak). Akibatnya adalah darah dari arteri

79
otak akan terus mengalir keluar tanpa ada yang dapat menghentikan. Darah akan menutupi
dan menekan sebagian besar jaringan otak sehingga jaringan otak yang tertekan akan
mengalami hipoksia disertai dengan kematian jaringan otak, bahkan mungkin disertai
dengan kematian biologis.
B. Faktor dari luar pembuluh darah
 Penurunan perfusi (aliran) darah ke otak
Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti hipertensi menahun yang
menyebabkan terjadinya perubahan anatomi jantung, gagal jantung kongestif atau
hiperkolesterol. Adanya perubahan tersebut menyebabkan darah menjadi relatif lebih pekat
dan alirannya menjadi lambat.
Embolus atau thrombus yang mengalir di dalam pembuluh darah tersangkut di salah
satu cabang pembuluh darah otak yang kecil sehingga menyumbat aliran darah. Kejadian ini
akan menyebabkan kematian jaringan otak. Embolus atau thrombus dapat berasal dari
pembuluh darah di tungkai yang terlepas saat kita beraktivitas, dari paru-paru, embolus
lemak terutama terkena pada orang yang obesitas atau pascaoperasi besar, seperti operasi
caesar dan patah tulang (Mahendra dan Evi 2007).
Pencegahan Stroke
Tindakan pencegahan dibedakan atas pencegahan primer dan sekunder.
Pencegahan primer bertujuan untuk mencegah stroke pada mereka yang belum pernah
terkena stroke. Pencegahan sekunder ditujukan untuk mereka yang pernah terkena stroke
termasuk TIA (Wahjoepramono 2005).
Menurut Wahjoepramono (2005), pencegahan primer dapat dilakukan dengan
modifikasi gaya hidup yang meliputi :
1) Penurunan berat badan : mengupayakan berat badan normal
2) Pola makan yang tidak memicu hipertensi : mengkonsumsi buah-buahan, sayuran, dan
produk susu rendah lemak serta mengurangi konsumsi lemak jenuh
3) Diet rendah garam : mengurangi intake garam <100 mmol per hari (2,4 g Na atau 6 g
NaCl)
4) Aktivitas fisik : aktivitas fisik rutin seperti jalan santai minimal 30 menit per hari
Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang ditujukan pada pasien yang sudah
pernah mengalami stroke atau TIA. Target akhir dari pencegahan sekunder adalah agar
jangan sampai terjadi seranagn TIA ataupun stroke yang berulang. Pencegahan sekunder
dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
StrokeCouncil of the American Heart Association merekomendasikan hal
pencegahan sebgai berikut :
LDL < 100 mg/dL Diet AHA step II: ≤ 30 % lemak, < 7 %
Lemak HDL > 35 mg/dL lemak jenuh, < 200 mg/hari kolesterol,

80
TC < 200 mg/dL penurunan berat badan dan aktifitas fisik.
TG < 200 mg/dL Jika target tak tercapai dan LDL > 130
mg/dL berikan terapi medikamentosa
(mis: statin).
Bila LDL 100-130 mg/dL, medikamentosa
dapat dipertimbangkan.
Edukasi pasien dan keluarga untuk
Alkohol Mengurangi konsumsi alkohol kurangi / hentikan kebiasaan minum
alcohol
Latihan fisik sedang (jalan santai, jogging,
Aktifitas 30–60 menit dalam 3-4 kali / bersepeda atau aerobik). Program
fisik menggu dengan supersi medis bagi pasien
dengan rsiko tinggi (penyakit jantung)
≤ 120 % dari berat badan ideal
Obesitas Diet dan latihan fisik
berdasarkan tinggi
AHA: American Heart Association, HDL: high density lipoprotein, LDL: low density lipoprotein, TC:
total cholesterol, TG: trigliserida

1) Konsumsi ganggang coklat.


Salah satu makanan yang perlu untuk dikonsumsi adalah bahan-bahan alami yang
tersedia di laut seperti ganggang laut coklat (brown seaweed) / Rambut Malaikat (mozu)
atau nano. Tumbuhan laut yang memiliki nama latin Laminaria Japonica hidup di daerah
terumbu karang yang jenih dan bersih. Ganggang laut coklat (brown seaweed) untuk
mencegah penyakit, memperpanjang usia dan meningkatkan kesehatan secara
signifikan.Ganggang laut coklat (brown seaweed) banyak mengandung vitamin dan mineral
yang seimbang dan bermanfaaat seperti : kalsium, magnesium, iron, copper, mangan, zink,
boron dan iodine, selain itu mengandung serat, asam amino, dan B-kompleks. Ganggang
Laut Coklat (brown seaweed) juga mengandung beberapa zat aktif,yangdapat mengurangi
risiko terkena stroke akibat penyumbatan pembuluh darah, seperti:
 Alginate, yakni serat tak larut yang berperan mengurangi kadar lemak, trigliserida
serta kolesterol dalam darah, sehingga terkontrol.
 laminarin sebagai zat anti penggumpalan darah yang membantu mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke.
 Iodium organik membantu mengoptimalkan fungsi tiroid untuk metabolisme tubuh
lebih baik
 Mineral koloidal yang mudah diserap oleh tubuh.
 Kandungan lain yang berguna bagi pasien pasca stroke adalah fucoidan yaitu suatu
polisakarida kompleks yang membantu memperbaiki daya ingat dan sistem motorik
pasca stroke serta meregenerasi sel-sel baru untuk kesehatan menyeluruh.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian yang dilakukan pada pasien pasca stroke yang
dilakukan Universias Manitoba, Winnipeg, Kanada. Hasilnya menunjukkan bahwa fucoidan
dalam brown seaweed mempercepat pemulihan fungsi motorik pada minggu pertama serta
memperbaiki memori.

81
Penelitian manfaat ganggang laut coklat lainnya:
 Fucoidan dalam ganggang coklat mampu menghambat pembentukan bekuan darah
sehingga menurunkan resiko terserang penyakit jantung dan stroke (Malmo
University Hospital, Swedia)
 Fucoidan dalam ganggang coklat mempercepat fungsi motorik pada minggu pertama
dan perbaikan memori (University of Manitoba, Winnipeg-Canada)
 Ganggang coklat mengubah aktifitas enzim di liver yg mengontrol metabolisme asam
lemak, sehingga menurunkan kadar lemak dalam darah. Selain itu, dapat juga
meningkatkan pembakaran lemak di liver (Laboratory of Lipid Chemistry, Yokohama-
Jepang)
 Ganggang laut coklat (brown seaweed) membantu menurunkan kadar kolesterol
sebanyak 26,5% dan trigliserida sebanyak 36,1% (Cardiovascular Center di RS
Sakhalin, Rusia) (Utama J 2007).
2) Ikan Tuna
Ikan tuna juga merupakan sumber yang baik untuk vitamin B6 dan asam folat.
World's Health Rating dari The George MateljanFoundation menggolongkan kandungan
vitamin B6 tuna ke dalam kategori sangat bagus karena mempunyai nutrient density yang
tinggi, yaitu mencapai 6,7 (batas kategori sangat bagus adalah 3,4-6,7). Vitamin B6
bersama asam folat dapat menurunkan level homosistein. Homosistein merupakan
komponen produk antara yang diproduksi selama proses metilasi. Homostein sangat
berbahaya bagi pembuluh arteri dan sangat potensial untuk menyebabkan terjadinya
penyakit jantung.
Meskipun ikan tuna mengandung kolesterol, kadarnya cukup rendah dibandingkan
dengan pangan hewani lainnya. Kadar kolesterol pada ikan tuna 38-45mg per 100gr daging.
Kandungan gizi yang tinggi membuat tuna sangat efektif untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, salah satunya stroke. Sebuah studi yang pernash dilakukan selama 15 tahun
menunjukkan bahwa konsumsi ikan tuna 2-4 kali setiap minggu, dapat mereduksi 27%
resiko penyakit sroke daripada yang hanya mengkonsumsi 1 kali dalam sebulan. Konsumsi
5 kali atau lebih dalam setiap minggunya dapat mereduksi penyakit stroke hingga 52 persen.
Konsumsi tuna 13 kali per bulan dapat mengurangi risiko tubuh dari ischemic stroke, yaitu
stroke yang disebabkan oleh kurangnya aliran darah ke otak.
3) Sayur dan Buah-buahan
Sebagian besar buah dan sayur memiliki nilai gizi dan mineral yang cukup tinggi.
Kandungan gizi tersebut sangat dibutuhkan untuk merevitalisasi sel-sel dan jaringan tubuh
yang telah rusak serta meningkatkan sistem metabolisme serta sistem kekebalan didalam
tubuh. Terdapat beberapa jenis buah dan sayur yang digunakan untuk mencegah dan

82
mengobati penyakit stroke diantaranya adalah: melon, alpukat, pisang, apel, belimbing,
jambu biji, dan asparagus.
Pencegahan terjadinya stroke harus dilakukan sepanjang masa. Dengan
bertambahnya usia, kemungkinan untuk terserang stroke. Oleh karena itu, harus diusahakan
untuk selalu mengurangi atau menghilangkan berbagai faktor resiko, terutama dengan
melakukan diet dan olahraga secara teratur(Wirakusumah 2001).
Selain itu, menurut Wirakusumah (2001), makanan yang dapat menolong untuk
mencegah stroke antara lain :
 Sumber asam lemak omega-3
Komponen ini banyak terkandung di dalam ikan. Suatu penelitian yang dilakukan di
Belanda terhadap populasi yang berusia 60-90 tahun, yang selalu mengkonsumsi ikan
(sekurang-kurangnya satu kali seminggu), membuktikan bahwa resiko terserang stroke
pada 15 tahun ke depan hanya setengah kali dibandingkan dengan populasi lain yang
tidak mengkonsumsi ikan. Hal ini membuktikan bahwa asam lemak omega-3 yang
terkandung di dalam ikan akan memperbaiki struktur membran sel. Dalam hal ini, sel
akan lebih kuat dan lentur. Selain itu, asam lemak omega-3 dapat membantu
thromboxane yang berfungsi menurunkan terbentuknya gumpalan darah.
 Teh
Stroke dapat juga dilawan dengan teh, khususnya jenis teh hijau. Sebuah studi di
Jepang membuktikan dengan mengkonsumsi teh hijau sebanyak lima cangkir sehari
dapat menurunkan resiko terserang stroke. Di dalam teh hijau terkandung antioksidan
yang dapat mencegah terjadinya kerusakan sel. Bahkan, teh hijau mengandung
komponen antioksidan yang lebih kuat dibanding vitamin E dan vitamin C. Berikut ini
adalah zat-zat yang berperan sebagi sumber antioksidan :
 Betakaroten, di dalam makanan komponen ini dapat mencegah perubahan
kolesterol menjadi unsur toksik yang mampu membentuk plak dan akan
menggumpal di dalam arteri. Betakaroten yang diubah menjadi vitamin A, akan
melawan kerusakan sel saraf ketika otak kehilangan oksigen. Betakaroten banyak
terdapat pada wortel, tomat, papaya, bit, serta sayur dan buah yang berwarna
jingga.
 Vitamin E, dapat mengurangi pembentukan gumpalan darah (plak) yang dapat
menyumbat arteri. Contoh sumber pangan yang mengandung vitamin E adalah
taoge.
 Vitamin C, dapat memperkuat dinding pembuluh darah dan mencegah terjadinya
hemorrhages (keluarnya darah dari pembuluh) otak. Bahan pangan yang
mengandung vitamin C antara lain jeruk, jambu biji, tomat dan lain-lain.
 Sumber kalium

83
Makanan sumber kalium seperti pisang, dapat menurunkan resiko terserangnya stroke.
Diduga, asupan kalium yang memadai membuat dinding arteri lebih elastik dan normal.
Selain itu, juga dapat melindungi kerusakan pembuluh darah akibat tekanan darah yang
tinggi.

 Bawang Bombay dan bawang putih


Bawang Bombay dan bawang putih dapat mencegah penggumpalan darah yang akan
menyumbat aliran darah ke otak. Selain itu, juga dapat memacu mekanisme pelarutan
gumpalan darah di dalam tubuh.
Sedangkan hal-hal yang harus diwaspadai antara lain :
 Sumber lemak
Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan makanan yang mengandung lemak.
Jenis lemak yang harus diwaspadai, terutama lemak jenuh yang dapat memicu terbentuknya
gumpalan-gumpalan lemak dalam pembuluh darah. Inilah yang akan menghambat aliran
darah ke otak sehingga menimbulkan stroke.
 Garam
Diduga, kelebihan garam dapat memicu timbulnya mini stroke. Pengujian yang
dilakukan terhadap tikus menunjukkan bahwa pada otak tikus yang mnengkonsumsi
ransum dengan kadar garam yang tinggi, akan tampak adanya kerusakan arteri dan
jaringan, yang disebabkan oleh keadaan mini stroke.
 Alkohol
Penderita stroke dianjurkan untuk membatasi asupan alkohol karena kelebihan alcohol
yang tinggi dapat meningkatkan resiko terserangnya stroke. Konsentrasi alcohol yang
tinggi dapat memicu terjadinya emboli (penggumpalan), dan ischemia (kurangnya darah
dalam jaringan), yang disebabkan oleh perubahan konsentrasi darah dan kontraksi
pembuluh darah. Kondisi inilah yang mengawali terjadinya stroke.
Upaya Pengobatan Stroke
Stroke adalah penyakit otak yang paling destruktif dengan konsekuensi berat. Stroke
tidak hanya akan menimbulkan kecacatan yang dapat membebani seumur hidup tetapi juga
ancaman kematian bagi pasien. Apabila mengalami serangan stroke, sebaiknya segera
dilakukan pemeriksaan untuk menentukan penyebabnya, bekuan darah atau perdarahan
yang tidak bisa diatasi dengan obat penghancur bekuan darah. Penelitian terakhir
menunjukkan bahwa kelumpuhan dan gejala lainnya dapat dicegah atau dipulihkan jika obat
stroke yang berfungsi menghancurkan bekuan darah disuntikkan kurang dari tiga jam sejak
serangan (periode emas). Obat yang diberikan biasanya diberikan berdasarkan penyebab

84
stroke, dan akibat yang ditimbulkan oleh stroke tersebut, seperti obat depresi (untuk
mengatasi gangguan psikis), dan alat bantu nafas. Antikoagulan (anti penggumpalan) tidak
diberikan kepada penderita tekanan darah tinggi dan tidak pernah diberikan kepada
penderita dengan perdarahan otak karena akan menambah risiko terjadinya perdarahan ke
dalam otak (Utama J 2007).
Perawatan Pasca Stroke
Sekali terkena serangan stroke, tidak membuat seseorang terbebas dari stroke. Di
samping dampak menimbulkan kecacatan, masih ada kemungkinan dapat terserang
kembali di kemudian hari. Penanganan pasca stroke yang biasa dilakukan adalah:
1) Rehabilitasi. Penderita memerlukan rehabilitasi serta terapi psikis seperti terapi fisik,
terapi okupasi, terapi wicara, dan penyediaan alat bantu di unit orthotik prostetik. Juga
penanganan psikologis pasien, seperti berbagi rasa, terapi wisata, dan sebagainya.
Selain itu, juga dilakukan community based rehabilitation (rehabilitasi bersumberdaya
masyarakat) dengan melakukan penyuluhan dan pelatihan masyarakat di lingkungan
pasien agar mampu menolong, setidaknya bersikap tepat terhadap penderita. Hal ini
akan meningkatkan pemulihan dan integrasi dengan masyarakat.
2) Penerapan gaya hidup sehat. Bahaya yang menghantui penderita stroke adalah
serangan stroke berulang yang dapat fatal atau kualitas hidup yang lebih buruk dari
serangan pertama. Bahkan ada pasien yang mengalami serangan stroke sebanyak 6-7
kali. Hal ini disebabkan pasien tersebut tidak mengendalikan faktor risiko stroke.
Penerapan gaya hidup sehat sangat penting bagi mereka yang sudah pernah terkena
serangan stroke, agar tidak kembali diserang stroke seperti berhenti merokok, diet
rendah lemak atau kolesterol dan tinggi serat, berolahraga teratur 3 kali seminggu (30-
45 menit), makan secukupnya, dengan memenuhi kebutuhan gizi seimbang, menjaga
berat badan jangan sampai kelebihan berat badan, berhenti minum alkohol dan atasi
stres.
3) Selain itu konsumsibahan-bahan makanan yang dapat mengurangi resiko timbulnya
kembali serangan stroke juga sangat diperlukan.
BAB III
A. Kesimpulan
1. Gagal nafas terjadi bilamana pertukaran oksigen terhadap karbondioksida dalam
paru-paru tidak dapat memelihara laju komsumsi oksigen dan pembentukan karbon
dioksida dalam sel-sel tubuh. Gagal nafas penyebab terpenting adalah ventilasi yang
tidak adekuat dimana terjadi obstruksi jalan nafas atas.

Gagal nafas adalah kegagalan sistem pernafasan untuk mempertahankan


pertukaran oksigen dankarbondioksida dalam jumlah yang dapat mengakibatkan

85
gangguan pada kehidupan. Gagal nafas ada dua macam yaitu gagal nafas akut dan
gagal nafas kronik dimana masing masing mempunyai pengertian yang berbeda.

Indikator gagal nafas telah frekuensi pernafasan dan kapasitas vital, frekuensi
penapasan normal ialah 16-20 x/mnt. Bila lebih dari20x/mnt tindakan yang dilakukan
memberi bantuan ventilator karena “kerja pernafasan” menjadi tinggi sehingga timbul
kelelahan. Kapasitasvital adalah ukuran ventilasi (normal 10-20 ml/kg).

2. Ginjal (renal) adalah organ tubuh yang memiliki fungsi utama untuk menyaring dan
membuang zat-zat sisa metabolisme tubuh dari darah dan menjaga keseimbangan
cairan serta elektrolit (misalnya kalsium, natrium, dan kalium) dalam darah.

Gagal ginjal adalah suatu kondisi di mana ginjal tidak dapat menjalankan
fungsinya secara normal.

Gagal ginjal dibagi menjadi dua bagian besar yakni gagal ginjal akut (acute
renal failure = ARF)dangagal ginjal kronik (chronic renal failure = CRF). Pada gagal
ginjal akut terjadi penurunan fungsi ginjal secara tiba-tiba dalam waktu beberapa hari
atau beberapa minggu dan ditandai dengan hasil pemeriksaan fungsi ginjal (ureum
dan kreatinin darah) dan kadar urea nitrogen dalam darah yang meningkat. Sedangkan
pada gagal ginjal kronis, penurunan fungsi ginjal terjadi secara perlahan-lahan. Proses
penurunan fungsi ginjal dapat berlangsung terus selama berbulan-bulan atau bertahun-
tahun sampai ginjal tidak dapat berfungsi sama sekali (end stage renal disease).

3. Stroke merupakan penyakit yang menyerang sistem saraf manusia, yang dapat
berakibat pada kelumpuhan sistem-sistem lainnya. Secara umum patologi stroke
berlangsung secara progresif dan bertahap, mulai dari gejala stroke ringan hingga
dapat menyebabkan kematian. Secara garis besar, stroke dibagi menjadi stroke
iskemik (karena penyumbatan pembuluh darah) dan stroke hemoragik (karena
pecahnya pembuluh darah) yang memiliki gejala bervariasi sesuai daerah yang
terserang.
l. Stroke memiliki beberapa faktor resiko yang dapat mendukung perkembangan stroke
yang terdiri dari dua jenis faktor, yaitu faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi
(usia, jenis kelamin, herediter, dan ras) dan yang dapat dimodifikasi (berbagai
penyakit degeneratif dan gaya hidup). Pencegahan penyakit stroke dapat dilakukan
dengan meminimalisir faktor resiko yang dapat dimodifikasi tersebut, seperti
mengatur pola hidup dan mengkonsumsi makanan yang disesuaikan dengan faktor
resiko yang tidak dapat dimodifikasi.

B. Saran

86
Setelah penulisan makalah ini, kami mengharapkan mahasiswa keperawatan pada
khususnya mengetahui pengertian, tindakan penanganan awal, serta mengetahui asuhan
keperawatan pada pasien CHF, gagal ginjal, gagal napas dan stroke..

DAFTAR PUSTAKA

87
Black & Hawk. (2009). Medical Surgical Nursing: Clinical Management for Positive
Outcome. St. Louis: Elseveir-Saunder

Delima. (2009). Prevalensi dan Faktor Determinan Penyakit Jantung di Indonesia (Analisis
Lanjut Data Riskesdas 2007). Diperoleh tanggal 22 September 2012 dari
http://digilib.litbang.depkes.go.id/go.php?id-jkpkbppk-gdl-res-2009-delima-
3176&q=penyakit+jantung+di+Indonesia.

Dhana (2010). Pfizer untuk Mengobati Gagal Jantung. Diperoleh tanggal 22 September 2012
dari http://news.isdaryanto.com/2010/11/pfizer-mengobati-gagal-jantung-html.

Dharma, S. (2007). Jantung pulih, kualitas hidup meningkat. Diperoleh tanggal 21 September
2012 dari http://www.litbang.depkes.go.id/aktual

Guyton, A.C. & Hall, J.E. (2007). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran

Muttaqin, Arief. (2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Kardiovaskuler.


Jakarta: Salemba Medika.

Smeltzer, S. C. & Bare, B. G. (2001). Keperawatan Medikal Bedah Brunner &Suddarth.


Jakarta:EGC

Udjianti, W.J. (2010). Keperawatan Kardivaskular. Jakarta: Salemba Medika

Weller, B.F. (2005). Kamus Saku Perawat. Jakarta: EGC

World Health Organization (WHO). (2004). SF Kuisioner. Diperoleh tanggal 22 September


2012 dari Translate.google.com=http://www.f-36org/demos/sf-8.html.
Ardiansyah, Muhammad. 2012. Medical Bedah untuk Mahasiswa. Jogjakarta: DIVA Press.

Doenges, M.E. Moorhouse M.F., Geissler A.C., (2000) Rencana Asuhan Keperawatan,
Edisi 3, Jakarta, EGC.

Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta:EGC

Mansjoer, A,.Suprohaita, Wardhani WI,.& Setiowulan, (2011). Kapita Selekta Kedokteran


edisi 2. Jakarta: EGC

88
Price, Sylvia Anderson. 2005. Konsep klinis proses-proses penyakit, edisi 6.
Jakarta:EGC.

http://newdinala.blogspot.com/2010/03/gagal-ginjal-akut-dan-kronis.html
http://ridhoinhealthy.blogspot.com/2012/07/asuhan-keperawatan-pada-penderita-
gagal_31.html
http://www.rsudaws.com/index.php/using-joomla/extensions/components/content-
component/single-article/86-art-kesehatan/89-gagal-ginjal.html Published Date
Written by Administrator
http://sikkahoder.blogspot.com/2012/10/penatalaksanaan-gagal-ginjal-akut-dan.html"
target="_blank">penatalaksanaan gagal ginjal akut dan kronis</a>
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Danis D. Kamus Istilah Kedokteran. Jakarta: Gita Media Press.

Efendi YH. Bahan Kuliah Patofisiologi, Neurologi. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas
Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.

Ganong W. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: EGC Penerbit Buku Kedokteran.

Gendo U. 2007.Integrasi Kedokteran Barat dan Kedokteran Tradisional Cina. Jakarta:


Kanisius.

Mahendra B, Rachmawati Evi. 2007. Atasi Stroke Dengan Tanaman Obat. Jakarta: Penebar
Swadaya.

Misbach J, Kalim H. 2007. Stroke Mengancam Usia Produktif. www.medicastore. com. [25
Mei 2009].

Smith T, Davidson S. 2005. Dokter di Rumah Anda. Jakarta: Dian Rakyat.

Sutrisno A. 2007. Stroke.Jakarta: Gramedia.

Tembayong J. 2000. Patofisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC Penerbit Buku


Kedokteran.

Utama J. Pengobatan Stroke dan Perawatan Pasca Stroke. www. medicastore.com [12 Mei
2009].

Wahjoepramono EJ. 2005. Stroke Tata Laksana Fase Akut.Lippo Karawaci: Fakultas
Kedokteran Universitas Pelita Harapan, RS Siloam Gleneagles.

Wirakusumah ES. 2001. Menu Sehat untuk Lanjut Usia. Jakarta: Puspa Swara.

89
90

Anda mungkin juga menyukai