Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

GANGGUAN ENDOKRIN KETOASIDOSIS DIABETIKUM

A. Pengertian
Ketoasidosis diabetikum adalah salah satu komplikasi metabolik akut pada diabetes mellitus
dengan perjalanan klinis yang berat dalam angka kematian yang masih cukup tinggi. Ketoasidosis
diabetikum dapat ditemukan baik pada mereka dengan diabetes melitus tipe 1 dan tipe 2.
Ketoasidosis diabetikum adalah dokumpensasi metabolik akibat defisiensi insulin absolut atau
reaktif dan merupakan komplikasi akut DM yang serius (Mansyur,2001).
Angka kematian ketoasidosis menjadi lebih tinggi pada beberapa ke Ketoasidosis Diabetikum
(KAD) adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolute atau relative dan
peningkatan hormone kontra legulator (glukagon, katekolamin, kortisol dan hormon
pertumbuhan), yang menyebabkan keadaan hipergilkemi (Brunner and Suddart, 2002).
Ketoasidosis Diabetik adalah suatu keadaan darurat akibat gangguan metabolic diabetes
mellitus berat yang disifati oleh adanya trias hiperglikemi, asidosis, dan ketonemi (Adam, 2001).
Keadaan yang menyertai, seperti : sepsis, syok yang berat, infark miokard akut yang luas,
pasien usia lanjut, kadar glukosa darah yang tinggi, uremia, kadar keasaman darah yang rendah.
Kematian pada pasien ketoasidosis usia muda, umumnya dapat dihindari dengan diagnosis cepat,
pengobatan yang tepat dan rasional, serta memadai sesuai dengan dasar patofisiologinya. Pada
pasien kelompok usia lanjut, penyebab kematian lebih sering dipicu oleh faktor penyakit
dasarnya.
B. Anatomi Fisiologi
C. Penyebab
Ketoasidosis diabetikum di dasarkan oleh adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah insulin
yang nyata, yang dapat disebabkan oleh :
1. Insulin diberikan dengan dosis yang kurang.
2. Keadaan sakit atau infeksi pada DM, contohnya : pneumonia, kolestisitis, iskemia usus dan
apendisitis.
Keadaan sakit dan infeksi akan menyertai resistensi insulin. Sebagai respon terhadap stres
fisik (atau emosional), terjadi peningkatan hormon – hormon ”stres” yaitu glukagon,
epinefrin, norepinefrin, kotrisol dan hormon pertumbuhan. Hormon – hormon ini akan
menigkatakan produksi glukosa oleh hati dan mengganggu penggunaan glukosa dalam
jaringan otot serta lemak dengan cara melawan kerja insulin. Jika kadar insulin tidak
meningkatkan dalam keadaan sakit atau infeksi, maka hipergikemia yang terjadi dapat
berlanjut menjadi ketoasidosis diabetik.
3. Manifestasi pertama pada penyakit diabetes yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.
(Brunner and Suddart, 2002)

D. Manifestasi klinik

Tujuh puluh sampai sembilan puluh persen pasien KAD telah diketahui menderita DM
sebelumnya. Sesuai dengan patofisiologi KAD, akan dijumpai pasien dalam keadaan ketoasidosis
dengan tanda dan gejala :
1. Kadar glukosa > 250 mg% dan pH < 7,35
2. HCO3 rendah (<15 meq/L)
3. Anion gap yang tinggi dan keton serum positif
4. Pernafasan cepat dan dalam (Kussmaul)
5. Dehidrasi (turgor kulit berkurang, lidah dan bibir kering)
6. Hipovolemia atau sampai syok
7. Poliuria dan polidipsia
8. Adanya riwayat berhenti menyuntik insulin, demam atau infeksi
9. Mual dan muntah
10. Nyeri perut yang menonjol
11. Derajat kesadaran pasien bervariasi, mulai dari composmetis sampai koma
(Arif Mansjoer, 2001)
12. Asidosis metabolik
13. Penipisan volume intra vaskuler
14. Penumpukan keton bodies
15. Letargi, kelelahan, koma

E. Patofisiologi

Diabetes Ketoasidosis disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata, keadaan ini mengakibatkan gangguan pada metabolisme karbohidrat, protein
dan lemak. Ada tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes ketoasidosis yaitu dehidrasi,
kehilangan elektrolit dan asidosis. Apabila jumlah insulin berkurang, jumlah glukosa yang
memasuki sel akan berkurang juga. Disamping itu produksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Kedua faktor ini akan mengakibatkan hiperglikemia. Dalam upaya untuk
menghilangkan glukosa yang berlebihan dari dalam tubuh, ginjal akan mengekskresikan glukosa
bersama air dan elektrolit (seperti natrium dan kalium). Diurisis osmotik yang ditandai oleh
urinasi berlebihan (poliuri) ini akan menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit. Penderita
ketoasidosi yang berat dapat kehilangan kira-kira 6,5 liter air dan sampai 400 hingga 500 mEg
natrium, kalium serta klorida selama periode waktu 24 jam. Akibat defisiensi insulin yang lain
adalah pemecahan lemak (liposis) menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas akan diubah menjadi benda keton oleh hati. Pada ketoasidosis diabetik menjadi produksi
benda keton yang berlebihan sehingga akibat dari kekurangan insulin yang secara normal akan
mencegah timbulnya keadaan tersebut. Benda keton bersifat asam dan bila bertumpuk dala
sirkulasi darah, benda keton akan menimbulkan asidosis metabolik.
(Brunner and Suddarth, 2001)
Defisiensi insulin baik relatif maupun mutlak diakibatkan oleh kegagalan sekresi insulin
endogen dan kekurangan pemberin insulin eksogen atau peningkatan berapa infeksi, trauma
kehamilan stress emosional akibat defisiensi insulin akan terjadi gangguan pada metabolisme
(karbohidrat, protein, lemak) dalam keadaan defisiensi terjadi penurunan penggunaan insulin
oleh otot, hati, jaringan diposa. Sementara dihati sendiri terjadi produksi yang berlebihan.
Keadaan ini mengakibatkan tubuh mengalami keadaan hiperglikemia. Hiperglikemia bertambah
berat ginjal akan berusaha mensekresikan glukosa bersama air dan elektrolit urin bercampur
dengan glukosa (glukosauria). Peristiwa ini disebut sebagai diuresis osmotik yang ditandai oleh
poliuria. Diuresis osmotik mengakibatkan tubuh mengalami dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi yang lain adalah terjadi peningkatan pemecahan lemak (lipolisis) terjadi asam
lemak bebas dan gliserol. Asam lemak bebas akan diubah menjadi badan keton oleh hati
produksi badan keton menjadi berlebihan sehingga terjadi katonemia. Selanjutnya terjadi
ketouria penumpukan badan keton menimbulkan keadaan asidosis metabolik. Keadaan
ketoasidosis ini dapat mengakibatkan penurunan status mental (sadar, letargi, coma) dan
pernafasan kussmaul (pernafasan berbau seperti buah) cepat dan dalam. Ketonemia juga
mengakibatkan anoreksia, mual, muntah, nyeri abdomen. Selain ntu defisiensi insulin
merangsang peningkatan pemecahan protein ( proteiolisis ) yang mengkibatkan peningkatan
pembentukan asam amino dan peningkatan kehilangan nitrogen. Pemecahan protein untuk
menghasilkan asam amino sebagai prekusor glikosa disebut sebagai glukoneogenesis. Selain itu
terjadi pula glikogenolisis ( pemecahan glikogen menjadi glukosa ). Hal ini juga merangsang
terjadinya hiperglikemia. Ketoasidosis juga disebabkan karena stresor hormon yang dapat
menimbulkan hiperglikemia
Komplikasi yang dapat tejadi pada pasien KAD yaitu:
Ø Hipoksemia
Ø Sindrom Gawat Nafas Dewasa (Adult Respiratory Distress Syndrome, ARDS)
Ø Dehidrasi yang berlebihan
Ø Gagal jantung kiri
Ø Pankreatitis akut
Ø Hipoglikemia
Ø Hipokalemia
Ø Hiperkloremia
Ø Edema otak
Ø Infark Miokard Akut
F. Patway
G. Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan KGD
· Pertahankan jalan nafas
· Pada syok berat berikan oksigen 100% dengan masker
· Jika syok berikan larutan isotonik (normal saline 0,9%) 20cc/kgBB
· Bila terdapat penuruna kesadaran perlu pemasangan naso gastrik tube untuk
menghindari aspirasi lambung.
2. Penatalaksanaan Keperawatan
· Penilaian kliniks awal : pemeriksaan fisik (BB, TD, tanda sidosis, GCS, derajat
dehidrasi), dan konfirmasi biokimia (analisa darah dan urinalisa)
(Dunger DB, 2004)
· Pemantauan status volume cairan : pemeriksaan TTV (termasuk memantau
perubahan ortostatik pada tekanan darah dan frekuensi jantung), pengkajian paru,
dan pemantauan asupan serta haluan cairan.
· Pemantauan kalium
(Brunner and Suddart, 2002)

3. Penatalaksanaan Medis
a. Pengobatan umum
Sasaran pengobatan KAD adalah memperbaiki volume sirkulasi dan perfusi jaringan,
menurunkan kadar glukosa darah, memperbaiki asam keto diserum dan urine
keadaan normal dan mengoreksi gangguan elektrolit.
1) Penderita dirawat diruang rawat darurat catat data-data tentang kadar glukosa
darah, keton serum, elektrolit, BUN, kreatinin serum, kalsium, fosfat, gas darah,
glukosa urine dan keton urine catat cairn keluar dan masuk.
2) Pasang NGT dan chateter urine jika pasien mengalami penurunan kesadaran

b. Pengobatan cairan, elektrolit dan insulin


1) Cairan
NaCI 0,9% diberikan + 1-2 pada jam pertama, lalu 1 L pada jam kedua, lalu 0,5L
pada jam ketiga dan keempat, dan 0,25 L pada jam kelima dan keenam,
selanjutnya sesuai kebutuhan.
- Jumlah cairan yang diberikan dalam 15 jam sekitar 5 L
- Jika Na+>155 mEq/L-ganti cairan dengan NaCI 0,45%
- Jika GD<200 mg/dl-ganti cairan dengan dextrose 5%
2) Insulin (regular insulin = RI) :
Diberikan setelah 2 jam rehidrasi cairan
RI bolus 180 mU/KgB IV, dilanjutkan;
RI drip 90 mU/KgBB/jam dalam NaCI 0,9%
Jika GD<200 mg/dL – kecepatan dikurangi –RI drip 45 mU/kgBB/jam dalam
NaCI0,9%
Jika GD stabil 200-300 mg/dL selama 12 jam –RI drip 1-2 U / jam IV, disertai
slinding scale setiap 6 jam
Jika kadar GD ada yang < 100 mg/dL; drip RI dihentikan
Setelah sliding scale tiap 6 jam, dapat diperhitungkan kebutuhan insulin
sehari.
Dibagi 3 dosis sehari subkutan, sebelum makan (bila pasien sudah makan).
3) Elektrolit
Kalium
Kalium (KCI) drip dimulai bersamaan dengan drip RI, dengan dosis 50
mEq/6 jam, syarat ada gagal ginjal, tidak ditemukan gelombangT yang
lancip dantinggi pada EKG, dan jumlah urine cukup adekat.
Bila kadar K + pada pemeriksaan elektrolit kedua :
< 3,5........ drip KCI 75 mEq/6 jam
3,0 ... 4,5 .....drip KCI 50 mEq/6 jam
4,5 ....6,0 .....drip KCI 25 mEq/6 jam
> 6,0 ...... drip dihentikan
Bila sudah sadar, diberikan K+ oral selama seminggu.
Natrium bikarbonat
~ Drip 100 mEq bila pH < 7,0, disertai KCI 26 mEq drip
~ 50 mEq bila pH 7,0 – 7,1, disetai KCI 13 mEq drip
~ Juga diberikan pada asidosis laktat dan hiperkalemi yang mengancam
Elekrtolit :
v Kadar potasium mulai menurun saat diberikan insulin, oleh karena itu pemberian
potasium dimulai saat dimulainya pemberian insulin, terkecuali pada penderita dengan
kadar potasium > 6,0 mEg/L, mereka yang anuri dan penderita gagal ginjal kronik yang
biasanya sudah disertai poatsium serum yang tinggi. Potasium diiberikan dengan dosis
10 – 30 mEg/jam, semakin rendah kadar potasium serum semakin besar dosis yang
diberikan sambil memantau kadar dalam serum. Kadar potasium serum harus
dipertahankan >3,5 mEg/L.
v Pemberian sodium bikarbonat diberikan saat pH <7,0, kadar bikarbonat <5,0 mEg/L,
hiperkalemia berat >6,5 mEg/L. Pemberian bikarbonat dosis 100 – 250 mEg dalam 100 –
250 ml 0,45%NaCl, diberikan antara 30 – 60 menit. Pemberian bikarbonat harus disertai
dengan pemantauan pH arteri, dan dihentikan apabila pH >7,1.
(Adam JMF, 2002)

H. Fokus Pengkajian Keperawatan


1. Identitas Klien dan Penanggung Jawab
2. Keluhan Utama
Keluhan atau gejala saat awal dilakukan pengkajian pertama kali yang utama.
3. Pengkajian Primer
a) Airway
Kaji jalan nafas terbuka, ada tidaknya sekret atau benda asing yang menghalangi
jalan nafas dan kaji timbulnya suara seperti gurgling, snoring maupun crowing.
b) Breathing
Inspeksi rate, kesimetrisan peranjakan paru serta ada tidaknya dispnea, kaji adanya
sesak nafas, cuping hidung, nafas cepat, adanya sianosis atau tidak dan pemakaian
otot pernafasan tambahan.
Auskultasi suara nafas dan perkusi area paru
Mulut : nafas berbau keton
Thorax
Inspeksi : terjadi peningkatan frekuensi nafas
Palpasi : gerakan dinding thorax cepat dan dalam
Auskultasi : bunyi paru hilang dan timbul
c) Circulation
Kaji frekuensi denyut nadi, tekanan darah, suhu, capilary refil, SPO2 dan kaji adanya
edema.
d) Disability
Kaji status neurologi : GCS dan tanda lateralisasi
e) Eksposure
Kaji adanya jejas pada seluruh tubuh, yang perlu diperhatikan adalah cegah
hipotermi

4. Pengkajian Sekunder
a) Riwayat Keperawatan/Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Sekarang
2) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Dahulu
3) Riwayat Kesehatan/Keperawatan Keluarga
b) Pemeriksaan Fisik
1) Keadaan Umum
Meliputi kesan kesadaran sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi klien.
2) Pemeriksaan Tanda Vital
Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan
(frekuensi, irama, kedalaman, pola nafas) dan suhu tubuh.
3) Pemeriksaan Head To Toe
Pemeriksaan Kepala dan Leher
Kepala : kaji bentuk, adanya luka
Rambut : warna, jenis, ketebalan dan kebersihan rambut
Mata : kemampuan penglihatan (biasanya penglihatan kurang), ukuran
pupil, reaksi terhadap cahay, konjungtiva, sklera, alat bantu,
adanya sekret dan cekung
Hidung : bagaimana kebersihannya, septum deviasi, sekret, epistaksis polip,
pemakaian selang O2/selang NGT
Telinga : kemampuan pendengaran, adanya nyeri, sekret telinga,
pembengkakan, penggunaan alat bantu
Mulut : keadaan bibir (warna, kelembaban), kebersihan gigi dan gusi,
mulut, bau mulut (bau keton), pemasangan ET/OPA
Leher : kesimetrisan trachea, terabanya kelenjar thyroid, benjolan,
tracheostomy, nyeri telan, pembesaran tonsil, tekanan vena
jugularis
Pemeriksaan Dada
Abdomen
Inspeksi : abdomen tampak tegang
Auskutasi : bunyi usus tidak normal
Palpasi : ada nyeri tekan
Perkusi : ada distensi pada abdomen
Genitalia
Pemeriksaan Anggota Gerak/Ekstremitas
Pemeriksaan Kulit dan Kelenjar Getah Bening
c) Kebutuhan Fisiologis
1) Pola Nutrisi dan Metabolisme
· Gejala : Hilang nafsu makan
· Mual/muntah
· Tidak mematuhi diet, peningkatan masukan glukosa/karbohidrat
· Penurunan berat badan lebih dari beberapa hari/minggu
· Haus, penggunaan diuretik (Thiazid)
· Tanda : Kulit kering/bersisik, turgor jelek
· Kekakuan/distensi abdomen, muntah
· Pembesaran tiroid (peningkatan kebutuhan metabolik dengan
peningkatan gula darah), bau halisitosis/manis, bau buah (napas aseton)
2) Pola Eliminasi
§ Gejala : Perubahan pola berkemih (poliuria), nokturia
§ Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi), ISSK baru/berulang
§ Nyeri tekan abdomen, Diare
§ Tanda :Urine encer, pucat, kuning, poliuri ( dapat berkembang menjadi
oliguria/anuria, jika terjadi hipovolemia berat)
§ Urin berkabut, bau busuk (infeksi)
§ Abdomen keras, adanya asites
§ Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif (diare)
3) Pola Aktivitas
· Gejala : Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan
· Kram otot, tonus otot menurun, gangguan istrahat/tidur
· Tanda : Takikardia dan takipnea pada keadaan istrahat atau aktifitas
· Letargi/disorientasi, koma
· Penurunan kekuatan otot
4) Sirkulasi
§ Gejala : Adanya riwayat hipertensi, IM akut
§ Klaudikasi, kebas dan kesemutan pada ekstremitas
§ Ulkus pada kaki, penyembuhan yang lama
§ Takikardia
§ Tanda : Perubahan tekanan darah postural, hipertensi
§ Nadi yang menurun/tidak ada
§ Disritmia
§ Krekels, Distensi vena jugularis
§ Kulit panas, kering, dan kemerahan, bola mata cekung
5) Integritas Kulit
· Gejala : Stress, tergantung pada orang lain
· Masalah finansial yang berhubungan dengan kondisi
· Tanda : Ansietas, peka rangsang
6) Neurosensori
§ Gejala : Pusing/pening, sakit kepala
§ Kesemutan, kebas, kelemahan pada otot, parestesia
§ Gangguan penglihatan
§ Tanda : Disorientasi, mengantuk, alergi, stupor/koma (tahap lanjut).
Gangguan
§ Memori (baru, masa lalu), kacau mental
§ Refleks tendon dalam menurun (koma)
§ Aktifitas kejang (tahap lanjut dari DKA)
7) Nyeri/Kenyamanan
· Gejala : Abdomen yang tegang/nyeri (sedang/berat)
· Tanda : Wajah meringis dengan palpitasi, tampak sangat berhati-hati
8) Keamanan
· Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
· Tanda : Demam, diaforesis
· Kulit rusak, lesi/ulserasi
· Menurunnya kekuatan umum/rentang erak
· Parestesia/paralisis otot termasuk otot-otot pernapasan (jika kadar
kalium menurun dengan cukup tajam)
9) Pernafasan
· Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan/tanpa sputum
purulen (tergantung adanya infeksi/tidak)
· Tanda : Lapar udara, batuk dengan/tanpa sputum purulen
· Frekuensi pernapasan meningkat
10) Seksualitas
§ Gejala : Rabas vagina (cenderung infeksi)
§ Masalah impoten pada pria, kesulitan orgasme pada wanita

5. Pemeriksaan Penunjang
v Glukosa darah : meningkat 200 – 100 mg/dl atau lebih
v Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok
v Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkaat
v Osmolalitas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
v Elektrolit : Natrium : mungkin normal , meningkat atau menurun
v Kalium : normal atau peningkatan semu (perpindahan selular), selanjutnya akan
menurun
v Fosfor : lebih sering menurun
v Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal yang
mencerminkan kontrol DM yang kurang selama 4 bulan
terakhir
v Gas darah arteri : biasanya menunjukkan pH rendah dan penurunan pada HCO3 (asidosis
metabolik) dengan kompensasi alkalosis respiratorik
AGD : PH < 7,3 PaCO2 10 – 30 mmHg
HCO3 < 15 MEQ / L
v Trombosit darah : Ht mungkin meningkat atau normal (dehidrasi), leukositosis,
hemokonsentrasi sebagai rrespons terhadap stress atau infeksi
v Ureum/kreatinin: Mungkn meningkat atau normal(dehidrasi/penurunan fungsi ginjal)
v Amilase darah : mungkin meningkat yang mengindikasikan adanya pankreatitis akut
sebagai penyebab DKA
v Urin : gula dan aseton positif , berat jenis dan osmolalitas mungkin meningkat
v Kultur dan sensitifitas : kemungkinan adanya infeksi saluran kemih, pernafasan dan pada
luka

I. Diagnose Keperawatan

1. Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan bernafas
2. Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan keasaman (pH
menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan lipolysis
3. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan diuresis osmotik
ditandai dengan dehidrasi, poliuria, mual, muntah, turgor kulit menurut.
4. Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung
4. Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual, kacau
mental
5. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan insulin,
penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
6. Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan
ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
J. Fokus Intervensi Keperawatan

1. Dx. I : Gangguan pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan kemampuan
bernafas
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan pola nafas
efektif
KH : Pola nafas pasien kembali teratur, respirasi rate pasien kembali normal (16-
24x/menit), dan pasien mudah untuk bernafas
Intervensi :
a) Kaji pola nafas setiap hari
R : Pola dan pernafasan dipengaruhi oleh status asam basa, status hidrasi, status
cardiopulmonal dan sistem persyarafan. Keseluruhan faktor harus dapat diidentifikasi
untuk menentukan faktor mana yang berpengaruh
b) Kaji kemungkinan adanya sekret yang mungkin timbul
R : Penurunan kesadaran mampu merangsang pengeluaran sputum berlebih akibat kerja
reflek parasimpatik atau menurunnya kemampuan menelan
c) Baringkan klien pada posisi nyaman, semi fowler
R : Memudahkan klien dalam bernafas
d) Berikan oksigenasi sesuai dengan kebutuhan
R : Pernafasan kusmaul sebagai kompensasi keasaman memberikan respon penurunan
CO2 dan O2. Pemberian oksigen sungkup dalam jumlah yang minimal diharapkan
dapat mempertahankan level CO2.
e) Pastikan jalan nafas tidak tersumbat
R : Pengaturan posisi ekstensi kepala memfasilitasi terbukanya jalan nafas, menghindari
jatuhnya lidah dan meminimalkan penutupan jalan nafas oleh sekret yang mungkin
terjadi
f) Kolaborasi dengan tim medis
R : Membantu tindakan medis selanjutnya sesuai dengan indikasi dokter

2. Dx. II : Resti terjadinya gangguan pertukaran gas berhubungan dengan peningkatan


keasaman (pH menurun) akibat hiperglikemia, glukoneogenesis dan lipolysis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
tidak terjadi gangguan pertukaran gas
KH : RR dalam batas normal (16-24x/menit), AGD dalam batas normal, yaitu pH
(7,35-7,45), PO2 (80-100 mmHg), PCO2 (30-40 mmHg), HCO3 (22-26), BE (-
2 sampai +2)
Intervensi :
a) Observasi irama, frekuensi serta kedaleman pernafasan
R : Memantau adanya perubahan irama, frekuensi dan kedalaman
pernafasan
b) Monitor hasil pemeriksaan AGD
R : Untuk memantau AGD pasien apabila ada perubahan dalam pH, PO2,
PCO2, HCO3 dan BE
c) Auskultasi bunyi paru
R : Mengidentifikasi bunyi paru apabila ada bunyi tambahan dalam paru
d) Berikan posisi fowler / semifowler (sesuai dengan keadaan klien)
R : Memberikan rasa nyaman dan melancarkan jalan nafa
e) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
R : Agar memperlancar pertukaran gas dan mengurangi sesak nafas pada
pasien
3. Dx. III : Nyeri akut berhubungan dengan dilatasi lambung
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
nyeri berkurang atau hilang
KH : Nyeri berkurang atau terkontrol, pasien tampak tenang tidak meringis
kesakitan
Intervensi :
a) Kaji keluhan nyeri, catat intensitasnya, karakteristiknya, lokasi dan
lamanya nyeri.
R : Nyeri merupakan pengalaman subyektif dan harus dijelaskan oleh
pasien dan untuk mengevaluasi keefektifan dari terapi yang diberikan
b) Gunakan teknik sentuhan yang terapeutik visualisasi (teknik relaksasi
dan distraksi)
R : Memberikan pasien sejumlah pengendali nyeri atau dapat mengubah
mekanisme sensasi nyeri dan mengubah persepsi nyeri
c) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian analgetik
R : Analgetik merupakan obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan
rasa nyeri
d) Pertahankan istirahat dengan posisi semi fowler
R :Posisi semi fowler dapat menurunkan rasa nyeri dan membuat nyaman
e) Hindari tekanan area popliteal
R :Mencegah terjadinya nyeri yang lebih parah

4. Dx. IV : Defisit volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik akibat hiperglikemia,
pengeluaran cairan berlebihan : diare, muntah; pembatasan intake akibat mual,
kacau mental
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
volume cairan seimbang
KH : TTV dalam batas normal, pulse perifer dapat teraba, turgor kulit dan capillary
refill baik (kembali < 3 detik), keseimbangan urin output dan kadar
elektrolit normal
Intervensi :
a) Kaji riwayat pengeluaran berlebih : poliuri, muntah maupun muntah
R : Membantu memperkirakan pengurangan volume total. Proses infeksi
yang menyebabkan demam dan status hipermetabolik meningkat
pengeluaran insensibel
b) Monitor tanda-tanda vital dan perubahan tekanan darah orthostatik
R : Hipovolemik dapat dimanifestasikan oleh hipotensi dan takikardi.
Hipovolemia yang berlebihan dapat ditunjukkan dengan peenurunan TD
lebih dari 10 mmHg dari posisi berbaring ke duduk atau berdiri
c) Kaji nadi perifer, pengisian kapiler, turgor kulit dan membran mukosa
R : Merupakan indikator dari tingkat dehidrasi atau volume sirkulasi yang
adekuat
d) Pantau masukan cairan dan pengeluaran urin
R : Memberikan perkiraan kebutuhan akan cairan pengganti, fungsi ginjal
dan keefektifan dari terapi yang diberikan
e) Berikan cairan paling sedikit 2500 cc/hari
R : Mempertahankan hidrasi atau volume sirkulasi
f) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian NaCl, ½ NaCl dengan atau
tanpa dekstrose
R : Meningkatkan dan menyeimbangkan volume cairan dalam tubuh
5. Dx. V : Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidakcukupan
insulin, penurunan masukan oral, status hipermetabolisme
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan
kebutuhan nutrisi terpenuhi
KH : Klien mencerna jumlah kalori / nutrisi yang tepat, menunjukkan energi yang
biasa, BB dapat stabil
Intervensi :
a) Pantau BB setiap hari atau sesuai indikasi
R : mengkaji pemasukan makanan yang adekuat (termasuk absorbsi dan
utilisasinya)
b) Tentukan program diet dan pola makan pasien dan bandingkan
dengan makanan yang dihabiskan
R : Mengidentifikasi kekurangan dan penyimpangan dari kebutuhan
terapeutik
c) Auskultasi bising usus, catat adanya nyeri abdomen / perut kembung,
mual, muntahan makanan yang belum dicerna dan pertahankan puasa
sesuai indikasi
R : Hiperglikemia dan gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit dapat
menurunkan motilitas / fungsi lambung (distensi / ileus paralitik) yang
akan mempengaruhi pilihan intervensi
d) Berikan makanan yang mengandung nutrisi kemudian upayakan
pemberian yang lebih padat yang dapat ditoleransi
R : Pemberian makanan melalui oral lebih baik jika pasien sadar dan fungsi
gastrointestinal baik
e) Libatkan keluarga pasien pada perencanaan sesuai indikasi
R : Meningkatkan rasa keterlibatannya, memberikan informasi pada
keluarga untuk memahami kebutuhan nutrisi pasien
f) Observasi tanda hipoglikemia seperti perubahan tingkat kesadaran,
kulit lembeb / dingin, denyut nadi cepat, lapar, peka rangsangan,
cemas, sakit kepala, pusing dan sempoyongan
R : Karena metabolisme karbohidrat sulit terjadi (gula darah akan
berkurang, dan sementara tetap diberikan insulin maka hipoglikemi
dapat terjadi jika pasien dalam keadaan koma, hipoglikemia mungkin
terjadi tanpa memperlihatkan perubahan tingkat kesadaran

g) Lakukan konsultasi dengan ahli diet


R : Sangat bermanfaat dalam perhitungan dan penyesuaian diet untuk
memenuhi kebutuhan nutrisi pasien
h) Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian insulin secara teratur
sesuai indikasi
R : Meningkatkan kadar insulin dalam tubuh

6. Dx. VI : Resiko tinggi terhadap perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan


ketidakseimbangan glukosa/insulin dan/atau elektrolit
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam
diharapkan tidak terjadi perubahan sensori-perseptual
KH : Mempertahankan tingkat mental biasanya, mengenali dan
mengkompensasi adanya kerusakan sensori
Intervensi :
a) Pantau tanda-tanda vital dan status mental
R : Sebagai dasar untuk membandingkan temuan abnormal, seperti suhu
yang meningkat dapat mempengaruhi fungsi mental
b) Panggil pasien dengan nama, orientasikan kembali sesuai dengan
kebutuhannya. Berikan penjelasan yang singkat dengan bicara perlahan
dan jelas
R : Menurunkan kebingungan dan membantu untuk mempertahankan
kontak dengan realitas
c) Jadwalkan intervensi keperawatan agar tidak mengganggu waktu
istirahat pasien
R : Meningkatkan tidur, menurunkan rasa letih dan dapat memperbaiki
daya pikir
d) Pelihara aktivitas rutin pasien sekonsisten mungkin, dorong untuk
melakukan kegiatan sehari-hari sesuai kemampuannya
R : Membantu memelihara pasien tetap berhubungan dengan realitas dan
mempertahankan orientasi pada lingkungannya
e) Lindungi pasien dari cidera (gunakan pengikat) ketika tingkat
kesadaran pasien terganggu. Berikan bantalan lunak pada pagar tempat
tidur dan berikan jalan nafas buatan yang lunak jika pasien
kemungkinan mengalami kejang
R : Pasien mengalami disorientasi merupakan awal kemungkinan timbulnya
cidera terutama malam hari dan perlu pencegahan sesuai indikasi.
Munculnya kejang perlu diantisipasi untuk mencegah trauma fisik,
aspirasi dan sebagainya.

D. IMPLEMENTASI
Implementasi adalah tahap pelaksanaan terhadap rencana tindakan keperawatan yang telah
ditetapkan untuk perawat bersama klien. Implementasi dilaksanakan sesuai dengan intervensi
yang telah direncanakan.

E. EVALUASI
Evaluasi merupakan tahap terakhir dari proses keperawatan. Kegiatan evaluasi ini merupakan
kegiatan dalam menilai tindakan keperawatan yang telah ditentukan untuk mengetahui
pemenuhan kebutuhan klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
K. Daftar Pustaka

. Brunner and Suddart.2001.Buku Ajar Medikal Keperawatan Vol.3.Jakarta : EGC.


Doengoes, Marilyn E..2000.Rencana Asuhan Keperawatan.Jakarta : EGC.
Mansjoer, Arif.2001.Kapita Selekta Kedokteran Jilid 2.Jakarta : Media Aesculpius.
Novianto, Dewi. 2011.Askep Ketoasidosis Diabetikum.http//askep-ketoasidosis-diabetikum.html. Diposkan
pada 8 Desember 2011.
Wilkinson, Judith M. 2007.Buku Saku Diagnosa Keperawatan.Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai