Anda di halaman 1dari 19

Makalah Hak Asasi Manusia

Hak Asasi Manusia (HAM)


oleh: Muhammad Mansur
Makul Pendidikan Kewarganegaraan
Dosen Pengampu: Andi Prastowo M.Pdi
Universitas Islam Negeri Yogyakarta

BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKAG
Setiap orang mempunya hak dan kewajiban. Yang mana hak adalah sesuatu yang harus ia
peroleh dan kewajiban adalah sesuatu yang harus ia lakukan.
Berbicara mengenai hak, sudah tidak asing lagi di telinga kita istilah Hak Asasi Manusia.
Sedangkan Hak Asasi Manusia itu sendiri merupakan hak-hak yang melekat pada manusia,
sebagai anugerah yang diberikan Tuhan yang harus dihormati oleh semua orang dan negara. Jadi
hak itu harus ia peroleh agar ia dapat menjalani kehidupannya dengan tenang dan damai tanpa
adanya gangguan dari pihak manapun.
Kemunculan aturan Hak Asasi Manusia sebagai mana wujud dari upaya penghormatan dan
perlindungan terhadap hak-hak yang dimiliki oleh manusia. Hal ini karena muncul begitu
banyaknya pelanggaran yang terjadi, seperti kekerasan, perbudakan, pembunuhan dan lain
sebagainya baik yang dilakukan oleh individu ataupun negara.
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang apakah HAM itu, bagaimana pemikiran-pemikiran
dalam perkembangannya, mari kita lihat dalam uraian di bawah.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia?
2. Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Eropa?
3. Bagaimana perkembangan pemikiran HAM di Indonesia?
4. Apa sajakah bentuk-bentuk dari HAM?
5. Bagaimana HAM dalam konstitusi di Indonesia?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan HAM, bagaimana perkembangan pemikirannya, bentuk-
bentuk HAM, dan HAM dalam konstitusi di Indonesia.
2. Melengkapi tugas individu mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan.
3. Merevisi makalah dari kesalahan-kesalahan sebelumnya.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian HAM
Secara definitif “hak” merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai pedoman dalam
berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan serta menjamin adanya peluang bagi manusia
dalam menjaga harkat dan martabatnya, dengan unsur-unsurnya sebagai berikut:1[1]
a. Pemilik hak;
b. Ruang lingkup penerapan hak;
c. Pihak yang bersedia dalam penerapan hak.
Hak adalah sesuatu yang harus diperoleh. Untuk memperolehnya terdapat dua teori
yaitu:2[2]
1. Teori McCloskey, menyatakan bahwa pemberian hak adalah untuk dilakukan, dimiliki, dinikmati
atau sudah dilakukan.
2. Teori Joel Feinbrg, menyatakan bahwa pemberian hak penuh merupakan kesatuan dari klaim
yang absah (keuntungan yang didapat dari pelaksanaan hak yang disertai pelaksanaan
kewajiban). Hak dan kewajiban adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.

1
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 199
2
Ibid, hlm. 200
Sedangkan istilah yag dikenal di barat mengenai Hak-hak Asasi Manusia ialah “right of
man”, yang menggantikan istilah “natural right”. Kemudian “right of man” diganti dengan istilah
“human right” yang dipandang lebih netral dan universal.
Menurut Teaching Human Right
Hak asasi manusia (HAM) adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang
tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia.
Menurut John Locke
HAM adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai
sesuatu yang bersifat kodrati. Karena sifatnya yang demikian, maka tidak ada kekuasaan apapun
di dunia yang dapat mencabut hak asasi setiap manusia. HAM adalah hak dasar setiap manusia
yang dibawa sejak lahir sebagai anugerah Tuhan Yang Maha Esa; bukan pemberian manusia
atau lembaga kekuasaan.
Menurut Prof. Dr. A. Gunawan Setiardja
HAM adalah hak-hak yang melekat pada manusia berdasarkan kodratnya, jadi hak-hak
yang dimiliki manusia sebagai manusia.3[3]
Menurut UU no. 39 tahun 1999
HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi
kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia.

Dari beberapa pengertian mengenai HAM di atas, dapat kita tarik kesimpulan bahwa
HAM adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat kodrati sebagai anugerah
Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa pun. Penghormatan dan
perlindungan terhadap HAM diwujudkan dengan menjaga keselamatan eksistensi manusia secara
utuh melalui keseimbangan antara hak dan kewajiban, serta keseimbangan antara kepentingan
perorangan dengan kepentingan umum.
B. Perkembangan Pemikiran HAM

3
A. Gunawan Setiardja, Hak-Hak Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, (Yogyakarta:
KANISIUS, 1993), hlm. 73
Berbicara mengenai keberadaan HAM tidak terlepas dari pengakuan terhadap adanya hukum
alam (natural law) yang menjadi cikal bakal bagi kelahiran HAM.
Perkembangan HAM di Eropa
a. Sebelum Deklarasi Universal HAM 1948
Wacana awal HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah menghilangkan
hak absolut raja4[4] yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja. Kekuasaan
absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang mereka buat
menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara hukum.
Lahirnya Magna Charta merupakan cikal bakal lahirnya monarki konstitusional.
Keterikatan penguasa dengan hukum dapat dilihat pada Pasal 21 Magna Charta yang
menyatakan bahwa “ para Pangeran dan Baron dihukum atau didenda berdasarkan atas
kesamaan, dan sesuai dengan pelanggaran yang dilakukannya.5[5]
Empat abad kemudian, tepatnya pada 1689, lahir Undang-Undang Hak Asasi Manusia
(HAM) di Inggris. Pada masa itu pula muncul istilah equality before the law, kesetaraan manusia
di muka hukum. Pandangan ini mendorong timbulnya wacana negara hukum dan negara
demokrasi pada kurun waktu selanjutnya. Menurut Bill of Rights, asas persamaan manusia di
hadapan hukum harus diwujudkan betapa pun berat rintangan yang dihadapi, karena tanpa hak
persamaan maka hak kebebasan mustahil dapat terwujud. Untuk mewujudkannya maka lahirlah
sejumlah istilah dan teori sosial yang identik dengan perkembangan dan karakter masyarakat
Eropa, dan selanjutnya Amerika.
Kontrak sosial (J.J Rousseau)
Kontrak sosial adalah teori yang menyatakan bahwa hubungan antara penguasa dan
rakyat didasari oleh sebuah kontrak yang ketentuan-ketentuannya mengikat kedua belah pihak.
Trias politica (Montesquieu)
Trias politika adalah teori tentang sistem politik yang membagikekuasaan pemerintahan
negara dalam tiga komponen (eksekutif), parlemen (legislatif), dan kekuasaan peradilan (
yudikatif).

4
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 202
5
Abdul Rozaq, Pendidikan Kewargaan, (Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008), hlm. 63
Hukum kodrati (John Locke)
Teori hukum kodrati adalah teori yang menyatakan bahwa di dalam masyarakat manusia
ada hak-hak dasar manusia yang tidak dapat dilanggar oleh negara dan tidak diserahkan oleh
negara.
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan (Thomas Jefferson)
Hak-hak dasar persamaan dan kebebasan adalah teori yang mengatakan bahwa semua
manusia dilahirkan sama dan merdeka.
Pada 1789, lahir Deklarasi Perancis. Deklarasi ini memuat aturan-aturan hukum yang
menjamin hak asasi manusia dalam proses hukum.
Perkembangan HAM selanjutnya ditandai oleh munculnya wacana empat hak kebebasan
yaitu; kebebasan mengeluarkan pendapat, kebebasan beragama, hak bebas dari kemiskinan, dan
hak bebas daru rasa takut.

Tiga tahun kemudian muncul Deklarasi Philadelphia (1944), yang memuat tentang
pentingnya menciptakan perdamaian dunia berdasarkan keadilan sosial dan perlindungan seluruh
manusia apapun ras, kepercayaan dan jenis kelaminnya.
Menurut DUHAM (deklarasi universal HAM), terdapat lima jenis hak asasi yang dimiliki
oleh setiap individu: hak personal (hak jaminan kebutuhan pribadi); hak legal (hak jaminan
perlindungan hukum); hak sipil dan politik; hak subsistensi (hak jaminan adanya sumber daya
untuk menunjang kehidupan); dan hak ekonomi, sosial dan budaya.
Menurut Pasal 3-21 DUHAM, hak personal, hak legal, hak sipil dan politik meliputi:

1) Hak untuk hidup, kebebasan, dan keamanan pribadi;


2) Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3) Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan hukum yang kejam;
4) Hak untuk memperoleh pengakuan hukum hak bebas dari penangkapan dan penahanan yang
sewenang-wenang;
5) Hak atas perlindungan terhadap serangan nama baik;
6) Hak atas satu kebangsaan;
7) Hak untuk memiliki hak milik;
8) Hak bebas berpikir, berpendapat dan beragama;
9) Hak untuk berserikat;
10) Hak untuk mengambil bagian dari pemerintahan.
Adapun hak ekonomi, sosial, dan budaya meliputi:

1) Hak atas jaminan sosial;


2) Hak untuk bekerja dan mendapat upah dari pekerjaan tersebut;
3) Hak untuk bergabung dengan serikat-serikat buruh;
4) Hak atas istirahat;
5) Hak atas standar hidup yang layak;
6) Hak atas pendidikan;
7) Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan bermasyarakat.

b. Setelah Deklarasi Universal HAM 1948


Secara garis besar perkembangan pemikiran tentang HAM dibagi menjadi empat kurun
generasi:6[6]
 Generasi Pertama, menurut generasi ini pengertian HAM hanya berpusat pada bidang hukum
dan politik.
 Generasi Kedua, pemikiran Ham tidak hak yuridis seperti yang dikampanyekan generasi
pertama tetapi juga menyerukan hak-hak sosial, ekonomi, politik, dan budaya.
 Generasi Ketiga, generasi ini menyerukan wacana kesatuan HAM antara hak ekonomi, sosial,
budaya, politik, dan hukum.
 Generasi Keempat, ditandai dengan lahirnya pemikiran HAM yang dipelopori oleh negara-
negara di kawasan Asia yang dikenal dengan Deklaration of Basic duties of Asia people and
Goverment.

C. Perkembangan HAM di Indonesia


1. Periode Sebelum Kemerdekaan (1908-1945)

6[6] Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 204
Perkembangan HAM di Indonesia muncul dengan lahirnya beberapa organisasi
pergerakan nasional, antara lain Budi Utomo yang menyerukan kebebasan. Dalam konteks
pemikiran HAM Budi Utomo telah memperlihatkan adanya kesadaran berserikat dan
mengeluarkan pendapat melalui petisi-petisi yang ditujukan kepada pemerintah kolonial maupun
yang dimuat surat kabar Goeroe Desa.
Selanjutnya pemikiran HAM pada Perhimpunan Indonesia banyak dipengaruhi oleh para
tokoh organisasi seperti Mohammad Hatta, Nazir Pamonjak, Ahmad Soebardjo, A. A. Maramis
dsb. Pemikiran para tokoh tersebut lebih menitik beratkan pada hak untuk menentukan nasib
sendiri.
Kemudian Serikat Islam, organisasi kaum santri yang dipelopori oleh H. Agus Salim dan
Abdul Muis, menekankan pada usaha-usaha untuk memperoleh penghidupan yang layak dan
bebas dari penindasan dan diskriminasi sosial.
Sedangkan pemikiran HAM dalam pandangan Partai Komunis Indonesia sebagai partai
yang berlandaskan paham Marxisme lebih condong pada hak-hak yang bersifat sosial dan
menyentuh isu-isu yang berkenaan dengan alat produksi.
Pemikiran HAM yang paling menonjol pada Indische Partij yaitu pemikiran yang
menekankan pada hak untuk mendapatkan kemerdekaan serta mendapatkan perlakuan yang
sama dan hak kemerdekaan.
Pemikiran HAM sebelum Indonesia merdeka juga terjadi dalam perdebatan Badan
Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) antara Soekarno dan
Soepomo di satu pihak dengan Mohammad Hatta dan Mohammad Yamin di pihak lain.
Perdebatan ini berkaitan dengan masalah hak persamaan kedudukan di muka hukum, hak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak dan untuk memeluk agama dan kepercayaan, hak
berserikat, hak berkumpul, hak mengeluarkan pendapat, hak mengeluarkan pikiran dengan lisan
dan tulisan. Dengan demikian gagasan pemikiran HAM di Indonesia telah menjadi perhatian
besar dari para tokoh pergerakan bangsa dalam rangka penghormatan dan penegakan HAM,
karena itu HAM di Indonesia mempunyai akar sejarah yang kuat.

2. Periode Setelah Kemerdekaan


a. Periode 1945-1950
Pada periode awal pasca kemerdekaan masih menekankan pada wacana hak untuk
merdeka, berserikat melalui organisasi politik yang didirikan, dan kebebasan menyampaikan
pendapat terutama dalam parlemen. Pemikiran HAM telah mendapat legitimasi secara formal
karena telah memperoleh pengaturan dan masuk ke dalam hukum dasar negara (konstitusi) yaitu
UUD 1945. Komitmen terhadap HAM pada awal kemerdekaan sebagaimana ditunjukkan dalam
Maklumat Presiden tanggal 1 November 1945 yang menyatakan:
“... sedikit hari lagi kita akan mengadakan pemilihan umum bukti bahwa bagi kita cita-
cita dan dasar kerakyatan itu benar-benar dasar dan pedoman penghidupan masyarakat dan
negara kita. Mungkin sebagai akibat dari pemilihan itu pemerintah akan berganti dan UUD kita
akan disempurnakan menurut kehendak rakyat yang terbanyak.”
Hal yang sangat penting kaitannya dengan HAM adalah dengan adanya perubahan
mendasar dan signifikan terhadap sistem pemerintah dari sistem presidensil menjadi parlementer.
b. Periode 1950-1959
Pemikiran HAM pada periode ini mendapatkan momentum yang sangat membanggakan,
karena suasana kebebasan karena demokrasi parlementer mendapatkan tempat di kalangan elit
politik. Menurut Prof. Bagir Manan, masa gemilang sejarah HAM Indonesia pada masa ini
tercermin pada lima indikator HAM:7[7]
1. Munculnya partai-partai politik dengan beragam ideologi.
2. Adanya kebebasan pers.
3. Pelaksanaan pemilihan umum secara aman, bebas dan demokratis.
4. Kontrol parlemen oleh eksekutif.
5. Perdebatan HAM secara bebas dan demokratis.
c. Periode 1959-1966
Periode ini merupakan berakhirnya Demokrasi Liberal, digantikan oleh Demokrasi
Terpimpin yang berpusat pada kekuasaan presiden Soekarno.
Melalui sistem Demokrasi Terpimpin kekuasaan terpaut pada presiden Soekarno.
Presiden tidak dapat dikontrol oleh parlemen dan bahkan sebaliknya. Akibat langsung dari model
pemerintahan yang sangat individual ini adalah pemasungan hak-hak asasi warga negara. Semua

7[7] A. Ubaidilah, Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm.
117
pandangan politik masyarakat diarahkan harus sejalan dengan kebijakan pemerintah yang
otoriter.

d. Periode 1966-1998
Sama halnya dengan Orde Lama, Orde Baru memandang HAM dan demokrasi sebagai
produk barat yang individualistis dan bertentangan dengan prinsip gotong-royong dan
kekeluargaan yang dianut oleh bangsa Indonesia. Penolakan Orde Lama terhadap konsep
universal HAM adalah:8[8]
1) HAM adalah produk pemikiran Barat yang tidak sesuai dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa
Indonesia.
2) Bangsa Indonesia sudah terlebih dahulu mengenal HAM yang tertuang dalam rumusan UUD 45.
3) Isu HAM sering kali digunakan oleh negara-negara Barat untuk memojokkan negara yang
sedang berkembang seperti Indonesia.
Pernyataan Orde Baru di atas tidak semuanya benar namun juga tidak semuanya salah.
Adapun pelanggaran HAM yang pernah dilakukan oleh Orde Baru yaitu di Tanjung
Priok, Kedung Ombo, Lampung, Aceh.
Di tengah kuatnya peran negara,suara perjuangan HAM dilakukan oleh organisasi
nonpemerintah dan LSM dan membuahkan hasil pada awal ‘90-an. Kuatnya tuntutan penegakan
HAM dari kalangan masyarakat mengubah pendirian Orde Baru untuk bersikap lebih akomodatif
terhadap tuntutan HAM, yang ditunjukkan dengan adanya ratifikasi terhadap tiga konvensi
HAM;
o Konvensi tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Terhadap Perempuan, melalui UU
no. 7 tahun 1984.
o Konvensi Anti-Apartheid dalam olahraga melalui UU no. 48 tahun 1993.
o Konvensi Hak Anak melalui keppres no. 36 tahun 1990.
e. Periode Pasca Orde Baru
Tahun 1998 adalah era paling penting dalam sejarah HAM di Indonesia dengan
berakhirnya Orde Baru di bawah kekuasaan rezim Soeharto. Pada tahun ini Soeharto digantikan
oleh wakil presiden saat itu yaitu B.J. Habibie.

8[8] Ibid, hlm. 211


Pada pemerintahan Habibie perhatian pemerintah terhadap HAM mengalami
perkembangan yang sangat signifikan, lahirnya Tap MPR no. XVII/MPR/1998 tentang HAM
merupakan salah satu indikator keseriusan pemerintah dalam penegakan HAM.
Kesungguhan pemerintahan Habibie dalam perbaikan pelaksanaan Ham ditunjukkan
dengan pencanangan program Ham yang dikenal dengan istilah Rencana Aksi Nasional HAM,
pada Agustus 1998, yang bersandarkan pada 4 pilar yaitu:
1) Persiapan pengesahan perangkat Internasional di bidang HAM
2) Diseminari dan pendidikan tentang HAM
3) Penentuan skala prioritas tentang HAM
4) Pelaksanaan isi perangkat Internasional di bidang HAM yang telah diratifikasi melalui
perundang0undangan Nasional.
Komitmen Pemerintah dalam penegakan HAM juga ditunjukkan dengan pengesahan UU
HAM, pembentukan Kantor Menteri Negara Urusan HAM yang kemudian digabung dengan
Departemen Hukum dan Perundang-undangan menjadi Departemen Kehakiman dan HAM. Pada
tahun 2001, Indonesia juga menandatangani dua protokol hak anak yakni terkait perdagangan
anak, prostitusi, dan pornografi anak, serta protokol yang terkait dengan keterlibatan anak dalam
konflik bersenjata. Menyusul kemudian, pada tahun yang sama pemerintah membuat beberapa
pengesahan UU di antaranya tentang perlindungan anak, penghapusan KDRT, dan penerbitan
Keppres tentang Rencana Aksi Nasional (RAN) HAM Indonesia tahun2004-2009.

D. Bentuk-Bentuk HAM
Menurut Prof. Bagir Manan ada beberapa kategori bentuk-bentuk HAM, yaitu:9[9]
1. Hak sipil
Hak sipil terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan,
hak khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2. Hak politik
Hak politik terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka
umum.

9
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 214
3. Hak ekonomi
Hak ekonomi terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan,
dan hak pembangunan berkelanjutan.
4. Hak sosial dan budaya
Hak sosial budaya meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak
kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.

Menurut Prof. Baharuddin Lopa, HAM dibagi dalam beberapa jenis yaitu:10[10]
1. Hak persamaan dan kebebasan;
2. Hak hidup;
3. Hak memperoleh perlindungan;
4. Hak penghormatan pribadi;
5. Hak menikah dan berkeluarga;
6. Hak wanita sederajat dengan pria;
7. Hak anak dari orang tua;
8. Hak memperoleh pendidikan;
9. Hak kebebasan memilih agama;
10. Hak kebebasan bertindak dan mencari suaka;
11. Hak untuk bekerja;
12. Hak memperoleh kesempatan yang sama;
13. Hak milik pribadi;
14. Hak menikmati hasil/produk ilmu;
15. Hak tahanan & narapidana;
Sedangkan dalam Deklarasi Hak Asasi Manusia Sedunia (Universal Declaration of
Human Right) yang terwujud pada 10 Desember 194811[11], Hak Asasi Manusia terbagi dalam
beberapa jenis, yang terdapat dalam pasal 3 sampai dengan pasal 21 yaitu:12[12]

10
A. Ubaidilah, Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000), hlm. 117
12
A. Ubaidilah, Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, (Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000),
hlm. 210
13
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 215
1. Hak untuk hidup, kebebasan dan keamanan pribadi;
2. Hak bebas dari perbudakan dan penghambaan;
3. Hak bebas dari penyiksaan atau perlakuan maupun hukuman yang kejam, tak
berperikemanusiaan ataupun merendahkan derajat kemanusiaan;
4. Hak untuk memperoleh pengakuan hukum di mana saja secara pribadi;
5. Hak untuk pengampunan hukum secara efektif;
6. Hak bebas dari penangkapan, penahanan atau pembuangan yang sewenang-wenang;
7. Hak untuk peradilan yang independen dan tidak memihak;
8. Hak untuk praduga tidak bersalah sampai terbukti bersalah;
9. Hak bebas dari campur tangan yang sewenang-wenang terhadap kekuasaan pribadi, keluarga,
tempat tinggal maupun surat-surat;
10. Hak bebas dari serangan terhadap kehormatan dan nama baik;
11. Hak atas perlindungan hukum terhadap serangan itu;
12. Hak bergerak;
13. Hak memperoleh suaka;
14. Hak atas satu kebangsaan;
15. Hak untuk menikah dan keluarga;
16. Hak untuk mempunyai hak milik;
17. Hak bebas berpikir, berkesadaran, dan beragama;
18. Hak bebas berpikir dan menyatakan pendapat
19. Hak untuk berhimpun dan berserikat
20. Hak untuk mengambil bagian dalam pemerintahan dan hak atas akses yang sama terhadap
pelayanan masyarakat.

Dan mengenai hak ekonomi, sosial dan budaya yaitu:13[13]


1. Hak atas jaminan sosial;
2. Hak untuk bekerja;

13
Azyumardi Azra, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, (Jakarta: ICCE UIN
Syarif Hidayatullah, 2003), hlm. 215
14
Ibid, hlm. 215
3. Hak atas upah yang sama untuk pekerjaan yang sama;
4. Hak untuk bergabung dalam serikat-serikat buruh;
5. Hak atas istirahat dan waktu senggang;
6. Hak atas standar hidup yang pantas di bidang kesehatan dan kesejahteraan;
7. Hak atas pendidikan;
8. Hak untuk berpartisipasi dalam kehidupan yang berkebudayaan dari masyarakat.

Sementara itu dalam UUD 1945 (amandemen I - IV UUD 1945) memuat hak asasi
manusia yang terdiri dari hak:14[14]
1. Hak kebebasan untuk mengeluarkan pendapat;
2. Hak kedudukan yang sama di dalam hukum;
3. Hak kebebasan berkumpul;
4. Hak kebebasan beragama;
5. Hak penghidupan yang layak;
6. Hak kebebasan berserikat;
7. Hak memperoleh pengajaran atau pendidikan.
Selanjutnya secara operasional beberapa bentuk HAM yang terdapat dalam UU Nomor
39 tahun 1999 tentang HAM sebagai berikut:15[15]
1. Hak untuk hidup;
2. Hak berkeluarga dan melanjutkan keturunan;
3. Hak mengembangkan diri;
4. Hak memperoleh keadilan;
5. Hak atas kebebasan pribadi;
6. Hak atas rasa aman;
7. Hak atas kesejahteraan;
8. Hak turut serta dalam pemerintahan;
9. Hak wanita;

15
Ibid, hlm. 216
10. Hak anak.

E. HAM dalam Konstitusi Indonesia


Dalam perkembangan kehidupan berbangsa, konstitusi merupakan pilihan terbaik dalam
memberi ikatan ideologis antara yang berkuasa dan yang dikuasai (rakyat).konstitusi hadir
sebagai kata kunci kehidupan masyarakat modern. Tidak dapat dinafikan konstitusi sebagai
hukum dasar yang menjadi acuan bagi sebuah negara dalam menentukan suatu peraturan.
1. Hak Konstitusi
Kehadiran konstitusi merupakan conditio sine qua non bagi sebuah negara. Konstitusi
menjelaskan tentang mekanisme lembaga-lembaga negara dan mengemukakah letak rasional dan
kedudukan hak dan kewajiban warga negara.
Aksioma politik yang populer dicetuskan oleh Acton mengatakan, “kekuasaan cenderung
korupsi dan kekuasaan yang mutlak akan cenderung secara mutlak pula”. 16[16]
Di dalam kekuasaan terdapat sisi positif dan negatif. Yang positif, kekuasaan yang baik
sangat efektif dalam menegakkan hukum dan keadilan, sedangkan negatifnya ketika kekuasaan
itu diarahkan pada tindak kesewenang-wenangan dan kezaliman.
Menurut Sri Soemantri, Guru Besar UNPAD, negara dan konstitusi merupakan dua
lembaga yang tidak dapat dipisahkan. Konstitusi merupakan awal bagi kelahiran sebuah negara.
Pentingnya jaminan konstitusi atas HAM membuktikan komitmen atas sebuah kehidupan
demokratis yang berada dalam payung negara hukum. Menurut Todung Mulya Lubis Indonesia
belum sampai ke arah itu, meskipun persoalan dan perlindungan mengenai HAM telah diatur
dalam perundang-undangan seperti. Akan tetapi patut dicamkan bahwa hal tersebut hanya
berkisar dalam kapasitasnya sebagai hak-hak hukum.

2. Konstitusional HAM di Indonesia


Dalam konteks UUD yang pernah berlaku di Indonesia, pencantuman secara eksplisit
seputar HAM muncul atas kesadaran dan beragam konsensus. Dalam kurun berlakunya UUD 45,
konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun 2002,
pencantuman HAM mengalami pasang surut.

16
Satya Arinanto, Dimensi-Dimensi HAM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 62
Istilah HAM tidak ditemukan dalam UUD 1945. HAM dalam UUD 1945 diatur secara
singkat dan sederhana yang lebih berorientasi pada hak sebagai warga negara, yang hanya
dimuat dalam 5 pasal, yakni pasal 27, pasal 28, pasal 29, pasal 31, dan pasal 34. Sedangkan
dalam Konstitusi RIS 1949, pengaturan HAM terdapat dalam bagian V yang berjudul “hak-hak
dan kebebasan-kebebasan dasar manusia”. Dan yang terlengkap terdapat dalam UUDS 1950
memuat pasal-pasal tentang HAM yang relatif lebih lengkap ketentuan HAM diatur dalam
bagian V (hak-hak dan kebebasan-kebebasan dasar manusia) dari pasal 7 sampai pasal 33.
Dalam sejarah perkembangan UUD 1945, agenda perubahan UUD merupakan sejarah
baru bagi masa depan konstitusi Indonesia.
Konstitusi RIS 1949 (1949-1950) memberikan suasana baru bagi penegakan hukum dan
HAM. Karena dalam pemberlakuannya yang relatif singkat, akibatnya upaya penegakan HAM
dari konstitusi ini relatif sulit ditemukan. UUDS 1949 memberikan kepastian tegas tentang
HAM. Materi muatan HAM, yang mengadopsi muatan HAM PBB tahun 1948.
Sama halnya dengan konstitusi RIS 1949, UUDS 1950 nyaris tidak efektif karena negara
pada waktu itu disibukkan dengan kondisi perpolitikan tanah air.
Dalam perkembangan kebijakan pemerintahan Orde Baru sampai Reformasi (sebelum
dan sesudah perubahan II UUD 1945 tahun 2000), beberapa perangkat kebijakan peraturan
perundang-undangan dapat dikatakan melengkapi pengaturan HAM di Indonesia dalam bentuk
peraturan perundang-undangan, seperti Tap MPR, Undang-Undang, Keppres, dsb.17[17]
Untuk mempertegas jaminan atas HAM di Indonesia, maka dibentuk lembaga Komisi
Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) berdasarkan pada Tap MPR No. XVII tahun1998
tentang HAM dan UU No. 39 tahun 1999 tentang HAM yang disahkan pada 23 September 1999.
Keterjaminan HAM dalam konstitusi di Indonesia dan peraturan perundang-undangan
secara lebih baik akan menjadi peluang besar bagi terwujudnya penegakan hukum dan HAM
secara bertanggung jawab dan berkeadilan.

3. RANHAM (Rencana Aksi Nasional HAM) Indonesia


Konsep RANHAM pertama kali lahir pada Konferensi HAM di Wina tahun 1993.
Deklarasi tentang HAM ini merekomendasi agar setiap negara menyatakan keinginannya untuk

17
Satya Arinanto, Dimensi-Dimensi HAM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 69
menyusun rencana aksi nasional dengan mengidentifikasi langkah-langkah untuk meningkatkan
pemajuan dan perlindungan HAM. Rekomendasi ini tidak mengikat tetapi memiliki sifat
persuasif yang sangat kuat karena pentingnya kesempatan dan pernyataan bahwa rekomendasi
tersebut didukung secara bulat.
Konsep RANHAM didasarkan atas pandangan bahwa perbaikan abadi pada hak asasi
manusia akhirnya tergantung pada pemerintah dan orang-orang dari negara tertentu yang
memutuskan untuk mengambil aksi nyata guna menghasilkan perubahan. Konsep ini mengakui
bahwa tidak ada satu pun negara yang memiliki catatan HAM sempurna. Setiap negara berbeda-
beda, dan rencana apapun yang dikembangkan oleh suatu negara harus sesuai dengan keadaan
politik, budaya, hukum, sosial, dan ekonomi.
Dalam diktumnya, Keppres menjamin peningkatan penghormatan, pemajuan, pemenuhan,
perlindungan HAM dengan mempertimbangkan nilai-nilai agama, adat istiadat dan budaya-
budaya bangsa Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 45.
Dengan ditetapkannya RANHAM berdasarkan Keppres Nomor 40 tahun 2004, merupakan
kelanjutan RANHAM 1998-2003 yang dicanangkan Presiden B.J Habibi melalui Keppres
Nomor 29 tahun 1998, yang semula memuat empat program utama, yaitu:18[18]
1) Persiapan pengesahan perangkat internasional HAM
2) Diseminari dan pendidikan HAM
3) Pelaksanaan HAM yang ditetapkan sebagai prioritas
4) Pelaksanaan isi atau ketentuan berbagai perangkat internasional HAM yang telah disahkan
Indonesia.
Berdasarkan Keppres No. 129 tahun 1998 tentang RANHAM di atas perlu rekayasa khusus
dalam upaya pengembangan mengenai HAM, yang kemudian diperbaharui melalui Keppres No.
61 tahun 2003 tentang perubahan keputusan presiden. Dan yang terakhir Keppres No. 40 tahun
2004 telah digariskan bahwa di samping terbentuknya Panitia Nasional yang berkedudukan di
bawah dan bertanggung jawab pada Presiden, juga Menteri Kehakiman dan HAM selaku Ketua
Panitia Nasional bersama Gubernur di setiap Provinsi membentuk Panitia Pelaksanaan
RANHAM Provinsi yang bertanggung jawab kepada Gubernur dan Panitia Nasional. Begitu juga
halnya di daerah kabupaten/kota dibentuk Panitia Pelaksana Kegiatan RANHAM

18[18] Muladi, Hak Asasi Manusia; hakikat konsep dan implikasinya dalam Perspektif hukum
dan Masyarakat, (Bandung: Refika Editama, 2005), hlm. 7
Kabupaten/Kota yang bertanggung jawab kepada Bupati/Walikota dan Panitia Pelaksana
Provinsi.
Dengan kata lain, melalui Keppres ini Panitia Pelaksana RANHAM harus dibentuk di level
daerah, baik dalam skala Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Panitia ini memiliki tugas antara
lain:19[19]
1. Pembentukan dan penguatan institusi RANHAM,
2. Persiapan harmonisasi Peraturan Daerah,
3. Diseminari dan pendidikan HAM,
4. Penerapan norma dan standar HAM, dan
5. Pemantauan, evaluasi dan pelaporan.

Perkembangan mengenai HAM menunjukkan sebuah rekayasa yang begitu baik dalam
upaya penegakan HAM. Konstitusionalitas HAM dalam konstitusi Indonesia semakin kokoh
pasca Perubahan UUD 1945. Perkembangan ini diharapkan semakin meneguhkan dasar
pembangunan nasional yang berdimensi HAM Indonesia.
Dan dengan melalui pemikiran dan tindakan kita semua, terletak masa depan
perlindungan, pemenuhan, pemajuan, dan penegakan HAM di Indonesia. Kehadiran RANHAM
harus dipahami sebagai keharusan sejarah dalam mengisi ruang aktualisasi HAM dalam konteks
lokal negara-negara, tidak terkecuali Indonesia.

BAB III
KESIMPULAN

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia yang bersifat
kodrati sebagai anugerah Tuhan dan hak-hak itu harus dihormati dan dijunjung tinggi oleh siapa
pun.
Perkembangan pemikiran HAM di Eropa diawali dengan lahirnya Magna Charta telah
menghilangkan hak absolut raja yang membatasi kekuasaan absolut para penguasa atau raja-raja.

19
Satya Arinanto, Dimensi-Dimensi HAM, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008), hlm. 77
Kekuasaan absolut raja seperti menciptakan hukum tetapi tidak terkait dengan peraturan yang
mereka buat menjadi dibatasi dan kekuasaan mereka harus dipertanggungjawabkan secara
hukum.
Perkembangan pemikiran HAM di Indonesia ditandai dengan munculnya berbagai
organisasi dan politik seperti, Budi Utomo, Indiche Partij, Partai Komunis, Serikat Islam dsb.
Bentuk-bentuk HAM meliputi:
1. Hak sipil, terdiri dari hak diperlakukan sama di muka hukum, hak bebas dari kekerasan, hak
khusus bagi kelompok anggota masyarakat tertentu, dan hak hidup dan kehidupan.
2. Hak politik, terdiri dari hak kebebasan berserikatkan berkumpul, hak kemerdekaan
mengeluarkan pemikiran dengan lisan dan tulisan, dan hak menyampaikan pendapat di muka
umum.
3. Hak ekonomi, terdiri dari hak jaminan sosial, hak perlindungan kerja, hak perdagangan, dan hak
pembangunan berkelanjutan.
4. Hak sosial dan budaya, meliputi hak memperoleh pendidikan, hak kekayaan intelektual, hak
kesehatan, dan hak memperoleh perumahan dan pemukiman.

HAM dalam Konstitusi Indonesia mengalami pasang surut, yaitu dalam kurun berlakunya
UUD 45, konstitusi RIS 49, UUDS 50, UUD 45, dan Amandemen ke empat UUD 45 tahun
2002.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Arinanto, Satya, Dimensi-Dimensi HAM, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2008.


Azra, Azyumardi, Demokrasi, Hak Asasi Manusia & Masyarakat Madani, Jakarta: ICCE
UIN Syarif Hidayatullah, 2003.
Muladi, Hak Asasi Manusia; hakikat konsep dan implikasinya dalam Perspektif hukum dan
Masyarakat, Bandung: Refika Editama, 2005.
Rozaq, Abdul, Pendidikan Kewargaan, Jakarta: ICCE UIN Syarif Hidayatullah, 2008.
Setiardja, A. Gunawan, Hak-Hak Manusia Berdasarkan Ideologi Pancasila, Yogyakarta:
KANISIUS, 1993.
Ubaidilah A., Demokrasi, HAM & Masyarakat Madani, Jakarta: IAIN Jakarta Press, 2000.

Diposkan oleh mansur di 07.27


Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Tidak ada komentar:

Poskan Komentar

Anda mungkin juga menyukai