Anda di halaman 1dari 14

CSS-Jurnal

Memprediksi Tingkat Keparahan Demam Dengue pada Anak saat


Masuk Rumah Sakit Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Indikator
Laboratorium : Aplikasi dari Classification Tree Analysis.

Oleh

ADERANI RAHMATIANA (1840312785)

Preseptor

Dr. dr. Mayetti, SpA(K), IBCLC

BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

RSUP DR M DJAMIL

PADANG

2019
Memprediksi Tingkat Keparahan Demam Dengue pada Anak saat
Masuk Rumah Sakit Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Indikator
Laboratorium : Aplikasi dari Classification Tree Analysis.

Abstrak
Latar Belakang : Demam dengue adalah infeksi viral yang kembali muncul/re-
emerging umumnya di daerah tropis dan subtropis. Manifestasi klinis dan penemuan
laboratorium yang abnormal dari demam dengue seringkali serupa dengan penyakit
febris lainnya, oleh karena itu penegakkan diagnosis yang cepat dan akurat cukup sulit.
Penegakkan diagnosis yang terlambat dapat menyebabkan penangan yang tidak sesuai
sehingga meningkatkan risiko kematian. Penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat
dapat membantu manajemen pasien yang lebih baik dan mengoptimalisasi sumber daya
yang ada seperti staf rumah sakit, tempat tidur, dan peralatan perawatan intensif.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan panduan untuk memprediksi
karakteristik tingkat severitas demam dengue berdasarkan manifestasi klinik dan hasil
laboratorium yang cepat menggunakan data dan statistik.

Metode : Kami mengumpulkan data dari penelitian mengenai penyakit febris di rumah
sakit anak Angkor di Cambodia. Berdasarkan 1225 demam febris yang tercatat, 198
pasien terkonfirmasi dengan demam dengue. Pohon Regresi dan Klasifikasi
(Classification and Regression Tree / CART) digunakan untuk membangun model
prediktif dengan decision tree terhadap demam dengue yang parah, sementara logistic
regression analysis digunakan secara independen untuk menilai signifikansi setiap
parameter pada decision tree.

Hasil : algoritma decision tree yaitu terdiri dari pemeriksaan hematokrit, Glaslow
Coma Score, protein urin, kreatinin, dan hitung platelet digunakan untuk memprediksi
demam dengue berat. Indikator tersebut masing-masing memiliki sensitivitas,
spesifitas, dan akurasi sebesar 60,5%, 65%, dan 64,1%.

Kesimpulan : decision tree yang terdiri dari 5 indikator dapat digunakan untuk
memprediksi demam dengue berat saat pasien anak masuk. Algoritma ini berpotensi
dapat sangat membantu dalam hal monitoring pasien dan manajemen pasien yang
pulang karena sumber daya yang kurang.
Kata Kunci : Pohon klasifikasi, dengue, severitas, Cambodia, data mining, anak-anak.
Latar Belakang
Demam dengue dapat menyebabkan beban mortalitas yang tinggi pada daerah
tropis dan subtropis di asia tenggara, afrika, pasifik barat, dan amerika. Virus dengue
terdiri dari 5 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4 dan DENV-5
yang kelimanya ditransmisikan oleh nyamuk aedes aegypti. Diperkirakan 2,5 milyar
orang didunia berisiko terinfeksi virus dengue. Lebih dari 50 juta infeksi dengue terjadi
setiap tahun dengan kurang lebih 500.000 pasien datang dengan DHF atau DSS,
terutama pada anak-anak.
Infeksi dengue seringkali tertukar dengan penyakit febris yang lain (Other
Febril Ilnesses / OFI) dengan manifestasi klinisnya yang tidak spesifik dan serupa
dengan OFI. Pada saat stadium-stadium awal dari demam dengue dengan klinis demam
febris yang tidak sesifik membuat diangnosis yang tepat cukup sulit, sehingga
menyebabkan tatalaksana yang tidak efisien dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Demam dengue berat apabila tidak ditatalaksana dengan sesuai dapat
menyebabkan kematian yang cepat, terutama pada anak. Di lain pihak, kurangnya
fasilitas laboratorium pada daerah-daerah terpencil juga semakin mempersulit
penegakan dengue dari OFI. Dengue adalah salah satu penyakit dari vektor yang paling
sering terjadi di asia tenggara, dan merupakan penyakit infeksi virus lewat nyamuk
paling penting dan berpotensi tinggi menyebabkan epidemi di dunia.
Dengue pertama kali diikutsertakan pada program pemantauan nasional di
Cambodia pada tahun 1980. Sejak tahun 2000, ditemukan 10.000-40.000 kasus dengue
dari 13.5 juta penduduk oleh Program Kontrol Nasional Dengue. Jumlah sebenarnya
dalam kasus demam dengue di Cambodia masih rancu karena sulitnya penegakan
demam dengue, terutama di rumah sakit. Dalam penelitian ini, data anak-anak dengan
demam febris di rumah sakit anak, Siem Reap Cambodia selama satu tahun dianalisi
menggunakan pendekatan data mining. Pendekatan ini menggunakan CART, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Breiman dkk. CART merupakn alat yang umum
digunakan dalam pendekatan data mining yang dapat menciptakan algoritma yang
dapat memprediksi nilai dari sebuah variable target berdasarkan beberapa variable
target yang diinput. Pada penelitian ini, kami menggunakan klinis awal dan indikator
laboratorium. Algoritma yang didapatkan kemudian dievaluasi dengan diagnosis akhir.

Metode
Desain studi dan data
Kami melakukan studi retrospektif dengan pengambilan data studi demam
febris pada rumah sakit Angkor untuk anak, kambodia. Rumah sakit Angkor
merupakan rumah sakit anak yang terdiri dari 70 kasur dan memberikan layanan
kesahatan yang gratis dan komprehensif kepada anak-anak yang berusia kurang dari 16
tahun. Kriteria inklusi dari studi ini adalah anak yang berusia <16 tahun, suhu aksila
tercatat ≥38 ̊C dalam 48 jam pertama masuk rumah sakit, dan inform consent dari
keluarga/pengasuh. anak yang mengalami demam diatas 48 jam dieksklusi karena
curiga mengalami infeksi yang terkait rumah sakit. (Intergratef Management of
Childhood Ilness) IMCI digunakan dalam mengasesmen awal pasien dan menentukan
ya atau tidaknya pasien dirawat.
Data dikumpulkan oleh klinisi dalam bentuk format laporan kasus. Sampel-
sampel yang memungkinkan untuk diambil, seperti sampel darah saat pasien masuk,
sampel serologis yang diambil saat pasien akan pulang, atau 7 hari setelah dirawat
digunakan untuk pemeriksaan antibodi IgM dan antigen NS1. Setiap pasien diperiksa
dua kali setiap harinya untuk mempertahankan kualitas data. Data diambil pada tanggal
12 oktober 2009 – 12 oktober 2010 di bagian AHC.
Diagnosis dengue ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
diagnostic berikut : 1) DENV NS1 antigen ELISA (diagnosis standar, korea) untuk
mendeteksi dengue-spesifik antigen pada sampel serum, 2) Panbio Japanese
ENchepalitis virus (JEV) dan IgM dengue kombo ELISA (Diagnosis standar, Korea)
digunakan untuk mendeteksi anti-JEV dan anti-DENV spesifik IgM pada sampel
serum, 3) Dengue IgM menggunakan ELISA (Venture technologies, Malaysia)
digunakan untuk mendeteksi anti JEV dan anti DENV spesifik IgM antibody pada
cairan serebrospinal.
Pasien diklasifikan diklasifikasikan menderita infeksi virus dengue apabila NS1
antigen terdeteksi pada serum dalam pemeriksaan ELISA, atau perbandingan pada
hasil sera saat fase akut dan pemulihan (≥ 7 hari setelah sampel akut diambil)
menunjukkan peningkatan atau statis dari anti-dengue IgM (dan anti-dengue IgM lebih
tinggi hasilnya dibandingkan IgM anti-Japanese ensefalitis). Hasil antigen NS1dan
antibodi IgM lalu digabung dalam tindakan Boolean menggunakan operator
DAN/ATAU untuk menjaga keutuhan spektrum sementara pasien saat dalam fase akut
infeksi dengue, dengan antigen NS1 muncul saat fase awal infeksi dan antibodi IgM
muncul 2-5 hari setelah infeksi dimulai. Rasio dari anti-dengue dan level IgM anti-JEV
digunakan untuk menentukan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi dengue atau
virus Japanese ensefalitis, yang dimana hasil antibodinya sering memberikan hasil
yang mirip antara satu sama lain. Anak yang berusia kurang dari 60 hari tidak diperiksa
untuk infeksi virus dengue.
Semua kasus demam dengue yang telah tegak diagnosisnya lalu di kategorikan
apakah masuk kedalam dengue yang parah atau tidak. Jika berdasarkan panduan WHO,
kriteria klasifikasi masih terlalu luas dan masih sulit untuk diterapkan dengan mudah
oleh petugas kesehatan. Pada penelitian ini kami mengkategorikan dengue berat
dengan 2 langkah saja. Langkah pertama yaitu pasien yang teduga dengue berat dirawat
di ICU sesuai dengan klasifikasi yang terpapar di panduan dengue WHO dan yang
kedua yaitu assesmen dokter dijadikan pertimbangan untuk, a) mengeksklusi segala
kasus yang dirawat di ICU yang tidak memiliki dengue berat sebagai diagnosis utama,
b) menginklusi pasien yang terduga memiliki dengue berat namun belum masuk ke
ICU karena masalah kurangnya fasilitas. Penentuan derajat dengue termasuk sulit
karena terkadang hanya gejala awal dengue saja yang tercatat dan hasil laboratorium
yang minim seperti hematokrit, hitung platelet, hitung sel darah putih, urea, kreatinin,
alanine aminotransferase, dan adanya eritrosit dan protein pada urin. Hasil rontgent
toraks tidak ada untuk melihat efusi pleura dan USG abdomen untuk mendeteksi
adanya asites. Pemeriksaan perdarahan internal yang dilakukan hanyalah perdarahan
pada feses. Penilaian kasus per kasus digunakan sebagai referensi untuk model
prediktif.

Analisis data dan konstruksi model prediktif


Demografis dan karakteristik klinis dari dengue ringan dan berat dideskripsikan
menggunakan mean ± standar deviasi jika data terdistribusi merata, atau menggunakan
median jika tidak merata. Perbandungan kedua kategori dilakukan menggunakan t-test
pada variable kontinyu jika data terdistribusi merata dan menggunakan tes Mann-
Whitney U jika tidak. Tes chi-square digunakan pada data kategorik. Nilai P < 0.05
merupakan data yang termasuk signifikan. CART terdiri dari manifestasi klinis awal
dan indikator laboratorium untuk memprediksi berat ringannya demam dengue.
Algoritma J48 digunakan untuk menghasilkan decision tree karena algoritma tersebut
dapat memproses data nominal, kategorik, numerik dan juga missing value. Loss matrix
secara spesifik mengukur tingkat misdiagnosis.
Pada studi ini kami mengaplikasikan perhitungan bahwa kesalahan diagnosis
pada kasus dengue berat lima kali lebih besar dari kesalahan diagnosis pada dengue
ringan yang didiangnosis dengue berat. Secara singkat proses validasi menggunakan
teknik Weka dimana data dibagi menjadi 10 set, satu dari 9 set digunakan untuk testing
dan 9 data lain untuk training. Model pohon dibangun dari set training kemudian
diaplikasikan ke set testing. Untuk mengurangi variabilitas, dilakukan cross-check
sebanyak tiga kali dalam validasi data. Ketika model pohon final sudah didapatkan,
semua variable yang tergabung masing-masing diperiksa signifikansinya
menggunakan multiple logistic regression dan dilaporkan dalam bentuk odd rasio dan
95% CI. Analisis variable menggunakan aplikasi SPSS ver. 18 dan CART
menggunakan Weka versi 3.6.10.
Parameterisasi
Sebelum algoritma data mining dapat digunakan, data target harus dipersiapkan
dengan cara cleaning, removing, grouping, dan transforming. Awalnya terdapat 24
variabel yang akan digunakan dalam analisis namun 3 variabel dieksklusi karena hasil
test tourniquet lebih dari 15% missing value yang tidak adekuat karena memiliki
frekuensi nadi dan napas berdasarkan parameter umur. Selebihnya data yang memiliki
missing value kurang dari 15% di input secara satu-persatu yang dapat memisahkan
data-data yang hilang dengan data prediksi sehingga dapat diinput sebagai set data
nantinya.
Pada studi kami, beberapa missing value diinput sebagai single value, termasuk
beberapa value untuk beberapa variable seperti berapa hari demam berlangsung, CRT,
GCS, dan hasil urea. Median value digunakan untuk variable hematokrit, kreatinin,
ALT< frekuensi napas bayi, protein urin dan RBC, leukosit, neutrophil, limfosit, dan
hitung platelet.

Hasil
Didapatkan 3225 pasien yang terdaftar dalam rentang waktu penelitian
berlangsung. 1361 pasien memasuki kriteria inklusi dari 1361 pasien, 136 pasien tidak
dirawat, sehingga tersisa 1225 pasien dengan episode febris pada 1180 anak, 1144
pasien memiliki episode tunggal, 31 anak memiliki dua episode, satu anak memiliki 1
episode, dan 4 anak memiliki 4 episode febris. Sebagian besar pasien diagnosis dengan
infeksi saluran napas bawah (38.3%), undifferentiated fever (25.5%), penyakit diare
(19.5%). Dari 1180 pasien, 69 paien meniggal, dengan penyebab pneumonia tanpa
diketahui organisme/virus apa menyebabkannya (12 kasus, 27.5%), infeksi virus
dengue (11 kasus, termasuk pasien dengan penyakit melioidosis, 2 bersamaan dengan
tifus, dan 4 dengan manifestasi klinis pneumonia). 941 kasus bukan dengue dieksklusi
dan 86 kasus tanpa sampel yang cukup juga dieksklusi sebagai data.
Dari 198 kasus dengue yang terkonfirmasi, 43 kasus membutuhkan perawatan
di ICU dengan 29 diantaranya memiliki tanda klinis dengue yang berat. Sembilan kasus
dengue yang bukan berasal dari ICU ditambahkan ke dalam perhitungan menjadikan
total 38 kasus yang terkumpul. Terdapat 11 kasus dengue yang berakhir dengan
kematian, namun hanya 5 diantaranya yang mempunyai infeksi dengue sebagai
diagnosis utama. Diagram lebih lengkapnya dapat dilihat di gambar 1.
Gambar 1. Flowchart penelitian.
Tanda-tanda klinis, seperti darah dalam feses, hepatomegali, rawatan di ICU,
lama rawatan di ICU, hematokrit yang rendah ataupun tinggi, peningkatan atau
penurunan leukosit, kreatinin yang meningkat, urea yang tinggi, trombositopenia,
takikardi, frekuensi napas yang meningkat, hasil GCS yang rendah, efusi pleura, dan
tingginya hasil ALT dipertimbangkan dalam pengklasifikasian demam dengue yang
berat atau tidak. Rawatan di ICU (76,3%), frekuensi pernapasan yang meningkat
(81,5%), dan nadi yang cepat (65,7%) merupakan 3 gejala demam dengue berat yang
paling sering ditemukan. Dengue berat lebih sering ditemukan pada anak kurang dari
lima tahun. Muntah dan nyeri perut lebih sering ditemukan pada dengue berat,
bersamaan dengan hiperventilasi, CRT memanjang, nadi cepat, dan GCS yang rendah.
Tabel 1. Tanda Klinis dari 38 pasien Dengue berdasarkan WHO 2009
Tabel 2. Tanda Klinis 198 Pasien dengan Dengue
Keputusan terakhir dari decision tree yaitu menggunakan lima parameter yaitu
hematokrit, GCS, protein urin, kreatinin, dan trombosit. Sensitivitas dan spesifisitas
dari algoritma ini yaitu 60,5% dan 65%. Tingkat keakuratan algoritma ini mencapat
64,1%. Hasil area yang berada dibawah kurva ROC untuk logistic regression adalah
0.616. keputusan akhir dari decision tree lalu di restrukturasi menggunakan logistic
regression analysis untuk mengestimasi dapat dari setiap variable yang terpilih dalam
CART.

Gambar 2. Hasil akhir decision tree penelitian


Tabel ke 3 menunjukkan OR estimasi untuk setiap parameter yang dipilih oleh
CART yaitu hematokrit yang rendah(OR = 7.114, 95% CI = 3.00-16.87, p<0.001),
GCS yang rendah (OR = 13.73, 95% CI = 3.46 – 54.50, p < 0.001), trombosit yang
rendah (OR = 2.33, 95% CI = 0.95-5.76), adanya protein urin(OR = 1.83, 95% CI =
0.78 – 4.32), dan hasil kreatinin yang meningkat (OR = 1.47, 95% CI = 0.51 – 4.25, p
< 0.001) dapat meningkatkan probabilitas dari diagnosis infeksi dengue berat. OR
secara signifikan dalam rentang 1.47 – 13.73.

Tabel 3. Output dari logistic regression


Diskusi
Menggunakan pendekatan data mining, peneliti telah mengembangkan
algoritma menggunakan manifestasi klinis sederhana dan hasil labor untuk
memprediksi tingkat keparahan dari demam dengue dari sejak fase fase awal sakit
dimulai. Algoritma final untuk memprediksi tingkat keparahan demam dengue terdiri
dari 6 komponen yang tersusun berdasarkan signifikansi masing-masing. Faktor yang
paling signifikan dalam memprediksi dengue berat adalah hematokrit, diikuti dengan
GCS 11 atau kurang, dan yang terakhir yaitu jumlah platelet ≤146.000/mm3 di split
terahir, jika hasil protein urin dan kreatinin dibawah 84 µmol/l.
Apabila dibandingkan dengan algoritma dari penelitian-penelitian sebelumnya,
algoritma studi ini memiliki kesamaan maupun perbedaan dengan algoritma yang
dahulu. Potts dkk menjadikan efusi pleura sebagai dasar keputusan dalam memprediksi
DSS dan mencapai tingkat sensitivitas yang tinggi yaitu 97%. Penelitian Potts dkk juga
menggunakan penurunan hematokrit dan jumlah platet sebagai faktor prediktif dalam
algoritma mereka, walaupun batas yang diambil lebih ekstrim pada algoritma
penelitian ini yaitu ≤40 sedangkan Potts dkk mengambil ≤28, begitu juga dalam batas
platelet, Potts dkk mengambil batas ≤160.200 sedangkan penelitian ini mengambil
≤146.000. Mekanisme trombositopenia yang disebabkan oleh virus dengue sangatlah
kompleks. Studi sebelumnya mengemukakan kemungkinan adanya supresi dari
sumsum tulang belakang dan dekstruksi platelet oleh virus. Untuk mencapai
persyaratan WHO dalam penegakan DHF, hasil trombosit yang ≤100.000 dibutuhkan.
Srikiatkhachorn dll mendemonstrasikan bahwa trombositopenia berkaitan dengan
tingkat keparahan demam dengue, namun tidak semua demam dengue yang berat tegak
terdiagnosis sesuai dengan kriteria yang dipaparkan oleh WHO. Walaupun jumlah
platelet yang rendah mengindikasikan demam dengue berat, rendahnya platelet juga
umum ditemukan pada OFI lain seperti malaria dan scrub typhus.
Definisi DHF oleh WHO pada tahun 1997 adalah ditemukannya jumlah platelet
yang rendah (≤100.000) dengan peningkatan hasil hematokrit ≥20% dari nilai baseline,
yang merupakan indikasi dari kebocoran plasma. Bertolak belakang dengan penelitian
kami dan Potts dkk yaitu penurunan hematokrit yang tiba-tiba merupakan tanda dengue
yang parah, terutama pada pasien dengan perdarahan internal seperti perdarahan
saluran gastrointestinal. Walaupun Potts dkk mengidentifikasi hasil hitung leukosit dan
monosit penting, penelitian kami tidak menjadikan monosit sebagai faktor yang
signifikan walaupun tetap dimasukkan ke dalam decision tree. Sebagai tambahan, Potts
dkk menggunakan efusi pleura yang signifikan untuk memprediksi terjadinya DSS
sedangkan studi kami meprediksikan tingkat keparahan dengue dengan tanda klinis dan
indikator laboratorium.
Studi lain yang baru-baru ini dilakukan oleh Tamibmaniam dkk menggunakan
simple logistic regression dan mengidetifikasi tiga parameter untuk dengue yaitu
muntah, efusi pleura, dan tekanan sistolik yang rendah berdasarkan kriteria WHO
2009. Studi ini tidak terspesifikasi pada anak-anak dan hanya menmasukkan pasien
berjenis kelamin perempuan. Tingkat sensitivitas dan spesifitas penelitian tersebut
mencapai 81% dan 54%. Dari ketiga parameter tersebut, hanya muntah yang ikut serta
dalam indikator dengue, walaupun dalam indikator final tidak terpilih.
Walaupun studi kami memiliki pendekatan serta hasil yang serupa dengan
penelitian-penelitian sebelumnya, studi kami berhasil menambahkan parameter
tambahan yang berkaitan dalam menentukan tingkat keparahan dengue yaitu GCS,
protein urin, dan kreatinin serum.
GCS digunakan untuk mengukur tingkat kesadaran (perubahan status mental).
Pada hasil studi kami, GCS dengan batas ≤11 bersifat signifikan. Rao dkk
menunjukkan bahwa pasien dengan ensefalitis dengue memiliki GCS 7-8 dan
direkomendasikan untuk dilakukan intubasi dan dipasang ventilator selama perawatan
mereka. Studi sebelumnya menyatakan bahwa protein urin berkaitan dengan DHF
ataupun DSS dan menggunakan rasio protein dan kreatinin dalam urin dalam
penelitiannya. Berbeda dengan penelitian kami, kami hanya menggunakan dipstick
urin dalam pengukurannya. Adanya protein dalam urin pada dengue berat dapat
disebabkan oleh adanya kebocoran plasma.
Peningkatan kadar kreatinin serum mengindikasikan adanya disfungsi ginjal.
Peningkatan ringan dari kreatinin serum pada pasien DHF umum ditemukan,
sedangkan pada kasus dengue berat peningkatan yang terjadi cukup signifikan. Model
kami menemukan kasus dengue berat dengan hasil kreatinin serum >84 mmol/l (4.6
mg/dl) yang serupa dengan kadar penelitian pada pasien anak di Thailand yaitu sebesar
4.9 mg/dl. Penelitian di Thailand tersebut juga menemukan 24 dari 25 pasien dengan
AKI memiliki DSS sebagai diagnosis akhir. Dari 25 pasien dengan DHF yang berkaitan
dengan AKI, 16 pasien (64%) meninggal karena syok yang berkepanjangan bersamaan
dengan kegagalan hati, paru, dan perdarahan berat. Studi pada pasien dewasa
melaporkan bahwa sebesar 14.2% pasien dengue dengan AKI memiliki morbiditas dan
mortalitas yang signifikan, lama rawatan yang lebih lama, dan keluaran fungsi ginjal
yang buruk. Melakukan diagnosis dini baik DHF dan AKI menggunakan kriteria yang
sesuai dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berlanjut.
Klinisi masih sulit membedakan antara DHF dengan OFI dan menentukan
tingkat keparahan dari DHF walaupun WHO telah menerbitkan berbagai kriteria sejak
tahun 1997 sampai 2009. Hal tersebut terjadi karena kurangnya data kunci dan masih
belum adekuatnya sumber daya, sehingga masih sulit untuk menerapkan kriteria yang
dibentuk oleh WHO. Sebagai contoh, kita masih sulit menentukan lokasi perdarahan
pasien, paling minimal kita hanya bisa mendeteksi perdarahan gastrointestinal melalui
pemeriksaan feses. Selain itu masih minim juga informasi yang terkait dengan tekanan
darah rendah dan lemahnya pulsasi arteri dalam penentuan pasien sudah masuk
kategori syok atau tidak. Pasien gelisah untuk mendeteksi kegagalan sirkulasi, rontgent
toraks untuk melihat efusi pleura, dan USG abdomen untuk melihat asites belum masuk
ke dalam kriteria WHO padahal kriteria-kriteria tersebut penting dalam menentukan
kebocoran plasma. Panduan dengue dari WHO tahun 1997 dan 2009 mengikutsertakan
pemeriksaan tes tourniquet dalam penegakan diagnosis dengue fase awal (fase febril).
Akan tetapi, tes tourniquet menunjukkan sensitivitas yang rendah karena hasil
tourniquet yang negatif tidak mengeksklusi diagnosis DHF. Tes tourniquet telah
dilakukan pada sebagian besar pasien dalam penelitian ini dan tidak dimasukkan ke
dalam analisis.
Terdapat poin-poin yang harus digarisbawahi terkait dengan dua pendekatan
(CART dan konvensional) yang digunakan dalam studi ini. Pertama, fokus kami adalah
membentuk decision tree model dari analisis CART. CART bersifat non-parametrik,
dan dapat memanipulasi data numerik sehingga memungkinkan timbul data yang tidak
simetris, multi-modal, ataupun berstruktur ordinal maupun tidak ordinal. CART secara
signifikan tidak terpengaruh oleh nilai deviasi rata-rata dari variable-variabel yang di
input. Output dari CART bersifat sistematis dengan hiereraki yang tersusun sesuai
dengan signifikansi masing-masing variable, walaupun dalam penghitungan matriks
predictor CART tidaklah secara taktis. Oleh karena itu studi kami mengukur
signifikansi masing-masing variable dengan nilai odd rasio dari logistic regression.
Kedua, cara kedua pendekatan tersebut dalam menghasilkan nilai batas berbeda.
Sedangkan logistic regression menghasilkan batas tunggal, decision tree pada dasarnya
mempartisi ruang data menjadi setengah spasi menggunakan tanda sumbu linear,
memberikan batas keputusan non-linear.
Kedua pendekatan tersebut dapat diaplikasikan, tergantung dari pengaturan
yang diinginkan. Akurasi masing-masing model diukur dengan cara yang berbeda
untuk masing-masing pendekatan. Untuk model pohon keputusan, akurasi out-of-
sample diperkirakan melalui validasi silang. Misalnya fungsi validasi silang 10 kali
lipat di Weka memungkinkan peneliti dengan mudah melakukan validasi silang dan
langsung melaporkan tingkat akurasi model. Untuk logistic regression akurasi model
diperkirakan dari tabel klasifikasi, yang menunjukkan jumlah yang diamati terhadap
hasil yang diprediksi dengan menggunakan nilai cut-off default 0,5 untuk nilai
probabilitas. Dengan berbagai alasan yang telah dipaparkan diatas, sulit untuk
membandingkan kelebihan dari masing-masing metode.
Ada beberapa keterbatasan terkait dengan dataset yang digunakan dalam
penelitian ini. Pertama, data hanya berasal dari satu rumah sakit, mengindikasikan dari
sumber daya yang buruk di wilayah Asia Tenggara padahal demam berdarah bersifat
endemik disana. Kedua, kurangnya hasil antibodi IgG menyulitkan pengklasifikasian
kasus sekunder atau primer. Informasi ini berpotensi menjadi indikator awal dalam
menentukan tingkat keparahan infeksi dengue. Ketiga, algoritma diturunkan dari data
anak-anak berusia kurang dari 16 tahun yang masuk dalam waktu 48 jam pertama. Jika
model digunakan untuk pasien yang lebih tua atau berada di daerah yang berbeda,
beberapa penyesuaian mungkin diperlukan. Meskipun kohort dari 198 pasien dengan
dikonfirmasi DBD relatif kecil, dengan himpunan bagian yang bahkan memiliki subset
yang lebih kecil lagi yaitu hanya 38 kasus demam berdarah berat, model sederhana
yang kami dapatkan masih mungkin berguna karena memiliki jumlah variabel prediktif
yang kecil yang kemungkinan dapat ada pada keadaan yang serupa. Selain itu,
penelitian sebelumnya oleh Carter et al. menunjukkan bahwa tes diagnostic cepat
DENV (RDT) memiliki sensitivitas yang rendah untuk mendiagnosis demam berdarah.
Namun, pengembangan tes diagnostic untuk demam berdarah telah berkembang pesat.
Seperti tes NS1 yang telah tersedia secara luas bahkan di daerah dengan sumber daya
yang minim. Tes NS1 mudah untuk dilakukan dan memiliki tingkat keakuratan yang
baik. Apabila tes cepat NS1 dapat dilakukan, algoritma kami dapat terbukti bermanfaat.
Hal ini juga menggarisbawahi pentingnya anak-anak untuk melakukan uji NS1
segera setelah diduga DBD, karena deteksi NS1 optimal selama tujuh hari pertama
infeksi. Algoritma akan menjadi lebih relevan dan bermanfaat apabila tes diagnosis
cepat demam berdarah menjadi lebih umum dilakukan. Dengan menggunakan
algoritma sederhana kami mengidentifikasi dan memprediksi demam berdarah berat
lebih cepat, akan ada lebih banyak ruang untuk fokus pada masalah yang lain, seperti
infeksi bakteri yang umum terjadi pada daerah dengan sumber daya yang rendah.

Kesimpulan
Algoritma pohon keputusan kami menggunakan tanda klinis dan indikator
laboratorium sederhana. Indikator memiliki akurasi klasifikasi tingkat sedang dalam
memprediksi perkembangan demam berdarah berat di antara pasien anak dengan
terkonfirmasi infeksi DENV. Model ini menunjukkan pentingnya kadar hematokrit dan
trombosit untuk memantau keparahan demam berdarah, sesuai dengan kriteria WHO
sebelumnya. Algoritma kami menawarkan indikator sederhana untuk menentukan
tingkat keparahan dengue, yaitu hanya dengan hematokrit, GCS, protein urin, kreatinin,
dan jumlah trombosit, yang semuanya diukur saat pasien masuk rumah sakit. Model
ini berpotensi bermanfaat untuk memandu pemantauan pasien rawat inap dan
manajemen kasus demam saat rawat jalan. Model ini masih membutuhkan validasi
lebih lanjut terhadap dataset lain dari studi kohort yang dilakukan dengan berbagai
pengaturan, dengan tujuan membangun algoritma yang bersifat universal sehingga
dapat memandu manajemen klinis dengue berat di daerah yang rendah akan sumber
daya.

Anda mungkin juga menyukai