Oleh
Preseptor
RSUP DR M DJAMIL
PADANG
2019
Memprediksi Tingkat Keparahan Demam Dengue pada Anak saat
Masuk Rumah Sakit Berdasarkan Manifestasi Klinis dan Indikator
Laboratorium : Aplikasi dari Classification Tree Analysis.
Abstrak
Latar Belakang : Demam dengue adalah infeksi viral yang kembali muncul/re-
emerging umumnya di daerah tropis dan subtropis. Manifestasi klinis dan penemuan
laboratorium yang abnormal dari demam dengue seringkali serupa dengan penyakit
febris lainnya, oleh karena itu penegakkan diagnosis yang cepat dan akurat cukup sulit.
Penegakkan diagnosis yang terlambat dapat menyebabkan penangan yang tidak sesuai
sehingga meningkatkan risiko kematian. Penegakkan diagnosis yang cepat dan tepat
dapat membantu manajemen pasien yang lebih baik dan mengoptimalisasi sumber daya
yang ada seperti staf rumah sakit, tempat tidur, dan peralatan perawatan intensif.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengembangkan panduan untuk memprediksi
karakteristik tingkat severitas demam dengue berdasarkan manifestasi klinik dan hasil
laboratorium yang cepat menggunakan data dan statistik.
Metode : Kami mengumpulkan data dari penelitian mengenai penyakit febris di rumah
sakit anak Angkor di Cambodia. Berdasarkan 1225 demam febris yang tercatat, 198
pasien terkonfirmasi dengan demam dengue. Pohon Regresi dan Klasifikasi
(Classification and Regression Tree / CART) digunakan untuk membangun model
prediktif dengan decision tree terhadap demam dengue yang parah, sementara logistic
regression analysis digunakan secara independen untuk menilai signifikansi setiap
parameter pada decision tree.
Hasil : algoritma decision tree yaitu terdiri dari pemeriksaan hematokrit, Glaslow
Coma Score, protein urin, kreatinin, dan hitung platelet digunakan untuk memprediksi
demam dengue berat. Indikator tersebut masing-masing memiliki sensitivitas,
spesifitas, dan akurasi sebesar 60,5%, 65%, dan 64,1%.
Kesimpulan : decision tree yang terdiri dari 5 indikator dapat digunakan untuk
memprediksi demam dengue berat saat pasien anak masuk. Algoritma ini berpotensi
dapat sangat membantu dalam hal monitoring pasien dan manajemen pasien yang
pulang karena sumber daya yang kurang.
Kata Kunci : Pohon klasifikasi, dengue, severitas, Cambodia, data mining, anak-anak.
Latar Belakang
Demam dengue dapat menyebabkan beban mortalitas yang tinggi pada daerah
tropis dan subtropis di asia tenggara, afrika, pasifik barat, dan amerika. Virus dengue
terdiri dari 5 jenis serotipe yaitu DENV-1, DENV-2, DENV-3, DENV-4 dan DENV-5
yang kelimanya ditransmisikan oleh nyamuk aedes aegypti. Diperkirakan 2,5 milyar
orang didunia berisiko terinfeksi virus dengue. Lebih dari 50 juta infeksi dengue terjadi
setiap tahun dengan kurang lebih 500.000 pasien datang dengan DHF atau DSS,
terutama pada anak-anak.
Infeksi dengue seringkali tertukar dengan penyakit febris yang lain (Other
Febril Ilnesses / OFI) dengan manifestasi klinisnya yang tidak spesifik dan serupa
dengan OFI. Pada saat stadium-stadium awal dari demam dengue dengan klinis demam
febris yang tidak sesifik membuat diangnosis yang tepat cukup sulit, sehingga
menyebabkan tatalaksana yang tidak efisien dan meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. Demam dengue berat apabila tidak ditatalaksana dengan sesuai dapat
menyebabkan kematian yang cepat, terutama pada anak. Di lain pihak, kurangnya
fasilitas laboratorium pada daerah-daerah terpencil juga semakin mempersulit
penegakan dengue dari OFI. Dengue adalah salah satu penyakit dari vektor yang paling
sering terjadi di asia tenggara, dan merupakan penyakit infeksi virus lewat nyamuk
paling penting dan berpotensi tinggi menyebabkan epidemi di dunia.
Dengue pertama kali diikutsertakan pada program pemantauan nasional di
Cambodia pada tahun 1980. Sejak tahun 2000, ditemukan 10.000-40.000 kasus dengue
dari 13.5 juta penduduk oleh Program Kontrol Nasional Dengue. Jumlah sebenarnya
dalam kasus demam dengue di Cambodia masih rancu karena sulitnya penegakan
demam dengue, terutama di rumah sakit. Dalam penelitian ini, data anak-anak dengan
demam febris di rumah sakit anak, Siem Reap Cambodia selama satu tahun dianalisi
menggunakan pendekatan data mining. Pendekatan ini menggunakan CART, yang
pertama kali diperkenalkan oleh Breiman dkk. CART merupakn alat yang umum
digunakan dalam pendekatan data mining yang dapat menciptakan algoritma yang
dapat memprediksi nilai dari sebuah variable target berdasarkan beberapa variable
target yang diinput. Pada penelitian ini, kami menggunakan klinis awal dan indikator
laboratorium. Algoritma yang didapatkan kemudian dievaluasi dengan diagnosis akhir.
Metode
Desain studi dan data
Kami melakukan studi retrospektif dengan pengambilan data studi demam
febris pada rumah sakit Angkor untuk anak, kambodia. Rumah sakit Angkor
merupakan rumah sakit anak yang terdiri dari 70 kasur dan memberikan layanan
kesahatan yang gratis dan komprehensif kepada anak-anak yang berusia kurang dari 16
tahun. Kriteria inklusi dari studi ini adalah anak yang berusia <16 tahun, suhu aksila
tercatat ≥38 ̊C dalam 48 jam pertama masuk rumah sakit, dan inform consent dari
keluarga/pengasuh. anak yang mengalami demam diatas 48 jam dieksklusi karena
curiga mengalami infeksi yang terkait rumah sakit. (Intergratef Management of
Childhood Ilness) IMCI digunakan dalam mengasesmen awal pasien dan menentukan
ya atau tidaknya pasien dirawat.
Data dikumpulkan oleh klinisi dalam bentuk format laporan kasus. Sampel-
sampel yang memungkinkan untuk diambil, seperti sampel darah saat pasien masuk,
sampel serologis yang diambil saat pasien akan pulang, atau 7 hari setelah dirawat
digunakan untuk pemeriksaan antibodi IgM dan antigen NS1. Setiap pasien diperiksa
dua kali setiap harinya untuk mempertahankan kualitas data. Data diambil pada tanggal
12 oktober 2009 – 12 oktober 2010 di bagian AHC.
Diagnosis dengue ditegakkan berdasarkan pemeriksaan laboratorium
diagnostic berikut : 1) DENV NS1 antigen ELISA (diagnosis standar, korea) untuk
mendeteksi dengue-spesifik antigen pada sampel serum, 2) Panbio Japanese
ENchepalitis virus (JEV) dan IgM dengue kombo ELISA (Diagnosis standar, Korea)
digunakan untuk mendeteksi anti-JEV dan anti-DENV spesifik IgM pada sampel
serum, 3) Dengue IgM menggunakan ELISA (Venture technologies, Malaysia)
digunakan untuk mendeteksi anti JEV dan anti DENV spesifik IgM antibody pada
cairan serebrospinal.
Pasien diklasifikan diklasifikasikan menderita infeksi virus dengue apabila NS1
antigen terdeteksi pada serum dalam pemeriksaan ELISA, atau perbandingan pada
hasil sera saat fase akut dan pemulihan (≥ 7 hari setelah sampel akut diambil)
menunjukkan peningkatan atau statis dari anti-dengue IgM (dan anti-dengue IgM lebih
tinggi hasilnya dibandingkan IgM anti-Japanese ensefalitis). Hasil antigen NS1dan
antibodi IgM lalu digabung dalam tindakan Boolean menggunakan operator
DAN/ATAU untuk menjaga keutuhan spektrum sementara pasien saat dalam fase akut
infeksi dengue, dengan antigen NS1 muncul saat fase awal infeksi dan antibodi IgM
muncul 2-5 hari setelah infeksi dimulai. Rasio dari anti-dengue dan level IgM anti-JEV
digunakan untuk menentukan apakah infeksi tersebut merupakan infeksi dengue atau
virus Japanese ensefalitis, yang dimana hasil antibodinya sering memberikan hasil
yang mirip antara satu sama lain. Anak yang berusia kurang dari 60 hari tidak diperiksa
untuk infeksi virus dengue.
Semua kasus demam dengue yang telah tegak diagnosisnya lalu di kategorikan
apakah masuk kedalam dengue yang parah atau tidak. Jika berdasarkan panduan WHO,
kriteria klasifikasi masih terlalu luas dan masih sulit untuk diterapkan dengan mudah
oleh petugas kesehatan. Pada penelitian ini kami mengkategorikan dengue berat
dengan 2 langkah saja. Langkah pertama yaitu pasien yang teduga dengue berat dirawat
di ICU sesuai dengan klasifikasi yang terpapar di panduan dengue WHO dan yang
kedua yaitu assesmen dokter dijadikan pertimbangan untuk, a) mengeksklusi segala
kasus yang dirawat di ICU yang tidak memiliki dengue berat sebagai diagnosis utama,
b) menginklusi pasien yang terduga memiliki dengue berat namun belum masuk ke
ICU karena masalah kurangnya fasilitas. Penentuan derajat dengue termasuk sulit
karena terkadang hanya gejala awal dengue saja yang tercatat dan hasil laboratorium
yang minim seperti hematokrit, hitung platelet, hitung sel darah putih, urea, kreatinin,
alanine aminotransferase, dan adanya eritrosit dan protein pada urin. Hasil rontgent
toraks tidak ada untuk melihat efusi pleura dan USG abdomen untuk mendeteksi
adanya asites. Pemeriksaan perdarahan internal yang dilakukan hanyalah perdarahan
pada feses. Penilaian kasus per kasus digunakan sebagai referensi untuk model
prediktif.
Hasil
Didapatkan 3225 pasien yang terdaftar dalam rentang waktu penelitian
berlangsung. 1361 pasien memasuki kriteria inklusi dari 1361 pasien, 136 pasien tidak
dirawat, sehingga tersisa 1225 pasien dengan episode febris pada 1180 anak, 1144
pasien memiliki episode tunggal, 31 anak memiliki dua episode, satu anak memiliki 1
episode, dan 4 anak memiliki 4 episode febris. Sebagian besar pasien diagnosis dengan
infeksi saluran napas bawah (38.3%), undifferentiated fever (25.5%), penyakit diare
(19.5%). Dari 1180 pasien, 69 paien meniggal, dengan penyebab pneumonia tanpa
diketahui organisme/virus apa menyebabkannya (12 kasus, 27.5%), infeksi virus
dengue (11 kasus, termasuk pasien dengan penyakit melioidosis, 2 bersamaan dengan
tifus, dan 4 dengan manifestasi klinis pneumonia). 941 kasus bukan dengue dieksklusi
dan 86 kasus tanpa sampel yang cukup juga dieksklusi sebagai data.
Dari 198 kasus dengue yang terkonfirmasi, 43 kasus membutuhkan perawatan
di ICU dengan 29 diantaranya memiliki tanda klinis dengue yang berat. Sembilan kasus
dengue yang bukan berasal dari ICU ditambahkan ke dalam perhitungan menjadikan
total 38 kasus yang terkumpul. Terdapat 11 kasus dengue yang berakhir dengan
kematian, namun hanya 5 diantaranya yang mempunyai infeksi dengue sebagai
diagnosis utama. Diagram lebih lengkapnya dapat dilihat di gambar 1.
Gambar 1. Flowchart penelitian.
Tanda-tanda klinis, seperti darah dalam feses, hepatomegali, rawatan di ICU,
lama rawatan di ICU, hematokrit yang rendah ataupun tinggi, peningkatan atau
penurunan leukosit, kreatinin yang meningkat, urea yang tinggi, trombositopenia,
takikardi, frekuensi napas yang meningkat, hasil GCS yang rendah, efusi pleura, dan
tingginya hasil ALT dipertimbangkan dalam pengklasifikasian demam dengue yang
berat atau tidak. Rawatan di ICU (76,3%), frekuensi pernapasan yang meningkat
(81,5%), dan nadi yang cepat (65,7%) merupakan 3 gejala demam dengue berat yang
paling sering ditemukan. Dengue berat lebih sering ditemukan pada anak kurang dari
lima tahun. Muntah dan nyeri perut lebih sering ditemukan pada dengue berat,
bersamaan dengan hiperventilasi, CRT memanjang, nadi cepat, dan GCS yang rendah.
Tabel 1. Tanda Klinis dari 38 pasien Dengue berdasarkan WHO 2009
Tabel 2. Tanda Klinis 198 Pasien dengan Dengue
Keputusan terakhir dari decision tree yaitu menggunakan lima parameter yaitu
hematokrit, GCS, protein urin, kreatinin, dan trombosit. Sensitivitas dan spesifisitas
dari algoritma ini yaitu 60,5% dan 65%. Tingkat keakuratan algoritma ini mencapat
64,1%. Hasil area yang berada dibawah kurva ROC untuk logistic regression adalah
0.616. keputusan akhir dari decision tree lalu di restrukturasi menggunakan logistic
regression analysis untuk mengestimasi dapat dari setiap variable yang terpilih dalam
CART.
Kesimpulan
Algoritma pohon keputusan kami menggunakan tanda klinis dan indikator
laboratorium sederhana. Indikator memiliki akurasi klasifikasi tingkat sedang dalam
memprediksi perkembangan demam berdarah berat di antara pasien anak dengan
terkonfirmasi infeksi DENV. Model ini menunjukkan pentingnya kadar hematokrit dan
trombosit untuk memantau keparahan demam berdarah, sesuai dengan kriteria WHO
sebelumnya. Algoritma kami menawarkan indikator sederhana untuk menentukan
tingkat keparahan dengue, yaitu hanya dengan hematokrit, GCS, protein urin, kreatinin,
dan jumlah trombosit, yang semuanya diukur saat pasien masuk rumah sakit. Model
ini berpotensi bermanfaat untuk memandu pemantauan pasien rawat inap dan
manajemen kasus demam saat rawat jalan. Model ini masih membutuhkan validasi
lebih lanjut terhadap dataset lain dari studi kohort yang dilakukan dengan berbagai
pengaturan, dengan tujuan membangun algoritma yang bersifat universal sehingga
dapat memandu manajemen klinis dengue berat di daerah yang rendah akan sumber
daya.