Anda di halaman 1dari 35

Menuju Keadilan Sosial Melalui Pendidikan Politik Kerakyatan

Sutan Sjahrir

A.Hafidhiansyah Al Rasyid
4815144031

Prodi Pendidikan Sosiologi


Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Jakarta
Email : ahmadhafidh29@gmail.com

Abstract
This is a study of the analysis of Sutan Sjahrir's thoughts. The focus is to discuss the form of
political socialism thinking and after that become a form of practical political education carried
out by Sutan Sjahrir. The findings of this study are one, that Sutan Sjahrir's thinking in general
was oriented towards very high human values. second, to support the humanitarian side
possessed by Sjahrir, Sjahrir also studied and adhered to the ideas of Socialism, democratic
Socialism by not forgetting and oppressing the existing humanity. Third, Sjahrir was a
politically calm and mature-minded figure, education was considered and also used by Sjahrir
in realizing a life order and healthy politics within the Indonesian people who at that time were
struggling to become an independent nation. The method used is a qualitative approach with a
library method to explain Sutan Sjahrir's forms of socialist, political and educational thinking.

Key word : Sutan Sjahrir, Socialism, Political Education.

Abstrak
Ini adalah studi tentang analisis dari pemikiran Sutan Sjahrir. Fokus membahas tantang bentuk
pemikiran sosialism politik dan menjadi sebuat bentuk pendidikan politik praktis yang
dilakukan oleh Sutan Sjahrir. Temuan penelitian ini adalah satu, bahwa pemikiran Sutan Sjahrir
secara umum berorientasi kepada nilai-nilai kemanusiaan yang sangat tinggi. kedua, untuk
menompang sisi kemanusiaan yang dimiliki oleh Sjahrir, Sjahrir pun mempelajari dan
menganut pemikiran Sosialisme, Sosialisme yang bersifat demokratis dengan tidak melupakan
dan menindas sisi kemanusiaan yang ada. Ketiga, Sjahrir adalah sosok yang berpolitik dengan
tenang dan penuh pemikiran yang matang, pendidikan dianggap dan dipakai pula oleh Sjahrir
dalam mewujudkan sebuah tatanan kehidupan dan berpolitik yang sehat di dalam rakyat
Indonesia yang ketika itu sedang berjuang menjadi sebuah bangsa yang merdeka. Metode yang
digunakan adalah pendekatan kualitatif dengan metode kepustakaan untuk menjelaskan bentuk
pemikiran sosialis, politik dan pendidikan dalam diri Sutan Sjahrir.

Kata Kunci : Sutan Sjahrir, Sosialisme, Pedidikan Politik.

1
PENDAHULUAN

Menjadi sebuah pengetahuan umum, diberikan dalam berbagai jenis pendidikan kepada
anak-anak di sekolah dan khalayak umum di Indonesia, bahwa kemerdekaan Indonesia selain
merupakan perjuangan tokoh-tokoh besar bersama dengan rakyat, juga hasil dari perjuangan
yang sangat gigih dari para pejuang-pejuang muda yang berjuang dengan pimikiran mereka
yang begitu revolusioner dan nasionalis. Kita mengenal beberapa tokoh kemerdekaan yang
sering disebutkan dalam buku-buku sejarah seperti Sukarno, M.Hatta, Sukarni dll, akan tetapi
berbeda dengan nama Sutan Sjahrir. Tidak begitu terkenal jika disandingkan dengan beberapa
nama tokoh yang merumuskan kemerdekaan Indonesia. Ketenaran dari Dwi-Tunggal Sukarno
- Hatta dalam memimpin revolusi di Indonesia, seringkali membuat orang melupakan sosok
Sjahrir yang memang berada di belakang kedua tokoh tersebut (Cut Junianty, 2012:31).

Perjuangan yang disuguhkan oleh Sjahrir memang tidak se-tenar dan revolusioner
dalam pergerakan fisik yang memakan perhatian rakyat. Sjahrir dengan tenang dan penuh
perhitungan berjuang dalam sebuah diplomasi yang bisa dianggap lebih senyap dibandingkan
dengan Sukarno yang terkenal akan pidato-pidatonya yang mengunggah semangat rakyat.
Sjahrir adalah seorang tokoh yang bukan hanya berjuang dengan semangat yang berapi-api,
melainkan ditambah dengan pemikirannya yang sangatlah revolusioner untuk mencapai
kemerdekaan. Karena Sjahrir yakin kemerdekaan adalah sebuah jembatan untuk mencapai
tujuan utama dari sosialisme. Nilai-nilai kerakyatan, kemanusiaan, keadilan akan segera
diwujudkan dan nilai penghisapan, penindasan, feodalisme, fasisme dapat segera ditiadakan
melalui kemerdekaan tersebut.

Bagi Sjahrir, kemerdekaan bukan hanya sebuah jembatan kosong dan sangat sederhana,
melainkan sebuah susunan yang sangat kompleks dari berbagai hal yang harus diwujudkan
bersama, salah satunya adalah soal pendidikan dan politik. Oleh karena itu, untuk
membangun sebuah jembatan kemerdekaan, dibutuhkan kerangka kuat terhadap pendidikan
dan politik sampai kepada lapisan rakyat yang paling bawah. Sjahrir selain konsisten dengan
idealismenya terhadap sosialisme yang anti fasis dan feodal, perhatiannya juga sangat
konsisten terhadap pendidikan, khususnya pendidikan potlik yang seharusnya dapat dirasakan

2
oleh rakyat Indonesia. Segala tindakannya mulai saat masih muda sampai menjadi seorang
perdana menteri dan pemimpin partai di Indonesia, tidak lepas dari kepedulianya terhadap
pendidikan politik rakyat Indonesia. Hampir segala tindakannya dilakukan untuk memberikan
sebuah pendidikan politik yang layak bagi rakyat Indonesia.

Untuk meraih kemerdekaan, angan Sjahrir sangatlah sederhana namun kuat sekali, yaitu
dengan didahulukannya penyusunan kedewasaan dan kematangan berfikir serta politik rakyat
yang semuanya akan disampaikan dalam pendidikan. Studi ini membahas tentang apa yang
menyebabkan Sjahrir melihat pendidikan sebagai salah satu jalan dalam kemerdekaan dan
seperti apa pendidikan politik yang disampaikan oleh Sjahrir dalam kerangka sosialisme
miliknya. Hasil dari pada penelitian ini, difokuskan kepada pemikiran Sutan Sjahrir dalam
pendidikan politik. Pendidikan politik yang dilakukan oleh Sjahrir terbagi menjadi tiga aspek,
yaitu pendidikan Sosial, Pendidikan Sosialisme, dan Pendidikan Politik.

METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan disini adalah kualitatif - deskriptif. Dengan metode
ini diharapkan dapat dijelaskan secara deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang
atau perilaku yang diamati. Menghasilkan deskripsi untuk merangkai kenyataan menjadi suatu
narasi yang dirangkai secara teratur permasalahan, keadaan, dan peristiwa yang terjadi
sebagaimana adanya. Teknik pengambilan data dilakukan melalui biografi scientific, yaitu
menerangkan tokoh yang diteliti berdasarkan analisis ilmiah. Menggunakan konsep dan teori
Sociology of Knowledge Karl Mannheim.

Sumber data yang digunakan adalah sumber data sekunder, hal ini dikarenakan subjek
yang diteliti adalah tokoh yang sudah meninggal dunia (non-present). Data diperoleh dari
sebagian banyak penelitian kepustakaan seperti buku, majalan, laporan penelitian, jurnal yang
berhubungan dengan penelitian ini. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
penelitian kepurstakaan (Library Research). Sebagaimana yang sudah dijelaskan, data
dikumpulkan dari berbagai sumber sekunder yang dapat ditemukan berbagai teori, dalil,

3
prinsip, pendapat dan gagasan yang akan digunakan untuk menganalisis pemikiran subjek
penelitian ini.

Terdapat beberapa tahap yang dilakukan untuk menganalisis data. Pertama, dilakukan
interpretasi terhadap karya dan biografi Sutan Sjahrir untuk menyelami arti yang dimaksudnya
secara khas. Kedua, dilakukan Induksi-deduksi untuk mempelajadi semua karya Sutan Sjahrir
sebagai sebuah studi kasus dengan membuat analisa terhadap semua konsep pokok secara satu
persatu. Ketiga, melakukan pemahaman secara mendalam terhadap keselarasa konsep dan
aspek satu dengan yang lainnya agar dapat memberikan interpretasi yang tepat mengenai
pemikiran Sutan Sjahrir. Keempat, Heuristik dilakukan untuk berusaha menemukan
pemahaman dan interpretasi baru berdasarkan bahan dan pendekatan baru.

Sedangkan teknik pemeriksaan atau pengujian data menggunakan teknik triangulasi


dan kecukupan dalam referensial. Proses triangulasi yang dilakukan dengan melakukan
pemeriksaan keabsahan data, membandingkan dan mengecek balik tingkat kepercayaan yang
diperoleh menggunakan sumber lainnya. Lalu kecukupan referensial dilakukan guna
memeriksa keabsahan data menggunakan bahan yang tercatat atau terekam yang digunakan
sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisa dan penafsiran data.

PEMIKIRAN PENDIDIKAN SUTAN SJAHRIR

Sutan Sjahrir, seorang tokoh besar yang kecil didengar oleh banyak orang. Lahir pada
5 Maret 1909 Padang Panjang, Ranah Minangkabau, Sumatera Barat. Dalam sebuah nama
Sutan Sjahrir, kata “Sutan” adalah siratan nyata tradisi Matrilineal yang ada dalam diri seorang
perempuan bernama Siti Rabiah dan laki-laki bernama Moh. Rasad. Sjahrir kecil adalah anak
yang cukup cepat dalam beradaptasi dan belajar. Dia sangat cepat belajar bicara dan membaca.
Hal ini menjadikan Sjahrir adalah anak terpintar di keluarganya. Keterangan Mrazek dalam
bukunya pun menjelaskan bahwa Sjahrir adalah “anak lelali terpandai”, dalam ujian-ujian yang
secara teratur diberikan oleh ayahnya, Sjahrir biasanya memperoleh angka 9 dari 10 (Mrazek,
1996:35).

4
Secara khusus kota Bandung memiliki peran signifikan dalam membentuk jiwa
remaja Sjahrir melihat pendidikan. Selama tiga tahun menempuh pendidikan setara Sekolah
Menengah Atas Sjahrir bersama dengan kawan-kawannya yang sangat aktif dalam dunia
organisasi, mendirikan sebuah lembaga pendidikan yang bernama Tjahja Volksuniversiteit.
Sekolah Tjahja tersebut adalah sebuah sekolah yang dibuat oleh Sjahrir dan kawan-kawannya
untuk membantu memberikan pendidikan kepada rakyat yang kurang mampu. Dalam
usaha pemberantasan buta huruf, ia ikut mendirikan perguruan nasional “Tjahja
Volksuniversteit” (Universitas Rakyat Tjahja) yang mendidik kanak-kanak pribumi (Rosihan
Anwar, 2011:11). Kegiatan dalam sekolah ini begitu merakyat dan menciptakan sebuah kultur
bahwa pendidikan itu sangat penting bahkan untuk orang yang tidak mampu untuk menjangkau
pendidikan tersebut. Sjahrir juga pada saat itu telah menjadi anggota dari “Pemuda Indonesia”
bersama dengan organisasi pemuda daerah lainnya bergabung menjadi satu organisasi
gabungan dengan nama I.M. (Indonesia Muda). Ia aktif dalam aksi pemberantasan buta huruf
dan Koperasi Rakyat (Solichin S. 1990:13).

Dapat dikatakan Sjahrir menempuh pendidikan yang cukup lengkap selama


hidupnya. Mulai dari pendidikan formal sampai pada bangku universitas dan pendidikan non-
formal yang diberikan oleh keluarganya dalam hal memperdalam keaagamaannya. Walaupun
memang sejarah mencatat Sjahrir tidak sempat menyelesaikan kulliahnya, tidak menjadikan
Sjahrir menjadi tokoh yang kerdil. Bagi Sjahrir saat itu, universitas hanya sebagai sebuah
kerangkeng besi yang dapat menjebak dan mengurung pemikirannya yang ingin bebas
berselancar dalam pergaulan intelektual dan sosial eropa. Sehingga Sjahrir pun tidak
memprioritaskan kuliah pada saat itu sebagai tumpuannya dalam memperoleh ilmu. Dan juga,
yang terpenting dalam benaknya adalah membantu rakyatnya di Indonesia dalam memperoleh
kemerdekaan. Jejak intelektualnya tersebut ternyata menjadikan Sjahrir memperhatikan
pentingnya pendidikan bagi manusia. Kenikmatan dalam memperoleh pendidikan tidak
membutakan matanya perhatiannya terhadap sesama manusia, sebaliknya menjadikan
kepekaan Sjahrir lebih tajam akan pendidikan.

5
Seperti sebuah simfoni yang indah menggema, jiwa pedagogis Sjahrir sebagai seorang
yang terpelajar menciptakan sebuah jiwa baru yang sangat bersinergi. Yaitu jiwa perjuangan
dan semangat nasionalisme seorang pemuda terpelajar yang sangat mengunggah dan
membangkitkan gairah muda dalam berjuang. Bahkan selama masa tahanan yang dialaminya
bersama dengan Hatta, Sjahrir yang diasingkan ke pulau Banda Neira sempat berkontribusi
cukup banyak terhadap pendidikan dan organisasi pemuda disana. Kegemaran Sjahrir
mendekati dan bermain bersama anak-anak disana menggerakkan kembali jiwa pedagogisnya
untuk mengajarkan sedikit pengetahuan kepada anak-anak disana. Pendapat serupa juga
diberikan oleh Tas sahabat Sjahrir di Belanda, Sjahrir di Banda Neira :

“Di sana, dia dapat mencurahkan dirinya kepada dua keinginan besar yang
baru mulai diturutinya dalam tahun-tahun terakhir sepengetahuan kami –
bermain dengan anak-anak dan mengajar” (Sal Tas, 1969 : 148).

Sjahrir dan Hatta banyak mencurahkan waktunya di Banda untuk Pendidikan. Mereka
memberikan pelajaran kepada dua putra angkat Tjipto. Hatta sampai mengirim tiga orang dari
minangkabau untuk mengajar. Hatta mengajar ekonomi dan pembukuan, sedangkan Sjahrir
mengajar bahasa inggris, matematika dan sejarah (Hatta, 1981:371). Sjahrir diceritakan sangat
dekat pula dengan cucu dari seorang tokoh di Banda Neira pada saat itu bernama Baadilla,
mereka adalah Does, Des, Lili dan Mimi semuanya berumur antara 6-10 tahun. Kedekatan
Sjahrir dengan cucu Baadilla ini diwujudkan dalam bentuk pendidikan yang diberikan oleh
Sjahrir. Ditulisnya dalam surat tertanggal 25 Februari 1937 bahwa Sjahrir mengajarkan “A-B-
C”,
“Satu tahun setengah yang lalu ak mulai mengajarkan a.b.c. kepada murid-
murid Arabku, dan yang paling maju sekarang ini sudah sejauh anak kelas
empat sekolah rendah. Tepat sekali majunya, tetapi kecepatan ini hanya bisa
tercapai oleh karena umurnya yang mengizinkannya. Yang paling jauh,
seorang anak perempuan yang manis, umur sebelas tahun, sangat tajam pula
otaknya” (Sjahrir, 1937:113).

6
Lanjut Sjahrir dalam suratnya mengatakan bahwa mereka berempat adalah “anak-anak
manis; mereka adalah sahabat Sjahrir yang paling baik di Banda dan mereka sungguh sangat
saling menyayangi satu sama lain”. Sjahrir memberikan kepada anak anak itu bacaannya ketika
masih sekolah di Medan. Pendidikan telah menjadi bagian dalam diri Sjahrir bahkan di tempat
dia diasingkan sekalipun. Dengan kesadaran ini Sjahrir berniat untuk memberikan pendidikan
dan pengajaran yang layak kepada anak-anak di Banda dibantu oleh Hatta. Sekolah Sore pun
didirikan untuk merealisasikan niat Sjahrir dan Hatta untuk menyediakan pendidikan bagi anak-
anak di Banda Neira. Biasanya murid yang iktu dalam sekolah sore ini adalah anak dari keluarga
yang tidak mampu untuk bersekolah di sekolah umum yang sudah ada di pulau Banda Neira.
Sekolah sore ini dikelola dan dilaksanakan di rumah Sjahrir dan Hatta. Kelas dibagi menjadi
dua, yaitu kelas Hatta yang mengajar anak-anak remaja dan kelas Sjahrir yang mengajar anak-
anak. Dalam surat dari Banda Neira Februari 1937, Sjahrir menyebut Hatta mengajar “manusia”
(orang dewasa), sedangkan dia mengajar “anak-anak” (Sjahrir, 1937:113). Des Alwi dalam
kenangannya menceritakan mengenai Sekolah Sore,

“Saya mengundurkan diri dari sekolah tante Willy dan masuk sekolah sore
asuhan kedua orang buangan tersebut, yang tidak memungut bayaran
apapun, di beranda belakang kediaman Oom Sjahrir dan Oom Hatta yang
besar itu kami memperoleh pelajaran-pelajaran membaca, menulis,
arithmatika, dan bahasa Inggris. Semua mata pelajaran disampaikan dalam
bahasa Belanda” (Des Alwi, 2002:4)

Dalam Sekolah Sore ditanamkan dan diberikan kepada siswa sekolah sore seperti rasa
cinta tanah air, pemahaman mengenai kolonialisme, tapi itu tidak banyak dan bukan menjadi
fokus dari Sjahrir dan Hatta dalam memberikan pendidikan kepada anak-anak di Banda Neira.
Selebihnya adalah menyampaikan ilmu-ilmu yang tidak didapatkan oleh anak-anak tersebut di
sekolah. Dapat ditelaah bahwa Sjahrir memakai pendidikan sebagai sebuah senjata dalam dua
jenis perjuangan sekaligus, Pertama, senjata untuk berjuang menuju kemerdekaan dan
perjuangan pemuda-pemuda sebagai masa depan indonesia. Kedua, sebagai sebuah senjata
dalam melepaskan belenggu nilai- nilai feodal yang selama ini melekat pada jiwa rakyat

7
di Indonesia. Menggunakan aksara ilmu pengetahuan sebagai senjata menangkap dunia
penjajahan, melawan penjajahan dalam ruang-ruang diskusi dan pertemuan akademik. Dapat
dikatakan bahwa ini adalah cikal bakal pemikiran Sjahrir yang sangat menolak perlawanan
menggunakan kekuatan dan kekerasan, Sjahrir lebih memilih untuk melawan kekerasan
dengan ilmu pengetahuan dan kedewasaan dalam berfikir.

POLITIK DAN NASIONALISME

Kesadaran terhadap pola pikir kritis dan kondisi politik yang kian memanas dalam masa
perjuangan kemerdekaan, menjadikan Sjahrir mulai memahat ukiran politiknya dalam banyak
diskusi dan organisasi semasa sekolahnya dahulu. Menurut Des Alwi, Sjahrir pernah bercerita,
telah menjadi tradisi di kalangan pelajar dan pemuda untuk melakukan debat tentang ide
kebangsaan di setiap pertemuan (Tempo, 2017:15). Pemenuhan kebutuhan yang dapat
dicapai bersama sesungguhnya adalah sebuah tujuan dari politik itu sendiri, keperluan
ekonomi dan pendidikan menjadi sasaran empuk yang dijalani oleh Sjahrir bersama dengan
organisasinya. Menjalanksan sebuah koperasi dan sekolah adalah bukti nyata langkah kecil
Sjahrir dalam tindakan nyata melawan kemiskinan dan penjajahan. Karena topik yang menjadi
pembahasan di dalam kepala Sjahrir remaja bukan hanya kepada pendidikan dan nasib
bangsanya tapi merambah kepada politik sebagai alat lain dalam memperoleh kemerdekaan
dan pendidikan untuk rakyat. Sjahrir bertindak dalam politik dengan banyak ikut dalam
diskusi-diskusi kebangsaan yang dilakukan saat itu. Mengomentari sebuah isu-isu yang
dianggapnya tidak benar dan fitnah serta ditimpa dengan pernyataan yang bersifat politis
dan nasionalis. Seperti tanggapannya terhadap H.Colijn – lambang reaksi ekstrem seorang
penjajah, “Bapak Colijn’ yang begitu dibenci kaum muda (Mrazek, 1996:87). atau
tanggapannya terhadap Dr.Rivai yang dimuat di dalam sebuah majalah pendidikan dan
perjuangan Daulat Ra’jat dengan judul “Kaoem Intellectueel Dalam Doenia Politik
Indonesia”.

Kedua tanggapannya sangatlah kritis dan logis, Sjahrir menampilkan sebuah pola
pikir yang hari ini dianggap utopis dalam diri politikus. Pemikiran yang sangat tenang tapi
merusak kesalahan dengan logika kebenaran. Bukan hanya pola pikir politik tanpa

8
nasionalisme, malah pola pikir Sjahrir sangatlah berimbang antara politik dan
nasionalisme. Tidak melebihi sentimen nasionalisme ketimbang politik, tapi juga tidak
berat ambisi politik ketimbang nasionalisme. Semuanya disajikan oleh Sjahrir dengan
sangat rapih dan tajam. Tindakannya dalam menentang statement Colijin mengakibatkan
pergerakan terhadap pemuda semakin menyatu. Dengan pernyataan Sjahrir tersebut,
menjadikan Sukarno pada Maret 1928 merumuskan Pemoeda Indonesia dan Partainya
sebagai “satu kesatuan yang tak terpisahkan” (Mrazek, 1996:81). Sehingga terbentuklah
PPPKI, sebuah perhimpuan yang dicanangkan oleh Soekarno sebagai wadah perjuangan
organisasi di Indonesia seperti Partai Sosialis Indonesia, Budi Utomo, Partai Nasional
Indonesia, Paguyuban Pasundan, Jong Sumatranen Bond, Pemuda Kaum Betawi,
dan Kelompok Studi Indonesia.

Sjahrir dalam PPPKI ini pernah menjadi ketua kongres bersama dengan Sukarno
dalam kongres Pemoeda Indonesia di Bandung pada Desember 1927 dengan tema yang
dibahas adalah Persatuan Nasional. Para pemuda Indonesia dapat dikatakan berhasil dalam
membuktikan dan menentang pernyataan Colijn karena berbagai organisasi daerah yang
berisi kaum muda disatukan dalam satu wadah organisasi perhimpunan Nasional. Seperti
Jong Java, dan Jong Islamieten Bond yang mengirim utusannya untuk mengikuti
pertemuan Pemoeda Indonesia. Pada tanggal 10 Maret 1928 Sjahrir juga diberi kesempatan
lagi untuk menjadi ketua dalam pertemuan lainnya dari Pemoeda Indonesia dengan tujuan
yang sama pada pertemuan sebelumnya. Sejak itulah Sjahrir tumbuh menjadi sosok yang
disegani kelak karena pemikirannya yang visioner mendahului segala yang terjadi pada
zamannya.

SOSIALISME DAN SOSIALISME KERAKYATAN

Menilik sejarah Sosialisme di Indonesia nampaknya tidak begitu diperhatikan dalam


pelajaran sejarah rakyat dalam beberapa dekade terakhir. Artinya adalah Sosialisme
manjadi kambing hitam dari sejarah rakyat dalam beberapa dekade terakhir. Menarik jika
kita membuka kembali lembaran sejarah yang tidak dijelaskan atau memang menjadi
sebuah propaganda politik sebuah kekuasaan, bahwa sosialisme merupakan paham yang

9
cukup diminati oleh rakyat Indonesia, bahkan menjadi landasan berfikir bagi para tokoh
pejuang kemerdekaan. Sebagian besar tulisan selalu mengaitkan sosialisme dengan
pemahaman Karl Marx, tentu saja itu tidak terbantahkan. Tetapi Indonesia dijelaskan oleh
Roeslan Abdulghani memiliki jiwa sosialisme jauh sebelum paham Karl Marx tersebar
luas. Pernyataan bahwa sosialisme adalah paham baru di Indonesia, Roeslan tidak
sependapat dengan pernyataan tersebut. Lukisan tentang kerajaan Dorowati kepunyaan Ki
Dalang, maupun kenyataan-kenyataan di sekitar Saminisme tersebut menunjukkan kepada
kita bahwa paham kesama-rata-sama-perasaan (atau kesama-rata-kesama-kebahagiaan),
‘masyarakat adil dan makmur’, entahlah ia oleh istilah barat diberi nama Oer-Komunisme,
komunalisme atau sosialisme, memang sudah lama ada di bumi Indonesia (Roeslan A.
1964:14). Maka dari itu rakyat Indonesia telah melihat nilai-nilai sosialisme sebagai pandangan
dan pedoman hidup sederhana dengan cita-cita kesejahteraan. Masuknya pemahaman ilmiah
yang disajikan oleh Karl Marx tentu menjadikan pemahaman ini tumbuh secara subur di
Indonesia.

Skema I: Perkembangan Sosialisme di Indonesia

Sumber : Diolah oleh Peneliti (2018)

10
Salah satu alasan lain mengapa perkembangan sosialisme begitu subur tumbuh di
Indonesia adalah karena kondisi rakyat yang pada saat itu sedang mengalami kekusahan karena
penjajahan. Akibat dari kolonialisme bagi Indonesia banyak dijelaskan dalam karangan-
karangannya MULTATULI : mulai dari Max Havelaar sampai STOVKIS yang dari semua
buku tersebut, dapat menjelaskan bahwa rakyat indonesia yang dulu dalam
kemerdekaannya mengalami kecukupan dan kemakmuran kemudian karena penjajahan
mengalami kemiskinan, baik kemiskinan secara material dan spiritual (Roeslan A. 1964:23).
Oleh karena itu, Perjuangan awal dari Sosialisme di Indonesia diawali dari keadaan tersebut.
Ketika Belanda melakukan penjajahan di Indonesia, pada saat yang sama pula pemikiran
Sosialisme itu masuk dan diberikan oleh orang Belanda sendiri. masuknya paham sosialisme
di Indonesia secara rinci diawali dari pengaruh kaum “Sosial-Demokrat Belanda”. Ajaran
Sosialisme yang dibawa oleh Belanda merupakan aliran sosial-demokrat, seperti
SNEEVLIET, BAARS, BERGSMA, BRANDSTEDER, DEKKER, C.HARTOGH,
mereka merupakan nama-nama Belanda yang pertama-tama membawa kebumi Indonesia
ajaran-ajaran wettenschappelijk sosialisme, yang didasari oleh Marx dan Engels (Roeslan
A. 1964:24).

Sneevliet ini adalah seorang Belanda yang melawan Belanda, Seorang Belanda contra
Belanda; tapi juga seorang sosialis kontra seorang kolonialis; klassentrijd dalam barisan
kulit-putih (Roeslan A. 1964:25). Sneevliet mendirikan organisasi “Indische Sociaal
Democratische Vereeniging” atau ISDV di Semarang pada tahun 1914, sebuah organisasi
sosial demokrat pertama di Hindia pada saat itu. Membawa propaganda sosialisme yang
sudah di lakukan di Rusia sebagai sebuah acuan dan pembelajaran bagi rakyat indonesia
yang selama itu sudah mengalami begitu banyak kesengsaraan dan tidak adanya pergerakan
berarti untuk melakukan perubahan akan nasibnya yang tertindas. Meyakinkan rakyat indonesia
untuk bersatu melawan pemerintahan dan mempesatukan kekuatan buruh untuk menuntut
hak mereka.Presiden pertama Indonesia, Ir.Soekarno pun seorang yang sangat mengagumi
pemikiran Sneevliet. Hal tersebut tercatat dalam sejarah ketika pidato pembelaan yang
disusun oleh Soekarno di Bandung pada tahun 1930 yang berjudul “Indonesia Menggugat “

11
dengan tebal 183 halaman yang berisi pengaruh-pengaruh pemikiran dari Sneevliet yang
merasuk kedalam pemikiran Soekarno.

Sosialisme menjadi babak baru dalam perjalanan politik dan pemikiran Sutan Sjahrir.
Perkembangan ini jika dilihat dari definisi sosiologi pengetahuan Karl Mannheim, terdapat
perkembangan pola pikir Sjahrir yang dipengaruhi oleh kondisi sosialnya. Karena ide-ide harus
dipahami dalam hubungannya dengan masyarakat yang memproduksi dan menyatakan dalam
kehidupan yang mereka mainkan (A.M. Susilo, 2004:54). Berlandaskan kepada kondisi
indonesia yang pada saat itu mengalami kemerosotan karena penjajahan memberikan sebuah
efek fenomena lingkungan terhadap diri Sjahrir. Memiliki sifat kemanusiaan, kepedulian,
pemikiran kritis adalah dampak dari yang ditimbulkan oleh fenomena yang terjadi di Indonesia
dan lingkungan sekitar Sjahrir. Dirasakan penting untuk mengadopsi pemikiran salah satu
tokoh bangsa Indonesia ini demi mewujudkan kedewasaan pemikiran masyarakat Indonesia
dalam berpolitik dan berbangsa. Sosiologi pengetahuan yang dijelaskan oleh Mannheim juga
dapat dipakai untuk memecahkan masalah dalam pengkondisian sosial dari sebuah
pengetahuan, dilakukan dengan cara mengakui bahwa terdapat sebuah kaitan antara pemikiran
manusia dan tindakannya dalam lingkungan sosial. Sebuah kaitan yang digambarkan dalam
cakrawala pengetahuan, serta menggunakan kaitan -kaitan itu sebagai bahan untuk
pemeriksaan kesimpulan riset – riset ( Karl Mannheim, 1991:288). Karena tidak bisa
disampaikain cara berfikir kecuali telah dijelaskan dan dipahami asal-usul sosialnya. Jiwa dan
pemikiran seperti Sosialis, Nasionalis, Cendekiawan, dan Politikus yang ada dalam diri Sutan
Sjahrir jika kita bedah menggunakan pemahaman dari sosiologi pengetahuan merupakan hasil
dari kondisi sosial sjahrir kecil tumbuh dalam kultur akademis dari Bandung hingga sosialisme-
demokrat yang diperolehnya saat menempuh kuliah di Belanda.

Berangkatnya Sjahrir menuju Belanda guna melanjutkan pendidikan pada tingkat


perguruan tinggi di Fakultas Hukum Gemeente Universteit van Amsterdam atau Universitas
Amsterdam, secara tidak disadari menjadi kelanjutan pemikiran politik Sutan Sjahrir karena
ditambah bumbu sosialisme sebagai pandangan hidup dan berperilaku. Sjahrir dijelaskan oleh
sahabatnya Salomon Tas, “mekar dalam iklim Barat” (Salomon Tas, 1969:32). Sjahrir begitu

12
semangat memasuki kehidupan mahasiswa dan terjun, antara lain, ke dalam kegiatan politik
mahasiswa (Legge, 1993:45). Pada waktu yang sama Sjahrir juga masuk dalam
Perhimpunan Mahasiswa Social – Demokrat Amsterdam. Sebuah organisasi mahasiswa
yang diketuai oleh kawannya nanti Salomon Tas. Organisasi tersebut adalah organisasi
mahasiswa yang bersifat independen dan memiliki relasi terhadap Partai Buruh Sosial
Demokrat di Belanda. Pengalaman ini menjadikan Sjahrir secara resmi walaupun tidak rutin
masuk kedalam kehidupan politik di Belanda. Secara pasti Sjahrir menyelam kedalam
kehidupan kaum sosialis dan pergerakannya di Belanda, salah satunya adalah dengan
bekerja di sekretariat Federasi Buruh Transpor Internasional. Menurut Sal Tas tentang kegiatan
Studinya di Belanda bercerita,

“Kegiatan studinya yang sistematis segera marosot dan digantikan dengan


suatu kegiatan – yang tidak begitu teratur tetapi tidak pernah berhenti –
mencari pengetahuan mengenai segala masalah yang menjadi perhatian
kami waktu itu. Masalah apa pula yang tidak menjadi perhatian kamu pada
waktu itu?” (Salomon Tas, 1969:45).

Sjahrir berkenalan dengan aliran-aliran pemikiran yang sama dengan Hatta, tapi Sjahrir
terbawa ke dalam Arus yang berbeda (Salomon Tas, 1969:46). Dapat dilihat dari cerita Sal tas
diatas menjelaskan bahwa keseriusan Sjahrir dalam Sosialisme memang pada awalnya terbawa
arus pergaulan selama di Belanda. Sjahrir menurut Tas, adalah salah satu dari “amat sedikit di
antara kita” yang bekerja keras bukan hanya untuk bicara tentang sosialisme, melainkan
“benar-benar mempelajarinya” (Mrazek, 1996:100). Sjahrir mempelajari sosialisme dari
bacaaan-bacaan tokoh seperti, Hillferding, Rosa Luxemburg, Karl Kautsky, Otto Bauer,
Hendrik de Man, dan Marx&Engels. Sosialisme yang dilakukan oleh Sjahrir pada masa itu
adalah sebuah tindakan untuk merangkul umat manusia, rakyat biasa dan terutama kaum buruh.
Itu adalah “penyelaman spiritual ke dalam proletariat” (Mrazek, 1996:101). Sebagai
mahasiswa dan sesudahnya Sjahrir secara penuh terlibat dalam suatu perjuangan intelektual
untuk mencapai suatu sintesis yang total (Legge, 1993:45). Sjahrir adalah seorang sosialis,
kadang menganggap dirinya sebagai seorang marxis. Akan tetapi Sjahrir juga sosok yang
menolak segala bentuk tindakan komunisme. Tidak mengurangi jiwanya yang demokrat yang
menghawatirkan totaliterisme kiri dan komunisme. Sjahrir dalam pikiran Marx hanya

13
mengambil dan tertarik untuk mempelajari koherensi dan kekuatan dalam teori marx yang pada
akhirnya Sjahrir menemukan diagnosis yang meyakinkannya terhadap hakekat imperialisme
(Salomon Tas, 1969:48).

Sjahrir dalam konsep sejarah Marx pun bersifat fleksibel dan tidak kaku. Sjahrir tidak
percaya dengan konsep sejarah dengan akan adanya satu partai yang menjawab dan menjadi
pedoman dari segala penyelesaian permasalahan. Dalam situasi kolonial pergerakan politik
cenderung berdasarkan kebangsaan bukan kelas ; sesungguhnya, dalam situasi seperti itu kelas
menengah di Indonesia khususnya belum berkembang dan tidak ada model kelas pekerja
seperti yang dijelaskan oleh Marxis (Salomon Tas, 1969:47). Dalam sebuah naskah lepas
yang berjudulkan “Perkembangan Sosialisme Di Negeri Kita Sejak Berdirinya PSI”, Sjahrir
memberikan sebuah arti dari sebuah sosialisme. Sosialisme merupakan sebuah ajaran politik
yang pada hakikatnya memihak kepada kaum miskin. Sjahrir menjelaskan lebih lanjut bahwa
sosialisme sebagai suatu ajaran politik memang bermuka dua (Sjahrir, 2000:65). Sosialisme
yang menjadi representasi ajaran perjuangan dan perlawanan terhadap kaum penindas dan
perjuangan golongan yang ditindas juncto ajaran yang melebur dalam sifat kemanusiaan, sifat
kepercayaan pada persamaan, keadilan serta kerjasama antar sesama manusia sebagai dasar
hidup di dalam pergaulan masyarakat.

Sosialisme dalam politik pun menurut Sjahrir memiliki dua sisi yang berbeda dalam
cara sosialisme itu bekerja. Pada satu sisi sosialisme digunakan untuk membongkar dan
mengupas segala sesuatu dalam masyarakat yang berhubungan dengan kepemilikan perorangan
atas alat-alat produksi. Artinya adalah sosialisme dipakai sebagai alat politik untuk memberikan
keadilan dan kesejahteraan dalam masyarakat terkait dengan alat produksi dan ekonomi. Di lain
sisi sosialisme dipakai untuk menyusun pergaulalan atas masyarakat yang menanamkan nilai
bahwa kepercayaan atas kepemilikan pribadi adalah hal yang gaib dan sesat. Sisi kedua ini
memiliki sifat sosialisme kemanusiaannya, yaitu kepercayaannya pada persamaan, keadilan
serta kesanggupannya kerjasama antara sesama manusia sebagai dasar kehidupannya di dalam
pergaulan masyarakat (Sjahrir, 2000:71). Cita-cita tersebut hanya akan bersifat utopis jika tidak
didukung oleh pergerakan revolusioner secara mental dan fikiran yang selalu digemakan oleh
Sjahrir sebagai “Sosialisme Kerakyatan”. Sosialisme Sutan Sjahrir merupakan Sosialisme yang

14
didasarkan kepada kata “kerakyatan” artinya perjuangan sosialis untuk kerakyatan dalam
segala aspek kehidupan. Kata “kerakyatan” ini adalah bagian dari representasi bentuk tindakan
yang berjuang dalam jiwa penuh rasa kemanusiaan bebas dari tindakan yang menindas, dan
selalu menuju kesejahteraan rakyat. Bagi Sjahrir, perkataan kerakyatan adalah suatu
penghayatan dan penegasan bahwa sosialisme seperti yang dipahaminya selamanya
menjunjung tinggi dasar persamaan derajat manusia (Ivan Hadar, 2009). Sosialisme kerakyatan
bagi Sutan Sjahrir,

“Sosialisme kita didasarkan pada kerakyatan, dalam arti kepercyaan


bahwa rakyat dan bangsa kita umunya memang akan menerima
dengan keyakinan sendiri segala kebijakan yang jelas tampak jika
dibandingkan dengan sistem kapitalisme, apalagi sebagai buruh mereka
pernah mengalami perlakuan dari majikan asing itu”(Sjahrir, 1982:78).

PENDIDIKAN POLITIK KERAKYATAN : JALAN MENUJU KEADILAN SOSIAL

Lagi – lagi pendidikan dipakai oleh Sjahrir dalam caranya berjuang untuk Indonesia.
Yang membedakan hanya ditambahkan medium politik dalam menyebarkan pendidikan untuk
dipakai rakayat dalam upaya membebaskan belenggu kolonialisme serta mensejahterakan
kondisi pasca kolonialisme tersebut. Konsepsi Sosialisme Kerakyatan Sutan Sjahrir yang
disajikan dalam sebuah pendidikan politik sejatinya adalah cara dalam mewujudkan sebuah jalan
menuju kondisi yang ber keadilan sosial. Karena hakikatnya, syarat mutlak dalam
hubungan antar manusia, dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara adalah keadilan
(Faturochman, 1999). Keadilan adalah kebutuhan sekaligus desakan yang penting dengan
sifat paksaan yang harus ada dan akan muncul pada setiap lapisan sosial dalam
masyarakat. Perjuangan keadilan rakyat Indonesia khususnya pada saat perjuangan
kemerdekaan, masih bersifat pembudakan pikiran karena hanya diberikan pemahaman untuk
menunggu dan mengikuti komando dari satu pimpinan atau kaum baik yang memiliki
kedudukan atau pesona pribadi yang dapat memukau rakyat. Oleh karena itu, keadilan akan
bersifat pemberian nantinya bukan seuatu yang diperjuangkan secara pribadi dan lambat
laun keadilan akan menjadi suatu hal yang dapat diatur demi kepentingan penguasa.
Konsepsi seperti ini akan sangat lekat dengan praktek otoriter, sehingga Sutan Sjahrir mencoba

15
untuk membuka luka dan penyakit rakyat dengan penyembuhan berupa pemikirannya tentang
sosialisme kerakyatan menggunakan pendidikan politik sebagai media penyampaiannya. Rakyat
diharapkan dapat mewujudkan cita-cita sebuah keadilan sosial, kedewasaan berfikir, dan
kedewasaan berpolitik dalam jiwa dan pikiran rakyat Indonesia tanpa lagi dikotori oleh nafsu
otoriter dari penguasa. Terlebih lagi sisa-sisa feodalisme pasca penjajahan masih melekat dalam
jiwa dan pikiran rakyat Indonesia, memudahkan para penguasa untuk mengatur rakyatnya
dengan semena-mena lalu pada akhirnya penderitaan rakyat tidak akan pernah habis.

Hal ini yang dirasa oleh Sjahrir harus segera dibenahi dengan pendidikan politik
sosialisme kerakyatan. Keadilan sosial dalam kacamata sosialisme kerakyatan diwujudkan
dalam bentuk pendidikan yang diberikan kepada rakyat. Pendidikan rakyat yang diberikan
bersifat politis karena diberikan sedikit pendidikan politik kepada rakyat dalam mewujudkan
cita- cita sosialisme yang ber-keadlian sosial. Karena pada kodratnya, pendidikan dan politik
tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Lahirnya produk politik merupakan hasil buah pikiran
dari berbagai orang-orang paling cerdas yang hanya dapat didapatkan melalui pendidikan.
Politik dan pendidikan dapat dikatakan berkaitan sangat erat, bahkan bisa dikatakan
selalu berhubungan - Sehingga dari keadaan tersebut dapat diketahui bahwa politik negara
sangat berperan menentukan arah perkembanggan pendidikan di suatu negara (Agus Purwanto,
2008) Freire, memaknai Pendidikan sebagai latihan untuk memahami makna kekuasaan,
dan komponen yang terlibat di dalamnya dalam upaya berkomunikasi bukan dalam pola
kuasa- menguasai (Freire, 1999 : 6). Lebih lanjut Freire menjelaskan hakikat dari pendidikan
sebagai tempat untuk,
a. Mendiskusikan masalah-masalah politik dan kekuasaan, karena pendidikan menjadi
ajang terjalinnya makna, hasrat, bahasa dan nilai kemanusiaan.
b. Mempertegas keyakinan secara lebih mendalam tentang apa itu manusia dan
impiannya.
c. Merumuskan dan memperjuangkan masa depan (Freire, 1999 : 6).

Serupa dengan yang disampaikan oleh Sjahrir bahwa pendidikan politik merupakan salah
satu bagian yang penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, berkaitan dengan politik
maka pendidikan dapat dikatakan pula sebagai salah satu upaya atau sarana untuk
melestarikan kekuasaan negara,

16
“Pendidikan yang diberikan oleh suatu negeri (staat) selamaya
dimaksudkan mendidik untuk menetapkan, meneguhkan kepercayaan
kepada pemerintah itu tadi. Yang dididik, diberi didikan supaya menaruh
kepercayaan akan kebaikan, keteguhan dan ketetapan pemerintahan
itu – Sebabnya ia didik supaya membenci semua yang bertentangan
dengan kepentingan negara” (Sutan Sjahrir, 1931).

Upaya untuk menanamkan suatu prinsip-prinsip, doktrin atau kesepakatan oleh negara
melalui pendidikan dilakukan dengan cara yang tidak disadari secara sekilas, karena
memang ditanamkan secara implisit kedalam suatu materi pendidikan atau kurikulum, sehingga
secara sadar ataupun tidak sadar masyarakat yang mengikuti dan memperoleh pendidikan telah
mendukung tujuan dari suatu negara. Berlandaskan narasi yang sudah dijelaskan, secara garis
besar, upaya yang dilakukan Sjahrir mewujudkan cita-cita sosialisme dan keadilan sosial
memakai sarana pendidikan politik untuk menyampaikan pesan sosialisme, politik dan
kedewasan dalam berfikir. Semua ini akan tentu saja akan mengarah kepada satu muara sebagai
sebuah tindakan kemanusiaan, tidak heran Sjahrir pun kerap mendapatkan julukan sosok tokoh
yang sangat humanis karena sifat sosialismenya kuat sekali memanusiakan manusia dalam
tingkatan yang paling tinggi.

Skema II
Alur Pendidikan Politik Humanis Sutan Sjahrir

Sumber : Diolah oleh Peneliti (2018)

17
Pendidikan, Politik dan Sosialisme adalah bentuk trinitas dalam aspek penting yang
tidak pernah luput dari benak Sjahrir. Ketika berbicara mengenai strategi dan cara
menjadikan sosialisme sebagai sebuah jalan berkehidupan rakyat Indonesia yang sudah sekian
lama dibelenggu oleh kemiskinan dan penderitaan, diberikan oleh Sjahrir berupa pemikiran
untuk berusaha menyadarkan rakyat dengan berbagai macam penjelasan secara sosialis,
edukatif, dan politis bagi rakyat Indoneaia. Terdapat tiga bentuk pendidikan politik sosialisme
kerakyatan yang diberikan oleh Sjahrir semasa hidupnya, yaitu (1) Daulat Ra’jat; (2) Buku
Perjuangan Kita; (3) Partai Sosialisme Indonesia. Secara khusus akan dibahas satu persatu tiga
bentuk pendidikan politik sosialisme kerakyatan ini.

DAULAT RA’JAT

Ada yang menyebutnya majalah, ada pula yang menyebutnya koran, akan tetapi
terlepas dari sebutannya, Daulat ra’jat lebih tepat disebut sebagai hasil dari buah pikir
cemerlang para pendiri bangsa yang dengan pikiran jernih mereka mementingkan pendidikan
sebagai tiang pondasi dalam membangun sebuah sistem politik dan kedewasaan berbangsa.
Dibentuk oleh organiasi yang didirikan Hatta bersama dengan Sjahrir bernama “Pendidikan
Nasional Indonesia” atau yang disingkat “PNI Baru” karena membawa visi dan misi baru
dalam kancah perjuangan rakyat Indonesia menuju kemerdekaan. Tujuan dari PNI Baru ini
sendiri adalah untuk mendidik dan mencerdaskan rakyat Indonesia. Sjahrir dalam daulat ra’jat
berperan cukup penting, hal ini disebabkan oleh posisinya sebagai pimpinan redaksi sehingga
cukup banyak peranan Sjahrir dalam membangun narasi yang akan dimunculkan dalam Daulat
ra’jat.

Sjahrir banyak berbicara mengenai pemahaman awal dalam berpolitik, dan keadilan
sosial khusus dalam konteks perjuangan kemerdekaan. Pembahasan Sjahrir dalam periode
sebelum-kemerdekaan banyak diisi tentang pemahaman awal mengenai pergerakan rakyat
yang seharusnya dilakukan. Sjahrir dalam tulisannya menjelaskan,

“Pergerakan kerakyatan itu ialah pergerakan untuk menciptakan


kemerdekaan (emansipasi) rakyat Indonesia, yaitu yang bukan kaum
tuan tanah, bukan kandidat kaum kapitalis, tetapi kaum tani dan

18
buruh, Kromo dan Marhean. Kemerdekaan kerakyatan ingin pada
kekuasaan rakyat seluas-luasnya, artinya kemerdekaan dan kesempatan
untuk merubah pergaulan hidup” (Sutan Sjahrir, 1931).

Mengedepankan rasionalitas terhadap kondisi rakyat Indonesia yang pada saat itu begitu gelap
pengetahuan tentang perjuangan ditunjukkan oleh Sjahrir dengan sangat apik dalam pendidikan
yang disajikannya pada daulat ra’jat. Pendekatan Sjahrir menurut George McT. Kahin pada
tahun 1952, adalah dua sosok yang berusaha menjadikan Daulat Ra’jat dalam Pendidikan
Nasional Indonesia sebagai pendidikan gerakan nasionalis Indonesia untuk mewujudkan
kedewasaan politik dan pemahaman menyeluruh tentang prinsip nasionalis (Legge, 1981:154).
Beberapa tulisan Sjahrir dalam Daulat Ra’jat sebagai gambaran dari Pendidikan rakyat, seperti
; Faham Persatuan, Kaum Intelektual dalam Dunia Politik Indonesia, Riwayat Politik
Jajahan Belanda dan Perjuangan Kemerdekaan Indonesia, Faham Persatuan di dalam
Strategi dan taktik Perjuangan, Pembuka Jalan Perjuangan Kita, Organisasi, Barisan
Persatuan Baru, dan Sekedar tentang Azas, Taktik, dan Strategi Perjuangan kita. Ini
adalah bukti bahwa Sjahrir dengan pemahaman dan keperduliannya terhadap pendidikan
rakyat walaupun bukan sebagai bentuk pendidikan formal, Karena jika berbicara tentang
“pendidikan rakyat” secara “nasional”, maka itu berarti bahwa pelaksanaan pekerjaan
mendidik itu tidak dapat kita serahkan kepada instituti-institusi pendidikan formal saja,
melainkan juga kepada institusi informal seperti kampung, rukun kampung, dan keluarga
(Umar Kayam, 1993:34). Nilai terdalam dari setiap tulisannya itu menyiratkan sebuah nilai
moral dan etika yang sangat tinggi berdasarkan sebuah kerangka berfikir yang rasional dan
penuh akal yang akan selalu disampaikannya kepada rakyat Indonesia. Menyiapkan rakyat
indonesia memiliki “jiwa merdeka” dalam arti kata yang sesungguhnya (Umar Kayam,
1993:30).

19
PERJUANGAN KITA

Perjuangan Kita adalah bukti, lahirnya sebuah pemikiran konkrit dari seorang tokoh
perjuangan Nasional Indonesia yang mencurahkan segala isi fikirannya hanya untuk melihat
rakyat dan bangsanya sejahtera. Hal itu bisa ditemukan dalam sebuah pamflet yang ditulis oleh
Sjahrir yang berjudul “Perjoeangan Kita” yang merupakan sebuah pamflet yang berisi analisis
dalam mencari iklim mental dan emosional bangsa pada awal kemerdekaan (Jeanne S.,
2003:116). Sjahrir di dalam buku perjuangan kita menawarkan sebuah cara-cara sosialisme
yang berbeda dengan cara sosialisme kiri nan komunisme. Mendiskursuskan pemikiran
sosialisme kerakyatan ke dalam sebuah cara konkrit yang dapat dipakai rakyat dalam berfikir
dan bertindak dalam sebuah kaidah sosialisme yang demokratis dan humanis. Buku perjuangan
kita dapat dikatakan sebagai sebuah pendidikan politik bagi rakyat, karena yang disampaikan
di dalamnya berisi mengenai pengetahuan mengenai cara-cara membangun sebuah pemikiran
dalam fondasi kerakyatan dan sosialisme dengan tidak melupakan demokrasi sebagai acuan
dalam bernegara, karena Sjahrir sengat paham bahwa kondisi pendidikan politik rakyat yang
masih sangat minim sehingga harus lah diajarkan rakyat Indonesia dalam berbangsa dan
bernegara untuk masuk dalam sebuah lingkungan politik dan sosial yang sehat. Penyehatan
kondisi rakyat dirasa penting oleh sjahrir karena sudah sangat lama fasisme dan kolonialisme
merasuk ke dalam diri rakyat dan bangsa Indonesia sehingga menyebabkan kurangnya akan
pemahaman berbangsa dan bernegara yang belum mandiri, serta pemikiran politik yang masih
berujung pada pertempuran dan perjuangan kekerasan.

Dalam buku ini, pembahasan isi dibagi menjadi beberapa bagian, yaitu pertama adalah
gambaran secara singkat dan jelas akan perjuangan yang telah dilakukan oleh bangsa Indonesia
sebelum kemerdekaan yaitu lebih tepatnya pada saat penjajahan jepang dan setelah Jepang
kalah perang. Dan bagian kedua yaitu adalah penjabaran Sjahrir terhadap bentuk strategi
perjuangan apa yang kedepannya harus dilakukan oleh Indonesia dalam memperoleh
kemerdekaan yang bukan pemberian dari jepang atau negara-negara lain, melainkan adalah
usaha keringat serta darah seluruh rakyat Indonesia. Sjahrir sebagai politikus dan manusia,
Perjuangan kita dan Indonesische Overpeinzingen dengan tenang dan jujur kita melihat bukan
hanya pemikir yang abstrak, melainkan negarawan yang besar (Y.B.Mangunwijaya, 1994 : 78).

20
Menyelami pemikiran pendidikan rakyat sutan sjahrir dalam buku perjuangan kita ini akan
membawa pembaca ke dalam aspek sosial yang begitu tinggi.

Sjahrir menawarkan Tigabelas pokok bahasan dalam bentuk sub bab yang
dideskripsikan untuk menjelaskan perjuangan selanjutnya yang harus dilakukan, yaitu (1)
“Keadaan sehabis Perang Dunia ke-2”; (2) “Kedudukan Indonesia dalam Dunia
Sekarang” ; (3) “Revolusi Kerakyatan” ; (4) “Revolusi Nasional” ; (5) “ Relovolusi dan
Pembersihan” ; (6) “Revolusi dan Partai” ; (7) “Revolusi dan Pemerintahan” ; (8)
“Memperjuangan Isi Kemerdekaan” ; (9) “Pembencian Bangsa Asing” ; (10) “Kaum
Buruh” ; (11) “Pak Tani” ; (12) “Pemuda” ; dan (13) “Tentara”. Mungkin tidak secara
spesifik Sjahrir menjabarkan cara Pendidikan dalam cara-cara yang ditawarkannya. Akan
tetapi kita jangan menutup mata bahwa tujuannya menulis, membuat, dan menyebarkan ajaran
tersebut adalah karena pendidikan politik dalam sosialisme kerakyatan menjadi kunci dalam
menjalankan sebuah revolusi mental rakyat untuk menjadi lebih sehat dari sisa-sisa penyakit
feodalisme dan fasisme. . Sjahrir sekali lagi ingin mendidik rakyat Indonesia dalam sebuah
bentuk perjuangan politik yang benar, dan berlandaskan kepada sosialisme kerakyatan karena
segalanya ini dilakukan hanya demi kemakmuran rakyat dan berjalannya pemerintahan negara
berdampingan dengan rakyat secara adil, damai dan sejahtera.

PARTAI SOSIALIS INDONESIA

Implementasi terakhir dari pendidikan politik sutan sjahrir sekaligus menjadi akhir dari
karir politiknya tertuang semua ke dalam sebuah partai beridiologi sosialis besutannya yaitu
Partai Sosialis Indonesia (PSI). Partai yang pada awalnya merupakan sebuah hasil dari
kolaborasi dua tokoh sosialis di Indonesia yang menyatukan usaha dan perjuangannya kedalam
satu wadah politik yang sama, yaitu Sutan Sjahrir yang mendirikan Partai Rakyat Sosialis
(Paras) dan Amir Syarifudin mendirikan Partai Sosialis Indonesia (Parsi). Sepakat dalam
pemikiran yang masih bisa ditoleransi satu sama lain, membuat kedua tokoh ini sepakat untuk
menyatukan partai mereka menjadi satu partai yaitu Partai Sosialis (PS). Namun tiba pada
akhirnya Amir Syarifudin yang merupakan seorang komunis fanatik dan memiliki jalan pikiran
kiri yang tunduk sekali terhadap kebjakan komitran bersebrangan dengan pemikiran Sutan

21
Sjahrir. Amir bergabung bersama dengan Musso dalam Front Demokrasi Rakyat (FDR) dan
Sjahrir pada 12 Februari 1948 mendirikan Partai Sosialis Indonesia (PSI).

PSI lahir dan tumbuh pada masa yang sangat demokratis sepanjang sejarah Indonesia
sebelum reformasi. ). Partai Sosialis Indonesia (PSI) pimpinan Sutan Sjahrir menurut Afan
Gaffar adalah masa yang paling demokratis sepanjang sejarah Indonesia sebelum era
reformasi, dimana perbedaan ideologi politik bukan menjadi suatu penghalang (Gilli Argenti,
2017). Sosialisme menurut analisis Herbert Feith yang dijelaskan oleh Gili Argenti dalam
jurnalnya memetakan beberapa aliran pemikiran yang sangat berpengaruh pada masa revolusi
kemerdekaan di Indonesia sampai pada masa demokrasi terpimpin, terbagi menjadi lima aliran
besar yaitu ; Islam modernis, sosilaisme demokratis, nasionalisme radikal, tradisionlaisme
jawa, dan komunis (Gilli Argenti, 2017). Kelima aliran tersebut menjadi perwujudan dari lima
partai politik yang ada di Indonesia; Partai Masyumi mewakili aliran islam modernis, lalu Partai
Sosialis Indonesia (PSI) mewakili aliran sosialisme demokratis, Partai Nasional Indonesia
(PNI) mewakili aliran nasionalisme radikal, Partai Nadhatul Ulama (NU) mewakili aliran islam
tradisional, dan yang terakhir Partai Komunis Indonesia mewakili aliran komunisme.

Asumsi bahwa jiwa pendidikan dalam diri sutan sjahrir adalah satu bagian dari evolusi
pemikiran mungkin dapat dibenarkan. Evolusi dari tindakan praktisnya dalam Pendidikan
Nasional Indonesia, hal ini dapat dilihat dari bentuk pendidikan yang diberikan oleh Sjahrir
dalam PNI Baru yaitu ketika Sjahrir dan Soebagio menjadi bagian “komite Pengajaran” dalam
Pendidikan menulis juga program-program dalam Pendidikan dengan metode Tanya – Jawab.
Metode ini dinamakan dengan “150 Tanya – Jawab, isinya adalah tanya –jawab mengenai
kebijakan-kebijakan dan Landasan dalam Pendidikan yang dipakai untuk melatih para kader
dalam kursus Pendidikan dalam prakteknya sehari-hari. Dijelaskan oleh Mrazek dalam
bukunya bahwa tujuan Pendidikan Nasional Indonesia jika dilihat dari 150 Tanya – Jawab
adalah sistem sosial dengan menegaskan di dalamnya komunitas sebagai “politik wadah”
(body politic) atau sebagai”perusahaan paling kecil” dalam bagian paling penting dari negara
“kedaulatan rakyat” dan ini harus sama rata, tiap masyarakat ini “akan mengatur urusannya

22
sendiri dengan keyakinan sendiri, peraturannya sendiri, asal tidak bertentangan dengan
kepentingan pemerintahan umum” (Mrazek: 1996 : 173).

Walaupun Pendidikan Nasional Indonesia bukan organisasi politik, tapi selanjutnya


Pendidikan dalam diri Sjahrir secara lebih pasti bersifat politik dalam Partai Sosialis Indonesia.
Tetap mengacu kepada nilai-nilai sosialisme kerakyatannya, Sjahrir dengan Partai Sosialis
Indonesia, menanamkan kembali pendidikan sebagai aspek utama visi dan misi dari Partai
Sosialis Indonesia. Dengan pendidikan, Sjahrir menjadikan PSI sebuah partai beraliran sosialis
dengan pendekatan berbeda dengan partai lainnya pada saat itu yaitu pendidikan sebagai ujung
tombak perjuangan. Kali ini, tindakan praktis sjahrir diulang kembali olehnya, dengan metode
pendidikan kader seperti yang dilakukannya pada saat bersama PNI Baru dengan harapan baru
berupa pendidikan yang diberikan kepada kader-kader partai akan diteruskan kepada rakyat
secara lebih luas. Karena lagi-lagi diharapkan pendidikan politik tidak hanya disampaikan oleh
satu pimpinan saja, melainkan harus lebih mengakar sampai kepada tingkat kader terluar partai.
Partai Sosialis Indonesia Sutan Sjahrir ini adalah sebuah partai kader. Perbedaan PSI dengan
PNI Baru hanyalah PSI lebih secara lantang berjuang dalam politik sehingga pendidikannya
pun akan berorientasi kembali kepada cara-cara politis yang tentu saja hal ini berbeda dengan
PNI Baru yang sejak awal dibuat bukan lah sebuah partai ataupun organisai politik.

PSI beranggapan kader dan kaderisasi adalah hal yang sudah seharusnya dilakukan oleh
Partai Politik, sebagai sebutan rekrutmen politik. Kader adalah aspek penting dari sebuah partai
politik karena apabila partai memiliki kader yang berkualitas maka sejalan dengan partai
tersebut akan berjalan dengan baik dan menjadi partai yang berkualitas (Miriam
Budiardjo,2008:408).

23
Skema IV
Skema Pendidikan Politik Sutan Sjahrir

Sumber : Diolah oleh Peneliti (2018)

PEMIKIRAN SUTAN SJAHRIR TERHADAP KONTEKSTUALISASI POLITIK


INDONESIA KONTEMPORER

Membahas mengenai pergulatan politik di Indonesia tidak pernah habis. Fenomena


silih berganti mulai dari yang menyejukkan sampai mencekam. Fenomena sinisme,
pragmatism, oportunisme tidak pernah bosan menghampiri wilayah politik Indonesia. berbagai
dampak telah dirasakan akibat tensi politik yang tidak bisa dipungkiri dapat berakhir dengan
ricuh. Karena politik sangat erat berhubungan dengan rasa keadilan rakyat, karena pada
hakikatnya politik menurut Plato dan Aristoteles adalah konsep pengaturan dalam masyarakat
yang berkaitan dengan masalah bagaimana pemerintahan dijalankan agar dapat mewujudkan
sebuah negara yang berjalan dengan baik. Maka dari pengertian tersebut, tentu saja terdapat
banyak unsur yang mempengaruhi berjalannya politik di sebuah negara. Bayangkan jika semua
unsur tersebut memiliki sifat-sifat seperti pragmatism, oportunisme, dan sinisme yang tinggi,
tentu saja akan menciptakan dampak negative bagi rakyat dan negara itu sendiri. Keinginan
pribadi dalam berpolitik memang tidak dapat dihilangkan, karena sejatinya unit dasar dalam
analisa politik adalah pribadi seorang individu. Sadar akan pentingnya politik dalam kehidupan
rakyat, negara mengatur mengenai bentuk pendidikan politik yang harus disampaikan kepada
rakyatnya. Mulai dari Inpres no.12 tahun 1982 tentang Pendidikan Politik bagi Generasi Muda,

24
UU no.2 tahun 2008 tentang partai politik, pasal 2 ayat (4) menyebutkan poin Pendidikan
Politik yang masuk kedalam Anggaran Dasar dari parpol, pada bab XIII pasal 31 ayat (1) dan
(2) dalam UU tersebut secara khusus membahas tentang Pendidikan Politik, dan MPR dalam
implementasi kebijakan pemerintah melaksanakan pula pendidikan politik melalui sosialisasi
terhadap empat pilar kebangsaan.

Semua ini memperlihatkan betapa pentingnya pendidikan politik terhadap rakyat


Indonesia untuk memberikan pemahaman yang benar dalam menjadi warga negara yang baik,
terdidik, dan bertanggung jawab dalam berpolitik dan melihat politik sehingga nantinya politik
dapat dipakai sebagai cara sehat dalam memperjuangkan hidup rakyat yang adil dan sejahtera.
Pemahaman mengenai mendidik tersebut merupakan tujuan yang ingin dicapai dari pendidikan
politik Sutan Sjahrir menuju rakyat yang berkeadilan social. cita-cita Sutan Sjahrir mungkin
masih dapat dicapai, dengan tantangan zaman yang semakin rumit dan sistem demokrasi liberal
yang mendominasi dapat mengedepankan persaingan politik yang bebas dan dapat
dipertanggung jawabkan. Bentuk pemahaman Sutan Sjahrir yang dapat kita pakai dalam
berpolitik dewas ini adalah Pendidikan politik kerakyatan yang arus dilakukan untuk ; (1)
menyadarkan rakyat. Indonesia saat ini dengan kondisi politik dan politisi kontemporer yang
pragmatis dan oportunis, upaya untuk melawan terjadinya tindakan tersebut adalah pertama
dengan upaya penyadaran. Usaha pertama dalam penyadaran menurut Sjahrir adalah dengan
mengetahui terlebih dahulu hak dan kewajiban kita sebagai individu dan warga negara.

“Sebagai syarat buat memimpin rakyat menuju jalan kemerdekaan


ialah kesadaran rakyat atas hak dan kewajiban,… mendidik kesadaran
itu adalah salah satu fasal utama yang akan diusahakan oleh Club
Pendidikan Nasional Indonesia yang kita bangunkan” (Sutan Sjahrir,
1931:2).

Hak dalam penyadaran yang dimaksudkan tersebut adalah hak dalam memperoleh
politik sebagai sebuah pengetahuan tentang pergaulan hidup. Lalu kewajiban yang harus
disadarkan adalah mewujudkan keinginan bersama sebagai indikasi dari mensejahterakan
rakyat, kewajiban menjalankan politik bukan hanya diserahkan oleh segelintir orang, akan
tetapi harus berpangku pada diri sendiri dengan kedewasaan politik menghadapi permasalahan

25
dengan sikap dan kepala dingin. Pentingnya penyadaran juga dapat dilihat dari hasil survei
orientasi social, ekonomi dan politik generasi milenial, berikut hasilnya,

Gambar I
Hasil Survei Orientasi Sosial, Ekonomi dan Politik Generasi Milenial

Sumber : CSIS 2017


https://www.csis.or.id/uploaded_file/event/ada_apa_dengan_milenial____
paparan_survei_nasional_csis_mengenai_orientasi_ekonomi__sosial_dan_
politik_generasi_milenial_indonesia__notulen.pdf

Tingkat politik dalam kegiatan yang menarik minat bagi generasi milenial dan non-
milenial masih sangat rendah. Hanya 2.3 % untuk kaum milenial dan lebih tinggi 1% oleh
kaum non-milenial 3,4%. Hal ini mengindikasikan kesadaran akan hak dan kewajiban
masyarakat indonesia dalam berpolitik masih sangat kurang. Maka dari itu, dapatlah kita telaah
pemikiran Sutan Sjahrir dalam melihat upaya penyadaran kepada rakyat akan pentingnya
politik bagi kehidupannya. Karena politik harus menjadi sebuah pergaulan dalam kehidupan
masyarakat. Ketika kesadaran itu sudah ada dalah diri masyarakat, dengan pemahaman dan
nilai politik yang luhur maka perilaku oportunis dalam politik kontemporer sedikit demi sedikit
akan berkurang dan tereduksi menjadi politik yang sangat membangun dan terarah.

26
Setelah disadarkan, maka harus ada yang diperjuangkan dan pendidikan politik
kerakyatan dapat dipakai sebagai ; (2) perjuangan kemerdekaan. Penulis mengambil analogi
perjuangan kemerdekaan karena walaupun Indonesia telah merdeka, tidak berarti rakyatnya
secara serratus persen dapat merasakan kemerdekaan tersebut secara utuh, akan tetap ada sifat
dan unsur yang dapat mempengaruhi dan merebut kemerdekaan rakyat sebagai individu. Bagi
Sjahrir penjajahan adalah yang dihadapi baik dari dalam maupun dari luar diri kita. Penjajahan
dari luar menurutnya adalah penjajahan yang dilakukan oleh Belanda dan Jepang dalam
merusak nilai-nilai kehidupan rakyat indonesia dengan memberikan paham-paham
kolonialisme, imperialisme dan fasisme. Sedangkan dari dalam yaitu pertarungan terhadap diri
sendiri yang menganggap rendah budaya serta kehidupan bangsanya, sehingga menjadikan
dirinya sebagai budak dari budaya luar dalam pergaulan hidupnya. Dibahas oleh Sjahrir dalam
tulisannya di Daulat Ra’jat, tentang kaum intelektual dalam dunia politik Indonesia,

“Di negeri kita kaum yang terpaling banyak mendapat pendidikan ialah
kaum intelektual, yang karena kelebihan pendidikannya itu pergerakan
rakyat lantas mempunyai pengharapan dari mereka, sedang sebaliknya
karena pendidikannya itu pula ada tanda-tanda yang berlawanan dengan
keperluan rakyat. pendidikan yang ia terima sebenarnya belom lagi
dapat memberi kesanggupan untuk penunjukan jalan kepada rakyat.
kerap kali pendidikan yang ia terima mempertunjukkan ia seorang
analfabeet (buta) di dalam hal-hal yang bersangkutan dengan
kepentingan dan pergerakan rakyat, dan kadang- kadang pendidikannya
itu menjadi suatu halangan, suatu rem untuk mengetahui
kepentingan itu” (Sutan Sjahrir, 1931:6).

Penjajahan bukan berarti hanya dengan bentuk kekerasan dan militer, penjajahan hari
ini akan bersifat lebih halus dan menghasut. Efek yang ditimbulkan akan semakin tinggi karena
menimbulkan sikap-sikap yang mengikat dan menjadi sebuah budaya laten. Maka dari itu
penjajahan hari ini bersifat budaya atau cultural imperialism. Masuk dengan budaya populer
media yang berkembang secara global dan masuk ke Indonesia. Penjajahan budaya akhir-akhir
ini dicurigai muncul dari budaya populer asing yang pada titik tertentu mengaburkan sifat khas
kepribadian bangsa Indonesia. Budaya populer ditampilkan oleh media massa modern. Sesuai
dengan apa yang dikatakan oleh Sjahrir, bahwa politik akan selalu bersifat dinamis mengikuti

27
zaman. Hari ini adalah zaman yang selalu berkaitan dengan media, teknologi dan globalisasi.
kita dibutakan dan terlena dengan kondisi yang ada. Sehingga seolah-olah kita dijajah kembali
oleh perkembangan zaman, yang seharusnya menjadi keuntungan bagi kita karena akan
mempermudah pekerjaan manusia. penjajahan ini ketika sudah berkaitan dengan politik, maka
seolah-olah pula politik kita juga akan menjadi buruk dan tercoreng dengan sifat-sifat
pragmatis dan oportunis yang tercipta akibat penjajahan modern tersebut. Sehingga yang
ditawarkan oleh Sjahrir adalah dalam tulisannya,

“Dalam perjuangan untuk indonesia merdeka hanya semangat rakyat


dan kemauan rakyat yang berarti. Kalau kuat semangan dan kemauan itu,
maka tak ada kekuasan yang sanggup menyia-nyiakannya” (Sutan
Sjahrir, 1931:10).

Dengan demikian rakyat lah setelah sadar akan hak dan kewajiban, mereka harus berusaha
bersatu dengan kemauan yang kuat untuk merdeka dalam berpolitik sehat. Menjaga jarak
dengan segala dampak buruk yang diciptakan oleh globalisasi, dan modernisme.

Skema V
Skema Pend. Politik Kerakyatan Terhadap Perilaku Politik pragmatis

Sumber : Diolah oleh Peneliti (2018)

Akhri dari cara yang dapat ditelaah dari pemikiran Sutan Sjahrir adalah pendidikan
politik kerakyatan sebagai ; (3) perjuangan bangsa yang sudah merdeka. Ini adalah cara
akhir dalam proses pendidikan politik yang dilakukan oleh Sjahrir untuk rakyat indonesia.

28
Penulis menganggap bahwa bentuk praktis yang dilakukan oleh Sjahrir dalam cara ini adalah
dengan buku Perjuangan Kita dan pendidikan politik yang disampaikannya selama menjabat
sebagai ketua Partai Sosialis Indonesia. Dalam cara ini, yang menjadi kunci dari tindakan yang
akan dilakukan adalah oleh pada actor politik tersebut bersama dengan organisasi politik yang
dimana mereka bernaung. Dalam praktiknya, tindakan politik dalam partai adalah berdasarkan
kepada disiplin partai. Disiplin yang mengatur masalah yang menyangkut kepentingan pribadi
atau sukarela yang diselesaikan berdasarkan pada kombinasi pandangan atau prioritas
legislator secara individu (termasuk hati nurani mereka) dan loyalitas partai (Kelly dan
Ashiagbor, 2011:17). Tindakan oportunis yang muncul mungkin diakibatkan oleh partai yang
kekurangan basis ideologi yang kuat dan/atau demokrasi internal yang kurang memadai. Moch.
Shulthoni dalam tulisannya yang berjudul “perilaku oportunistik legislatif dalam penganggaran
daerah” menjelaskan bahwa perilaku oportunistik politisi biasa dilakukan dalam pembuatan
keputusan investasi publik, karena capital spending is highly descretionary yang berarti belanja
modal sangat bebas, dan juga representasi politik yang tidak layak serta institusi yang lemah
mengakibatkan perilaku oportunistik politisi itu muncul dan berkembang (Shultoni, 2017:31).

Kondisi ini harus lah segera dihilangkan dalam sikap para politisi di Indonesia, Sjahrir
dalam buku perjuangan kita menawarkan solusi untuk menciptakan dan memperbaiki partai
agar dapat lebih berfikir dan bertindak lebih revolusioner. Untuk menghadapi permasalahan
perilaku oportunis menurut Sjahrir adalah pemimpin yang harus memiliki jiwa yang
berbenteng ideologi, dan pengetahuan yang dibangun dan dibina di dalam suatu partai
revolusioner. Lalu dalam melawan tindakan oportunis yang kian menjamur di politik
kontemporer ini, juga haruslah dilakukan sebuah pendidikan terhadap para kader politik dan
masyarakat yang kelak akan melakukan tindakan politik untuk memiliki jiwa yang ideologis
dan pengetahuan serta bimbingan dari politik yang berstruktur seperti partai sehingga dapat
mengarahkan tindakan yang akan diambil lebih dewasa dan memiliki nilai-nilai politik yang
luhur dan dapat mensejahterakan rakyat. Bagi Sjahrir pendidikan adalah sebuah usaha dalam
pencerahan politik, dalam pengajaran dan pendidikan kepada anggota, bukan politik secara
langsung tanpa isi. Menghilangkan sikap feodal, egois, dan menjadikan para kadernya lebih
merakyat serta mempu memimpin rapat-rapat politik. Indonesia membutuhkan sebuah

29
pendidikan politik yang lebih tertutup seperti ini di dalam sistem pengkaderan partainya,
mungkin sudah cukup bagus sistematikanya, akan tetapi melihat perilaku oportunis yang kerap
dilakukan maka akan timbul pertanyaan terhadap isi dari pendidikan yang disampaikan.
Memperbaharui tidak selalu bertolak kepada hal baru, masa lalu bukan untuk ditinggalkan atau
dibuang, pemikiran Sjahrir adalahs alah satu contoh untuk kita melihat ke belakang untuk
selangkah maju ke depan.

SIMPULAN

Hidup sebagai seorang tokoh perjuangan kemerdekaan dengan jiwa sosialis dan sifat
negarawan yang dimiliki oleh Sutan Sjahrir, memberikan banyak kontribusi untuk rakyat
Indonesia dengan pemikiran-pemikiran yang melihat kedepan jauh mendahului zamannya.
Hidup dalam kultur akademis menyebabkan kesadaran dalam perjuangannya tidak melemah
dan bahkan karena pendidikannya itu Sjahrir sangat kritis dan peduli dengan nasib rakyatnya.
Tidak berkontribusi secara langsung dalam dunia pendidikan, tapi pendidikan yang
membawanya berjuang untuk rakyat, menjadikan rakyat Indonesia agar dapat berdiri sendiri
untuk kehidupannya. Mempelajari sosialisme karena sebuah dampak semangat zaman atau
zeitgeist di Eropa pasca perang Dunia Pertama (1914-1918), Sjahrir sudah melampaui jauh
dengan hidup seperti seorang sosialis dan benar-benar mempelajari sosialisme. Berhasil
membawa sebuah semangat baru dalam perjuangan, Sjahrir pulang ke Indonesia dengan misi
mendidik yang dibawanya lalu bergabung dengan Pendidikan Nasional Indonesia bersama
dengan Moh. Hatta yang pada saat itu adalah seniornya ketika bersekolah di Belanda. Terbang
begitu cepat Sjahrir muda terpilih menjadi ketua Pendidikan Nasional Indonesia. Perannya
dalam Pendidikan Nasional Indonesia, Sjahrir aktif dalam menulis artikel-artikel yang
diterbitkan dalam jurnal pendidikan pergerakan yaitu Daulat Ra’jat. Sjahrir dan Soebagio yang
merupakan bagian “Komite Pengajaran” dalam Pendidikan menulis juga program-program
dalam Pendidikan dengan metode Tanya – Jawab. Metode ini dinamakan dengan “150 Tanya
– Jawab, isinya adalah tanya –jawab mengenai kebijakan-kebijakan dan Landasan dalam
Pendidikan yang dipakai untuk melatih para kader dalam kursus Pendidikan dalam prakteknya
sehari-hari.

30
Sjahrir selama masa perjuangan kemerdekaan, bergerak selain sebagai organisator dan
cendekiawan, ia juga bergerak dalam politik. Kesadarannya terhadap politik diprakarsai oleh
tindakan dan penolakannya terhadap segala bentuk kolonialisme, fasisme, dan imperialisme.
Kondisi rakyat Indonesia yang begitu dirusak tatanan hidupnya menyadarkan Sjahrir bahwa
dalam perjuangan menuju kemerdekaan pun, selain dari penyatuan kekuatan rakyat, membakar
semangat rakyat, tapi juga harus mendidik rakyat. Sehingga rakyat dapat berjuang dengan
penuh tanggung jawab dan kedewasaan politik. Pemikiran Sutan Sjahrir tentang pendidikan
politik ini, tidak dapat dilepaskan dari cita-citanya untuk menjadikan sosialisme kerakyatan
sebagai pedoman dalam kehidupan rakyat indonesia dan pedoman hidup. Pendidikan dalam
pemikiran Sutan Sjahrir berlandaskan kepada Sosialisme untuk mewujudkan Keadilan Sosial
pada jiwa rakyat Indonesia. Dimana sosialisme adalah sebuah paham perjuangan kaum
tertindas terhadap kaum yang berkuasa. Dengan “Sosialisme Kerakyatan” sebagai jalan yang
dipilih, Sjahrir mengartikan Sosialisme sebagai suatu bentuk cara perjuangan kemerdekaan dan
kedewasaan manusia. Artinya adalah sosialisme dipakai sebagai alat untuk kemerdekaan dan
sekaligus untuk menjadikan rakyat supaya lebih dewasa yang berarti bebas dari penindasan,
perjuangan dalam melawan kemiskinan dan penghisapan antar manusia.

Mengkonsepsikan bentuk perjuangan sosialisme dengan kondisi di Indonesia dengan


perjuangan yang sedang dilakukan adalah terhadap penjajahan Belanda. Maka dari itu
perjuangan yang dilakukan oleh sosialisme tersebut adalah bersifat kerakyatan, karena
perjuangan yang dilakukan adalah untuk rakyat. Dengan upaya pendewasaan pemikiran rakyat,
pendidikan rakyat, dan tujuan semuanya itu adalah untuk kemakmuran rakyat dengan jalan
yang sangat demokratis dan bukan menindas, dengan kata lain sikap sosialisme Sjahrir adalah
sangat humanis. Setelah berhasil mengeksplorasi pemikiran Sutan Sjahrir, maka dapatlah
diperoleh implikasi teoritis berupa Pertama konsepsi pendidikan politik kerakyatan Sutan
Sjahrir adalah hasil dari kristalisasi sosialisme barat yang melekat dan dimodifikasi oleh
Sjahrir dengan kondisi dan perjuangan yang dilakukan di Indonesia melawan penjajahan
Belanda. Sehingga tercetuslah Sosialisme Kerakyatan mempengaruhi praksis pendidikan
politik Sjahrir yang disampaikan kepada rakyat Indonesia. Sebagai sebuah wujud dari
mewujudkan kemerdekaan dan cita-cita sosialis untuk Indonesia.

31
Kedua, bahwa konsep pendidikan politik dan sosialisme kerakyatan yang disampaikan
oleh Sjahrir, adalah juga bagian dari perwujudan kondisi keadilan sosial di Indonesia. Bersama
dengan pemerintah membangun negara dengan pedoman dan aturan-aturan sosialis.
Memanusiakan manusia, dengan nilai-nilai humanisme diberikan kepada rakyat untuk
mengupayakan kesadaran bahwa rakyat adalah aspek penting dalam sebuah negara.
Selanjutnya dapat juga diperoleh implikasi praktis dari pemikiran Sutan Sjahrir jika
diterapkan dalam kehidupan kita saat ini, Pertama sebagai bahan pertimbangan, refleksi, dan
renungan bagi pemerintah dalam permasalahan politik dan pendidikan politik yang terjadi
dewasa ini. Bahwa Sutan Sjahrir sudah sejak lama berjuang dalam sosialisme kerakyatannya
dengan nilai-nilai politik yang cermat dan budiman. Mungkin pada saat itu belum terdapat
media yang mempengaruhi politik seperti hari ini, akan tetapi tetap politik pragmatis dan sikap
oportunis tentu sudah ada sejak dahulu. Sjahrir dengan cermat dan tangkas bertindak bukan
dasar itu semua. Karena untuk menghilangkan sikap tersebut yang sedang menjamur hari ini,
diperlukan kembali sebuah renungan dalam membangun iklim politik yang kembali kepada
ideologi yang luhur dan bersaing dengan sehat dalam mewujudkan tujuan bangsa.Pendidikan
politik harus menjadi salah satu alat yang dianggap penting untuk memajukan kehidupan
demokrasi dan politik di Indonesia hari ini. Hal ini dapat menjadi masukan dan renungan
terhadap partai-partai politik di Indonesia untuk dapat mengutamakan pendidikan politik
dengan ideologi yang matang sehingga dapat menghasilkan kader-kader yang kreatif dan
inovatif dalam ide-ide politiknya untuk rakyat Indonesia. mengutamakan tujuan pendidikan
ketimbang tujuan pragmatis partai dalam meraih kekuasaan atau melanggengkan
kekuasaan. Sehingga peningkatan kualitas pendidikan untuk akder dan rakyat bukan menjadi
sebuah utopis semata. Ketiga dan terakhir yaitu diharapkan konsepsi Sosialisme Kerakyatan
dan Pendidikan Politik Sutan Sjahrir secara umum dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran
dan diskursus yang bersifat akademis.

Ketiga, Dari apa yang sudah disampaikan dan dijelaskan mengenai cara pendidikan
politik yang dilakukan oleh Sjahrir dan seharusnya menjadi contoh untuk mengambil tindakan
melawan sifat politik oportunis, maka dapat disimpulkan bahwa cara-cara dan saran yang dapat
ditelaah berdasarkan analisis yaitu ;

32
1. Melakukan pendekatan pendidikan politik kembali kepada nilai kerakyatan, bukan
sekedar untuk suara atau popularitas.
2. Menambahkan bobot pendidikan politik dari apa yang disampaikan kepada aktor
politik dalam kader partai yang lebih intensif sehingga dapat menghilangkan sikap
pragmatis dan oportunis.
3. Menjaga jarak dengan hasutan media dan kapitalisasi politik sehingga mengurangi
nilai politik sebagai komoditas.
4. Politik adalah soal memperbaiki nasib bangsa bukan nasib pribadi aktor politik.
5. Politik adalah cara terbaik dalam mewujudkan tujuan bersama, sehingga perbedaan
dalam politik adalah kawan terdekat, bukan sebagai musuh
6. Memberikan pemahaman ideologis dalam partai, sehingga perilaku yang menyimpang
seperti pembelotan dengan dalih oportunity dapat dihilangkan
Walaupun pada saat ditahun Sjahrir masih hidup, media-media mainstream saat ini belum ada
dan hadir dalam warna politik saat itu, akan tetapi pemikiran Sjahrir ini bisa dikaitkan dengan
konteks hari ini. Karena kembali lagi, seperti yang dikatakan oleh Rosihan Anwar, bahwa
Sutan Sjahrir adalah sosok manusia yang berkembang dan berfikir jauh melewati batas
zamannya.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Abdulghani, Roeslan. (1964). Sosialisme Indonesia, cetakan ke 4. Jakarta : yayasan prapanca.

Anwar, Rosihan. (2011). Sutan Sjahrir, Negarawan, Humanis, Demokrat Sejati yang
mendahului zamannya. Jakarta: Kompas.

Budiardjo, Miriam. (2008) Dasar-Dasar Ilmu Politik. Jakarta : Gramedia Pustaka

Freire, Paulo. (1999). Politik Pendidikan (kebudayaan,kekuasaan, dan pembebasan).


Translated by Fuad Arif Agung Prihantoro. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Offset.

Kayam, Umay .(1999). Guru Bangsa Edisi Khusus Mengenang 90th Sutan Sjahrir “Saling
Mendidik dalam Pendidikan”. Jakarta : Pusat Dokumentasi Politik Guntur
49.

33
Kelly Norm, Ashiagor Sefakor. (2011). Partai Politik dan Demokrasi dalam Perspektif
Teoritis dan Praktis. washington: National Democratis Institute.

Legge, John David. (1981). "Daulat Ra'jat and The Ideas of The Pendidikan Nasional
Indonesia." Cornell's Journal Indonesia No.32: 151-168.

Legge, John David. (1993). Kaum Intelektual dan Perjuangan Kemerdekaan - Peranan
Kelompok Sjahrir. Translated by Hasan Basari. Jakarta: Pustaka Utama
Grafiti.

Mangunwijaya, Y.B. (1994). Manusia dalam Kemelut Sejarah,Cetakan keenam “Dilema


Sutan Sjahrir Antara Pemikir dan Politikus. Jakarta :LP3ES.

Mintz, Jeanne S. (2003). Muhammad, Marx, Marhean : Akar Sosialisme Indonesia.


Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Mrazek, Rudolf. (1996). Sjahrir politik dan pengasingan di Indonesia . Translated by


Yayasan Obor Indonesia. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.

Salim, Solichin. (1990). Sjahrir Wajah Seorang Diplomat. Jakarta: Centre For Islamic Studies
and Research .
Sjahrir, Sutan. (1945). Perjuangan Kita. Jakarta : Percertakan Republik Indonesia.

Sjahrir, Sutan. (1982). Sosialisme Indonesia Pembangunan. Jakarta: Lembaga Penunjang


Pembangunan Nasional.

Sjahrir, Sutan. (2000). Pikiran dan Perjuangan. Yogyakarta: Jendela.

Tas, Salomon. (1969). Souvenier of Sjahrir. Translated by Ruth McVey. Indonesia 8.

Tempo. n.d. (2017). Sjahrir peran besar bung kecil. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia.

34
Jurnal

Argenti, Gili. 2017. "Kiprah Politik Partai Sosialis Indonesia." Jurnal Politikom Indonesiana
II: 1-14.

Faturochman. (1999). Keadilan Sosial : Suatu Tujuan Tindajaun Psikologi, Buletin Psikologi,
Tahun VII, No.1, Juni, 13-27

Purwanto. N. Agus. (2008) “Pengaruh Politik dalam Bidang Pendidikan” Jurnal Manajemen
Pendidikan, No.02/th IV/Oktober.

Sjahrir, Sutan, “Kaum Intellectueel Dalam Doenia Politik Indonesia”. Daulat Ra’jat, No.6/
Tahun 1, 10 November 1931.

Sjahrir, Sutan, “Hidoeplah Kera’jatan” Daulat Ra’jat, No.2/ Tahun 1 ,30 September 1931.

Sjahrir, Sutan, “Sekedar Azas, Taktiek, dan Strategie Perdjoangan Kita” Daulat Ra’jat, No.3/
Tahun 1 ,10 Oktober 1931.

Syahra, Cut Junianty. (2012). "Pemikiran Politik Sutan Sjahrir." Jurnal Dinamika Politik I:
31- 36.

35

Anda mungkin juga menyukai