Anda di halaman 1dari 13

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada hakekatnya pembangunan nasional adalah pembangunan di segala bidang
kehidupan yang dilaksanakan secara menyeluruh dan berkesinambungan, termasuk
pembangunan dalam bidang kesehatan. Pembangunan kesehatan bertujuan untuk meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat kepada semua orang agar terwujud derajat
kesehatan yang optimal. Di dalam bidang kesehatan, kesehatan lingkungan sudah dicanangkan
sebagai hak asasi dan setiap orang memerlukan lingkungan yang baik dan sehat memiliki
kewajiban memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan dan lingkungannya, seperti yang
dinyatakan dalam Undang – Undang Nomor 36 Tahun 2009 Bab XI pasal 162 yaitu :
“Upaya kesehatan lingkungan ditujukan untuk mewujudkan kualitas lingkungan yang sehat,
baik fisik, kimia, biologi, maupun sosial yang memungkinkan setiap orang mencapai derajat
kesehatan yang setinggi – tingginya.”
Di dalam lingkungan yang sehat akan mendukung manusia untuk hidup sehat dan
sebaliknya lingkungan yang tidak sehat akan membahayakan kesehatan, keselamatan dan
kehidupan manusia. Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka Kementerian Kesehatan
telah menetapkan sebagai pokok program lingkungan sehat yaitu program wilayah / kawasan
sehat, program kesehatan dan keselamatan kerja, program hygiene dan sanitasi tempat – tempat
umum serta program pemukiman, perumahan dan bangunan sehat. Program hygiene dan
sanitasi tempat - tempat umum merupakan salah satu pokok program lingkungan sehat yang
bertujuan untuk meningkatkan kualitas tempat - tempat umum yang memenuhi persyaratan
kesehatan sehingga dapat melindungi masyarakat dari penularan penyakit, keracunan,
kecelakaan, pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan lainnya. Tempat-tempat umum
memiliki potensi sebagai tempat terjadinya penularan penyakit, pencemaran lingkungan,
ataupun gangguan kesehatan lainnya. Yang dimaksud dengan Tempat-tempat umum meliputi
hotel / penginapan lain, rumah makan / tempat pengolahan makanan lain, taman rekreasi /
tempat hiburan lain, rumah sakit / sasaran pelayanan kesehatan lain, sarana ibadah dan
pendidikan, serta sarana dan prasarana angkutan umum dan sebagainya.
Lingkungan yang harus dijaga kesehatannya salah satunya adalah rumah sakit. Rumah
sakit merupakan salah satu tempat umum yang berfungsi sebagai sarana pelayanan kesehatan
yang mempunyai peran penting dalam menyelenggarakan berbagai upaya kesehatan yang
menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan seperti peningkatan kesehatan, pencegahan
penyakit, penyembuhan penyakit, serta pemulihan penyakit. Berdasarkan KepMenKes RI
No.1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit
dinyatakan bahwa :
“Rumah sakit sebagai sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya orang sakit maupun
orang sehat, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan terjadinya
pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan. Kegiatan–kegiatan yang dilakukan dituntut
untuk selalu dalam kondisi dan keadaan yang saniter serta sesuai dengan peraturan- peraturan
yang berlaku. Pelayanan kesehatan yang diberikan harus bermutu,
dimana hal ini juga dipengaruhi oleh tersedianya sarana dan prasarana yang mendukung dari
setiap kegiatan yang dilakukan.
Rumah sakit adalah bagian integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan
fungsi menyediakan pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah sakit juga merupakan pusat
pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medis. Dari berbagai kegiatannya, rumah
sakit menghasilkan berbagai macam limbah yang berupa cair, limbah padat dan limbah gas.
Hal ini mempunyai konsekuensi perlunya pengelolaan limbah rumah sakit sebagai bagian dari
kegiatan penyehatan lingkungan rumah sakit yang bertujuan untuk melindungi masyarakat dari
bahaya pencemaran lingkungan yang bersumber dari limbah rumah sakit. Limbah layanan
kesehatan termasuk rumah sakit mencakup semua hasil buangan yang berasal dari instalasi
kesehatan, fasilitas penelitian dan laboratorium (WHO, 1999). Sekitar 75%-90% limbah yang
berasal dari instalasi kesehatan merupakan limbah yang tidak mengandung resiko atau limbah
umum dan menyerupai limbah rumah tangga. Limbah tersebut kebanyakan berasal dari
aktivitas administratif dan keseharian instalasi, disamping limbah yang dihasilkan selama
pemeliharaan bangunan instalasi tersebut. Sisanya 10%-20% merupakan limbah yang
dipandang berbahaya dari layanan kesehatan (WHO, 1999).
Rumah sakit sebagai suatu industri jasa yang memberikan pelayanan kesehatan kepada
masyarakat baik yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Namun, selain memberikan pula
berbagai kemungkinan dampak negatif berupa pencemaran, apabila pengelolaan limbahnya
tidak dikelola dengan baik sesuai dengan prinsip-prinsip pengelolaan lingkungan secara
menyeluruh (Muslim, 2002).
Hasil Rapid Assessment tahun 2002 yang dilakukan oleh Ditjen P2MPL Direktorat Penyediaan
Air dan Sanitasi yang melibatkan Dinas Kesehatan Kabupaten dan Kota, menyebutkan bahwa
sebanyak 648 rumah sakit dari 1.476 rumah sakit yang ada, yang memiliki insinerator baru
49% dan yang memiliki Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) sebanyak 36%. Dari jumlah
tersebut kualitas limbah cair yang telah melalui proses pengolahan yang memenuhi syarat baru
mencapai 52%.
Berdasarkan penelitian, suatu rumah sakit lebih banyak menghasilkan limbah padat non medis
atau limbah domestik. Volume limbah padat non medis umumnya mencapai 85% dari total
volume limbah suatu rumah sakit dan limbah padat medis rumah sakit sekitar 15% (Ditjen
PPM & PLP, 2000). Hasil penelitian di Rumah Sakit Jawa Barat menunjukan sebagian besar
limbah non medis yang timbul di rumah sakit adalah limbah biomassa (limbah basah) dengan
perincian biomassa 40,0%, kertas 23,9%, pecah belah 8,5%, logam 1,4%, bahan bangunan 1%
dan lain-lain (kulit, karet, tekstil, kayu) 5,2% (Kualita, 2001). Dan berdasarkan data
pengolahan limbah padat Rumah Sakit Kanker “Dharmais” tahun 2008, aktivitas rumah sakit
menghasilkan limbah medis sebesar 26,88% dan limbah non medis sebesar 73,12%. Hal
tersebut menunjukkan limbah padat non medis berpotensi lebih besar untuk mencemari
lingkungan dan menyebabkan gangguan kesehatan dibandingkan dengan limbah padat medis
apabila pengelolaan tidak berjalan dengan baik (Putri, 2009).
Dalam profil kesehatan Indonesia, Departemen kesehatan, 1997 diungkapkan seluruh rumah
sakit di Indonesia berjumlah 1090 dengan 121.996 tempat tidur. Hasil kajian terhadap 100
rumah sakit di Jawa dan Bali menunjukan bahwa rata-rata produksi sampah sebesar 3,2 kg per
tempat tidur per hari. Sedangkan produksi limbah cair sebesar 416,8 liter per tempat tidur per
hari. Analisis lebih jauh menunjukkan, produksi sampah (limbah padat) berupa limbah
domestik sebesar 76,8 persen dan berupa limbah infeksius sebesar 23,2 persen. Diperkirakan
secara nasional produksi sampah (limbah padat) rumah sakit sebesar 376.089 ton per hari dan
produksi air limbah sebesar 48.985,70 ton per hari. Dari gambaran tersebut dapat dibayangkan
betapa besar potensi rumah sakit untuk mencemari lingkungan dan kemungkinannya
menimbulkan kecelakaan serta penularan penyakit. Rumah sakit menghasilkan limbah dalam
jumlah besar, beberapa diantaranya membahayakan kesehatan di lingkungannya. Di negara
maju, jumlah limbah diperkirakan 0,5-0,6 kilogram per tempat tidur rumah sakit per hari.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh LPKK Tahun 2006 pengelolaan limbah rumah sakit di
Indonesia menunjukan hanya 53, 4% rumah sakit yang melaksanakan pengelolaan limbah cair
dan dari rumah sakit yang mengelola limbah tersebut 51,1% melakukan dengan instalasi IPAL
dan septic tank (tangki septik). Pemeriksaan kualitas limbah yang dihasilkan hanya dilakukan
oleh 57,5% rumah sakit dan dari rumah sakit yang melakukan pemeriksaan tersebut sebagian
besar telah memenuhi syarat baku mutu 63% (LPKK, 2006).
Indonesia merupakan negara dengan sistem sanitasi (pengolahan air limbah domestik) terburuk
ketiga di Asia Tenggara setelah Laos dan Myanmar. Menurut data status Lingkungan Hidup
Indonesia tahun 2002, tidak kurang dari 400.000 m3/ hari limbah rumah tangga dibuang
langsung ke sungai dan tanah, tanpa melalui pengolahan terlebih dahulu. 61,5% dari jumlah
tersebut terdapat di Pulau Jawa (Antara News, 2006). Minimisasi limbah merupakan salah satu
target dalam konsep manajemen lingkungan yang saat ini banyak diterapkan di industri
termasuk rumah sakit. Konsep minimisasi limbah merupakan prioritas pengelolaan limbah
tingkat tertinggi dengan pengelolaan dan penyingkiran limbah (Muslim, 2002). Hirarki
minimisasi limbah dalam konsep pencegahan pencemaran dimulai dari reduksi pada sumber
(source reduction), pemanfaatan kembali (recycling atau reclaim), pengolahan (treatment) dan
pembuangan atau pemusnahan (disposal) (Bishop, 2000).
Selain membawa dampak positif bagi masyarakat, yaitu sebagai tempat menyembuhkan orang
sakit, rumah sakit juga memiliki kemungkinan membawa dampak negatif. Dampak negatifnya
dapat berupa pencemaran dari suatu proses kegiatan karena ketidaksempurnaan dari
penanganan pengelolaan rumah sakit. Salah satunya adalah proses pengelolaan air limbah atau
limbah cair. Limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan dirumah sakit berisiko menimbulkan
pencemaran dan memberikan dampak buruk pada kesehatan manusia, lingkungan dan tempat
kerja bila limbah yang dihasilkan tidak dikelola dengan baik.
Oleh karena itu diperlukan sistem pengolahan limbah cair di rumah sakit dengan teknologi
yang ramah lingkungan, mudah dioperasikan, mudah dipelihara, serta terencana sehingga dapat
meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan.
Berdasarkan pemaparan diatas dapat dilihat bahwa pentingnya pengelolaan limbah cair di
rumah sakit karena itu peneliti tertarik untuk mengamati “Gambaran Sistem Pengelolaan
Limbah Cair di RS Hermina Galaxy”.

1.2 Tujuan Penelitian


1.2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui gambaran umum mengenai pengelolaan limbah cair di RS Hermina Galaxy
1.2.2 Tujuan khusus
a. Untuk mengidentifikasi pengolahan pendahuluan (Pre-Treatment) dalam pengolahan limbah
cair di RS Hermina Galaxy
b. Untuk mengidentifikasi pengolahan pertama (Primary Treatment) dalam pengolahan limbah
cair di RS Hermina Galaxy.
c. Untuk mengidentifikasi pengolahan kedua (Secondary Treatment) dalam pengolahan limbah
cair di RS Hermina Galaxy.
d. Untuk mengidentifikasi pengolahan lanjutan (Tertiary Treatment) dalam pengolahan limbah
cair di RS Hermina Galaxy.

1.3 Manfaat Penelitian


1.3.1 Bagi Penulis
a. Sebagai sarana untuk menerapkan dan mengaplikasikan ilmu pengetahuan atau teori dalam
bidang keselamatan dan kesehatan kerja khususnya tentang pengelolaan limbah cair.
b. Mendapatkan pengetahuan mengenai pengelolaan limbah cair di RS Hermina Galaxy.
c. Membentuk keterampilan profesional dalam menetapkan masalah kegiatan sanitasi
lingkungan.
d. Melatih kemampuan untuk melakukan observasi atau pengamatan di RS Hermina Galaxy.
e. Menambah pengalaman bekerja mahasiswa tentang sanitasi di RS Hermina Galaxy
f. Mendapatkan informasi dan masukkan dari RS Hermina Galaxy.

1.3.2 Bagi Akademik


Sebagai bahan masukkan dan perbandingan untuk penelitian selanjutnya mengenai pengelolaan
limbah cair serta sebagai alternatif penilaian tentang kesuksesan dalam penyelenggaraan
pendidikan di Universitas Esa Unggul khususnya peminatan K3 Industri.

1.3.3 Bagi Pihak Rumah Sakit


a. Sebagai bahan informasi dan rekomendasi mengenai pengelolaan limbah cair guna untuk
pengambilan kebijakan yang terkait dengan hal tersebut.
b. Mendapatkan masukan dan kejelasan tentang sanitasi yang terdapat di RS Hermina Galaxy
dalam upaya meningkatkan penyehatan lingkungan khususnya dalam pengelolaan limbah cair
c. Mendapatkan interaksi dengan tenaga jurusan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Industri
(K3I) Universitas Esa Unggul yang dapat dilanjutkan dengan kerjasama lainnya untuk
kemajuan RS Hermina Galaxy.
d. Mendapatkan bantuan tenaga mahasiswa dalam kegiatan operasional dan teknis
1.3.4 Bagi Mahasiswa
Sebagai bahan informasi tentang pengelolaan limbah cair khususnya di rumah sakit dan dapat
dijadikan sebagai data referensi untuk penelitian lebih lanjut.

1.3.5 Bagi Universitas Esa Unggul


a. Sebagai bahan bacaan dan masukkan mengenai pengelolaan limbah cair.
b. Untuk menambah bahan referensi atau kepustakaan untuk acuan bagi mahasiswa dalam
penelitian selanjutnya.
BAB II

2.1 Landasan Teori


Air merupakan salah satu senyawa kimia yang terdapat di alam secara berlimpahlimpah
akan tetapi ketersediaan air yang memenuhi syarat bagi keperluan manusia relative sedikit
karena dibatasi oleh berbagai faktor (Effendi, 2003). Habitat air tawar menempati daerah yang
relatif kecil pada permukaan bumi dibandingkan habitat laut dan daratan namun habitat ini
mempunyai kepentingan bagi manusia jauh lebih berarti karena habitat air tawar merupakan
sumber air yang praktis dan murah untuk berbagai keperluan, baik rumah tangga, domestik,
maupun industri. Selain itu ekosistem air tawar menawarkan sistem pembuangan yang
memadai dan paling murah (Odum, 1996).
Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi
kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga
merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementrian Negara Lingkungan
Hidup, 2010). Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti
udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati (bangkai),
kotoran manusia atau hewan, bahan organik lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut
mungkin tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air karena
lingkungan hidupnya yang tidak cocok.
2.1.1 Mikrobilogi Air
Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti udara,
tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati (bangkai), kotoran
manusia atau hewan, bahan organik lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut
mungkin tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air karena
lingkungan hidupnya yang tidak cocok.
Air dapat merupakan medium pembawa mikroorganisme patogenik yang berbahaya
bagi kesehatan. Patogen yang sering ditemukan di dalam air terutama adalah bakteri-bakteri
penyebab infeksi saluran pencernaan seperti Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera,
Shigella dysenteriaepenyebab disentri basiler, Salmonella typhosa penyebab tifus, dan S.
Paratyphi penyebab paratifus (Fardiaz, 1992).
Menurut Mulyani (1992) fraksi-fraksi yang terdapat dalam contoh air pada umumnya adalah
a. Jasad hidup dan mati
b. Bahan terlarut :
1. Anorganik (umumnya ion-ion).
2. Organik (senyawa anorganik)
2.1.2 Limbah
Limbah adalah buangan yang kehadiran nya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak
dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomi. Limbah yang mengandung bahan
polutan yang memiliki sifat racun dan berbahaya dikenal dengan limbah B-3, yang dinyatakan
sebagai bahan yang dalam jumlah relatif sedikit tetapi berpotensi untuk merusak \ lingkungan
hidup dan sumber daya. Bila ditinjau secara kimiawi, bahan-bahan ini terdiri dari bahan kimia
organik dan anorganik (Kristanto,2004).
2.1.3 Klasifikasi Limbah
2.1.3.1 Berdasarkan Karakteristiknya
Berdasarkan wujud atau karakteristiknya limbah indutri dapat digolongkan menjadi tiga
bagian, yaitu:
a. Limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh kegiatan industri
yang dibuang kelingkungan dan diduga dapat mencemari lingkungan (Suharto,2011).

b. Limbah gas dan partikel adalah limbah yang banyak dibuang ke udara. Gas/asap, partikulat,
dan debu yang dikeluarkan oleh pabrik keudara akan dibawa angin sehingga akan memperluas
jangkauan pemaparan nya. Partikel adalah butiran halus yang mungkin masih terlihat oleh mata
telanjang, seperti uap air, debu, asap, dan kabut (Kristanto,2004).
c. Limbah padat adalah hasil buangan industri yang berupa padatan, lumpur, dan bubur yang
berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu
limbah padat yang dapat di daur ulang (misalnya palstik, tekstil, potongan logam) dan limbah
padat yang tidak memiliki nilai ekonomis (Kristanto, 2004).
Logam juga dapat menyebabkan timbulnya bahaya pada mahluk hidup. Hal ini terjadi jika
sejumlah logam mencemari lingkungan. Logam-logam tertentu sangat berbahaya jika
ditemukan dalam konsentrasi tinggi pada lingkungan, karena logam tersebut mempunyai sifat
yang dapat merusak jaringan tubuh mahluk hidup(Darmono,1995).
2.1.3.2 Berdasarkan Sumber Pencemar
Penggolongan limbah berdasarkan sumber pencemar dapat dibedakan menjadi dua,
yaitu:
a. Sumber domestik (Rumah Tangga)
Limbah domestik adalah semua limbah yang berasal dari kamar mandi, WC, dapur, tempat cuci
pakaian, apotik, rumah sakit, dari perkampungan, kota, pasar, jalan, terminal dan sebagainya.
b. Sumber non-domestik
Limbah non-domestik sangat bervariasi, diantaranya berasal dari pabrik, pertanian, peternakan,
perikanan, transportasi, dan sumber-sumber lainnya (Kristanto,2004) Air limbah non-domestik
atau lebih dikenal dengan air limbah industri, volume dan kualitasnya sangat bervariasi
tergantung pada jenis kegiatan yang menghasilkan limbah tersebut.
Ada empat karakteristik air limbah terkait dengan sifat-sifat air limbah tersebut dalam proses
pengolahannya, yaitu,
(a) air limbah yang biodegradabel sempurna (completely biodegradabel),
(b) air limbah biodegradabel,
(c) air limbah non-biodegradabel,
(d) airlimbah unbiodegradabel.
Indikasi karakteristik air limbah tersebut adalah sebagai berikut:
1. Biodegradabel sempurna, BOD/COD > 75%
2. Biodegradabel, BOD/COD > 50%
3. Non-biodegradabel, BOD/COD < 50%
4. Un-biodegradabel, BOD/COD < 25%

Rumah sakit merupakan instansi pelayanan kesehatan yang memiliki kegiatan pokok
dalam pelayanan preventif, kuratif, rehabilitasi, dan promosi. Kegiatan tersebut akan
menimbulkan dampak positif maupun negatif bagi masyarakat dan lingkungan. Dampak positif
rumah sakit di antaranya adalah meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, sedangkan
dampak negatifnya di antaranya adalah rumah sakit menghasilkan limbah yang berbahaya.
Sebagai unit pelayanan masyarakat, maka Rumah Sakit dalam melakukan aktivitasnya tidak
terlepas dari permasalahan limbah cair rumah sakit. Sesuai dengan Peraturan Menteri
Lingkungan Hidup No 5 Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah terdapat beberapa
parameter air limbah rumah sakit diantaranya parameter fisika yang meliputi suhu, zat padat
terlarut, zat padat tersuspensi, parameter kimia yang meliputi pH, BOD, COD, TSS, ammonia
nitrogen, minyak dan lemak, dan parameter biologi yang meliputi total coliform.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air yang
sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa
organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya serta
mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit.
.

2.2 Kerangka Teori


Air merupakan salah satu sumber daya alam yang memiliki fungsi sangat penting bagi
kehidupan dan perikehidupan manusia, serta untuk memajukan kesejahteraan umum, sehingga
merupakan modal dasar dan faktor utama pembangunan (Kementrian Negara Lingkungan
Hidup, 2010). Mikroorganisme yang terdapat di dalam air berasal dari berbagai sumber seperti
udara, tanah, sampah, lumpur, tanaman hidup atau mati, hewan hidup atau mati (bangkai),
kotoran manusia atau hewan, bahan organik lainnya, dan sebagainya. Mikroorganisme tersebut
mungkin tahan lama hidup di dalam air, atau tidak tahan lama hidup di dalam air karena
lingkungan hidupnya yang tidak cocok.
Air limbah yang berasal dari rumah sakit merupakan salah satu sumber pencemaran air
yang sangat potensial. Hal ini disebabkan karena air limbah rumah sakit mengandung senyawa
organik yang cukup tinggi, mengandung senyawa-senyawa kimia yang berbahaya serta
mengandung mikroorganisme pathogen yang dapat menyebabkan penyakit.

2.3 Penelitian Terkait

No Nama , Tahun Judul Variabel Hasil


Indikator
1 Setyanto,Restu,dkk, Efektifitas Pengunaan Pengolahan Perlakuan constructed
2016 Karbon Aktif dan kadar COD wetlands pada kontrol, dan
Karang Jahe Sebagai sebesar perlakuan constructed
Filtrasi Untuk 86,18 mgL wetlands melati air, dan
Menurunkan Kadar menjadi gabungan melati air dan
Amoniak Limbah 39,88 mg/ karbon aktif, dan sudah
Cair Rumah Sakit efektif dalam menurunkan
Semen Gresik kadar COD limbah cair
Rumah sakit Banyumanik
Semarang ditunjukkan dari
nilai efisiensi yang
diperoleh sudah dibawah
NAB
2 Ulliaji, Arivia.dkk, Efektifitas Variasi Dosis 650, Keefektifan semua variasi
2016 Dosis Kaporit Dalam 700, 750, dosis
Menurunkan Kadar 800, dan 850 kaporit adalah sudah sangat
Amoniak Limbah Cair mg/l, kadar efektif karena mampu
Rumah Sakit Roemani ammonia menurunkan kadar amoniak
Semarang mengalami hingga di atas 80% menurut
penurunan kategori tingkat efektivitas.
menjadi
0,48, 0,28,
0,28 0,36,
dan 0,32
mg/l

BAB III
3.1 Kerangka Konsep
Input-proses-output

3.2 Definisi Istilah

3.3 Lokasi dan Waktu


3.4 Informan Penelitian

Informan kunci
utama
pendukung
3.5 Triangulasi
Metode
Sumber

3.6 Instrumen Penelitian


Analisa Data

DAFTAR PUSTAKA
Chandra, Budiman. Pengantar Kesehatan Lingkungan. (Jakarta : EGC. 2006)
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 1204/Menkes/SK/X/2004 tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit. Jakarta: Departemen Kesehatan.
Undang–undang RI Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan.
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 340/MENKES/PER/III/2010 tentang
Klasifikasi Rumah Sakit.
Pedoman Teknis Instalasi Pengolahan Air Limbah dengan Sistem Biofilter Anaerob-aerob pada
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. (Jakarta : Direktorat Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana
Kesehatan. 2011)
Setyono,Restu.dkk.Efektifitas Pengunaan Karbon Aktif dan Karang Jahe Sebagai Filtrasi Untuk
Menurunkan Kadar Amoniak Limbah Cair Rumah Sakit Semen Gresik. Journal Kesehatan
Masyarakat Volume 4, Nomor 1, Januari 2016 (ISSN: 2356-3346)
Ulliaji, Arivia.dkk. Efektifitas Variasi Dosis Kaporit Dalam Menurunkan Kadar Amoniak Limbah
Cair Rumah Sakit Roemani Semarang. JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 4,
Nomor 4, Oktober 2016 (ISSN: 2356-3346)

Anda mungkin juga menyukai