Anda di halaman 1dari 59

BAB I PENDAHULUAN

1.1. Umum
Metode Numerik adalah teknik untuk menyelesaikan permasalahan-
permasalahan yang diformulasikan secara matematis dengan cara operasi hitungan
(arithmatic).
Dalam metode numerik ini dilakukan operasi hitungan dalam jumlah yang sangat
banyak dan berulang-ulang. Oleh karena itu diperlukan bantuan komputer untuk
melaksanakan operasi hitungan tersebut. Metode numerik juga mampu menyelesaikan
suatu sistem persamaan yang besar, tidak linier dan sangat kompleks yang tidak
mungkin diselesaikan secara analitis.
Karenanya mata kuliah ini diajarkan untuk membantu mahasiswa menyelesaikan
perhitungan numerik dan menyelesaikannya dengan bantuan komputer.
Ruang lingkup metode numerik antara lain mencari akar-akar persamaan dan
mencari akar dari suatu sistem persamaan simultan.

1.2. Kesalahan (error)


Penyelesaian secara numeris dari suatu persamaan matematik hanya memberikan nilai
perkiraan yang mendekati nilai eksak (yang benar) dari penyelesaian analitis. Berarti
dalam penyelesaian numerik tersebut terdapat kesalahan terhadap nilai eksak. Ada tiga
macam kesalahan yaitu kesalahan bawaan, kesalahan pembulatan dan kesalahan
pemotongan.
1. Kesalahan bawaan adalah kesalahan dari nilai data. Kesalahan tersebut bisa
terjadi karena kekeliruan dalam menyalin data, salah membaca skala atau
kesalahan karena kurangnya pengertian mengenai hukum-hukum fisik dari data
yang diukur.
2. Kesalahan pembulatan, karena tidak diperhitungkannya beberapa angka terakhir
dari suatu bilangan.
3. Kesalahan pemotongan, terjadi karena tidak dilakukannya hitungan sesuai
dengan prosedur matematik yang benar. Contoh : proses tak terhingga diganti
dengan proses hingga.
1.3. Kesalahan Absolut dan Relatif
Hubungan antara nilai eksak, nilai perkiraan dan kesalahan dapat diberikan
dalam bentuk berikut ini.
p  p  E e

Dengan : p = nilai eksak


p= nilai perkiraan
Ee = kesalahan terhadap nilai eksak
Indeks e menunjukkan bahwa kesalahan dibandingkan terhadap nilai eksak. Dari bentuk
persamaan diatas , didapat bahwa kesalahan adalah perbedaan antara nilai eksak dan
nilai perkiraan.
1. Kesalahan Absolut
Dinyatakan dengan rumus :
E e  p  p (1.1)
Kesalahan absolut tidak menunjukkan besarnya tingkat kesalahan. Contoh : kesalahan 1
cm pada pengukuran pensil akan sangat terasa dibanding dengan kesalahan yang sama
pada pengukuran panjang jembatan.
2. Kesalahan Relatif
Besarnya tingkat kesalahan dapat dinyatakan dapat dinyatakan dalam bentuk kesalahan
relatif, yaitu dengan membandingkan kesalahan yang terjadi dengan nilai eksak.
Jadi, kesalahan relatif terhadap nilai eksak adalah :
Ee
e  (1.2)
p

Atau bisa diberikan dalam bentuk persen, menjadi :


Ee
e   100% (1.3)
p

Dari persamaan (1.1), (1.2) dan (1.3) yang dibandingkan terhadap nilai eksak, maka
kesalahan yang dinyatakan berdasarkan pada nilai perkiraan terbaik dari nilai eksak
dapat dirumuskan sebagai berikut :

a   100% (1.4)
p

Dengan :

 : kesalahan terhadap nilai perkiraan terbaik


p : nilai perkiraan terbaik
indeks a : menunjukkan kesalahan dibandingkan terhadap nilai perkiraan
(approximate value).
Contoh :
Hitung kesalahan yang terjadi dari nilai ex dengan x = 0,5 apabila hanya diperhitungkan
beberapa suku pertama saja. Nilai eksak dari e0,5 = 1,648721271.
x2 x3 x4
ex  1 x     .........
2! 3! 4!
a. Diperhitungkan satu suku pertama,
ex  1
Kesalahan relatif terhadap nilai eksak dihitung dengan rumus (1.3),
Ee 1,648721271  1
e   100%   100%  39,35%
p 1,648721271

b. Diperhitungkan dua suku pertama,


ex  1 x
untukx  0,5,
e 0, 5  1  0,5  1,5
Kesalahan,
1,648721271  1,5
e   100%  9,02%
1,648721271

Kesalahan berdasarkan perkiraan terbaik dihitung dengan rumus (1.4) :


 1,5  1
a   100%   100%  33,33%
p 1,5
Hasil hitungan kesalahan dalam bentuk tabel :

Suku Hasil e % a %
1 1 39.3 0
2 1,5 9.02 33.3
3 1.625 1.44 7.69
4 1.645833333 0.175 1.27
5 1.648437500 0.0172 0.158

1.4. Deret Taylor


1.4.1. Persamaan Deret Taylor
Deret Taylor merupakan dasar untuk menyelesaikan masalah dalam metode
numerik, terutama penyelesaian persamaan diferensial. Jika suatu fungsi f(x) diketahui
di titik xi dan semua turunan dari f terhadap x diketahui pada titik tersebut, maka
dengan deret Taylor dapat dinyatakan nilai f pada titik xi+1 yang terletak pada jarak x
dari titik xi.
x x 2 x 3
f ( xi  1)  f ( xi)  f ' ( xi)  f ' ' ( xi)  f ' ' ' ( xi)
1! 2! 3!
(1.5)
x n
 .......  f n ( xi)  Rn
n!

Dengan :
f(xi) : fungsi di titik xi
f(xi+1) : fungsi di titik xi+1
f’, f”,....fn : turunan pertama, kedua,....., ke n dari fungsi
x : jarak antara xi dan xi+1
Rn : kesalahan pemotongan
! : operator faktorial, misalkan bentuk 3! = 1 x 2 x 3; 4! = 1 x 2 x 3 x 4
Dalam persamaan (1.5) kesalahan pemotongan Rn diberikan oleh bentuk berikut ini.
n 1 x n 1 n2 x n  2
Rn  f ( xi )  f ( xi)  ........ (1.6)
(n  1)! (n  1)!

Persamaan (1.5) yang mempunyai suku sebanyak tak terhingga akan memberikan
perkiraan nilai suatu fungsi sesuai dengan penyelesaian analitisnya. Dalam praktek sulit
memperhitungkan semua suku tersebut dan biasanya hanya diperhitungkan beberapa
suku pertama saja. Gambar 1.1. menunjukkan perkiraan suatu fungsi dengan deret
Taylor.
1. Memperhitungkan satu suku pertama (order nol)
Apabila hanya diperhitungkan satu suku pertama dari ruas kanan, maka persamaan
(1.5) dapat ditulis dalam bentuk :
f ( x  1)  f ( xi ) (1.7)
Pada persamaan (1.7) yang disebut sebagai perkiraan order nol, nilai f pada titik
xi+1 sama dengan harga pada xi. Perkiraan tersebut adalah benar jika fungsi yang
diperkirakan adalah suatu konstan. Jika fungsi tidak konstan maka harus
diperhitungkan suku-suku berikutnya dari deret Taylor.
2. Memperhitungkan dua suku pertama (order 1)
Bentuk deret Taylor order satu dengan memperhitungkan dua suku pertama ditulis
sbb :
x
f ( x  1)  f ( xi)  f ' ( xi)
1!
Yang merupakan suatu garis lurus (naik/turun).
3. Memperhitungkan tiga suku pertama (order dua)
Deret Taylor yang memperhitungkan tiga suku pertama dari ruas kanan ditulis :
x
f ( xi  1)  f ( xi )  f ' ( xi ) x  f " ( xi )
2

(1.8)
Persamaan (1.8) disebut perkiraan order dua.

Gambar 1.1. Perkiraan suatu fungsi dengan deret Taylor

1.4.2. Kesalahan Pemotongan


Deret Taylor akan memberikan perkiraan suatu fungsi dengan benar jika semua
suku dari deret diperhitungkan. Dalam praktek hanya beberapa susku pertama saja yang
diperhitungkan sehingga hasil perkiraan tidak tepat pada penyelesaian analitik.
Kesalahan apabila hanya memperhitungkan deret-deret terakhir saja pada deret Taylor
disebut kesalahan pemotongan.
Rn  O  x n 1 

Indeks n menunjukkan bahwa deret yang diperhitungkan adalah sampai pada suku ke-n,
sedangkan indeks n + 1 menunjukkan bahwa kesalahan pemotongan mempunyai order n
+ 1.
Kesalahan pemotongan ini kecil apabila :
1. interval ∆x adalah kecil
2. memperhitungkan lebih bayak suku deret taylor
Pada perkiraan order satu, kesalahan pemotongan adalah :
x 2 x 3

O x 2   f "  xi 
2!
 f " '  xi 
3!
 ......

(1.10)
1.4.3. Diferensial Numerik
Digunakan untuk memperkirakan bentuk diferensial kontinyu menjadi bentuk
diskret. Biasanya digunakan untuk menyelesaikan persamaan diferensial dan dapat
diturunkan berdasar deret Taylor.
1. Diferensial Maju

f  xi  1  f  xi   f '  xi  x  O x 2  (1.11)
atau
f f  xi  1  f  xi 
x
 f '  xi  
x
 O x 2   (1.12)

Disebut diferensial maju karena order satu karena menggunakan data pada titik
xi dan xi+1.
2. Diferensial Mundur

x x 2 x 3
f  xi  1  f  xi   f '  xi   f "  xi   f " '  xi  
1! 2! 3!
(1.13)
atau

f  xi  1  f  xi   f '  xi  x  O x 2  (1.14)
f f  xi   f  xi  1
 f '  xi    O  x  (1.15)
x x
Data yang digunakan adalah di titik xi dan xi-1.
3. Diferensial Terpusat
f  xi  1  f  xi  1

atau
f
 f '  xi  
f  xi 
x
atau
f
 f '  xi  
f  xi 
x

(1.16)
Data yang digunakan adalah pada titik xi-1 dan xi+1.

Gambar 1.2. Perkiraan garis singgung suatu fungsi

Dari persamaan (1.16) terlihat bahwa kesalahan pemotongan berorder ∆x 2; sedang


pada diferensial maju dan mundur berorder ∆x. Untuk interval ∆x kecil, nilai
kesalahan pemotongan berorder 2 (∆x2) lebih kecil dari order 1 (∆x). Hal ini
menunjukkan bahwa perkiraan diferensial terpusat lebih teliti dibanding diferensial
maju atau mundur.
Bila pers. (1.6) dan (1.13) dijumlahkan didapat :
f  xi  1  f  xi  1 

atau
 2 f
 f "  xi  
f  xi
x 2

(1.17)
dari uraian diatas disimpulkan bahwa bentuk diferensial (biasa atau parsiil) dapat
diubah menjadi diferensial numerik (beda hingga).
Diferensial fungsi f terhadap t,
f f  t n1   f  t n 
f 'tn   (1.18)
t t

 2 f f  t n
 f " tn  
t 2
(1.19)

BAB II
AKAR-AKAR PERSAMAAN

2.1. Pendahuluan
Untuk polinomial derajad dua, persamaan diselesaikan dengan rumus
persamaan kuadrat. Misalnya bentuk ax2 + bx + c = 0 diselesaikan dengan

 b  b 2  4ac
menggunakan rumus : x12 
2a
Sedang untuk persamaan dengan derajad yang lebih tinggi tidak ada rumus yang
digunakan untuk menyelesaikannya. Misalnya :
f  x   x 3  x 2  3x  3  0
f  x   x 5  2 x 4  3x 3  4 x 2  3x  1  0
f  x   e x  3x  0
f  x   3 x  sin x  e x  0

Metode numerik memberikan cara untuk menyelesaikan bentuk persamaan


yang sulit tsb secara perkiraan sampai diperoleh hasil yang mendekati nilai
eksak. Penyelesaian numerik dilakukan dengan perkiraan berurutan (iterasi).
Dengan melakukan prosedur iterasi didapatkan hasil yang mendekati hasil
eksak dengan toleransi kesalahan yang diijinkan.
Gambar 2.1 Akar persamaan dari suatu fungsi

2.2. Metode Setengah Interval


Langkah-langkahnya adalah sbb :
1. Hitung fungsi pada interval yang sama dari nilai x sampai pada perubahan tanda
dari fungsi f (xn) dan f (xn+1), yaitu apabila f (xn) * f(xn+1) < 0
2. Estimasi pertama dari akar xt dihitung dengan
x n  x n 1
xt  (2.1)
2
3. Buat evaluasi berikut untuk menentukan dalam sub interval mana akar
persamaan berada :
a. Jika f(xn) * f(xt) < 0, akar persamaan berada pada sub interval pertama,
kemudian tetapkan xn+1 = xt dan lanjutkan pada langkah ke 4.
b. Jika f(xn) * f (xt) > 0, akar persamaan berada pada sub interval kedua,
kemudian tetapkan xn = xt dan lanjutkan pada langkah ke 4.
c. Jika f (xn) * f (xt) = 0, akar persamaan adalah xt dan hitungan selesai.
4. Hitung perkiraan baru dari akar dengan :
x n  x n 1
xt 
2
5. Bila perkiraan baru sudah cukup kecil (sesuai dengan batasan yang ditentukan),
maka hitungan selesai, dan xt adalah akar persamaan yang dicari. Jika belum,
maka hitungan kembali ke langkah 3.
Gambar 2.3. Prosedur hitungan metode setengah
interval
Contoh 1.
Hitung salah satu akar dari persamaan pangkat 3 berikut :
f ( x)  x 3  x 2  3 x  3  0

Penyelesaian
Dihitung nilai f(x) pada interval antara 2 titik, misalnya x=1 dan x=2.
Untuk x = 1, f(x=1) = (1)3 + (1)2 -3(1) -3 = -4
Untuk x = 2, f (x=2) = (2)3 + (2)2 -3(2) -3 = 3
Mengingat fungsi adalah kontinyu, berarti perubahan tanda dari fungsi antara x = 1 dan
x = 2 akan memotong sumbu x paling tidak satu kali.
Dihitung nilai xt, dan juga nilai f(xt),
x1  x 2 1  2
xt    1,5
2 2
f ( xt  1,5)  (1,5) 3  (1,5) 2  3(1,5)  3  1,875
Oleh karena fungsi berubah tanda antara x = 1,5 dan x = 2, maka akar terletak diantara
kedua nilai tsb.
Tabel 2.1. Hasil hitungan metode setengah interval

Jumlah iterasi xn xn+1 xt f (xn) f (xn+1) f (xt)


1 1 2 1.5 -4.0 3.0 -1.875
2 1.5 2 1.75 -1.875 3.0 0.17187
3 1.5 1.75 1.625 -1.875 0.17187 -0.94335
4 1.625 1.75 1.6875 -0.94335 0.17187 -0.40942
5 1.6875 1.75 1.71875 -0.40942 0.17187 -0.12478
6 1.71875 1.75 1.73437 -0.12478 0.17187 -0.02198
7 1.71875 1.73437 1.72656 -0.12478 0.17187 -0.02198
. . . . . . .
∞ 1.73205 -0.00000

2.3. Metode Interpolasi Linier


Metode ini didasarkan pada interpolasi antara dua nilai dari fungsi yang
mempunyai tanda berlawanan.
Dengan menggunakan prinsip 2 segitiga sebangun didapat persamaan :
x n 1  x  f ( x n 1 )

x n 1  x n f ( x n 1 )  f ( x n )
(2.2)
f ( x n 1 )
x  x n 1  ( x n 1  x n )
f ( x n 1  f ( x n )

Gambar 2.4. Metode interpolasi linier

Nilai tsb digunakan untuk menghitung nilai f(x*), kemudian digunakan lagi
untuk interpolasi linier dengan nilai f(xn) atau f(xn+1) sehingga kedua fungsi
mempunyai tanda yang berbeda. Prosedur ini diulang sampai didapat nilai f(x *)
mendekati nol.
Contoh 2.
Hitung salah satu akar dari persamaan f(x) = x3 + x2 -3x -3 = 0
Penyelesaian
Langkah pertama adalah menghitung nilai f(x) pada interval antara 2 titik
sedemikian sehingga nilai f(x) pada kedua titik tsb berlawanan tanda.
Untuk x1 = 1, f(x1 = 1) = -4
Untuk x2 = 2, f(x2 = 2) = 3
Dengan menggunakan rumus :
f ( xn  1)
x  xn  1  ( xn  1  xn)
f ( xn  1)  f ( xn)
3
x  2  (2  1)  1.57142
 3  (4)
f ( x)  (1.57142) 3  (1.57142) 2  3(1.57142)  3  1.36449

Karena f(x*) bertanda sama dengan x1 (negatif) maka akar terletak antara x =
1.57142 dan x = 2. Selanjutnya dihitung nilai x*,
3
x  2  ( 2  1.57142)  1.70540
 3  (1.36449)
f ( x)  (1.70540) 3  (1.70540) 2  31.70540  3  0.24784

Prosedur hitungan seperti tsb diatas dilanjutkan sampai akhirnya didapat nilai
f(x*) ≈ 0. Tabel 2.2. menunjukkan hasil hitungan tsb.
Tabel 2.2. Hasil hitungan metode interpolasi linier

Jumlah X1 X2 X3 F(x1) F(x2) F(x3)


Iterasi
1 1.0 2.0 1.57142 -4.0 3.0 -1.36449
2 1.57142 2.0 1.70540 -1.36449 3.0 -0.24784
3 1.70540 2.0 1.72788 -0.24784 3.0 -0.03936
4 1.72788 2.0 1.73140 -0.03936 3.0 -0.00615
5 1.73140 2.0 1.73194

2.4. Metode Newton Raphson


Metode ini paling banyak digunakan dalam mencari akar-akar dari suatu
persamaan. Jika perkiraan awal dari akar adalah xi, suatu garis singgung dapat
dibuat dari titik (xi, f(xi)). Titik dimana garis singgung tsb memotong sumbu x
biasanya memberikan perkiraan yang lebih dekat dari nilai akar.
Gambar 2.6. Prosedur Metode Newton secara grafis

Pada gambar dijelaskan bahwa turunan pertama pada xi adalah ekivalen dengan
kemiringan.
f ( xi)  0
f ' ( xi) 
xi  xi  1
atau (2.3)
f ( xi )
xi  1  xi 
f ' ( xi )

Contoh 3
Selesaikan soal pada contoh 1 dengan menggunakan metode Newton Raphson
Penyelesaian
Persamaan yang diselesaikan,
f ( x)  x3  x 2  3x  3  0

Turunan pertama dari persamaan tsb adalah:


f ' ( x)  3 x 2  2 x  3

dengan menggunakan persamaan (2.3),


f ( xi )
xi  1  xi 
f ' ( xi )

Pada awal hitungan ditentukan nilai xi sembarang, misalkan x1 = 1 ;


f ( x1  1)  (1) 3  (1) 2  3(1)  3  4
f ' ( x1  1)  3(1) 2  2(1)  3  2
4
x2  1  3
2
Langkah berikutnya ditetapkan x2 = 3,
f ( x 2  3)  (3) 3  (3) 2  3(3)  3  24
f ' ( x 2  3)  3(3) 2  2(3)  3  30
24
x3  3   2.2
30
Tabel 2.3. Hasil hitungan dengan metode Newton Raphson
Jumlah xi xi+1 f(xi) f(xi+1)
iterasi
1 1.0 3.0 -4.0 24.0
2 3.0 2.2 24.0 5.888
3 2.2 1.83 5.888 0.987387
4 1.83 1.73778 0.987387 0.05442
5 1.73778 1.73207 0.05442 0.0001816

2.5. Metode Secant


Kekurangan metode Newton Raphson adalah diperlukannya turunan pertama
dari f(x) dalam hitungan. Terkadang sulit mendiferensialkan persamaan yang
diselesaikan. Untuk itu maka bentuk diferensial didekati dengan nilai perkiraan
berdasarkan diferensial beda hingga.

Gambar 2.8. Metode secant

Titik xi didekati oleh bentuk :


f ( xi)  f ( xi  1)
f ' ( xi) 
xi  xi  1
Kemudian disubstitusikan ke dalam persamaan (2.3), didapat :
f ( xi)( xi  xi  1)
xi  1  xi 
f ( xi)  f ( xi  1)
Dalam metode ini pendekatan memerlukan dua nilai awal dari x.

Contoh 4
Selesaikan persamaan dalam contoh sebelumnya dengan menggunakan metode
Secant.
Penyelesaian
Iterasi pertama, diambil 2 nilai awal x = 1 dan x = 2
Untuk x=1, f(x=1) = -4
Untuk x=2, f(x=2) = 3
Dengan menggunakan persamaan (2.4),
f ( x 2)( x 2  x1) 3( 2  1)
x3  x 2   2  1.57142
f ( x 2)  f ( x1) 3  (4)
Iterasi kedua,
x 2  2, f ( x 2  2)  3
x3  1.57142; f ( x3  1.57142)  1.36449
Dengan menggunakan persamaan (2.4),
 1.36449(1.57142  2)
x 4  1.57142   1.70540
 1.36449  3

Tabel 2.4. Hasil hitungan dengan metode Secant


Iterasi X1 X2 X3 F(x1) F(x2) F(x3)
1 1.0 2.0 1.57142 -4.0 3.0 -1.36449
2 2.0 1.57142 1.70540 -3.0 -1.36449 -0.24784
3 1.57142 1.70540 1.73513 -1.36449 -0.24784 0.02920
4 1.70540 1.73513 1.73199 -0.24784 0.02920 -0.000575
5 1.73513 1.73199 1.73205

2.6. Metode Iterasi


Dalam metode iterasi digunakan suatu persamaan untuk memperkirakan nilai
akar persamaan. Persamaan tsb dikembangkan dari suatu fungsi f(x)=0 sehingga
parameter x berada di sisi kiri dari persamaan, yaitu :
x  g (x ) (2.5)
Transformasi ini dapat dilakukan dengan manipulasi aljabar atau dengan me -
nambahkan parameter x pada kedua sisi dari persamaan aslinya.
x 3  x 2 - 3x - 3  0
dapat ditulis menjadi bentuk :
x3  x2  3
x
3

Persamaan (2.5) menunjukkan bahwa nilai x merupakan fungsi dari x, sehingga


dengan memberi nilai perkiraan awal dari akar xi dapat dihitung perkiraan baru
xi+1, dengan rumus iteratif berikut :
xi  1  g ( xi) (2.6)
Besarnya kesalahan dihitung dengan rumus berikut :
x i 1 - xi
a  100%
x i 1

Contoh 5
Hitung akar dari persamaan x3 + x2 – 3x – 3 = 0 dengan metode iterasi.
Penyelesaian
Persamaan tsb dapat ditulis dalam bentuk :
x 3   x 2  3 x  3  x  ( x 2  3 x  3)1 / 3
Dalam bentuk persamaan 2.6, persamaan tsb menjadi :
x i 1  (  xi 2  3 xi  3)1 / 3
Bila ditentukan perkiraan awal x 1  2 didapat :
2
x 2  (  x1  3 x1  3)1 / 3  ( 2 2  3  2  3)1 / 3  1.70998
Besar kesalahan :
x 2  x1 1.70998  2
a  100%   100%  16.9607%
x2 1.70998

Hitungan dilanjutkan dengan prosedur yang sama dan hasilnya diberikan dalam
tabel 2.5. Hasil hitungannya adalah x = 1.73205.
Tabel 2.5. Hasil hitungan dengan metode Iterasi
Iterasi (i) xi εa (%)
1 2.00000
2 1.70998 16.9607
3 1.73313 1.3362
4 1.73199 0.0658
5 1.73205 0.0034
6 1.73205 0.0002
Dari tabel terlihat bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin
dekat dengan akar persamaan yang benar, atau kesalahan yang terjadi semakin
kecil. Penyelesaian persamaan seperti ini disebut konvergen.
Persamaan x 3  x 2  3 x  3  0 dapat diubah dalam bentuk berikut :
x3  x 2  3
x
3
Dalam bentuk iterasi persamaan diatas menjadi :
3 2
xi  xi  3
xi 1 
3
Untuk perkiraan awal x1  2, didapat :
3 2
x  x1  3 23  2 2  3
x2  1  3
3 3
Besar kesalahan :
x2  x1 3 2
a  100%  100%  33.3333%
x2 3

Dengan prosedur yang sama hitungan dilanjutkan dan hasilnya diberikan dalam
tabel 2.6.
Tabel 2.6. Hasil hitungan metode Iterasi
Iterasi (i ) xi εa
1 2.00000
2 3.00000 33.3333
3 11.00000 72.7273
4 483.00000 97.7226
5 37637290.0 99.9987

Tampak bahwa hasil hitungan pada iterasi yang lebih tinggi semakin menjauhi
nilai akar persamaan yang benar. Keadaan hitungan seperti ini disebut
divergen.
Jadi dapat disimpulkan bahwa penyelesaian disebut konvergen karena
perkiraan x bergerak mendekati perpotongan kedua kurva dan sebaliknya jika
penyelesaian iterasi semakin menjauhi nilai akar yang benar disebut divergen.
Gambar 2.9. Penjelasan konvergensi dan divergensi pada metode iterasi
BAB III
SISTEM PERSAMAAN LINIER

3.1. Pendahuluan
Di dalam penyelesaian sistem persamaan akan dicari nilai x1, x2, ........,xn yang
memenuhi sistem persamaan berikut,
f1(x1,x2, ..........,xn) = 0
f2(x1, x2, ........., xn) = 0
.
.
.
fn(x1, x2, .........., xn) = 0
Sistem persamaan diatas dapat linier atau tak linier. Bentuk umum sistem
persamaan linier :
a11 x1  a12 x2  .......  a1n xn  b1
a21 x1  a22 x2  .......  a2 n xn  b2
. (3.1)
.
an1 x1  an 2 x2  .......  ann xn  bn

dengan a adalah koefisien konstan, b adalah konstan, n adalah jumlah persamaan,


dan x1, x2,..........,xn adalah bilangan tak diketahui.
3.2. Notasi Matriks
Matriks adalah larikan bilangan-bilangan yang berbentuk empat persegi panjang.
 a11 a12 a13 . . a1n 
a a 22 a 23 . . a 2 n 
 21
 . . . . 
A 
 . . . . 
 . . . . 
 
a m1 am2 am3 . . a mn 

A adalah notasi matriks sedangkan aij adalah elemen matriks.Deretan horisontal


elemen disebut baris dan deretan vertikal disebut kolom.
Matriks diatas mempunyai m baris dan n kolom, dan disebut mempunyai dimensi
m kali n (m x n). Matriks dengan dimensi baris m = 1, seperti :
B   b1 b2 . . bn 
disebut vektor baris.
 c1 
c 
C  2 disebut vektor kolom.
 . 
 
c m 
Matriks dimana m = n disebut matriks bujur sangkar.
 a11 a12 a13 a14 
a 21 a 22 a 23 a 24
A
 a31 a32 a33 a34 
 
a 41 a 42 a 43 a 44

Diagonal yang terdiri dari elemen a11, a22, a33, dan a44 adalah diagonal utama
matriks.
3.2.1. Beberapa tipe matriks bujur sangkar
Digunakan dalam penyelesaian sistem persamaan linier.
Ada beberapa bentuk khusus dari matriks bujur sangkar, yaitu :
1. Matriks simetris, bila aij = aji. Misalnya matriks simetris 3x3.
2. Matriks diagonal adalah matriks bujur sangkar dimana semua elemen kecuali
diagonal utama adalah nol :
a11 0 0 0 
 0 a 22 0 0 
A
 0 0 a33 0 
 
 0 0 0 a 44

3. Matriks identitas, adalah matriks diagonal dimana semua elemen pada diagonal
utama adalah 1,
1 0 0 0
0 1 0 0
I 
0 0 1 0
 
0 0 0 1

4. Matriks segitiga atas, adalah matriks dimana semua elemen di bawah diagonal
utama adalah nol, seperti
 a11 a12 a13 a14 
 0 a 22 a 23 a 24
A
 0 0 a33 a34 
 
 0 0 0 a 44
5. Matriks segitiga bawah, adalah matriks dimana semua elemen diatas diagonal
utama adalah nol.
 a11 0 0 0 
a 21 a 22 0 0 
A
 a31 a32 a33 0 
 
a 41 a 42 a 43 a 44

6. Matriks pita, adalah matriks yang mempunyai elemen sama dengan nol, kecuali
pada satu jalur yang berpusat pada diagonal utama.
 a11 a12 0 0 
a 21 a 22 a 23 0 
A
 0 a32 a33 a34
 
 0 0 a 43 a 44

Matriks diatas mempunyai tiga jalur, yang biasa disebut dengan matriks
tridiagonal.
3.2.2. Operasi matriks
a. Kesamaan dua matriks
Dua matriks A dan B dikatakan sama bila elemen-elemen matriks A sama dengan
elemen-elemen matriks B dan ukuran keduanya adalah sama, aij = bij untuk semua
i dan j.
b. Penjumlahan matriks
C  A  B   aij  bij    cij 

contoh :
1 2 3 2 3 0
A B
0 1 4  1 2 5
 1 2 2  3 3  0 3 5 3
A B   
0  (1) 1  2 4  5  1 3
 9

c. Perkalian matriks
Jika g A  C, maka cij  g aij
Contoh :
2 - 2
A dan g  5
4 3 
2  2 10  10
C  gA  5 
4 3  20 15 
1
 2 3 4 - 2   2(1)  3(-2)  4(3)   8
 3 
1 2  x1 
2 1 4
Jika A   B  - 1 3  dan X   x 2
 1 3 2  
 4 - 1  x3
Tentukan :
AB ; BA ; dan AX

d. Matrik Transpose
Matriks transpose adalah matriks yang terbentuk dengan mengganti baris menjadi
kolom dan kolom menjadi baris. Matriks ini diberi notasi AT.
 a11 a12 a13 . . a1n 
a a 22 a 23 . . a 2 n 
 21
 . . . . 
A 
 . . . . 
 . . . . 
 
a m1 am2 am3 . . a mn 

 a11 a21 a31 . . am1 


a a22 a32 . . am 2 
 12
 . . . . 
AT   
 . . . . 
 . . . . 
 
 a1n a2 n a3n . . amn 

e. Matriks Invers
Di dalam matriks, operasi pembagian matriks tidak didefinisikan. Tetapi operasi
matriks yang mirip dengan pembagian adalah matriks invers.
Bila A adalah matriks, maka matriks inversnya adalah A-1.
AA1  A1 A  I
Dengan demikian, perkalian matriks dengan matriks invers adalah analog dengan
pembagian.
f. Peningkatan matriks
Matriks dapat ditingkatkan dengan menambahkan kolom pada matriks asli. Misalnya
suatu matriks koefisien ukuran 3 x 3.
 a11 a12 a13 
A  a 21 a 22 a 23
 a31 a32 a33

Matriks tsb akan ditingkatkan dengan menambahkan matriks identitas sehingga


menjadi matriks 3 x 6.
 a11 a12 a13 1 0 0
 
a 21 a 22 a 23 0 1 0
 a31 a32 a33 0 0 1

3.2.3. Sistem persamaan dalam bentuk matriks


 a11 a12 a13 . . a1n   x1   b1 
a a22 a23 . . a2 n   x 2 b 2
 21    
 . . . .   .   . 
    
 . . . .   .   . 
 . . . .   .   . 
     
 am1 am 2 am 3 . . amn   xn  bn 
atau
AX  B
dengan :
A : matriks koefisien n x n
X : vektor kolom n x 1 dari bilangan tak diketahui
B : vektor kolom n x 1 dari konstanta
A1 AX  A1 B
karena
A1 A  I
maka
X  A1 B

Dengan demikian nilai x dapat dihitung.


Dalam penyelesaian sistem persamaan linier sering digunakan matriks yang
ditingkatkan. Misalkan matriks ( 3 x 3 ) ditingkatkan dengan matriks C ( 3 x 1 )
sehingga berbentuk matriks 3 x 4.
 a11 a12 a13 c1 
 
a 21 a 22 a 23 c 2
 a31 a32 a33 c3

3.3. Metode Eliminasi Gauss


Metode eliminasi Gauss adalah salah satu cara paling awal dan banyak digunakan
dalam penyelesaian sistem persamaan linier. Prosedur penyelesaian dari metode ini
adalah mengurangi sistem persamaan ke dalam bentuk segitiga sehingga salah satu
persamaan-persamaan tsb hanya mengandung satu bilangan tak diketahui., dan setiap
persamaan berikutnya hanya terdiri dari satu tambahan bilangan tak diketahui baru.
Misalkan ada suatu persamaan dengan 3 bilangan tak diketahui.
a11 x1  a12 x 2  a13 x3  b1 (3.3.a)
a 21x1  a 22 x 2  a 23 x3  b 2 (3.3.b)
a31x1  a32 x 2  a33 x3  b3 (3.3.c)
Persamaan pertama dari sistem dibagi koefisien pertama dari persamaan pertama, a11
a12 a13 b1
x1  x2  x3  (3.4)
a11 a11 a11
Persamaan (3.4) dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan kedua.
a12 a13 b1
a 21x1  a 21 x 2  a 21 x3  a 21 (3.5)
a11 a11 a11
Persamaan (3.3.b) dikurangi persamaan (3.5) didapat :
 a12   a13   b1 
 a 22  a 21  x 2   a 23  a 21  x3   b 2  a 21 
 a11   a11   a11 
atau
a '22 x 2  a '23 x3  b'2
langkah berikutnya, persamaan yang telah dinormalkan (persamaan 3.4) dikalikan
dengan koefisien pertama dari persamaan ketiga, dan hasilnya dikurangkan dari
persamaan ketiga dari sistem persamaan asli. Hasilnya adalah :
a '32 x 2  a '33x3  b'3
Dengan melakukan prosedur hitungan tsb diatas, akhirnya didapat sistem persamaan
berikut :
a11 x1  a12 x 2  a13 x3  b1 (3.6.a)
a '22 x 2  a '23 x3  b'2 (3.6.b)
a '32 x 2  a '33 x3  b'3 (3.6.c)

Prosedur berikutnya adalah mengeliminasi x2 dari salah satu dari dua persamaan
terakhir. Untuk itu persamaan (3.6.b) dibagi dengan koefisien pertama dari persamaan
(3.6.b) yaitu a’22
a '23 b'2
x2  x3  (3.7)
a '22 a '22
Persamaan (3.7) dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan (3.6.c)
a '23 b'2
a '32 x 2  a '32 x3  a '32 (3.8)
a '22 a '22
Persamaan (3.6.c) dikurangi persamaan (3.8),
 a '23   b'2 
 a '33  a '32  x3   b'3  a '32 
 a '22   a '22 
atau
a"33 x3  b"3
dengan demikian sistem persamaan menjadi :
a11x1  a12x2  a13x3  b1 (3.9.a)
a'22x2  a'23x3  b'2 (3.9.b)
 a"33x3  b"3 (3.9.c)

Sistem persamaan diatas mempunyai koefisien matriks yang berbentuk segitiga atas
(ai,j = 0 untuk i > j). Dari sistem persamaan tsb akan dapat dihitung nilai x1, x2 dan x3,
b"3
x3  (3.10.a)
a"33
b'2  a '23 x3
x2  (3.10.b)
a '22
b1  a12 x 2  a13 x3
x1  (3.10.c)
a11
Dengan demikian sistem persamaan telah dapat diselesaikan.

Contoh 5
Selesaikan sistem persamaan berikut :
3x  y  z  5 (1.a)
4 x  7 y  3 z  20 (1.b)
2 x  2 y  5 z  10 (1.c)

Penyelesaian
1. Menormalkan persamaan (1.a) dengan membagi persamaan tsb dengan elemen
pivot (koefisien pertama persamaan 1.a)
x  0,3333 y  0,3333 z  1,6666 (2)
Persamaan (2) dikalikan dengan elemen pertama dari persamaan (1.b)
4 x  1,3333 y  1,3333 z  6,6666 (3)
Persamaan (1.b) dikurangi persamaan (3)
5,6667 y  1,6666 z  13,3334 (4)
Kalikan persamaan (2) dengan elemen pertama dari persamaan (1.c) yaitu 2.
2 x  0,6666 y  0,6666 z  3,3333 (5)
Persamaan (1.c) dikurangi persamaan (5)
 2,6666 y  5,6666 z  6,6667 (6)
Dengan demikian sistem persamaan menjadi :
3x  y z5 (7.a)
5,6667 y  1,6666 z  13,3334 (7.b)
- 2,6666 y  5,6666 z  6,6667 (7.c)

2. Mengeliminasi variabel x2 dari persamaan (7.c). Untuk itu persamaan (7.b)


dinormalkan dengan membaginya dengan elemen pertama dari persamaan tsb yaitu
5,6667.
y  0,2941z  2,3529 (8)
Persamaan (8) dikalikan dengan elemen pertama dari persamaan (7.c) yaitu - 2,6666.
 2,6666 y  0,7842 z  6,2742 (9)
Persamaan (7.c) dikurangi persamaan (9),
4,8824 z  12,9409
Setelah dilakukan tiga kali manipulasi sistem persamaan menjadi :
3x  y- z5 (10.a)
5,6667y - 1,6666 z  13,3334 (10.b)
4,8824 z  12,9409 (10.c)
Dari persamaan (10.c) dapat dihitung nilai z,
12,9409
z   2,6505
4,8824
Dari persamaan (10.b) dan nilai z yang diperoleh dapat dihitung nilai y,
13,3334  1,6666  2,6505
y   3,1325
5,6667
Dengan persamaan (10.a) dan nilai y dan z yang telah diperoleh, dihitung nilai x,
5 y z 5  3,1325  2,6505
x   1,506
3 3
Jadi hasil penyelesaian sistem persamaannya :
x  1,506
y  3,1325
z  2,6505
Untuk mengetahui benar dan tidaknya hasil yang didapat, nilai x, y, dan z yang diperoleh
disubstitusikan ke sistem persamaan asli,
3.(1,506)  3,1325  2,6505  5 (  5)
4.(1,506)  7.(3,1325) - 3.(2,6505)  20 (  20)
2.(1,506) - 2.(3,1325)  5.(2,6505)  9,9995 (  10)

3.4. Metode Gauss Jordan


Metode gauss Jordan adalah mirip dengan metode eliminasi Gauss.

a11 x1  a12 x 2  a13x3  a14 x 4  b1 (3.11.a)


a 21x1  a 22 x 2  a 23x3  a 24 x 4  b 2 (3.11.b)
a31x1  a32 x 2  a33x3  a34 x 4  b3 (3.11.c)
a 41x1  a 42 x 2  a 43x3  a 44 x 4  b 4 (3.11.d)
Persamaan tsb dapat ditulis dalam bentuk matriks :
 a11 a12 a13 a14   x1   b1 
 a 21 a 22 a 23 a 24  x 2 b 2
    (3.12)
 a31 a32 a33 a34  x3 b3
     
 a 41 a 42 a 43 a 44  x 4 b 4

Dalam metode Gauss Jordan dipilih secara berurutan setiap baris sebagai baris
pivot, dengan pivot adalah elemen pertama tidak nol dari baris tsb.
1. Pertama kali baris pertama dari persamaan (3.12) dibagi dengan elemen pivot,
yaitu a11 sehingga didapat
 1 a '12 a '13 a '14  x1  b'1
a 21 a 22 a 23 a 24   x 2  
     b 2
 a31 a32 a33 a34   x3 b3
     
a 41 a 42 a 43 a 44   x 4 b 4
Elemen pertama dari semua baris lainnya dihilangkan dengan cara :
a. Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan kedua (a21) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan kedua.
b. Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan ketiga (a31) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan ketiga.
c. Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan keempat (a41) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan keempat.
Operasi ini menghasilkan sistem persamaan berikut :
1 a'12 a'13 a '14   x1   b'1
0 a '22 a '23 a '24  x 2 b'2
    (3.13)
0 a'32 a '33 a '34  x3 b'3
     
0 a '42 a '43 a '44  x 4 b'4
2. Kemudian ditetapkan baris kedua sebagai baris pivot dan a’22 sebagai elemen
pivot. Prosedur diatas diulangi lagi untuk baris kedua.
Baris kedua dari persamaan diatas dibagi dengan elemen pivot yaitu a’22, sehingga
didapat :
1 a '12 a '13 a '14   x1   b'1 
0 1 a ' '23 a ' '24  x 2 b' '2
   
0 a '32 a '33 a '34   x3  b'3 
     
0 a '42 a '43 a '44   x 4  b'4 
Elemen kedua dari semua baris lainnya dihilangkan dengan cara :
a. Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan pertama (a’12) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan pertama.
b. Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan ketiga (a’32) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan ketiga.
c. Persamaan kedua dikalikan elemen kedua dari persamaan keempat (a’42) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan keempat.
Operasi ini menghasilkan sistem persamaan berikut :
1 0 a' '13 a' '14   x1  b' '1
0 1 a' '23 a ' '24  x 2 b' '2
    (3.15)
0 0 a' '33 a ' '34  x3 b' '3
     
0 0 a' '43 a ' '44  x 4 b' '4
3. Untuk langkah selanjutnya ditetapkan baris ketiga sebagai pivot. Setelah itu
prosedur diulangi lagi sehingga akhirnya didapat sistem persamaan berikut :
1 0 0
0  x1   b1iv 
0 1 0
0  x 2  iv 
    b 2 
0 0 1 0  x3 b3iv 
     iv 
0 0 0 1  x 4 b 4 
Dari sistem persamaan (3.15) dapat dihitung nilai x1, x2, x3, x4
x1  b1iv
x 2  b 2iv
x3  b3iv
x 4  b 4iv
Contoh

3x  y  z  5 (1.a)
4 x  7 y  3 z  20 (1.b)
2 x  2 y  5 z  10 (1.c)
Sistem persamaan dapat ditulis dalam bentuk matriks :
3 1 - 1  x   5 
4 7 - 3  y   20 (2)
     
2 - 2 5   z  10 
Baris pertama dari persamaan (2) dibagi dengan elemen pivot, yaitu 3 sehingga persamaan
menjadi :
1 0,3333 - 0,3333  x  1,6666
4 7 - 3   y    20 

2 -2 5   z   10 
Persamaan pertama dikalikan elemen pertama dari persamaan kedua, yaitu 4, dan
kemudian dikurangkan thd persamaan kedua. Dengan cara yang sama untuk persamaan
ketiga, sehingga didapat :
1 0,3333  0,3333  x   1,6666 
0 5,6668 - 1,6668   y   13,3336
    
0 - 2,6666 5,6666   z   6,6668 

Baris kedua dari persamaan diatas dibagi dengan elemen pivot, yaitu 5,6668, sehingga
sistem persamaan menjadi :
1 0,3333  0,3333  x  1,6666 
0 1 - 0,2941   y   2,3529
    
0 - 2,6666 5,6666   z  6,6668

Persamaan kedua dikalikan dengan elemen kedua dari persamaan pertama (0,3333) dan
kemudian dikurangkan thd persamaan pertama. Kemudian dengan cara yang sama
untuk persamaan ketiga, sehingga didapat :
1 0  0,2353
 x   0,8824 
0 1 - 0,2941
 y    2,3529 
    
0 0 4,8824 
 z  12,9410
Persamaan ketiga dibagi dengan elemen pivot yaitu 4,8824 sehingga pers. menjadi :
1 0  0,2353  x  0,8824
0 1 - 0,2941  y   2,3529
    
0 0 1   z  2,6505

Persamaan ketiga dikalikan elemen ketiga dari persamaan pertama dan kemudian
dikurangkan thd persamaan pertama. Kemudian dengan cara yang sama untuk
persamaan kedua , sehingga didapat :
1 0 0
 x   1,5061 
0 1 0
 y    3,1324 
    
0 0 1
 z  2,6505
Dari sistem persamaan diatas didapat nilai x, y, dan z
x  1,5061 y  3,1324 dan z  2,6505

3.6. Matriks Inverse


AA1  A1 A  I
dengan I adalah matriks identitas
Selain itu matriks inverse dapat digunakan untuk menyelesaikan sistem persamaan sbb :
AX  C
X  A1C

Matriks inverse dapat dicari dengan menggunakan metode Gauss Jordan.


Contoh 8
Akan dicari matriks inverse dari matriks berikut :
2 1 1
A  1 2 1 
1 1 2

Penyelesaian
Matriks A ditingkatkan dengan matriks identitas sehingga menjadi :
2 1 1 1 0 0
 
A  1 2 1 0 1 0
1 1 2 0 0 1

1. Ditetapkan elemen pertama dari baris pertama sebagai elemen pivot, yaitu 2.
Baris tsb dibagi dengan elemen pivot (2) sehingga didapat :
1 1 / 2 1 / 2 1 / 2 0 0
 
 1 2 1 0 1 0
1 1 2 0 0 1
Baris kedua dan ketiga dikurangi oleh baris pertama,
1 1/ 2 1/ 2 1/ 2 0 0
 
0 3/ 2 1/ 2 1/ 2 1 0
0 1/ 2 3/ 2 1/ 2 0 1

2. Baris kedua ditetapkan sebagai baris pivot, kemudian baris tsb dibagi dengan
elemen pivot, yaitu 3/2.
1 1 / 2 1/ 2 1/ 2 0 0
 
0 1 1/ 3  1/ 3 2/3 0
0 1 / 2 3/ 2  1/ 2 0 1

Kemudian baris kedua dikalikan dengan ½ dan hasilnya digunakan untuk


mengurangi persamaan pertama dan ketiga,
1 0 1/ 3 2/3  1/ 3 0
 
0 1 1/ 3  1/ 3 2/3 0
0 0 4/3  1/ 3  1/ 3 1

3. Persamaan ketiga ditetapkan sebagai baris pivot dan kemudian baris tsb dibagi
dengan elemen pivot, yaitu 4/3.
1 0 1/ 3 2/3  1/ 3 0 
 
0 1 1/ 3  1/ 3 2/3 0 
0 0 1  1/ 4  1/ 4 3 / 4

Baris pertama dan kedua dikurangi dengan baris ketiga yang dikalikan dengan 1/3.
1 0 0 3/ 4  1/ 4  1 / 4
 
0 1 0  1/ 4 3/ 4  1 / 4
0 0 1  1/ 4  1/ 4 3 / 4 

Dengan demikian didapat matriks inversnya adalah :


 3/ 4 1/ 4  1 / 4
A 1
   1 / 4 3/ 4  1 / 4
  1 / 4 1/ 4 3 / 4 
BAB IV
ANALISIS REGRESI

4.1. Pendahuluan
Dalam praktek, sering dijumpai data diberikan dalam nilai diskret atau tabel.
Ada 2 hal yang diharapkan dari data diskret tsb, yaitu :
1. mencari bentuk kurva yang dapat mewakili data diskret tsb
2. mengestimasi/memperkirakan nilai data pada titik-titik diantara nilai-nilai yang
diketahui.
Kedua aplikasi tsb dikenal sebagai curve fitting.
Ada 2 pendekatan dalam curve fitting yang didasarkan pada jumlah kesalahan yang
terjadi pada data.
1. Regresi kuadrat terkecil
Dilakukan bila data menunjukkan adanya kesalahan cukup besar. Untuk itu dibuat
kurva tunggal yang mempresentasikan trend secara umum dari data. Karena beberapa
data mungkin kurang benar, maka kurva tidak dipaksakan melalui setiap titik. Kurva
dibuat mengikuti pola dari sekelompok titik data. Seperti dijelaskan pada gambar 4.1.
tdp 2 titik data A dan B kemungkinan mempunyai kesalahan yang sangat besar, karena
tidak mengikuti pola penyebaran titik-titik lainnya. Curve fitting dengan menggunakan
data A dan B akan menghasilkan nilai yang juga mempunyai kesalahan.

Gambar 4.1. Plot data pengukuran

2. Interpolasi
Bila data diketahui sangat benar maka pendekatan yang dilakukan adalah membuat
kurva melalui setiap titik.
Gambar 4.2. menunjukkan sket kurva yang dibuat dari data yang sama dengan cara
regresi kuadrat terkecil (gambar 4.2.a) dan interpolasi (gambar 4.2.b dan c).
 Kurva pada gambar 4.2.a tidak melalui semua titik pengukuran, tetapi hanya
mengikuti trend dari data menurut garis lurus.
 Gambar 4.2.b menggunakan segmen garis lurus atau interpolasi linier untuk
menghubungkan titik-titik data.
 Gambar 4.2.c menggunakan kurva untuk menghubungkan titik-titik data.
Gambar 4.2
Regresi kuadrat terkecil banyak menggunakan beberapa notasi dan teori statistik.

4.2. Mengingat Kembali Beberapa Prinsip Statistik


Misalkan data pada tabel 4.1. kolom kedua adalah hasil pengukuran debit rerata
tahunan sungai selama 15 tahun berturut-turut.
Tabel 4.1. Debit Sungai

Tahun yi (debit) yi  y  yi  y  2

(m3/det)
1971 8,52 1,486 2,208
1972 3,33 -3,704 13,720
1973 7,85 0,816 0,666
1974 7,65 0,616 0,379
1975 10,91 3,876 15,023
1976 4,17 -2,864 8,202
1977 3,40 -3,634 13,206
1978 8,00 0,966 0,933
1979 13,4 6,366 40,526
1980 5,40 -1,634 2,670
1981 8,87 1,836 3,371
1982 4,73 -2,304 5,308
1983 7,40 0,366 0,134
1984 6,88 -0,154 0,024
1985 5,00 -2,034 4,137

 yi  105,51  ( yi  y ) 2  110 ,507

Nilai rerata adalah y


 yi
n
n 15

 yi  yi 105,51
y i 1
 i 1

 7,034
n 15 15
Penyebaran data dapat diukur menggunakan deviasi standar ( ) thd nilai rerata.

  yi  y 
2
D2
  
n 1 n 1
D2 adalah jumlah dari kuadrat residu antara data dan nilai rerata. Bila penyebaran
data sangat besar thd nilai rerata, maka deviasi standar akan besar. Penyebaran dapat
dipresentasikan oleh kuadrat dari deviasi standar, yang disebut varians.

2 
D2
 
yi  y   2

n 1 n 1
Standar deviasi :

  yi  y 
2
110,507
    2,810
n 1 15 - 1
Varians :

  yi  y 
2
110,507
2    7,893
n 1 15  1

4.3. Metode Kuadrat Terkecil


Cara membuat kurva yang meminimumkan perbedaan (selisih) antara titik-titik data
dan kurva dikenal dengan regresi kuadrat terkecil.

Gambar 4.3. Kurva mewakili titik-titik data

4.4. Metode Kuadrat Terkecil Untuk Kurva Linier


Bentuk paling sederhana dari regresi kuadrat terkecil adalah bila kurva yang
mewakili titik-titik percobaan merupakan garis lurus, sehingga persamaannya adalah :
g ( x)  a  bx (4.1)
Dalam hal ini, a0 = a dan a1 = b
Jumlah kuadrat dari kesalahan dihitung dengan persamaan :
n n
D 2   Ei 2    yi  a  bxi
2
(4.2)
i 1 i 1

Agar nilai D2 adalah minimum, maka persamaan (4.2) diturunkan thd parameter a dan b,
dan kemudian disamadengankan nol. Turunan pertama thd parameter a,
D 2
0
a
 yi   a   bxi  0 (4.3)
Turunan pertama thd parameter b,
D 2
0
b
 yixi   axi  bxi 2  0 (4.4)
Penjumlahan (4.3) dan (4.4) :
n a   xi b   yi (4.5)
 xi a   xi b   xi yi
2
(4.6)
dengan  a  n a , sehingga :
n a   yi   xi b

a    yi   xi b 
1
(4.7)
n
1 1
a   yi   xi b atau
n n
a  y  bx (4.8)
Substitusi persamaan (4.7) ke (4.6) :
n xi yi   xi  yi
b (4.9)
n xi 2    xi 
2

Dengan menggunakan persamaan (4.8) dan (4.9) maka fungsi g(x) dapat dicari.
Nilai koefisien korelasi :
Dt 2  D 2
r (4.10)
Dt 2
Dengan :
r : koefisien korelasi

  yi  y 
n 2
Dt 2 
i 1
n
D2    yi  a  bx 
i 1
2
Untuk perkiraan yang sempurna nilai r = 1. Bila r = 0 perkiraan suatu fungsi sangat
jelek. Koefisien korelasi juga dapat digunakan untuk memilih suatu persamaan dari
beberapa alternatif yang ada, terutama dalam regresi garis tidak lurus.

Contoh 1
Tentukan persamaan garis yang mewakili data berikut :

x 4 6 8 10 14 16 20 22 24 28
y 30 18 22 28 14 22 16 8 20 8
Penyelesaian

No xi yi xi . yi xi2
1 4 30 120 16
2 6 18 108 36
3 8 22 176 64
4 10 28 280 100
5 14 14 196 196
6 16 22 352 256
7 20 16 320 400
8 22 8 176 484
9 24 20 480 576
10 28 8 224 784
 152 186 2432 2912

Gambar 4.4 Ploting titik-titik data pada sistem koordinat


Nilai rerata dari x dan y adalah :

x
 xi  152  15,2
n 10

y
 yi 
186
 18,6
n 10
Persamaan garis yang mewakili titik - titik data adalah :
y  a  bx
dengan :
n  xi yi   xi  yi 10  2432  152  186 3952
b    0,6569
n xi    xi  10  2912  152 
2 2
2 6016
a  y  b x  18,6  0,6569  15,2  28,5849
Jadi persamaan garis adalah :
y  28,5849  0 ,6569 x

4.5. Linierisasi Kurva Tidak Linier

Gambar 4.5. Titik data didekati dengan garis lurus dan lengkung
Tampak bahwa pendekatan dengan garis lurus menimbulkan kesalahan yang sangat
berarti.
Berikut adalah beberapa fungsi pendekatan yang biasa digunakan :
1. Fungsi Eksponensial
y  a1e b1x
dengan a1 dan b1 adalah konstanta.
Persamaan tsb dilinierka n dengan menggunaka n logaritma natural sehingga menjadi :
ln y  ln a1  b1 x ln e
Oleh karena ln e  1, maka :
ln y  ln a1  b1 x
Gambar 4.6. Transformasi fungsi
2. Persamaan berpangkat
y  a2 x b 2
Persamaan tsb dilinerkan dengan menggunakan fungsi logaritmik sehingga didapat :
log y  b2 log x  log a2

Gambar 4.7. Transformasi fungsi


Contoh 2
Tentukan persamaan kurva lengkung yang mewakili data berikut :

x 1 2 3 4 5
y 0.5 1.7 3.4 5.7 8.4

Penyelesaian
Dicoba untuk mencari kurva dengan menggunakan dua bentuk transformasi, yaitu
transformasi log dan ln
a. Transformasi log
Misalkan persamaan kurva yang dicari adalah :
y  ax b
Transformasi dengan menggunakan fungsi log,
log y  log ax b  log y  log a  b log x
Dilakukan transformasi sbb :
p  log y B b
A  log a q  log x
Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk :
p  A  Bq

No xi yi qi  log xi pi  log yi qi pi qi 2
1 1 0,5 0 -0,301 0 0
2 2 1,7 0,3010 0,2304 0,0693 0,0906
3 3 3,4 0,4771 0,5315 0,2536 0,2276
4 4 5,7 0,6020 0,7559 0,4550 0,3624
5 5 8,4 0,6990 0,9243 0,6461 0,4886
 2,0791 2,1411 1,4240 1,1692

Dari hitungan dalam tabel diatas didapat beberapa parameter berikut ini :

q
 log xi 2,0791
  0,4158
n 5

p
 log yi  2,1411  0,42822
n 5
Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan (4.8) dan (4.9) :
n qi pi   qi  pi 51,4240   2,0791 2,1411 2,6684
B    1,7572
n  qi    qi  51,1692   2,0791 2,0791
2
2
1,5233
Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A,
A  p  B q  0,42822  1,7572  0,4158  0,3024
Dengan demikian persamaan transformasi adalah :
p  0,3024  1,7572 q
Mengingat :
A  log a   0,3024  log a  a  0,4984
B  b  b  1,7572
Maka persamaan yang dicari adalah :
y  0,4984 x1, 7572

b. Transformasi ln
Misalkan persamaan mempunyai bentuk :
y  aebx
Transformasi dengan menggunakan fungsi ln,
ln y  ln aebx  ln a  ln e bx
ln y  ln a  bx
Dilakukan transformasi berikut :
p  ln y A  ln a
q x B b
Sehingga persamaan diatas dapat ditulis dalam bentuk :
p  A  Bq

Hitungan dilakukan dengan menggunakan tabel di bawah ini


No xi  qi yi qi 2  xi 2 pi  ln yi qi pi
1 1 0,5 1 -0,6931 -0,6931
2 2 1,7 4 0,5306 1,0612
3 3 3,4 9 1,2238 3,6714
4 4 5,7 16 1,7405 6,962
5 5 8,4 25 2,1282 10,641
15 55 4,93 21,6425

Dari hitungan dalam tabel diatas didapat beberapa parameter berikut ini.
y  3,94

q
 qi 15
3 
n 5

p
 pi  2,0791  0,4158
n 5
Koefisien A dan B dihitung dengan persamaan (4.8) dan (4.9).
n qi pi   qi  pi 5 21,6425  15 4,93 34,2625
B    0,6852
n  qi    qi  5 55  15
2 2
2
50
Setelah nilai B didapat kemudian dicari nilai A,
A  p  B q  0,99  0,68525  3,0  1,06575
Dengan demikian persamaan transformasinya adalah :
p  1,06575  0,68525q
Mengingat :
A  ln a   1,06575  ln a  a  0,34447
B  b  b  0,68525
maka persamaan yang dicari adalah :
y  0,34447e 0 , 68525x

Untuk memilih salah satu dari kedua hasil terbaik, dihitung nilai koefisien korelasi.
Dt 2  D 2
r
Dt 2
dengan

  yi  y 
n
Dt 2 
i 1
n
D2    yi  a o  a1x 
2

Hitungan dilakukan dengan menggunakan tabel


Transformasi log Transformasi ln
No xi yi
g(xi) D Dt g(xi) D Dt
1 1 0,5 0,4984 0,000003 11,8336 0,6835 0,03367 11,8336
2 2 1,7 1,6848 0,000231 5,0176 1,3563 0,11813 5,0176
3 3 3,4 3,4354 0,00125 0,2916 2,6912 0,50240 0,2916
4 4 5,7 5,6953 0,000022 3,0976 5,3401 0,12953 3,0976
5 5 8,4 8,4296 0,000876 19,8916 10,5963 4,82373 19,8916
 0,00238 40,132 5,60746 40,132

Nilai r untuk transformasi log :


Dt 2  D 2 40,132  0,00238
r   0,99997
Dt 2 40,132
Nilai r untuk transformasi ln :
Dt 2  D 2 40,132  5,60746
r 2
  0,92751
Dt 40,132

Dari kedua nilai tsb diatas, terlihat bahwa koefisien korelasi r untuk transformasi log
adalah lebih besar dari transformasi ln, sehingga dapat disimpulkan bahwa persamaan
yang didapat dari transformasi log adalah lebih baik.

4.6. Regresi Polinomial


Persamaan polinomial order r mempunyai bentuk :
y  a0  a1x  a 2 x 2  .........  arx r
Jumlah kuadrat dari kesalahan adalah :

  yi  a0  a1x1  a 2 x1 
n
2
D2  2
 .........arx1r xi 2 yiyi

Persamaan tsb didiferensialkan thd tiap koefisien dari polinomial,


D 2
 
n
 2 yi  a0  a1 xi  a2 xi 2  .......  ar xi  0
r

a0 i 1

D 2
 
n
 2 xi yi  a0  a1 xi  a2 xi 2  .......  ar xi  0
r

a1 i 1

D 2
 
n
 2 xi yi  a0  a1 xi  a2 xi 2  .......  ar xi  0
2 r

a2 i 1

.
.
D 2
 
n
 2 xi yi  a0  a1 xi  a2 xi 2  .......  ar xi  0
r r

ar i 1

Persamaan tsb dapat ditulis dalam bentuk :


 n  xi  xi  xi  a0    yi 
2 r
....
  a   
  xi  xi  xi  xi  1    xiyi 
2 3 r 1
.... 
 xi 2  xi 3
 xi 4
....  xi r2 
a2    xi 2 yi 
     
 . . . .... .  .  . 
 xi r r r   ar    xi r yi 
  xi r 1  xi r  2 ....  xi   

Contoh 3
Cari persamaan kurva polinomial order dua yang mewakili data berikut :

xi 0 1 2 3 4 5
yi 2,1 7,7 13,6 27,2 40,9 61,1

Penyelesaian
Persamaan polinomial order 2 mempunyai bentuk :

g ( x )  a0  a1 x  a 2 x 2
Ei  yi  g ( x )
 yi  a0  a1 x  a 2 x 2  2

Ei 2  
D2   Ei 2

Untuk polinomial order dua, diferensial dari D 2 thd tiap


menghasilkan bentuk :
  xi  xi    yi
2
n  a 0 
   a1    
  xi  xi  xi  
2 3
   xiyi 
 
  xi  xi 
xi 2 3 4

 a 2 
  xi 2
yi 
 

Hitungan dilakukan dengan menggunakan tabel di bawah :

No xi yi xi 2 xi 3 xi 4 xi yi xi 2 yi
1 0 2,1 0 0 0 0 0
2 1 7,7 1 1 1 7,7 7,7
3 2 13,6 4 8 16 27,2 54,4
4 3 27,2 9 27 81 81,6 244,8
5 4 40,9 16 64 256 163,6 654,4
6 5 61,1 25 75 625 305,5 1527,5
15 397,4 55 175 979 585,6 2488,8

Dengan melakukan hitungan dalam tabel diatas maka sistem persamaan (2) menjadi :
6a 0  15a1  55a 2  397,4
15a 0  55a1  175a 2  585,6 (3)
55a 0  175a1  979a 2  2488,8

Penyelesaian dari persamaan diatas adalah :


a 2  0,1922732
a1  33,20882
a 0  147,49288
Dengan demikian persamaan kurva adalah :
y  147,49288  33,20882x  0,1922732x 2

BAB V
INTERPOLASI

5.1. Pendahuluan
Bentuk umum persamaan polinomial order n adalah :
f ( x)  a0  a1 x  a2 x 2  ..........  an x n

Gambar 5.1. Interpolasi Polinomial


5.2. Interpolasi Linier
Bentuk paling sederhana dari interpolasi adalah menghubungkan dua buah titik data
dengan garis lurus.

Gambar 5.2. Interpolasi linier

Dari dua segitiga sebangun ABC dan ADE seperti tampak dalam gambar 5.2., tdp
hubungan berikut :
BC DE

AB AD
f 1( x)  f ( x0) f ( x1)  f ( x0)
 (5.2)
x  x0 x1  x0
f ( x1)  f ( x0)
f 1( x)  f ( x0)   x  x0
x1  x0
Contoh 1
Dicari nilai ln 2 dengan metode interpolasi linier berdasar data ln 1 = 0 dan ln 6 =
1,7917595. Hitung juga nilai tsb berdasar data ln 1 dan ln 4 = 1,3862944. Untuk
membandingkan hasil yang diperoleh, diketahui nilai eksak dari ln 2 = 0,69314718
Penyelesaian
Dengan menggunakan persamaan 5.2., interpolasi linier dari x0 = 1 sampai x1 = 6.
1,7917595
f 1(2)  0   2  1  0,35835190
6 1
Besarkesalahanadalah :
0,69314718  0,35835190
Et   100%  48,3%
0,69314718
Dengan interval lebih kecil, x0  1 dan x1  4
1,3861944
f 1(2)  0   2  1  0,46209813
4 1
Besar kesalahan adalah :
0,69314718  0,46209813
Et   100%  33,3%
0,69314718

Dari contoh dapat dilihat bahwa dengan menggunakan interval yang lebih kecil
diperoleh hasil yang lebih baik (kesalahan yang lebih kecil).

Gambar 5.3.

5.3. Interpolasi Kuadrat


Kesalahan yang terjadi dalam contoh 1 adalah karena kurva dari fungsi didekati oleh
garis lurus.Untuk mengurangi kesalahan yang terjadi dilakukan dengan menggunakan
garis lengkung yang menguhubungkan titik-titik data. Bila ada tiga titik data, maka
perkiraan dapat dilakukan dengan polinomial order dua, yang dapat ditulis sbb :
f 2( x)  b0  b1 x  x0   b 2 x  x0  x  x1 (5.3)
Persamaan (5.3) sama dengan persamaan (5.1), sehingga :
f 2 ( x)  b0  b1 x  b1 x0  b2 x 2  b2 x0 x1  b 2 xx0  b 2 xx1
atau
f 2 ( x)  a0  a1 x  a2 x 2
dengan
a 0  b0  b1x0  b 2 x 0 x1
a1  b1  b 2 x0  b 2 x1
a 2  b2

Terlihat bahwa persamaan (5.3) sama dengan persamaan (5.1)


Selanjutnya untuk keperluan interpolasi, persamaan polinomial ditulis dalam bentuk
persamaan (5.3). Berikut ini diberikan prosedur untuk menentukan nilai dari koefisien-
koefisien tsb.
Koefisien b0 dapat dihitung dari persamaan (5.3) dengan memasukkan nilai x = x0,
f ( x0)  b0  b1 x0  x 0   b 2 x0  x0  x0  x1
(5.4)
b0  f ( x0)

Bila persamaan (5.4) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.3), dan kemudian


dimasukkan nilai x = x1, maka akan diperoleh koefisien b1,
f ( x1)  f ( x0)  b1 x1  x 0   b 2 x1  x0  x1  x1
f ( x1)  f ( x 0) (5.5)
b1 
x1  x0
Bila persamaan (5.4) dan (5.5) disubstitusikan ke dalam persamaan (5.3) dan untuk
x = x2 maka akan diperoleh koefisien b2.
f ( x1)  f ( x0)
f ( x 2)  f ( x 0)   x 2  x0  b2 x 2  x0   b2 x 2  x0 x 2  x1
x1  x 0
f ( x1)  f ( x 0)
b 2 x 2  x0  x 2  x1  f ( x 2)  f ( x 0)    x 2  x1 x1  x0 
x1  x 0
f ( x1 _  f ( x0)
 f ( x 2)  f ( x 0)   x 2  x1  f ( x1)  f ( x0)
x1  x 0
f ( x1)  f ( x0)
 f ( x 2)  f ( x1)   x 2  x1
x1  x0
atau
f ( x1)  f ( x0)
f ( x 2)  f ( x1)   x 2  x1
b2  x1  x0
 x 2  x0 x 2  x1
f ( x 2)  f ( x1) f ( x1)  f ( x0)

b2  x 2  x1 x1  x0
x 2  x0
(5.6)

Contoh 2
Gunakan polinomial order dua dengan data spt dalam contoh 1 :
x0 = 1 f(x0) = 0
x1 = 4 f(x1) = 1,3862944
x2 = 6 f(x2) = 1,7917595
untuk mencari ln 2
Penyelesaian
Interpolasi polinomial dihitung dengan menggunakan persamaan (5.3), dan koefisien
b0, b2, dan b2 dihitung dengan persamaan (4.4), (4.5) dan (4.6).
Dengan menggunakan persamaan (5.4) diperoleh nilai b0 :
b0  0
Koefisien b1 dapat dihitung dengan persamaan (5.5) :
1,3862944  0
b1   0,46209813
4 1
Persamaan (5.6) digunakan untuk menghitung koefisien b2 :
1,7917595  1,3862944
 0,46209813
b2  64  0,051873116
6 1
Nilai - nilai tsb disubstitusikan ke persamaan (5.3) :
f 2( x )  0  0,46209813 x  1 - 0,05187311 6 x - 1 x - 4
Untuk x  2, maka diperoleh nilai fungsi interpolasi :
f 2(2)  0,56584436
Besar kesalahan adalah :
0,69314718  0,5684436
Et   100%  18,4%
0,69314718

Gambar 5.4. Interpolasi polinomial order 2

5.4. Bentuk Umum Interpolasi Polinomial


Bentuk umum polinomial order n adalah :
fn( x)  b0  b1 x  x0   ...........  bn x  x 0  x  x1..... x  xn  1 (5.7)
Persamaan berikut digunakan untuk mengevaluasi koefisien.
b 0  f ( x 0) (5.8)
b1  f  x1, x 0 (5.9)
b 2  f  x 2, x1, x0 (5.10)
bn  f  xn, xn  1,........x1, x 0 (5.11)
Pembagian beda hingga yang pertama adalah :
f ( xi )  f ( xj )
f  xi, xj   (5.12)
xi  xj
Pembagian beda hingga yang kedua :
f  xi, xj   f  xj, xk 
f  xi, xj, xk  
xi  xk
(5.14)
Pembagian beda hingga ke - n adalah :
f  xn, xn  1,......x1  f  xn  1, xn  2,.....x0
f  xn, xn  1,....., x1, x 0 
xn  x0

fn( x)  f ( x 0)  f  x1, x0  x  x 0   f  x 2, x1, x 0  x  x0  x  x1  .....  f  xn, xn  1,.....x1, x 0


 x  x0 x  x1.......... x  xn 1  (5.15)
Tabel 5.1. Bentuk grafis dari pembagian beda hingga

i xi f(xi) Pertama Kedua Ketiga


0 x0 f(x0) f  x1, x 0 f  x 2, x1, x 0 f  x3, x 2, x1, x 0
1 x1 f(x1) f  x 2, x1 f  x3, x 2, x1
2 x2 f(x2) f  x3, x 2
3 x3 f(x3)

Contoh 3
Dalam contoh 2, titik data x0 = 1, x1 = 4 dan x2 = 6 digunakan untuk mengestimasi ln 2
dengan parabola. Sekarang dengan menambah titik ke empat x3 = 5, f(x3) = 1,6094379,
hitung ln 2 dengan interpolasi polinomial order tiga.
Penyelesaian
Data yang diketahui :
x0 = 1 f(x0) = 0
x1 = 4 f(x1) = 1,3862944
x2 = 6 f(x2) = 1,7917595
x3 = 5 f(x3) = 1,6094379
Persamaan polinomial order tiga diperoleh dengan memasukkan nilai n = 3 ke dalam
persamaan (5.7) :
f 3( x )  b0  b1 x  x 0   b 2 x  x 0  x  x1  b3 x  x 0  x  x1 x  x 2 
Pembagian beda hingga pertama dihitung dengan persamaan (5.12) :
1,3862944  0
f  x1, x 0   0,46209813
44
1,7917595  1,3862944
f  x 2, x1   0,20273255
64
1,6094379  1,7917595
f  x3, x 2   0,18232160
56
Pembagian beda hingga kedua dihitung dengan persamaan (5.13) :
0,20273255  0,46209813
f  x 2, x1, x 0   0,051873116
6 1
0,18232160  0,20273255
f  x3, x 2, x1   0,020410950
54
Pembagian beda hingga ketiga dihitung dengan persamaan (5.14) :
 0,020410950  (0,051873116 )
f  x3, x 2, x1, x 0   0,0078655415
5 1
Hasil dari f[x1,x0], f[x2,x1,x0] dan f[x3,x2,x1,x0] merupakan koefisien b1, b2, dan b3
dari persamaan (5.7) ; dan dengan b0 = f(x0) = 0, maka persamaan (5.7) menjadi :

f 3( x )  0  0,46209813 x  1  0,051873116 x  1 x  4   0,0078655415 x  1 x  4  x  6 


Yang akhirnya didapat :
f 3 (2)  0,62876869
Besarnya kesalahan dengan menggunakan interpolasi polinomial order 3 adalah Et  9,3 %.

5.5. Interpolasi Polinomial Lagrange


Interpolasi polinomial lagrange adalah hampir sama dengan polinomial Newton,
tetapi tidak menggunakan bentuk pembagian beda hingga.
Bentuk polinomial lagrange order satu :
f 1( x )  f ( x 0)   x  x0  f  x1, x0 (5.16)
Pembagian beda hingga yang ada dalam persamaan diatas mempunyai bentuk :
f ( x1)  f ( x 0)
f  x1, x 0 
x1  x 0
atau (5.17)
f ( x1) f ( x 0)
f  x1, x 0  
x1  x 0 x 0  x1
Substitusi persamaan (5.17) ke persamaan (5.16) :
x  x0 x  x0
f 1( x)  f ( x0)  f ( x1)  f ( x0)
x1  x0 x0  x1
Dengan mengelompokkan suku - suku di ruas kanan maka persamaan menjadi :]
 x0  x1 x  x0  x  x0
f 1( x)     f ( x0)  f ( x1) (5.18)
 x0  x1 x0  x1 x1  x 0
atau
x  x1 x  x0
f 1( x)  f ( x0)  f ( x1)
x0  x1 x1  x 0
Persamaan (5.18) dikenal dengan interpolasi polinomial Lagrange order satu.
Dengan prosedur diatas, untuk interpolasi order dua akan didapat :
x  x1 x  x 2 x  x0 x  x 2 x  x0 x  x1
f 2( x)  f ( x0)  f ( x1)  f ( x 2)
x0  x1 x0  x 2 x1  x0 x1  x 2 x 2  x0 x 2  x1
(5.19)
Secara umum bentuk interpolasi polinomial Lagrange order n adalah :
n
fn( x)   Li ( x) f ( xi) (5.20)
i 0

dengan
n
x  xj
Li( x)  
j  0  xj
xi (5.21)
j 0

dimana simbol Π merupakan perkalian.


Dengan menggunakan persamaan (5.20) dan (5.21) dapat dihitung interpolasi
Lagrange order yang lebih tinggi. Misalnya, untuk interpolasi Lagrange order 3,
persamaan tsb adalah :
3
f 3( x )   Li ( x) f ( xi)
i 0

 Lo( x ) f ( xo)  L1( x ) f ( x1)  L 2( x ) f ( x 2)  L3( x ) f ( x3)


x  x1 x  x 2 x  x3
Lo ( x ) 
xo  x1 xo  x 2 xo  x3
x  xo x  x 2 x  x3
L1( x ) 
xo  xo xo  x 2 xo  x3
x  xo x  x1 x  x3
L 2( x ) 
xo  xo xo  x1 xo  x3
x  xo x  x1 x  x 2
L3( x ) 
xo  xo xo  x1 xo  x 2
Sehingga bentuk interpolasi polinomial Lagrange order 3 adalah :
x  x1 x  x 2 x  x3 x  xo x  x 2 x  x3
f 3 ( x)  f ( xo)  f ( x1)
xo  x1 xo  x 2 xo  x3 xo  xo xo  x 2 xo  x3
x  xo x  x1 x  x3 x  xo x  x1 x  x 2
 f ( x 2)  f ( x3)
xo  xo xo  x1 xo  x3 xo  xo xo  x1 xo  x 2
Contoh 4
Gunakan interpolasi polinomial Lagrange order satu dan dua untuk menghitung ln 2
dengan menggunakan data pada contoh 3.
Penyelesaian
xo = 1 f (xo) = 0
x1 = 4 f (x1) = 1,3862944
x2 = 6 f (x2) = 1,7917595
Penyelesaian order satu menggunakan persamaan (5.18) :

x  x1 x  xo
f1 ( x )  f ( xo)  f ( x1)
xo  x1 x1  xo
Untuk x  2 dan dengan data yang diketahui maka :
24 2 1
f1 (2)  0 1,3862944  0,4620981
1 4 4 1
Untuk interpolasi polinomial Lagrange order dua digunakan persamaan (5.19)
24 26 2 1 2  6 2 1 2  4
f 2 ( 2)  0 1,3862944  1,7917595  0,56584437
1 4 1 6 4 1 4  6 6 1 6  4
Terlihat bahwa kedua hasil diatas memberikan hasil yang hampir sama dengan contoh
sebelumnya.
2 1 1
A  1 2 1 
1 1 2
Penyelesaian :
Matriks A ditingkatkan dengan matriks identitas sehingga menjadi :
2 1 1 1 0 0
 
A  1 2 1 0 1 0
1 1 2 0 0 1
1. Ditetapkan elemen pertama dari baris pertama sebagai elemen pivot yaitu 2. Baris tsb
dibagi dengan elemen pivot (2) sehingga didapat :
1 1 / 2 1/ 2 1/ 2 0 0
 
1 2 1 0 1 0
1 1 2 0 0 1

a11 x1  a12 x 2  a13 x3  b1 (3.3.a)


a 21x1  a 22 x 2  a 23 x3  b 2 (3.3.b)
a31x1  a32 x 2  a33 x3  b3 (3.3.c)
Persamaan pertama dari sistem dibagi koefisien pertama dari persamaan pertama, a11
a12 a13 b1
x1  x2  x3  (3.4.)
a11 a11 a11
Persamaan (3.4) dikalikan dengan koefisien pertama dari persamaan kedua.
a12 a13 b1
a 21x1  a 21 x 2  a 21 x3  a 21 (3.5)
a11 a11 a11
Persamaan (3.3.b) dikurangi persamaan (3.5) didapat :
 a12   a13   b1 
 a 22  a 21  x 2   a 23  a 21  x3   b 2  a 21 
 a11   a11   a11 
atau
a '22 x 2  a '23 x3  b'2

Anda mungkin juga menyukai