Anda di halaman 1dari 12

Domestic Case Study 2018

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Candi Borobudur Sebagai Objek Wisata Unggulan

Kota Magelang
Fitri I
1601903

Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta

Abstract : Makalah ini merupakan hasil laporan Domestic Case Study untuk syarat publikasi ilmiah di
Sekolah Tinggi Pariwasata Ambarrukmo Yogyakarta dengan Judul Candi Borobudur Sebagai Objek
Wisata Unggulan Kota Magelang.

1. Pendahuluan
a. Latar Belakang
DCS atau dikenal dengan Domestic Case Study merupakan salah satu hal yang wajib
dilakukan oleh para mahasiswa Sekolah Tinggi Pariwisata Ambarrukmo Yogyakarta
(STIPRAM). Domestic Case Study dilaksanakan pada pertengahan semester ke8 yang wajib
dikumpulkan dalam bentuk laporan atau jurna lilmiah yang dibuat untuk memenuhi syarat pada
saat mengikuti ujian pendadaran di akhir semester ke8. Ada beberapa tempat tujuan untuk
mengikut DCS yang dilaksanakan oleh pihak kampus pada tanggal 13 Januari 2018, sepertidi
Bumi Perkemahan Kaliurang. Para mahasiswa diperkenankan untuk memilih salah satu tempat
tujuan DCS tersebut. Namun mahasiswa juga diperkenankan untuk memilih tujuan DCS selain
yang telah ditentukan oleh pihak kampus, seperti yang dilakukan oleh pihak penulis yang
mengambil objek tujuan DCS diluar ketentuan kampus, sehingga penulis dapat mengangkat
objek wisata yang terdapat di daerahnya sendiri.
Dalam hal ini untuk memenuhi syarat DCS harus tercantum sertifikat-sertifikat tentang seminar
yang berkaitan dengan Pariwisata. Untuk memenuhi syarat tersebut, penulis mengikuti seminar
yang bertemakan “Responsible Tourism” yang dilaksanakan pada tanggal13 Januari 2018 di
Bumi Perkemahan Kaliurang. Dalam seminar tersebut narasumbe rmenjelaskan tentang apakah
yang dimaksud dengan Responsible Tourism dan bagaimana arah perkembangan pariwiasta
yang ada di Indonesia saat ini.
Sebagaimana yang telah diatur dalamUndang-Undang Dasar 1945 pasal 32 yang menegaskan
bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia” dan di dalam penjelasannya
antara lain menyatakan bahwa “Usaha kebudayaan harus menujuk kearah kemajuan adab,

1
budaya, dan persatuan, dengan tidak menolak bahan baku dari kebudayaan asing yang dapat
memperkembangkan atau memperkaya kebudayaan bangsa itu sendiri serta mempertinggi
derajat kemanusiaan Indonesia” [1,2].
Benda-benda peninggalan sejarah memiliki arti penting bagi kebudayaan bangsa khususnya
untuk memupuk rasa kebangsaan nasional serta memperkokoh rasa kebangsaan serta kesadaran
bangsa, oleh karena itu benda cagar budaya wajib dilindungi sebagai warisan budaya bangsa
Indonesia sebagaimana yang telah diatur dalam peraturan pemerintah UU Nomor 5 Tahun 1992
tentang Benda Cagar Budaya [3]. Benda peninggalan sejarah suatu bangsa adalah hasil ciptaan
bangsa itu sendiri pada masa lampau yang mejadi sumber kebanggan bagi bangsa yang
bersangkutan [4].
Dalam hal ni penulis mengambil objek wisata Candi Borobudur yang merupakan salah satu ikon
Kota Magelang dan merupakan candi Budha terbesar di Indonesia. Candi merupakan bangunan
replika tempat tinggal para dewa yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru. Karena itu, seni
arsitekturnya dihias dengan berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang
disesuaikan dengan alam Gunung Mahameru. Candi-candi dan pesan yang disampaikan lewat
arsitektur, relief, serta arca-arcanya tak pernah lepas dari unsur spiritualitas, daya cipta, dan
keterampilan para pembuatnya.
Beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan dibangun amat megah, detil, kaya
akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan teknologi
arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi bukti betapa
tingginya kebudayaan dan peradabannenek moyang bangsa Indonesia.
Candi Borobudur dapat dijadikan sebagai salah satu ikon bagi suatu daerah dengan
pengembangan dan peningkatan dari ikon tersebut akan menjadi daya tarik tersendiri bagi
wisatawan asing maupun domestik. Namun seiring dengan berjalannya waktu, permintaan dari
para wisatawan akan objek tersebut akan semakin banyak pula sehingga pemerintah harus
gencar-gencarnya memberikan penawaran atau memenuhi permintaan dari wisatawan dengan
semaksimal mungkin. Namun masalah akan muncul apabila jumlah wisatawan melebihi
batasan, sehingga akan menyebabkan permasalahan lingkungan sekitar Candi Borobudur.
2. Pembahasan
a. Candi Borobudur
Candi adalah istilah dalam Bahasa Indonesia yang merujuk kepada sebuah bangunan
keagamaan tempat ibadah peninggalan purbakala yang berasal dari peradaban Hindu-
Buddha.Bangunan ini digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewi ataupun memuliakan
Buddha. Akan tetapi, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut
tempat ibadah saja, banyak situs-situs purbakala non-religius dari masa Hindu-Buddha
Indonesia klasik, baik sebagai istana (kraton), pemandian (petirtaan), gapura, dan sebagainya,
juga disebut dengan istilah candi.Candi merupakan bangunan replika tempat tinggal para dewa

2
yang sebenarnya, yaitu Gunung Mahameru. Karena itu, seni arsitekturnya dihias dengan
berbagai macam ukiran dan pahatan berupa pola hias yang disesuaikan dengan alam Gunung
Mahameru. Candi-candi dan pesan yang disampaikan lewat arsitektur, relief, serta arca-arcanya
tak pernah lepas dari unsur spiritualitas, daya cipta, dan keterampilan para pembuatnya [5].
Beberapa candi seperti Candi Borobudur dan Prambanan dibangun amat megah, detil, kaya
akan hiasan yang mewah, bercitarasa estetika yang luhur, dengan menggunakan teknologi
arsitektur yang maju pada zamannya. Bangunan-bangunan ini hingga kini menjadi bukti betapa
tingginya kebudayaan dan peradabannenek moyang bangsa Indonesia.Istilah "Candi" diduga
berasal dari kata “Candika” yang berarti nama salah satu perwujudan Dewi Durga sebagai dewi
kematian.Karenanya candi selalu dihubungkan dengan monumen tempat pedharmaan untuk
memuliakan raja anumerta (yang sudah meninggal) contohnya candi Kidal untuk memuliakan
Raja Anusapati.Penafsiran yang berkembang di luar negeri — terutama di antara penutur bahasa
Inggris dan bahasa asing lainnya — adalah; istilah candi hanya merujuk kepada bangunan
peninggalan era Hindu-Buddha di Nusantara, yaitu di Indonesia dan Malaysia saja (contoh:
Candi Lembah Bujang di Kedah). Sama halnya dengan istilah wat yang dikaitkan dengan candi
di Kamboja dan Thailand. Akan tetapi dari sudut pandang Bahasa Indonesia, istilah 'candi' juga
merujuk kepada semua bangunan bersejarah Hindu-Buddha di seluruh dunia; tidak hanya di
Nusantara, tetapi juga Kamboja, Myanmar, Thailand, Laos, Vietnam, Sri Lanka, India, dan
Nepal; seperti candi Angkor Wat di Kamboja dan candi Khajuraho di India. Istilah candi juga
terdengar mirip dengan istilah chedi dalam bahasa Thailand yang berarti 'stupa'.
b. Pengertian Ekowisata
Pengembangan pariwisata berbasis ekowisata merupakan suatu konsep dalam kegiatan
pariwisata yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi masyarakat dalam kegiatan pariwisata
dan pelestarian lingkungan serta meningkatkan perekonomian masyarakat melalui pemanfaatan
hasil sumber daya alam yang terdapat pada suatu destinasi wisata [6,7]. Penelitian ini
didasarkan pada penerapan pengembangan pariwisata di Desa Sade. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Desa Sade telah menerapkan konsep ekowisata melalui pembentukan
kelembagaan masyarakat sadar wisata yang bertujuan untuk meningkatkan partisipasi
masyarakat Desa Sade dalam pengelolaan kegiatan pariwisata dan pelestarian lingkungan.
c. Konsep Pengembangan Ekowisata
Untuk mengembangkan ekowisata dilaksanakan dengan cara pengembangan pariwisata pada
umumnya. Ada dua aspek yang perlu dipikirkan. Pertama, aspek destinasi,kemudian kedua
adalah aspek market [8]. Untuk pengembangan ekowisata dilaksanakan dengan konsep product
driven. Meskipun aspek market perlu dipertimbangkan namun macam, sifat dan perilaku obyek
dan daya tarik wisata alam dan budaya diusahakan untuk menjaga kelestarian dan
keberadaannya [9].

3
Pada hakekatnya ekowisata yang melestarikan dan memanfaatkan alam dan budaya masyarakat,
jauh lebih ketat dibanding dengan hanya keberlanjutan. Pembangunan ekowisata berwawasan
lingkungan jauh lebih terjamin hasilnya dalam melestarikan alam dibanding dengan
keberlanjutan pembangunan. Sebab ekowisata tidak melakukan eksploitasi alam, tetapi hanya
menggunakan jasa alam dan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pengetahuan, fisik/ dan
psikologis wisatawan. Bahkan dalam berbagai aspek ekowisata merupakan bentuk wisata yang
mengarah ke metatourism. Ekowisata bukan menjual destinasi tetapi menjual filosofi. Dari
aspek inilah ekowisata tidak akan mengenal kejenuhan pasar [10].
d. Sejarah Candi Borobudur
Candi Borobudur merupakan candi terbesar kedua setelah Candi Ankor Wat di
Kamboja.Borobudur mirip bangunan piramida Cheops di Gizeh Mesir.Luas bangunan Candi
Borobudur 15.129 m2 yang tersusun dari 55.000 m3 batu, dari 2 juta potongan batu-batuan.
Ukuran batu rata-rata 25 cm X 10 cm X 15 cm. Panjang potongan batu secara keseluruhan 500
km dengan berat keseluruhan batu 1,3 juta ton. Dinding-dinding Candi Borobudur dikelilingi
oleh gambar-gambar atau relief yang merupakan satu rangkaian cerita yang terususun dalam
1.460 panel.Panjang panel masing-masing 2 meter. Jadi kalau rangkaian relief itu dibentangkan
maka kurang lebih panjang relief seluruhnya 3 km. Jumlah tingkat ada sepuluh, tingkat 1-6
berbentuk bujur sangkar, sedangkan tingkat 7-10 berbentuk bundar. Arca yang terdapat di
seluruh bangunan candi berjumlah 504 buah. Sedangkan, tinggi candi dari permukaan tanah
sampai ujung stupa induk dulunya 42 meter, namun sekarang tinggal 34,5 meter setelah
tersambar petir.
Menurut hasil penyelidikan seorang antropolog-etnolog Austria, Robert von Heine Geldern,
nenek moyang bangsa Indonesia sudah mengenal tata budaya pada zaman Neolithic dan
Megalithic yang berasal dari Vietnam Selatan dan Kamboja. Pada zaman Megalithic itu nenek
moyang bangsa Indonesia membuat makam leluhurnya sekaligus tempat pemujaan berupa
bangunan piramida bersusun, semakin ke atas semakin kecil.Salah satunya yang ditemukan di
Lebak Sibedug Leuwiliang Bogor Jawa Barat.Bangunan serupa juga terdapat di Candi Sukuh di
dekat Solo, juga Candi Borobudur. Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak
seperti susunan bangunan berundak atau semacam piramida dan sebuah stupa.
Berbeda dengan piramida raksasa di Mesir dan Piramida Teotihuacan di Meksiko Candi
Borobudur merupakan versi lain bangunan piramida. Piramida Borobudur berupa kepunden
berundak yang tidak akan ditemukan di daerah dan negara manapun, termasuk di India. Dan
itulah salah satu kelebihan Candi Borobudur yang merupakan kekhasan arsitektur Budhis di
Indonesia.
Melihat kemegahan bangunan Candi Borobudur saat ini dan candi-candi lainnya di Indonesia
telah memberikan pengetahuan yang besar tentang peradaban bangsa Indonesia.Berbagai ilmu
pengetahuan terlibat dalam usaha rekonstruksi Candi Borobudur yang dilakukan oleh

4
Teodhorus van Erp.Kita patut menghargai usaha-usahanya mengingat berbagai kendala dan
kesulitan yang dihadapi dalam membangun kembali candi ini.Sampai saat ini ada beberapa hal
yang masih menjadi bahan misteri seputar berdirinya Candi Borobudur, misalnya dalam hal
susunan batu, cara mengangkut batu dari daerah asal sampai ke tempat tujuan, apakah batu-batu
itu sudah dalam ukuran yang dikehendaki atau masih berupa bentuk asli batu gunung, berapa
lama proses pemotongan batu-batu itu sampai pada ukuran yang dikehendaki, bagaimana cara
menaikan batu-batu itu dari dasar halaman candi sampai ke puncak, alat derek apakah yang
dipergunakan? Mengingat pada masa itu belum ada gambar biru (blue print), lalu dengan sarana
apakah mereka itu kalau hendak merundingkan langkah-langkah pengerjaan yang harus
dilakukan, dalam hal gambar relief, apakah batu-batu itu sesudah bergambar lalu dipasang, atau
batu dalam keadaan polos baru dipahat untuk digambar.Dan mulai dari bagian mana gambar itu
dipahat, dari atas ke bawah atau dari bawah ke atas?Dan masih banyak lagi misteri yang belum
terungkap secara ilmu pengetahuan, terutama tentang ditemukannya ruang pada stupa induk
candi.
Candi Borobudur dibangun sekitar tahun 800 sebelum masehi atau abad ke 9. Borobudur
dibangun oleh pengikut Buddha Mahayana pada masa pemerintahan Dinasti Dinasti.Candi ini
dibangun pada masa kejayaan dinasti dinasti. Pendiri Candi Borobudur, Raja Samaratungga dari
atau dinasti dinasti dinasti. Kemungkinan candi ini dibangun sekitar 824 AD dan selesai sekitar
900 Masehi pada masa pemerintahan Ratu Pramudawardhani putri Samaratungga.Sementara
arsitek yang membantu membangun candi ini untuk cerita turun-temurun bernama Gunadharma.
Borobudur kata-kata sendiri berdasarkan bukti tertulis pertama yang ditulis oleh Sir Thomas
Stamford Raffles, Gubernur Jenderal Britania Raya di Jawa, yang memberikan nama candi ini.
Tidak ada bukti tertulis bahwa orang tua yang memberikan nama ini Candi Borobudur. Hanya
satu dokumen tertua yang menunjukkan adanya candi ini Nagarakretagama buku yang ditulis
oleh MPU tahun 1365 Prapanca Buku tersebut ditulis bahwa candi ini digunakan sebagai tempat
untuk meditasi Buddhis.Arti dari "biara di pegunungan" nama Borobudur yang berasal dari kata
"bara" (candi atau biara) dan "beduhur" (bukit atau tanah tinggi) di sansekerta. Oleh karena itu,
sesuai dengan arti nama Borobudur, maka tempat ini sejak dahulu digunakan sebagai tempat
ibadah Buddha.Candi ini selama berabad-abad tidak lagi digunakan. Jadi, karena letusan
gunung berapi, menutupi sebagian besar bangunan Borobudur tanah vulkanik.Selain itu,
bangunan juga ditutupi dengan berbagai pepohonan dan semak belukar selama berabad-
abad.Kemudian bangunan candi ini mulai terlupakan dalam waktu Islam datang ke Indonesia
sekitar abad ke-15. Pada tahun 1814, ketika Inggris menduduki Indonesia, Sir Thomas Stamford
Raffles mendengar tentang penemuan benda arkeologi besar di desa Bumisegoro Kabupaten
Magelang.Karena minat yang besar dalam sejarah Jawa, dan kemudian segera memerintahkan
Raffles HC Cornelius, seorang insinyur Belanda, untuk menyelidiki lokasi penemuan itu berupa
bukit yang dipenuhi semak belukar.

5
Cornelius dibantu oleh sekitar 200 orang jatuh pepohonan dan menyingkirkan semak yang
menutupi bangunan raksasa.Karena bangunan sudah rapuh dan bisa runtuh, kemudian
melaporkan kepada Kornelius penemuan Raffles berisi beberapa gambar.Sejak penemuannya,
adalah Raffles bernama pria yang memulai pemugaran Candi Borobudur dan mendapat
perhatian dunia.Pada tahun 1835, seluruh kawasan candi telah digali.Candi ini diadakan
kembali di era kolonial Belanda. Setelah kemerdekaan Indonesia pada tahun 1956 Pemerintah
Indonesia meminta bantuan dari UNESCO untuk memeriksa kerusakan Borobudur.Jadi, pada
tahun 1963.Dari keputusan Pemerintah Indonesia resmi untuk melaksanakan pemugaran Candi
Borobudur oleh UNESCO ini namun dipulihkan hanya benar-benar mulai terjadi pada tanggal
10 Agustus 1973. Proses renovasi baru selesai pada tahun 1984. Sejak tahun 1991, ditunjuk
Borobudur sebagai Dunia atau World Heritage Site oleh UNESCO.
e. Bagian-Bagian Candi Borobudur
Ketiga tingkatan ranah spiritual dalam kosmologi Buddha adalah:
1. Kamadhatu
Bagian kaki Borobudur melambangkanKamadhatu,yaitu dunia yang masihdikuasai
olehkamaatau "nafsu rendah". Bagian ini sebagian besar tertutup olehtumpukan batu yang
diduga dibuat untuk memperkuat konstruksi candi. Pada bagiankaki asli yang tertutup struktur
tambahan ini terdapat 160 panel ceritaKarmawibhanggayang kini tersembunyi. Sebagian kecil
struktur tambahan di suduttenggara disisihkan sehingga orang masih dapat melihat beberapa
relief pada bagianini. Struktur batu andesit kaki tambahan yang menutupi kaki asli ini memiliki
volume13.000 meter kubik.
2. Rupadhatu
Empat undak teras yang membentuk lorong keliling yang pada dindingnyadihiasi galeri relief
oleh para ahli dinamakan Rupadhatu Lantainya berbentuk persegi. Rupadhatu terdiri dari empat
lorong dengan 1.300 gambar relief. Panjangrelief seluruhnya 2,5 km dengan 1.212 panel berukir
dekoratif. Rupadhatu adalahdunia yang sudah dapat membebaskan diri darinafsu,tetapi masih
terikat oleh rupadan bentuk. Tingkatan ini melambangkan alam antara yakni, antaraalam
bawahdanalam atas. Pada bagian Rupadhatu ini patung-patung Buddha terdapat pada ceruk
ataurelung dinding di atas pagar langkan atau selasar. Aslinya terdapat 432 arca Buddha
didalam relung-relung terbuka di sepanjang sisi luar di pagar langkan. Pada pagar langkan
terdapat sedikit perbedaan rancangan yang melambangkan peralihan dariranah Kamadhatu
menuju ranah Rupadhatu; pagar langkan paling rendah dimahkotairatna, sedangkan empat
tingkat pagar langkan diatasnya dimahkotai stupika (stupa kecil). Bagian teras-teras
bujursangkar ini kaya akan hiasan dan ukiran relief.
3. Arupadhatu
Berbeda dengan lorong-lorong Rupadhatu yang kaya akan relief, mulai lantai kelima hingga
ketujuh dindingnya tidak berelief. Tingkatan ini dinamakan Arupadhatu (yang berarti tidak

6
berupa atau tidak berwujud). Denah lantai berbentuk lingkaran. Tingkatan ini melambangkan
alam atas, di mana manusia sudah bebas darisegala keinginan dan ikatan bentuk dan rupa,
namun belum mencapainirwana. Pada pelataran lingkaran terdapat 72 dua stupa kecil
berterawang yang tersusun dalam tiga barisan yang mengelilingi satu stupa besar sebagai stupa
induk. Stupa kecil berbentuk lonceng ini disusun dalam 3 teras lingkaran yang masing-masing
berjumlah 32, 24,dan 16 (total 72 stupa). Dua teras terbawah stupanya lebih besar dengan
lubang berbentuk belah ketupat, satu teras teratas stupanya sedikit lebih kecil dan lubangnya
berbentuk kotak bujur sangkar. Patung-patung Buddha ditempatkan di dalam stupayang ditutup
berlubang-lubang seperti dalam kurungan. Dari luar patung-patung itu masih tampak samar-
samar. Rancang bangun ini dengan cerdas menjelaskan konsep peralihan menuju keadaan tanpa
wujud, yakni arca Buddha itu ada tetapi tak terlihat.
f. Tahapan Candi Borobudur dari Masa ke Masa
Setelah pemugaran besar-besaran pada 1973 yang didukung oleh UNESCO.Borobudur kembali
menjadi pusat keagamaan dan ziarah agama Buddha.Sekali setahun pada saat bulan purnama
sekitar bulan Mei atau Juni, umat Buddha di Indonesia memperingati hari suci Waisak, hari
yang memperingati kelahiran, wafat, dan terutama peristiwa pencerahan Siddhartha Gautama
yang mencapai tingkat kebijaksanaan tertinggi menjadi Buddha Shakyamuni.Waisak adalah hari
libur nasional di Indonesia dan upacara peringatan dippusatkan di tiga candi Buddha utama
dengan ritual berjalan dari Candi Mendut menuju Candi Pawon dan prosesi berakhir di Candi
Borobudur.
Pada 21 Januari 1985, sembilan stupa rusak parah akibat sembilan bom. Pada 1991 seorang
penceramah muslim beraliran ekstrem yang tunanetra, Husein Ali Al Habsyie, dihukum penjara
seumur hidup karena berperan sebagai otak serangkaian serangan bom pada pertengahan dekade
1980-an, termasuk serangan atas Candi Borobudur. Dua anggota kelompok ekstrem sayap
kanan djatuhi hukuman 20 tahun penjara pada tahun 1986 dan seorang lainnya menerima
hukuman 13 tahun penjara. Sendratari "Mahakarya Borobudur" digelar di Borobudur
Monumen ini adalah obyek wisata tunggal yang paling banyak dikunjungi di Indonesia.Pada
1974 sebanyak 260.000 wisatawan yang 36.000 diantaranya adalah wisatawan mancanegara
telah mengunjungi monumen ini. Angka ini meningkat hingga mencapai 2,5 juta pengunjung
setiap tahunnya (80% adalah wisatawan domestik) pada pertengahan 1990-an, sebelum Krisis
finansial Asia 1997. Akan tetapi pembangunan pariwisata dikritik tidak melibatkan masyarakat
setempat sehingga beberapa konflik lokal kerap terjadi.Pada 2003, penduduk dan wirausaha
skala kecil di sekitar Borobudur menggelar pertemuan dan protes dengan pembacaan puisi,
menolak rencana pemerintah provinsi yang berencana membangun kompleks mal berlantai tiga
yang disebut 'Java World'.Upaya masyarakat setempat untuk mendapatkan penghidupan dari
sektor pariwisata Borobudur telah meningkatkan jumlah usaha kecil di sekitar Borobudur.Akan
tetapi usaha mereka untuk mencari nafkah seringkali malah mengganggu kenyamanan

7
pengunjung.Misalnya pedagang cenderamata asongan yang mengganggu dengan bersikeras
menjual dagangannya; meluasnya lapak-lapak pasar cenderamata sehingga saat hendak keluar
kompleks candi, pengunjung malah digiring berjalan jauh memutar memasuki labirin pasar
cenderamata.Jika tidak tertata maka semua ini membuat kompleks candi Borobudur semakin
semrawut.
Pada 27 Mei 2006, gempa berkekuatan 6,2 skala mengguncang pesisir selatan Jawa Tengah.
Bencana alam ini menghancurkan kawasan dengan korban terbanyak di Yogyakarta, akan tetapi
Borobudur tetap utuh.
Pada 28 Agustus 2006 simposium bertajuk Trail of Civilizations (jejak peradaban) digelar di
Borobudur atas prakarsa Gubernur Jawa Tengah dan Kementerian Pariwisata dan Kebudayaan,
juga hadir perwakilan UNESCO dan negara-negara mayoritas Buddha di Asia Tenggara, seperti
Thailand, Myanmar, Laos, Vietnam, dan Kamboja. Puncak acara ini adalah pagelaran sendratari
kolosal "Mahakarya Borobudur" di depan Candi Borobudur. Tarian ini diciptakan dengan
berdasarkan gaya tari tradisional Jawa, musik gamelan, dan busananya, menceritakan tentang
sejarah pembangunan Borobudur. Setelah simposium ini, sendratari Mahakarya Borobudur
kembali dipergelarkan beberapa kali, khususnya menjelang peringatan Waisak yang biasanya
turut dihadiri Presiden Republik Indonesia. Batu peringatan pemugaran candi Borobudur
dengan bantuan UNESCO
UNESCO mengidentifikasi tiga permasalahan penting dalam upaya pelestarian Borobudur:
vandalisme atau pengrusakan oleh pengunjung; erosi tanah di bagian tenggara situs; analisis dan
pengembalian bagian-bagian yang hilang. Tanah yang gembur, beberapa kali gempa bumi, dan
hujan lebat dapat menggoyahkan struktur bangunan ini.
Gempa bumi adalah faktor yang paling parah, karena tidak saja batuan dapat jatuh dan
pelengkung ambruk, tanah sendiri bergerak bergelombang yang dapat merusak struktur
bangunan.Meningkatnya popularitas stupa menarik banyak pengunjung yang kebanyakan
adalah warga Indonesia.Meskipun terdapat banyak papan peringatan untuk tidak menyentuh
apapun, pengumandangan peringatan melalui pengeras suara dan adanya penjaga, vandalisme
berupa pengrusakan dan pencorat-coretan relief dan arca sering terjadi, hal ini jelas merusak
situs ini.Pada 2009, tidak ada sistem untuk membatasi jumlah wisatawan yang boleh berkunjung
per hari, atau menerapkan tiap kunjungan harus didampingi pemandu agar pengunjung selalu
dalam pengawasan.
g. Peranan Candi Borobudur Dalam Menunjang Pembangunan
Bentuk bangunan candi Borobudur merupakan perpaduan antara kebudayaan asli Indonesia dan
kebudayaan India.Penyebaran kebudayaan di candi Borobudur menghasilkan Akulturasi,
Asimilasi, atau Sintesis.Akulturasi adalah bersatunya dua kebudayaan sehingga membentuk
kebudayaan baru tanpa menghilangkan unsur kebudayaan asli.Asimilasi adalah bercampurnya
dua kebudayaan sehingga membentuk kebudayaan baru.Sedangkan Sintesis adalah

8
bercampurnya dua kebudayaan yang berakibat pada terbentuknya sebuah kebudayaan baru yang
sangat berbeda dengan kebudayaan asli.
Masuknya pengaruh kebudayaan Budha dari candi Borobudur tidak mengakibatkan konflik di
masyarakat, melainkan memperkaya khasanah budaya masyarakat setempat.Dan pengaruh
kebudayaan dari candi Borobudur juga tidak mengakibatkan hilangnya unsur-unsur asli budaya
masyarakat.
Kalau kita lihat dari kejauhan, Borobudur akan tampak seperti susunan bangunan berundak atau
semacam piramida dan sebuah stupa. Hal tersebut merupakan salah satu kelebihan candi
Borobudur yang merupakan ciri khas arsitektur candi Borobudur. Candi Borobudur mempunyai
bangunan-bangunan yang khas, seperti stupa, relief, patung Budha, dan lain-lain, yang
mengakibatkan terciptanya keanekaragaman bangunan yang ada di candi Borobudur sehingga
memiliki nilai seni yang sangat tinggi dan memberi simbol bahwa candi Borobudur menampung
khasanah seni budaya di Indonesia. Sehingga candi Borobudur memiliki peranan dalam
memajukan khasanah budaya di Indonesia.
h. Responsible Tourism
Menurut hasil seminar yang diadakan pada tanggal 13 Januari 2018 yang diadakan di Bumi
Perkemahan Kaliurang dapat disimpulkan bahwa:
1. Responsible Tourism mengandung maksud agar para wisatawan senantiasa
bertanggung jawab untuk memelihara lingkungan yang dikunjunginya.
2. Tanggung jawab memelihara [6]lingkungan di sekitar objek wisata merupakan
tanggungjawab bersama.
3. Pengetahuan mengenai responsible tourism sangatlah penting guna menciptakan
lingkungan yang bersih di suatu objek wisata.
4. Melalui responsible tourism, kepariwisataan diharapkan dapat bertahan seterusnya
(sustainable) bagi kemaslahatan masyarakat setempat.
5. Prinsip responsible tourism mengacu pada kebersihan dan kesehatan, serta kelestarian
lingkungan sekitar objek -wisata.
Dari uraian data diatas dapat disimpulkan bahwa responsible tourism sangatlah penting guna
memelihara dan melestarikan lingkungan sekitar objek wisata. Untuk mencapai tujuan tersebut
diperlukan pemahaman mengenai pentingnya responsible tourim bagi kelangsungan suatu
objek wisata yang ada.

3. Penutup
A. Simpulan
Dari semua masalah tentang sejarah berdirinya Candi Borobudur ini dapat di kesimpulan :
Waktu didirikannya Candi Borobudur tidaklah dapat diketahui dengan pasti namun suatu
perkiraan dapat di peroleh dengan tulisan singkat yang di pahatkan di atas pigura relief kaki asli

9
Candi Borobudur ( Karwa Wibhangga ) menunjukan huruf sejenis dengan yang di dapatkan dari
prasati di akhir abadke – 8 sampai awal abadke – 9 daribukti – bukti tersebut dapat di Tarik
kesimpulan bahwa Candi Borobudur di dirikan sekitar tahun 800 M. Borobudur terletak di
Kecamatan Borobudur Kabupaten Magelang yang letaknya sebelah selatan + 15 km sebelah
selatan kota Magelang dataran kedu yang berbukit hampir seluruhnya di kelilingi pegunungan,
pegunungan yang mengelilingi Candi Borobudur di antaranya di sebelah timur terdapat Gunung
Merbabu dan Gunung Merapi,dan disebelah Barat Laut Gunung Sumbing dan Gunung Sindoro.
Nama Borobudur berasal dari gabungan kata Boro dan Budur, Boro berasal dari kata
Sangsekerta berarti “ Vihara” yang berarti komplek Candi dan Bihara atau juga asrama
( MenurutPurwacaraka Dan Stuten Herm ) sedangkan Budur dalam bahasa Bali “ Bedudur”
yang artinya di Atas. Jadi nama Borobudur berarti asrama ataubahasa( KomplekCandi ) yang
terletak di atasbukit.
Candi Borobudur merupakan obyek wisata andalan Kabupaten Magelang yang telah banyak
memberikan kontribusi bagi Pendapatan Asli Daerah (PAD). Kontribusi pariwisata Borobudur
yang besar terhadap PAD Pemerintah Kabupaten Magelang ternyata belum diikuti pengaruh
yang signifikan terhadap kesejahteraan masyarakatnya. Daerah ini masih memiliki
permasalahan dengan kemiskinan dan pengangguran.Tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui pengaruh pemanfaatan lingkungan obyek wisata Candi Borobudur terhadap
ekonomi masyarakat di sekitarnya, mengetahui dukungan lingkungan obyek wisata candi
Borobudur terhadap peningkatan pendapatan masyarakat, dan memberikan alternatif strategi
pengelolaan lingkungan obyek wisata candi Borobudur yang berbasis masyarakat dan kondusif
bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat miskin. Data dikumpulkan dari berbagai sumber,
data primer diperoleh dengan wawancara dengan para pelaku ekonomi pada zona 1, 2, dan 3
masing-masing 65 responden, data sekunder diperoleh dari beberapa instansi yang ada.
Penentuan jumlah sampel dengan menggunakan metode quota. Data yang ada dianalisis dengan
analisis kualitatif dan kuantitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara makro kegiatan
pariwisata di lingkungan obyek wisata candi Borobudur memberikan kontribusi yang besar
terhadap pertumbuhan ekonomi Kecamatan Borobudur yaitu 12,77% dan pendapatan bagi
Kabupaten Magelang rata-rata 15 milyar setahun, namun secara mikro belum diikuti oleh
tingkat kesejahteraan masyarakatnya, angka kemiskinan di Kecamatan Borobudur mencapai
61,78%. Pengaruh lingkungan obyek wisata candi Borobudur terhadap pendapatan para pelaku
ekonomi pada zona 1 lebih baik jika dibandingkan dengan di zona 2 maupun zona 3. Pelaku
ekonomi di zona 1 sebanyak 58,9% berpenghasilan di atas UMR, untuk zona 2 dan 3 sebesar
47,3% dan 54%. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor yaitu tingkat persaingan, dukungan
organisasi, dan ruang gerak para pelaku pada masing-masing zona.Dukungan pengelola di
lingkungan obyek wisata candi Borobudur masih sangat kurang, hal ini dikarenakan persepsi
antara masyarakat dan pengelola yang kurang baik, tidak ada kerjasama, dan komunikasi yang

10
baik antara keduanya. Penataan ruang dan penertiban para pedagang merupakan hal mendesak
untuk segera dilakukan demi kebaikan obyek wisata candi Borobudur. Pengelolaan obyek
wisata candi Borobudur harus melibatkan masyarakat dalam rangka pencapaian untuk
memberikan porsi terbesar keuntungan dari kegiatan pariwisata di lingkungan obyek wisata
candi Borobudur kepada masyarakat.

B. Saran
 Kita sebagai generasi muda harus menjadi generasi penerus bangsa dengan cara giat
belajar dan berlatih supaya menjadi siswa–siswi yang terampil dan bertaqwa
 Kita sebagai warga Negara harus menjaga dan melestarikan budaya bangsa dengan
memelihara tempat–tempat bersejarah sebagai peninggalan nenek moyang kita
 Penulis berharap dengan berkembangnya kebudayaan barat di harapkan pada rekan
generasi muda mampu memilih dan menilai budaya yang masuk dan berusaha mempertahankan
kebudayaan bangsa sendiri.
 Pengembangan ekowisata di dalam kawasan Borobudur dapat menjamin kesejahteraan
masyarakat.

References
[1] Haruna, K., Akmar Ismail, M., Suhendroyono, S., Damiasih, D., Pierewan, A. C., Chiroma, H.,
& Herawan, T. (2017). Context-Aware Recommender System: A Review of Recent Developmental
Process and Future Research Direction. Applied Sciences, 7(12), 1211.
[2] Suhendroyono, S., & Novitasari, R. (2016). Pengelolaan Wisata Alam Watu Payung sebagai
Ikon Wisata Berbasis Budaya di Gunungkidul Yogyakarta. Jurnal Kepariwisataan, 10(1), 43-50
[3] Soeroso, A. (2007). Penilaian Kawasan Borobudur dalam Kerangka Multiatribut Ekonomi
Lingkungan dan Implikasinya terhadap Kebijakan Ekowisata. Disertasi tidak diterbitkan. Jogjakarta:
Pascasarjana UGM.
[4] Soeroso, A. (2006). Valuing Borobudur Heritage Area in a Multi-attribute Framework
Environmental Economic Perspective and Its Ecotourism Management Policy Implications. Unpublished
PhD Dissertation (in Indonesian). Yogyakarta: Gadjah Mada University..
[5] SOEROSO, A. (2007). Penilaian kawasan pusaka Borobudur dalam kerangka perspektif
multiatribut ekonomi lingkungan dan implikasinya terhadap kebijakan manajemen ekowisata (Doctoral
dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[6] Kuntowijoyo. 2001. Pengantar Ilmu Sejarah. Cet. Ke-4. Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya
[7] Rif'an, A. A. (2018). Daya Tarik Wisata Pantai Wediombo Sebagai Alternatif Wisata Bahari Di
Daerah Istimewa Yogyakarta. JURNAL GEOGRAFI, 10(1), 63-73

11
[8] IRAWATI, N., & Prayitno, I. B. (2009). Performa wisata agro bahari di Glagah
Kulonprogo (Doctoral dissertation, Universitas Gadjah Mada).
[9] Kiswantoro, A. (2017). Pengaruh Kenyamanan Fasilitas Wisata dan Kepuasan Wisatawan
Terhadap Keputusan Wisatawan Untuk Berkunjung Kembali ke Kawasan Wisata Goa Rancang Kencana
dan Air Terjun Sri Gethuk Gunungkidul Yogyakart. Jurnal Kepariwisataan, 11(1), 27-38
[10] Nugraha, B. S., Mayandini, H., Putra, F. A., Madani, H., & Maulana, N. (2017). Pendampingan
Pengembangan Potensi Kampung Wisata Langenastran Menuju Sustainable Tourism
Development. Jurnal Kepariwisataan, 11(3), 13-24

Lampiran

(Gambar : Foto Jambore Nasional di Bumi Perkemahan Kaliurang)

12

Anda mungkin juga menyukai