Anda di halaman 1dari 10

PENGARUH RELAKSASI OTOT PROGRESIF TERHADAP KEMAMPUAN

MENGONTROL MARAH PADA PASIEN RISIKO PERILAKU KEKERASAN


DI RSJD DR. AMINO GONDOHUTOMO PROVINSI JAWA TENGAH

Armelia Tri Pangestika*), Dwi Heppy Rochmawati **) Purnomo ***)

*) Alumni Program Studi S1 Ilmu Keperawatan STIKES Telogorejo Semarang


**) Dosen Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang
***) Dosen Jurusan Keperawatan Poltekkes Kemenkes Semarang

ABSTRAK
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau psikologis yang ditunjukkan oleh pasien yang
menyebabkan distress, disfungsi, dan menurunkan kualitas kehidupan. Hal ini mencerminkan
disfungsi psikologis dan bukan sebagai akibat dari penyimpangan social atau konflik dengan
masyarakat. Perilaku kekerasan merupakan respon maladaptif dari marah. Tindakan
keperawatan yang dapat dilakukan pasien untuk mengontrol marah salah satunya adalah
relaksasi otot progresif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh relaksasi otot
progresif terhadap kemampuan mengontrol marah pada pasien RPK di RSJD Dr. Amino
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Rancangan penelitian ini menggunakan Quasi
Eksperiment dengan metode penelitian One Group Pre Post test design. Jumlah sampel
dalam penelitian ini sebanyak 53 responden dengan teknik pengambilan sampel purpose
sampling. Uji statistik yang digunakan adalah Paired T–Test. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada pengaruh relaksasi otot progresif terhadap kemampuan mengontrol marah pada
pasien RPK dengan 0.000 sedangkan nilai thitung 10.90 dan ttabel 1.67 (thitung > ttabel). Hal ini
dikarenakan relaksasi otot progresif dapat meningkatkan keterampilan dasar relaksasi untuk
mengontrol marah dan memperbaiki kemampuan untuk mengatasi stres. Rekomendasi dari
penelitian ini adalah perawat dapat menggunakan relaksasi otot progresif sebagai alternatif
untuk membantu mengontrol marah pada pasien resiko perilaku kekerasan.

Kata Kunci : resiko perilaku kekerasan, relaksasi otot progresif, marah

ABSTRACT
Mental disturbance is a psychological behavior pattern that cause distress, dysfunction, and
life quality decline. Mental disturbance reflects psychological dysfunction. It is not a result
of social distortion or conflict with society. Violent behavior is a maladaptive respond of
anger. Nursing treatment for anger management that can be given to the patients is
progressive muscle relaxation. The research is intended to determine the influence of
progressive muscle relaxation toward anger management in patients with risk of violent
behavior at Amino Gondohutomo Mental Hospital Central Java Province. The research is
designed using quasi experiment with One Group Pre Post test design as its research
method. The sample is collected by purpose sampling technique. There are 53 respondents in
this research. It uses Paired T – Test as statistic test. The result shows that there is the
influence of progressive muscle relaxation toward anger management in patients with risk of
violent behavior with 0.000. While tvalue 10.90 and ttable 1.67 (tvalue > ttable). It is because
progressive muscle relaxation can increase the basic skill of relaxation in anger management
and improve the ability in handling stress. The research recommends that the nurse can use
progressive muscle relaxation as an alternative to help patients with risk of violent behavior
in controlling their anger.

Key Words : risk of violent behavior, progressive muscle relaxation, anger

Pengaruh relaksasi otot progresif… (Armelia Tri P., Dwi Heppy R., Purnomo) 176
PENDAHULUAN Pontoh (2013, hlm.1) menyatakan
perilaku kekerasan merupakan respon
Gangguan jiwa adalah pola perilaku atau maladaptif dari marah. Apabila
psikologis yang ditunjukkan oleh pasien diungkapkan secara tidak tepat dapat
yang menyebabkan distress, disfungsi, menimbulkan permusuhan dan agresi
dan menurunkan kualitas kehidupan. Hal yang tidak mampu diungkapkan secara
ini mencerminkan disfungsi psikologis asertif, dapat memanjang hingga respon
dan bukan sebagai akibat dari yang paling maladaptif. Bila kondisi
penyimpangan social atau konflik dengan tersebut tidak diatasi, maka dapat
masyarakat (Keliat & Pasaribu, 2013, menyebabkan seseorang rendah diri
hlm.45). Faktor yang berhubungan dengan sehingga sulit untuk bergaul dengan orang
kejadian gangguan jiwa antara lain: faktor lain. Bila kemampuan bergaul dengan
genetik dan kepribadian dan konsep diri, orang lain terganggu akibatnya
sedangkan tingkat pendidikan, jenis memunculkan halusinasi yang
pekerjaan, nominal penghasilan, dan membahayakan secara fisik, baik pada
dukungan keluarga terhadap pasien yang dirinya sendiri maupun orang lain (Fitria,
2009, hlm.145).
mengalami gangguan jiwa tidak menjadi
penyebab terjadinya gangguan jiwa
Mengekspresikan perasaan marah dengan
(Yanuar, 2011, hlm.12).
perilaku agresif dan menentang dapat
menimbulkan tingkah laku yang
Data dari WHO dalam Yosep dan Sutini destruktif. Apabila pasien
(2014, hlm.34), ada sekitar 450 juta orang mengekspresikan marah dengan cara
di dunia yang mengalami gangguan jiwa. asertif akan memberikan ketenangan pada
Data dari Balitbangkes (2008) data dari 33 pasien. Tindakan keperawatan yang dapat
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) yang ada di dilakukan pasien untuk mengontrol marah
seluruh Indonesia menyebutkan hingga antara lain: berbicara positif tentang diri
kini jumlah penderita gangguan jiwa berat sendiri, merubah lingkungan, menuliskan
mencapai 2,5 juta orang. Menurut data perasaan klien, mendengarkan musik,
Departemen Kesehatan tahun 2009, medikasi dan latihan relaksasi (Keliat &
jumlah penderita gangguan jiwa di Pasaribu, 2013, hlm.489).
Indonesia saat ini, mencapai lebih dari 28
juta orang, dengan kategori gangguan jiwa Relaksasi otot progresif merupakan teknik
ringan 11,6 % dan 0,46 % menderita relaksasi yang dilakukan dengan cara
gangguan jiwa berat. Menurut Data Riset pasien menegangkan dan melemaskan
Kesehatan Dasar (Riskesdas, 2013) otot secara berurutan dan memfokuskan
jumlah Prevalensi gangguan jiwa berat perhatian pada perbedaan perasaan yang
pada penduduk Indonesia 1,7 permil. dialami antara saat otot rileks dan saat otot
Gangguan jiwa berat terbanyak di DI tersebut tegang (Kozier, et al., 2010,
Yogyakarta, Aceh, Sulawesi Selatan, Bali, hlm.314). Perubahan yang diakibatkan
dan Jawa Tengah. Prevalensi gangguan oleh relaksasi otot progresif yaitu dapat
mental emosional pada penduduk mengurangi ketegangan otot, menurunkan
Indonesia 6,0 persen. Provinsi dengan laju metabolisme, meningkatkan rasa
prevalensi ganguan mental emosional kebugaran, dan konsentrasi, serta
tertinggi adalah Sulawesi Tengah, memperbaiki kemampan untuk mengatasi
Sulawesi Selatan, Jawa Barat, DI stressor (Potter & Perry, 2005, hlm.491).
Yogyakarta dan Nusa Tenggara Timur.

177 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. III No. 3, Juni 2018 117-196
Alat pengumpulan data yang digunakan
Berdasarkan latar belakang yang telah
pada penelitian ini adalah lembar
diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan
kuesioner. Pasien yang melakukan
masalah penelitian “Apakah Ada
relaksasi otot progresif dapat dinilai dengan
Pengaruh Relaksasi Otot Progresif
melihat lembar prosedur relaksasi otot
Terhadap Kemampuan Mengontrol Marah
progresif yang telah dibakukan oleh
Pasien RPK di RSJD Dr. Amino Setyoadi dan Kushariyadi (2011,
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah?”.
hlm.108). Sedangkan kemampuan
mengontrol marah pada pasien dinilai
METODE PENELITIAN dengan cara kuesioner dan sesuai check
Metode penelitian ini menggunakan Quasi list. Kuesioner ini merupakan skala
Eksperiment yaitu jenis penelitian yang pengungkapan marah yang digunakan
menggunakan satu kelompok dilakukan oleh Sudiatmika (2011).
intervensi sedangkan kelompok lainnya
dilakukan seperti biasanya (Nursalam, Sebelum dilakukan uji hipotesis terlebih
2014, hlm.160). Penelitian ini menilai dahulu dilakukan uji statistik dengan
pengaruh terapi relaksasi otot progresif menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov
terhadap kemampuan mengontrol marah karena jumlah responden 53 orang
pasien risiko perilaku kekerasan (RPK) (>50orang). kemudian didapatkan data
dengan menggunakan metode One Group berdistribusi normal dengan ρ-value 0.2
Pre Post test design (Notoatmodjo, 2012, maka dilakukan uji beda sampel
hlm.57). Untuk mengetahui kemampuan berpasangan (Paired T–Test (Dependent
mengontrol marah pasien RPK sebelum T-Test)).
dan sesudah diberikan intervensi
keperawatan relaksasi otot progresif. HASIL PENELITIAN
1. Data Karakteristik Responden
Data yang diperoleh dari RSJD Dr. Amino Tabel 5.1
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah pada Gambaran Karakteristik Responden
bulan Januari sampai September 2015 Pada Pasien RPK di RSJD Dr. Amino
populasi pasien yang mengalami RPK Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 2258 pasien, sehingga rata-rata
tiap bulan sebanyak 251 pasien. Jumlah Karakteristik Jumlah
sampel pada penelitian ini menggunakan Responden N %
rumus pengambilan sampel menurut Usia/Umur
Nursalam (2014, hlm.171) dengan hasil Remaja 3 5.7
yang didapatkan adalah 53 responden. Dewasa Awal 43 81.1
Dewasa Madya 7 13.2

Penelitian dilakukan di RSJD Dr. Amino Jenis Kelamin


Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. Laki-laki 32 60.4
Penelitian dilakukan pada bulan Perempuan 21 39.6
November 2015 sampai bulan Juni 2016.
Sedangkan untuk pengambilan data Pekerjaan
penelitian dilakukan pada tanggal 11 April
Bekerja 51 96.2
sampai 1 Mei 2016. Penelitian dilakukan
Tidak Bekerja 2 3.8
di beberapa ruang rawat inap, yaitu ruang
Arimbi, Brotojoyo, Citroanggodo,
Gatutkaca, dan Srikandi.

Pengaruh relaksasi otot progresif… (Armelia Tri P., Dwi Heppy R., Purnomo) 178
Berdasarkan tabel 5.1 menggambarkan 3. Uji normalitas
karakteristik responden berdasarkan
jenis kelamin, umur/usia, dan Tabel 5.3
pekerjaan pasien RPK. Didapatkan Uji Normalitas Responden
bahwa dari 53 pasien sebagian pasien Uji Standa p-
berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 Statistik
Normalitas r Eror value
responden (60.4%). Pada variabel
umur/usia diketahui bahwa responden Skor 0.2
terbanyak berada pada kategori dewasa sebelum
awal yaitu 43 responden (81.1%). intervensi
Sedangkan pada variabel pekerjaan Mean 52.00 1.45
responden yang bekerja sebanyak 51 Skewness 0.36 0.33
responden (96.2%).
Skor 0.2
2. Gambaran skor kemampuan setelah
mengontrol marah pada intervensi
responden sebelum dan setelah Mean 60.23 1.71
diberikan relaksasi otot progresif Skewness -0.28 0.33
Tabel 5.2
Distribusi Frekuensi Berdasarkan Skor
Kemampuan Mengontrol Marah Hasil uji normalitas yang dilakukan
Sebelum Dan Setelah Diberikan oleh peneliti, didapatkan nilai statistik
Terapi Relaksasi Otot Progresif Pada mean sebelum intervensi adalah 52.00
Pasien RPK di RSJD Dr. Amino dan mean setelah intervensi adalah
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah 60.23. Nilai skewness pada saat
bulan April 2016 (n=53 responden) sebelum intervensi adalah 0.36
sedangkan nilai skewness setelah
Variabel Mean SD intervensi -0.28. Untuk nilai p-value
sebelum dan setelah intervesi adalah ρ:
Skor sebelum intervensi 52.00 10.5 0.2 (ρ > 0.05) sehingga dapat
Skor setelah intervensi 60.23 12.5 disimpulkan bahwa data berdistribusi
normal.
Berdasarkan tabel 5.2 menunjukkan
bahwa skor rata-rata (mean)
kemampuan mengontrol marah
responden sebelum diberikan terapi
relaksasi otot progresif adalah 52.0
(rendah), setelah diberikan intervensi
rata-rata menjadi 60.23 (sedang)
sedangkan standar deviasi sebelum
intervensi adalah 10.5 dan standar
deviasi setelah intervensi menjadi 12.5

179 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. III No. 3, Juni 2018 117-196
4. Analisis pengaruh relaksasi otot PEMBAHASAN
progresif terhadap kemampuan 1. Usia
mengontrol marah pada pasien RPK. Hasil penelitian ini diperoleh jumlah
Tabel 5.4 responden terbanyak adalah kelompok
Analisis Skor Kemampuan Mengontrol usia 22-40 tahun. Rentang usia tersebut
Marah Sebelum Dan Setelah Diberikan dapat dikategorikan pada kelompok
Terapi Relaksasi Otot Progresif Pada usia dewasa awal. Jumlah responden
Pasien RPK di RPK di RSJD dr. Amino pada kelompok dewasa dalam
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah penelitian ini sebesar 43 responden
bulan April 2016 (n=53) (81.1%).

ρ-
Variabel df t Mean SD Hasil penelitian ini sesuai dengan
value
penelitian yang dilakukan oleh
Skor Wibowo (2012) yang berjudul
52.0 10.6 0.000
pre test Pengaruh Terapi Aktivitas Kelompok:
52 10.90
Skor Stimulasi Persepsi Sesi I-III Terhadap
60.2 12.5
post test Kemampuan Mengenal dan
Mengontrol Perilaku Kekerasan Pada
Hasil uji statistik dengan menggunakan Pasien Perilaku Kekerasan yang
Paired T–Test (Dependent T-Test) pada menyatakan bahwa responden usia 22-
tabel 5.4 didapatkan bahwa dengan 40 tahun sebanyak 31 orang (77.5%).
responden sebanyak 53 orang, terlihat
ada perubahan dari kemampuan Pasien di usia dewasa muda mudah
mengontrol marah pada pasien RPK di mengalami gangguan mengontrol
RSJD Dr. Amino Gondohutomo marah yang berhubungan dengan
Provinsi Jawa Tengah. Terbukti dari persoalan-persoalan yang dialaminya
nilai thitung 10.90 lebih besar dari ttabel seperti persoalan jabatan, perkawinan,
pada tingkat signifikansi 5% yaitu 1.67 keuangan dan sebagainya. Ketegangan
sehingga 10.90 > 1.67 (thitung > ttabel) emosional seringkali dinampakkan
dan nilai signifikansi (ρ-value ) = 0.000 dalam ketakutan-ketakutan atau
< 0.05. Hal ini membuktikan bahwa ada kekhawatiran-kekhawatiran melalui
pengaruh relaksasi otot progresif marah dan ketidakmampuan
terhadap kemampuan mengontrol marah mengontrol marah. Pengendalian
pada pasien RPK di RSJD Dr. Amino marah seharusnya dapat dikelola
Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah. dengan baik seiring dengan
Dari nilai mean dan standar deviasi bertambahnya usia karena dengan
terlihat bahwa terjadi peningkatan bertambahnya usia kematangan
kemampuan mengontrol marah, emosional seseorangpun berubah ke
dimana mean dan standar deviasi arah yang lebih baik atau sempurna.
Pada masa dewasa awal seharusnya
sebelum dilakukan intervensi adalah
bisa mengendalikan marah dengan
52.00 dan 10.6 menjadi 6.2 dan 12.5.
lebih baik karena mereka semestinya
Hal ini menunjukkan adanya
sudah lebih dewasa dan matang dalam
peningkatan kemampuan mengontrol
bertindak.
marah setelah dilakukan relaksasi otot
progresif.

Pengaruh relaksasi otot progresif… (Armelia Tri P., Dwi Heppy R., Purnomo) 180
2. Jenis kelamin Seorang laki-laki yang kehilangan
Hasil penelitian ini jumlah responden pekerjaannya banyak mengalami
laki-laki lebih banyak yaitu 32 perubahan peran sebagai laki-laki dan
responden (60.4%), sedangkan bisa membuat seseorang kehilangan
responden perempuan 21 responden harga dirinya di dalam kehidupan,
(39.6%). perekonomian, pergaulan, perasaan
malu dan rasa bersalah karena tidak
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dapat memenuhi kebutuhan ekonomi
dilakukan oleh Yuhanda (2014) hidup, sehingga laki-laki akan mudah
tentang efektifitas terapi relaksasi marah karena dirinya mempunyai
nafas dalam dan tertawa dalam tanggng jawab yang besar untuk
mengotrol perilaku kekerasan pada menghidupi keluarga dan dirinya
pasien resiko perilaku kekerasan di sendiri. Sehingga jika itu tidak
RSJD Dr. Amino Gondohutomo terpenuh laki-laki akan merasa dirinya
Semarang yang menyatakan bahwa tdak sempurna sebagai laki-laki
responden laki-laki lebih banyak dari (Saputri, 2015, hlm.60).
responden perempuan, responden laki-
laki dengan jumlah 62 responden atau Individu yang memiliki pengalaman
(79,5%). kerja lebih lama, cenderung lebih
rentan terhadap tekanan-tekanan dalam
Perbedaan dalam pengekspresian pekerjaan daripada individu dengan
marah dihubungkan dengan perbedaan sedikit pengalaman. Tekanan-tekanan
dalam tujuan laki-laki dan perempuan tersebut akan mempengaruhi emosi
mengontrol marahnya. Perempuan pasien dan kemampuan mengontrol
lebih mengekspresikan marah untuk marah pasien.
menjaga hubungan interpersonal.
Sedangkan laki-laki lebih 4. Kemampuan mengontrol marah
mengekspresikan marah dan bangga sebelum dan setelah diberikan
untuk mempertahankan dan relaksasi otot progresif
menunjukkan dominasi. Sehingga,
dapat disimpulkan bahwa wanita lebih Hasil penelitian rata-rata (mean) skor
dapat mengontrol marahnya kemampuan mengontrol marah
dibandingkan laki-laki. sebelum dilakukan intervensi adalah
52.0 (rendah), setelah diberikan
3. Pekerjaan intervensi rata-rata menjadi 60.23
Hasil penelitian diperoleh sebagian (sedang) sedangkan standar deviasi
besar responden memiliki pekerjaan sebelum intervensi adalah 10.5 dan
dengan presentase 96.2%. Hasil standar deviasi setelah intervensi
penelitian ini sesuai dengan penelitian menjadi 12.5.
yang dilakukan oleh Kholid (2015)
yang berjudul Pengaruh terapi musik Berdasarkan hasil wawancara selama
tradisional terhadap kemampuan penelitian didapatkan data bahwa
mengontrol marah pada pasien RPK. pasien yang mengalami RPK merasa
Responden terbanyak dari penelitian dalam situasi yang tidak nyaman dan
tersebut adalah bekerja, sebanyak 10 sering tidak menyenangkan akibat
responden (66.7%). stresor eksternal yaitu lingkungan
sekitar. Hal ini sesuai dengan faktor
presipitasi yang dikemukakan oleh

181 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. III No. 3, Juni 2018 117-196
Yosep, I. dan Sutini T (2014, hlm. Setelah dilakukan intervensi
154) bahwa pasien akan berespon relaksasi otot progresif pada pasien
dengan marah apabila terancam. RPK, terlihat ada perubahan dari
Ancaman (stresor) dapat berasal dari kemampuan mengontrol marah pada
eksternal (lingkungan). Stimulus yang pasien RPK di RSJD Dr. Amino
menimbulkan ketegangan diterima Gondohutomo Provinsi Jawa Tengah.
oleh organ sensorik, amigdala dan Terbukti dari nilai thitung dan ttabel
prefrontal cortex mengirimkan sinyal yaitu 10.90 > 1.67 (thitung > ttabel) dan
bahaya ke divisi simpatetik dari saraf nilai signifikansi ( -value ) = 0.000 <
otonom yang selanjutnya memberi 0.05. Ini membuktikan bahwa ada
perintah kepada kelenjar adrenalin pengaruh relaksasi otot progresif
untuk menghasilkan neurotransmitter, terhadap kemampuan mengontrol
salah satu yang berperan dalam marah marah pada pasien RPK di RSJD Dr.
adalah serotonin. Ketika seseorang Amino Gondohutomo Provinsi Jawa
kekurangan serotonin, maka akan Tengah. Hal ini sesuai dengan
terjadi ketidakseimbangan penelitian yang dilakukan oleh Resti
neurotransmiter, yang kemudian akan (2014) menyebutkan bahwa
mengganggu pengontrolan emosi. relaksasi otot progresif juga dapat
Kekurangan serotonin ini memberikan efek psikologis.
mengakibatkan perilaku cepat marah, Setelah melaksanakan relaksasi otot
mudah tersinggung, dan kesal progresif responden menjadi lebih
(Videbeck, 2008, hlm.24). tenang dalam berfikir dan dapat
mengelola rasa marah dan
5. Analisis Bivariat pernafasannya. Responden yang
Hasil penelitian skor kemampuan telah melakukan relaksasi otot
marah sebelum dilakukan intervensi progresif tubuh menjadi rileks dan
adalah 52.0 (sedang), sedangkan pikiran menjadi tenang. Selain itu
setelah intervensi menjadi 60.2 setelah relaksasi otot progresif
(sedang). gejala emosi seperti mudah marah
dan tersinggung dapat berkurang.
RPK adalah suatu keadaan dimana
seseorang melakukan tindakan yang Relaksasi otot progresif dapat
dapat membahayakan secara fisik, baik meningkatkan kemampuan
pada dirinya sendiri maupun orang mengontrol marah, hal ini
lain, disertai dengan amuk dan gaduh dinyatakan oleh Purwanto (2013,
gelisah yang tak terkontrol hlm.35) bahwa manfaat relaksasi
(Kusumawati & Hartono, 2010, otot progresif antara lain
hlm.78). Pengendalian marah adalah meningkatkan keterampilan dasar
suatu tindakan untuk mengatur pikiran, relaksasi untuk mengontrol marah
perasaan, nafsu amarah dengan cara dan memperbaiki kemampuan
yang tepat dan positif serta dapat untuk mengatasi stres. Selain itu
diterima secara sosial, sehingga dapat relaksasi otot progresif bermanfaat
mencegah sesuatu yang buruk atau untuk meningkatkan produksi
merugikan diri sendiri dan orang lain. serotonin. Serotonin ini berkaitan
Apabila pasien memberikan makna dengan mood. Bersantai melakukan
positif saat marah maka pasien dapat relaksasi otot progresif dapat
melakukan kegiatan secara positif dan membantu tubuh mengurangi
terapai perasaan lega. Selain itu ketegangan otot dan saraf dan
kemarahan yang diekspresikan secara meningkatkan kemampuan dasar
konstruktif dapat menyelesaikan relaksasi (Alam & Hadibroto, 2007,
masalah. hlm.102).

Pengaruh relaksasi otot progresif… (Armelia Tri P., Dwi Heppy R., Purnomo) 182
Pengendalian marah yang cukup baik (thitung>ttabel). Maka dapat diartikan
berarti pasien dapat mengendalikan atau bahwa Ha diterima. Hal ini
mengurangi marah dengan melakukan menunjukkan bahwa ada pengaruh
relaksasi. Pemberian relaksasi otot relaksasi otot rogresif terhadap
progresif memiliki manfaat untuk kemampuan mengontrol marah pada
meningkatkan teknik relaksasi yang harus pasien RPK
dimiliki oleh pasien RPK. Dengan
memperhatikan manfaat tersebut SARAN
didukung dengan lingkungan yang
tenang, posisi yang nyaman, dan keadaan 1. Bagi Rumah Sakit
responden yang kooperatif dapat Pihak RSJD Dr. Amino Gondohutomo
memaksimalkan manfaat dari intervensi Provinsi Jawa Tengah dapat
tersebut. Sehingga relaksasi otot progresif memberikan pelatihan relaksasi otot
dapat dijadikan pilihan dalam progresif kepada perawat yang belum
memberikan terapi modalitas yang memiliki spesialisasi dalam hal
digunakan oleh pasien RPK sebagai salah tersebut sehingga perawat mampu dan
satu intervensi untuk mengontrol marah. layak untuk melakukan relaksasi otot
progresif. Sedangkan untuk perawat
SIMPULAN RSJD Dr. Amino Gondohutomo
Provinsi Jawa Tengah dapat
Berdasarkan hasil penelitian yang menggunakan hasil penelitian ini
dilakukan tentang pengaruh relaksasi otot
sebagai salah satu intervensi alternatif
progresif terhadap kemampuan untuk membantu mengontrol marah
mengontrol marah pada pasien RPK di pada pasien RPK
RSJD Dr. Amino Gondohutomo Provinsi 2. Bagi Institusi
Jawa Tengah sehingga dapat disimpulkan
Sebagai pembelajaran pentingnya
sebagai berikut:
mengontrol emosi dan melakukan
1. Karakteristik responden kategori jenis intervensi relaksasi otot progresif pada
kelamin paling banyak laki-laki 32 pasien RPK, serta menjadi bukti ilmiah
responden 60.4%, kategori usia paling dalam pendidikan khususnya untuk
banyak usia dewasa awal (22 - 40) profesi keperawatan jiwa.
sebanyak 43 responden 81.1%, 3. Bagi Peneliti Selanjutnya
kategori pekerjaan yang paling banyak Pada penelitian selanjutnya intervensi
responden yang bekerja sebanyak 51 dapat digunakan pada pasien lain di
responden (96.2%). komunitas ataupun panti dan
2. Tingkat kemampuan mengontrol menambahkan variabel-variabel yang
marah sebelum diberikan intervensi banyak berpengaruh terhadap
relaksasi otot progresif pada responden kemampuan mengontrol marah pada
yang mengalami RPK dengan skor RPK. Peneliti selanjutnya dapat
rata-rata 52.0 (rendah) dan standar menggunakan kelompok kontrol agar
deviasi 10.5 hasilnya lebih akurat.
3. Tingkat kemampuan mengontrol
marah setelah diberikan intervensi
relaksasi otot progresif pada responden
yang mengalami RPK dengan skor
rata-rata 60.23 (sedang) dan standar
deviasi 10.5 Berdasarkan uji statistik
Paired T- Test diperoleh hasil ρ-value
sebesar 0.000 dan nilai thitung 10.90
dan ttabel 1.67 sehingga 10.90 > 1.67

183 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. III No. 3, Juni 2018 117-196
DAFTAR PUSTAKA Potter & Perry. (2005). Buku fundamental
keperawatan, konsep, proses dan
Alam, S. & Hadibroto, I. (2007). Gagal praktik edisi 4. Jakarta: EGC
ginjal. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama Purwanto. (2013). Herbal dan
keperawatan komplementer teori,
Fitria, N. (2009). Prinsip dan aplikasi praktik, hukum dalam asuhan
penulisan laporan pendahuluan keperawatan. Jakarta: Nuha
dan strategi pelaksanaan Medika
tindakan keperawatan (LP dan
SP) untuk tujuh diagnosa Resti, I.B. (2014). Teknik relaksasi otot
keperawatan jiwa berat bagi progresif untuk mengurangi
Program S! Keperawatan. stres pada penderita asma.
Jakarta: Salemba Medika Malang: Universitas
Muhammadiyah Malang
Keliat, B.A.. & Pasaribu, J. (2013).
Prinsip dan praktik keperawatan Saputri, L.D. (2015). Pengaruh terapi
kesehatan jiwa stuart edisi spiritual mendengarkan ayat
Indonesia. Singapore: Elsevier suci al quran terhadap
kemampuan mengontrol emosi
Kholid. B. (2015). Pengaruh terapi pada pasien resiko perilaku
musik tradisional terhadap kekerasan. Semarang: STIKES
kemampuan mengontrol marah TELOGOREJO
pada pasien resiko perilaku
Kekerasan. Semarang: Universitas Sudiatmika, I.K. (2011). Efektivitas
Islam Sultan Agung cognitive behaviour therapy dan
rational emotive behaviour
Kozier, et al., (2010). Buku fundamental terhadap klien dengan perilaku
keperawatan konsep, proses dan kekerasan dan halusinasi di
praktik volume 1. Jakarta: EGC Rumah Sakit Dr. H. Marzoeki
Mahdi Bogor. Depok: FKUI
Kusumawati, F., & Hartono, Y. (2010).
Buku ajar keperawatan jiwa. Videbeck, S.L. (2008). Buku ajar
Jakarta: Salemba Medika keperawatan jiwa. Jakarta: EGC

Notoatmodjo, S. (2012). Metodologi Wibowo, F. (2012). Pengaruh terapi


penelitian kesehatan. Jakarta: aktivitas kelompok: stimulasi
Rineka Cipta persepsi sesi I-III terhadap
kemampuan mengenal dan
Nursalam. (2014). Metodologi penelitian mengontrol perilaku kekerasan
ilmu keperawatan pendekatan pada pasien perilaku kekerasan.
praktis edisi 3. Jakarta: Salemba Semarang: STIKES
Medika TELOGOREJO

Pontoh, D.D., Bawong, J. & Rottie, J. Yanuar, R. (2011). Analisis faktor yang
(2013). Gambaran ungkapan berhubungan dengan kejadian
marah terhadap kemampuan gangguan jiwa di Desa Paringan
mengontrol perilaku kekerasan Kecamatan Jenangan Kabupaten
pada pasien skizofrenia di Ponorogo. http://journal.unair.ac.
ruangan Warane Rumah Sakit id/ diunduh pada tanggal 4 Januari
Jiwa Prof. Dr. V.lratumbuysang 2016 pukul 20.50 WIB
Propinsi Sulawesi Utara. http:
//ejournal.unsrat.ac.id/, diperoleh Yosep, I.,& Sutini, T. (2014). Buku ajar
pada tanggal 5 Januari 2015 pukul keperawatan jiwa. Bandung:
11.50 WIB PT.Refika Aditama

Pengaruh relaksasi otot progresif… (Armelia Tri P., Dwi Heppy R., Purnomo) 184
Yuhanda, D. (2014). Tentang efektifitas terapi
relaksasi nafas dalam dan tertawa dalam
mengotrol perilaku kekerasan pada pasien
resiko perilaku kekerasan. Semarang:
STIKES TELOGOREJO

185 Jurnal Ilmu Keperawatan dan Kebidanan (JIKK), Vol. III No. 3, Juni 2018 117-196

Anda mungkin juga menyukai