Anda di halaman 1dari 22

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR BATIK MENGGUNAKAN

METODE PRESIPITASI DAN FITOREMIDIASI

Disusun sebagai salah satu syarat menyelesaikan Program Studi Strata I


pada Jurusan Teknik Kimia Fakultas Teknik

Oleh:
ANDANA MASNESIA
D 500 130 005

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2017
HALAMAN PERSETUJUAN

i
HALAMAN PENGESAHAN

ii
HALAMAN PERNYATAAN

iii
PENGOLAHAN LIMBAH CAIR BATIK MENGGUNAKAN METODE
PRESIPITASI DAN FITOREMIDIASI

Abstrak
Sekitar 25 juga orang meninggal akibat polusi air setiap tahunnya. Ada
beberapa faktor yang harus dipertimbangkan seperti : tingkat padatan
tersuspensi dan tingkat terlarut oksigen; kehadiran nitrat , fosfat, klorida,
logam berat, bakteri. Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi batik
mengandung logam berat dan zat warna serta kadar COD tinggi. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui optimum pH, waktu dan pengadukan
presipitasi dan efektivitas tanaman untuk metode fitoremediasi. Penelitian
dengan limbah cair batik sintetis dengan mencampurkan larutan methyl
orange dan methylene blue. Penelitian ini dilakukan metode presipitasi pada
kosentrasi Ca(OH)2 0,2 M dengan pengadukan 100rpm selama 20 menit
dengan variasi pH presipitan 4; 5; 7. Dari Hasil filtrat pengadukan dengan
pH optimum digunakan untuk fitoremediasi pada tanaman kayu apu dan
bambu air. Pengambilan 10 ml sampel dan pengamatan setiap 1; 3; 5; 7 hari
untuk analisa kadar zat warna. Analisa kadar zat warna pada penelitian ini
menggunakan alat spektrofotometri. Analisa kadar COD dilakukan dengan
alat COD reaktor, mengambil 2,5 ml sampel limbah awal, limbah kontak
dengan variasi tanaman yang ditambah dengan 1,5 larutan pengencer dan
3,5 ml larutan pereaksi dalam kuvet. Setelah itu kuvet tersebut dipanaskan
pada COD reaktor selama 2 jam. Kemudian untuk menghitung kadar COD
dengan menggunakan persamaan linier dari kurva baku KHP. Hasil dari
penelitian ini menunjukan penurunan zat warna dan kadar COD. Penurunan
absorbansi methyl orange dan methylene blue tertinggi pada pH 7 yaitu
masing-masing 82,57% dan 78,83%. Penurunan absorbansi pada methyl
orange dan methylene blue menggunakan tanaman yang paling efektif yaitu
menggunakan tanaman bambu air yaitu masing-masing 98,88% dan 96,39%
namun tanaman tersebut optimum pada hari ke 5. Penurunan COD paling
efektif menggunakan tanaman kayu apu.
Kata kunci: limbah batik, fitoremediasi, limbah cair, zat warna, Ca(OH)2

Abstract
About 25 people die from air pollution every year. There are several factors
that must be like: the degree of suspended solids and the level of dissolved
oxygen; see nitrates, phosphates, chlorides, heavy metals, bacteria. Liquid
waste generated from the batik production process contains heavy metals
and high dyestuffs. This study aims to determine the optimum pH, time and
stirring of precipitation and plant improvement on phytoremediation
method. Research with synthetic liquid waste by mixing methyl orange and
methylene blue solution. This research was carried out precipitation method
at Ca (OH) 2 concentration 0.2 M with stirring 100rpm for 20 min with
variation of pH of precipitate 4; 5; 7. From the resultant filtrate filtrate with
optimum pH is used for phytoremediation in apu wood and water bamboo.
Taking 10 ml of sample and observation every 1; 3; 5; 7 days to. Analysis of
dyestuffs in this study using spectrophotometric tool. Analysis of COD level

1
by using COD reactor, taking 2.5 ml of initial waste sample, waste contact
with. Plants with addition of fertilizer and 3.5 ml of reagent solution in
quvet. After that the cuvette was heated to the COD reactor for 2 hours.
Then to calculate the COD content by using the linear equation of the KHP
raw curve. The results of this study showed a decrease in dye and COD
levels. The decrease of orange methyl and blue methylene absorbance at pH
7 were 82.57% and 78.83%, respectively. The decrease of absorbance in
methyl orange and methylene blue using the most effective plants using
bamboo water plants are 98.88% and 96.39% respectively but the plants are
optimum on the 5th day. The decrease of COD is most effective by using
apu wood.
Keywords: batik waste, phytoremediation, liquid waste, dyestuff, Ca(OH) 2

1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring berkembangnya zaman yang semakin maju, menyebabkan
meningkatnya kebutuhan sehari-hari seperti sandang, pangan dan papan. Hal ini
berdampak pada jumlah limbah yang semakin banyak. Sayangnya, masih banyak
industri di Indonesia yang tidak memperhatikan lingkungan. Industri hanya
berpusat pada bagaimana proses produksi yang efisien berdasarkan ekonomi dan
waktu. Limbah yang dihasilkan dari kegiatan produksi seperti limbah padat,
limbah cair dan limbah bahan beracun berbahaya (B3). Semakin memprihatinkan
kondisi lingkungan karena ulah industri-industri tidak bertanggung jawab.
Pencemaran yang paling sering terjadi adalah pencemaran air. Air adalah
kebutuhan utama bagi kegiatan manusia, begitu pula dengan industri-industri. Air
merupakan bahan utama untuk proses produksi. Akibat dari kegiatan industri,
maka akan banyak air sisa proses yang langsung dibuang ke lingkungan tanpa
adanya penanganan terlebih dahulu. Sehingga air buangan tersebut mencemari
sungai-sungai sekitar kawasan industri. Biasanya pada jam-jam tertentu air sungai
berubah menjadi berwarna keruh seperti merah, hijau dan biru. Tergantung air sisa
dari kegiatan produksi industri tersebut. Bahkan tak jarang air sungai berbau
busuk yang sangat menyengat dan tentu saja mengganggu pernafasan masyarakat
sekitar.
Sekitar Kota Solo banyak industri batik dengan berbagai jenis. Seperti batik
cap, batik printing, jumputan, batik tulis. Menurut (Sumarni, 2012), umumnya
industri batik akan menghasilkan limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar.

2
proses pembuatan batik secara umum yaitu, dengan penambahan bahan kimia
sebagai bahan tambahan yang berupa zat pewarna, kanji, minyak, lilin, soda api
(NaOH), deterjen dan lain – lain. Sebagian besar bahan-bahan tersebut bersifat
non-biodegradeble. Limbah cair batik biasanya berasal dari sisa air pencelupan.
Mengandung banyak zat warna, penguat warna dan penganjian.
Penelitian yang menggunakan limbah batik sintesis yang terdiri dari methyl
orange dan methylene blue adalah cara alternatif untuk mengolah air limbah batik
dengan metode presipitasi. Menurut (Metcalf & Eddy, 2012) presipitasi
merupakan metode penambahan bahan kimia presipitasi kimia untuk mengubah
keadaan fisis terlarut dan padatan tersuspensi secara sedimentasi. Presipitasi ini
sering digunakan untuk meningkatkan tingkat penurunan TSS dan BOD.
Penelitian ini diharapkan dapat di terapkan untuk industri batik di Solo untuk
mengolah limbah cair batik yang sederhana dan ekonomis, sehingga ketika limbah
dibuang ke lingkungan telah sesuai dengan baku mutu yang telah ditentukan. Hal
ini juga dapat mengurangi tingkat pencemaran sungai-sungai sekitar industri batik
di Solo.
1.2. Tinjauan Pustaka
Air limbah yang dihasilkan oleh masyarakat sekitar. Seperti misalnya air
limbah domestik yang berasal dari dapur, kamar mandi, WC, toilet, dan laundry.
Memiliki kandungan mineral dan organik dihasilkan dari kotoran manusia, kertas,
sabun, sampah, sisa makanan, dan yang lainnya akan menambah beban limbah
(Fair, 1971).
1.2.1 Karakteristik air limbah
Air limbah yang berdasarkan sumber asalnya akan mempunyai komposisi
yang sangat beragam. Namun dengan zat-zat yang terkandung dalam air
limbah tersebut secara garis besar dapat di kelompokan dan ditangani sesuai
dengan karakteristiknya.
Karakteristik yang dimiliki air limbah meliputi sifat fisika, sifat kimia dan
sifat biologi. Mengetahui dengan adanya berbagai jenis-jenis polutan.
Sehingga setiap limbah tidak dapat diolah dengan proses yang sama. Terdapat
dalam air limbah dapat menentukan unit proses yang akan dibutuhkan.

3
Berikut karakteristik-karakteristik air limbah (kimia, biologi, fisika) menurut
(Siregar, 2008):
a. Karakteristik kimia
Karakteristik air limbah yang ditinjau dari segi sifat kimia yaitu meliputi
senyawa oraganik dan anorganik. Senyawa organik adalah suatu karbon
yang dikombonasi dengan satu atau lebih elemen lain (O, N, P, H).
Sedangkan senyawa anorganik adalah hanya terdiri berbagai elemen dan
tidak ada karbon yang terkandung. Karbon anorganik yang terkandung
dalam limbah yaitu sand, grit, dan mineral-mineral, baik suspended
ataupun terlarut. Elemen yang terkandung dalam jumlah besar akan
bersifat toksik atau beracun dan akan menghalangi proses biologi. Gas
yang terdapat pada air limbah biasanya oksigen, nitrogen,
karbondioksida, hidrogen sulfida, amonia dan metana.
b. Karateristik biologi
Mikroorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi hampir
dalam semua bentuk air limbah. Biasanya merupakan sel tunggal yang
bebas ataupun berkelompok dan mampu melakukan proses-proses
kehidupan (tumbuh, metabolisme, dan reproduksi). Mikroorganisme
dibedakan menjadi binatang dan tumbuhan namun sulit dibedakan,
sehingga mikroorganisme dimasukan ke dalam kategori Protista. Bakteri
juga berperan sangat penting dalam evaluasi kualitas air.
c. Karakteristik fisika
Karakteristik yang dimiliki air limbah dapat ditinjau secara fisika.
Misalnya seperti temperatur, warna air limbah, bau air limbah, dan
padatan yang terdapat pada air limbah. Masing-masing memiliki
parameter yaitu, peranan yang dimiliki temperatur sangatlah penting
dalam pengolahan pengurangan kadar limbah namun ditinjau dari bau air
limbah yaitu bersifat subjektif karena kepekaan penciuaman setiap
individu berbeda-beda. Peranan warna sendiri dapat dinilai dari spektrum
warna yang terjadi pada air limbah tersebut. Sedangkan padatan yang
terkandung dalam air limbah tersebut yaitu floating, settleable,
suspended atau dissolved.

4
1.2.2 Karakteristik Limbah Cair Batik
Air limbah yang diperoleh dari tekstil industri biasanya kaya akan warna,
kebutuhan oksigen kimia (COD), bahan kimia yang kompleks, garam
anorganik, total padatan terlarut (TDS), pH, suhu, kekeruhan dan salinitas.
Pada limbah cair batik ini kandungan yang terbesar yaitu logam berat dan
zat pewarna. Menurut Khandare & Govindwar (2015), Industri tekstile dan
pewarna yang membuang limbah dalam volume besar. Pada umumnya
industri tekstil yang berukuran normal memproduksi kain sebanyak 8000 kg
dan akan mengkonsumsi air sebanyak 1,6 juta liter per hari. Sekitar 16% air
digunakan dalam proses pewarnaan dan 8% digunakan untuk proses
pencetakan. Air adalah sumber daya alam yang terbatas dan suatu saat akan
menjadi langka karena penggunaan air yang sangat besar dan bebas seperti
ini.
Pada proses pewarnaan, dimana senyawa kromosforik yang berperan
penting dalam pemberian warna. Pewarnaan yang menunjukan maksima
absorbansi independen (λmax) pada panjang gelombang tertentu. Alat ini
dapat dengan mudah untuk mengamati penurunan atau penghilangan zat
pewarna dalam waktu ke waktu. Penurunan dalam absorbsi ini berarti bahwa
zat pewarna telah hilang atau menurun dan pengukuran dapat dengan mudah
juga simpel dengan menggunakan kolorimeter atau sinar UV
spektrofotometer.
1.2.3 Zat warna
Zat warna adalah suatu senyawa organik yang mengandung gugus
kromofor yang pembawa warna dan auksokkrom sebagai yang pengikat
warna. Untuk zat warna reaktif ini adalah suatu zat warna yang biasa
digunakan untuk pewarna batik (Kamal, 2012)
a. Methyl Orange
Methyl Orange (MO) merupakan salah satu jenis pewarna sintesis azo
yang banyak ditemukan dalam limbah industri tekstil. Pewarna azo
merupakan pewarna sintetik aromatik yang tersusun dari satu atau lebih
gugus azo yang mengandung dua atom nitrogen dengan ikatan azo (-
N=N-) dan tersubstitusi dengan elektron penstabil gugus azo. Pada proses

5
mineralisasi pewarna azo terjadi pemutusan ikatan azo cincin aromatik
sehingga membentuk senyawa amina aromatik, seperti arilamina yang
bersifat karsiogenik. Umumnya pewarna azo larut dalam air, mudah
teradsorbsi dalam kulit, terhirup sehingga berpotensi bersifat racun dan
menyebabkan kanker. Pewarna azo juga merupakan agen mutagenik pada
manusia dan lingkungan. Dari bahaya yang ditimbulkan pewarna methyl
orange terhadap manusia maupun lingkungan maka diperlukan upaya
dalam proses degradasi metil orange (Mauliddawati & Purnomo, 2014).
b. Methylene Blue
Zat warna methylene blue dengan rumus kimia C16H18CIN3S adalah
senyawa hidrokarbon aromatik yang beracun dan merupakan dye
kationik dengan daya adsorpsi yang sangat kuat. Pada umumnya
digunakan sebagai pewarna stra, wool dan tekstil. Limbah zat warna ini
berbahaya karena dapat menimbulkan polutan dalam jumlah berlebih
(Sistesya & Sutanto, 2013)
Penelitian yang menggunakan limbah batik sintesis yang terdiri dari methyl
orange dan methylene blue adalah cara alternatif untuk mengolah air limbah batik
dengan metode presipitasi dan fitoremidiasi. Menurut (Metcalf & Eddy, 2012)
presipitasi merupakan metode penambahan bahan kimia presipitasi kimia untuk
mengubah keadaan fisis terlarut dan padatan tersuspensi secara sedimentasi.
1.2.4 Metode Presipitasi
Menurut (Siregar, 2008). Metode Presipitasi adalah mengurangan kadar
bahan-bahan yang terlarut (bahan anorganik yang berlebih) menggunakan
penambahan bahan-bahan kimia terlarut, sehingga menyebabkan
terbentuknya padatan-padatan (floc atau lumpur). Biasanya pada pengolahan
limbah metode presiptasi ini digunakan untuk mengurangi kadar heavy metal
(logam berat), sulfat, flourida dan foosfat. Lime adalah senyawa kimia yang
biasa digunakan untuk presipitasi dengan kombinasi kalsium klorida,
magnesium klorida, alumunium klorida dan garam-garam besi.
Presipitasi ini menjadi proses yang paling dominan untuk mengolah logam
alkali yang mengandung anion seperyi karbonat, hidroksida dan fosfat.
Kopresipitasi logam seperti oxyhydroxide besi dan setiap interaksi yang

6
menyebabkan perubahan sifat kimia yang signifikan pada permukaan subtrat
(Adriano, Bolan, Vangronsveld, & Wenzel, 2005)
1.2.5 Metode Fitoremediasi
proses remidiasi merupakan sama halnya dengan proses pengolahan air
minum, air limbah dan sampah. Namun remidiasi menjadi topik pada sasaran
media lingkungan seperti : udara, perairan ( dan air tanah) dan tanah
(termasuk sedimen). Remidiasi biasanya berkaitan dengan alam yang baku
mutunya telah tercemar (Sarwoko & Samudro, 2006)
Fitoremediasi menurut Wang, Zhang, & Cai, (2011), penggunaan tanaman
untuk menghilangkan polutan dari lingkungan, yaitu bidang penelitian yang
berkembang dalam studi lingkungan karena keuntungan dari yang ramah
lingkungan, biaya efektivitas dan kemungkinan panen tanaman untuk
ekstraksi kontaminan diserap seperti sebagai logam yang tidak dapat dengan
mudah terdegradasi untuk didaur ulang.
Fitoremediasi biasanya menggunakan tanaman yang memiliki biomasa
tinggi, petumbuhan cepat. Misalnya rumput Vertiver (Vertiveria Zizanioides
L) dan sawi (Brassica juncea L). Penelitian ini menggunakan selada air (Pistia
stratiotes L.) sebagai tanaman yang diuji karena mempunyai kemampuan
untuk meningkatkan aktivitas mikroba, menyerap nutrisi dan mengurangi
padatan yang tersuspensi. Tanaman ini cocok untuk pengolahan air limbah
secara fitoremediasi di daerah tropis (Putra, Cahyana, & Novarita, 2015).
Pada penelitian ini menggunakan variasi tanaman apu-apu (Pristia
stratiotes) . Jenis tanaman ini yang merupakan tumbuhan air tawar yang
biasanya tumbuh di daerah tropis. Tumbuhan ini dapat hidup secara bebas
mengapung di perairan dengan kecuali menempel pada lumpur. Kayu apu ini
hanya padat hidup pada perairan tenang atau di air yang mengalir lambat
(Wirawan, Wirosoedarmo, & Susanawati, 2014).
Menurut Hanks, Caruso, & Zhang, (2015) Tanaman ini telah banyak di
lakukan di banyak negara untuk memurnikan air dari logam berat dan hasil
yang menjanjikan untuk penghapusan ion perak dan logam lainnya. pada
tanaman ini telah berhasil mengolah air limbah yang terkontaminasi perak.
Pada 48 jam dan 12 jam uji kemampuan tanaman ini yang hasilnya tidak

7
beda. Sehingga telah teruji jika fitoremediasi menggunakan tanaman ini
memerlukan waktu yang singkat.

Gambar 1. Tanaman kayu apu (pistia stratiotes) sumber : (Madhurina,


Bidisha, Shekhar, & Sankar, 2014)

Sedangkan bambu air (Equisetum Hyemale) memiliki kemampuan yang


tinggi terhadap timbal (Pb). Tanaman air ini mampu menghilangkan Pb
sebesar 30-70% pada pengolahan air limbah dari peternakan babi (Ajeng et
al., 2010)

Gambar 2. Tanaman bambu air (Equisetum Hyemale).

2. METODE
Penelitian yang akan dilakukan yaitu pengolahan limbah cair batik sintetis
yang terdiri dari methyl orange dan methylene blue. Penetilian ini menggunakan
metode presipitasi dengan bantuan presipitan Ca(OH)2 0,2 N. Selanjutnya akan
diremidiasi dengan tanaman kayu apu dan bambu air.
2.1 Model Rancangan Penelitian
Pada penelitian kali ini untuk pengurangi kadar zat warna dan COD. Langkah
pertama dilakukan analisa kadar awal zat warna dan COD. Setelah itu

8
dilakukan presipitasi dengan pH optimum. Filtrat dari presipitasi akan
digunakan pada metode fitoremidiasi dan analisa COD.
2.2 Cara Kerja
- Analisa awal kadar zat warna pada limbah
Mengambil 50 ml sampel limbah untuk analisa awal kadar zat pewarna
dengan menggunakan spektrofometri UV-VIS dan analisa COD awal limbah.
- Metode Presipitasi (Yanti, Syadiyah, Marwati, & Handoko , C, 2013)
Ambil sampel limbah cair batik 50 ml dan masukkan kedalam gelas beker
150 ml. Kemudian tambahkan sedikit demi sedikit Ca(OH)2 0,2 N sampai
mencapai pH 4. Setelah itu, dilakukan pengadukan menggunakan magnetik
stirrer dengan kecepatan 100 rpm selama 20 menit. Setelah pengadukan
ditutup dengan alumunium foil dan didiamkan selama 24 jam. Filtrat yang
dihasilkan digunakan untuk analisa kadar zat warna dengan spektrofotometri.
Ulangi pada pH 7 dan 10. Hasil penurunan kadar zat warna tertinggi. maka
dilakukan pengulangan metode presipitasi pH optimum dengan jumlah
sampel limbah sebanyak 3 liter untuk digunakan pada metode fitoremidiasi.
- Metode Fitoremidiasi (Hermawati, Wiryanto, & Solichatun, 2005)
Timbang tanaman kayu apu dan bambu air dengan perbandingan berat
yang sama. Dilakukan alkimasi, merendam tanaman dengan aquades selama
3 hari pada bak plastik. Ganti aquades dengan hasil filtrat presipitasi dan
lakukan pengambilan sampel setiap 0, 1, 3, 5 dan 7 hari. Dilakukan
pengamatan kadar zat warna dengan spektrofotometri dan tanaman yang
hidup
- Analisa kadar COD ((6989.2:2009, 2009)
Keringkan kalium hydrogen flalat (KHP) pada suhu 110oC hingga
konstan. Kemudian timbang sebanyak 0,425 g, dilarutkan dengan aquades
hingga volume 1000ml. Lalu dibuat larutan standard KHP dengan
konsentrasi 0, 100, 200, 300, 400, 500, 600, 700, 800, 900, 1000 ppm. Ambil
2,5ml tiap variasi konsentrasi KHP yang telah dibuat dengan ditambahkan
3,5ml larutan pereaksi dan 1,5ml larutan pengencer tinggi dalam kuvet.
Kemudian panaskan dalam COD reaktor selama 2 jam dan dinginkan pada
suhu ruang. Lalu baca absorbansi dengan alat spectrometer UV-VIS.

9
Dilakukan pengujian COD pada sampel awal, kontak dengan bambu air dan
kayu apu. Dengan mengambil 2,5ml masing-masing sampel dengan
ditambahkan 3,5ml larutan pereaksi dan 1,5ml larutan pengencer. Kemudian
panaskan dalam COD reaktor selama 2 jam dan dinginkan pada suhu ruang.
Lalu baca absorbansi dengan alat spektormeter UV-VIS.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN


Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pH optimum pada limbah sampel
dan efektifitas tanaman untuk metode fitoremidiasi dalam penurunan kadar zat
warna serta COD pada limbah. Limbah zat warna sintetis yang digunakan yaitu
campuran zat pewarna azo methyl orange dan methylene blue.
3.1 Penentuan pH optimum dengan metode presipitasi dalam penurunan kadar zat
warna
Menurut penelitian yang telah dilakuan oleh (Joko, 2003), penurunan
kadar Cr menggunakan Ca(OH)2 0,2N dinilai paling efektif karena dapat
menurunkan sebesar 99,28% disbanding dengan NaOH. Sehingga penelitian
ini menggunakan presipitan Ca(OH)2 0,2N untuk mengurangi kadar zat
warna. Sampel limbah yang ditambahkan dengan Ca(OH)2 0,2 N sedikit demi
sedikit hingga mendekati pH 4, 7 dan 10. Sampel dengan pH tertentu
dipanaskan dengan kompor listrik selama 20 menit serta magnetik stirrer
dengan kecepatan 100 rpm pada suhu 80oC kemudian disedimentasi selama
24 jam untuk menghasilkan filtrat dengan kadar zat warna terendah akan
digunakan untuk metode fitoremidiasi.
Tabel 1. Penentuan Penurunan Kadar Zat Warna Pada Variasi pH
Variasi Kadar zat warna pada variasi pH
pH Methyl orange (ppm) Methylene blue (ppm)
Awal 19,488 14,159
4 4,209 3,078
7 3,396 2,997
10 6,321 4,577

10
Penurunan kadar zat warna methyl orange dan methylene blue dengan
metode presipitasi tertinggi dihasilkan dengan pH 7 yang masing-masing
penurunan sebesar 82,57 % dan 78,83 %.
3.2 Penurunan kadar zat warna dengan metode fitoremidiasi
Fitoremidiasi merupakan kegiatan pemulihan atau pembersihan permukaan
tanah yang tercemar. Dimana tujuannya dilakukan remidiasi ini agar lahan
yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan secara aman.
Proses fitoremidiasi ini dapat menggunakan media tumbuhan untuk
menghilangkan, memindahkan, menstabilkan atau menghancurkan bahan
pencemar baik itu senyawa organik maupun anorganik (Raras, Yusuf,
Kalimantan, & Dalam, 2015)

Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu (Nur,
2013) :
a. Fitoekstraksi
merupakan penyerapan polutan oleh tanaman dari air atau tanah dan
kemudian diakumulasi/disimpan didalam tanaman (daun atau batang),
tanaman seperti itu disebut dengan hiperakumulator. Setelah polutan
terakumulasi, tanaman bisa dipanen dan tanaman tersebut tidak boleh
dikonsumsi tetapi harus di musnahkan dengan insinerator kemudian
dilandfiling
b. Fitovolatilisasi
merupakan proses penyerapan polutan oleh tanaman dan polutan tersebut
dirubah menjadi bersifat volatil dan kemudian ditranspirasikan oleh tanaman.
Polutan yang di lepaskan oleh tanaman keudara bisa sama seperti bentuk
senyawa awal polutan, bisa juga menjadi senyawa yang berbeda dari senyawa
awal.
c. Fitodegradasi
adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman dan kemudian polutan
tersebut mengalami metabolisme didalam tanaman. Metabolisme polutan
didalam tanaman melibatkan enzim antara lain nitrodictase, laccase,
dehalogenase dan nitrilase.

11
d. Fitostabilisasi
merupakan proses yang dilakukan oleh tanaman untuk mentransformasi
polutan didalam tanah menjadi senyawa yang non toksik tanpa menyerap
terlebih dahulu polutan tersebut kedalam tubuh tanaman. Hasil transformasi
dari polutan tersebut tetap berada didalam tanah.
e. Rhizofiltrasi
adalah proses penyerapan polutan oleh tanaman tetapi biasanya konsep
dasar ini berlaku apabila medium yang tercemarnya adalah badan perairan

Gambar 3. Mekanisme Proses Fitoremidiasi (Moenir, 2010)


Mekanisme fitoremediasi yang terjadi pada tanaman apu-apu (pistia
stratiotes L) yaitu fitoekstraksi dan rhizofiltrasi. Fitoesktraski adalah proses
tumbuhan menarik kontaminan dari media sehingga berakumulasi disekitar
akar tumbuhan dan ditranslokasikan ke organ tumbuhan lain. Mekanisme
fitoremediasi yang terjadi pada tanaman apu-apu (pistia stratiotes L) ini juga
yaitu rhizofiltrasi, dimana merupakan proses adsorpsi atau pengendapan
kontaminan oleh akar untuk menempel pada akar. Tanaman apu-apu
menyerap melalui akar, kemudian didistribusikan ke seluruh bagian tanaman
(Raras et al., 2015)
Tabel 2. Penurunan kadar zat warna pada variasi tanaman
Variasi Methyl orange Methylene blue
waktu Bambu air Kayu apu Bambu air Kayu apu

0 3,958 3,958 2,997 2,997


1 0,364 2,737 0,282 2,257
3 0,291 0,322 0,269 0,188

12
5 0,044 0,077 0,108 0,127
7 0,060 0,038 0,120 0,107
Penurunan kadar zat warna methyl orange dan methylene blue
menggunakan metode fitoremidiasi masing-masing mengalami penurunan
optimum pada hari ke 5 dengan tanaman bambu air sebesar 98,88% dan
96.39% , sedangkan dengan kayu apu tetap mengalami penurunan hingga hari
ke 7 sebesar 99,04% dan 96,43%.
Penurunan zat warna dalam pewarna azo yang digunakan dalam sampel
penelitian lebih efektif menggunakan tanaman bambu air.
3.3 Penurunan COD pada sampel limbah
Pengujian COD ini menggunakan COD reaktor sesuai dengan
(6989.2:2009, 2009), metode ini digunakan untuk pengujian COD dalam air
dan air limbah dengan mereduksi Cr2O72- secara spektrofotometri dengan
panjang gelombang antara 600nm untuk nilai COD 100-900 mg/L dan 420
nm untuk nilai COD lebih kecil dari 90 mg/L
COD adalah jumlah oksigen yang diperlukan agar buangan yang ada
didalam air dapat teroksidasi melalui reaksi kimia. Bahan buangan organic
akan dioksidasikan olek kalium bichromat (K7Cr7O7) untu sumber oksigen
atau agen oksigen. Berikut adalah reaksi oksidasi bahan buangan organik
(Nurhasanah, 2009) :
CaHbOc + Cr2O72- + H+ CO2 + H2O + Cr3+
Zat Organik
(warna kuning) (warna hijau)

Pada uji sampel ini menggunakan larutan pencerna tinggi dimana K7Cr7O7
yang telah di keringkan pada suhu 150oC selama 2 jam ditambahkan H2SO4
pekat dan HgSO4. Reaksi tersebut perlu pemanasan yang dilakukan selama 2
jam pada suhu 105°C menggunakan alat COD reaktor yang berfungsi agar zat
organik volatil tidak keluar dan juga penambahan katalisator perak sulfat
(AgSO4) sebagai katalisator untuk mempercepat reaksi.

13
Hasil dari analisa COD awal, kontak dengan tanaman bambu air dan kayu
apu hanya mengalami penurunan yang sedikit, hal ini di tunjukan dalam
grafik berikut :
300,000000

200,000000
kadar COD

100,000000

0,000000
COD awal COD bambu air COD kayu apu
SAMPEL

Gambar 4. Penurunan Kadar COD pada sampel

Setelah pengolahan limbah zat warna dengan metode presipitasi dan


fitoremidiasi. Penurunan COD dengan tanaman bambu air dan kayu apu
masing-masing sebesar 12,75% dan 18,72%. Penurunan yang rendah
dikarenakan limbah yang telah di olah dengan metode presipitasi dan
fitoremidiasi masih bersifat sedikit asam. Pada saat pengukuran pH untuk
metode presipitasi hanya sebesar 6,85, hal ini dikarenakan terkendala dengan
susahnya untuk pengatur pH mendekati nilai pH 7 dan juga ketelitian dari alat
pH meter yang ada pada Laboratorium Teknik Kimia Universitas
Muhammdiyah Surakarta.
Hasil penurunan COD yang sedikit dalam kondisi masih asam sesuai
dengan penelitian yang dilakukan oleh (Fitriani, 2016), penggunaan koagulan
biji asam jawa pada variasi pH limbah industri cair tahu yaitu 4, 6, 8 dan 10
mendapatkan pH optimum yaitu pH 4 mampu menyisihkan kekeruhan
sebesar 87,88 %, TSS sebesar 98,87 % dan COD sebesar 22,40 %.

14
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
pH optimum dalam penurunan kadar zat warna methyl orange dan
methylene blue yaitu dalam pH 7 yang masing-masing penurunan sebesar
82,57 % dan 78,83 %.
a) Tanaman bambu air adalah tanaman air yang paling efektif dalam
pengurangan zat warna dengan penurunan sebesar 98,88% dalam methyl
orange dan 96.39% methylene blue. Tanaman bambu air optimum dalam
penyerapan limbah pada hari ke 5, karena pada hari ke 7 mengalami
kenaikan absorbansi dari limbah tersebut.
b) Dalam penurunan COD yang paling efektif yaitu dengan tanaman kayu
apu sebesar 18,72%. Dibanding dengan bambu air 12,75 %.
c) Metode presipitasi dan fitoremediasi kurang efektif untuk penurunan
kadar COD pada limbah pewarna
4.2 SARAN
a) Menggunakan tanaman dengan kondisi yang sama.
b) Untuk penurunan COD dalam limbah cair batik mungkin dapat dicoba
menggunakan metode lain yang lebih efektif.
c) Menempatkan tanaman di tempat yang aman dengan tidak terkena air
hujan dan panas secara langsung namun tetap mendapatkan sinar
matahari.

DAFTAR PUSTAKA
6989.2:2009, S.-. (2009). Air dan air limbah - Bagian 2 : Cara Uji Oksigen
Kimiawi (Chemical Oxygen Demand/COD) dengan reflukx tertutup secara
spektrofotometri. SNI - 6989.2:2009, 1–8.
Adriano, D. C., Bolan, N. ., Vangronsveld, J., & Wenzel, W. . (2005). Heavy
metals. Elsevier, (1992), 175–181.
Ajeng, A. B., Wesen, P., Studi, P., Lingkungan, T., Teknik, F., Universitas, P., …
Kunci, K. (2010). PENYISIHAN LOGAM BERAT TIMBAL ( Pb )
DENGAN PROSES FITOREMIDIASI. Program Studi Teknik Lingkungan
Fakultas Teknik Sipil Dan Perencanaan Universitas Pembangunan Nasional

15
“Veteran” Jatim, 5(2), 15–23.
Fair, G. M. (1971). Elements of Water Supply and Wastewater Disposal (Vol. 24).
https://doi.org/10.1145/2505515.2507827
Fitriani, A. E. (2016). Penurunan Konsentrasi Methyl Orange dengan Variasi
Dosis Koagulan Ekstrak NaCl-Biji Asam Jawa Serta pH Larutan dan
Konsentrasi Methyl Orange Skripsi. Jurusan Kimia Fakultas Sains Dan
Teknologi Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang.
Hanks, N. A., Caruso, J. A., & Zhang, P. (2015). Assessing Pistia stratiotes for
phytoremediation of silver nanoparticles and Ag(I) contaminated waters.
Journal of Environmental Management, 164, 41–45.
https://doi.org/10.1016/j.jenvman.2015.08.026
Hermawati, E., Wiryanto, & Solichatun. (2005). Fitoremediasi Limbah Detergen
Menggunakan Kayu Apu ( Pistia stratiotes L . ) dan Genjer ( Limnocharis
flava L .). BioSMART, 7(1980), 115–124.
Joko, T. (2003). Penurunan Kromium ( Cr ) dalam Limbah Cair Proses
Penyamakan Kulit ( Studi Kasus di Pt Trimulyo Kencana Mas Semarang )
The Decreasing Of Chromium ( Cr ) In Liquid Waste Of Process Equation in
Leather Tanning Using Compound Alkali Ca ( OH ) 2 , NaOH , And , 2(2),
39–45.
Kamal, N. (2012). Pemakaian adsorben karbon aktif dalam pengolahan limbah
industri batik, 77–80.
Khandare, R. V., & Govindwar, S. P. (2015). Phytoremediation of textile dyes and
effluents: Current scenario and future prospects. Biotechnology Advances.
https://doi.org/10.1016/j.biotechadv.2015.09.003
Madhurina, M., Bidisha, M., Shekhar, M. M., & Sankar, C. (2014). Study on the
Phytoremediation Potential of Pharmaceutical Wastewater Spiked with
Nutrients through Municipal Wastewater – A Case Study in Indian Context.
International Research Journal of Environment Sciences, 3(1), 83–89.
Mau
Oleh Jamur Pelapuk Coklat Daedalea Dickinsii. Jurusan Kimia, Faklutas
Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Teknologi Sepuluh
Nopember (ITS), 2(1), 1–4.

16
Metcalf & Eddy. (2012). Wastewater Engineering - Treatment and Reuse (Vol.
XXXIII). https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2
Moenir, M. (2010). Kajian Fitoremediasi sebagai Alternatif Pemulihan Tanah
Tercemar Logam Berat. Teknologi Pencegahan Dan Pencemaran Industri,
1(2), 115–123.
Nur, F. (2013). Fitoremediasi Logam Berat Kadmium ( Cd ). ISSN 2302-1616,
1(1), 74–83.
Nurhasanah. (2009). Penentuan kadar cod (chemical oxygen demand) pada limbah
cair pabrik kelapa sawit, pabrik karet dan domestik. Karya Ilmiah.
Putra, R. S., Cahyana, F., & Novarita, D. (2015). Removal of Lead and Copper
from Contaminated Water Using EAPR System and Uptake by Water
Lettuce (Pistia Stratiotes L.). Procedia Chemistry, 14, 381–386.
https://doi.org/10.1016/j.proche.2015.03.052
Raras, D. P., Yusuf, B., Kalimantan, M., & Dalam, T. (2015). Analisis
Kandungan Ion Logam Berat ( Fe , Cd , Cu dan Pb ) pada Tanaman Apu-
Apu ( Pistia Stratiotes L ) dengan menggunakan Variasi Waktu.
1Laboratorium Kimia Analitik Program Studi Kimia FMIPA Universitas
Mulawarman 2Program Studi Kimia FMIPA Universitas Mulawarman.
Sarwoko, M., & Samudro, G. (2006). Fitoteknologi Terapan. Computers &
Education, 24(2), 1–9. https://doi.org/10.1145/2505515.2507827
Siregar, sakti a. (2008). Instalasi Pengolahan Air Limbah, 24(2), 1–9.
https://doi.org/10.1145/2505515.2507827
Sistesya, D., & Sutanto, H. (2013). Sifat Optis Lapisan ZnO:Ag yang Dideposisi
di atas Substrat Kaca Menggunakan Metode Chemical Solution Deposition
(CSD) dan Aplikasinya Pada Degradasinya Zat Warna Methylene Blue.
Jurusan Fisika Fakultas Sains Dan Matematika Universitas Diponegoro
Semarang, 1(4), 71–80.
Sumarni. (2012). Adsorpsi Zat Warna Dan Zat Padat Tersuspensi Dalam Limbah
Cair Batik. Seminar Nasional Aplikasi Sains Dan Teknologi (SNAST)
Periode III, (November), 263–269.
Wang, H., Zhang, H., & Cai, G. (2011). An application of phytoremediation to
river pollution remediation. Procedia Environmental Sciences, 10(PART C),

17
1904–1907. https://doi.org/10.1016/j.proenv.2011.09.298
Wirawan, W. A., Wirosoedarmo, R., & Susanawati, L. D. (2014). Pengolahan
Limbah Cair Domestik Menggunakantanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes
L.) Dengan Teknik Tanam Hidroponik Sistem Dft (Deepflowtechnique).
Jurnal Sumberdaya Alam Dan Lingkungan, 1, 63–70.
Yanti, B., Syadiyah, H., Marwati, S., & Handoko , C, T. (2013). Penggunaan
Metode Presipitasi Untuk Menurunkan Kadar Cu Penggunaan Metode
Presipitasi Untuk MENURUNKAN KADAR Cu Dalam Limbah Cair
Iindustri Perak di Kota Gedhe. Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan
Alam Universitas Negeri Yogyakarta Jl., 51–58.

18

Anda mungkin juga menyukai