Anda di halaman 1dari 4

Sejarah Kampung Pulo

Kampung Pulo merupakan sebuah kampung kecil, yang terdiri dari enam bangunan rumah
dan satu bangunan masjid. Menurut legenda, keberadaan Kampung Adat Pulo berkaitan
dengan Embah Dalem Arif Muhammad, utusan dari kerajaan Mataram Islam yang ditugaskan
untuk menyerang VOC di Batavia. Serangan tersebut gagal dan akhirnya pasukan yang
dipimpin oleh Embah Dalem Arif Muhammad mundur ke Priangan Timur, tepatnya di daerah
Cangkuang. Embah Dalem yang memimpin pasukan bersama adiknya Raden Danu Baya
kemudian menetap di daerah ini dan menyebarkan agama Islam, yang mana sebelumnya
penduduk di daerah ini beragama Hindu.

Pemukiman tempat tinggal Embah Dalem Arif Muhammad bernama Kampung Pulo, letaknya
di sebelah barat Candi Cangkuang. Menurut legenda, Embah Dalem Arif Muhammad memiliki
enam orang anak perempuan. Jumlah anak ini menandai jumlah rumah kampung Adat Pulo
sebanyak enam rumah. Masyarakat Kampung Adat Pulo memiliki kepercayaan terhadap
kepercayaan wasiat leluhur sebagai penghuni alam gaib. Mereka percaya jika wasiat leluhur
tersebut dilanggar, maka akan berpengaruh terhadap kehidupan mereka. Ada lima wasiat
yang harus ditaati oleh penduduk Kampung Adat Pulo, yaitu ketentuan ziarah, bentuk rumah,
jumlah rumah dan kepala keluarga, kepemilikan, serta kesenian.

Ketentuan ziarah bagi masyarakat Kampung Adat Pulo memiliki aturan bahwa penduduk
dilarang berziarah pada hari Rabu. Larangan ini berkaitan dengan tradisi semasa hidup
Embah Dalem Arif Muhammad yang tidak menerima tamu pada hari Rabu, karena pada hari
itu dimanfaatkan khusus untuk belajar agama. Hingga saat ini kebiasaan tersebut berlanjut
sehingga masyarakat Kampung Adat Pulo tidak boleh berziarah ke makam Embah Dalem Arif
Muhammad pada hari Rabu.

Aturan berikutnya adalah ketentuan terhadap bentuk rumah, yang mana bentuk rumah
Kampung Adat Pulo adalah rumah panggung berbentuk sederhana, berdenah segi empat
panjang, konstruksinya terdiri dari kayu dan bambu. Lantai bangunan berupa pelupuh, pintu
dan dindingnya dari bilik, beratap jelopong, adapun atap rumah tidak boleh
berbentuk jure (atap pendek). Jumlah rumah di kampung ini sebanyak enam bangunan,
ditambah satu bangunan masjid. Enam rumah tersebut menandakan pula jumlah kepala
keluarga yang bermukim. Orientasi rumah mengelompok, saling berhadapan dengan
lapangan terbuka di tengah. Tiga bangunan rumah berada di lajur selatan dan tiga rumah
lainnya berada di lajur utara. Pada ujung barat di antara lajur utara dan selatan terdapat
masjid adat dengan konstruksi bangunan menyerupai rumah adat.

Ketentuan berlakunya jumlah enam rumah di Kampung Adat Pulo berkaitan dengan
ketentuan bahwa kepala keluarga tidak boleh lebih dari enam. Apabila ada anggota keluarga
dari keenam kepala keluarga tersebut menikah, maka sejak itu pula ia sudah menjadi kepala
keluarga. Dalam waktu dua minggu, keluarga baru ini tinggal bersama orang tuanya dan
setelah itu harus meninggalkan Kampung Adat Pulo.

Wasiat leluhur lainnya yang harus ditaati oleh penduduk Kampung Adat Pulo adalah tidak
diperkenankan memainkan atau menabuh gong besar dan mementaskan wayang golek.
Larangan ini berkaitan dengan cerita di Kampung Adat Pulo bahwa ketika Embah Dalem Arif
Muhammad mempunyai hajat, beliau mengadakan acara hiburan dengan memainkan
wayang golek dan menabuh gendang. Secara tiba-tiba datang angin topan yang
mengakibatkan kecelakaan. Oleh karena peristiwa itu, maka diberlakukan larangan menabuh
gong dan mementaskan wayang golek.
Meskipun tidak dapat dipungkiri bahwa informasi tentang Candi Cangkuang dan Kampung
Adat Pulo ini masih diwarnai dengan legenda, namun hal ini tidak menjadikan nilai penting
tinggalan ini berkurang. Terkadang kisah-kisah legenda atau white lies lebih mengena di hati
masyarakat sehingga mereka tergugah untuk lebih mencintai dan mau melestarikan
tinggalan budaya yang ada di sekitar mereka.

Situs Budaya Kampung Pulo

SITU CANGKUANG

Situ bahasa sunda atau danau Cangkuang adalah danau alam, karena faktor geografis,
nama Cangkuang diambil dari nama pohon yang banyak tumbuh di sekitar obyek wisata.
Luas areanya 35 ha di kawasan Cangkuang. Di danau cangkuang berjejer Rakit Bambu
untuk mengantar wisatawan ke Kampung Pulo, panorama di sekitar danau Cangkuang
sangat indah, tenang, nuansa perdesaan sangat kuat. Untuk membuat rakit bambu
dibutuhkan kurang lebih 40 batang bambu dengan bambu pilihan.

RUMAH ADAT "KAMPUNG PULO"

Rumah adat Kampung Pulo sudah berdiri sejak abad 17. Jumlah Rumah Adat terdiri dari
6 bangunan rumah tinggal dan 1 bangunan mushola. Rumah adat ini dari dahulu tidak
bertambah dan berkurang. Rumah adat Kampung Pulo merupakan keturunan almarhum
Arif Muhamad makamnya masih di Kampung Pulo, letaknya di atas bukit, almarhum
Arif Muhamad adalah tokoh penyebar agama islam di Desa Cangkuang.

Bentuk atap di Kampung Pulo menggunakan atap Jelapong atau atap pelana, matrial lokal
masih kental digunakan di Kampung Pulo, dengan menggabungkan bentuk tropis, dan
lantai ditinggikan atau panggung.

CANDI CANGKUANG

Candi Cangkuang didirikan pada abad ke VIII, dari sejarah sebelum almarhum Arif
Muhamad tinggal di Desa Cangkuang sudah berkembang agama Hindu dengan di
peninggalan sebuah Arca, pada tahun 1966 Candi Cangkuang ditemukan kembali. Candi -
candi yang dikenal sampai sekarang sebagai monumental sejarah kebudayaan ketika
ditemukan tidaklah dalam keadaan utuh semua harus di pugar dan di rekonstruksi.

Anda mungkin juga menyukai