Anda di halaman 1dari 11

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Pola Konsumsi Makanan

Sumber Zat Besi pada Mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
Factors Related to Consumption Pattern of Iron Source Foods at Female Students from
Faculty of Health Sciences UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

ABSTRAK
Zat besi dibutuhkan untuk pembentukan hemoglobin dan mencegah anemia gizi besi. Di Indonesia sendiri
sebagian besar kasus anemia disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat besi. Hasil studi pendahuluan diketahui
bahwa sebanyak 93,75% mahasiswi tidak tercukupi konsumsi zat besi hariannya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi pada
mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019. Penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain studi cross sectional. Jenis data yang digunakan adalah
data primer. Metode pengambilan data menggunakan lembar angket dan lembar food record 5x24 jam. Sampel
pada penelitian ini adalah mahasiswi angkatan 2016-2018 yang berstatus aktif di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini dilakukan pada bulan April 2019-Mei 2019. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa rata-rata konsumsi zat besi mahasiswi yaitu sebesar 8,92 mg dan sebanyak 59,3% mahasiswi
memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi yang kurang. Berdasarkan analisis bivariat diketahui bahwa
variabel pengetahuan (p-value = 0,008) dan citra tubuh (p-value = 0,042) berhubungan dengan pola konsumsi
makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
Mahasiswi diharapkan dapat memperbaiki pola konsumsi makanan sumber zat besi, yaitu dengan mengkonsumsi
makanan sumber zat besi yang cukup setiap hari.

Kata Kunci: Pola Konsumsi Makan, Zat Besi, Mahasiswi

ABSTRACT
Iron is needed for hemoglobin formation and prevents iron nutrition anemia. In Indonesia most cases of anemia
are caused by low iron consumption. The result of the preliminary study show that 93,75% of female students
were not covered by consumption daily iron. This study aims to determine what factors are related to the
consumption pattern of iron source foods at female student in Faculty of Health Science UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta On 2019. This research was conducted using descriptive analitycal methods with design cross sectional
study. The type of data used is primary data. Data retrieval method use questionaire and food record 5x24 hour.
The sample in this study in a class of 2016-2018 female student who is active in the Faculty of Health Science
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. This research was conducted in April 2019-May 2019. The result showed that
the average consumption of female iron is equal to 8,92 mg and as many as 59,3% of female students have a
consumption pattern for iron which is lacking. Based on bivariate analysis it is known that the knowledge (p
value = 0,008) and body image (p value = 0,042) related to food source consumption patterns iron in the Faculty
of health science student of UIN Syarif Hidayatullah Jakarta on 2019. Female students are expected to improve
their dietary iron consumption patterns, that is by consuming enough iron source everyday.

Keywords: Pattern of Food Consumption, Iron, Female Students

PENDAHULUAN

at besi merupakan mineral yang dibutuhkan tubuh untuk membentuk sel darah merah

Z (hemoglobin).23 Kurangnya konsumsi zat besi memberikan kontribusi paling besar terhadap
kejadian anemia dibandingkan dengan kekurangan zat gizi lainnya yaitu sebesar 65,85%. 17
Anemia gizi besi merupakan masalah gizi yang paling lazim didunia dibandingkan dengan
anemia jenis lainnya. Anemia gizi besi lebih cenderung berlangsung di negara yang sedang
berkembang. Di negara berkembang 36% atau kira-kira 1400 juta orang dari perkiraan populasi 3800
juta orang menderita anemia jenis ini Arisman (2009).6 Di Indonesia sendiri sebagian besar kasus
anemia disebabkan oleh rendahnya konsumsi zat besi. Hal tersebut dikarenakan masyarakat Indonesia
khususnya perempuan kurang mengkonsumsi sumber makanan hewani sebagai salah satu sumber zat
besi yang mudah diserap.24
Remaja perempuan atau Wanita Usia Subur (WUS) apabila hamil, janin yang dikandungnya akan
berisiko untuk mengalami pertumbuhan yang buruk serta memiliki berat badan lahir yang rendah
apabila kadar hemoglobin dan ferritin rendah pada masa prakonsepsi.15 Selain itu anemia dapat
mengakibatkan kematian baik pada ibu maupun pada bayi pada saat proses persalinan.14
Menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) kebutuhan zat besi pada remaja perempuan yaitu sebesar
26 mg per hari.7 Penelitian menyebutkan bahwa 41,1% mahasiswa di India tidak terpenuhi kebutuhan
zat besi hariannya. Begitu pula dengan penelitian yang dilakukan pada mahasiswa di Yogyakarta
menyebutkan bahwa persentase mahasiswa yang tidak terpenuhi zat besi hariannya sebesar 97,15%.5
Sementara, penelitian yang dilakukan pada mahasiswi di UIN Jakarta diketahui sebanyak 87,7%
mahasiswa yang tidak terpenuhi kebutuhan zat besi hariannya.11
Diketahui pemenuhan kebutuhan zat besi seseorang dipengaruhi oleh kebiasaan atau pola
konsumsi makanan sumber zat besi. Seseorang yang memiliki kebiasaan atau pola konsumsi makanan
sumber zat besi yang baik maka akan terpenuhi kebutuhan zat besi hariannya. Hasil studi pendahuluan
yang dilakukan di Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta didapatkan hasil bahwa
sebanyak 93,75% mahasiswi memiliki konsumsi sumber zat besi yang kurang dari 80% AKG. Dan
dapat disimpulkan bahwa sebagian besar konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi masih kurang
dari AKG. Berdasarkan data dan uraian diatas, maka penelitian ini ingin mengetahui faktor apa saja
yang berhubungan dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi pada mahasiswi Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode deskriptif analitik dengan desain studi cross
sectional. Jenis data yang digunakan adalah data primer. Penelitian dilakukan pada bulan April-Mei
2019.
Sampel penelitian ini adalah mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
angkatan 2016-2018 yang berstatus aktif sebagai mahasiswi yang terdiri dari tiga program studi yaitu
kesehatan masyarakat, farmasi, dan ilmu keperawatan sebanyak 108 orang yang dihitung menggunakan
rumus uji beda 2 proporsi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini yaitu menggunakan teknik
simple random sampling. Pemilihan sampel dilakukan secara proporsional berdasarkan jumlah
mahasiswi setiap program studi dan angkatan.
Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu pola konsumsi makanan sumber zat besi yang diukur
menggunakan food record 5x24 jam. Pada pengukuran ini responden diminta untuk mencatat semua
makanan yang dimakan selama 5x24 jam. Waktu pencatatan makanan dalam penelitian ini
menggunakan kombinasi dari hari kerja (senin, selasa, rabu) dan hari libur (sabtu dan minggu).
Makanan yang dimakan harus dicatat dan dideskripsikan secara lengkap meliputi nama makanan,
metode pengolahan, merek makanan, dan jumlah makanan yang dimakan. Data makanan yang
dikonsumsi responden kemudian diolah dengan menggunakan software nutrisurvey. Pola konsumsi
makanan dikatakan kurang baik jika rata-rata konsumsi makanan sumber zat besi < mean dan dikatakan
baik jika rata-rata konsumsi makanan sumber zat besi ≥ mean.
Variabel independen dalam penelitian ini yaitu pengetahuan, sikap, tempat tinggal, dan citra tubuh
yang diukur menggunakan lebar angket. Terdapat 10 pertanyaan pada variabel pengetahuan dan diukur
dengan cara melihat jumlah jawaban benar pada setiap pertanyaan. Apabila jawaban benar akan diberi
nilai 1 kemudian dibagi dengan jumlah pertanyaan dan dikalikan 100%. Hasil ukur dari variabel ini
dibagi menjadi dua yaitu dikatakan kurang apabila jawaban benar <80% dan dikatakan baik apabila
jawaban benar≥80%. Untuk variabel tempat tinggal diukur dengan melihat jawaban responden yang
dibedakan menjadi dua yaitu kost dan tidak kost.
Variabel sikap dan citra tubuh diukur dengan menggunakan skala likert yang terdiri dari 10
pernyataan pada variabel sikap dan 15 pernyataan pada variabel citra tubuh. Pernyataan terdiri dari
pernyataan positif dan pernyataan negatif. Masing-masing butir pernyataan terdiri dari 5 pilihan
jawaban yaitu sangat setuju, setuju, ragu-ragu, tidak setuju, dan sangat tidak setuju. Setiap pernyataan
diberi skor 1-5 untuk masing-masing butir pertanyaan. Untuk menghitung nilai skor, total skor
kemudian dibagi dengan total jumlah skor butir pertanyaan. Selanjutnya nilai skor untuk variabel sikap
dikategorikan menjadi dua yaitu kurang baik jika nilai skor <40 dan baik jika nilai skor ≥40. Sedangkan
untuk variabel citra tubuh dikategorikan menjadi dua yaitu positif jika nilai skor <61 dan baik ≥61.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat
menggunakan uji chi-square dengan derajat kepercayaan 95%.

HASIL
Gambaran pengetahuan, sikap, tempat tinggal, citra tubuh, dan pola konsumsi makanan sumber zat besi
ditujukan pada tabel 1.

Tabel 1 Gambaran Pengetahuan, Sikap, Tempat Tinggal, Citra Tubuh, dan Pola Konsumsi
Makanan Sumber Zat besi Responden
Variabel Jumlah Persen
(n) (%)
Pengetahuan
- Baik 52 48,1
- Kurang baik 56 51,9
TOTAL 108 100
Sikap
- Baik 94 87,0
- Kurang baik 14 13,0
TOTAL 108 100
Tempat tinggal
- Kost 44 40,7
- Tidak kost 64 59,3
TOTAL 108 100
Citra tubuh
- Positif 61 56,5
- Negatif 47 43,5
TOTAL 108 100
Pola konsumsi makanan sumber zat besi
- Baik 44 40,7
- Kurang baik 64 59,3
TOTAL 108 100

Dapat dilihat bahwa sebanyak 56 orang mahasiswi (51,9%) memiliki pengetahuan yang kurang
baik, sebanyak 94 orang mahasiswi (87,0%) memiliki sikap baik, sebanyak 64 orang mahasiswi
(59,3%) bertempat tinggal di kost, sebanyak 61 orang mahasiswi (56,5%) memiliki citra tubuh positif,
dan sebanyak 64 orang mahasiswi (59,3%) memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi yang
kurang baik.

Rata-Rata Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi


Rata-rata konsumsi makanan sumber zat besi responden ditunjukkan pada tabel 2. Dapat dilihat
bahwa rata-rata konsumsi makanan sumber zat besi responden yaitu 8,92 mg dengan nilai minimal 3,18
mg dan nilai maksimal 18,78 mg.

Tabel 2 Rata-Rata Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi Responden

Variabel n Mean (mg) Min Max


(mg) (mg)
Konsumsi Makanan 108 8,92 3,18 18,78
Sumber Zat Besi
Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tempat Tinggal, dan Citra Tubuh dengan Pola Konsumsi
Makanan Sumber Zat Besi
Hubungan pengetahuan, sikap, tempat tinggal, dan citra tubuh dengan pola konsumsi makanan
sumber zat besi ditunjukkan pada tabel 3. Dapat diketahui bahwa sebanyak 63,6% mahasiswi
berpengetahuan kurang memiliki pola konsumsi makan sumber zat besi yang kurang. Sebanyak 86,4%
mahasiswi yang memiliki sikap baik memiliki pola konsumsi makan sumber zat besi yang baik.
Sebanyak 65,6% mahasiswi yang kost memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi yang kurang
baik dan sebanyak 68,2% mahasiswi yang memiliki citra tubuh positif memiliki pola konsumsi
makanan sumber zat besi yang baik pula.
Terdapat hubungan antara pengetahuan (p-value 0.008) dan citra tubuh (p-value 0.042) dan tidak
terdapat hubungan antara sikap (p-value 0.863) dan tempat tinggal (p-value 0.104).
Tabel 3 Hubungan Pengetahuan, Sikap, Tempat Tinggal, dan Citra Tubuh dengan Pola
Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi

Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi


Variabel P- value
Baik Kurang Baik
n % n %
Pengetahuan
- Baik 28 63,6 24 37,5
0.008
- Kurang baik 16 36,4 40 62,5
Sikap
- Baik 38 86,4 56 87,5
0.863
- Kurang baik 6 13,6 8 12,5
Tempat tinggal
- Kost 22 50.0 22 34,4
0.104
- Tidak kost 22 50.0 42 65.6
Citra tubuh
- Positif 30 68,2 31 48,4
0.042
- Negatif 14 31,8 33 51,6

PEMBAHASAN
Hubungan Pengetahuan dengan Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lebih banyak mahasiswi yang memiliki pengetahuan
yang kurang baik yaitu sebesar 51,9% (56 orang). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang menyebutkan bahwa lebih banyak mahasiswi yang memiliki pengetahuan gizi yang
kurang (94,5%) dibandingkan dengan mahasiswi yang memiliki pengetahuan gizi yang baik (5,5%).10
Berdasarkan hasil pengisian angket, semua mahasiswi (100%) pernah mendengar istilah zat besi.
Namun, hanya 54,6% mahasiswi yang mengetahui daging-dagingan sebagai makanan sumber zat besi
paling baik. Sementara itu, sebanyak 50,9% mahasiswi mengetahui vitamin C dapat meningkatkan
penyerapan zat besi dan sebanyak 46,3% mahasiswi mengetahui minum teh sewaktu makan dapat
menghambat penyerapan zat besi. Sebanyak 58,3% mahasiswi mengetahui dampak dari anemia.
Jika dilihat dari jawaban mahasiswi, masih sedikit mahasiswi yang dapat menjawab pertanyaan
pengetahuan dengan benar. Hal tersebut dimungkinkan karena, walaupun seluruh mahasiswi
merupakan mahasiswi ilmu kesehatan namun tidak semua mahasiswi ilmu kesehatan mendapatkan ilmu
mengenai gizi. Jawaban pengetahuan kategori baik lebih banyak ditemukan pada mahasiswi kesehatan
masyarakat. Hal tersebut mungkin dikarenakan mahasiswi kesehatan masyarakat sudah mendapatkan
ilmu mengenai gizi pada mata kuliah dasar gizi.
Hasil analisis antara pengetahuan dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui bahwa diantara 52 orang mahasiswi
yang memiliki pengetahuan baik, terdapat 28 orang mahasiswi (63,6%) yang memiliki pola konsumsi
makanan sumber zat besi yang baik pula dan berdasarkan hasil uji statistik diketahui ada hubungan
antara pengetahuan dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (p-value = 0.008).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Husna & Fatmawati (2015) yang
menemukan bahwa ada hubungan antara tingkat pengetahuan tentang anemia dengan pola konsumsi
makan seseorang.6 Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian Dixit, et al., (2012) yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara pengetahuan gizi dengan konsumsi zat besi.3
Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi makanan yang salah.25
Seseorang dengan pengetahuan gizi yang baik maka akan lebih m emahami keterkaitan antara konsumsi
makanan yang ia makan dengan kesehatan dirinya, sehingga ia akan berusaha untuk mengkonsumsi
makanan yang sehat yang dibutuhkan untuk fungsi normal tubuh.13
Namun, hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Lathifah &
Achadi (2014) yang menemukan bahwa tidak terdapat hubungan antara pengetahuan gizi dengan
kecukupan zat besi mahasiswi.10 Hal tersebut dikarenakan mahasiswi yang memiliki pengetahuan baik
belum tentu menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari mereka sehingga mahasiswi yang memiliki
pengetahuan baikpun dapat tidak tercukupi asupan zat besinya.
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan dengan
pola konsumsi makanan sumber zat besi pada mahasiswi. Mahasiswi yang memiliki pengetahuan yang
kurang baik cenderung memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi yang kurang baik pula. Hal
ini disebabkan karena, berdasarkan hasil analisis masih banyak mahasiswi yang tidak mengetahui
sumber makanan zat besi yang baik serta makanan peningkat dan penghambat penyerapan zat besi.
Sehingga mahasiswi tidak dapat menerapkan pola makan sumber zat besi yang baik di kehidupan
sehari-hari.
Hubungan Sikap dengan Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lebih banyak mahasiswi yang memiliki sikap yang
baik yaitu sebesar 87,0% (94 orang). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya yang
menyebutkan bahwa lebih banyak responden yang memiliki sikap gizi yang baik (51,9%) dibandingkan
dengan responden yang memiliki sikap gizi yang kurang baik (48,1%).21
Hasil analisis antara sikap dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui bahwa diantara 94 orang mahasiswi yang
memiliki sikap baik, terdapat 38 orang mahasiswi (86,4%) yang memiliki pola konsumsi makanan
sumber zat besi yang baik.
Berdasarkan hasil pengisian angket sikap mengenai makanan sumber zat besi dan pencegahan
anemia, sebagian besar responden menjawab pertanyaan dengan skor tinggi pada setiap pertanyaannya.
Sebanyak 24,1% mahasiswi setuju dan sebanyak 75% mahasiswi sangat setuju bahwa setiap perempuan
perlu mengkonsumsi makanan yang mengandung zat besi. Sebanyak 61,1% mahasiswi setuju dan
sebanyak 30,6% mahasiswi sangat setuju merasa khawatir jika terkena anemia.
Namun jika dilihat dari hasil analisis, mahasiswi yang memiliki sikap yang baik lebih banyak yang
memiliki pola makan sumber zat besi yang kurang baik yaitu sebanyak 56 orang (87,5%). Hal tersebut
dapat disebabkan karena berdasarkan teori, sikap belum merupakan tindakan atau aktivitas. Sikap
terhadap makanan merupakan suatu ketersediaan untuk bertindak sedangkan konsumsi makanan
merupakan tindakan tersebut. Sehingga mahasiswi yang memiliki sikap yang baik belum tentu memiliki
pola konsumsi makan yang baik pula dan begitupun sebaliknya, mahasiswi yang memiliki sikap yang
kurang baik belum tentu memiliki pola konsumsi makan yang kurang baik pula.1
Berdasarkan teori juga menyebutkan bahwa sikap yang baik cenderung dibentuk dari pengetahuan
yang baik pula. Dalam penelitian ini, mahasiswi yang memiliki pengetahuan baik dan sikap yang baik
yaitu sebanyak 46 orang (88,55) sementara mahasiswi yang memiliki pengetahuan kurang baik dan
memiliki sikap baik yaitu sebanyak 48 orang (45,7%). Mahasiswi yang memiliki pengetahuan kurang
baik tetapi memiliki sikap yang baik dapat disebabkan karena adanya faktor lain selain pengetahuan
dalam pembentukan sikap seperti pengalaman pribadi atau adanya pengaruh dari orang
lain/lingkungan.26 Sehingga tidak menutup kemungkinan seseorang yang memiliki pengetahuan kurang
baik memiliki sikap yang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara sikap dengan pola konsumsi
makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (p-value
= 0.863).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Setyowati, et al., (2017) yang
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara sikap dengan pola konsumsi makanan dalam
pencegahan anemia. Dimana dalam penelitian tersebut responden dengan sikap baik cenderung
menetapkan pola konsumsi makanan yang kurang baik, begitu juga sebaliknya.21
Namun, penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Sembiring (2015) yang
menyebutkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara sikap dengan pola konsumsi makan
dalam pencegahan anemia. Responden yang yang memiliki sikap yang kurang terkait dengan anemia
cenderung memiliki pola konsumsi makan yang kurang dalam pencegahan anemia. Hal tersebut
dikarenakan sebagian besar responden bersikap tidak peduli terhadap gejala anemia dan menganggap
bahwa anemia tidak mengganggu aktifitas mereka sehingga mereka tidak peduli terhadap konsumsi
makanan sumber zat besi.20
Hubungan Tempat Tinggal dengan Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa lebih banyak mahasiswi yang tinggal di kost
daripada mahasiswi yang tidak tinggal di kost yaitu sebanyak 64 orang (59,3%). Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian sebelumnya yang menyebutkan bahwa lebih banyak mahasiswa yang tinggal
di kost (66,9%) daripada mahasiswa yang tinggal bersama keluarga di rumah (33,1%).9
Hasil analisis antara tempat tinggal dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diketahui bahwa diantara 64 orang mahasiswi
yang kost, terdapat 42 orang mahasiswi (65,6%) yang memiliki pola konsumsi makanan sumber zat
besi yang kurang baik.
Kurangnya konsumsi makanan sumber zat besi pada mahasiswi yang kost mungkin disebabkan
karena pada mahasiswi yang kost mereka tidak lagi terpantau pola konsumsi makannya oleh orang tua
atau keluarga, yang mana mereka harus membeli, memasak sendiri, dan harus berhemat, terlebih lagi
bagi mahasiswi yang sibuk sering mengabaikan waktu makan. Hal tersebut dapat mengubah pola
konsumsi makannya menjadi kurang.
Faktor lain yang menyebabkan kurangnya konsumsi makanan sumber zat besi pada mahasiswi
yaitu ketersediaan pangan. Ketersediaan pangan yaitu tempat atau lokasi mahasiswi untuk memperoleh
atau mengakses makanan yang biasa di makan setiap hari seperti dari rumah, sekitar kampus, atau
sekitar kost.9
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, diketahui bahwa ketersediaan pangan sumber zat besi
yang paling banyak di dapatkan mahasiswi yaitu berasal dari sekitar kost, baik itu lauk hewani (46,3%),
lauk nabati (48,1%), dan sayur (49,1%). Namun, ketersediaan buah lebih banyak di dapatkan dari rumah
(42,6%). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Khairiyah (2016) yang
menyebutkan bahwa ketersediaan buah lebih mudah di dapatkan di rumah dibandingkan dengan di
sekitar kampus atau di sekitar kost.9
Ketersediaan buah yang kurang di sekitar kampus maupun di sekitar kost membuat konsumsi buah
juga menjadi kurang, yang berarti pada mahasiswi yang kost ketersediaan buah hanya ada ketika mereka
pulang ke rumah saja. Hal tersebut disebabkan karena penjual makanan di sekitar kampus atau di sekitar
kost hanya menyediakan makanan pokok seperti nasi, serta lauk hewani seperti ayam, ikan, atau telur.
Jenis sayur dan buah sama sekali jarang tersedia, bahkan lebih banyak gorengan dan makanan ringan
yang memiliki gizi yang rendah.9 Padahal mahasiswi lebih banyak menghabiskan waktu di kampus dan
kost, sehingga ketersediaan pangan di sekitar kampus maupun di sekitar kost menjadi lokasi utama
untuk mengakses sumber pangan.
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui tidak ada hubungan antara tempat tinggal dengan pola
konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta (p-value = 0.104).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lathifah & Achadi (2014) yang
menyebutkan bahwa tidak ada hubungan antara tempat tinggal dengan asupan zat besi mahasiswa.10
Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suci (2011) yang menyebutkan bahwa
tidak ada hubungan antara tempat tinggal dengan pola konsumsi makanan pada mahasiswa. Hal tersebut
dikarenakan kebanyakan mahasiswa saat ini sudah tidak terpengaruh oleh kebiasaan makanan keluarga
ataupun ketersediaan makanan di rumah dan lebih banyak makan atau jajan di luar.22
Namun, hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Ersila & Prafitri
(2016) yang menyebutkan mahasiswa yang tinggal bersama dengan orangtua maka akan lebih terpantau
kebutuhan akan nutrisi/makanan dan mendapat perhatian lebih baik daripada mahasiswa yang tinggal
di kost. Dan hal tersebut akan memberikan dorongan untuk menikmati makanan yang bergizi dan akan
memberikan dorongan pula untuk dirinya menciptakan pola konsumsi pangan yang baik bagi tubuh.4
Dapat disimpulkan dari hasil penelitian ini bahwa tidak terdapat hubungan antara tempat tinggal
dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi pada mahasiswi. Dimana proporsi konsumsi makanan
sumber zat besi yang kurang baik pada mahasiswi yang tinggal di kost dan tidak tinggal di kost hampir
sama. Sehingga dapat dikatakan pada mahasiswi yang kost maupun mahasiswi yang tidak kost,
keduanya sama-sama memungkinkan untuk mengalami asupan zat besi yang tidak tercukupi.

Hubungan Citra Tubuh dengan Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Berdasarkan hasil penelitian, lebih banyak mahasiswi yang memiliki citra tubuh yang positif yaitu
sebesar 56,5% (61 orang). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Putri,
2014) yang menyatakan bahwa lebih banyak mahasiswi yang memiliki citra tubuh positif (56,4%)
dibanding dengan mahasiswi yang memiliki citra tubuh negatif (43,6%).
Berdasarkan hasil pengisian angket, sebanyak 61,1% mahasiswi khawatir terhadap pandangan
orang lain mengenai penampilannya. Sebanyak 54,7% mahasiswi khawatir akan menjadi gemuk dan
sebanyak 47,2% mahasiswi sangat menginginkan penurunan berat badan. Sementara itu, sebanyak
54,6% mahasiswi merasa perlu melakukan diet dan sebanyak 32,4% mahasiswi membatasi porsi
makannya.
Hasil analisis antara citra tubuh dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menunjukkan bahwa diantara 61 orang
mahasiswi yang memiliki citra tubuh positif, terdapat 30 orang mahasiswi (68,2%) yang memiliki pola
konsumsi makanan sumber zat besi yang baik.
Berdasarkan hasil uji statistik diketahui ada hubungan antara citra tubuh dengan pola konsumsi
makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (p-value
= 0.042).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Lathifah & Achadi (2014) yang
mengatakan bahwa ada hubungan yang bermakna antara persepsi citra tubuh dengan asupan zat besi
pada mahasiswi.10 Hal ini juga didukung oleh hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahayu & Dieny
(2012) yang menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara citra tubuh dengan asupan zat besi.13 Hal
tersebut dikarenakan seseorang yang memiliki citra tubuh yang negatif menganggap daging-dagingan
sebagai makanan yang tinggi lemak sehingga mereka menghindari makan protein hewani dengan alasan
untuk diet dan menghindari lemak.10
Pola Konsumsi Makanan Sumber Zat Besi
Pada penelitian ini, gambaran pola konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi Fakultas Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dilihat dari rata-rata konsumsi zat besi dalam sehari yaitu
sebesar 8,92 mg. Sedangkan standar yang direkomendasikan oleh Angka Kecukupan Gizi (AKG)
kebutuhan zat besi pada satu hari untuk wanita usia 19-29 tahun yaitu 26 mg. Hal ini menunjukkan
bahwa kecukupan zat besi pada mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
hanya terpenuhi 34% dari AKG dan belum memenuhi standar yang dianjurkan.
Kurangnya zat besi dalam tubuh akan berdampak pada menurunnya kadar hemoglobin dan dapat
menyebabkan anemia gizi besi. Perempuan yang mengalami anemia akan sangat berbahaya pada saat
hamil dan melahirkan. Perempuan yang menderita anemia akan berpotensi melahirkan bayi dengan
berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg).14 Anemia juga dapat menimbulkan berbagai permasalahan
seperti turunnya daya tahan tubuh, mudah lemas, konsentrasi terganggu, prestasi belajar yang menurun,
serta menurunnya produktifitas kerja.18
Dari hasil pengukuran konsumsi makan menggunakan food record 5x24 jam, dapat diketahui
bahwa makanan sumber zat besi yang berasal dari lauk hewani yang paling sering dikonsumsi oleh
mahasiswi adalah ayam, ikan, dan telur. Sedangkan makanan sumber zat besi yang berasal dari lauk
nabati yang sering dikonsumsi mahasiswi adalah tahu dan tempe. Begitupun halnya dengan sayuran,
rata-rata mahasiswi paling sering mengkonsumsi sayur bayam, sayur sop, dan sayur kangkung. Untuk
jenis buah yang sering dikonsumsi sebagian mahasiswi adalah pepaya dan pisang. Sedangkan untuk
makanan sumber zat besi yang berasal dari terigu, yang cukup sering dikonsumsi oleh mahasiswi yaitu
mie dan roti.
Hasil penelitian ini didapatkan bahwa dari 108 mahasiswi, lebih banyak mahasiswi yang
memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi yang kurang baik yaitu sebesar 59,3% (64 orang).
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian sebelumnya bahwa lebih banyak mahasiswi yang kurang
asupan zat besi hariannya dibandingkan dengan mahasiswi yang baik asupan zat besinya.10
Faktor yang menyebabkan kurangnya asupan zat besi mahasiswi kemungkinan besar disebabkan
karena kurangnya porsi makan. Dari hasil pengukuran food record 5x24 jam dapat diketahui bahwa
rata-rata responden perhari mengkonsumsi lauk hewani sebanyak 125 gram, lauk nabati sebanyak 88
gram, sayur sebanyak 110 gram, dan buah sebanyak 60 gram. Jika dibandingkan dengan anjuran makan
dari Kementrian Kesehatan RI, jumlah lauk hewani yang dikonsumsi responden sudah mencukupi
anjuran, namun jika dihitung jumlah zat besinya belum tercukupi, karena jika dilihat berdasarkan jenis
lauk hewani yang paling sering dikonsumsi responden yaitu ayam dan telur mengandung zat besi yang
tidak cukup besar yaitu sebanyak 7,5 mg/100 gram ayam dan 7,2 mg/100 gram telur yang mana jumlah
tersebut baru memenuhi 29% dari angka kebutuhan besi yang dianjurkan.
Faktor selanjutnya yang dapat menyebabkan kurangnya asupan zat besi mahasiswi yaitu jenis
makanan yang tidak beragam. Dari hasil pengukuran konsumsi makan menggunakan food record 5x24
jam dapat diketahui bahwa rata-rata responden dalam satu kali makan tidak makan dengan menu
lengkap (karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah), rata-rata responden dalam satu kali
makan hanya makan karbohidrat dengan lauk hewani/lauk nabati saja atau karbohidrat dengan lauk
hewani/lauk nabati ditambah dengan sayur. Dan jarang sekali mahasiswi yang mengkonsumsi buah.
Padahal makan dengan menu lengkap (karbohidrat, lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah) dapat
mendukung terpenuhinya asupan zat besi harian.8
Faktor lain yang dapat menyebabkan kurangnya asupan zat besi mahasiswi yaitu frekuensi makan
yang tidak teratur. Dari hasil pengukuran konsumsi makan menggunakan food record 5x24 jam dapat
diketahui bahwa sebagian besar mahasiswi tidak makan menu utama tiga kali dalam sehari, rata-rata
mahasiswi hanya makan hanya satu sampai dua kali menu utama dalam sehari ditambah dengan
selingan. Waktu makan yang sering dilewatkan oleh mahasiswi yaitu makan pagi dan makan malam.
Untuk memenuhi kebutuhan zat besi, maka remaja dan dewasa khususnya perempuan dianjurkan
untuk membiasakan makan teratur tiga kali sehari dimulai dari makan pagi, siang, dan malam. Selain
itu juga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan sumber zat besi yang cukup setiap hari seperti sayur
dan buah, protein nabati dan hewani, serta makanan pokok yang mengandung besi. Agar zat besi harian
terpenuhi maka kedua kelompok pangan hewani dan nabati perlu dikonsumsi bersama kelompok
pangan lainnya setiap hari, agar jumlah dan kualitas zat besi yang dikonsumsi lebih baik dan sempurna.8
Kementrian Kesehatan menganjurkan konsumsi sayuran dan buah-buahan sebanyak 400-600 g
dalam sehari yang terdiri dari 250 g sayur (setara dengan 2 ½ porsi atau 2 ½ gelas sayur setelah dimasak
dan ditiriskan) dan 150 g buah. (setara dengan 3 buah pisang ambon ukuran sedang atau 1 ½ potong
pepaya ukuran sedang atau 3 buah jeruk ukuran sedang). Buah dan sayur merupakan salah satu makanan
sumber zat besi yang berasal dari tumbuhan (zat besi non heme).
Untuk konsumsi pangan hewani, Kementrian Kesehatan menganjurkan mengkonsumsi 2-4 porsi
pangan hewani (setara dengan 70-140 g/2-4 potong daging sapi ukuran sedang atau 80-160 g/2-4 potong
daging ayam ukuran sedang atau 80-160 gr/2-4 potong ikan ukuran sedang) sehari dan pangan protein
nabati 2-4 porsi sehari (setara dengan 100-200 g/ 4-8 potong tempe ukuran sedang atau 200-400 g/ 4-8
potong tahu ukuran sedang).
Terdapat beberapa faktor lain yang mempengaruhi konsumsi makanan sumber zat besi yaitu
pengetahuan, sikap, tempat tinggal, dan citra tubuh tubuh.9,10,20 Hasil analisis data pada penelitian ini
menunjukkan bahwa terdapar beberapa faktor tersebut yang berhubungan dengan pola konsumsi
makanan sumber zat besi pada mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
tahun 2019.

KETERBATASAN PENELITIAN
Penelitian ini memiliki keterbatasan, yaitu instrumen yang digunakan untuk mengukur
konsumsi makanan sumber zat besi menggunakan estimated food record. Sehingga dapat menyebabkan
over estimated atau under estimated dalam mengkonversi ukuran banyak porsi makanan dari satuan
ukuran rumah tangga (URT) ke dalam satuan gram.

KAJIAN KEISLAMAN
Dalam ajaran islam, Al-Qur’an dan hadist merupakan pedoman dalam kehidupan umat muslim.
Pedoman tersebut memuat berbagai macam aspek dalam kehidupan termasuk dalam hal pola konsumsi
makanan yang bermuara pada kesehatan tubuh secara keseluruhan. Allah swt berfirman :
ࣤ ‫طيبًا واتَّقُوا ّٰللا الَّذ‬
َ‫ِي ا َ ْنت ُ ْم ِب ٖه ُمؤْ مِ نُ ْون‬ َ ‫ّٰللاُ َح ٰلالً َ ِ َ ْ ه‬
‫َو ُكلُ ْوا مِ َّما َرزَ قَ ُك ُم ه‬
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik (thayib) dari apa yang telah dirizkikan kepadamu dan
bertaqwalah kepada Allah dan kamu beriman kepada-Nya” QS. Surat Al Maidah :88).
Pada ayat tersebut Allah memerintahkan pada kita untuk memakan makanan yang bukan sekedar
halal saja, tapi juga baik/bagus (Thoyyiban) agar tidak membahayakan tubuh kita. Makanan dan
minuman halal sesuai kaidah Syari’at, yaitu makanan yang diperoleh dengan cara-cara yang tidak
menyimpang dengan ajaran agama, yaitu yang diperoleh dengan cara membeli, meminjam, dari
pemberian, dan sebagainya. Bukan dengan cara mencuri, menipu, judi, dan lainnya. Selain itu juga
makanan/minuman bukan merupakan makanan/minuman yang diharamkan seperti daging babi, darah,
bangkai, dan khamr (Kemenag RI).
Makanan dan minuman yang diharamkan, lebih banyak pengaruhnya terhadap kesehatan rohani
yang menyebabkan secara mental manusia yang mengkonsumsinya akan bermusuhan, lalai dari
mengingat Allah, bermental jelek, dan yang akan menyeretnya kepada perilaku maksiat yang akhirnya
akan masuk neraka.16
Makanan yang thayyib seharusnya merupakan makanan yang halal dan tidak membahayakan bagi
tubuh. Seorang pakar tafsir modern Quraish Shihab memberi makna hawa yang dimaksud oleh Al-
Qur’an dengan kata thayyib (baik) adalah yang baik menurut penelitian para ahli atau dengan kata lain
yang bergizi. Jadi “halalan-thayyiban” seharusnya diartikan dengan “makanan yang halal lagi
sehat/bergizi”.16
Makanan yang baik hendaknya memiliki kandungan nutrisi yang lengkap dan seimbang sesuai
yang dibutuhkan oleh tubuh seperti karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, tidak mengandung zat-
zat kimia yang berbahaya seperti pestisida, pemanis, pewarna, dan pengawet, tidak busuk atau basi, dan
tidak berlebihan (Kemenag RI).
Konsep makanan halal dan thoyyib ini hendaknya menjadi prinsip bagi manusia untuk
mementukan dan memilih makanan/minuman yang akan dikonsumsinya. Sehingga makanan yang
dikonsumsi akan mendatangkan kebaikan dan manfaat bagi tubuh serta menghindari dari berbagai
macam penyakit.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta dapat disimpulkan, rata-rata konsumsi makanan sumber zat besi mahasiswi
yaitu sebesar 8,92 mg. Sebanyak 59,3% mahasiswi memiliki pola konsumsi makanan sumber zat besi
yang kurang. Sebanyak 51,9% mahasiswi memiliki pengetahuan kurang. Sebanyak 87,0% mahasiswi
memiliki sikap baik. Sebanyak 59,3% mahasiswi bertempat tinggal di kost. Dan sebanyak 56,5%
mahasiswi memiliki citra tubuh positif.
Ada hubungan antara pengetahuan dan citra tubuh dengan pola konsumsi makanan sumber zat
besi pada mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019. Tidak ada
hubungan antara sikap dan tempat tinggal dengan dengan pola konsumsi makanan sumber zat besi pada
mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2019.
SARAN
1. Bagi mahasiswi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
a. Mahasiswi diharapkan dapat memperbaiki pola konsumsi makanan sumber zat besi nya, yaitu
dengan makan 3 kali sehari secara teratur dan mengkonsumsi makanan sumber zat besi yang
cukup setiap hari, yaitu dengan menambahkankan porsi lauk nabati sebanyak 112 gram (setara
2 potong tempe ukuran besar atau 2 potong tahu ukuran sedang), sayur 240 gram (setara 2 ½
mangkok sayur bayam) ,dan buah 90 gram (setara 2 buah jeruk ukuran sedang) dari porsi makan
harian yang biasa dimakan. Sedangkan untuk jumlah porsi lauk hewani agar bisa dipertahankan,
namun sebaiknya dikombinasikan dengan lauk hewani yang mempunyai zat besi yang lebih
tinggi seperti hati sapi atau hati ayam.
b. Mahasiswi diharapkan lebih memanfaatkan lagi internet untuk mencari informasi kesehatan
seperti pola konsumsi makanan sumber zat besi yang baik dan pencegahan anemia, dengan
begitu diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswi terkait komsumsi zat besi.
Informasi tersebut dapat di akses di website Kementrian Kesehatan RI, www.depkes.go.id atau
di website WHO, www.who.int.
2. Bagi Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Fakultas Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta diharapkan dapat
mensosialisasikan tentang pentingnya konsumsi zat besi bagi mahasiswi melalui poster atau kuliah
umum. Sehingga diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mahasiswi dan mahasiswi dapat
menerapkannya dalam pola konsumsinya sehari-hari.
3. Bagi peneliti lain
Bagi peneliti lain diharapkan dapat melakukan penelitian dengan menggunakan desain studi
yang berbeda, seperti cohort atau case control sehingga dapat menggambarkan hubungan
kausalitas (sebab akibat) dari masing-masing variabel.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan banyak terimakasih kepada ibu Dela Aristi, MKM yang telah membimbing
penulis dalam menyusun jurnal ini, dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyusunan
jurnal ini.

DAFTAR PUSTAKA

1. Abdurrachim, R., Meladista, E. & Yanti, R., 2018. Hubungan Body Image Dan Sikap Terhadap
Makanan Dengan Pola Makan Mahasiswi Jurusan Gizi Politeknik. Journal Of The Indonesian
Nutrition Association, 41(2), pp. 117-124.
2. Adriani, M. & Wijatmadi, B., 2016. Pengantar Gizi Masyarakat. Jakarta: Kencana.
3. Dixit, S., Kant, S., Agarwal, G. & Singh, J., 2012. A Community Based Study On Prevalence
Of Anaemia Among Adolescent Girls And Its Association With Iron Intake And Their
Correlates. Indian J. Prev. Soc. Med, 42(4).
4. Ersila, W. & Prafitri, L. D., 2016. Hubungan Tempat Tinggal Dan Motivasi Konsumsi Zat Besi
Dengan Kadar Hemoglobin Pada Mahasiswa Kebidanan STIKES Muhammadiyah Pekajangan
Pekalongan.
5. Hastuti, L. T. & Yuliati, 2014. Hubungan Pola Konsumsi Zat Besi Dan Kadar Hemoglobin
Dengan Konsentrasi Belajar Remaja Putri. Jurnal Prodi Biologi, 7(2), pp. 82-89.
6. Husna, U. & Fatmawati, R., 2015. Hubungan tingkat pengetahuan remaja putri tentang anemia
dengan pola makan. Profesi, 12(2), pp. 52-57.
7. Kemenkes, 2014. Angka Kecukupan Gizi Yang Dianjurkan Bagi Bangsa Indonesia. Jakarta:
Direktorat Jendral Bina Gizi Dan KIA Kementrian Kesehatan RI.
8. Kemenkes, 2014. Pedoman Gizi Seimbang. Jakarta: Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
9. Khairiyah, E. L., 2016. Pola Makan Mahasiswa Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
(FKIK) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Tahun 2016. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
10. Lathifah & Achadi, E. L., 2014. Jenis Kelamin dan Konsumsi Suplemen Zat Besi Sebagai
Faktor Dominan Kecukupan Asupan Zat besi Pada Mahasiswa S-1 Reguler Angkatan 2013
Rumpun Ilmu Kesehatan Universitas Indonesia Tahun 2014.
11. Noviawati, E., 2012. Hubungan Antara Asupan Zat besi dan Kejadian Anemia Pada Mahasiswi
PSPD Angkatan 2009-2011 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
12. Putri, G. P., 2014. Hubungan Citra Tubuh (Body Image) Dan Pola Konsumsi Dengan Status
Gizi Mahasiswi Tingkat I Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Padang Tahun 2014. Padang:
Politeknik Kesehatan Kemenkes Padang.
13. Rahayu, S. D. & Dieny, F. F., 2012. Citra Tubuh, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga,
Pengetahuan Gizi, Perilaku Makan, dan Asupan Zat Besi Pada Siswi SMA. Media Medika
Indonesiana, 46(3), pp. 184-194.
14. Rajab, W., 2009. Buku Ajar Epidemiologi Untuk Mahasiswa Kebidanan. Jakarta: EGC.
15. Ronnenberg, A. G. et al., 2004. Preconception Hemoglobin And Ferritin Contrentracion Are
Associated With Pregnancy Outcome In a Prospective Cohort of Chinese Women. American
Society For Nutritional Sciences, pp. 2586-2591.
16. Samad, M., 2016. Integrasi Pembelajaran Bidang Studi IPTEK dan Al-Islam. Yogyakarta:
Sunrise.
17. Sari, H. P., Agustia, F. C., Subardjo, Y. P. & Ramadhan, G. R., 2018. Biskuit Mocaf-Garut
Tinggi Zat Besi Meningkatkan Kadar Fe Darah dan Kadar Hemoglobin Pada Tikus Sprangue
Dawley. Jurnal Gizi Indonesia, 7(1), pp. 49-53.
18. Sayogo, S., 2006. Gizi dan Pertumbuhan Remaja. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
19. Sediaoetama, A., 2009. Ilmu Gizi Untuk Mahasiswa Dan Profesi. Jakarta: Dian Rakyat.
20. Sembiring, I. R., 2015. Hubungan Pengetahuan Dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia
Dengan Pola Makan Untuk Pencegahan Anemia Di SMA Bina Bersaudara Medan Tahun 2014.
Medan: Universitas Sumatera Utara.
21. Setyowati, N. D., Rianti, E. & Indraswari, R., 2017. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan
Perilaku Makan Remaja Putri Dalam Pencegahan Anemia Di Wilayah Kerja Puskesmas
Ngemplak Simongan. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 5(5), pp. 1042-1053.
22. Suci, S. P., 2011. Faktor-faktor yang berhubungan dengan pola makan mahasiswa kesehatan
masyarakat fakultas kedokteran dan ilmu kesehatan universitas islam negeri syarif
hidayatullah jakarta tahun 2011. skripsi. Jakarta: Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
23. Sudargo, T., Kusmayanti, N. A. & Hidayati, N. L., 2018. Defisiensi Yodium, Zat Besi, Dan
Kecerdasan. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
24. Supriyono, 2012. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Anemia Gizi Besi Pada Tenaga Kerja
Wanita Di PT HM Samporna. Jurnal Gizi Depkes.
25. Susilo, A., 2006. Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Konsumsi Pangan Mahasiswa
Putri yang Anemia dan Non Anemia. Bogor: Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
26. Zuchdi, D., 1995. Pembentukan Sikap. Cakrawala Pendidikan, Volume 3, pp. 51-63.

Anda mungkin juga menyukai