Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan pada September 2016, telah membentuk Tim
Implementasi PPK untuk mengembangkan Gerakan Penguatan Pendidikan Karakter
yang menjadi salah satu amanat Nawacita Presiden Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Pemerintah telah membuat pedoman dan konsep dasar tentang Penguatan Pendidikan
Karakter, mulai dari naskah akademik utama, yaitu Pedoman dan Konsep Dasar PPK;
Buku Saku Panduan Penilaian PPK; dan berbagai modul pelatihan dan mekanisme
pelatihan fasilitator PPK untuk guru, kepala sekolah, komite sekolah dan pengawas;
serta mekanisme dan struktur pelatihan fasilitator PPK. Keseluruhan naskah ini dapat
ditemukan di laman http://www.cerdasberkarakter.kemdikbud.go.id.
dibawah:
Dua tahun setelah terbitnya Perpres nomor 87 Tahun 2017, seluruh sekolah di Indonesia
harus mengimplementasikan PPK sesuai dengan Perpres 87/2017. Salah satu upaya
untuk mempercepat implementasi PPK tersebut, Kemendikbud mengintegrasikan
materi PPK ke dalam modul-modul Bimtek Kurikulum 2013. Dukungan dan
partisipasi masyarakat sangat diperlukan dalam menyukseskan percepatan
implementasi PPK di seluruh sekolah.
Kurikulum 2013 menjadi bagian inti dalam Penguatan Pendidikan Karakter. Karena itu,
modul bimbingan teknis Kurikulum 2013 ini diintegrasikan dengan pendekatan-
pendekatan dalam Penguatan Pendidikan Karakter. Integrasi ini diperlukan agar tidak
terjadi kebingungan di kalangan guru tentang keberadaan Kurikulum 2013 dan PPK
atau program-program lain yang menjadi sistem pendukung pengembangan kualitas
sekolah, seperti gerakan literasi sekolah, sekolah adi wiyata, dan lain-lain.
Pada intinya, Penguatan Pendidikan Karakter mempergunakan tiga basis pendekatan
utama PPK, yaitu pendidikan karakter berbasis kelas, pendidikan karakter berbasis
budaya sekolah dan pendidikan karakter berbasis masyarakat. Tiga pendekatan ini
merupakan pendekatan pendidikan karakter utuh dan menyeluruh yang harus
diterapkan di satuan pendidikan. Keutuhan dan integrasi PPK ini juga ditegaskan di
dalam Perpres Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter terutama
pasal-pasal yang menjelaskan tentang penyelenggaraan PPK yang terintegrasi di dalam
kegiatan intrakurikuler, kokurikuler dan ekstrakurikuler, dilakukan baik di satuan
pendidikan formal maupun nonformal (pasal 6,7,8).
Perpres No.87 Tahun 2017 tentang PPK mendefinisikan PPK sebagai “Gerakan
pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter
peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan
pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai
bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM)” (Pasal 1, ayat 1)
Harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir dan olah raga ini perlu menjadi dimensi
dalam setiap program dan kegiatan di sekolah dalam rangka menanamkan nilai-nilai
kebaikan agar individu tumbuh dan berkembang sebagai manusia yang sehat secara
jasmani, rohani, dan moral. Dalam Perpres dijelaskan bahwa fokus PPK adalah nilai-
nilai Pancasila. “PPK dilaksanakan dengan menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam
pendidikan karakter terutama meliputi nilai-nilai religius, jujur, toleran, disiplin,
bekerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta
tanah air, menghargai prestasi, komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli
lingkungan, peduli sosial, dan bertanggungjawab” (Pasal 3)
Sangat jelas bahwa pengintegrasian PPK dalam implementasi Kurikulum 2013 perlu
diletakkan dalam kerangka pembentukan karakter peserta didik dengan nilai-nilai
kebaikan yang merupakan impmelentasi nilai-nilai Pancasila. Fokus pendekatan PPK
dalam implementasi Kurikulum 2013 adalah pada pendidikan karakter berbasis kelas.
Pendidikan karakter berbasis kelas merupakan keseluruhan interaksi antara pendidik
dan peserta didik dalam proses pemelajaran untuk memenuhi tuntutan minimal dalam
kurikulum yang disepakati.
Pendidikan karakter berbasis kelas berbicara tentang bagaimana relasi atau hubungan
antara guru dan peserta didik dalam konteks pemelajaran formal isi kurikulum. Selain
itu, dalam pendekatan ini, bagaimana guru mengintegrasikan nilai-nilai pembentukan
karakter dalam proses pembelajaran yang terintagrasi dalam kurikulum menjadi sangat
penting. Guru perlu memahami bagaimana cara mempersiapkan dan
mengintagrasikannya dalam proses pembelajaran melalui pemilihan metodologi
pembelajaran, pengelolaan kelas, dan cara membuat evaluasi. Hal-hal ini menjadi
bagian penting yang perlu dipahami pendidik dalam rangka mengintegrasikan
penguatan pendidikan karakter dalam Kurikulum 2013.
1. Pendidikan karakter berbasis kelasterbatas pada relasi antara guru dan siswa di
dalam kelas dalam proses pembelajaran.
2. Pendidikan karakter berbasis budaya sekolah merupakan pembentukan karakter
yang dilakukan melalui berbagai macam kegiatan yang melibatkan seluruh anggota
komunitas sekolah, namun masih terbatas sebagai kegiatan sekolah di lingkungan
sekolah. PPK berbasis budaya sekolah dilaksanakan antara lain melalui hal-hal
sebagai berikut.
Namun secara praktis, tiga pendekatan ini sesungguhnya dapat beririsan satu sama
lain. Misalnya, ketika seorang guru dalam mengajar memberikan tugas kepada peserta
didik untuk melakukan wawancara dengan masyarakat setempat, atau melakukan
kunjungan situs-situs resmi benda cagar budaya, maka selain terdapat implementasi
pendidikan karakter berbasis kelas, juga terdapat implementasi pendidikan karakter
berbasis masyarakat. Jadi sesungguhnya, dalam praksis, ketiga pendekatan itu bisa
beririsan satu sama lain.
PPK berbasis kelas lebih pada aksi guru di kelas dalam membentuk karakter, bukan
pada persoalan perumusan dan penulisan nilai karakter dalam kolom RPP. Karena
itu, apakah dalam RPP guru akan menambah kolom, membuat keterangan
tersendiri, atau lainnya, yang penting adalah bagaimana seorang pendidik dapat
mengintegrasikan proses pembelajaran itu dalam rangka pembentukan karakter
peserta didik, baik melalui pilihan metode pengajaran, pengelolaan kelas, dan
fokus integrasi nilai pada isi muatan kurikulum tertentu.
Gerakan Literasi Sekolah (GLS) juga perlu diletakkan dalam kerangka penguatan
pendidikan karakter bagi peserta didik sesuai dengan tiga basis pendekatan utama
dalam PPK.
2. Integritas
Integritas artinya selalu berupaya menjadikan dirinya sebagai orang yang bisa
dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan.Siswa yang berintegritas akan
berhati-hati dalam menjalin pergaulan, sebab kepercayaan yang diberikan teman-
temannya itu mahal harganya.
Dengan maraknya praktik bullying dan perundungan, sekolah perlu membuat kebijakan
tegas bahwa siswa di sekolah harus berkata dan bertindak positif antar teman sebagai
bagian dari pembiasaan melatih karakter integritas.
3. Mandiri
Mandiri artinya tidak bergantung pada orang lain dan menggunakan tenaga,
pikiran, dan waktu untuk merealisasikan harapan, mimpi, dan cita-cita. Mandiri
erat hubungannya dengan kesuksesan seseorang. Orang yang hidup mandiri sejak
kecil umumnya meraih sukses saat menginjak usia dewasa. Itulah alasan mandiri
menjadi karakter terdepan yang harus dimiliki anak sekolah.
4. Nasionalis
Nasionalis berarti menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas
kepentingan pribadi dan kelompok. Untuk memupuk jiwa nasionalis, perlu dimulai
dari hal-hal kecil. Seperti mematuhi peraturan sekolah, menjaga kebersihan lingkungan,
dan mengikuti upacara bendera dengan khidmat.
5. Gotong Royong
Gotong royong menerminkan tindakan mengahargai kerja sama dan bahu
membahu menyelesaikan persoalan bersama. Sudah jelas, tradisi gotong royong
semakin lama semakin hilang akibat arus teknologi yang membuat siapapun bisa
menyelesaikan pekerjaan sendiri. Hal ini harus diputus salah satunya lewat
pembiasaan-pembiasaan di sekolah seperti kerja bakti, mengedepankan musyawarah
dan saling menghargai antar teman.
Tentu masih banyak lagi contoh dari masing-masing karakter selain yang saya
sebutkan di atas. Dan perlu dipahami bahwa kelima karakter di atas tidaklah berdiri dan
berkembang sendiri-sendiri melainkan nilai yang berinteraksi satu sama lain, yang
berkembang secara dinamis dan membentuk keutuhan pribadi.
Meningkatkan guru yang kompeten dan berkarakter adalah strategi lain, namun untuk
menjadikan guru yang seperti itu perlu dibekali dengan berbagai pengetahuan dan keterampilan
di antaranya: (1) Teori tentang Pentingnya Pendidikan Karakter, (2) Teori dan Implementasi
Pendidikan 9 Pilar Karakter secara eksplisit; knowing the good,reasoning the good, feeling the
good, and acting the good, (3) Prinsip dan penerapan Brain-based Learning, (4)
Penerapan Developmentally Appropriate Practices, (5) Penerapan Multiple Intelligences, (6)
Prinsip dan Penerapan Character-based Integrated Learning, (7) Prinsip dan
Penerapan Cooperative Learning, (8) Komunikasi Positif dan Efektif, (9) Prinsip dan
Penerapan Student Active Learning,Contextual Learning, dan Project-based Learning, (10)
Delapan Prinsip Belajar Membaca Menyenangkan, (11) Prinsip dan Penerapan Inquiry-based
Learning, (12) Fun Story Telling, (13) Manajemen Kelas, (14) Penerapan sistem Sentra,
(15) Character-based Co-Parenting, dan (16) Training Motivasi.
Terakhir adalah adanya kerjasama antara sekolah dengan orangtua. Orangtua dilibatkan
secara aktif didalam usaha pengembangan karakter anak. Salah satu faktor keberhasilan
pendidikan karakter adalah adanya konsistensi antara sekolah dan rumah mengenai penerapan
pilar-pilar karakter yang ditanamkan. Sekolah Karakter selalu mengadakan sosialisasi mengenai
visi/misi dan filosofi pendidikan yang diterapkan di Sekolah Karakter. Pada awal tahun ajaran
baru pihak sekolah mewajibkan orangtua untuk mengikuti seminar yang diadakan pihak sekolah.
Selain itu, secara berkala pihak sekolah mengadakan seminar parenting education. Hal ini
dilakukan agar para orangtua mengerti mengenai praktik-praktik pengasuhan yang berbahaya
bagi pengembangan karakter anak. Para orangtua juga dihimbau untuk membaca buku-buku
tentang Pendidikan Karakter, yang memberikan petunjuk bagaimana menanamkan karakter
pada anak. Dengan adanya kerjasama ini ternayata banyak orangtua yang mengaku banyak
belajar bagaimana menjadi orangtua yang baik, dan bahkan merasakan bahwa karakternya juga
semakin baik, dan banyak belajar mengenai perilakuperilaku akhlak mulia dari anak-anaknya.
Dari strategi yang disebut di atas, dapat disimpulkan bahwa setidaknya ada tiga strategi
utama dalam pendidikan karakter, di antaranya: (1) membekali siswa dengan alat dan media
untuk memiliki pengetahuan, kemauan dan keterampilan; (2) membekali siswa pemahaman
tentang berbagai kompetensi tentang nilai dan moral; (3) membiasakan siswa untuk selalu
melakukan keterampilan-keterampilan berperilaku baik.
Pendidikan kewirausahaan bertujuan untuk membentuk manusia secara utuh (holistik),
sebagai insan yang memiliki karakter, pemahaman dan ketrampilan sebagai wirausaha.
Pada dasarnya, pendidikan kewirausahaan dapat diimplementasikan secara terpadu
dengan kegiatan-kegiatan pendidikan di sekolah. Pelaksanaan pendidikan
kewirausahaan dilakukan oleh kepala sekolah, guru, tenaga kependidikan (konselor),
peserta didik secara bersama-sama sebagai suatu komunitas pendidikan. Pendidikan
kewirausahaan diterapkan ke dalam kurikulum dengan cara mengidentifikasi jenis-jenis
kegiatan di sekolah yang dapat merealisasikan pendidikan kewirausahaan dan
direalisasikan peserta didik dalam kehidupan sehari-hari. Dalam hal ini, program
pendidikan kewirausahaan di sekolah dapat diinternalisasikan melalui berbagai aspek.
Kegiatan Ekstra Kurikuler adalah kegiatan pendidikan di luar mata pelajaran dan
pelayanan konseling untuk membantu pengembangan peserta didik sesuai dengan
kebutuhan, potensi, bakat, dan minat mereka melalui kegiatan yang secara khusus
diselenggarakan oleh pendidik dan atau tenaga kependidikan yang berkemampuan dan
berkewenangan di sekolah/madrasah. Visi kegiatan ekstra kurikuler adalah
berkembangnya potensi, bakat dan minat secara optimal, serta tumbuhnya kemandirian
dan kebahagiaan peserta didik yang berguna untuk diri sendiri, keluarga dan
masyarakat. Misi ekstra kurikuler adalah (1) menyediakan sejumlah kegiatan yang
dapat dipilih oleh peserta didik sesuai dengan kebutuhan, potensi, bakat, dan minat
mereka; (2) menyelenggarakan kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik
mengespresikan diri secara bebas melalui kegiatan mandiri dan atau kelompok.
Pengembangan diri secara khusus bertujuan menunjang pendidikan peserta didik dalam
mengembangkan: bakat, minat, kreativitas, kompetensi, dan kebiasaan dalam
kehidupan, kemampuan kehidupan keagamaan, kemampuan sosial, kemampuan
belajar, wawasan dan perencanaan karir, kemampuan pemecahan masalah, dan
kemandirian. Pengembangan diri meliputi kegiatan terprogram dan tidak terprogram.
Kegiatan terprogram direncanakan secara khusus dan diikuti oleh peserta didik sesuai
dengan kebutuhan dan kondisi pribadinya. Kegiatan tidak terprogram dilaksanakan
secara langsung oleh pendidik dan tenaga kependidikan di sekolah/madrasah yang
diikuti oleh semua peserta didik. Dalam program pengembangan diri, perencanaan dan
pelaksanaan pendidikan kewirausahaan dapat dilakukan melalui pengintegrasian
kedalam kegiatan sehari-hari sekolah misalnya kegiatan ‘business day’ (bazar, karya
peserta didik, dll)