Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu masalah terpenting yang dihadapi oleh negara berkembang

seperti di Indonesia yaitu ledakan penduduk. Ledakan penduduk

mengakibatkan laju pertumbuhan penduduk yang pesat hal ini karena

minimnya pengetahuan serta pola pada masyarakat setempat. Untuk

mengatasi permasalahan tersebut pemerintah Indonesia telah menerapkan

program keluarga berencana (K%) yang dimulai sejak tahun 1968 dengan

mendirikan LKBN (Lembaga Keluarga Berencana Nasional) yang kemudian

dalam perkembangannya menjadi BKKBN (Badan Linasi Keluarga

Berencana Nasional). Gerakan Keluarga Berencana Nasional untuk

mengontrol laju pertumbuhan penduduk dan juga untuk meningkatkan

kualitas sumber daya manusia (Hartanto, 2012).

Peningkatan dan perluasan pelayanan keluarga berencana merupakan

salah satu usaha untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian ibu yang

sedemikian tinggi akibat kehamilan yang dialami oleh wanita. Banyak wanita

harus menentukan pilihan kontrasepsi yang sulit, tidak hanya karena

terbatasnya jumlah metode yang tersedia tetapi juga karena metode-metode

tertentu mungkin tidak dapat diterima sehubungan dengan kebijakan nasional

KB, kesehatan individual dan seksualitas wanita atau biaya untuk

memperoleh kontrasepsi (Sarwono, 2011).

1
Adanya program KB diharapkan ada keikutsertaan dari seluruh pihak

dalam mewujudkan keberhasilan KB di Indonesia. Program KB yang

didasarkan pada Undang-undang. Nomor 10 tahun 1992 tentang

perkembangan kependudukan dan perkembangan keluarga kecil sejahtera

yang serasi dan selaras dengan daya dukung dan daya tampung lingkungan.

Kebijakan operasional dikembangkan berdasarkan empat misi gerakan KB

Nasional yaitu pendewasaan usia perkawinan, pengaturan kelahiran,

pembinaan ketahanan keluarga dan peningkatan kesejahteraan keluarga, yang

selanjutnya secara garis besar dapat diklasifikasikan menjadi pelayanan

kesehatan keluarga gerakan KB Nasional.

Pengguna kontrasepsi di dunia menurut World Health Organization

(WHO) lebih dari 100 juta wanita menggunakan kontrasepsi yang memiliki

efektifitas, dengan pengguna kontrasepsi hormonal 75% dan 25%

menggunakan kontrasepsi non hormonal (WHO, 2014). Di Afrika tercatat

sebanyak 82% penduduknya tidak menggunakan kontrasepsi. Di Asia

Tenggara, Selatan dan Barat sebanyak 43% yang menggunakan kontrasepsi

(Nirwana, dkk, 2012).

Menurut World Health Organization (WHO) (2014) pengguna

kontrasepsi telah meningkat di banyak bagian dunia, terutama di Asia dan

Amerika Latin dan terendah di Sub-Sahara Afrika. Secara global pengguna

kontrasepsi modern telah meningkat tidak signifikan dari 54% pada tahun

1990 menjadi 57,4% pada tahun 2014. Secara regional proporsi pasangan usia

subur 15-49 tahun melaporkan pengguna metode kontrasepsi modern telah

2
meningkat minimal 6 tahun terakhir. Di Afrika dari 23,6% menjadi 27,6%, di

Asia telah meningkat dari 60,9% menjadi 61,6%, sedangkan Amerika Latin

dan Karibia naik sedikit dari 66,7% menjadi 67%. Diperkirakan 225 juta

perempuan di negara-negara berkembang ingin menunda atau menghentikan

kesuburan tapi tidak menggunakan kontrasepsi apapun dengan alasan sebagai

berikut: terbatas pilihan metode kontrasepsi dan pengalaman efek samping.

Kebutuhan yang belum terpenuhi untuk kontrasepsi masih terlalu tinggi.

Ketidakadilan didorong oleh pertumbuhan populasi (WHO, 2014).

Cakupan peserta KB baru dan KB aktif di Indonesia pada tahun 2014

dengan jumlah pasangan usia subur (PUS) sebanyak 47.019.002. Peserta KB

baru sebesar 7.761.961 (16,15%) meliputi suntik sebanyak 3.855.254

(49,67%), pil KB sebanyak 1.951.252 (25,14%), kondom sebanyak 441.141

(5,68%), implant sebanyak 826.627 (10,65%), IUD sebanyak 555.241

(7,15%), Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak 116.384 (1,5%), Metode

Operasi Pria (MOP) sebanyak 16.062 (0,2%). Sedangkan peserta KB aktif

sebesar 35.202.908 (83,85%) meliputi suntik sebanyak 16.743.917 (47,54%),

pil KB sebanyak 8.300.362 (29,58%), kondom sebanyak 1.110.341 (3,15%),

implant sebanyak 3.680.816 (10,46%), IUD sebanyak 3.896.081 (11,07%),

Metode Operasi Wanita (MOW) sebanyak 1.238.749 (3,52%), Metode

Operasi Pria (MOP) sebanyak 241.642 (0,69%) (Depkes RI,2014).

Berdasarkan data BKKBN Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2015

jumlah akseptor sebesar 976.933, meliputi pengguna PIL sebanyak 272.969

(27,94%), Suntikan sebanyak 460.690 (47,15%), MOW sebanyak 19.234

3
(1,96%), MOP sebanyak 1.895 (0.19%), Implant sebanyak 123.805 (12,67%),

IUD sebanyak 47.557 (4,86%) dan Kondom sebanyak 50.783 (5,19%).

Dilihat dari data tersebut yang paling banyak digunakan oleh pasangan usia

subur (PUS) adalah kontrasepsi hormonal. (BPS SULSEL, 2015).

Di Kabupaten Wajo pada tahun 2015 jumlah akseptor sebesar 46.130,

meliputi pengguna PIL sebanyak 16.909 (36,65%), Suntikan sebanyak 17.412

(37,74%), MOW sebanyak 616 (1,33%), MOP sebanyak 216 (0.46%),

Implant sebanyak 6.416 (13,90%), IUD sebanyak 1.706 (3,69%) dan Kondom

sebanyak 2.855 (6,18%) (BPS SULSEL, 2015).

Penggunaan jangka panjang kontasepsi hormonal hingga dua tahun

turut memicu terjadinya peningkatan berat badan, kanker, kekeringan pada

vagina, gangguan emosi dan jerawat (Ningsih, 2012).

Perubahan kenaikan berat badan merupakan kelainan metabolisme

yang paling sering dialami oleh manusia. Perubahan kenaikan berat badan ini

dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor seperti faktor hormonal yang

terkandung dalam KB Hormonal yaitu hormon estrogen dan progesterott.

(Hartanto, 2012).

Penambahan berat badan jika melebihi batas normal merupakan hal

yang perlu mendapat perhatian karena berhubungan erat dengan risiko

terjadinya beberapa penyakit degeneratif. Kelebihan berat badan tidak selalu

identik dengan kegemukan. Kelebihan berat badan bisa disebabkan oleh

timbunan lemak itu sendiri ataupun timbunan lemak bersama otot maupun

tulang yang menyebabkan berat badan seseorang melebihi berat badan rata-

4
rata. Umumnya kelebihan berat badan (overweight) adalah permulaan dari

kegemukan (obesitas).

Saat ini, obesitas merupakan masalah kesehatan yang sangat serius

Apalagi wanita menunjukkan mempunyai risiko lebih besar dibandingkan

dengan pria. Pemakaian alat kontrasepsi hormonal masih menjadi pilihan bagi

sebagian ibu, sedangkan peningkatan berat badan merupakan salah satu efek

sampingnya. Oleh karena itu, perlu diteliti peningkatan berat badan pada para

ibu yang menggunakan alat kontrasepsi hormonal.

Jumlah anak yang ideal, berwawasan dan berpikir kedepan,

bertanggung jawab, harmonis dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.

Misinya sangat menekankan pentingnya upaya menghormati hak-hak

reproduksi, sebagai upaya integral dalam meningkatkan kualitas keluarga.

(Sarwono, 2011).

Permasalahan kesehatan reproduksi masih banyak sekali yang harus

dikaji, tidak hanya tentang organ reproduksi saja tetapi ada beberapa aspek,

salah satunya adalah kontrasepsi. Saat ini tersedia banyak metode atau alat

kontrasepsi meliputi: IUD, suntik, pil, implant, kontap, kondom.

Data yang diperoleh dari puskesmas Wewangrewu Kecamatan

Tanasitolo Kabupaten Wajo tahun 2014 jumlah akseptor KB sebanyak 228

orang meliputi PIL sebanyak 18 orang, suntikan sebanyak 205 orang dan

implant sebanyak 5 orang. Pada tahun 2015 jumlah akseptor KB sebanyak

261 orang meliputi PIL sebanyak 22 orang, suntikan sebanyak 232 orang dan

implant sebanyak 7 orang. Sedangkan pada tahun 2016 sampai Januari 2017

5
didapat jumlah akseptor KB sebanyak 254 orang dengan jenis alat kontrasepsi

hormonal yaitu PIL, suntik dan Implant. Meliputi pengguna PIL sebanyak 24

(9,44%), Suntikan 221 (87,0%) dan Implant 9 (3,54%) (Data Puskesmas

Wewangrewu, 2015).

Berdasarkan wawancara sebelumnya pada beberapa akseptor KB,

mereka mengatakan mengalami peningkatan berat badan setelah memakai

kontrasepsi. Ada yang mengalami peningkatan 3 kg, 5 kg dan bahkan ada

yang lebih dari 10 kg.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik melakukan

penelitian mengenai “Hubungan lama pemakaian kontrasepsi hormonal

dengan peningkatan berat badan di Puskesmas Wewangrewu Kecamatan

Tanasitolo Kabupaten Wajo Tahun 2017”.

B. Rumusan Masalah

Melihat latar belakang masalah di atas maka dapat dirumuskan

pertanyaan peneliti sebagai berikut : “Apakah ada hubungan lama pemakain

kontrasepsi hormonal dengan peningkatan berat badan Puskesmas

Wewangrewu Kec. Tanasitolo Kab. Wajo Tahun 2017?”

C. Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui hubungan lama pemakaian kontrasepsi hormonal

dengan peningkatan berat badan di Puskesmas Wewangrewu Kec. Tanasitolo

Kab. Wajo Tahun 2017.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat teoritis

6
Hasil penelitian ini diharapkan sebagai salah satu bahan bacaan dan

acuan bagi peneliti berikutnya.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi secara objektif tentang

hubungan lama pemakaian kontrasepsi hormonal dengan

peningkatan berat badan sehingga menjadi pedoman dlam

memberikan penyuluhan kepada ibu.

b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai dokumentasi

pada perpustakaan program studi Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan

Mega Rezky Makassar serta dapat dikembangkan lebih luas dalam

penelitian selnjutnya.

3. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi peneliti terutama untuk

menambah wawasan dalam hal hubungan lama pemakaian kontrasepsi

hormonal dengan peningkatan berat badan serta menjadi suatu

kesempatan yang berharga bagi peneliti untuk mengaplikasikan ilmu-

ilmu yang telah diperoleh selama masa kuliah.

Anda mungkin juga menyukai