Anda di halaman 1dari 22

TUGAS PERPAJAKAN LANJUTAN

ASPEK PERPAJAKAN YAYASAN

DOSEN PEMBIMBING:

Drs. Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA

OLEH: KELOMPOK 2

NIKE JONIA PUTRI 1810531006

SITI NUR DEINA 1810531007

NINDI 1810531011

REZA AMELIA IMANDA 1810531012

JURUSAN AKUNTANSI,

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS ANDALAS 2020


i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapakan atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan

kesempatan dan kesehatan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang berjudul “Aspek

Perpajakan Yayasan” ini pada waktu yang telah ditentukan. Shalawat beserta salam semoga

senantiasa dilimpahkan kepada Nabi Muhammad SAW.

Kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak terutama kepada Bapak Drs.

Rinaldi Munaf, MM, Ak, CPA, CA selaku dosen pembimbing pada mata kuliah perpajakan

lanjutan ini. Kami yakin masih banyak kekurangan yang terdapat di dalam makalah ini karena

keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu diharapakan kritik dan saran dari

pembaca untuk kesempurnaan makalah ini. Kami harap makalah ini bisa memberikan manfaat

bagi pembaca.

Padang, 30 Januari 2020

Kelompok 2

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTARii

DAFTAR ISIiii

BAB I PENDAHULUANiv

A. Latar Belakang iv

B. Rumusan Masalah vi

C. Tujuan vi

BAB II PENGKAJIAN1

BAB III LANDASAN TEORI5

A. Perpajakan 5

B. Jenis-jenisPajak6

C. Pajak Penghasilan bagi Yayasan6

BAB IV PEMBAHASAN7

A. Perlakuan Perpajakan Bagi Yayasan7

B. Aspek Perpajakan Yayaan8

C. Sumber Penghasilan Yayasan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak 12

D. Aspek Perhitungan Perpajakan bagi Yayasan13

BAB V PENUTUP16

DAFTAR PUSTAKA17
iii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pajak merupakan sumber penerimaan utama untuk kegiatan pembiayaan negara.

Bagi negara semakin besar jumlah pajak yang diterima akan semakin baik keuangan

negara. Namun bagi wajib pajak, pembayaran pajak merupakan beban. Oleh karena itu,

semakin kecil jumlah pajak yang dibayar akan semakin menguntungkan. Ini sesuai dengan

salah satu sifat dasar manusia yaitu sifat ekonomis. Yang mana manusia berprinsip kalau

bisa tidak membayar, mengapa harus membayar. Kalau bisa membayar lebih kecil,

mengapa harus membayar lebihbesar”.1

Dengan latar belakang sifat dasar manusia tersebut, maka ada kecenderungan setiap

wajib pajak untuk berusaha meminimalkan jumlah pajak yang dibayar. Bagi wajib pajak

cara yang terbaik mengurangi, menghindarkan, meringankan atau meminimalkan jumlah

pajak yang dibayar adalah dengan menggunakan cara-cara yang sesuai dengan peraturan

perpajakan (tav avoidance). Untuk melaksanakan tax avoidance secara baik dan tidak

terjebak tax evasion, maka perlu adanya suatu manajemen pajak (tax management).

Manajemen pajak adalah usaha-usaha untuk mengelola pajak yang menjadi kewajiban

wajib pajak secara baik dalam rangka meminimalkan jumlah pajak yang dibayar

secaralegal.

Saat ini di Indonesia bermunculan berbagai macam yayasan, baik yang tujuannya

utamanya adalah benar-benar untuk kepentingan sosial (nirlaba) seperti yayasan keagamaan

1 Menurut Binsarjono dan Mansur (2004)

iv
maupun tujuannya untuk memperoleh profit (walaupun tidak dinyatakan secara jelas)

seperti yayasanpendidikan. Dengan terbitnya Undang-Undang (UU) Nomor 16 Tahun 2001

yang kemudian diubah dengan UU Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan, yayasan

memiliki landasan hukum yang kuat. Pendirian yayasan di Indonesia selama ini hanya

berdasar atas kebiasaan dalam masyarakat dan yurisprudensi Mahkamah Agung. Ada

kecenderungan masyarakat mendirikan yayasan dengan maksud tidak hanya sebagai wadah

mengembangkan kegiatan sosial, keagamaan, kamanusiaan, melainkan juga bertujuan

memperkaya diri para pendiri, pengurus, dan pengawas. Akhirnya timbul berbagai masalah,

seperti kegiatan yayasan yang tidak sesuai dengan Anggaran Dasar (AD), sengketa antara

pengurus dengan pendiri, maupun yayasan digunakan untuk menampung kekayaan yang

diperoleh dengan cara melawan hukum. Yayasan termasuk di dalam definisi badan

sehingga merupakan Subjek Pajak Penghasilan, hal ini diatur dalam Pasal 2 ayat 1 (b) UU

PPh.

Untuk mengantisipasi berbagai penyalahgunanaan bentuk badan hukum yayasan

dan memberikan perlakuan yang sama bagi unit kegiatan bisnis yayasan dengan organisasi

komersial lainnya, pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak menerbitkan Surat Edaran

Direktur Jenderal Pajak nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang Perlakuan

Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau Organisasi Sejenis, yang kemudian ditindaklanjuti

lagi dengan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak nomor SE-39/PJ.4/1995 tentang

Penyuluhan Perlakuan Pajak Penghasilan bagi Yayasan atau Organisasi yang Sejenis dan

Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-87/PJ/1995 tanggal 10 Oktober 1995

tentang Pengakuan Penghasilan dan Biaya atas Dana Pembangunan Gedung dan Prasarana

Pendidikan bagi Yayasan atau Organisasi yang Sejenis yang Bergerak di Bidang

Pendidikan, maka berdasarkan Surat Edaran dan Keputusan Direktur Jenderal Pajak

tersebut surplus dana dari badan hukum yayasan akan dikenakan Pajak Penghasilan dengan

vi
perlakuan yang sama dengan penghasilan neto badan hukum lainnya. Namun, untuk

yayasan yang bergerak di bidang pendidikan, bila surplus dana yang diperoleh habis

digunakan untuk pembangunan gedung dan prasarana pendidikan dalam jangka waktu 4

tahun, maka atas surplus dana tersebut tidak akan dikenakan PajakPenghasilan.

Perlakuan perpajakan bagi yayasan sudah tidak dibedakan dengan badan hukum

lainnya menyebabkan yayasan juga perlu mengelola kewajiban pajaknya secara baik.

Yayasan juga memerlukan perencanaan pajak, Perencanaan pajak (tax planning)

menekankan pada pengendalian setiap transaksi yang memiliki konsekuensi pajak

1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana perlakuan Perpajakan Bagi Yayasan?

2. Apa saja aspek perpajakan yayasan?

3. Apa saja sumber penghasilan yayasan yang dikenai pajak?

4. Bagaimana perhitungan pajak yayasan?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui perlakuan perpajakan bagi yayasan

2. Mengetahui aspek perpajakan yayasan

3. Mengetahui sumber penghasilan yayasan yang dikenai pajak

4. Mengetahui perhitungan perpajakan yayasan

vi
BAB II

PENGKAJIAN

Yang dimaksud dengan pajak adalah iuran yang wajib dibayarkan rakyat kepada kas

negara yang diatur dalam undang-undang dan atas iuran tersebut, rakyat tidak mendapatkan

langsung manfaatnya saat itu juga.2Kebijakan perpajakan seperti subjek pajak, objek pajak,

tarif pajak, dan prosedur perpajakan telah diatur dalam undang-undang Pajak.3

Yang dimaksud dengan yayasan adalah badan hukum yang tidak memiliki anggota dan

fokusnya untuk mencapai tujuan tertentu di bidang sosial, keagamaan, dan

kemanusiaan.4Yayasan mempunyai organ yang terdiri atas Pembina, Pengurus, dan Pengawas.

Yayasan tidak boleh membagikan hasil kegiatan usaha kepada Pembina, Pengurus, dan

Pengawas. Kekayaan Yayasan baik berupa uang, barang, maupun kekayaan lain yang diperoleh

Yayasan berdasarkan Undang- undang ini, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung

atau tidak langsung kepada Pembina, Pengurus, Pengawas, karyawan, atau pihak lain yang

mempunyai kepentingan terhadapYayasan.

Yayasan dapat melakukan kegiatan usaha untuk menunjang pencapaian maksud dan

tujuannya dengan cara mendirikan badan usaha dan ikut serta dalam suatu badan usaha dengan

syarat sebagai berikut:

1) Sesuai dengan makud dan tujuan yayasan

2) Bentuk usaha tempat investasi bersifat perspektif dengan ketentuan penyertaan

tersebut paling bany ak 25% dari seluruh nilai kekayaan yayasan

2Siti Resmi 2008:1

3Menurut Mardiasmo (2001:5-6)

4Menurut Undang-undang tahun 2001 tentang Yayasan

1
3) Anggota pembina, pengurus dan pengawas yayasan dilarang merangkap sebagai

anggota direksi atau pengurus dan anggota dewan komisari atau pengawas

daribadanusaha

BAB III

LANDASAN TEORI

A. Perpajakan

Pajak adalah peralihan kekeayaan dari pihak rakyat kepada kas negara untuk membiayai

pengeluaran rutin dan “surplus”-nya digunakan untuk public saving yang merupakan sumber

utama membiayai publicinvestment”. Melihat dari beberapa definisi dari beberapa ahli, maka

terlihat adanya dua fungsi pajak yaitu :

1). Fungsi Budgetair (Sumber KeuanganNegara)

Pajak mempunyai fungsi budgetair, artinya pajak merupakan salah satu sumber

penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan.

Sebagai sumber keuangan negara, pemerintah berupaya memasukkan uang sebanyak-

banyaknya untuk kas negara. Upaya tersebut ditempuh dengan cara ekstensifikasi maupun

intensifikasi pemungutan pajak melalui penyempurnaan peraturan berbagai jenis pajak seoerti

Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang

Mewah (PPnBM), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), dan lain- lain.

2). Fungsi Regularend (Pengatur)

Pajak mempunyai fungsi mengatur artinya pajak sebagai alat untuk mengatur atau

melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-

tujuan tertentu diluar bidang keuangan.

2
B. Jenis-jenisPajak

Jenis pajak yang dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu:

1) Jenis Pajak Menurut Golongannya Dikelompokkan menjadi 2 (dua),yaitu

 Pajak langsung, adalah pajak yang harus dipikul atau ditanggung sendiri oleh wajib

pajak, tidak dapat dilimpahkan atau dibebankan kepada orang lain atau pihak lain. Pajak

ditanggung sendiri oleh wajib pajak yangbersangkutan. Contoh : pajakpenghasilan.

 Pajak tidak langsung, adalah pajak yang pada akhirnya dapat dibebankan atau

dilimpahkan kepada orang lain atau pihak ketiga. Beban pajak ini dapatdilimpahkan

kepada orang dan hanya dikenakan pada hal-hal tertentu atauperistiwa-peristiwa

tertentu saja, contoh : Pajak Pertambahan Nilai(PPN).

2). Jenis Pajak Menurut Sifatnya Dikelompokkan menjadi 2 (dua), yaitu:

 Pajak Subjektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada keadaan pribadi

wajib pajak atau pengenaan pajak yang memperhatikan keadaan subjeknya. Contoh :

Pajak Penghasilan (PPh), dengan memperhatikan keadaan pribadi wajib pajak (status

pernikahan, jumlah anak ataupun tanggungan lainnya). Kemudian selanjutnya dilihat

dari keadaan pribadi wajib pajak tersebut, barulah menentukan besarnya penghasilan

tidak kenapajak.

 Pajak objektif, adalah pajak yang pengenaannya memperhatikan pada objeknya baik

berupa benda, keadaan, perbuatan atau peristiwa yang mengakibatkan timbulnya

kewajiban membayar pajak, tanpa memperhatikan keadaan pribadi subjek pajak (wajib

pajak) maupun tempattinggal.

C. Pajak Penghasilan bagi Yayasan

Menurut Undang-undang tahun 2001 tentang Yayasan, “Yayasan adalah badan hukum

yang terdiri atas kekayaan yang dipisahkan dan diperuntukkan untuk mencapai tujuan tertentu
3
di bidang sosial, keagamaan, dan kemanusiaan, yang tidak mempunyai anggota”.

Untuk terutangnya Pajak penghasilan (PPh), haruslah dipenuhi dua syarat, yakni adanya

wajib pajak dana adanya objek pajak. Menurut pasal 1 UU PPh 1994, Pajak penghasilan

dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun

pajak. Dan pasal 2 UU PPh 1994 mengatakan bahwa salah satu yang menjadi subyek pajak

adalah yayasan atau organisasi yang sejenis. Dalam penjelasan pasal 1, subyek pajak yang

menerima atau memperoleh penghasilan dalam UU PPh disebut wajib pajak. Mulai tanggal 1

Januari 1995 berdasarkan UU PPh, yayasan adalah subyek pajak, dan atas penghasilan yang

diterima atau diperolehnya dikenakan pajak penghasilan. Jadi jelaslah bahwa yayasan adalah

wajibpajak.

Berdasarkan UU no 28 tahun 2004 tentangPerubahanatas UU no 16 tahun 2001 tentang

Yayasan, dalampasal 3 ayat 2 desebutkanbahwaYayasan tidak boleh membagikan hasil

kegiatan usaha kepada pembina, pengurus dan pengawas. Berikutnyadalampasal 5 ayat 1 dan

2,kekayaan yayasan baik berupa uang, barang maupun kekayaan lain yang diperoleh yayasan

berdasarkan undang undang, dilarang dialihkan atau dibagikan secara langsung atau tidak

langsung, baik dalam bentuk gaji, upah maupun honorarium atau bentuk lain yang dapat dinilai

dengan uang kepada pembina, pengurus dan pengawas kecuali:

1) Bukan pendiri yayasan dan tidak terafiliasi dengan pendiri, pembina dan pengawas

2) Melaksanakan kepengurusan yayasan secara langsung dan penuh

Kekayaan yayasan berasal dari sejumlah kekayaan yang dipisahkan dalam bentuk uang

atau barang. Selain itu kekayaan yayasan dapat diperoleh dari hal hal berikut ini:

1) Sumbangan atau bantuan yang tidak mengikat

2) Wakaf

3) Hibah

4) Hibah Wasiat

4
5) Perolehan lain yang tidak bertentangan dengan anggaran dasar yayasan dan atau

peraturan perundang undangan yang berlaku

Berikut ini adalah sebagaian hak-hak yang bersifat umum yang dimiliki oleh yayasan

sebagai wajib pajak :

1). Mendapatkan formulir-formulir perpajakan secaracuma-cuma

2). Mendapatkan penjelasan/penerangan seperlunya secara cuma- cuma

3). Memperoleh pelayanan sebaik-baiknya dalam penyelesaian urusanperpajakan.

4). Menunjuk orang lain untuk bertindak sebagaikuasa

5) Mengajukan permohonan untuk:

a. Mengangsur atau menunda atas tunggakan pembayaran pajak.

b. Restitusi atau kompensasi atas kelebihan pembayaran pajak.

c. Keberatan danbanding.

d. Perpanjangan penyampaian pemasukan surat permohonan keberatanpajak.

e. Mendapatkan penjelasan mengenai dasar pengenaan, pemotongan atau

pemungutan pajak untuk keperluan pengajuankeberatan.

f. Mengajukan gugatan perdata ataupu pidana kepada pengadilan negeri atas

dasar pembocora rahasia yang menyebabkan timbulnya kerugian pada

wajibpajak.

g. Mendapatkan jaminana kerahasiaan atas segala sesuatu yang diketahui

atau diberitahukan oleh wajib pajak kepada pejabatpajak.

5
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Perlakuan Perpajakan Bagi Yayasan

Di dalamUndang Undang No 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, yayasan termasuk

dalam subjek pajak. Yayasan sendiri termasuk dalam definisi badan sehingga merupakan

subjek pajak penghasilan. “Badan adalah sekumpulan orang dan atau modal yang merupakan

kesatuan baik yang melakukan usaha maupun tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan

terbatas, perseroan komanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah

dengan nama dan dalem bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuan,

perkumpulan yayasan, organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi yang sejenis,

lembaga, bentuk usaha tetap dan bentuk badan lainnya termasuk reksadana.”

Yayasan menjadi wajib pajak jika menerima atau memperoleh penghasilan yang

merupakan objek pajak. Namun meskipun tidak menerima atau memperoleh penghasilan yang

merupakan objek pajak, yayasan tetap menjadi wajib pajak jika memenuhi kriteria sebagai

pemotong pajak. Sebagai contoh, yayasan bertindak sebagai pemotong PPh pasal 21 atas

penghasilan berupa gaji, honorarium, upah, tunjangan yang dibayarkan kepada

karyawan/peserta kegiatan/pihak lain.

Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban yayasan sama dengan bentuk usaha lain,

kecuali hal hal khusus yang diatur sendiri. Hal umum yang perlu diperhatikan yayasan dan

organisasi nirlaba adalah sebagai berikut:

1) Mendaftar sebagai wajib pajak dan memberikan penjelasan tentang tujuan kegiatan

utama, karakteristik yayasan. Hal ini untuk memastikan jenis pajak yang menjadi

kewajiban kita.

7
2) Melaporkan usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak. Ketentuan ini

dijalankan apabila usaha pokoknya melakukan penyerahan barang kena pajak dan atau

jasa kena pajak sesuai UU PPN.

3) Menyelenggarakan pembukuan sesuai kaidah pembukuan yang berlaku. Dalam

menghitung penghasilan netto diperkenankan mengurangkan biaya-biaya yang

berhubungan langsung dengan usaha (perhatikan pasal 6 ayat 1 dan pasal 9 ayat 1 UU

PPh). Penyusutan/amortisasi juga bisa menjadi faktor pengurang (perhatikan pasal 11

dan 11A UU PPh).

4) Yayasan atau organisasi nirlaba tidak serta merta dapat menikmati berbagai fasilitas

pengecualian oleh undang-undang perpajakan jika tidak memenuhi kriteria. Sebagai

contoh, sebuah “Yayasan” yang tidak mengindahkan undang-undang tentang Yayasan

tentu saja berdampak bahwa “Yayasan” menjadi sekadar nama bukan sebagai bentuk

usaha dan diperlakukan sebagaimana perusahaan pada umumnya.

PBB tidak dikenakan terhadap objek pajak yang digunakan untuk melayani kepentingan

umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional, serta

yang tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan.

B. Aspek Perpajakan Yayasan

Terdapat tiga aspek yang menjadi pedoman dalam mengelola Yayasan, yaitu sebagai

berikut5

a. Aspek Managerial

Ditinjau dari aspek manajerial, agar yayasan dapat tumbuh dan berkembang

dalam mencapai maksud dan tujuannya, maka yayasan perlu mempertimbangkan

hal-hal strategis di bawah ini.

5Menurut Panggabean (2002)

8
1. Pendiri dan pengurus harus bersedia menanggalkan kepentingan pribadi dan

secara sukarela

menyumbangkanpikirandansumberdayalainnyabagipencapaianmaksuddantujuanyay

asan.

2. Visi dan Misi yayasan harus dirumuskan dengan jelas dan tegas sebagai dasar

untuk memberi arah dalam penyusunan rencana strategis dalam pencapaian maksud

dan tujuanyayasan.

3. Pengelolaanyayasanharusdijalankansecaratransparan,karenaparadonaturdankonsti

tuen yayasan menuntut adanya keterbukaan dan akuntabilitas pembukuan.

Profesionalisme pengelolaan yayasan akan menciptakan citra yang positif di mata

donatur dan konstituen termasuk pemerintah. Dengan citra yang positif akan

memudahkan yayasan menggalang dukungan dan partisipasi berbagai pihak dalam

menggali sumberpendanaan.

4. Pengelolaan yayasan dilakukan secara efektif dan efisien seperti halnya suatu

organisasi bisnis, namun dana yang dihasilkan diperuntukkan sepenuhnya untuk

pencapaiaan maksud dan tujuan yayasan.

5. Yayasanharusmenciptakankegiatandanprogramkreatifyangberorientasipasarkaren

aakan disukai konsumen sehingga memudahkan yayasan menggali sumber

pendanaan untuk mendukungkegiatannya.

6. Pengelolaan keuangan dilakukan secara profesional berlandaskan prinsip

transparansi, efisiensi dan akuntabilitas. Pembukuan harus diselenggarakan dengan

tertib dan informasi keuangan yang dihasilkan tepat waktu sehingga dapat

dimanfaatkan oleh pengurus untuk tujuan evaluasi, pengawasan, danperencanaan.

7. PengurusharusmeningkatkanpemahamantentangAnggaranDasar(AD)danAnggara

9
nRumah Tangga (ART) yayasan serta berbagai aspek hukum lainnya yang relevan

untuk meyakinkan bahwa segala tindakan dan keputusan yayasan telah sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yangberlaku.

b. Aspek Keuangan

Pokok-pokok penting UU No. 16 Tahun 2001 jo. UU No. 28 Tahun 2004 tentang

Yayasan di tinjau dari aspek keuangan adalah;

1. Yayasan wajib menyusun laporan tahunan selambat-lambatnya 5 (lima) bulan setelah

berakhirnyatahunbuku,yangmemuatsekurang-kurangnyalaporankeadaandankegiatanserta

hasilyangtelahdicapai,danlaporankeuanganyang terdiridari6:

a. Laporan posisikeuangan.

b. Laporanaktivitas.

c. Laporan aruskas.

d. Catatan atas laporankeuangan.

2. Ikhtisar lapotan tahunan yayasan diumumkan pada papan pengumuman di kantoryayasan.

3. Apabila yayasan memperoleh bantuan negara, bantuan luar negeri atau pihak lain sebesar

Rp 500 juta atau lebih, atau kekayaan yayasan diluar wakaf berjumlah Rp 20 miliar atau

lebih, maka:

a. Ikhtisar laporan tahunan wajib diumumkan dalam suratkabar.

b. LaporankeuanganyayasanwajibdiauditolehAkuntanPublik.Hasilauditdisampaikan

kepada Pembina dan Menteri Hukum danHAM.

c. Bentuk laporan tahunan yayasan disusun sesuai dengan standar akuntansikeuangan.

Dalam menyambut era keterbukaan seperti saat sekarang ini, sudah selayaknya pengurus

yayasan melakukan berbagai pembenahan dalam aspek keuangan yaitu:

6Pasal49UUNo.21Tahun2001

10
1. Membenahi sistem administrasi keuangan dan sistem akuntansi agar seluruh

transaksi yayasan dapat dipertanggungjawabkan dan laporan keuangan dapat diterbitkan

tepatwaktu.

2. Meningkatkansistempengendalianinternataspenerimaandanpengeluarandanaserta

atas kekayaanyayasan.

d. Aspek Perpajakan

Sehubungan dengan aspek perpajakan bagi yayasan, selama ini timbul berbagai

kesalahpahaman. Sebagai organisasi nirlaba, yayasan bebas dari pajak karena tujuan

yayasan adalah di bidang sosial, keagamaan atau kemanusiaan, yang semata-mata untuk

kepentingan umum atau sosial. Untuk menjawab permasalahan tersebut, maka perlu

dikaji ketentuan peraturan perundang- undangan perpajakan yang berlaku khususnya

menyangkut Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebagai

berikut:

1. Kedudukan Yayasan Menurut UUPajak

UU Pajak disusun berdasarkan prinsip-prinsip keadilan, kepastian hukum dan

kesederhanaan. Sesuai dengan prinsip keadilan, wajib pajak yang setara kemampuan

ekonominya harus memikir kewajiban pajak yang setara pula. Perkembangan kegiatan

yayasan menyebabkan yayasan dipandang mempunyai kedudukan yang sama dengan

lembaga atau unit kegiatan usaha laindalam bidang perpajakan.

2. Yayasan Sebagai WajibPajak

Untuk menentukan apakah yayasan memenuhi syarat sebagai wajib pajak dan dikenakan

pajak penghasilan maka terlebih dahulu harus dilihat pengertian wajib pajak. Secara

umum yang dimaksud wajib pajak adalah subjek pajak yang memiliki objek pajak. Yang

dimaksud dengan subjek pajak adalah orang pribadi, warisan yang belum terbagi sebagai

11
satu kesatuan, badan dan bentuk usaha tetap7. Yang digolongkan sebagai badan adalah

perseroan terbatas, perseroan komanditer, BUMN/BUMD, yayasan8. Jadi dengan

demikian jelas bahwa yayasan memenuhi syarat sebagai subjek pajak karena yayasan

merupakan sebuah badan.

C. Sumber Penghasilan Yayasan Kena Pajak dan Tidak Kena Pajak

Penerimaan yayasan dapat dibedakan menjadi penerimaan yang bukan objek pajak

dan penerimaan yang merupakan objek pajak. Adapun penghasilan yayasan yang bukan

termasuk objek pajakadalah9:

 Bantuan atau sumbangan

 Harta hibahan yang diterima yayasan sepanjang tidak ada hubungan dengan usaha,

pekerjaan, kepemilikan atau penguasaan diantara pihak pihak yang bersangkutan

 Sisa lebih yang diterima atau diperoleh badan atau lembaga nirlaba yang bergerak dalam

bidang pendidikan dan/atau bidang penelitian dan pengembangan yang telah tedaftar pada

instansi yang membidanginya yang ditanamkan kembali dalam bentuk sarana dan

prasarana kegiatan pendidikan dan/atau penelitian dan pengembangan, dalam jangka waktu

paling lama empat tahun sejak diperolehnya sisa lebih tersebut.

Penghasilan yayasan yang merupakan objek pajak adalah setiap tambahan kemampuan

ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak baik yang berasal dari Indonesia

maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah

kekayaan wajib pajak yang bersangkutan dengan nama dan dalam bentuk apapun

termasuk10:

7UU No. 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

8Ali, 1999

9Di dalam UU no 36 tahun 2008 tentang PPh pasal 4 ayat (3)

10pasal 4 ayat (1)

12
1. Penghasilan yang diterima atau diperoleh dari usaha, pekerjaan kegiatan atau jasa

2. Bunga deposito, bunga obligasi, diskonto SBI dan bunga lainnya

3. Sewa dan imbalan lain sehubungan dengan penggunaan harta

4. Keuntungan dari pengalihan harta, termasuk keuntungan pengalihan harta yang semula

berasal dari bantuan, sumbangan atau hibah

5. Pembagian keuntungan dari kerja usaha

Pengurang Penghasilan Bruto

Didalam aspek perpajakan pada yayasan juga dapat dikenakan pengurang penghasilan

bruto, yaitu:

 Biaya-biaya yang berhubungan langsung dengan usaha, pekerjaan, kegiatan atau pemberian

jasa untuk mendapatkan menagih dan memelihara penghasilan atau biaya yang

berhubungan langsung dengan operasional penyelnggaraan yayasan atau organisasi yang

sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) dan dengan memperhatikan Pasal 9

ayat (1) UU no 36 tahun 2008 tentang PPh.

 Penyusutan atau amortisasi atas pengeluaran untuk memperoleh harta yang mempunyai

masa manfaat lebih dari satu tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A

UU PPh.

D. Aspek perhitungan Perpajakan bagi Yayasan

1). Tarif Pajak PPh menurut PP 46 Tahun 2013.

Pengenaan pajak penghasilan bagi yayasan dapat dikenakan ketentuan dalam PP Nomor

46 Tahun 2013 tentang Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima

Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. Berdasarkan PP

46 Tahun 2013 tersebut, yayasan yang dikenakan tarif pajak sebagaimana dimaksud

13
dalam PP tersebut adalah yayasan dengan peredaran bruto kurang dari

Rp.4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta rupiah), maka atas peredaran

usahanya, yayasan dikenakan PPh final dengan tarif pajak sebesar 1% x Peredaran

Bruto.

Contoh:

Yayasan Maju Bersama merupakan yayasan yang bergerak dalam bidang kesehatan

diketahui peredaran bruto dalam satu tahunnya adalah Rp4.500.000.000,00. Maka atas

peredaran usaha tersebut, Yayasan Moro Makmur dikenakan pajak PPh final sebesar 1% x

Rp 4.500.000.000,00, yaitu Rp45.000.000

2). Tarif Pajak PPh Badan Berdasarkan Pasal 17 UU No 36 Tahun 2008. Jika suatu yayasan

mempunyai peredaran usaha diatas Rp.4.800.000.000,00 dalam setahun maka yayasan dapat

dikenakan PPh Pasal 25/29 Badan dengan tarif sebesar 25% x Penghasilan Kena Pajak.

Berikut ini adalah contoh dari pengenaan pajak yayasan dengan perlakuan berbeda:

a. Yayasan MajuMundur adalah lembaga nirlaba yang bergerak dibidang pendidikan

(mempunyai Perguruan Tinggi).Misalkan Laba neto Yayasan Moncong Ireng Tahun

2013 sebesar Rp.400.000.000,- dengan peredaran bruto Rp5.800.000.000,00, maka

selama empat tahun atas laba neto tersebut tidak akan terkena PPh Pasal 25/29 Badan

sepanjang memenuhi syarat antara lain digunakan untuk membangun/mengadakan

sarana dan prasarana dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan

bersifat terbuka kepada pihak manapun.

b. Apabila pada tahun 2014 ternyata sebagian laba neto tersebut misalnya sebesar

Rp.300.000.000,- digunakan untuk kegiatan selain membangun/ mengadakan sarana dan

prasarana dan/atau penelitian dan pengembangan yang diselenggarakan bersifat terbuka

kepada pihak manapun. Maka atas laba neto sebesar Rp300.000.000,- dikenakan PPh

14
Badan (Pasal 25/29) untuk tahun pajak diperolehnya laba neto tersebut yaitu tahun 2013,

sehingga untuk SPT Tahunan PPh Badan Tahun 2013 harus dilakukan pembetulan dan

menyetorkan PPh Pasal 25/29 Badan yang terutang tersebut.

c. Contoh ketiga apabila ternyata setelah lewat empat tahun sejak laba neto diperoleh ternyata

Yayasan Mocong Ireng tidak menggunakan laba neto sebesar Rp400.000.000,- untuk

membangun/ mengadakan sarana dan prasarana dan/atau penelitian dan pengembangan

yang diselenggarakan bersifat terbuka kepada pihak manapun, maka atas laba neto sebesar

Rp400.000.000,- dikenakan PPh Badan (Pasal 25/29) pada tahun pajak berikutnya setelah

lewat jangka waktu 4 (empat) tahun tersebut.

15
BAB V

PENUTUP

A. KESIMPULAN

Berdasarkan pembahasan sebelumnya, maka sudah jelas diketahui bahwa yayasan

termasuk dalam subjek pajak dikarenakan yayasan merupakan sebuah badan. Perlakuan

perpajakan bagi yayasan ialah yayasan akan menjadi wajib pajak jika menerima penghasilan

yang merupakan objek pajak. Apabila yayasan tidak menerima penghasilan yang merupakan

objek pajak yayasan akan tetapi memenuhi kriteria sebagai pemotong pajak maka yayasan tetap

menjadi wajib pajak. Secara umum pelaksanaan hak dan kewajiban yayasan sama dengan

bentuk usaha lain, kecuali hal hal khusus yang diatur sendiri akan tetapi ada beberapa

perlakuan perpajakan khusus bagi yayasan yaitu (1) Mendaftar sebagai wajib pajak dan

memberikan penjelasan tentang tujuan kegiatan utama, karakteristik yayasan, (2) Melaporkan

usaha untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak, (3) Menyelenggarakan pembukuan

sesuai kaidah pembukuan.

Oleh karena, yayasan termasuk kedalam wajib pajak dan harus tunduk pada

peraturanperpajakan yang berlakumakaberdasarkanstandar dan peraturan yang telah ditetapka

pada aspek perpajakan, menunjukkan bahwa yayasan tidak boleh hanya terpaku pada

pemenuhan kewajiban kepada para penyumbang seperti saat ini. Namun, yayasan juga harus

memberikan perhatian yang serius pada tuntutan pelaporan keuangan seseuai aturan yang

berlaku dan pada saat yang sama harus memenuhi kewajiban perpajakan. Pengelolaan

keuangan yang dibutuhkan oleh yayasan adalah perangkat pencatatan akuntansi yang dapat

menjamin akurasi, keandalan, dan ketepatan waktu dalam menyajikan laporan keuangangan.

16
DAFTAR PUSTAKA

Resmi, Siti. Perpajakan Teori dan Kasus, Salemba Empat, Jakarta. 2003.

Udang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2001 Tentang Yayasan

Alim, Setiadi, 2005. Perenanaan Pajak Penghasilan yang Bergerak di Bidang Pendidikan,

Universitas Surabaya. Surabaya

Panggabean, H.P. (2002). Praktik peradilan menangani kasus aset yayasan dan upaya

penanganan sengketa melalui alternatif penyelesaian sengketa. Jakarta: Pustaka Sinar

Harapan.

Ali, C. (1999). Badan hukum. Bandung: Penerbit PT. Alumni.

Binsarjono, Tugiman dan Muhammad Mansur, 2004. Tax Planning: Upaya Legal

Meminimalkan Beban Pajak, Materi Workshop, Petra Bussiness forum, Surabaya.

Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000 tentang Pajak Penghasilan

Undang-Undang Republik Indonesia Nomor36 Tahun 2008 Tentang PerubahanKetiga Atas

Undang Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan

17

Anda mungkin juga menyukai