Istilah property (Inggris) atau properti (Indonesia) adalah mengenai tanah dan/atau bangunan. Tanah dan bangunan merupakan obyek pemilikan yang diatur oleh Hukum Tanah Nasional (HTN), dan sekaligus sebagai objek penilaian. Atas dasar pertimbangan itu terlebih dahulu akan diuraikan mengenai HTN sebagai dasar pengetahuan untuk memahami aspek hukum mengenai properti yang berlaku di Indonesia. A. Hukum Tanah Nasional Apa yang disebut Hukum Tanah Nasional (HTN) adalah perangkat peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan, yang mengatur hak-hak penguasaan atas semua tanah dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang berlaku terhitung mulai tanggal 24 September 1960 sampai sekarang. Ketentuan pokok HTN tercantum dalam Undang-undang Pokok Agraria (UUPA), yaitu Undang-undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria, yang bersumber utamanya adalah Hukum Adat yang tidak tertulis. Ini berarti bahwa norma-norma HTN tertulis (UUPA dan peraturan pertanahan lainnya) dibentuk menggunakan konsepsi, asas-asas, lembaga-lembaga hukum untuk merumuskan norma-norma HTN tertulis yang disusun menurut sistem Hukum Adat. HTN yang tertulis dilengkapi dengan : a. Ketentuan-ketentuan (norma-norma) hukum adat setempat mengenai hal-hal yang belum mendapat pengaturan dalam hukum yang tertulis. b. Lembaga-lembaga Hukum lain (diluar hukum adat) dalam rangka memenuhi perkembangan kebutuhan nasional masa kini dan mendatang, misalnya hak guna usaha, hak guna bangunan, hak tanggungan dan pendaftaran tanah. c. Ketentuan hukum adat dilingkungan masyarakat hukum adat sepanjang belum mendapat pengaturan secara tertulis dan tidak bertentangan dengan hukum nasional tertulis.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 1
B. Konsepsi Hukum Tanah Nasional Konsepsi yang mendasari Hukum Tanah Nasional adalah Konsepsinya Hukum Adat, yaitu komunalistik Religius yang memungkinkan penguasaan tanah secara individual dengan hak-hak atas tanah yang bersifat pribadi, sekaligus mengandung unsur kebersamaan. Konsepsi Komunalistik Religius dirumuskan dalam pasal 1 ayat 2 UUPA . ”Seluruh bumi air dan ruang angkasa, termasuk kekayaan alam yang terkandung didalamnya dalam wilayah Republik Indonesia sebagai karunia Tuhan Yang Maha Esa, adalah bumi, air dan ruang angkasa bangsa Indonesia dan merupakan kekayaan nasional”. Dalam Hukum konsepsi Adat (yang tidak tertulis) tanah ulayat merupakan tanah bersama para warga masyarakat hukum adat yang bersangkutan, maka secara nasional dalam HTN semua tanah dalam wilayah Negara RI adalah tanah bersama rakyat Indonesia yang bersatu menjadi bangsa Indonesia (pasal 1 ayat (1) UUPA). Dengan perkataan lain tanah diseluruh wilayah RI adalah tanah bersama Bangsa Indonesia. Oleh karena itu setiap bidang tanah yang dikuasai dengan sesuatu hak atas tanah merupakan bagian dari tanah bersama Bangsa Indonesia. Setiap warganegara sebagai bagian dari Bangsa Indonesia (tidak dibedakan asal keturunannya) baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk menguasai sebidang tanh bagi dirinya maupun keluarganya (pasal 9 ayat 2 UUPA). Hak atas tanah mengandung unsur yang bersifat pribadi sekaligus mengandung unsur kebersamaan sebagaimana dirumuskan dalam pasal 6 UUPA , yaitu ”semua hak atas tanah mempunyai fungsi sosial” sebagai sifat asal hak atas tanah dalam konsepsi HTN. Dengan demikian setiap pemegang hak wajib memakai/menggunakan tanahnya sesuai dengan fungsi tanahnya yang ditetapkan dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang dibuat oleh Pemerintah Daerah menjadi pedoman bagi setiap pemegang hak dalam memakai tanahnya. Pada dasarnya peruntukkan tanah yang ditetapkan RTRW adalah berupa tanah pertanian (dipedesaan) atau tanah non pertanian (diperkotaan) yang digunakan untuk mendirikan bangunan : perumahan dan pembangunan lainnya. Dalam konsepsi HTN tanah bukan barang komiditi dan penguasaan tanah bukan semata mata untuk tujuan investasi/ komersial, kecuali jika Pemerintah Daerah
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 2
melalui RTRW menetapkan peruntukan tanahnya untuk kegiatan usaha atau kegiatan pembangunan lainnya. Dalam hal ini Pemerintah dapat pula menetapkan kebijakan (policy) pembangunan perumahan (real estate), industrial estate dan kawasan industri, sehingga bidang-bidang tanahnya dengan atau tanpa bangunan dapat dijual kepada yang memerlukannya. C. Hak-Hak Penguasaan Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional Hukum Tanah Nasional (HTN) mengatur hak-hak penguasaan atas semua tanah dalam wilayah RI. Hak-hak penguasaan atas tanah dalam UUPA berdasarkan konsepsi hukum adat. Dan yang dimaksud dengan hak penguasaan atas tanah adalah hubungan hukum dengan tanah yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu. Hak-hak penguasaan atas tanah dalam HTN yang memberi wewenang untuk berbuat sesuatu disusun dalam tata susunan dan hirarki berdasarkan sistem Hukum (tanah) Adat, yaitu : a. Hak Bangsa yang merupakan hak penguasaan atas tanah yang tertinggi dan meliputi semua tanah dalam wilayah negara, dinyatakan dalam Pasal 1 UUPA. Hak Bangsa ini dalam UUPA dinyatakan sebagai Hak Ulayat yang diangkat pada tingkatan yang paling atas, yaitu pada tingkatan nasional yang meliputi seluruh wilayah negara RI. Hubungannya dengan tanah bersama pada satu segi merupakan hubungan perdata (kepunyaan bersama), dan pada segi lain mengandung tugas kewenangan dalam bidang hukum publik. Bersumber pada hak itu dapat diberikan hak perorangan atas tanah kepada warganegara Indonesia dengan hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan atau hak pakai oleh Negara. b. Hak Menguasai dari Negara bersumber padan Hak Bangsa Indonesia Negara RI sebagai organisasi tertinggi yang ditugasi untuk melaksanakan tuags kewenangan dari Bangsa Indonesia untuk menguasai dalam arti memimpin dan mengatur (kewenangan publik) semua tanah dalam wilayah RI, dengan kewenangan sebagaimana yang dinyatakan dalam Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh Negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat”. Atas dasar ketentuan tersebut pengertian “dikuasai Negara” diberikan tafsiran otentik yang dirumuskan dalam pasal 2 ayat (2) UUPA sebagai isi atau
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 3
kewenangan dari istilah “dikuasai Negara” atau hak menguasai dari Negara tersebut, dan kewenangan itu semata-mata berada dibidang hukum politik. Yang pada intinya adalah mengatur :. ▪ Peruntukan tanah yang dilimpahkan kewenangannya kepada Pemerintah Daerah, Kabupaten Kota dan Propinsi DKI Jakarta untuk membuat Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang wajib ditaati oleh pemegang hak/ atau siapa saja yang menguasai sebidang tanah, ▪ Memberikan hak-hak atas tanah kepada warganegara Indonesia dan badan hukum Indonesia termasuk memberikan tanda bukti hak (sertipikat) kepada pemegang hak melalui pendaftaran tanah, termasuk membukukan (mencatat) setiap perubahan yang terjadi mengenai hak-hak yang telah terdaftar. ▪ Membuat peraturan perundang-undangan dibidang pertanahan. Demikianlah secara singkat kewenangan Negara untuk mengatur tanah di wilayah RI. Sedang Pemerintah diberi wewenang melaksanakan HTN. c. Hak Ulayat Masyarakat-masyarakat Hukum Adat Sepanjang menurut kenyataannya masih ada, merupakan hak penguasaan atas tanah bersama masyarakat-masyarakat hukum adat tertentu. Dalam pasal 3 UUPA mengandung pernyataan pengakuan mengenai keberadaan Hak Ulayat dalam Hukum Tanah Nasional. Dalam HTN Hak Ulayat dibiarkan tetap diatur oleh hukum adat setempat, hal ini ditegaskan dalam PMNA/KA-BPN No. 5/1991 dan pasal 43 UU No. 21/ 2004 (otonomi khusus Papua). d. Hak-hak Perorangan yang memberi wewenang untuk memakai tanah dalam arti menguasai, menggunakan dan/atau mengambil manfaat tertentu dari suatu bidang tanah tertentu, berupa : d.1 Hak-Hak Atas Tanah, berupa Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai yang ketentuan-ketentuan pokoknya terdapat dalam UUPA serta hak-hak lain dalam hukum adat setempat yang merupakan hak penguasaan atas tanah yang memberi wewenang kepada pemegang haknya untuk memakai suatu bidang tanah tertentu yang dihaki dalam memenuhi kebutuhan pribadi atau usahanya, demikian juga tubuh bumi dan air serta ruang yang ada di atasnya, sekedar diperlukan untuk kepentingan yang langsung berhubungan dengan penggunaan tanah
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 4
yang bersangkutan dalam batas-batas kewajaran dan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Hak-hak atas tanah itu pokok-pokok ketentuannya diatur dalam UUPA. Dan dalam pasal 20 s/d 42 UUPA dan PP No. 40 Tahun 1996 mengatur lebih lanjut HGU, HGB dan Hak Pakai. d.2 Hak Milik Satuan Rumah Susun yang merupakan hak milik atas suatu bagian tertentu dari suatu gedung bertingkat (Rumah Susun) yang tujuan utamanya digunakan secara terpisah dan berdiri sendiri berikut hak atas bagian bersama, benda bersama dan hak atas tanah bersama yang semuanya merupakan satu kesatuan dengan satuan yang bersangkutan. Tanah hak bersama yaitu Hak Milik, HGB atau Hak Pakai di atas mana gedung bangunan bertingkat (apartemen atau perkantoran) yang bersangkutan berdiri (pasal 7 ayat 1 UU No. 16/ 1985). Setiap unit apartemen/ perkantoran mempunyai sarana penghubung langsung ke jalan umum (pasal 1 angka 2 UU No. 16/ 1985). d.3 Hak Atas Tanah Wakaf, yang merupakan hak penguasaan atas suatu bidang tanah tertentu, yang oleh pemiliknya dipisahkan dari harta kekayaannya dan melembagakannya selama-lamanya untuk kepentingan peribadatan atau keperluan umum lainnya, sesuai ajaran Hukum Islam. Pewakafan tanah hak milik diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977, sebagai pelaksanaan pasal 49 ayat 3 UUPA. e. Hak Tanggungan (HT) sebagai satu-satunya hak jaminan atas tanah dalam HTN yang membebani hak atas tanah tertentu, yaitu Hak Milik (HM)-Hak Guna Usaha (HGU)-Hak Guna Bangunan (HGB)- dan Hak Pakai (HP) yang dijadikan jaminan pelunasan utang oleh pihak yang berhutang (debitur). Hak Tanggungan merupakan hak penguasaan atas tanah yang memberi kewenangan kepada kreditor tertentu untuk menjual lelang bidang tanah tertentu yang dijadikan jaminan bagi pelunasan piutang tertentu dalam hal debitor cidera janji dan mengambil pelunasan piutang (dari hasil penjualan tersebut) terlebih dahulu dari pada kreditor-kreditor yang bukan pemegang HT atau kreditor biasa. Hak Tanggungan diatur dalam
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 5
Undang-undang Nomor 4 Tahun 1996 sebagai pelaksanaan ketentuan pasal 51 UUPA. 2. Tanah Negara, Tanah Aset Negara dan Hak Pengelolaan Dalam HTN mengatur jenis-jenis hak-hak atas tanah yang diberikan oleh Negara atas tanah Negara maupun yang diberikan atas bagian tanah hak pengelolaan seperti yang diuraikan pada uraian dibawah ini Atas bagian-bagian tanah Hak Pengelolaan dapat pula diberikan hak-hak atas tanah yang berupa HM, HGB dan Hak Pakai oleh Negara. Pemberian hak-hak atas tanah dilaksanakan melalui pejabat yang berwenang (PMNA/KA-BPN No. 3/ 1999). Hak Pengelolaan (HPL) bukan hak atas tanah melainkan hak yang menyediakan tanah bagi pihak lain (investor/pengembang) seperti diuraikan dibawah ini. Hak-hak atas tanah yang diberikan atas tanah Negara maupun atas tanah HPL pengertian, kewenangan dan kewajiban seperti diuraikan dibawah ini. ▪ Tanah Negara (TN) TN = Tanah yang langsung dikuasai oleh Negara, dapat dimohonkan Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai. ▪ Tanah Aset Negara Tanah aset Negara (menurut PP No. 8/ 1953) yang dikuasai dengan Hak Penguasaan (Hak BEHEER) oleh instansi Pemerintah, LPND atau Pemerintah Daerah dikonversi menjadi Hak Pakai (untuk kantor) atau Hak Pengelolaan (Pelabuhan, dll) dengan jangka waktu selama dipakai untuk keperluannya (pasal 4 dan pasal 5 PMA No. 9 Tahun 1965). Tanah aset Negara tersebut selanjutnya disebut : Tanah Hak Pakai dan Tanah Hak Pengelolaan. ▪ Tanah Hak Pengelolaan (HPL) HPL adalah hak menguasai dari Negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegangnya (pasal 1 angka 2 PP No. 40 Tahun 1996). Atas dasar definisi (pengertian) tersebut, meskipun bagian-bagian tanah HPL telah diberikan/ dikuasai oleh pihak lain dengan Hak Milik, HGB atau Hak Pakai, maka HPL tetap berlangsung. Karena pada hakekatnya Hak Menguasai dari Negara (pasal 2 UUPA) sama seperti Hak Bangsa Indonesia atas tanah yang bersifat abadi (pasal 1 ayat dan ayat 3 UUPA) yang akan berlangsung selama-lamanya. Pemegang Haknya : Instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Lembaga Non Pemerintah Non Departemen (LPND), Badan Otorita dan Badan-badan yang
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 6
didirikan Pemerintah atau BUMN (Pesero, Perum, Perjan) atau BUMND. Jangka waktu penguasaannya selama diperlukan. HPL bukan hak atas tanah melainkan hak yang menyediakan tanah untuk keperluan pihak lain. Dengan demikian pemegang HPL dapat menyelenggarakan Perusahaan Tanah. Bagian-bagian tanah HPL dapat diberikan kepada pihak lain (investor/ PT) dengan HGB atau Hak Pakai untuk dikembangkan bagi keperluannya (Mall, Gedung Perkantoran, Rumah Susun, Apartemen, Kegiatan Niaga, dll) tanpa mengubah status tanahnya, Pihak ketiga dapat memperoleh dan menguasai bagian (bidang) tanah HPL berdasarkan : ▪ Perjanjian penyerahan penggunaan tanah (pemegang HPL dan Pihak ketiga). ▪ Mengajukan permohonan hak yang sesuai dengan keperluannya (HM, HGB atau Hak Pakai). Pemberian haknya dilakukan hanya oleh pejabat BPN atas usul pemegang HPL. ▪ Meskipun bagian-bagian tanah HPL telah dikuasai dengan sesuatu hak atas tanah seperti di atas, namun HPL yang bersangkutan tetap berlangsung. Investor dapat pula bekerjasama dengan pemegang HPL dalam bentuk BOT (Build, Operate, and Transfer) atau BOO (Build, Own and Operate), dengan masa konsesi berakhir bangunan yang didirikan menjadi milik pemegang HPL. 3. Pemilikan Bangunan dan Tanaman HTN yang bersumber pada Hukum Adat, maka pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatas tanah yang dihaki menggunakan asas hukum tersebut, yaitu asas “pemisahan horizontal”. Berdasarkan asas tersebut bangunan atau tanaman bukan merupakan bagian dari tanah yang bersangkutan, ini berarti bahwa hak atas tanah tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya. Perbuatan hukum mengenai tanah, tidak dengan sendirinya meliputi pemilikan bangunan dan tanaman yang ada diatasnya. Meskipun demikian dalam praktek dimungkinkan perbuatan hukum mengenai tanah (misalnya jual beli tanah atau pembebanan Hak Tanggungan) meliputi juga bangunan dan tanaman yang ada di atasnya, dengan syarat bahwa : a. Bangunan dan tanaman tersebut secara fisik merupakan suatu kesatuan dengan tanah yang bersangkutan. b. Bangunan dan tanaman tersebut milik pemegang hak (yang mempunyai tanah).
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 7
c. Dalam akta PPAT yang dibuktikan dilakukannya perbuatan hukum tersebut (misalnya dalam akta jual beli atau APHT). Disebutkan secara tegas bahwa jual beli tanah atau pembebanan hak tanggungan berikut bangunan yang ada diatasnya. Dalam pasal 4 ayat 4 UU o. 4 Tahun 1996 yaitu UU Hak Tanggungan disebutkan bahwa syarat a, b, dan c tersebut berlaku pula untuk objek Hak Tanggungan yang meliputi tanah dan bangunan tanaman di atasnya (benda-benda yang terkait dengan tanah) dan dalam pasal 4 ayat 5 UUHT diperluas untuk bangunan dan tanaman milik pihak lain. 4. Hak-Hak Atas Tanah Dalam Hukum Tanah Nasional (HTN) UUPA menetapkan 4 (empat) jenis hak atas tanah untuk keperluan pribadi maupun untuk kegiatan usaha. Untuk keperluan pribadi perorangan warga Negara Indonesia adalah Hak Milik (Pasal 20 s/d 27 UUPA). Sedang untuk keperluan Usaha adalah Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai. Dan Hak Pakai dapat pula digunakan untuk keperluan khusus. Dan jika disebut “hak atas tanah” adalah hubungan hukum dengan tanah yang memberikan wewenang memakai sebidang tanah tertentu. Sedang tanah hak adalah bagian tertentu dari permukaan bumi (surtace of the earth) yang dikuasai dengan hak atas tanah tertentu oleh orang atau badan hukum tertentu. “Bidang tanah” adalah bagian permukaan bumi yang merupakan satuan bidang yang yang berbatas “(pasal 1 angka 2 PP No. 24 Tahun 1997). Hak Atas Tanah dapat diberikan kepada dan dipunyai oleh orang atau badan hukum sebagaimana yang ditetapkan dalam UUPA pasal 20 s/d 43 UUPA yo PP No. 40 Tahun 1996, yaitu : a) Untuk keperluan pribadi ▪ Hak Milik (pemukiman atau pertanian), khusus hanya untuk warganegara Indonesia yang tunggal kewarganegarannya, b) Untuk kegiatan usaha (bisnis), yaitu : ▪ Hak Guna Usaha (perkebunan, peternakan dan perikanan) ▪ Hak Guna Bangunan (mendirikan bangunan dan memiliki bangunan yang bersangkutan), ▪ Hak Pakai (mendirikan bangunan atau usaha pertanian) Selanjutnya hak-hak atas tanah tersebut dijelaskan singkat dibawah ini :
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 8
A. Hak Milik (HM) adalah hak turun menurun, terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang atas tanah dengan mengingat ketentuan dalam pasal 6 (yang mengandung fungsi sosial). Turun temurun berarti dapat dikuasai tanahnya secara terus menerus dan akan beralih karena hukum kepada ahli warisnya. “Terkuat dan Terpenuh” berarti penguasaan tanahnya. Tidak terputus-putus dan kewenangan pemilik untuk memakai tanahnya untuk diusahakan maupun untuk keperluan membangun sesuatu selama peruntukan tanahnya belum dibatasi menurut RTRW yang berlaku di Kabupaten/ Kota atau Propinsi DKI Jakarta.. ▪ HM hanya khusus untuk perorangan yang mempunyai kewarganegaraan Indonesia saja (pasal 21 ayat 1 dan ayat 4 UUPA). Kecuali badan-badan hukum tertentu yang ditunjuk Pemerintah sebagai subyek hak milik (pasal 21 ayat 2 UUPA yo PP No. 38 Tahun 1963). ▪ Bank-Bank Negara ▪ Badan Keagamaan ▪ Badan Sosial ▪ Koperasi Pertanian ▪ HM dapat beralih (karena hukum) atau dialihkan (karena pemindahan hak) kepada pihak lain dan dapat dibebani hak baru dengan HGB, Hak Pakai, Hak Sewa, Hak Usaha bagi Hasil maupun Hak Menumpang (pasal 20 dan 24 UUPA). ▪ Dapat dijadikan jaminan pelunasan utang dengan dibebani Hak Tanggungan (pasal 25 UUPA). ▪ Dapat diwakafkan (Pasal 49 UUPA). ▪ HM wajib didaftarkan dan mempunyai sertipikat sebagai tanda bukti hak (pasal 23 UUPA yo PP No. 24 Tahun 1997). B. Hak Guna Usaha (HGU) memberikan wewenang untuk menggunakan tanah yang langsung dikuasai Negara untuk usaha pertanian, yaitu perkebunan, perikanan dan peternakan selama jangka waktu tertentu, yaitu 25 tahun dan untuk perkebunan 35 tahun akan diperpanjang jangka waktunya 25 tahun dan jika tanahnya masih diperlukan dapat diperbaharui haknya, yaitu diberikan kembali (pembaruan hak) selama 35 tahun. Sedang untuk perusahaan dalam rangka penanaman modal dapat diberikan sekaligus 95 tahun (pasal 11 PP No.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 9
40/1996). HGU dapat diberikan kepada warganegara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia. C. Hak Guna Bangunan (HGB) memberikan wewenang untuk mendirikan bangunan diatas tanah kepunyaan pihak lain (tanah Negara atau tanah Hak Pengelolaan atau tanah Hak Milik), selama jangka waktu 30 tahun dan akan diperpanjang jangka waktunya 20 tahun dan jika masih diperlukan dapat diperbaharui hak tersebut. Untuk perusahaan dalam rangka penanaman modal dapat diberikan sekaligus untuk 80 tahun (Pasal 28 PP No. 40/1996). HGB hanya dapat diberikan kepada Warganegara Indonesia dan Badan Hukum Indonesia. D. Hak Pakai (HP) memberikan wewenang untuk menggunakan tanah kepunyaan pihak lain (tanah Negara atau tanah Hak Pengelolaan atau tanah Hak Milik) selama jangka waktu tertentu, yaitu 25 tahun dan akan diperpanjang jangka waktunya 20 tahun dan jika masih diperlukan dapat diperbahurui hak tersebut. Untuk perusahaan dalam rangka penanaman modal dapat diberikan sekaligus 70 (pasal 48 PP No. 40/1996) tahun. Tanah dengan Hak Pakai dapat digunakan untuk mendirikan bangunan atau usaha pertanian (di pedesaan). Hak Pakai dapat diberikan kepada : a. Warganegara Indonesia, b. Badan Hukum Indonesia c. Orang asing yang berkedudukan di Indonesia, d. Badan Hukum Asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia. e. Departemen, Lembaga Non Departemen dan Pemerintaha Daerah f. Badan keagamaan dan sosial g. Perwakilan Negara Asing dan perwakilan badan International. E. Karena tujuannya untuk keperluan bisnis atau investasi, maka HGU – HGB dan Hak Pakai, • dapat beralih dan dialihkan kepada pihak lain. • Dapat dijadikan jaminan perlunasan utang dengan dibebani Hak Tanggungann, • Wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan (Kabupaten/Kota) untuk mendapatkan sertipikat sebagai tanda bukti hak. • Tanah dengan hak-hak tersebut tidak boleh diswakan kepada piahak lain, namun bangunan yang didirikan diatas tanah HGB atau Hak Pakai boleh disewakan kepada pihak lain.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 10
F. Hapusnya HM, HGU, HGB dan Hak Pakai karena : (a) Jangka waktunya berakhir atau dihentikan sebelum jangka waktunya berakhir karena sesuatu syarat tidak dipenuhi. (b) Dilepaskan haknya (pelepasan hak secara sukarela) oleh pemegang hak sebelum jangka waktunya berakhir. (c) Dicabut haknya berdasarkan pasal 18 UUPA yo UU No. 20 Tahun 1961. (d) Ditelantarkan, dengan memperhatikan ketentuan PP No. 36 Tahun 1998. (e) Tanahnya musnah. (f) Karena subjeknya tidak lagi memenuhi syarat. G. Persamaan dan Perbedaan HM-HGU-HGB dan Hak Pakai ▪ Persamaannya : a) Mempunyai tanda bukti Hak : Sertipikat Hak Tanah (wajib didaftarkan) b) Jangka waktunya relatif lama (akan diperpanjang jangka waktunya dan akan diperbarui hak yang bersangkutan) c) Turun menurun Dapat beralih karena hukum kepada ahli warisnya apabila pemegang haknya meninggal dunia d) Dapat dijadikan jaminan pelunasan utang (kredit) dengan dibebani Hak Tanggungan e) Dapat diperjual belikan kepada yang memenuhi syarat f) Bangunan yang didirikan di atas tanah HGB/ Hak Pakai dapat disewakan kepada pihak lain ▪ Perbedaannya : a. Jangka waktunya HGU = 35 tahun, HGB = 30 tahun, Hak Pakai = 25 tahun akan diperpanjang jangka waktunya dan diperbarui haknya (diberikan kembali) b. Subyeknya atau siapa yang boleh menjadi pemegang haknya c. Status tanah dalam pemberian haknya ▪ HGB dan Hak Pakai dapat diberikan atas tanah Negara, bagian tanah HPL atau tanah Hak Milik HM dapat diberikan atas tanah Negara dan bagian tanah HPL HGU hanya dapat diberikan atas tanah Negara saja
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 11
Demikianlah berbagai jenis hak atas tanah baik untuk keperluan pribadi maupun untuk keperluan kegiatan usaha (bisnis). H. Wewenang dan Kewajiban Pemegang Hak KEWAJIBAN KEWENANGAN PEMBATASANNYA PEMEGANG HAKNYA Memakai Tanah Sesuai Dengan ▪ Memakai Tanah Sesuai Dengan Tidak Meliputi : Keperluannya (Unsur Pribadi) Peruntukan Tanahnya Menurut a) Kewenangan Kekayaan Pasal 4 (2) UUPA RTRW Yang Ditetapkan Alam Di Dalam Tubuh Pemerintah Daerah (Unsur Bumi (Pasal 8 UUPA), Kebersamaan) Pasal 6 UUPA Mineral Dan Batubara (UU NO. 4/ 2009) ▪ Memelihara Tanahnya (Pasal 15 b) Tidak Menguasai Tanah UUPA) Yang Melampaui Batas Keperluannya Yang Nyata (Pasal 7 UUPA) c) Tidak Menelantarkan Tanahnya PP NO. 10/2010
Apa yang disebut menelantarkan tanah ?
Menelantarkan tanah adalah : ▪ Jika pemegang haknya dengan sengaja tidak memakai tanahnya sesuai dengan tujuan pemberian haknya dan fungsi tanahnya, dan/ atau ▪ Pemegang hak tidak memelihara tanahnya dengan baik, padahal setiap pemegang hak wajib memelihara tanahnya (pasal 15 UUP).
I. Kriteria Penguasaan Tanah Untuk Berbagai Keperluan
1. HAK MILIK Untuk keperluan pribadi Warganegara Indonesia yang tunggal kewarganegaraannya. Kriterianya : ▪ Luasnya dibatasi ▪ Jangka waktunya tidak terbatas dan bersifat turun temurun 2. HGU, HGB, HAK PAKAI Untuk keperluan kegiatan usaha (bisnis) ▪ Luasnya menurut keperluan proyeknya ▪ Jangka waktunya dibatasi 3. HAK PAKAI DAN HAK PENGELOLAAN (HPL)
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 12
Untuk keperluan instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, Departemen dan Lembaga Non Departemen Kriterianya : ▪ Luasnya menurut keperluannya, ▪ Jangka waktunya tidak terbatas Hak Pakai : untuk keperluan pelaksanaan tugasnya (kantor) HPL : untuk keperluan kegiatan usaha dan pelaksanaan tugasnya. Kedua hak tersebut tidak dapat diperjual-belikan dan tidak dapat dijadikan jaminan pelunasan utang. 4. HAK PAKAI (Untuk keperluan Khusus) Bagi kegiatan keagamaan, kegiatan sosial, perwakilan Negara Asing (rumah kediaman Kepala Perwakilan dan Kantornya), Badan-badan Organisasi Internasional. Kriterianya : ▪ Luasnya menurut keperluannya ▪ Jangka waktunya tidak terbatas ▪ Tidak dapat diperjual-belikan maupun dijadikan jaminan pelunasan utang 5. HAK MILIK ATAS TANAH PERTANIAN Kriterianya : a) Syarat Umumnya : WNI yang tunggal kewarganegaraannya b) Syarat Khusus : Tidak melebihi luas maksimum yang ditetapkan UU No. 56 Prp 1960 Tidak dimiliki secara absente (guntai) Pasal 3 PP No. 224/ 1961 yo PP No. 41/ 1964 J. Asas Umum Subjek Hak Atas Tanah Setiap orang yang termasuk sebagai Bangsa Indonesia, berstatus Warganegara Indonesia, dalam pasal 9 ayat (2) UUPA dinyatakan bahwa : “Tiap-tiap Warganegara Indonesia, baik laki-laki maupun wanita mempunyai kesempatan yang sama untuk memperoleh sesuatu hak atas tanah serta untuk mendapat manfaat dan hasilnya bagi diri sendiri maupun keluarganya”. Ketentuan tersebut mewujudkan asas demokrasi, yang tidak membedakan antar gender (persamaan hak/ emansipasi) dan tidak membedakan asal keturunan
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 13
antara sesama Warganegara Indonesia, hal ini seperti yang ditetapkan dalam pasal 2 UU No. 12 Tahun 2006 tentang “Kewarganegaraan Republik Indonesia”. Berdasarkan asas umum subjek hak atas tanah maka setiap Warganegara Indonesia dapat menguasai tanah dengan hak-hak atas tanah yang ditetapkan dalam UUPA (pasal 21 ayat (1), pasal 30 ayat (1), pasal 36 ayat (1), pasal 42 dan pasal 45 UUPA) yaitu HM – HGU – HGB dan Hak Pakai atau Hak Sewa. Apabila status subjeknya bukan Warganegara Indonesia, hak atas tanah yang dapat dikuasainya ditetapkan oleh UUPA, yaitu : a) Badan hukum Indonesia; (HGU-HGB-Hak Pakai atau Hak Sewa) b) Orang-asing yang diam di Indonesia; (Hak Pakai atau Hak Sewa) c) Badan hukum asing yang mempunyai kantor perwakilan di Indonesia (Hak Pakai atau Hak Sewa) maka hak atas tanah apa yang dapat dikuasainya yang ditetapkan oleh UUPA. Apabila subjeknya tidak lagi memenuhi syarat sebagai subjek hak atas tanah maka akan mempengaruhi kelangsungan hak atas tanahnya, sebagaimana ditetapkan dalam : a) Pasal 21 ayat 3 UUPA apabila Hak Milik diperoleh oleh orang asing karena hukum, yaitu karena : a. Pewarisan tanpa wasiat b. Percampuran harta karena perkawinan c. Naturalisasi Dalam jangka waktu satu tahun sejak diperolehnya wajib melepaskan haknya kepada Negara atau memindahkan haknya kepada pihak lain (yang memenuhi syarat) apabila kewajiban tersebut dilalaikan maka Hak Milik tersebut hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara (tanah yang langsung dikuasai oleh Negara). b) Pasal 26 ayat 2 UUPA melarang memindahkan Hak Milik (secara langsung atau tidak langsung) kepada suatu badan hukum (Indonesia atau Asing) atau kepada orang asing. Akibat hukumnya (Sanksinya) adalah jual belinya batal karena hukum berdasarkan ketentuan pasal 26 ayat 2 UUPA, akibatnya : b.1 Hak miliknya hapus karena hukum b.2 Tanahnya menjadi tanah Negara
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 14
b.3 Uang yang telah diserahkan kepada penjual tidak dapat dituntut kembali oleh pembelinya (resiko ditanggung pembelinya). c) Dalam pasal 3, 20 dan 40 PP No. 40 Tahun 1996 ditetapkan bahwa HGU – HGB – Hak Pakai apabila dikuasai oleh subjek yang tidak memenuhi syarat akibat hukumnya adalah : ▪ Pemegang HGU – HGB – atau Hak Pakai yang tidak lagi memenuhi syarat dalam jangka waktu satu tahun wajib melepaskan haknya kepada Negara atau memindahkan hak tersebut kepada pihak lain yang memenuhi syarat. ▪ Apabila pemegang hak melalaikan kewajibannya, hak atas tanahnya hapus karena hukum dan tanahnya menjadi tanah Negara. (Baca ketentuan pasal 3, 20 dan 40 PP No. 40 Tahun 1996, dalam UUPA diatur dalam pasal 30 ayat (2) dan pasal 36 ayat (2) UUPA). Demikianlah kelangsungan hak atas tanahnya akan terpengaruh oleh status subjeknya yang tidak memenuhi syarat. K. Pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 Dalam rangka penanaman modal asing (PMA) atau penanaman modal dalam negeri (PMDN) menurut pasal 22 UU No. 25 Tahun 2007 tentang “Penanaman Modal”, jangka waktu hak atas tanah yang diberikan adalah sebagai berikut : ▪ HGU untuk perkebunan 95 tahun, dengan cara dapat diberikan (pertama kali) dan diperpanjang dimuka sekaligus selama 35 tahun + 25 tahun = 60 tahun dan dapat diperbaharui 35 tahun ▪ HGB diberikan untuk 80 tahun dengan cara dapat diberikan (pertama kali) dan diperpanjang sekaligus selama 30 tahun + 20 tahun = 50 tahun, dan dapat diperbaharui haknya 30 tahun. ▪ Hak Pakai diberikan untuk 70 tahun dengan cara dapat diberikan (pertama kali) dan diperpanjang sekaligus selama 25 tahun + 20 tahun = 45 tahun, dan dapat diperbaharui haknya 25 tahun. Demikianlah varian jangka waktu hak atas tanah untuk penanaman modal, perhitungan jangka waktunya tetap tunduk pada ketentuan UUPA sebagaimana ditetapkan dan dikukuhkan dalam Keputusan Mahkamah Konstitusi. 5. Rumah Susun dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS) A. Rumah Susun adalah istilah hukum untuk “gedung bangunan bertingkat”, (Penjelasan pasal 1 angka 1 UU No. 16/ 1985). Sehingga apa yang disebut
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 15
gedung bangunan bertingkat dapat berupa Rumah Susun yang ketentuannya diatur dalam UU No. 16 Tahun 1985 tentang “Rumah Susun” yang peruntukannya untuk hunian atau non hunian misalnya perkantoran atau mall (pasal 24 UU No. 16/ 1985). Rumah Susun sebagai kesatuan Sistem Pembangunan (planned unit development) adalah pembangunan yang dilaksanakan pada tanah bersama dengan penggunaan dan pemanfaatan yang berbeda-beda baik untuk hunian maupun bukan hunian secara mandiri maupun terpadu berdasarkan perencanaan lingkungan atau perencanaan bangunan yang merupakan satu kesatuan (pasal 1 angka 4 PP No. 4 Tahun 1988). Adapun gedung bangunan bertingkat yang bukan rumah susun, yang dimliki oleh satu pemilik yaitu suatu Perseroan Terbatas atau atas nama perseorangan (individu), penggunaan satuan ruangan dalam gedung tersebut disewakan kepada para penyewa yang berminat, karena setiap unit ruangan yang bersangkutan tidak dapat dimiliki secara terpisah dan berdiri sendiri. Pada Rumah Susun atau yang disebut apartemen, flat atau kondominium, selalu dijumpai Satuan-Satuan Rumah Susun (SRS) atau unit-unit bagian dari rumah susun yang dimiliki secara terpisah dan berdiri sendiri. Namun pemilikan secara individual tersebut perlu disertai dengan pemilikan bersama, yang merupakan bagian tidak terpisahkan dengan satuan yang bersangkutan. Secara yuridis hubungan hukum pemilik dengan SRS dan pemilikan bersama tersebut disebut Hak Milik Atas SRS (HM-SRS), yang dapat diperjual-belikan kepada para pembeli yang berminat, setelah memenuhi 2 (dua) persyaratan “ a) Izin Layak Huni dari Pemerintah Daerah setempat b) Telah terbit sertipikat HM-SRS B. Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS) Disamping tanah yang dikuasai dengan sesuatu hak atas tanah tertentu sesuai dengan keperluan pemegang haknya, ada pula Satuan Rumah Susun, yaitu bagian gedung bangunan bertingkat yang dikuasai secara legal dengan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS). Setiap Satuan Rumah Susun (SRS) atau setiap unit gedung bangunan bertingkat, harus mempunyai sarana penghubung ke jalan umum. Ini berarti bahwa setiap penghuni/ pemilik SRS tidak menganggu/ terganggu oleh penghuni/ pemilik SRS yang lain.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 16
Batas pemilikan SRS adalah setiap SRS dibatasi dengan dinding, yaitu permukaan bagian dalam dari dinding pemisah, permukaan bagian bawah dari langit-langit struktur, permukaan bagian atas dari lantai struktur (pasal 41 ayat 3 PP No. 4/ 1988). Berdasarkan “Pertelaan yang dibuat oleh pengembang” ditetapkan NPP (Nilai Perbandingan Proporsional) terhadap apa yang dimiliki bersama oleh para pemilik SRS. C. Pemilikan SRS selalu terkait dengan istilah-istilah : 1. Pemilikan bagian bersama dari rumah susun yang dimiliki secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama dalam kesatuan fungsi dengan satuan- satuan rumah susun. Sebagai contoh, bagian bersama adalah antara lain : pondasi, kolom, balok, dinding, lantai, atap, talang, lift, selasar, saluran- saluran, pipa-pipa, jaringan-jaringan listrik, gas dan telekomunikasi serta ruang untuk umum. Koridor, dinding-dinding 2. Benda bersama adalah benda yang bukan merupakan bagian rumah susun, tetapi yang dimiliki bersama secara tidak terpisah untuk pemakaian bersama. Sebagai contoh, benda bersama adalah antara lain : tanaman, bangunan, pertanaman, bangunan sarana sosial, tempat ibadah, tempat bermain, tempat parkir, yang sifatnya terpisah dari struktur bangunan rumah susun. 3. Tanah hak bersama adalah sebidang tanah yang digunakan atas dasar hak bersama secara tidak terpisah yang diatasnya berdiri rumah susun dan ditetapkan batasnya dalam persyaratan lain bangunan. 4. Lingkungan adalah sebidang tanah dengan batas-batas yang jelas yang diatasnya dibangun rumah susun termasuk prasarana dan fasilitasnya, secara keseluruhan merupakan kesatuan tempat pemukiman Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS). 5. Untuk memiliki SRS harus dilandasi dengan suatu lembaga atau hak penguasaan yang disebut Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS). Dan apa yang disebut HM-SRS adalah hak untuk memiliki Satuan Rumah Susun secara terpisah dan berdiri sendiri berikut hak atas bagian bersama, benda bersama dan tanah bersama, yang merupakan satu-kesatuan dengan satuan rumah susun yang bersangkutan (pasal 8 UURS dan Penjelasan Umum UURS).
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 17
Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun adalah lembaga baru yang diciptakan oleh UU Rumah Susun yang meliputi : ▪ Hak pemilikan perseorangan atas satuan-satuan rumah susun yang digunakan secara terpisah ▪ Hak bersama atas bagian-bagian dari bangunan rumah susun ▪ Hak bersama atas benda-benda ▪ Hak bersama atas tanah Yang semuanya merupakan suatu kesatuan hak yang secara fungsional tidak terpisahkan (menurut penjelasan umum UURS uraian No. 1). Dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum dan kepastian hak kepada orang/ badan hukum yang memiliki HM atas SRS diberikan tanda bukti hak yang disebut Sertipikat Hak Milik atas SRS. 6. Sertipikat Hak Milik atas SRS diterbitkan oleh Kantor Pertanahan (Kabupaten/ Kotamadya) dan di DKI Jakarta disetiap Kantor Pertanahan Kotamadya yang isinya terdiri dari : ▪ Salinan Buku Tanah dan Surat Ukur atas Hak Tanah Bersama ▪ Gambar denah tingkat rumah susun yang bersangkutan (yang menunjukkan Satuan Rumah Susun yang dimiliki) ▪ Pertelaan mengenai besarnya bagian, Hak atas Bagian Bersama, Benda Bersama dan Tanah Bersama Kesemuanya merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dan dijilid dalam satu sampul dokumen. Penerbitan Sertipikat Hak Milik atas SRS harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum SRS dijual kepada pihak lain, setelah pengembang memperoleh izin layak huni (pasal 18 UURS). 6. Hak Tanggungan Sebagai Jaminan Pelunasan Utang 1. Tanah dengan HM-HGU-HGB- Hak Pakai dapat dijadikan agunan atau jaminan pelunasan utang (kredit) dengan dibebani Hak Tanggungan yang sifatnya mengikuti perjanjian kreditnya (perjanjian pokoknya) ditangan siapapun berada (accesoir). 2. Hak Tanggungan adalah jaminan atas tanah yang dibebankan pada hak atas tanah tertentu untuk menjamin pelunasan utang tertentu kepada kreditor tertentu yang kedudukannya diutamakan (preferen) dalam memperoleh pelunasan atas piutangnya dari para kreditor lainnya. Dalam UUHT ditetapkan
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 18
bahwa Hak Tanggungan merupakan satu-satunya hak jaminan atas Tanah dalam HTN. 3. Objek Hak Tanggungan adalah Hak Milik, HGU, HGB (sesuai dengan ketentuan pasal 25, 33 dan 39 UUPA), dan Hak Milik atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS) menurut pasal 13 UU No. 16 Tahun 1985 tentang Rumah Susun. Ditambah dengan Hak Pakai atas Tanah Negara sejak berlakunya UU No. 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas tanah benda-benda yang berkaitan dengan tanah” atau disingkat : UU Hak Tanggungan (UUHT). 4. Pemberian Hak Tanggungan Pemberian Hak Tanggungan kepada kreditor (Bank, Orang atau Badan Hukum) sebagai pemegang Hak Tanggungan tujuannya adalah semata-mata sebagai jaminan pelunasan utang atau piutang tertentu, kepada kreditor tertentu. Jika pemberi Hak Tanggungan tidak dapat memenuhi kewajibannya (cedera janji), kreditor pemegang Hak Tanggungan dapat melelang tanah hak tertentu yang dibebani Hak Tanggungan dan hasilnya digunakan untuk melunasi piutangnya. Dan jika ada sisanya dikembalikan kepada bekas pemegang hak. Bedanya dengan hak atas tanah adalah Hak Tanggungan tidak memberi wewenang menggunakan (memakai) tanah yang ditunjuk menjadi obyek Hak Tanggungan, karena semata-mata tujuannya sebagai jaminan pelunasan utang. Oleh karena itu sebagai pemegang Hak Tanggungan (kreditor) tidak dibatasi statusnya, apakah yang bersangkutan bertempat tinggal di Indonesia atau diluar negeri. 5. Hukum Yang Mengatur Hak Tanggungan Pada saat berlakunya UUPA, UU Hak Tanggungan yang dimaksud pasal 51 UUPA menurut ketentuan pasal 57 UUPA (pasal peralihan yang khusus) untuk melaksanakan Hak Tanggungan masih dapat menggunakan ketentuan Hipotik (dalam Buku Kedua KUH Perdata Indonesia) dan Ketentuan Crediet Verband (s.1908-542) sehingga secara singkat disebut “Hipotik”. Jika Hak Tanggungan menggunakan ketentuan Hipotik, dan disebut “Crediet Verband” jika Hak Tanggungan menggunakan ketentuan “Crediet Verband”. Dengan berlakunya UU Hak Tanggungan pada Tanggal 4 April 1996 ketentuan Hipotik dan ketentuan Crediet Verband dinyatakan tidak berlaku lagi (pasal 29 UUHT). 6. Sifat-sifat Hak Tanggungan (HT)
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 19
a) HT selalu mengikuti perjanjian utang-piutangnya sampai piutangnya dibayar lunas b) Kreditor pemegang Hak Tanggungan diutamakan (preferen) dalam pelunasan piutangnya dari pada kreditor-kreditor lainnya (kreditor biasa/ konkuren) pasal 1 angka 1 UUHT. Sebagai kreditor pemegang Hak Tanggungan peringkat pertama dapat diperjanjikan memperoleh hak atas kekuasaan sendiri menjual obyek Hak Tanggungan melalui pelelangan dan hasilnya untuk melunasi piutangnya (pasal 6 yo pasal 11 ayat (2) huruf e UUHT) c) Hak Tanggungan tetap mengikuti obyeknya ditangan siapapun obyek tersebut berada (pasal 7 UUHT) d) Hak Tanggungan tidak dapat dibagi-bagi (pasal 2 ayat (1) UUHT), kecuali jika diperjanjikan oleh Kreditor dan Debitor untuk dilaksanakan Roya Partial (pasal 2 ayat (2) UUHT). e) Obyek HT dapat dibebani lebih dari satu Hak Tanggungan sepanjang nilai objek HT masih mencukupi (pasal 5 UUHT) f) Hak Tanggungan hanya dapat diberikan oleh yang berwenang atau yang berhak atas obyek Hak Tanggungan yang bersangkutan (pasal 8 ayat (2) UUHT). Sekurang-kurangnya kewenangan pemegang hak atas tanah tersebut harus telah ada pada pemberi Hak Tanggungan pada saat pendaftaran Hak Tanggungan dilaksanakan (pasal 8 ayat (2) UUHT) g) Hak Tanggungan dapat beralih karena hukum kepada kreditor lain apabila perjanjian kreditnya dipindahkan kepada kreditor yang bersangkutan karena cessie atau subrogasi atau dalam hal terjadi pengambilan perusahaan atau penggabungan perusahaan atau pewarisan yang mengakibatkan beralihnya piutang dari kreditor semula kepada kreditor yang baru (pasal 16 UUHT dan penjelasannya). h) Pemegang Hak Tanggungan tetap berwenang melakukan segala hak yang diperolehnya menurut UUHT, apabila pemberi Hak Tanggungan dinyatakan pailit (pasal 21 UUHT) karena objek Hak Tanggungan tidak termasuk dalam harta pailit (boedel failit). 7. Sertipikat Sebagai Alat Bukti Pemilikan Tanah 1. Penyelenggaraan Pendaftaran Tanah
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 20
Tersedianya alat bukti tertulis dalam pembuktian pemilikan dan penguasaan bidang tanah hak tertentu (dengan Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai) adalah dalam rangka mewujudkan jaminan kepastian hukum dibidang pertanahan yang dilaksanakan melalui penyelenggaraan pendaftaran tanah (land registration) sebagaimana diatur dalam pasal 19 UUPA yis PP No. 24 Tahun 1997 dan PMNA/KA-BPN No. 3 Tahun 1997 tentang “Pelaksanaan PP No. 24 Tahun 1997” kedua peraturan tersebut mulai berlaku tanggal 8 Oktober 1997 yang menggantikan PP No. 10 Tahun 1961. Disamping itu perlu diketahui bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah tidak berdiri sendiri, melainkan dalam rangka melengkapi Hukum Tanah tertulis yang mengatur jenis-jenis hak atas tanah, siapa yang boleh menjadi subyeknya, jangka waktu berlangsungnya hak tersebut serta kewenangan dan kewajiban pemegang haknya. Pengertian pendaftaran tanah dalam arti “rechtskadaster” atau “juridical cadastre” yang dimaksud pasal 19 UUPA adalah sebagai berikut : “Pendaftaran tanah adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya (pasal 1 angka 1 PP 24/ 1997). Penyelenggaraan pendaftaran tanah dilaksanakan secara terus menerus dan berkesinambungan, yang meliputi : a) Pengumpulan; b) Pengolahan; c) Pembukuan; d) Penyajian, serta e) Pemeliharaan data fisik dan data yuridis f) Termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah hak dan hak milik atas satuan rumah susun, serta hak-hak tertentu yang membebaninya (a.l. Hak Tanggungan).
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 21
Dengan demikian dapat diketahui kegiatan apa saja yang diselenggarakan dalam rangka penyelenggaraan pendaftaran tanah. 2. Tujuan penyelenggaraan pendaftaran tanah adalah : a. Memberikan kepastian hukum (atas data fisik dan data yuridis) dan perlindungan hukum kepada pemegang haknya atas bidang tanah yang dihaki atau hak-hak pihak ketiga yang membebaninya perubahan subjeknya dan perubahan tanahnya. b. Data fisik dan data yuridis berikut perubahan-perubahan yang terjadi atas tanah hak yang terdaftar yang disimpan di Kantor Pertanahan setempat menjadi keterangan yang dapat dipercaya kebenarannya bagi siapa saja (calon pembeli/ calon kreditor) yang berkepentingan. c. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan. Pendaftaran tanah dilaksanakan berdasarkan asas sederhana, aman, terjangkau, mutakhir dan terbuka. 3. Asas Pendaftaran Tanah ▪ Asas pendaftaran tanah adalah SEDERHANA, AMAN, TERJANGKAU, MUTAKHIR dan TERBUKA. 4. Penyelenggaraan dan Pelaksanaan Pendaftaran Tanah Pendaftaran tanah diselenggarakan oleh Badan Pertanahan Nasional (BPN) sedang pelaksanaan pendaftaran tanah dilakukan oleh Kepala Kantor Pertanahan yang daerah kerjanya di Kabupaten dan Kota. Pelaksanaan Pendaftaran Tanah meliputi : ▪ Pendaftaran pertama kali ▪ Pemeliharaan data pendaftaran tanah Pendaftaran tanah pertama kali ▪ Secara sporadik dilaksanakan atas prakarsa pemegang haknya ▪ Secara sistematis dilaksanakan atas prakarsa Pemerintah dan dilaksanakan secara masal pelaksanaannya ditangani oleh Panitia Ajudikasi yang membantu Kepala Kantor Pertanahan. Ajudikasi adalah kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka proses pendaftaran tanah untuk pertama kali, meliputi pengumpulan dan penetapan kebenaran data fisik dan data yuridis mengenai satu atau beberapa obyek pendaftaran tanah untuk keperluan pendaftarannya. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 22
Dalam rangka pemeliharaan data pendaftaran tanah, setiap terjadi perubahan wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan, agar perubahan tersebut dapat dicatat pada Buku Tanah dan Sertipikatnya. 5. Objek Pendaftaran Tanah (Pasal 9 dan Pasal 10) Objek Pendaftaran Tanah meliputi : ▪ Hak atas tanah : Hak Milik, HGU, HGB dan Hak Pakai ▪ Tanah Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf dan Tanah Negara ▪ Hak Tanggungan dan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun (HM-SRS) Untuk pendaftaran hak-hak atas tanah, HM, HGB dan Hak Pakai, Tanah Wakaf dan HM-SRS adalah berdasarkan Desa/Kelurahan letak bidang tanahnya. Sedang HGU, Hak Tanggungan, Tanah Pengelolaan dan Tanah Negara didaftar menurut daerah kerja Kantor Pertanahan (Kabupaten/ Kota). 6. Sistem Pendaftaran Hak Sistem pendaftaran tanah yang digunakan adalah sistem pendaftaran hak (registration of titles) sebagaimana yang digunakan dalam PP No. 10 Tahun 1961, bukan sistem pendaftaran akta (registration of deeds). Sistem pendaftaran hak tersebut tampak adanya buku tanah sebagai dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik yang dihimpun dan diterbitkannya sertipikat sebagai tanda bukti hak bagi objek pendaftaran tanah yang telah didaftar atau dibukukan di Kantor Pertanahan setempat (Kabupten/ Kota). Pembukuan dalam buku tanah serta pencatatannya pada surat ukur tersebut merupakan bukti bahwa hak yang bersangkutan serta pemegang haknya dan bidang tanahnya yang diuraikan dalam surat ukur secara hukum telah didaftarkan menurut pasal 29 PP No. 24/ 1997. 7. Pendaftaran pertama kali meliputi kegiatan : a. Dibidang fisik tanahnya atau teknis kadastral b. Dibidang yuridis, yaitu hubungan hukum dengan tanahnya atau hak pihak ketiga c. Pemberian dokumen tanda bukti hak Pada dasarnya yang didaftarkan pertama kalinya adalah sebidang tanah yang semula belum pernah didaftarkan menurut peraturan yang berlaku. Yang dimaksud bidang tanah disebut persil yang merupakan bagian-bagian permukaan bumi yang berbatas dengan ukuran luas yang dinyatakan dengan meter persegi (M2).
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 23
a. Kegiatan bidang fisik tanahnya adalah untuk memperoleh data mengenai letaknya, batas-batasnya dan luasnya, serta bangunan-bangunan dan/atau tanaman-tanaman penting diatasnya (data fisik). Pengumpulan data fisik dimulai dengan penetapan letaknya, batas-batasnya dengan disertai pemberian tanda batas disetiap sudutnya. Kemudian diukur, dibuatkan petanya dan Surat Ukur sebagai alat bukti letaknya, batas-batasnya dan luasnya. Setiap Surat ukur diberi nomor urut tahunan dan tahun penerbitannya. b. Kegiatan dibidang yuridis dengan mengumpulkan data mengenai haknya, pemegang hak dan ada atau tidaknya hak pihak lain yang membebaninya (data yuridis). Pengumpulan datanya menggunakan alat pembuktian berupa dokumen/ surat-surat bukti tertulis. Data yuridis mengenai jenis hak dan siapa pemegang haknya dicatat dalam buku tanah, yaitu daftar isian yang mencatat data yuridis dan data fisik bidang tanah hak. Setiap Buku Tanah memuat identitas tanahnya yaitu nomor urut hak atas tanah di desa/ kelurahan letak tanahnya, dan kode hak atas tanahnya : M = HM, B = HGB, U = HGU dan P = Hak Pakai. Dicantumkan pula tanggal pendaftaran (pembukuan) hak tersebut untuk pertama kalinya. c. Selanjutnya diterbitkan sertipikat sebagai tanda bukti hak yang terdiri dari salinan buku tanah dan surat ukur. Dicantumkan tanggal penerbitan sertipikat. Kegiatan a s/d c dilaksanakan oleh Kantor Pertanahan dan sebagai arsip disimpan buku tanah dan surat ukur untuk setiap bidang tanah yang didaftarkan. 8. Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah Supaya data pendaftaran tanah selalu mutakhir (up to date), pemegang hak wajib mendaftarkan (membukukan) setiap perubahan yang terjadi di Kantor Pertanahan setempat (Kabupaten/ Kota). Perubahan-perubahan yang wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan adalah : a. Perubahan haknya ▪ Jika HM, HGU, HGB, Hak Pakai dibebani Hak Tanggungan karena dijadikan jaminan pelunasan piutang kreditor/ Bank dan Hak Tanggungan tersebut wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat untuk dibuatkan Buku Tanah dan Sertipikat Hak
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 24
Tanggungan. Beban Hak Tanggungan tersebut dicatat pada buku tanah dan sertipikat tanah objek Hak Tanggungan. ▪ Jika tanah Hak Milik dibebani hak baru yaitu HGB atau Hak Pakai aktanya dibuat oleh PPAT (akta pemberian hak baru) dan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat dan kepada pemegang hak baru diberi sertipikat Hak Baru. Perubahan tersebut dicatat dalam Buku Tanah dan sertipikat Hak Milik yang dibebani Hak Baru. Hak Sewa Atas Tanah (pasal 44 UUPA) termasuk pula hak baru yang dibebankan pada Hak Milik. Namun tidak wajib didaftarkan di Kantor Pertanahan. Sedang perjanjian sewa menyewa dapat dibuat oleh dan dihadapan Notaris atau dibuat sendiri oleh para pihak (dibawah tangan). PPAT belum diberi wewenang membuat akta pemberian Hak Sewa. b. Perubahan Subjeknya Jika terjadi peralihan hak yang meliputi : ▪ Pewarisan karena hukum (menurut Hukum Waris yang berlaku) wajib didaftarkan untuk dicatatkan dalam buku tanah dan sertipikat atas nama para ahli waris. ▪ Pemindahan hak, yaitu jual-beli tanah, tukar menukar, hibah, pemasukan harta dalam perusahaan (inbreng), dll. Pemindahan hak wajib dibuktikan dengan akta yang dibuat oleh PPAT dan wajib didaftarkan di Kantpr Pertanahan, untuk memperkuat dan memperluas pembuktian. Perubahan karena pemindahan hak tersebut dicatat dalam Buku Tanah dan Sertipikat. c. Perubahan tanahnya Jika terjadi pemisahan, pemecahan dan penggabungan mengenai bidang tanahnya. c.1 Pemisahan A mempunyai tanah Hak Milik seluas 1000 M2 dijual sebagian seluas 300 M2, maka yang dijual dipisahkan dan dibuatkan surat ukur dan sertipikat Hak Milik oleh Kantor Pertanahan setempat. c.2 Pemecahan
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 25
Sebidang tanah HGB/ Hak Pakai yang luas misalnya 10 Ha kepunyaan PT. X, pengembang (Developer) perumahan setelah Rencana Tapak (site plan) disahkan oleh Ketua Bappeda a/n Bupati, bidang tanah tersebut dipecah-pecah menjadi bidang-bidang tanah yang akan didirikan rumah di atasnya sesuai dengan Rencana Tapak. c.3 Penggabungan B mempunyai sebidang tanah HGB seluas 200 M2, untuk memperluas tanahnya, dibeli bidang tanah HGB disebelahnya seluas 250 M2 dan kemudian kedua bidang tanah tersebut digabung menjadi satu, seluas 450 M2. Didaftarkan untuk dibuatkan surat ukur dan sertipikat baru hasil penggabungan tersebut. 9. Kekuatan Pembuktian Sertipikat Kekuatan pembuktian sertipikat hak tanah terkait dengan sistem publikasi sistem yang digunakan PP No. 24 Tahun 1997 adalah sama dengan PP No. 10 ahun 1961, yaitu sistem negatif yang mengandung unsur positif, yang akan menghasilkan surat-surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat seperti dinyatakan dalam pasal 19 ayat 2 huruf C, pasal 23 ayat 2, pasal 32 ayat 2, pasal 28 ayat 2 UUPA. Dengan adanya pernyataan dalam pasal- pasal tersebut menurut Prof. Boedi Harsono (Hukum Agraria Indonesia, Edisi Revisi 1999, halaman 83) Pemerintah sebagai penyelenggara pendaftaran tanah harus berusaha agar sejauh mungkin dapat disajikan data yang benar dalam buku tanah dan peta pendaftaran. Maka selama tidak terbukti sebaliknya data yang disajikan dalam buku tanah dan peta pendaftaran maupun yang disajikan dalam sertipikat hak tanah harus diterima sebagai data yang benar. Baik dalam perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di Pengadilan. Hal ini dirumuskan dalam pasal 32 ayat (1) PP No. 24/ 1997 sebagai berikut : “Sertipikat merupakan surat tanda bukti hak yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat mengenai data fisik dan data yuridis yang termuat di dalamnya sepanjang data fisik dan data yuridis tersebut sesuai dengan data yang ada dalam surat ukur dan buku tanah yang bersangkutan”. Ini berarti, bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya, data fisik dan data yuridis yang tercantum di dalamnya harus dianggap benar, baik dalam melakukan perbuatan hukum sehari-hari maupun dalam berperkara di Pendagilan. Mengingat data fisik dan data yuridis tersebut adalah bersifat
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 26
terbuka untuk umum dan pihak-pihak yang berkepentingan (calon pembeli tanah atau calon kreditor yang akan menerima tanah sebagai jaminan pelunasan utang) sewaktu-waktu dapat mengecek kebenarannya, dengan mencocokkan data dalam sertipikat itu dengan surat ukur dan buku tanah yang disajikan di Kantor Pertanahan. Perlindungan Hukum Kepada Pemegang Haknya Dalam pasal 32 ayat (2) PP No. 24 Tahun 1997 dinyatakan sebagai berikut : “Dalam hal suatu bidang tanah telah diterbitkan sertipikat secara sah atas nama orang atau badan hukum yang memperoleh tanah tersebut dengan itikad baik dan secara nyata menguasainya, maka pihak yang merasa berhak (mempunyai hak) atas tanah ini tidak dapat lagi menuntut pelaksanaan hak itu apabila dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat itu tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan yang bersangkutan ataupun tidak mengajukan tuntutan pada Pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat tersebut”. Berdasarkan ketentuan tersebut berarti bahwa apabila sebidang tanah telah diperoleh orang atau badan hukum dengan itikad baik dan tanah tersebut secara nyata dikuasai (digunakan oleh pemegang haknya) selama 5 (lima) tahun sejak diterbitkan sertipikat, orang yang merasa berhak atas tanah tersebut : ▪ Tidak mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat atau Kantor Pertanahan yang menerbitkan sertipikat ataupun ▪ Tidak mengajukan gugatan pada Pengadilan Negeri yang berwenang mengenai penguasaan tanah tersebut atau mengenai penerbitan sertipikat tersebut. Atas dasar pertimbangan tersebut maka pemegang hak akan merasa aman karena penguasaan atas tanahnya tidak dapat diganggu gugat lagi (indefeasible of title). Ketentuan ini bertujuan, pada satu pihak untuk tetap berpegang pada sistem publikasi negatif dan pada lain pihak untuk secara seimbang memberi kepastian hukum kepada pihak yang dengan itikad baik menguasai sebidang tanah dan telah didaftarkan sebagai pemegang hak dalam buku tanah dan memiliki sertipikat sebagai tanda buktinya, yang menurut pasal 19 ayat (2) huruf C UUPA berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Selanjutnya dalam Penjelasan pasal 32 ayat (2) disebutkan bahwa : “Dengan pengertian demikian, maka apa yang ditentukan dalam ayat ini bukanlah
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 27
menciptakan ketentuan hukum baru, melainkan merupakan penerapan ketentuan hukum yang sudah ada dalam Hukum Adat, yaitu lembaga rechtsverwerking yang dalam tata hukum sekarang ini merupakan bagian dari Hukum Tanah Nasional Indonesia dan sekaligus memberikan wujud yang konkret dalam penerapan ketentuan UUPA mengenai pendaftaran tanah”. Dalam Hukum Adat yang dimaksud “rechtsverwerking” yaitu lampaunya waktu sebagai sebab kehilangan hak atas tanah, kalau tanah yang bersangkutan selama waktu yang lama tidak diusahakan oleh pemegang haknya dan dikuasai pihak lain melalui perolehan hak dengan itikad baik. Sebagaimana diketahui bahwa lembaga Rechtsverwerking tersebut mendapat pengukuhan dan penerapan dalam berbagai yurisprudensi Mahkamah Agung kita (Putusan Tanggal 10-01-1957 Nomor 210/K/Sip/1995, tanggal 24-09-1958 Nomor 329/K/Sip/1959. 8. Izin Lokasi Menurut PMNA/ KA-BPN No. 2/ 1999 (Diluar DKI Jakarta) Jika perusahaan tersebut didirikan dalam rangka penanaman modal menurut PMNA/ KA-BPN No. 2 Tahun 1999 yang mulai berlaku tanggal 10 Pebruari 1999, wajib mengajukan permohonan Izin Lokasi kepada Pemerintah Daerah Kabupaten atau Kota, sebelum melakukan kegiatan perolehan tanahnya. a. Yang dimaksud Izin Lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha penanaman modal (pasal 1 angka 1). Secara singkat izin lokasi adalah izin untuk memperoleh dan menggunakan tanah. Selanjutnya dalam PMNA/ KA-BPN No. 2/ 1999 disebutkan bahwa tanah yang dapat ditunjuk dalam izin lokasi adalah tanah yang menurut RTRW yang berlaku diperuntukan bagi penggunaan yang sesuai dengan rencana penanaman modal yang akan dilaksanakan oleh perusahaan menurut surat persetujuan penanaman modal yang dipunyainya (pasal 3). Persetujuan Penanaman Modal Asing oleh Presiden sejak tahun 1999 oleh Kepala Perwakilan RI a/n Menteri Luar Negeri, Kepala BKPM atau Ketua BKPMD a/n Gubernur Penanaman Modal Dalam Negeri persetujuan oleh Kepala BKPM atau Ketua BKPM Daerah a/n Gubernur.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 28
Permohonan Izin Lokasi disampaikan kepada Pemerintah Daerah, Bupati/ Walikota Kepala Daerah, dengan disertai proposal pengembangan areal tanahnya. Tata cara pemberian Izin Lokasi dapat diatur Pemerintah Daerah dalam bentuk Peraturan Daerah (pasal 7). b. Jangka Waktu Berlakunya Izin Lokasi Dibatasi Dalam rangka pemberian ijin lokasi disamping ditetapkan pembatasan luas maksimum areal tanahnya (baca uraian 5 dibawah juga ditetapkan), jangka waktu berlakunya ijin lokasi dalam rangka kegiatan perolehan tanahnya, yaitu perolehan tanahnya wajib diselesaikan dalam jangka waktu yang ditetapkan sebagaimana disebutkan dalam pasal 5 peraturan tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : (1) Izin Lokasi diberikan untuk jangka waktu sebagai berikut : ▪ Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha, satu tahun ▪ Izin Lokasi seluas sampai dengan 25 Ha s/d 50 Ha, dua tahun ▪ Izin Lokasi seluas lebih dari 50 Ha, tiga tahun (2) Perolehan tanah oleh pemegang Izin Lokasi harus diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi. (3) Apabila dalam jangka waktu Izin Lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) perolehan tanah belum selesai, maka Izin Lokasi dapat diperpanjang jangka waktunya selama 1 (satu) tahun apabila tanah yang sudah diperoleh mencapai lebih dari 50% dari luas tanah yang ditunjuk Izin Lokasi. (4) Apabila perolehan tanah tidak dapat diselesaikan dalam jangka waktu Izin Lokasi, termasuk perpanjangannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (3), maka perolehan tanah tidak dapat dilakukan oleh pemegang Izin Lokasi dan terhadap bidang-bidang tanah yang sudah diperoleh dilakukan tindakan sebagai berikut : a. Dipergunakan untuk melaksanakan rencana penanaman modal dengan penyesuaian mengenai luas bangunan, dengan ketentuan bahwa apabila diperlukan masih dapat dilaksanakan perolehan tanah sehingga diperoleh bidang tanah yang merupakan satu kesatuan bidang. b. Dilepaskan kepada perusahaan atau pihak lain yang memenuhi syarat.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 29
Dengan demikian Izin Lokasi sama sekali tidak memberi wewenang kepada pemegang izin Lokasi untuk memaksa para pemilik/ pemegang hak untuk menjual tanah haknya kepada perusahaan yang memiliki izin lokasi. Secara yuridis pemilik. Pemegang hak atas tanah dapat menolak apabila harga/ ganti rugi atas tanah haknya tidak layak sebagaimana ditegaskan dalam pasal 8 PMNA/KA-BPN No. 2 Tahun 1999. 9. Izin Perolehan dan Pengembangan Tanah Yang Khusus Berlaku di DKI Jakarta Di DKI Jakarta sejak tanggal 31 Maret 1990 berlaku SK Gubernur KDKI Jakarta No. 540/1990 yang intinya menetapkan bahwa penyediaan tanah untuk pembangunan fisik kota yang luasnya minimal 5.000 M2 (satu bidang tanah atau beberapa bidang tanah yang disatukan) wajib mengajukan permohonan Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi/ Lahan (SP3L) kepada Gubernur KDKI Jakarta. SP3L tersebut akan berlaku untuk 6 bulan dan batal dengan sendirinya, jika tidak ditindak lanjuti dengan kegiatan perolehan tanah yang ditetapkan, kecuali mendapat persetujuan perpanjangan secara tertulis dari Gubernur. Jika lokasi tanah yang bersangkutan menurut rencana kota untuk perumahan dan luasnya 5.000 M 2 atau lebih, kepada developer yang bersangkutan wajib membiayai dan membangun Rumah Susun Murah beserta fasilitasnya seluas 20% dari areal manfaat secara komersial. Pembangunan Rumah Susun Murah tersebut, lokasi dan persyaratan penjualan ditetapkan kemudian oleh Gubernur. Persyaratan Pembebasan Lokasi 1. SP3L = Surat Persetujuan Prinsip Pembebasan Lokasi Pembebasan areal tanahnya dibatasi dalam jangka waktu 6 bulan dengan kemungkinan dapat diperpanjang 6 bulan lagi berdasarkan pertimbangan yang cukup beralasan oleh Gubernur KDKI Jakarta. 2. Setelah selesai dilaksanakan pembebasan tanah dan menjadi satu kesatuan areal tanah/ lokasi, selanjutnya developer : 2.1 Minta rekomendasi keabsahan surat-surat tanahnya dari Kepala Kantor Pertanahan BPN Kotamadya (wilayah Kota) 2.2 Mohon Surat Izin Penunjukan Penggunaan Tanah (SIPPT) kepada Gubernur KDKI Jakarta. Dalam SIPPT memuat antara lain kewajiban sebagai berikut : a. Wajib menyusun Rencana Tapak (Site Plan) dan kemudian disahkan oleh Kepala Dinas Tata Kota a/n Gubernur.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 30
b. Wajib mengajukan permohonan HGB/ Hak Pakai atau areal tanah yang diperoleh. c. Wajib memohon Izin Pendahuluan Membangun dan kemudian IMB setelah rumahnya selesai dibangun kepada Dinas Pengawasan Pembangunan Kota. 2.3 Mengajukan permohonan HGB dan Hak Pakai kepada Kepala Kanwil BPN melalui Ka. Kan Pertanahan. 2.4 Setelah mendapat SK pemberian HGB, penerima hak memenuhi kewajiban-kewajiban yang ditetapkan dalam SK Pemberian Hak dan didaftarkan di Kantor Pertanahan setempat untuk memperoleh Sertipikat (induk) HGB. Wajib membayar BPHTB sebelum SK pemberian Hak diterbitkan. Perbedaan Ijin Lokasi dengan SP3L dan SIPPT : ▪ Ijin Lokasi adalah ijin untuk memperoleh tanah dan menggunakan tanah. Ini berarti bahwa tanah-tanah yang diperoleh wajib digunakan sesuai dengan tujuan pengembangan proyeknya dan sekaligus untuk memohon IMB. ▪ Di DKI Jakarta, dipisahkan antara perolehan tanahnya berdasarkan SIPPT. Dalam SIPPT ditetapkan pula kewajiban-kewajiban yang harus dipenuhi pemegang SIPPT dalam kaitannya dengan pengembangan areal tanahnya. Dan SIPPT tersebut menjadi dasar hukum untuk memohon IMB. 10. Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Setiap kegiatan pembangunan (yang bukan bangunan rumah tinggal) harus terlebih dahulu memliki izin membangun dari Dinas atau Suku Dinas Pengawasan dan Pembangunan Kota. Izin membangun dapat berupa : a) Izin Pendahuluan (IP) sesuai tahapan pelaksanaan pembanguna yang di izinkan. b) Izin Mendirikan Bangunan (IMB) adalah izin yang diberikan untuk melakukan kegiatan pembangunan c) Izin Khusus atau keterangan membangun Pelaksanaan kegiatan membangun harus dilakukan oleh Pemborong dan diawasi oleh Direksi Pengawas yang memiliki Surat Izin Bekerja (SK. Gubernur DKI Jakarta No. 72 Tahun 2002, tanggal 7 Juni 2002, pasal 2 dan 3). Proses pengurusan pengajuan pembuatan IMB, pertama-tama harus mempersiapkan dokumen-dokumen seperti :
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 31
1. Formulir permohonan IMB 2. Fotokopi KTP dari Pimpinan Perusahaan dan NPWP Badan 3. Fotokopi pembayaran PBB terakhir 4. Fotokopi surat keterangan kepemilikan tanah yang sah (sertipikat, akte jual-beli) 5. Gambar arsitektur dan gambar situasi bangunan yang akan didirikan 6. Gambar peta Rencana Kota yang diperoleh dari Sudin Tata Kota Syarat-syarat untuk dapat diberikannya IMB kepada pemohon adalah : a. Bangunan yang didirikan harus sesuai peruntukan dengan Rencana Tata Ruang b. Luas bangunan harus sesuai dengan ketentuan KDB atau BCR (Building Converage Ratio), yaitu perbandingan antara luas bangunan (tutupan yang tidak resap air) dengan total luas resapan lahan. Untuk wilayah perkotaan besarnya BCR antara 30% - 60%. c. Garis Sempadan Bangunan 9GSB) yaitu jarak ruas jalan dengan bangunan terluar : a. Jalan Primer (Propinsi) : 25 M b. Jalan Sekunder (Kabupaten) : 13 M c. Jalan Tersier (Penghubung) : 13 M d. Jalan Lokal : 8 M d. Ketinggian bangunan tidak melebihi aturan yang telah ditentukan berdasarkan ketentuan tata ruang kecuali telah dilakukan pengkajian teknik terlebih dahulu atau izin khusus. Demikianlah secara singkat tentang IMB. Penutup Demikianlah paparan secara singkat aspek hukum pertanahan yang berkaitan dengan penilaian tanah dan bangunan, semoga bermanfaat dan terima kasih atas partisipasinya pada pelatihan ini.
BAHAN PDP I, DPD BALI NUSRA, DENPASAR 27 JANUARI 2020 Page 32