Anda di halaman 1dari 11

Kata Pengantar

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT Yang telah memberi nikmat dan
karunia-Nya Kepada kita semua.
Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW,
beserta keluarganya yang telah membimbing manusia untuk meniti jalan lurus menuju
kejayaan dan kemulyaan.
Atas karuniaNya Kami telah dilancarkan dalam Pembuatan makalah ini yang berjudul
“DETERJEN”
Alhamdulillah makalah ini telah selesai bila tanpa bimbingan dari pihak lain
terutama guru mata pelajaran kimia yakni Ibu Siti Fatimah.
Mohon Kritik dan Saranya

Wassalamualaikum Wr.Wb

Bandung, 20 Januari 2016

Penulis

DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR..........................................................................
.............................. i
DAFTAR
ISI................................................................................
...................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
Latar
Belakang...........................................................................
......................................... 1
Rumusan
Masalah............................................................................
................................... 1
Tujuuan
penulisan .........................................................................
...................................... 1
Dampak
deterjen...........................................................................
...................................... 1
Pencegahan
deterjen...........................................................................
................................. 1
Manfaat dan Kegunaan
deterjen...........................................................................
.............. 1

BAB II
PEMBAHASAN
Pengertian Sulfatasi dan
Sulfonasi..........................................................................
............ 2
Sejarah
Deterjen...........................................................................
....................................... 4
Zat-zat yang Terdapat di Dalam
Deterjen...........................................................................
4
Penggolongan
Deterjen...........................................................................
............................ 4
Baku Pembuatan
Deterjen...........................................................................
........................ 5

BAB III
PENUTUP
Kesimpulan.........................................................................
................................................. 7
Daftar
Pustaka............................................................................
......................................... 7
BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Pengertian Sulfatasi dan Sulfonasi

Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam


suatu senyawa, sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam
suatu senyawa. Proses ini banyak dilakukan atau dikenakan terhadap senyawa-senyawa
organic. Jadi proses sulfatasi hampir sama dengan proses sulfonasi hanya beda pada
gugus yang dimasukkan,kedua proses tersebut dapat terjadi bersama-sama untuk suatu
kondisi tertentu,tergantung senyawa yang diproses.

Umumnya proses ini dikenakan terhadap gliserida-gliserida asam lemak


jenuh atau tidak jenuh yang mengandung gugus OH karena hasilnya lebih mahal atau
bermanfaat.Penggunaan hasil-hasil proses sulfatasi dan sulfonasi antara lain:

1. Sebagai bahan pencuci yang berfungsi sebagai pemerataan kebasaan dari serat
sebelum siberi warna.
2. Sebagai bahan setengah jadi/antara untuk bahan yang akan mengalami proses
selanjutnya.
3. Sebagai katalisator pada reaksi-reaksi kimia bahan organic.

Senyawa-senyawa yang dapat dipergunakan untuk melakukan proses sulfonasi ataupun


sulfatasi antara lain:

· Belerang trioksida (SO3) dapat dipakai pada fase cair/gas.


· Larutan asam sulfat pekat (93-98 %) atau oleum 20%
· Asam kloro sulfat (larutan SO3 dalam HCl)
· Alkil sulfonat, R-SO3H
· Asam sulfonat
· Belerang dioksida,
– SO2 cair dan O2 dari udara
--SO2 dan air klor
· Hidroksimetil sulfonat dan ammonium metasulfonat untuk proses sulfo
alkilasi

Dari senyawa-senyawa pensulfonasi diatas yang paling banyak digunakan adalah asam
sulfat 93-98%, karena murah dan mudah didapat, sedang yang lainnya digunakan jika
ada tujuan-tujuan tertentu,missalnya bila menggunakan asam sulfat hasilnya kurang
baik dan secara ekonomi akan mengurangi nilai jual produksinya.

Senyawa-senyawa yang dapat dikenakan proses sulfatasi atau sulfonasi antara lain
hidro karbon ikatan tidak jenuh, pulp terutama ligninnya, minyak tumbuh-tumbuhan
atau hewani terutama minyak ikan. Contoh reaksi sulfatasi dan sulfonasi antara
lain:
1. Bahan Dasar Alefin
2. Bahan Dasar Alkohol
3. Bahan Dasar Ester
4. Bahan Dasar Senyawa Aromatik
Dari ke-4 contoh tersebut secara termodinamika dapat dituliskan sebagai berikut:

RH + HOSO3H R -OSO3H + H2O + Q kal

Q = panas yang terjadi/dibutuhkan dalam reaksi

panas yang timbul dari reaksi akan menaikkan temperatur dan timbulnya H2O akan
menimbulkan pengenceran asam sulfat yang dipakai ,yang harus ditanggulangi agar
reaksi tetap berjalan.Pencegahan naiknya temperatur dilakukan pendingingan, sedang
pencegahan pengenceran dilakukan penguapan pada temperatur relative rendah.

Jika ditinjau dari segi kinetika didasarkan pada suatu persamaan yang menghubungkan
antara kecepatan reaksi ( r ) dengan besaran-besaran yang
mempengaruhinya,persamaannya bias ditulis sebagai berikut:
r =k [RH] [SO3]
dimana:
r = kecepata reaksi (mol/det)
[RH] = konsentrasi RH (mol/lt)
[SO3] = konsentrasi SO3 (mol/lt)
k = konstanta kecepatan reaksi (mengikuti orde reaksi)

Dari persamaan diatas dapat dikatakan bahwa dengan memperbesar konsentrasi masing-
masing reaktan akan diperoleh harga r yang besar,namun kemungkinan akan terjadinya
hasil samping, maka usaha yang dimungkinkan justru menaikkan harga k secara
kinetic. Arrenius memberikan persamaan:
K=A .e-E/RT ln A/k = E/RT
A= factor tumbukan persatuan luas
E= tenaga aktivitas
R= tetapan gas ideal
T= temperature (oK)

Dari persamaan Arrenius diatas ada 2 peubah yang mungkin dapat diperbaiki yaitu A
dan T.

· Harga A
Untuk memperbesar harga k dilakukan pengadukan/menambahkan pelarut.
Pengadukan bisa dilakukan dengan pengaduk listrik.

· Harga T
Pada umumnya proses sulfatasi adalah eksotermis sehingga justru harus
didinginkan, agar panas tidak naik mendadak , penambahan asam sulfat sedikit demi
sedikit sehingga memberi kesempatan panas terambil oleh pendingin (missal:air).

· Harga E
Tenaga aktivasi menunjukkan keadaan puncak, dimana reaktan yang ada dalam
campuran mampu bereaksi. Untuk mempercepat reaktan memcapai keadaan puncak umumnya
ditambahkan katalisator, missal: Hg yang banyak dipakai pada sulfatasi, peridium,
atau toluene. Disamping sebagai pemercepat, katalisator juga sebagai pengarah
(menekan reaksi samping) untuk RH yang aktif tidak diperlukan katalisator karena
mahal, kereaktifan RH tergantung pada substituent yang terikat dalam RH, semakin
banyak semakin tidak reaktif.

Hasil proses sulfatasi/sulfonasi tidak langsung dapat dimanfaatkan untuk


proses lain atau dipasarkan, agar memenuhi standar kebutuhan maka harus dilakukan
pengolahan seperti pemisahan dan pemurnian dengan operasi sebagai berikut:

1. Dengan penambahan senyawa sulfat (Na2SO4)


Tujuannya agar terjadi penggaraman sehingga diperoleh ikatan –SO3Na atau –OSO3Na.
Senyawa ini lebih stabil, sehingga dapat dipisahkan terhadap hasil lain maupun sisa
reaktan. Umumnya pemisahan terjadi karena perbedaan densitas hasil diatas dan air,
asam sulfat dibawah.

2. Pemisahan dan pencucian


Proses ini dilakukan bersama- sama, untuk kapasitas besar dengan filter pres dan
untuk kapasitas kecil dengan menggunakan air dan sisa asam lewat saluran bawah.
Adapun tujuan pencucian untuk melarutkan sisa-sisa asam, proses ini menggunakan air
bersih.

3. Pengepakan/ pengemasan
Karena hasilnya cairan kental maksud pengepakan adalah memasukkan dalam drum,
tangki/botol-botol yang siap dijual.

Salah satu pemanfaatan proses sulfonasi di dalam industri dapat ditemui dalam
industri pembuatan deterjen.
I.2 Sejarah Deterjen

Deterjen sintetik yang pertama dikembangkan oleh Jerman pada waktu


Perang Dunia II dengan tujuan agar lemak dan minyak dapat digunakan untuk keperluan
lainnya. Pada saat ini ada lebih 1000 macam deterjen sintetik yang ada di pasaran.
Fritz Gunther, ilmuwan Jerman, biasa disebut sebagai penemu surfactant sintetis
dalam deterjen tahun 1916. Namun, baru tahun 1933 deterjen untuk rumah tangga
diluncurkan pertama kali di AS. Kelebihan deterjen, mampu lebih efektif
membersihkan kotoran meski dalam air yang mengandung mineral. Tapi, ia pun
menimbulkan masalah. Sebelum tahun 1965, deterjen menghasilkan limbah busa di
sungai dan danau. Ini karena umumnya deterjen mengandung alkylbenzene sulphonate
yang sulit terurai. Setelah 10 tahun dilakukan penelitian (1965), ditemukan linear
alkylbenzene sulphonate (LAS) yang lebih ramah lingkungan. Bakteri dapat cepat
menguraikan molekul LAS, sehingga tidak menghasilkan limbah busa.

Tetapi pada saat ini, kebanyakan deterjen adalah garam dari asam
sulfonat.

Deterjen dalam kerjanya dipengaruhi beberapa hal, yang terpenting


adalah jenis kotoran yang akan dihilangkan dan air yang digunakan. Deterjen,
khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk mengangkat kotoran, baik
yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air. Salah satu ujung dari molekul
surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka air (hidrofobik), akibatnya
bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul surfaktan satunya
lebih suka air (hidrofilik), bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran dari
kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain. Akibatnya
warna kain akan dapat dipertahankan.

I.3 Zat-zat yang Terdapat di Dalam Deterjen

Adapun Zat-zat yang terdapat dalam deterjen yaitu:


1. Surfaktan yaitu untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan
2. Abrasive untuk menggosok kotoran
3. Substansi untuk mengubah pH yang mempengaruhi penampilan ataupun stabilitas
dari komponen lain
4. Water softener untuk menghilangkan efek kesadahan
5. Oxidants untuk memutihkan dan menghancurkan kotoran
6. Material lain selain surfaktan untuk mengikat kotoran didalam suspensi
7. Enzim untuk mengikat protein, lemak, ataupun karbohidrat didalam kotoran.

I.4 Penggolongan Deterjen

I.4.1 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Bentuk Fisiknya.

Berdasarkan bentuk fisiknya deterjen dibedakan atas :


1. Deterjen Cair
2. Deterjen Krim
3. Deterjen Bubuk

I.4.2 Penggolongan Deterjen Berdasarkan Ion yang Dikandungnya.

Berdasarkan ion yang dikandungnya, deterjen dibedakan atas :

1. Cationic detergents
Deterjen yang memiliki kutub positif disebut sebagai cationic detergents. Sebagai
tambahan selain adalah bahan pencuci yang bersih, mereka juga mengandung sifat
antikuman yang membuat mereka banyak digunakan di rumah sakit. Kebanyakan deterjen
jenis ini adalah turunan dari ammonia.

2. Anionic detergents
Deterjen jenis ini adalah merupakan deterjen yang memiliki gugus ion negatif.

3. Neutral atau Non-ionic Detergents


Nonionic detergen banyak digunakan untuk keperluan pencucian piring. Karena
deterjen jenis ini tidak memiliki adanya gugus ion apapun, deterjen jenis ini tidak
bereaksi dengan ion yang terdapat dalam air sadah. Nonionic detergents kurang
mengeluarkan busa dibandingkan dengan ionic detergents.

I.5 Bahan Baku Pembuatan Deterjen

I.5.1 Bahan Aktif (Active Ingredients)


Bahan aktif merupakan bahan inti dari deterjen sehingga bahan ini harus ada
dalam proses pembuatan deterjen. Secara kimia bahan ini dapat berupa sodium lauryl
sulfonate (SLS). Beberapa nama dagang dari bahan aktif ini diantaranya Luthensol,
Emal, dan Neopelex (NP). Di pasar beredar beberapa jenis Emal dan NP, yaitu Emal-
10, Emal-20, Emal-30, NP-10, NP-20, dan NP-30. Secara fungsional bahan aktif ini
mempunyai andil dalam meningkatkan daya bersih. Ciri dari bahan aktif adalah
busanya sangat banyak.

I.5.2 Bahan Pengisi (Filler)


Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku.
Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan
bahan ini dalam campuran bahan baku deterjen semat-mata ditinjau dari aspek
ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi deterjen digunakan sodium sulfat.
Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium
pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk,
dan mudah larut dalam air.

I.5.3 Bahan Penunjang


Salah satu contoh bahan penunjang adalah soda ash atau sering disebut soda
abu yang berbentuk bubuk putih. Bahan penunjang ini berfungsi meningkatkan daya
bersih. Keberadaan bahan ini dalam campuran tidak boleh terlalu banyak karena
menimbulkan efek samping, yaitu dapat mengakibatkan rasa panas di tangan pada saat
mencuci pakaian. Bahan penunjang lain adalah STTP (sodium tripoly phosphate) yang
mempunyai efek samping yang positif, yaitu dapat menyuburkan tanaman. Dalam
kenyataannya, ada beberapa konsumen yanhg menyiramkan air bekas cucian produk
deterjen tertentu ke tanaman dan hasilnya lebih subur. Hal ini disebabkan oleh
kandungan fosfat yang merupakan salah satu unsur dalam jenis pupuk tertentu.

I.5.4 Bahan Tambahan (Aditif)


Bahan aditif sebenarnya tidak harus ada dalam proses pembuatan deterjen bubuk.
Namun demikian, beberapa produsen justru selalu mencari hal-hal baru akan bahan ini
karena justru bahan ini dapat memberi kekhususan dan nilai lebih pada produk
deterjen tersebut. Dengan demikian, keberadaan bahan aditif dapat mengangkat nilai
jual produk deterjen bubuk tersebut.
Salah satu contoh dari bahan aditif adalah carboxyl methyl cellulose (CMC). Bahan
ini berbentuk serbuk putih dan berfungsi untuk mencegah kembalinya kotoran ke
pakaian sehingga disebut “antiredeposisi”. Selain CMC, masih banyak macam dari
bahan aditif ini, tetapi pada umumnya merupakan rahasia dari tiap-tiap perusahaan.
Ini sebenarnya merupakan tantangan bagi pelaku wirausaha untuk selalu mencari bahan
aditif ini sehingga produk deterjen bubuk mempunyai nilai lebih dan berdaya saing
tinggi.

I.5.4 Bahan Pewangi (Parfum)


Parfum termasuk dalam bahan tambahan. Keberadaan parfum memegang peranan
besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk deterjen bubuk. Artinya, walaupun
secara kualitas deterjen bubuk yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi
parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk deterjen berbentuk
cairan berwarna kekuning-kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat
parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter (ml). Sebagai patokan 1 g
parfum = 1,1 ml.

Pada dasarnya, jenis parfum untuk deterjen dapat dibagi ke dalam dua jenis,
yaitu parfum umum dan parfum eksklusif. Parfum umum mempunyai aroma yang sudah
dikenal umum di masyarakat, seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya,
produsen deterjen bubuk menggunakan jenis parfum yang eksklusif. Artinya, aroma
dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya.
Kekhasan parfum eksklusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis
parfum umum.

Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan deterjen bubuk diantaranya
bouquet, deep water, alpine,dan spring flower.

Antifoam
Cairan antifoam digunakan khusus untuk pembuatan deterjen bubuk untuk mesin
cuci. Bahan tersebut berfungsi untuk meredam timbulnya busa. Persentase keberadaan
senyawa ini dalam formula sangat sedikit, yaitu berkisar antara 0,04-0,06%.
BAB II
PEMBUATAN DETERJEN

II.1 Pembuatan Deterjen

Bahan dasarnya adalah dodekil benzena. Reaksi dilakukan dalam reaktor bersisi
kaca yang dipasang dengan mixer efisien. Dodekil benzena dimasukkan ke dalam
reaktor kaca dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian
dicampurkan pada suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan
berikutnya netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40%
diluet (natrium sulfat).
Adapun pembuatan deterjen dengan berbagai jenis deterjen dilakukan sebagai
berikut :

II.1.1 Pembuatan Detergen Anionik

a. Alkil aril sulfonat.


Alkil aril sulfonat terbentuk dari sulfonasi alkil benzena, alkil benzena
mengandung inti dengan satu atau lebih rangkaian alifatik (alkil). Inti alkil
benzena bisa benzena, toluene, xylena, atau fenol. Alkil benzena yang biasa
digunakan adalah jenis DDB (deodecil benzena). Pembuatan deodecil benzena
(C6H6C12H25) dilakukan dengan alkilasi benzena dengan alkena (C12H24) dibantu
dengan katalis asam. Alkilasi benzena kemudian dilakukan reaksi Fiedel Craft.
Detergen alkil benzena yang dihasilkan melalui proses Fiedel-Craft memliki sifat
degradasi biologis yang buruk karena terdapat 300 isomer dari propilen tetramer.

b. Olefin sulfat dan sulfonat.

Diproses dengan tiga cara, yaitu :

b.1 Proses Oxo


Olefin direksikan dengan karbon monoksida dan hidrogen pada suhu 160°C sampai 175°C
dengan tekanan 100-250 atm, menghasilkan aldehida. Aldehida kemudian dihidrogenasi
dengan bantuan nikel sebagai katalis sehingga menghasilkan suatu senyawa alkohol.
Aldehida berkurang pada saat terbentuknya alkohol. Alkohol yang dihasilkan dari
proses oxo sebagian besar memiliki berat molekul kecil dibandingkan berat molekul
alkohol alami. Oxo-alkohol yang memiliki berat molekul tinggi mengalami sulfonasi.
Alkohol ini banyak digunakan untuk kosmetik dan produk cairan rumah tangga (tidak
digunakan untuk bahan dasar pembuatan detergen).

b.2 Proses Alfol ( Proses Ziegar)


Pada proses ini aluminium trietil dihilangkan dengan logam aluminium dan hidrogen
untuk menghasilkan dietilaluminium hidrida. Hidrida dihilangkan dengan etena untuk
menghasilkan 3 mol aluminium trietil. Dua pertiganya didaur ulang, sementara sisa
trietil direaksikan dengan etena untuk menghasilkan campuran berat molekul tinggi
pada aluminium alkil. Kemudian alkil aluminium dioksidasi dan dihidrolisis dengan
air untuk menghasilkan alkohol dan aluminium hidroksida.

b.3 Proses WI. Welsh


Pada proses ini alfa olefin direaksikan dengan hidrogen bromida dengan bantuan
peroksida atau cahaya ultraviolet. Alkil bromida diubah menjadi ester melalui logam
halida yang katalisasi dengan asam organik. Ester kemudian dihidrolisis
menghasilkan alkohol. Reaksinya :

II.1.2 Pembuatan Detergen Kationik

a. Amina asetat (RNH3)OOCCH3


Dihasilkan dengan menetralisasi amina lemak dengan asam asetat dan dapat larut
dalam air.

b. Alkil trimetil ammonium klorida (RN(CH3))3+Cl–


Dihasilkan dari alkilasi lengkap amina lemak atau tetriari amina dengan alkil
halida lemak. Reaksi :
1. R-NH2 + 3 CH3Cl → RN(CH2)2Cl + HCl
2. R2NH + 2 CH2Cl → R2N(CH2)2Cl + HCl

II.1.3 Detergen Nonionik

Pembuatan detergen nonionik adalah :

a. Etilen oksida
Proses pembuatannya dengan mereaksikan senyawa yang mengandung kelompok hidrofobik
dengan etilen oksida atau propilen oksida, dilakukan pada suhu 150-220°C. Hasil
yang diperoleh dinetralkan dengan 30% asam sulfur dan asam asetat glasial.

b. Amina oksida
Proses pembuatannya dengan mengoksidasi amina tetriari. d. Detergen amfoterik
Proses pembuatannya yaitu amina lemak dasar (lauril amina) direksikan dengan metil
akrilat untuk menghasilkan ester N-lemak-amino propionik. Kemudian disaponifikasi
dengan NaOH membentuk garam natrium.

II.2 Mekanisme Kerja Deterjen

Kinerja deterjen, khususnya surfaktannya, memiliki kemampuan yang unik untuk


mengangkat kotoran, baik yang larut dalam air maupun yang tak larut dalam air.
Salah satu ujung dari molekul surfaktan bersifat lebih suka minyak atau tidak suka
air, akibatnya bagian ini mempenetrasi kotoran yang berminyak. Ujung molekul
surfaktan satunya lebih suka air, bagian inilah yang berperan mengendorkan kotoran
dari kain dan mendispersikan kotoran, sehingga tidak kembali menempel ke kain.
Akibatnya warna kain akan dapat dipertahankan.
Jika kotoran berupa minyak atau lemak maka akan membentuk emulsi minyak–air dan
detergen sebagai emulgator (zat pembentuk emulsi). Sedangkan apabila kotoran yang
berupa tanah akan diadsorpsi oleh detergen kemudian mambentuk suspensi butiran
tanah-air, dimana detergen sebagai suspensi agent (zat pembentuk suspensi).

II.3. Jenis Surfaktan dan Builders

Secara umum surfaktan di bedakan menjadi 4 macam berdasarkan sifat ioniknya, yaitu:

a. Surfaktan anionik
Surfaktan ini bila terionisasi dalam air/larutan membentuk ion negatif. Surfaktan
ini banyak digunakan untuk pembuatan detergen mesin cuci, pencuci tangan dan
pencuci alat-alat rumah tangga. Surfaktan ini memiliki sifat pembersih yang
sempurna dan menghasilkan busa yang banyak. Contoh surfaktan ini yaitu, alkilbenzen
sulfonat linier, alkohol etoksisulfat, dan alkil sulfat.

b. Surfaktan nonionik
Surfaktan ini tidak dapat terionisasi dalam air/larutan sehingga surfaktan ini
tidak memiliki muatan. Dalam pembuatan detergen surfaktan ini memiliki keuntungan
yaitu tidak terpengaruh oleh keadaan air karena surfaktan ini resisten terhadap air
sadah. Selain itu juga detergen yang dihasilkan hanya menghasilkan sedikit busa.
Contohnya alkohol etoksilat.

c. Surfaktan kationik
Surfaktan ini akan terionisasi dalam air/larutan membentuk ion positif. Dalam
detergen, surfaktan ini banyak digunakan sebagai pelembut. Contohnya senyawa
amonium kuarterner.

d. Surfaktan amfoterik
Bila terionisasi dalam air/larutan akan terbentuk ion positif, ion negative atau
nonionik bergantung pada pH air/larutannya. Surfaktan ini digunakan untuk pencuci
alat-alat rumah tangga. Contoh imidazolin dan betain.

Setelah surfaktan, kandungan lain yang penting adalah penguat


(builder), yang meningkatkan efisiensi surfaktan. Builder digunakan untuk
melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral-mineral yang terlarut, sehingga
surfaktan dapat berkonsentrasi pada fungsinya. Selain itu, builder juga membantu
menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung
lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah
lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa kompleks fosfat,
natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

Namun detergen fosfat memiliki dampak negatif terhadap lingkungan. Yaitu bila
bercampur dengan air, fosfat menyebabkan masalah yang besar karena ion fosfat
merupakan makanan ganggang sehingga menimbulkan eutrofikasi.

Builder lain yang digunakan saat ini yaitu sodium perborat (NaBO2.H2O2)
dan sodium metasilikat (Na2SiO3). Builder ini tidak begitu membahayakan lingkungan
tetapi builder ini membentuk larutan kaustik yang menimbulkan iritasi pada kulit.
Ketika natrium perborat bereaksi dengan air akan membentuk sebuah basa kuat dengan
reaksi sebagai berikut :

NaBO2.H2O2 + H2O2 + H2O → NaOH + HBO2 + H2O2

Hidrogen peroksida sebagai bahan pemutih dan pengurai yang membebaskan oksigen,
reaksinya sebagai berikut :

2H2O2 → 2H2O + O2

Ketika natrium metasilikat bereaksi dengan air juga akan membentuk larutan
basa kuat, reaksinya sebagai berikut :

Na2SiO3 + H2O → 2NaOH + H2SiO3

II.4 Dampak Deterjen terhadap Lingkungan

Masalah yang ditimbulkan akibat pemakaian detergen terletak pada pemakaian


jenis surfaktan dan gugus pembentuk.

a. Akibat Surfaktan
Di dalam air, sisa detergen harus mampu mengalami degradasi (penguraian)
oleh bakteri-bakteri yang umumnya terdapat di alam. Lambatnya proses degradasi ini
mengakibatkan timbulnya busa di atas permukaan air, dalam jumlah yang makin lama
makin banyak. Hal ini disebabkan oleh bentuk struktur surfaktan yang dipakai. Jika
struktur kimia berupa rantai lurus, gugus surfaktan ini mudah diuraikan.

C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai cepat)

SO3Na

Sedangkan jika struktur berupa rantai bercabang, maka surfaktan ini sulit
dipecahkan.
C
C-C-C-C-C-C-C-C-C- (terurai lambat)
C

SO3Na

b. Akibat Gugus Pembentukan

Masalah yang ditimbulkan oleh gugus pembentuk yaitu gugus ini akan
mengalami hidrolisis yang menghasilkan ion ortofosfat.

P3O105- + 2H2O → 2HPO42- + H2PO4–

Kedua gugus ini sangat berpengaruh dalam proses eutrofikasi, yang bisa
mengakibatkan tanaman alga dan tanaman air tumbuh secara liar.

II.5 Penanggulangan Limbah Deterjen

Pada produksi surfaktan anionik digunakan H2SO4 encer dengan reaktor film
tipis. Terdapat dua macam limbah atau buangan utama yang harus diperhatikan yaitu
limbah air cucian dari pembersih bejana yang dinetralkan dan sisa SO3 yang tidak
bereaksi.

Air cucian biasanya sedikit mengandung bahan aktif permukaan anionik yang
biasanya diolah dengan proses biologi yang serupa dengan pengolahan limbah utama.
Degradasi bakterial pada kondisi aerob mengubah surfaktan anionik menjadi karbon
dioksida dan air. Limbah asam dari reactor dicuci dan dinetralisasi dengan air
kapur membentuk kalsium sulfat yang tidak larut. Gas sulfonat yang dihasilkan
dialirkan ke dalam siklon untuk memisahkan kabut asam dari gas-gas. Asam hasil
pemisahan di masukkan kembali ke aliran produknya dan bila gas itu masih mengandung
SO3 akan dilewatkan kembali ke zona reaksi. Gas cerobong yang mengandung SO2 dan
SO3mula-mula akan dilewatkan ke dalam pengendap elektrostatik untuk mengusir asam
sulfat dan asam sulfit yang mungkin terbentuk karena adanya uap dalam instalasinya.
Gas dari pengendapan akan dimasukkan ke dalam suatu penggosok arus, yang akan
bercampur dengan suatu larutan soda kaustik di dalam air. Proses ini digunakan
untuk mengusir semua residu SO2 dan SO3, sehingga dihasilkan udara bersiH
KESIMPULAN

Reaksi sulfatasi ialah reaksi pemasukan gugus –OSO3H ke dalam suatu senyawa,
sedangkan sulfonasi adalah reaksi pemasukan gugus -SO3H ke dalam suatu senyawa.
Salah satu contoh penerapan proses sulfonasi pada industri dapat ditemui dalam
industri deterjen. Proses pembuatan deterjen yang berbahan baku dodekil benzena
adalah sebagi berikut dimana dodekil benzena dimasukkan ke dalam reaktor kaca
dicampur dengan asam 22% oleum, pada suhu antara 32-46°C. Kemudian dicampurkan pada
suhu 46°C selama kurang lebih 2 jam sampai reaksi selesai. Tahapan berikutnya
netralisasi dengan NaOH yang memberikan 60% alkil aril sulfonat dan 40% diluet
(natrium sulfat).
Buerjen di Indonesia adalah Rinso dari Unilever. Produk yang dihasilkan antara lain
adalah Rinso Matic Top Load dan Rinso Matic Front Load, Rinso Cair dan Rinso Molto
Ultra Cair, Rinso Molto Ultra dan Rinso Color and Care, dan Rinso Anti Noda.
Produksi deterjen di Indonesia meningkat setiap tahunnya dan berdasarkan hasil
peramalan produksi deterjen di Indonesia pada tahun 2023 dan 2033 adalah 1164310,71
ton dan 1461060,71 ton.
DAFTAR PUSTAKA

http://ocw.usu.ac.id/course/download/4140000062-teknologi-oleokimia/tkk-
322_handout_deterjen.pdf (5 Mei 2013)
http://www.rinso.co.id/category/produk/ (5 Mei 2013)
http://www.thefreelibrary.com (5 Mei 2013)

Anda mungkin juga menyukai