Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan
sehingga kami dapat menyelesaikan Makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah
ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di
akhirat nanti.
Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian
apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang
sebesar-besarnya.
Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membimbing dalam menulis makalah ini.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Dasar peradilan dalam UUD 1945 dapat ditemukan dalam pasal 24 yang
menyebutkan:
(1) Kekuasaan kehakiman dilakukan oleh sebuah Mahkamah Agung dan lain-
lain badan kehakiman menurut undang-undang.
(2) Susunan dan kekuasaan badan-badan kehakiman itu diatur dengan undang-
undang.
Sebagai pelaksanaan Pasal 24 UUD 1945, dikeluarkanlah Undang-
undang Nomor 14 Tahun Tahun 1970 tentang Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman. Dalam Pasal 10 ayat (1) disebutkan bahwa kekuasaan kehakiman
dilakukan oleh pengadilan dalam lingkungan:
a. Peradilan Umum;
b. Peradilan Agama;
c. Peradilan Militer;
d. Peradilan Tata Usaha Negara.
1
dibiarkan begitu saja. Disamping itu, juga diperlukan sarana hukum untuk
memberikan perlindungan hukum bagi rakyat.
Dengan diberlakukannya Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU
No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan
Pasal 144 dapat disebut Undang-undang Peradilan Administrasi Negara,
maka dewasa ini perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas
perbuatan yang dilakukan oleh penguasa dapat dilakukan melalui 3 badan,
yakni sebagai berikut:
a. Badan Tata Usaha Negara, dengan melalui upaya administratif.
b. Peradilan Tata Usaha Negara, berdasarkan Undang-undang Nomor 5
Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tara Usaha
Negara (PTUN).
c. Peradilan Umum, melaui Pasal 1365 Kitab Undang-undang Hukum
Perdata (KUHPerdata).
Melihat betapa pentingnya peran Peradilan Tata Usaha negara dalam
menciptakan Negara Indonesi ayang adil dan sejahtera, pemakalah tertarik
untuk membahas lebih dalam mengenai Peradilan Tata Usaha Negara di
Indonesia dengan membuat makalah yang berjudul: “Peradilan Tata Usaha
Negara”
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa tujuan didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana PTUN menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan
TUN?
C. TUJUAN
1. Apa tujuan didirikannya Pengadilan Tata Usaha Negara?
2. Bagaimana PTUN menyelesaikan sengketa yang terjadi di lingkungan
TUN?
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
3) Kebenaran dalam mengetahui fakata-fakta tentang hubungan-hubungan
yang sesungguhnya terjadi sehingga tidak ada penambahan atau
pengurangan maupun penggelapan daripadanya.
4) Kebenaran di dalam memberikan penilaian terhadap fakta-faktanya
terhdap norma-norma hukum yang berlaku.
5) Demikian empat kebenaran yang harus diperhatikan dalam rangka
mencapai keadilan.
4
jantungnya peraturan hukum. Kita menyebutnya demikian oleh karena;
pertama, ia merupakan landasan yang paling luas bagi lahirnya suatu
peraturan hukum, bahwa peraturan-peraturan hukum itu pada akhirnya bisa
dikembalikan kepada asas-asas tersebut. Kecuali disebut landasan, asas
hukum ini layak disebut sebagai alasan lahirnya peraturan hukum, atau
merupakan ratio legis dari peraturan hukum. Selanjutnya Satjipto Rahardjo
menambahkan bahwa dengan adanya asas hukum, hukum itu bukan sekedar
kumpulan peraturan-peraturan, maka hal itu disebabkan oleh karena asas itu
mengandung nilai-nilai dan tuntutan-tuntutan etis.
Paul Scholten sebagaimana dikutip oleh Bruggink memberikan definisi
asas hukum adalah pikiran-pikiran dasar yang terdapat di dalam dan di
belakang sistem hukum masing-masing dirumuskan dalam aturan-aturan
perundang-undangan dan putusan-putusan hakim, yang berkenaan dengannya
ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan individual dapat dipandang
sebagai penjabarannya.
Dengan didasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku, maka
secara garis besarnya kita dapat menggali beberapa asas hukum yang terdapat
dalam Hukum Acara Peradilan tata Usaha Negara:
1. Asas Praduga rechtmatig. (Pasal 67 ayat (1) UU PTUN)
2. Asas gugatan pada dasarnya tidak dapat menunda pelaksanaan keputusan
tata usaha negara (KTUN) yang dipersengketakan. (Pasal 67 ayat 1 dan
ayat 4 huruf a)
3. Asas para pihak harus didengar .
4. Asas penyelenggaraan kekuasaan kehakiman yang merdeka (Pasal 24
UUD 1945 jo Pasal 4 UU 14/1970)
5. Asas peradilan dilakukan dengan sederahana, cepat, dan biaya ringan
(Pasal 4 UU 14/ 1970)
6. Asas hakim aktif. Sebelum dilakukan pemeriksaan terhadap pokok
sengketa hakim mengadakan rapat permusyawaratan untuk menetapkan
apakah gugatan dinyatakan tidak diterima atau tidak berdasar yang
dilengakapi dengan pertimbangan-pertimbangan (Pasal 62 UU PTUN),
dan pemeriksaan persiapan untuk mengetahui apakah gugatan penggugat
5
kurang jelas, sehingga penggugat perlu untuk melengkapinya (Pasal 63
UU PTUN). Dengan demikian asas ini memberikan peran kepada hakim
dalam proses persidangan guna memperoleh suatu kebenaran materil dan
untuk itu UU PTUN mengarah kepada pembuktian bebas .Bahkan, jika
dianggap perlu untuk mengatasi kesulitan penggugat memperoleh
informasi atau data yang diperlukan, maka hakim dapat memerintahkan
badan atau pejatan TUN sebagai pihak tergugat itu untuk memberikan
informasi atau yang diperlukan itu (Pasal 85 UU PTUN).
7. Asas sidang terbuka untuk umum. (Pasal 17 dan Pasal 18 UU 14/1970 jo
Pasal 70 UU PTUN).
8. Asas peradilan berjenjang. Jenjang peradilan dimulai dari tingkat yang
terbawah yaitu Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN), kemudian
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN), dan puncaknya adalah
Mahkamah Agung (MA). Dengan dianutnya asas ini, maka kesalahan
dalam keputusan pengadilan yang lebih rendah dapat dikoreksi oleh
Pengadilan yang lebih tinggi. Terhadap putusan yang belum mempunyai
kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum banding kepada PT
TUN dan kasasi kepada MA. Sedangkan terhadap putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap dapat diajukan upaya hukum
permohonan peninjuan kembali kepada MA.
9. Asas pengadilan sebagai upaya terakhir untuk mendapatkan keadilan.
(Pasal 78 dan pasal 79 UU PTUN).
10. Asas Obyektivitas.
6
kewenangan pengadilan untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi
atau pokok sengketa.
a. Kompetensi Relatif
Kompetensi relatif suatu badan pengadilan ditentukan oleh batas daerah
hukum yang menjadi kewenangannya. Suatu badan pengadilan
dinyatakan berwenang untuk memeriksa suatu sengketa apabila salah satu
pihak sedang bersengketa (Penggugat/Tergugat) berkediaman di salah
satu daerah hukum yang menjadi wilayah hukum pengadilan itu.
Pengaturan kompetensi relatif peradilan tata usaha negara terdapat dalam
Pasal 6 dan Pasal 54 :
Pasal 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun 2004 menyatakan :
(1) Pengadilan Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Kabupaten/Kota, dan daerah hukumnya meliputi wilayah
Kabupaten/Kota.
(2) Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara berkedudukan di ibukota
Provinsi dan daerah hukumnya meliputi wilayah Provinsi.
Untuk saat sekarang PTUN masih terbatas sebanyak 26 dan
Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT.TUN) ada 4 yaitu PT.TUN
Medan, Jakarta, Surabaya dan Makasar di seluruh wilayah Indonesia,
sehingga PTUN wilayah hukumnya meliputi beberapa kabupaten dan kota.
Seperti PTUN Medan wilayah hukumnya meliputi wilayah provinsi
Sumatera Utara dan PT.TUN wilayah hukumnya meliputi provinsi-
provinsi yang ada di Sumatera.
Adapun kompetensi yang berkaitan dengan tempat kedudukan atau
tempat kediaman para pihak, yakni pihak Penggugat dan Tergugat.
Dalam Pasal 54 UU No. 5 Tahun 1986 UU No. 9 Tahun 2004
menyebutkan gugatan dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan
(domisili) tergugat. Apabila tergugatnya lebih dari satu, maka gugatan
dapat diajukan keapda PTUN dari tempat kedudukan salah satu tergugat.
Gugatan juga dapat diajukan melalui PTUN tempat kedudukan penggugat
untuk diteruskan kepada PTUN tempat kedudukan (domisili) dari tergugat.
PTUN Jakarta, apabila penggugat dan tergugat berdomisili di laur negri.
7
Sedangkan apabila tergugat berkedudukan di dalam negeri, maka gugatan
dapat diajukan kepada PTUN tempat kedudukan tergugat.
b. Kompetensi Absolut
Kompetensi absolut berkaitan dengan kewenangan Peradilan Tata
Usaha Negara untuk mengadili suatu perkara menurut obyek, materi atau
pokok sengketa. Kompetensi absolut PTUN adalah sengketa tata usaha
negara yang timbul dalam bidang Tata Usaha Negara antara orang atau
Badan Hukum Perdata dengan Badan atau Pejabat tata usaha negara, baik
di pusat maupun di daerah, sebagai akibat dikeluarkannya Keputusan tata
usaha negara, termasuk sengketa kepegawaian berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku (Pasal 1 angka 4 UU No. 5 Tahun
1986 jo UU No. 9 Tahun 2004).
8
“Suatu penetapan tertulis yang dikeluarkan oleh Badan atau Pejabat tata
usaha negara yang berisi tindakan hukum tata usaha negara yang berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku yang bersifat konkret, individual,
final, yang menimbulkan akibat hukum bagi Seseorang atau Badan Hukum
Perdata.
9
tersangkut dengan keputusan itu seharusnya tidak sampai pada
pengambilan atau tidak pengambilan keputusan tersebut.
b. Tergugat
Dalam Pasal 1 angka 6 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004 menyebutkan pengertian Tergugat adalah badan atau pejabat tata
usaha negara yang mengeluarkan keputusan berdasarkan wewenang
yang ada padanya atau yang dilimpahkan kepadanya, yang digugat
oleh orang atau badan hukum perdata.
Yang dimaksud dengan badan atau pejabat tata usaha negara
menurut Pasal 1 angka 2 UU No. 5 Tahun 1986 jo UU No. 9 Tahun
2004 disebutkan, “Badan atau Pejabat tata usaha negara adalah pejabat
yang melaksanakan urusan pemerintah berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”.
10
tata usaha Negara tersebut harus diselesaikan melalui upaya administratif
yang tersedia.
2) Pengadila baru berwenang memeriksa, memutuskan, dan menyelesaikan
sengketa tata usaha Negara sebagaimana dimaksud dalam ayat 1, jika
selutuh upaya administratif yang bersangkutan telah digunakan.
Dengan demikian upaya administatif itu merupakan prosedur yang
digunakan dalam suatu peraturan perundang-undangan untuk
menyelesaiakan sengketa TUN yang dilakssanakan di lingkungan
pemerintah sendiri (bukan oleh peradilan yang bebas).yang terdiri dari
prosedur keberatan dan prosedur banding administratif.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Indonesia sebagai Negara Hukum, menjamin hak Asasi Manusia tiap-tiap
penduduknya. termasuk dalam hal administrasi Negara. Pemerintah sebagai
aparat yang melaksanakan kegiatan administrasi di Negara ini, tidak
menutup kemungkinan untuk melakukan penyelewengan-penyelewengan
kekuasaan, sehingga merugikan masyarakat Indonsia. Untuk itu,
Pemerintah berdasarkan Undang-undang Nomor 5 Tahun 1986 jo UU No.
9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara yang berdasarkan Pasal
144 diberikan perlindungan hukum terhadap warga masyarakat atas
perbuatan yang dilakukan oleh penguasa.
2. Sengketa tata usaha Negara yang terjadi di lingkungan administrasi, baik
itu sengketa intern, yang menyangkut persoalan kewenangan pejabat TUN
yang disengketakan dalam satu departemen atau suatu departemen dengan
departemen yang lain dan sengketa ekstern yakni perkara administrasi yang
menimbulkan sengketa antara administrasi Negara dengan rakyat. Maka,
sengketa ini diselesaikan melalui upaya administrative, yang mana upaya
administratif in berdasarkan penjelasan Pasal 48 disebutkan bahwa itu
merupakan suatu prosedur yang ditempuh oleh seseorang atau badan
hokum yang merasa tidak puas terhadap suatu Keputusan Tata Usaha
Negara.
B. Saran
Untuk menciptakan Negara Indonesia yang dapat menjamin kemakmuran
dan kesejahteraan rakyatnya, hendaknya kinerja dari Pengadilan Tata Usaha
Negara ini lebih ditingkatkan. Mengingat saat ini, keberadaan Pengadilan Tata
Usaha Negara kurang begitu menjadi sorotan masyarakat, padahal
penyelewengan-penyelewengan yang dilakukan oleh aparat pemerintahan
sering terjadi, yang tentunya penyelewengan-penyelewengan itu merugikan
masyarakat luas.
12
Dan diharapkan pula pada pemerintah, agar dalam melaksanakan
kewajibannya dalam hal administrasi Negara agar lebih jujur dan bersih,
sehingga Negara Indonesia ini menjadi Negara yang mendapat ancungan
jempol dari Negara-negara berkembang lainnya.
13