Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH

TEKNOLOGI BAHAN ALAM


STANDARISASI PEMERIKSAAN MUTU SIMPLISIA

Penyusun :
1. Mahatir Farhan
2. Ni Nyoman Ani
3. Novitria Puspita
4. Putri Era Santi
5. Rara Rista Putri
6. Retno Anggraeni
7. Rizki Purnama Sari
8. Robiyun
10. Sukardi
11. Sukma Romadhon
12. Umu Wafika Rohmah
13. Via Indri Lestari

Fakultas Kedokteran
Program Stadi S1 Farmasi
Universitas Malahayati Bandar Lampung
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT, karena atas ridho dan
karuniaNya lah kami dapat menyelesaikan Makalah Teknologi Bahan Alam ini
dengan baik.

Dalam penyusunan makalah ini kami mengalami kesulitan dan kendala yang
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan, pengetahuan, dan wawasan kami.
Namun berkat keyakinan, keinginan, dan usaha dengan sungguh-sungguh
hambatan tersebut dapat diatasi.

Kami menyadari bahwa kami sebagai manusia tidaklah sempurna dalam


pembuatan makalah ini. Dengan demikian, kami berharap dengan dibuatnya
makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan khususnya untuk kami. Makalah
ini ditujukan untuk memenuhi tugas kami dalam mata kuliah Teknologi Bahan
Alam..

Tidak lupa kami berterimakasih kepada rekan-rekan yang telah saling membantu
dalam proses pembuatan makalah ini.

Bandar lampung, 9 Oktober 2018

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar
Daftar Isi

BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang ..........................................................................
1.2 Rumusan masalah ....................................................................
1.3 Tujuan ......................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Dasar Teori ..............................................................................
2.2 Standarisasi Simplisia ..............................................................
2.3 Standarisasi Ekstrak .................................................................
2.4 Parameter Non Spesifik ...........................................................
2.5 Metode Destilasi ......................................................................
2.6 Mwtode Grafimetri ..................................................................
2.7 Cemaran Mikroba ....................................................................
2.8 Parameter Spesifik ...................................................................

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan ................................................................................

Daftar Pustaka

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu Negara yang kaya akan keanekaragaman


hayati terutama tumbuh-tumbuhan. Ada lebih dari 30.000 jenis tumbuhan yang
terdapat di bumi Nusantara ini, dan lebih dari 1000 jenis telah diketahui dapat
dimanfaatkan untuk pengobatan. Pada era globalisasi ini obat bahan alam baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar negeri sangat pesat
perkembangannya, dengan demikian agar produk-produk herbal tersebut dapat
terjaga kualitas dan khasiatnya maka diperlukan suatu standarisasi baik pada
bahan baku ataupun dalam bentuk sediaan ekstrak. Beberapa negara baik di
Eropa, Asia, dan Amerika telah menetapkan beberapa standar terhadap bahan
baku produk herbal ini, bahkan WHO juga telah menetapkan standar terhadap
beberapa tanaman yang biasa digunakan sebagi bahan baku obat / produk herbal.
Beberapa contoh jenis standar yang dimaksud adalah BHP (British Herbal
Pharmacopoeia), USP (United States Pharmacopoeia), JSHM (Japanese
Standards For Herbal Medicines), API (The Ayurvedic Pharmacopoeia of India),
WHO's Guidelines For Medicinal Plant Materials.

Melihat jumlah simplisia yang semakin banyak digunakan sebagai bahan baku
dalam pembuatan obat tradisional atau obat bahan alam, maka untuk menjamin
bahwa kualitas herbal sama pada setiap produksinya dan memenuhi standar
minimal harus dilakukan standarisasi terhadap bahan baku tersebut, baik yang
berupa serbuk simplisia maupun yang berbentuk ekstrak. Persyaratan mutu
ekstrak terdiri dari berbagai parameter standar umum dan parameter standar
spesifik. Dengan standarisasi, pemerintah melakukan fungsi pembinaan dan
pengawasan serta melindungi konsumen untuk tegaknya trilogi “mutu, keamanan
dan manfaat”. Standarisasi juga menjamin mahwa produk akhir mempunyai nilai
parameter tertentu yang konstan dan ditetapkan (dirancang dalam formula)
terlebih dahulu.

B. Rumusan Masalah
a. Apakah yang dimaksud standarisasi
b. Apakah yang dimaksud standarisasi simplisia?
c. Apa saja yang termasuk kedalam parameter standarisasi simplisia?
d. Apakah yang dimaksud standarisasi ekstrak?
e. Apa saja yang termasuk ke dalam parameter standarisasi ekstrak?
C. Tujuan
f. Untuk mengetahui tentang simplisia dan standarisasinya.
g. Untuk mengetahui tentang simplisia dan standarisasinya.
h. Untuk mengetahui tentang parameter standarisasi simplisia.
i. Untuk mengetahui tentang ekstrak dan standarisasinya.
j. Untuk mengetahui tentang parameter standarisasi ekstrak.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Dasar Teori

Standarisasi

Serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya


merupakan unsur – unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi).

Tujuan dari standarisasi adalah konsisteni produk dari batch ke batch,


jumlah ekstrak per unit donis, indikasi adanya kehilangan atau degradasi selama
proses produksi, dan mencegah pemalsuan simplisia.

Keuntungan yang diperoleh konsumen dengan adanya standarisasi adalah


kandungan aktif dalam produk konstan sehingga tujuan terapi tercapai. Sedangkan
keuntungan bagi produsen adalah proses produksi lebih efektif, dipercaya, dan
meminimalkan kesalahan dan kerugian. Selain memiliki keuntungan, dalam
melakukan standarisasi juga ditemukan kendala yaitu, susah dilakukan untuk obat
dengan efek farmakologi tidak terukur misalnya antioksidan, butuh biaya besar,
butuh peralatan dan keahlian khusus, zat aktif tidak diketahui dan senyawa standar
tidak tersedia.

2.2 Standarisasi Simplisia

Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai bahan obat,


kecuali dinyatakan lain berupa bahan yang telah dikeringkan. Simplisia terdiri dari
simplsia nabati, hewani dan mineral. Simplisia nabati adalah simplisia yang
berupa tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Yang di maksud
eksudat tanaman adalah isi sel yang secara spontan keluar dari selnya atau zat –
zat nabati lainnya yang dengan cara tertentu dipisahkan dari tanamannya.
Simplisia hewani adalah simplisia yang berupa hewan utuh atau zat-zat yang
berguna yang dihasilkan oleh hewan dan belum berupa zat kimia murni.
Untuk menjamin keseragaman senyawa aktif, keamanan maupun kegunaan
simplisia harus memenuhi persyaratan minimal untuk standardisasi simplisia.
Standardisasi simplisia mengacu pada tiga konsep antara lain sebagai berikut:

1. Simplisia sebagai bahan baku harus memenuhi 3 parameter mutu umum


(nonspesifik) suatu bahan yaitu kebenaran jenis (identifikasi), kemurnian,
aturan penstabilan (wadah, penyimpanan, distribusi)
2. Simplisia sebagai bahan dan produk siap pakai harus memenuhi trilogi
Quality-Safety-Efficacy
3. Simplisia sebagai bahan dengan kandungan kimia yang berkontribusi
terhadap respon biologis, harus memiliki spesifikasi kimia yaitu
komposisi (jenis dan kadar) senyawa kandungan (Depkes RI, 1985).

Kontrol kualitas merupakan parameter yang digunakan dalam proses


standardisasi suatu simplisia. Parameter standardisasi simplisia meliputi parameter
non spesifik dan spesifik.Parameter nonspesifik lebih terkait dengan faktor
lingkungan dalam pembuatan simplisia sedangkan parameter spesifik terkait
langsung dengan senyawa yang ada di dalam tanaman. Penjelasan lebih lanjut
mengenai parameter standardisasi simplisia sebagai berikut:

1. Kebenaran simplisia

Pemeriksaan mutu simplisia dilakukan dengan cara organoleptik,


makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan organoleptik dan makroskopik
dilakukan dengan menggunakan indera manusia dengan memeriksa kemurnian
dan mutu simplisia dengan mengamati bentuk dan ciri-ciri luar serta warna dan
bau simplisia.Sebaiknya pemeriksaan mutu organoleptik dilanjutkan dengan
mengamati ciri-ciri anatomi histologi terutama untuk menegaskan keaslian
simplisia.

2. Parameter non spesifik

Parameter non spesifik meliputi uji terkait dengan pencemaran yang


disebabkan oleh pestisida, jamur, aflatoxin, logam berat, penetapan kadar abu,
kadar air, kadar minyak atsiri, penetapan susut pengeringan.
- Parameter spesifik
Parameter ini digunakan untuk mengetahui identitas kimia dari
simplisia.Uji kandungan kimia simplisia digunakan untuk menetapkan kandungan
senyawa tertentu dari simplisia.Biasanya dilkukan dengan analisis kromatografi
lapis tipis (Depkes RI, 1985).
Standarisasi simplisia harus dilakukan pada setiap tahap penyiapan
simplisia. Meliputi penyiapan bibi, budidaya sampai dengan proses pemanenan
dan penanganan pasca panen (pengeringan). Standarisasi dapat dilakukan melalui
penerapan teknologi yang tervalidasi pada proses menyeluruh yang meliputi
penyediaan bibit unggul (pre farm), budi daya tanaman obat (off farm), ekstraksi,
formulasi, uji klinik serta produksi.

1. Pre-Farm
Teknologi produksi benih / bibit unggul tumbuhan obat, secara
konvensional ataupun bioteknologis.
2. On-Farm
Teknologi budidaya tumbuhan obat yang mengacu pada GAP
3. Off-Farm
Teknologi panen yang memperhatikan kandungan senyawa aktif
berkhasiat obat maupun parameter kualitas lainnya yang dipersyaratkan.
a. Teknologi pasca panen / pengolahan yang menghasilkan simplisia
yang memenuhi persyaratan.
b. Teknologi ekstrak standar untuk mendapatkan ekstrak yang
tervalidasi kandungan senyawa aktif.
c. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat pre klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Herbal Terstandar).
d. Teknologi pengujian khasiat dan toksisitas pada tingkat klinik
yang memenuhi persyaratan validitas (Fitofarmaka).
2.3 Standarisasi Ekstrak

Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
diperoleh diperlukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
Standardisasi ekstrak tidak lain adalah serangkaian parameter yang dibutuhkan
sehingga ekstrak persyaratan produk kefarmasian sesuai dengan persyaratan yang
berlaku.

Ekstrak terstandar berarti konsistensi kandungan senyawa aktif dari setiap


batch yang diproduksi dapat dipertahankan, dan juga dapat mempertahankan
pemekatan kandungan senyawa aktif pada ekstrak sehingga dapat mengurangi
secara signifikan volume permakaian per dosis, sementara dosis yang diinginkan
terpenuhi, serta ekstrak yang diketahui kadar senyawa aktifnya ini dapat
dipergunakan sebagai bahan pembuatan formula lain secara mudah seperti sediaan
cair , kapsul, tablet, dan lain-lain.

2.4 Parameter Non Spesifik


- Susut Pengeringan

Susut pengeringan merupakan pengukuran sisa zat setelah pengeringan pada


temperatur 105oC selama 30 menit atau sampai konstan, yang dinyatakan dalam
porsen. Dalam hal khusus (jika bahan tidak mengandung minyak menguap/atsiri
dan sisa pelarut organik) identik dengan kadar air, yaitu kandungan air karena
berada di atmosfer/lingkungan udara terbuka (Depkes RI, 2000).

Langkah – Langkah Pengukuran Susut Pengeringan:

1) Ekstrak diratakan dalam botol timbang hingga setinggi ± 5-10 mm


2) Ekstrak ditimbang sebanyak 1-2 gram dalam botol timbang yang sebelumnya
dipanaskan pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara
3) Masukkan dalam desikator hingga suhu kamar, kemudian masukkan kedalam
ruang pengering, keringkan pada suhu 105°C hingga bobot tetap
4) Hitung Susut Pengeringan.
- Bobot Jenis
Parameter bobot jenis ekstrak merupakan parameter yang mengindikasikan
spesifikasi ekstrak uji. Parameter ini penting, karena bobot jenis ekstrak
tergantung pada jumlah serta jenis komponen atau zat yang larut didalamnya
(Depkes RI, 2000).
Langkah – Langkah Pengukuran Bobot Jenis:

1. Hitung bobot piknometer dan bobot air yang baru dididihkan pada suhu 25°C.

2. Atur suhu ekstrak ± 20°C, masukkan dalam piknometer. Atur suhu piknometer
hingga 25°C, buang kelebihan ekstrak cair yang ditimbang.

3.Kurangkan bobot piknometer kosong dari berat piknometer yang telah disini.
Bobot jenis ekstrak adalah hasil yang diperoleh dengan membagi bobot ekstrak
dengan bobot air dalam piknometer suhu 25°C

- Kadar air

Kadar air adalah banyaknya hidrat yang terkandung zat atau banyaknya air yang
diserap dengan tujuan untuk memberikan batasan minimal atau rentang tentang
besarnya kandungan air dalam bahan (Depkes RI, 2000).
Menggunakan Metode Titrasi, Destilasi dan Gravimetri.
1.Metode Titrasi
2. Masukkan ± 20 ml metanol P ke labu titrasi
3.Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer hingga titik akhir tercapai
4.Masukkan zat dengan cepat yang telah ditimbang seksama yang diperkirakan
mengandung 10 – 50 mg air kedalam labu titrasi, aduk selama 1 menit
5. Titrasi dengan pereaksi Karl Fischer yang telah diketahui kesetaraan airnya
6. Hitung jumlah air dalam mg dengan rumus V × F, V adalah volume pereaksi
Karl Fischer pada titrasi kedua, F adalah Faktor Kesetaraan air
2.5 Metode Destilasi

1. Masukkan ekstrak yang telah ditimbang seksama yang mengandung 2-4 ml air
kedalam labu kering
2. Masukkan ± 200 ml toluen kedalam labu. Hubungkan alat. Tuang toluen
melalui alat pendingin. Panaskan labu selama 15 menit
3. Setelah toluen mulai mendidih, suling dengan kecepatan ± 2 tetes per detik,
hingga sebagian air tersuling, kemudian naikkan kecepatan penyulingan hingga 4
tetes per detik.
4. Setelah semua air tersuling, cuci bagian dalam pendingin dengan toluen.
Lanjutkan penyulingan selama 5 menit. Dinginkan tabung hingga suhu kamar.
5. Setelah air dan toluen memisah sempurna, baca volume air. Hitung kadar air
dalam persen. %Kadar air = (V/W) x 100%

2.6 Metode Gravimetri


1.Masukkan ± 10 gram ekstrak dan timbang dalam wadah yang telah ditara.
Keringkan dalam suhu 105°C selama 5 jam dan ditimbang
2. Lanjutkan pengeringan dan timbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara
2 penimbangan berturut – turut tidak lebih dari 0,25%
- Kadar abu
Parameter kadar abu merupakan pernyataan dari jumlah abu fisiologik bila
simplisia dipijar hingga seluruh unsur organik hilang. Abu fisiologik adalah abu
yang diperoleh dari sisa pemijaran (Depkes RI, 2000).

Langkah – Langkah pengukuran kadar abu:


1) Penetapan Kadar Abu
1. Pijarkan krus silikat
2. Gerus ekstrak, timbang seksama 2-3 gram ekstrak
3. Masukkan ekstrak kedalam krus silikat, ratakan
4.Pijarkan perlahan hingga arang habis, dinginkan lalu timbang
5. Jika arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air panas
6. Saring melalui kertas saring bebas abu
7. Pijarkan sisa kertas dan kertas saring dalam krus yang sama
8. Masukkan filtrat kedalam krus, uapkan
9. Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
3. 10. Hitung kadar abu terhadap bahan yang dikeringkan di udara

2) Penetapan Kadar Abu yang tidak larut dalam asam


1. Didihkan abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu
dalam 25 ml asam sulfat encer P selama 5 menit
2. Kumpulkan bagian yang tidak larut dalam krus
3. Saring melalui kertas saring bebas abu
4. Cuci dengan air panas
5. Pijarkan hingga bobot tetap, timbang
6. Hitung kadar abu yang tidak larut dalam asam terhadap
bahan yang telah dikeringkan
- Sisa Pelarut
Menentukan kandungan sisa pelarut tertentu yang mungkin terdapat dalam ekstrak
dengan kromatografi gas.
Langkah – Langkah:
1. Timbang 2 gram ekstrak etanol, larutkan dalam 25 mL air
2. Masukkan dalam labu destilasi
3. Atur suhu destilat 78,5°C
4. Lakukan destilasi hingga selesai
5. Tambahkan aquadest 25 ml, tetapkan bobot jenis cairan pada suhu 25°C
6. Hitung bobot jenis dan cocokkan pada tabel alkoholmetrik

-Residu Pestisida

Prinsip dalam metode ini adalah untuk menentukan sisa kandungan pestisida yang
mungkin saja pernah ditambahkan atau mengkontaminasi pada bahan simplisia
pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000). Tujuannya memberikan jaminan bahwa
ekstrak tidak mengandung pestisida melebihi nilai yang ditetapkan karena
berbahaya (toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000) Metode : KLT dan
kromatografi gas cair.

- Jika kandungan kimia pengganggu analisis yang besifat non polar relatif kecil
seperti pada ekstrak yang diperoleh dengan penyari air atau etanol berkadar
kurang dari 20% menggunakan metode KLT secara langsung tanpa melalui tahap
pembersihan lebih dahulu atau menggunakan kromatografi gas jika tidak terdapat
kandungan kimia dengan unsur N (klorofil, alkaloid dan amina non polar lain)

- Ekstrak yang diperoleh dengan pelarut etanol berkadar tinggi dan tidak
mengandung senyawa nitrogen non polar bisa menggunakan metode KLT atau
kromatografi gas secara langsung tanpa pembersihan
- Jika tidak dapat dilakukan karena banyaknya kandungan kimia pengganggu
dapat dilakukan pengujian sesuai metode baku.
- Agar memudahkan penelusuran kembali jika ada masalah analisis dapat
dilakukan penomoran dan perincian terhadap analisis disesuaikan dengan buku
aslinya.

2.7 Cemaran Mikroba


Prinsip dari metode ini adalah untuk menentukan (identifikasi) adanya
mikroba yang pathogen secara analisis mikrobiologis ( Depkes RI, 2000).
Tujuannya adalah memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung
mikroba patogen dan tidak mengandung mikroba non patogen melebihi batas
yang ditetapkan karena berpengaruh terhadap kestabilan ekstrak dan berbahaya
(toksik) bagi kesehatan (Depkes RI, 2000).
Metode ALT dan uji nilai duga terdekat (MPN) coliform.

-ALT (Angka Lempeng Total) digunakan untuk mengetahui jumlah mikroba yang
ada pada suatu sampel. Uji Angka Lempeng Total (ALT) dan lebih tepatnya ALT
aerob mesofil setelah cuplikan diinokulasikan pada media lempeng agar dengan
cara tuang dan diinkubasi pada suhu yang sesuai.

1.Media yang digunakan : PCA (Plate Count Agar)


2.Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid), FCDSLP (Fluid Casein
Digest Soy Lecihitin Polysorbate), Parafin cair (Minyak mineral), Tween 80 dan
20.
3.Peralatan khusus : Stomacher (blender) dan Alat hitung koloni

Langkah-langkah :
1. Siapkan 5 tabung atau lebih yang telah diisi dengan 9 ml pengenceran PDF.
2. Hasil homogenisasi dipipet pengenceran 10-1 sebanyak 1 ml ke dalam tabung
yang berisi pengenceran PDF pertama hingga pengenceran 10-2 , dikocok hingga
homogen.
3. Buat pengenceran selanjutnya hingga 10-6 atau sesuai dengan yang diperlukan.
4. Setiap pengenceran dipipet 1 ml ke dalam cawan petri dan dibuat duplo.
5. Tiap cawan petri dituangkan 15-20 ml media PCA (45±1o C), cawan petri
digoyang dan diputar hinggan suspense tersebar merata.
6.Untuk mengetahui sterilitas media dan pengencer dibuat uji blangko (kontrol).
7. Satu cawan hanya diisi 1 ml pengenceran dan media agar, dan cawan yang lain
diisi pengencer dan media.
8. Setelah media memadat, cawan petri diinkubasi pada suhu 35-37o C selama 24-
48 jam dengan posisi terbalik.
9. Jumlah koloni yang tumbuh diamati dan dihitung.

- Uji Nilai Duga Terdekat (MPN) Coliform

Adalah pertumbuhan bakteri coliform setelah cuplikan diinokulasikan pada media


cair yang sesuai, adanya reaksi fermentasi dan pembentukan gas di dalam tabung
durham.
a.Pereaksi yang digunakan : PDF (Pepton Dilution Fluid), MCB (Mac Conkey
Broth), BGLB (Brilliant Green Lactose Bile Broth, EMBA (Eosin Methylene
Blue Agar), VRBA (Violet Red Billie Agar), Methyl Red-Voges Proskauer (MR-
VP) Medium, Trypton Broth, Simmon’s Citrate Agar, Nutrient Agar
b.Peralatan : Stomacher atau blender atau cawan mortar, pipet ukur, tabung
durham.
Langkah-langkah:
1.Siapkan 5 tabung reaksi berisi 9 ml PDF.
2.Hasil homogenisasi pada penyiapan dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam
tabung PDF pertama diperoleh suspense dengan pengenceran 10-2, dikocok
sampai homogen.
3.Dibuat pengenceran selanjutnya hingga 10-6
- Uji Prakiran
1.Siapkan 3 tabung berisi 9 ml MCB yang dilengkapi tabung durham.
2.Tiap tabung dimasukkan 1 ml suspense pengenceran, kemudian diinkubasi pada
suhu 37o C selama 24-48 jam.
3.Setelah 24 jam dicatat dan diamati adanya gas yang terbentuk didalam tiap
tabung, kemudian inkubasi dilanjutkan hinggan 48 jam dan dicatat tabung-tabung
yang menunjukkan gas positif.

- Uji Konfirmasi
1.Tabung yang menunjukkan uji prakiraan positif dipindahkan 1 sengkelit ke
dalam tabung berisi 10 ml BGLB yang telah dilengkapi tabung durham.
2.Seluruh tabung diinkubasi pada suhu 37o C selama 24-48 jam, dilakukan
pengamatan terhadap pembentukan gas.
3.Jumlah tabung yang positif gas dicatat dan hasil pengamatan tersebut dirujuk ke
table Nilai Duga Terdekat (NDT)/ Minimal Presumtif Number (MPN), angka
yang diperoleh pada table MPN menyatakan jumlah bakteri coliform dalam tiap
gram.

a.Cemaran Kapang, Khamir dan aflatoksin


Prinsip dari metode ini adalah menentukan adanya jamur secara mikrobiologis
dan adanya aflatoksin dengan KLT (Depkes RI, 2000). Tujuannya untuk
memberikan jaminan bahwa ekstrak tidak mengandung cemaran jamur melebihi
batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas ekstrak dan aflatoksin
yang berbahaya bagi kesehatan (Depkes RI, 2000)

b.Uji Angka Kapang dan Khamir


Adalah pertumbuhan kapang dan khamir setelah diinokulasikan pada media yang
sesuai dan diinkubasikan pada suhu 20-25ºC.
- Pereaksi/Media Khusus: Potato Dextrose Agar (PDA), Czapek Dox Agar
(CDA) atau Malt Agar, Air suling Agar 0,05% (ASA), Kloramfenikol 100
mg/liter media.
- Peralatan : Lemari aseptic, Stomacher atau blender, Pipet ukur mulut lebar.
Langkah-langkah:
1.Siapkan 3 buah tabung yang masing-masing telah diisi 9 ml ASA.
2.Dipipet 1 ml pengenceran 10-1 ke dalam tabung ASA pertama hinggan diperoleh
pengenceran 10-2 , dan dikocok sampai homogen, dibuat pengenceran selanjutnya
hingga 10-4.
3.Dari masing-masing pengenceran dipipet 0,5 ml, dituangkan pada permukaan
PDA, segera digoyang sambil diputar agar suspense tersebar merata dan dibuat
duplo.
4.Untuk mengetahui sterilitas media dan pengenceran, dilakukan uji blangko, ke
dalam satu cawan petri dituangkan media dan dibiarkan memadat.
5.Ke dalam cawan petri lainnya dituangkan media dan pengencer, kemudian
dibiarkan memadat. Seluruh cawan petri diinkubasi pada suhu 20-25o C selama 5-
7 hari.
6.Sesudah 5 hari diinkubasi, dicatat jumlah koloni jamur yang tumbuh,
pengamatan terakhir pada inkubasi 7 hari.

- Uji Cemaran Aflatoksin


Pemisahan isolat aflatoksin secara kromatografi lapis tipis
a.Pereaksi : Media dan pengenceran Media Yeast Extract Sucrose Broth (YES)
b.Peralatan : Lemari aseptic, Lampu Ultra Violet, Mikropipet 10 ml

Langkah-langkah:
1.Kultur aspergillus flavus hasil isolate dan identifikasi dari ekstrak
diinokulasikan pada permukaan media YES.
2.Tabung diinokulasikan pada suhu 25o C selama satu minggu dalam posisi
miring untuk mendapatkan permukaan yang luas. Biakan diautoklaf pada suhu
121o C selama 15 menit, biakan dibiarkan sampai dingin.
3.Ambil media biakan menggunakan pipet Pasteur dan dimasukkan ke dalam
tabung reaksi kecil atau vial.

Kromatografi Lapis Tipis


-Lempeng : Silika gel (Lempeng pralapis), Kiesel gel 60, Merck
-Baku Aflatoksin : Merupakan campuran siap pakai terdiri dari 0,5 ug, Aflatoksin
B1 ; 1,5ug, Aflatoksin B2 ; 5,0 ug, Aflatoksin G1 ; 1,5 ug, Aflatoksin G2 dalam
larutan campuran benzene : acetonitril (98:2) (Sigma Chemical Company)
-Eluen : Campuran kloroform : aseton : n-heksan (85:15:20)
-Jarak rambat : 10 cm
-Penampak bercak: Bercak berwarna biru atau hijau kebiruan setelah lempeng
diletakkan dibawah cahaya ultraviolet (366 nm), menandakan aflatoksin positif.

2.8 Parameter Spesifik


- Identitas
Identitas ekstrak dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
Deskripsi tata nama:
1.Nama Ekstrak (generik, dagang, paten)
2.Nama latin tumbuhan (sistematika botani)
3.Bagian tumbuhan yang digunakan (rimpang, daun, buah,)
4.Nama Indonesia tumbuhan

Ekstrak dapat mempunyai senyawa identitas artinya senyawa tertentu yang


menjadi petunjuk spesifik dengan metode tertentu. Parameter identitas ekstrak
mempunyai tujuan tertentu untuk memberikan identitas obyektif dari nama dan
spesifik dari senyawa identitas (Depkes RI, 2000).

- Organoleptik
Parameter oranoleptik digunakan untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau, rasa
menggunakan panca indera dengan tujuan pengenalan awal yang sederhana dan
seobyektif mungkin (Depkes RI, 2000).
- Kadar sari
Parameter kadar sari digunakan untuk mengetahui jumlah kandungan senyawa
kimia dalam sari simplisia. Parameter kadar sari ditetapkan sebagai parameter uji
bahan baku obat tradisional karena jumlah kandungan senyawa kimia dalam sari
simplisia akan berkaitan erat dengan reproduksibilitasnya dalam aktivitas
farmakodinamik simplisia tersebut (Depkes RI,1995).
- Pola kromatogram
Pola kromatogram mempunyai tujuan untuk memberikan gambaran awal
komponen kandungan kimia berdasarkan pola kromatogram kemudian
dibandingkan dengan data baku yang ditetapkan terlebih dahulu (Depkes RI,
2000).
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Standarisasi adalah serangkaian parameter, prosedur dan cara pengukuran yang hasilnya
merupakan unsur – unsur terkait paradigma mutu kefarmasian, mutu dalam artian
memenuhi syarat standar (kimia, biologi dan farmasi).
2. Parameter standarisasi simplisia adalah kebenaran simplisia, parameter spesifik dan
parameter non spesifik.
3. Standarisasi ekstrak meliputi parameter spesifik dan non spesifik
4. Parameter non spesifik ekstrak adalah:
a. Susut pengeringan
b. Bobot jenis
c. Kadar air
d. Kadar abu
e. Sisa pelarut
f. Residu pestisida
g. Cemaran logam berat
h. Cemaran mikroba
i. Cemaran kapang, khamir dan aflatoksin
5. Parameter spesifik ekstrak adalah:
a. Identitas
b. Organoleptik
c. Kadar sari
d. Pola kromatogram
DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2000, Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat, DepKes RI, Jakarta

Anonim, 2004, Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia, DepKes RI, Jakarta

Anonim. 2005. Standarisasi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, Salah Satu Tahapan Penting
Dalam Pengembangan Obat Asli Indonesia. Badan Pengawasan Obat Tradisional

Anonim. 2009. Farmakope Herbal Indonesia Edisi Pertama. Menteri Kesehatan Republik
Indonesia

Agoes.G.2007.Teknologi Bahan Alam.21,38 – 39.Bandung : ITB Press

Harborne. J.B.,1987. Metode Fitokimia , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, 69 –


94, 142-158, 234-238. Bandung : ITB Press

Anda mungkin juga menyukai