1
1.2 Fisiologi
Kelenjar Kelamin Pria :
1) Vesikel Seminalis
Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvusi (berkelok-
kelok) yang bermuara kedalam duktus ejaculator menghasilkan secret berupa
cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk melindungi
dan memberi nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan mengandung
prostaglandin yang menyebabkan gerakan spermatozoa lebih cepat, sehingga lebih
cepat sampai ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis dalah semen
2) Kelenjar Prostat
Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang panjangnya 4 cm,
lebarnya 3 cm dan tebal nya 2 cm dengan berat kira-kira 8 gram, prostat
mengelilingi bagian atas uretra dan terletak dalam hubungan langsung dengan
cervix, vesicae urinaria. Prostat tersusum atas jaringan kelenjar dan serabut-
serabut otot involunter dan berada di dalam kapsul fibrosa.
Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang persik. Ini
mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung kemih. Tertutup oleh
kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30 senyawa kelenjar tubuloalveolar
diembed dalam massa (stroma) dari otot polos dan jaringan ikat padat.
Jaringan otot prostat berfungsi untuk membantu dalam ejakulasi. Sekresi prostat
diproduksi secara terus-menerus dan diekskresikan ke dalam urin. Setiap hari
diproduksi kira-kira 1 ml, tetapi jumlahnya tergantung dari kadar testosterone,
karena hormone inilah yang merangsang sekresi tadi. Sekret prostat mempunyai
2
pH 6,6 dan susunannya seperti plasma, tetapi mengandung bahan-bahan tambahan
misalnya kolesterol, asam sitrat dan suatu enzim hialuronidase. Sekret prostat
ditambahkan ke dalam sperma dan cairan seminal pada saat sperma dan cairan
seminal melewati uretra.
Sekresi kelenjar prostat memasuki uretra prostat melalu beberapa saluran prostat
ketika kontrak otot polos saat ejakulasi. Hal ini memainkan peran dalam
mengaktifkan sperma dan betanggung jawab atas sebanyak sepertiga dari volume
sperma. Itu ia seperti susu, cairan sedikit asam yang mengandung sitrat (sumber
nutrisi), beberapa enzim (fibrinolisin, hialuronidase, asam fosfatase), dan antigen
prortatespecific (PSA). Prostat memiliki reputasi sebagai perusak kesehatan
(mungkin tercermin dalam umum salah ucapan “prostat”). (Wibowo, 2012)
Prostat sering membesar pada pria setengah umur atau umur tua, dan pembesaran
ini karena tekanan lain yang disebabkan oleh apa saja pada sphincter uretra atau
uretra itu sendiri, akan menyebabkan retensi urin akut. Keadaan demikian dapat
disembuhkan dengan memasang kateter ke dalam vesika urinaria atau melakukan
prostatektomi pada pasien tertentu.
Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli-buli dan mengitari uretra. Bagian
bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut
otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa ± sebesar buah kemiri,
dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm, tebal ± 2,5 cm, dan beratnya sekitar 20
gram.
Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga) dan kapsul.
Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan
kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan-
3
bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang
fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta
proteksi terhadap invasi mikroba.
2. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil
dari pertumbuhan dan pengendalian horman prostat. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal 91)
Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi dari
prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran
prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria.
3. Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron esterogen
karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi esterogen
4
pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. (Wim de Jong)
Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor
usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa hipotensi
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan :
4. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli-buli.
5
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagian keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS.
Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urin
dan terjadi retensi urin. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi
ginjal.
Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktusurinarius. Pada tahap awal
terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan
resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan
penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok
yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika
dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang
apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas.
5. Manifestasi Klinis
1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH
berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil,
atau semakin buruk secara spontan.
2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam 2 kategori: Obstruktif (terjadi ketika
faktor dinamik dan/atau faktor statik mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
Iriatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).
6
Peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas
Obstruktif penghilangan gejala, dan
Iriatif penghilangan gejala (tanda dari destrusor yang tidak stabil)
Parah Semua yang diatas ditambah 1 atau 2 lebih komplikasi BPH
Jenis penangan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada berat gejala kliniknya.;
berat derajat klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan
sisa volume urin. Seperti yang tercantum dalam bagan berikut ini: (Wim de Jong)
6. Klasifikasi
Kategori tingkat keparahan BPH menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong :
7. Pemeriksaan Diagnostik
7.1 Pemeriksaan Diagnostik Dasar
7
a. Urinalisis dan kultur urin untuk membuktikan adanya infeksi atau hematuria
b. DPL : infeksi
c. Ureum + elektrolit dan kreatinin serum : fungsi ginjal
d. PSA : kecurigaan terhadap adanya keganasan
8. Penatalaksanaan Medis
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. (Ikatan
Ahli Urologi Indonesia)
Table pilihan terapi pada BPH :
Terapi Intervensi
Observasi Medikamentosa
Pembedahan Invasif Minimal
Prostatektomi terbuka
TUMT
Endourologi :
Antagonis adrenergik -α HIFU
TURP
Watchful waiting Inhibitor reduktase - 5α Stent Uretra
TUIP
Filoterapi TUNA
TULP
ILC
Elektrovaporasi
8
2. Kurangi mengonsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin
5. Jangan menahan kencing terlalu lama
Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang
perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS, pemeriksaan laju pancaran urin,
maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
8.2. Medikamentosa
a. Ubah asupan cairan oral, kurangi konsumsi kafien
b. Bloker α –adrenergik (misalnya fenoksibenzamin, prazosin)
c. Antiandrogen yang bekerja selektif pada tingkat seluler prostat (misalnya finasteride)
d. Kateterisasi intermiten jika terdapat kegagalan otot detrusor
e. Dilatasi balon dan stenting pada prostat (pada pasien yang tidak siap operasi)
Tujuan terapi medikamentosa ini adalah berusaha untuk :
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik, atau
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik.
9. Komplikasi
Komplikasi Benigna Prostat Hiperlasia kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi
akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi
yang mungkin muncul antara lain :
9
1. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. Karena
produksi urin terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak lagi mampu menampung
urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi
sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal, maka ginjal akan
rusak.
3. Hernia atau hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan traktus urinarius bagian
atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
yang meningkatkan pada tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.
4. Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.
11
Tidak ada spasme bladder Merujuk ke spesialis
Balance cairan seimbang kontinensia kemih
2 Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
injury fisik Pain Level Lakukan pengkajian secara
Pain Control komprehensif termasuk
Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri, Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan terapeutik untuk
teknik nonfarmakologi mengatahui pengalaman
untuk mengurangi nyeri, nyeri pasien
mencari bantuan) Kaji kultur yang
Melaporkan bahwa nyeri memperngaruhi respon
berkurang dengan nyeri
menggunakan manajemen Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri masa lampau
Mampu mengenali nyeri Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi
dan tanda nyeri)
Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3 Retensi urin b.d NOC : NIC :
adanya sumbatan Urinary elimination Monitor intake dan output
Urinary continence Monitor derajat distensi
Kriteria Hasil : bladder
Kandung kemih kosong Instruksikan pada pasien
secara penuh dan keluarga untuk
Tidak ada residu urin > mencatat output urin
100-200 cc Kateterisasi jika perlu
Bebas dari ISK Monitor tanda dan gejala
Tidak ada spasme bladder ISK (panas, hematuria,
perubahan bau dan
12
Balance cairan seimbang konsistensi urin)
12.2. Post OP
13
6 Resiko Perdarahan NOC : NIC :
(trauma efek Blood lose severity Monitor ketat tanda-tanda
samping Blood koagulation perdarahan
pembedahan) Kriteria Hasil : Catat nilai Hb dan Ht
TD dalam batas normal sebelum dan sesudah
(Sistol dan Diastol) terjadinya perdarahan
Hb dan Ht dalam batas Pertahankan bed rest selama
normal perdarahan aktif
Plasma, PT, PTT, dalam Kolaborasi dalam
batas normal pemberian produk darah
Kehilangan darah yang Lindungi pasien dari trauma
terlihat yang dapat menyebabkan
perdarahan
14
Daftar Pustaka
Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika
Amin, Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 2
15