Anda di halaman 1dari 15

1.

Anatomi dan fisiologi


1.1 Anatomi sistem perkemihan

Gambar 2.1 Anatomi system urinaria

Gambar 2.2 Anatomi Prostat

1
1.2 Fisiologi
Kelenjar Kelamin Pria :
1) Vesikel Seminalis
Sepanjang vesikel seminalis, yang merupakan kantong terkonvusi (berkelok-
kelok) yang bermuara kedalam duktus ejaculator menghasilkan secret berupa
cairan kental dan basa yang kaya akan fruktosa yang berfungsi untuk melindungi
dan memberi nutrisi sperma, yang meningkatkan pH ejakulat dan mengandung
prostaglandin yang menyebabkan gerakan spermatozoa lebih cepat, sehingga lebih
cepat sampai ke tuba fallopi. Setengah lebih sekresi vesik seminalis dalah semen

Cairan seminal adalah cairan tempat berenangnya spermatozoa. Cairan ini


memberi nutrient (makan) kepada spermatozoa dan membantu motilitas
spermatozoa. Setelah berjalan dari vesicular seminalis dan ductus ejakulatorius ke
urethra, disini di tambahkan sekresi prostat dan sekresi dari glandula
bulbourethralisis. Akhirnya cairan seminal ini diejakulasikan selama rangsangan
seksual. Sekresi prostat ini merupakan komponen paling besar dari cairan seminal.

2) Kelenjar Prostat
Prostat merupakan bangunan yang berbentuk kerucut yang panjangnya 4 cm,
lebarnya 3 cm dan tebal nya 2 cm dengan berat kira-kira 8 gram, prostat
mengelilingi bagian atas uretra dan terletak dalam hubungan langsung dengan
cervix, vesicae urinaria. Prostat tersusum atas jaringan kelenjar dan serabut-
serabut otot involunter dan berada di dalam kapsul fibrosa.

Prostat adalah kelenjar berbentuk donat tunggal seukuran lubang persik. Ini
mengelilingi tentang uretra hanya kalah dengan kandung kemih. Tertutup oleh
kapsul jaringan conective tebal, terdiri dari 20-30 senyawa kelenjar tubuloalveolar
diembed dalam massa (stroma) dari otot polos dan jaringan ikat padat.

Jaringan otot prostat berfungsi untuk membantu dalam ejakulasi. Sekresi prostat
diproduksi secara terus-menerus dan diekskresikan ke dalam urin. Setiap hari
diproduksi kira-kira 1 ml, tetapi jumlahnya tergantung dari kadar testosterone,
karena hormone inilah yang merangsang sekresi tadi. Sekret prostat mempunyai
2
pH 6,6 dan susunannya seperti plasma, tetapi mengandung bahan-bahan tambahan
misalnya kolesterol, asam sitrat dan suatu enzim hialuronidase. Sekret prostat
ditambahkan ke dalam sperma dan cairan seminal pada saat sperma dan cairan
seminal melewati uretra.

Sekresi kelenjar prostat memasuki uretra prostat melalu beberapa saluran prostat
ketika kontrak otot polos saat ejakulasi. Hal ini memainkan peran dalam
mengaktifkan sperma dan betanggung jawab atas sebanyak sepertiga dari volume
sperma. Itu ia seperti susu, cairan sedikit asam yang mengandung sitrat (sumber
nutrisi), beberapa enzim (fibrinolisin, hialuronidase, asam fosfatase), dan antigen
prortatespecific (PSA). Prostat memiliki reputasi sebagai perusak kesehatan
(mungkin tercermin dalam umum salah ucapan “prostat”). (Wibowo, 2012)

Prostat sering membesar pada pria setengah umur atau umur tua, dan pembesaran
ini karena tekanan lain yang disebabkan oleh apa saja pada sphincter uretra atau
uretra itu sendiri, akan menyebabkan retensi urin akut. Keadaan demikian dapat
disembuhkan dengan memasang kateter ke dalam vesika urinaria atau melakukan
prostatektomi pada pasien tertentu.

3) Glandula Bulbourethralis (Cowper)


Kelenjar bulbouretral (Cowper) adalah sepasang kelenjar yang ukuran dan
bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini mensekresi cairan basa yang
mengandung mucus ke dalam uretra penis untuk melumasi dan melindungi serta
ditambahkan pada semen (spermatozoa+secret).

Kelenjar prostat terletak tepat dibawah buli-buli dan mengitari uretra. Bagian
bawah kelenjar prostat menempel pada diafragma urogenital atau sering disebut
otot dasar panggul. Kelenjar ini pada laki-laki dewasa ± sebesar buah kemiri,
dengan panjang sekitar 3 cm, lebar 4 cm, tebal ± 2,5 cm, dan beratnya sekitar 20
gram.

Prostat terdiri dari jaringan kelenjar, jaringan stroma (penyangga) dan kapsul.
Cairan yang dihasilkan kelenjar prostat bersama cairan dari vesikula seminalis dan
kelenjar cowper merupakan komponen terbesar dari seluruh cairan semen. Bahan-
3
bahan yang terdapat dalam cairan semen sangat penting dalam menunjang
fertilitas, memberikan lingkungan yang nyaman dan nutrisi bagi spermatozoa serta
proteksi terhadap invasi mikroba.

Kelainan pada prostat yang dapat mengganggu proses reproduksi adalah


keradangan (prostatitis). Kelainan yang lain seperti pertumbuhan yang abnormal
(tumor) baik jinak maupun ganas tidak memegang peranan penting pada proses
reproduksi tetapi lebih berperan pada terjadinya gangguan aliran urin. Kelainan
yang disebut belakangan ini manifestasinya biasanya pada laki-laki usia lanjut.

2. Definisi
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) adalah suatu kondisi yang sering terjadi sebagai hasil
dari pertumbuhan dan pengendalian horman prostat. (Nurarif & Kusuma, 2015, hal 91)

Benigna Prostat Hiperplasia (BPH) adalah suatu penyakit perbesaran atau hipertrofi dari
prostate. Kata-kata hipertrofi sering kali menimbulkan kontroversi di kalangan klinik
karena sering rancu dengan hiperplasia. Hipertrofi bermakna bahwa dari segi kualitas
terjadi pembesaran sel, namun tidak diikuti oleh jumlah (kualitas). Namun, hiperplasia
merupakan pembesaran ukuran sel (kualitas) dan diikuti oleh penambahan jumlah sel
(kuantitas). BPH sering menyebabkan gangguan dalam eliminasi urin karena pembesaran
prostat yang cenderung kearah depan atau menekan vesika urinaria.

BPH adalah pertumbuhan nodul-nodul fibriadenomatosa majemuk dalam prostat,


pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai proliferasi yang terbatas dan
tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang tersisa.

Jadi kesimpulannya penyakit BPH adalah penyakit yang disebabkan karena


ketidakseimbangan antara hormone esterogen dan testosteron yang diikuti dengan
pembesaran sel, sehingga terjadi pembesaran pada prostat.

3. Etiologi
Dengan bertambahnya usia, akan terjadi perubahan keseimbangan testoteron esterogen
karena produksi testoteron menurun dan terjadi konversi testoteron menjadi esterogen

4
pada jaringan adiposa di perifer. Karena proses pembesaran prostat terjadi secara
perlahan-lahan, efek perubahan juga terjadi perlahan-lahan. (Wim de Jong)

Penyebab pastinya belum diketahui secara pasti dari hiperplasia prostat, namun faktor
usia dan hormonal menjadi predisposisi terjadinya BPH. Beberapa hipotensi
menyebutkan bahwa hiperplasia prostat sangat erat kaitannya dengan :

1. Peningkatan DTH (dehidrotestosteron)


Peningkatan liam alfa reduktase dan reseptor androgen akan menyebabkan epitel dan
stroma dari kelenjar prostat mangalami hiperplasia.

2. Ketidak seimbangan estrogen-testosteron


Ketidak seimbangan ini terjadi karena proses degeneratif. Pada proses penuaan, pada
pria terjadi peningkatan hormon estrogen dan penurunan hormon testosteron. Hal ini
yang memicu terjadinya hiperplasia stroma pada prostate.

3. Interaksi antar sel stroma dan sel epitel prostat


Peningkatan kadar epidermal growth factor atau fibroblast growth factor dan
penurunan transforming growth factor beta menyebabkan hiperplasia stroma dan
epitel, sehingga akan terjadi BPH.

4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)


Estrogen yang meningkat akan menyebabkan peningkatan lama hidup stroma dan
epitel dari kelenjar prostat.

5. Teori stem sel


Sel stem yang meningkat akan mengakibatkan proliferasi sel transit dan memicu
terjadi benigna prostat hyperplasia.

4. Patofisiologi
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan akan
menghambat aliran urin. Keadaan ini dapat meningkatkan tekanan intravesikal. Sebagai
kompensasi terhadap tahanan uretra prostatika, maka otot detrusor dari buli-buli
berkontraksi lebih kuat untuk dapat memompa urin keluar. Kontraksi yang terus-menerus
menyebabkan perubahan anatomi dari buli-buli berupa : hipertrofi otot detrusor,
trabekulasi, terbentuknya selula, sakula dan difertikel buli-buli.

5
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan klien sebagian keluhan pada saluran kemih
bagian bawah atau Lower Urinary Tract Symptom / LUTS.

Puncak dari kegagalan kompensasi adalah ketidakmampuan otot detrusor memompa urin
dan terjadi retensi urin. Retensi urin yang kronis dapat mengakibatkan kemunduran fungsi
ginjal.

Pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan pada traktusurinarius. Pada tahap awal
terjadi pembesaran prostat sehingga terjadi perubahan fisiologis yang mengakibatkan
resistensi uretra daerah prostat, leher vesika kemudian detrusor mengatasi dengan
kontraksi lebih kuat. Sebagai akibatnya serat detrusor akan menjadi lebih tebal dan
penonjolan serat detrusor ke dalam mukosa buli-buli akan terlihat sebagai balok-balok
yang tampai (trabekulasi). Jika dilihat dari dalam vesika dengan sitoskopi, mukosa vesika
dapat menerobos keluar diantara serat detrusor sehingga terbentuk tonjolan mukosa yang
apabila kecil dinamakan sakula dan apabila besar disebut diverkel. Fase penebalan
detrusor adalah fase kompensasi yang apabila berlanjut detrusor akan menjadi lelah dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi dan tidak mampu lagi untuk kontraksi, sehingga
terjadi retensi urin total yang berlanjut pada hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih
atas.

5. Manifestasi Klinis
1. Pasien BPH dapat menunjukkan berbagai macam tanda dan gejala. Gejala BPH
berganti-ganti dari waktu ke waktu dan mungkin dapat semakin parah, menjadi stabil,
atau semakin buruk secara spontan.
2. Berbagai tanda dan gejala dapat dibagi dalam 2 kategori: Obstruktif (terjadi ketika
faktor dinamik dan/atau faktor statik mengurangi pengosongan kandung kemih) dan
Iriatif (hasil dari obstruksi yang sudah berjalan lama pada leher kandung kemih).

Kategori keparahan BPH berdasarkan gejala dan tanda

Keparahan penyakit Kekhasan gejala dan tanda


Ringan Asimtomatik
Kecepatan urinary puncak <10mL/s
Volume urin residual setelah pengosongan >25-50 mL

6
Peningkatan Blood Urea Nitrogen (BUN) dan kreatinin serum
Sedang Semua tanda diatas
Obstruktif penghilangan gejala, dan
Iriatif penghilangan gejala (tanda dari destrusor yang tidak stabil)
Parah Semua yang diatas ditambah 1 atau 2 lebih komplikasi BPH
Jenis penangan pada pasien dengan tumor prostat tergantung pada berat gejala kliniknya.;
berat derajat klinik dibagi menjadi 4 gradasi berdasarkan penemuan pada colok dubur dan
sisa volume urin. Seperti yang tercantum dalam bagan berikut ini: (Wim de Jong)

Derajat Colok Dubur Sisa Volume


I Penonjolan prostat, batas atas mudah diraba < 50 ml
II Penonjolan prostat jelas, batas atas dapat dicapai 50-100 ml
III Batas atas prostat tidak dapat diraba >100 ml
IV Batas atas prostat tidak dapat diraba Retensi urin total

6. Klasifikasi
Kategori tingkat keparahan BPH menurut R. Sjamsuhidayat dan Wim de Jong :

1. Derajat I : Biasanya belum memerlukan tindakan tindakan bedah, diberi


pengobatan konservatif. Dengan menggunakan obat golongan reseptor alfa-adrenergik
inhibitor mampu merelaksasikan otot polos prostat dan saluran kemih akan lebih
terbuka, seperti alfuzosin dan tamsulosin dan biasanya dikombinasikan dengan
finasteride.
2. Derajat II : Merupakan indikasi untuk melakukan pembedahan biasannya
dianjurkan reseksi endoskopik melalui uretra (trans urethral resection/tur).
3. Derajat III : Reseksi endoskopik dapat dikerjakan, bila di perkirakan prostate
sudah cukup besar, reseksi tidak cukup satu jam sebaiknya dengan pembedahan
terbuka,melalui trans vesikal retropublik atau perianal.
4. Derajat IV : Tindakan harus segera dilakukan membebaskan klien dari retensi
urine total dengan pemasangan kateter

7. Pemeriksaan Diagnostik
7.1 Pemeriksaan Diagnostik Dasar

7
a. Urinalisis dan kultur urin untuk membuktikan adanya infeksi atau hematuria
b. DPL : infeksi
c. Ureum + elektrolit dan kreatinin serum : fungsi ginjal
d. PSA : kecurigaan terhadap adanya keganasan

7.2 Pemeriksaan Diagnostik Lanjutan


a. Catatan harian berkemih
b. Uroflowmetri dan pengukuran volume residu urin (normal < 100 ml :
membuktikan obstruksi)
c. Ultrasonografi ginjal dan kandung kemih : kelainan struktural
d. Ultrasonografi transrektal : untuk menentukan ukuran prostat
e. IVU : kelainan struktural
f. Sistoskopi

8. Penatalaksanaan Medis
Terapi yang ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien,
maupun kondisi obyektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. (Ikatan
Ahli Urologi Indonesia)
Table pilihan terapi pada BPH :
Terapi Intervensi
Observasi Medikamentosa
Pembedahan Invasif Minimal
Prostatektomi terbuka
TUMT
Endourologi :
Antagonis adrenergik -α HIFU
TURP
Watchful waiting Inhibitor reduktase - 5α Stent Uretra
TUIP
Filoterapi TUNA
TULP
ILC
Elektrovaporasi

8.1. Watchful waiting


Pada watchful waiting ini, pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi
penjelasan mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya,
misalnya :
1. Jangan banyak minum dan mengonsumsi kopi atau alcohol setelah makan malam

8
2. Kurangi mengonsumsi makanan atau minuman yang menyebabkan iritasi pada buli-
buli (kopi atau cokelat)
3. Batasi penggunaan obat-obatan influenza yang mengandung fenilpropanolamin
4. Kurangi makanan pedas dan asin
5. Jangan menahan kencing terlalu lama

Setiap 6 bulan, pasien diminta untuk kontrol dengan ditanya dan diperiksa tentang
perubahan keluhan yang dirasakan, penilaian IPSS, pemeriksaan laju pancaran urin,
maupun volume residual urin. Jika keluhan miksi bertambah jelek daripada sebelumnya,
mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

8.2. Medikamentosa
a. Ubah asupan cairan oral, kurangi konsumsi kafien
b. Bloker α –adrenergik (misalnya fenoksibenzamin, prazosin)
c. Antiandrogen yang bekerja selektif pada tingkat seluler prostat (misalnya finasteride)
d. Kateterisasi intermiten jika terdapat kegagalan otot detrusor
e. Dilatasi balon dan stenting pada prostat (pada pasien yang tidak siap operasi)
Tujuan terapi medikamentosa ini adalah berusaha untuk :
1. Mengurangi resistensi otot polos prostat sebagai komponen dinamik, atau
2. Mengurangi volume prostat sebagai komponen statik.

8.3. Terapi Intervensi


Terapi intervensi di bagi dalam 2 golongan, yakni teknik ablasi jaringan prostat atau
pembedahan dan teknik instrumentasi alternatif.
1. Termasuk ablasi jaringan prostat adalah : pembedahan terbuka, TURP, TUIP, TUVP,
laser prostatektomi.
2. Sedangkan teknik instrumentasi alternatif adalah interstitial laser coagulation, TUNA,
TUMT, dilatasi balon, stent uretra.
(AUA dan Ikatan Ahli Urologi Indonesia dan Roehrborn CG)

9. Komplikasi
Komplikasi Benigna Prostat Hiperlasia kadang-kadang dapat mengarah pada komplikasi
akibat ketidakmampuan kandung kemih dalam mengosongkan urin. Beberapa komplikasi
yang mungkin muncul antara lain :

9
1. Retensi kronik dapat menyebabkan reluks vesiko-ureter, hidroureter, hidronefrosis,
gagal ginjal.
2. Proses kerusakan ginjal dipercepat bila terjadi infeksi pada waktu miksi. Karena
produksi urin terjadi, maka satu saat vesiko urinaria tidak lagi mampu menampung
urin, sehingga tekanan intravesikel lebih tinggi dari tekanan sfingter dan obstruksi
sehingga terjadi inkontinensia paradox (overflow incontinence ). Retensi kronik
menyebabkan refluk vesiko ureter dan dilatasi. Ureter dan ginjal, maka ginjal akan
rusak.
3. Hernia atau hemoroid. Hal ini dapat terjadi karena kerusakan traktus urinarius bagian
atas akibat dari obstruksi kronik mengakibatkan penderita harus mengejan pada miksi
yang meningkatkan pada tekanan intraabdomen yang akan menimbulkan hernia dan
hemoroid.
4. Kerena selalu terdapat sisa urin sehingga menyebabkan terbentuknya batu.

10. Pencegahan (Discharge Planning)


1. Berhenti merokok
2. Biasakan hidup bersih
3. Makan makanan yang banyak mengandung vitamin dan hindari minuman beralkohol
4. Berolah raga secara rutin dan berusaha untuk mengendalikan stress
5. Menilai dan mengajarkan pasien untuk melaporkan tanda-tanda hematuria dan infeksi
6. Jelaskan komplikasi yang mungkin BPH dan untuk melaporkan hal ini sekaligus
7. Anjurkan pasien untuk menghindari obat-obatan yang mengganggu berkemih seperti
obat OTC yang mengandung simpatomimetik seperti fenilpropanolamin dingin
8. Mendorong untuk selalu check up

11. Pengkajian keperawatan


Pengumpulan Data
a. Identitas klien : Nama, usia, alamat, dsb.
b. Keluhan utama
c. Riwayat Penyakit Sekarang
d. Riwayat Penyakit Dahulu
e. Riwayat Penyakit Keluarga
f. Riwayat Psikososial
g. Pola-pola fungsi kesehatan
10
1. Pola persepsi dan tatalaksanan hidup sehat
2. Pola nutrisi dan metabolism
3. Pola eliminasi
4. Pola aktivitas dan latihan
5. Pola tidur dan istirahat
6. Pola kognitif perseptual
7. Pola persepsi dan konsep diri
8. Pola hubungan dan peran
9. Pola reproduksi seksual
10. Pola penanggulangan stres
11. Pola tatanilai dan kepercayaan
h. Pemerikasaan fisik
1. Keadaan umum
2. Sistem pernafasan
3. Sistem sirkulasi
4. Sistem neurologi
5. Sistem gastrointestinal
6. Sistem urogenital
7. Sistem muskuloskeletal
12. Diagnosa dan Intervensi Keperawatan
12.1. Pre OP
No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
1 Gangguan eliminasi NOC : NIC :
urin b.d obstruksi  Urinary elimination  Sediakan waktu yang cukup
anatomic  Urinary Contiunence untuk pengosongan
Kriteria Hasil : kandung kemih (10 menit)
 Kandung kemih kosong  Memantau asupan dan
secara penuh keluaran
 Intake cairan dalam rentang  Memantau tingkat distensi
normal kandung kemih dengan
 Tidak ada residu urin > palpasi dan perkusi
100-200 cc  Menerapkan kateterisasi
 Bebas dari ISK intermiten

11
 Tidak ada spasme bladder  Merujuk ke spesialis
 Balance cairan seimbang kontinensia kemih
2 Nyeri akut b.d agen NOC : NIC :
injury fisik  Pain Level  Lakukan pengkajian secara
 Pain Control komprehensif termasuk
 Comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Kriteria Hasil : frekuensi, kualitas dan
 Mampu mengontrol nyeri faktor presipitasi
(tahu penyebab nyeri,  Gunakan teknik komunikasi
mampu menggunakan terapeutik untuk
teknik nonfarmakologi mengatahui pengalaman
untuk mengurangi nyeri, nyeri pasien
mencari bantuan)  Kaji kultur yang
 Melaporkan bahwa nyeri memperngaruhi respon
berkurang dengan nyeri
menggunakan manajemen  Evaluasi pengalaman nyeri
nyeri masa lampau
 Mampu mengenali nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi
dan tanda nyeri)
 Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang
3 Retensi urin b.d NOC : NIC :
adanya sumbatan  Urinary elimination  Monitor intake dan output
 Urinary continence  Monitor derajat distensi
Kriteria Hasil : bladder
 Kandung kemih kosong  Instruksikan pada pasien
secara penuh dan keluarga untuk
 Tidak ada residu urin > mencatat output urin
100-200 cc  Kateterisasi jika perlu
 Bebas dari ISK  Monitor tanda dan gejala
 Tidak ada spasme bladder ISK (panas, hematuria,
perubahan bau dan

12
 Balance cairan seimbang konsistensi urin)

12.2. Post OP

4 Ansietas b.d stres, NOC : NIC :


ancaman kematian  Anxiety self-control  Gunakan pendekatan yang
 Anxiety level menenangkan
 koping  Temani pasien untuk
Kriteria Hasil : memberikan keamanan dan
 Klien mampu mengurangi takut
mengidentifikasi dan  Dorong pasien untuk
mengungkapkan gejala mengungkapkan perasaan,
cemas ketakutan, persepsi
 TTV dalam batas normal  Instruksikan pasien
 Postur tubuh, ekspresi menggunakan teknik
wajah, bahasa tubuh dan relaksasi
tingkat aktivitas  Berikan obat untuk
menunjukkan mengurangis kecemasan
berkurangnya kecemasan
5 Resiko Infeksi NOC : NIC :
(kerusakan jaringan  Immune status  Gunakan kateter intermiten
sebagai efek  Knowledge: control infeksi untuk menurukan kandung
sekunder dari  Risk control kencing
prosedur Kriteria Hasil :  Monitor tanda dan gejala
pembedahan)  Klien bebas dari tanda dan infeksi
gejala infeksi  Inspeksi kondisi luka /
 Menunjukkan kemampuan insisi bedah
untuk mencegah timbulnya  Ajarkan pasien dan
infeksi keluarga tanda dan gejala
 Jumlah leukosit dalam infeksi
batas normal  Ajarkan cara menghindari
 Menunjukkan perilaku infeksi
hidup sehat

13
6 Resiko Perdarahan NOC : NIC :
(trauma efek  Blood lose severity  Monitor ketat tanda-tanda
samping  Blood koagulation perdarahan
pembedahan) Kriteria Hasil :  Catat nilai Hb dan Ht
 TD dalam batas normal sebelum dan sesudah
(Sistol dan Diastol) terjadinya perdarahan
 Hb dan Ht dalam batas  Pertahankan bed rest selama
normal perdarahan aktif
 Plasma, PT, PTT, dalam  Kolaborasi dalam
batas normal pemberian produk darah
 Kehilangan darah yang  Lindungi pasien dari trauma
terlihat yang dapat menyebabkan
perdarahan

14
Daftar Pustaka

Muttaqin, Arif Dan Kumala Sari. 2012. Asuhan Keperawatan Sistem Perkemihan.
Jakarta : Salemba Medika

Amin, Huda dan Hardhi Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis dan Nanda Nic-Noc Jilid 2

15

Anda mungkin juga menyukai