Anda di halaman 1dari 4

Mimar Sinan; Arsitek yang Malang

Ada satu hal yang tidak pernah absen dalam sejarah perjalanan hidup umat manusia, yaitu
kisah cinta. Perasaan yang kerapkali melanda dua remaja lawan jenis ini memang sudah
menjadi bagian hidup manusia yang tidak bisa terpisahkan. Seolah, kehadiran kisah romantis
menjadi syarat mutalak dalam setiap sejarah-sejah besar. İa menjelma menjadi bumbu dalam
masakan. Ketidak hadirannya membuat masakan menjadi hambar dan tidak berasa. Orang
bisa saja tidak makan, tetapi mereka tidak bisa tidak mencintai.

Kisah manusia pertama tidak akan menarik jika tidak diwarnai dengan dua orang lawan jenis,
Adam dan Hawa, cerita-besar dari romawi tidak lengkap kalau tidak ada Romeo dan Juliet.
Lalu kita bergeser ketengah sedikit, di Arab ada Layla Majnun, ke India ada Rama dan Sinta.
Bahkan, dalam agama kita, kisah cinta juga kerap memperlengkap perjalanan nabi
Muhammad, misalnya saat ia jatuh cinta kepada wanita paruh baya, Hadijah. Deretan nama-
nama tersebut menjadi bagian yanga tidak bisa ditinggalkan dalam menceritakan sejarah
kebasaran satu peradaban.

Hal serupa juga terdapat pada kebesaran kekaisaran Ottoman. Bahwa di balik kebesaran
kekaisaran yang terbentang dari Austria samapai iran, juga terdapat kisah cinta yang bisa
membuat pembacanya meneteskan air mata. Tentu, seperti dalam banyak cerita roman, tidak
semua kisah cinta berakhir bersama dan bahagia. Terdapat sekian banyak cerita cinta dua
anak manusia yang hanya berakir dalam tangis dan kesdihan. Salah satu diantaranya adalah
kisah cinta Sianan kepada Mihrimah, yang tidak lain adalah purti dari Sulatan Sulaiman raja
dari Ottoman.

Sinan, atau nama lengkapnya adalah Mimar Sinan adalah kepala arsitek dan insinyur sipil
untuk kerajaan Ottoman pada masa sultan Suleiman, Selim II, dan Murad III. Dia bertanggung
jawab untuk pembangunan lebih dari tiga ratus struktur utama dan proyek-proyek yang lebih
sederhana lainnya, seperti sekolah dasar Islam. Karyanya yang paling besar adalah masjid
Sulaimaniye, yang dibangun atas perintah dari Sulaiman Sultan. Sebuah masjid megah yang
pertama dibangun di dalam kota Istabul. Kelak perannya akan menggantikan Hagya Sophia,
gereja yang dialih fungsikan menjadi masjid. Konon, masjid ini didesain untuk tahan terhadap
segala jenis guncangan, temasuk gempa dan diramalkan hanya akan hancur oleh kiamat.
Kehebatan struktur bangunan masjid ini dibuktikan oleh kemegahan dan kokohnya masjid
Sulaimaniye yang tidak hancur saat Istanbul beberapa kali diguncang gempa.

Pemilihan tempatnya yang tepat berada disalah satu bukit tertinggi di kota Istanbul,
menjadikan masjid Sulaimaniye terlihat gagah jika dilihat dari tanduk emas (golden horn).
Empat menaranya menjulang tinggi seperti menantang langit, kubah-kubanya besar diklaim
sebagai kubah terbesar pada masanya mengalahkan Hagya Sophia. Lebih menakjubkan lagi,
saat kita berjalan-jalan di tamannya. Masjid Sulaimaniye menyuguhkan pemandangan
Istanbul yang membuat mata tidak terkedip. Persis arah jam 12, mata kita akan dimanjakan
dengan bagunan kokoh di sebrang tanduk emas, Galata dan tumpukan hunian yang berwarna-
warna. Bergeser kenan sedikit terbentang selat Bosphorus yang membelah kota Istanbul
lengkap dengan kapal-kapal yang berseliweran, lumba-lumba, burung-burung berkejaaran.
Hanya arsitek yang cerdas yang bisa memadukan antara fungsi dan seni dalam sebuah
bangunan.
Sinan juga dikenal sebagai insinyur yang kreatif. Hal ini dibuktikan dengan apa yang dia
lakukan saat mebangun sebuah masjid yang diberinama “Semsi Pasa” di tepi selat Bosporus
bagian Asia. Sadar degan kondisi Istanbul yang masih menjadi ekosistem bagi banyak burung-
yang dalam banyak kesempatan sering meangganggu kebersihan masjid- Sinan membangun
sebuah masjid yang berlokasi di titik pertemuan dua arah angin (angin utara dan barat) untuk
menjawab tantangan dari Semsi Pasa. Sehingga nyaris tidak ada satupun burung yang bisa
hinggap di atas masjid tersebut karena angina bertiup kencang di titik itu. Teknologi ini
dilakukan dalam rangka menjaga masjid bersih dari kotoran burung yang kerapkali hinggap di
bangunan-bangunan tinggi.

Kecerdasan dan kegemilang Sinan dalam bidang arsitektur membuatnya ditunjuk oleh
Sulaiman sultan untuk menjadi kepala arsitektur kerajaan. Satu jabatan penting yang menjadi
impian bagi hampir setiap arsitek.

Berbeda dengan perjalanan karirnya yang cemerlang dan karyanya yang megah, Sinan tidak
berhasil dalam urusan cinta. Dia adalah seorang duda muda yang ditinggal mati Istrinya, dan
mehabiskan hari-harinya dengan maket proyek pembangunan, kertas-kertas dan penggraris.

Setelah penunjukannya sebagai kepala arsitek kerajaan, hari-hari Sinan sering dihabiskan di
Istana Topkapı, melakukan kordinasi dengan sultan, melaporkan hasil perkembangan proyek-
proyek yang sedang digarapnya dan urusan pembangunan lain. Keberadaan Sinan
dilingkungan kerajan membuatnya mulai mengenal Mihrimah, matahari sekaligus bulan bagi
sang sultan.

Mihrimah adalah satu-satunya putri Sulaiman Sultan dari pernikahannya dengan Hurem
Sultan. Seperti Ibunya, Mihrimah adalah gadis cantik, cerdas, dan atraktif. Namnya bersal dari
bahasa Persia (mihr: matahari, mah: bulan), ia adalah simbol dari keabaikan alam, seolah ada
dua cahaya yang memancar dari diri gadis berusia 18 tahun itu. Cahaya bulan yang memancar
dari kelembutan hatinya, dan cahaya matahari yang keluar dari paras wajahnya. Lambat laun
Sinan mulai jatuh cinta kepada Mihrimah. Tentu Sinan bukan satu-satunya, ada ratusan
pemuda diluar kerajaan sana yang juga mengagumi Mihrimah. Tapi apa boleh buat, Mihrimah
adalah putri seorang sultan, tidak semua orang mampu mengungkapkan rasa cintanya kepada
Mihrimah. Hingga pada usia Mihrimah yang ke 18 tahun, dataglah seorang gubernur muda
melamarnya.

Mendengar berita bahwa Mihrimah dilamar oleh seorang gubernur, Sinan juga dengan modal
cintanya memberanikan diri menghadap sang sultan. Tapi kali ini bukan untuk masalah
konsultasi pembangunan kota, ia dating untuk meminta putri kesayangannya. Posisinya
sebagai kepala Arsitek dan kedekatannya dengan sang sulatan tentu membuat Sianan percaya
diri dan yakin bahwa sang sultan akan menerimanya sebagai menantu dari purti
kesayangannya. Ada keyakinan yang besar atas itu. Meskipun demikian, sinan sadar bahwa
tidak ada yang pasti dengan jodoh. Sementara dari sisi Mihrimah, tetap menjadi rahasia dan
misteri, siapa yang akan dipilihnya. Apakah Sianan sang arsitek, atau Rustam sam gubernur
muda.
Selalu ada kejutan dalam perjalanan sebuah percintaan. Kejutan yang sama juga terjadi
kepada Sinan. Pada satu waktu yang ditentutakan, akirnya Mihrimah memutuskan untuk
memilih siapa yang akan menjadi pesangan hidupnya. Dan pilihan itu rupanya jatuh kepada
Rustam Pasa, sang gubernur muda. Pertimbangnya tentu jelas, Rustam jauh lebih muda dari
Sianan yang kala itu itu usianya memasuki 40 tahun, selain itu Rustam adalah seorang
gubernur. Berbeda dengan Sianan yang hanya seorang arsitek kerajaan. Rupanya kedekatan
Sinan dengan sang sultan tak berarti apa-apa dalam membantu mengambil keputusan siapa
yang akan menjadi calon menantunya. Mengahdapi kenyataan ini, Sinan tentu harus menelan
pil pahit kehdupan, cintanya ditolak dan bertepuk sebelah tangan.

Namun bukan Sinan kalo dia tidak kuat seperti konstruksi bangunan-bangunan yang
dibuatnya. Meskipun lamaran tidak diterima oleh sang pujaan hati, dia tetap megabdikan
dirinya kepada kerajaan sebagai juru rancang bangunan bagi proyek-proyek kerajaan. Sinan
akan tetap hidup dalam cintanya yang tak sampai bersama dengan pikiran-pikiranya
mengembangkan teknologi arsitektur pada masa itu.

Selang waktu berlalu, Mihrimah menikah dan berkeluarga bersama Rustam. Menikmati hari-
hari bersama sebagai pasangan baru. Bergandengan tangan keliling Istana Topkapı,
mengahabiskan waktu sore di musim semi memandang selat Bosphorus yang menjadi berkah
bagi Istanbul dan sekitarnya. Sementara itu Sinan masih saja sibuk dengan rencana-
rencananya memabngun, mendirikan masjid-masjid, benteng-benteng dan bagunan lainnya
yang menjadi proyek kerajaan. Hingga dua tahun setelah pernikahan Mihrimah, Sinana baru
kembali lagi “terpaksa” harus memandang kecantikan wanita puajaan hatinya dari jarak dekat
dengan hati teriris. Bagaimana tidak, pujaan hatinya yang menolak lamarannya, kini
bersanding di depannya bergandengan tangan dengan suaminya, Rustam. Saat itu adalah
waktu dimana Mihrimah meminta Sinan untuk memabangun sebuah masjid atas anamanya,
“Mihrimah”.

Ya Tuhan, cinta ini memang kejam sekali. Bukankah tidak cukup Mihrimah menolak lamaran
Sinan. Itu sudah sangat menyayat hati, apalagi sesekali Sinan melihat kemesraan pasangan
baru itu di taman Istana menghabiskan waktu berdua, sementara dia masih sibuk dengan
gambar-gambar bangunan. Sekarang takdir kembali menguji cinta Sinan untuk membangun
masjid dengan nama perempuan yang dia sayangi, yang menolak cintanya, perempuan yang
setiap malam menghantui tidurnya, Mihrimah.

Tapi cinta tetap cinta, seberapapun beratnya pengorbanan, pecinta sejati akan tetap
melakukan apapun untuk orang yang dia cintai. Meski tak berbalas, bertepuk sebelah tangan.
Bukankan mencintai itu adalah hak setiap orang, seperti hak untuk hidup? Sinan dengan
ketulusan hati tetap bertahan dengan cintanya. Tanpa banyak pertimbangan ia melaksanakan
perintah untuk membangunkan masjid yang dipersembahkan kepada Mihrimah sultan. Saat
itu, sinan degan terbata-bata dan menahan air mata agar tidak jatuh ke pipinya bertanya
kepada Mihrimah “dimana hendak kita bangun masjid itu tuan putri?”. Mihrimah hanya
menjawab, “Kamu aja yang pilih tempatnya Sinan, saya tau kamu tau yang terbaik”.

Sinan selanjutnya menentukan dimana masjid dengan nama kekasihnya yang tak sampai itu
dibangun. Uskudar, sebuah daerah di Istanbul bagian Asia. Letaknya persis menghadap selat
Bosphorus. Masjid dibangun dengan bentuk yang tidak seperti biasanya. Hanya ada satu
kubah dan tiga kubah setengah yang menyangganya. Disamping kanan, kiri dan belakang.
Masjid dilengkapi dengan dua Menara yang menjulang tinggi. Ada pesan kerinduan yang
dalam tertanam dalam desain dan arsitektur masjid Mihrimah. Suasananya yang sedikit gelap
seolah-olah sang Arsitek sedang menyampaikan pesan rindunya kepada wanita yang sangat
dia cintai. Pencahayaan masjid dibuat sedikit redup, tidak ada jendela dimana-mana, hanya
seperlunya saja untuk menerangi bagian interior.

Melihat dan menikmati suasana di masjid ini juga sarat pesan damai dan tenang. Sepertinya
Sinan ingin menceritakan kepada semua orang tentang sisi lembut dari Mihrimah melalui
bentuk masjid ini. Sama seperti namanya, mah yang artinya bulan. Masjid ini juga didesain
sedemikian rupa sehingga terkesan penuh dengan cahaya, tetapi cahaya yang redup seperti
cahaya bulan. Di dua sisinya terdapat dua Menara besar yang menjulang tinggi.

Sementara itu, selang beberapa tahun kemudian Sinan kembali membangun masjid untuk
dipersembhkan kepada nama yang sama, Mihrimah yang dicintainya. Pemabngunan kali ini
dipilih di salah satu bukit tertinggi yang ada di daratan kota Istanbul. Awalnya orang-orang
bertanya-tanya mengapa Sinan membuat masjid dilokasi yang sepi tak berpenduduk itu.
Sebuah bukit yang jauh dari pemukiman masyarakat. Namun belakangan orang-orang mulai
tau apa maksud dari pembangunan masjid tersebut.

Desain masjid Mihrimah sulatan 2 berbeda dengan yang pertama. Jika yang pertama terkesan
gelap dan damai, maka masjid kedua ini lebih terang. Bahkan, untuk menegaskan aksen terang
dalam pencahayaan masjid ini, Sinan melengkapi masjid dengan 62 jendela yang
memungkinkan cahaya dari luar bisa masuk dan membuat masjid terliahat terang. Kesan Mihr
(matahari) dari Mihrimah sangat terlihat dari desain masjid ini. Perbedaan yang cukup
signifikan juga terletak pada jumlah Menara. Sinan mengunakan Menara kembar pada masjid
Mihrimah yang ada di Uskudar, sementara dia dia hanya mengunakan satu Menara pada
masjid kedua ini.

Ada rahasia besar yang tidak diketahui oleh Mihrimah dari pembangunan dua masjid ini.
Karana pada dasarya Sinan punya alasana yang sangat romantic kenapa masjid pertama
dibangun di uskudar, dan masjid kedua dibanguan di Edirnekapı. Menurut hitungan
penanggalan Masehi, setiap tanggal 21 Maret tetap pada hari kelahiran Mihrimah, matahari
akan tenggelam di balik kubah majdi Mihrimah sultan kedua. Pada saat yang sama, bulan
sedang merangkak di tengah dua Menara kembar pada masjid yang berada di Uskudar.

Inilah rahasia yang disimpan oleh Sinan. Barangkali dengan kenang penuh haru, Sinan selalu
menikmati sore tanggal 21 Maret dengan menghabiskan waktu sore harinya untuk melihat
matahari tenggelam dalam wajah Mihrimah di Edirnekapı, selanjutnya bulan akan keluar
dengan penuh kedamain dari wajah Mihrimah di Uskudar. Tentu, sambil berteriak “Mihrimah,
kenapa kamu menolak cintaku?”.

Istanbul, 01 Desember 18

Anda mungkin juga menyukai