Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Invaginasi adalah suatu keadaan dimana segmen usus masuk ke dalam segmen lainnya, yang pada
umumnya berakibat dengan terjadinya obstruksi ataupun strangulasi. Invaginasi sering disebut juga
sebagai intussusepsi. Umumnya bagian yang proximal (intussuseptum) masuk ke bagian distal
(intususepien).

Gambar 1. Intususepsi usus halus yang masuk ke usus besar

2.2. Insidensi

Insiden penyakit ini tidak diketahui secara pasti, masing – masing penulis mengajukan jumlah
penderita yang berbeda – beda. Kelainan ini ditemukan pada anak – anak dibawah umur 1 tahun dan
frekuensinya menurun dengan bertambahnya usia anak. Umumnya sering ditemukan pada anak laki – laki
dan perempuan 3:2. Perjalanan penyakit ini bersifat progresiv. Insiden 70% terjadi pada usia < 1 tahun,
tersering usia 6-7 bulan, anak laki – laki lebih sering daripada perempuan.

2.3 Etiologi

±90-95 % invaginasi pada anak < 1 tahun tak dijumpai adanya kelainan pada ususnya yang
dikenal dengan istilah infantile idiopathic intussusception. Diduga karena penebalan dinding usus,
terutama ileum terminal akibat hiperplasi jaringan limfoid submukosa oleh peradangan virus yaitu adeno
virus dan reovirus. Penyebab lain pada anak > 2 tahun adalah divertikel meckeli, polyposis neoplasma
(leimioma dan leiomiosarkoma), haemangioma, dan lymphoma. Namun dapat juga dijumpai kasus
invaginasi setelah dilakukan tindakan laparotomi yang dikenal dengan istilah post operative
intussuseption. Faktor-faktor yang dihubungkan dengan terjadinya invaginasi adalah: Perubahan diet
makanan, Enteritis akut, dan Perubahan musim.

2.4 Jenis Invaginasi


Invaginasi dapat dibagi menurut lokasinya yaitu pada bagian usus mana yang terlibat:
1. Ileo-ileal, adalah bagian ileum masuk ke bagian ileum.
2. Ileo-colica, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian kolon.
3. Ileo-caecal, adalah bagian ileo-caecal masuk ke bagian apex dari invaginasi.
4. Appedicial-colica, adalah bagian caput dari caecum terinvaginasi.
5. Colo-colica, adalah bagian colon masuk ke bagian kolon.
Pada kolon dikenal dengan jenis colo colica dan sekitar ileo caecal dan ileo colica, jenis-jenis
yang disebutkan di atas dikenal dengan invaginasi tunggal dimana dindingnya terdiri dari tiga lapisan.
Jika dijumpai dindingnya terdiri dari lima lapisan, hal ini sering pada keadaan yang lebih lanjut disebut
tipe invaginasi ganda, sebagai contoh adalah tipe invaginasi ileo-ileo colica atau colo colica.

2.5 Patofisiologi
Pada invaginasi dapat berakibat terjadinya obstruksi ataupun strangulasi dari usus. Obstruksi
yang terjadi secara mendadak ini, akan menyebabkan bagian apex invaginasi menjadi udem dan
kaku, jika hal ini telah terjadi maka tidak mungkin bagian usus yang tidak viabel tersebut dapat kembali
normal secara spontan.
Gambar 2. Gambaran Invaginasi melalui laparaskopi

Pada sebagian besar kasus invaginasi obstruksi usus terjadi pada daerah ileo – caecal. Apabila
terjadi obstruksi sistem limfatik dan vena mesenterial, akibat dari penyakit invaginasi yang berjalan
progresif dimana ileum dan mesenterium masuk kedalam caecum dan kolon, akan dijumpai mukosa
intussusseptum menjadi edem dan kaku, mengakibatkan obstruksi yang pada akhirnya akan dijumpai
keadaan strangulata dan perforasi usus.

Gambar 3. Usus yang sudah rusak dan sudah terjadi perforasi

2.6 Diagnosis
Penemuan klinis tergantung dari lamanya invaginasi terjadi. Umumnya bayi dalam keadaan sehat
dan gizi baik. Mungkin beberapa hari sebelumnya menderita radang saluran nafas atau diare. Bayi tiba-
tiba menangis seperti menahan sakit untuk beberapa menit kemudian diam, main-main atau tidur kembali.
Sering disertai muntah berupa minuman atau makanan yang masuk.
Gejala klinis dari invaginasi adalah TRIAS gejala yang terdiri dari:
1. Nyeri perut yang bersifat kolik,
2. Muntah
3. Berak lendir darah (red currant jelly = selai kismis merah).
Adapula yang menyebutkan bahwa TRIAS gejala tersebut adalah:
1. Nyeri perut yang bersifat kolik,
2. Teraba massa tumor diperut seperti sosis (sausage’s sign),
3. Berak lendir darah.
4. Sekum yang teraba kosong disebut dengan “dance’s sign”.
Pada colok dubur (rectal toucher) dapat ditemukan sebagai berikut:
1. Tonus sfingter ani melemah,
2. Mungkin invaginat dapat diraba berupa massa seperti portio/pseudo portio (portio like
appearance),
3. Bila jari di tarik, maka akan keluar darah bercampur lendir (Currant jelly stool’s).
Foto polos abdomen 3 posisi akan ditemukan tanda-tanda obstruksi dengan gambar “air-fluid
levels” dan distribusi udara dalam usus tidak merata (gambar 1).

Gambar 1. “air fluid levels”

Pemeriksaan barium enema digunakan untuk tujuan diagnostik dan terapi, dimana akan terlihat
gambaran “cupping” dan “coilspring” (gambar 2). Untuk tujuan terapi, barium enema dikerjakan dengan
tekanan hidrostatik untuk mendorong usus yang masuk ke arah proksimal, teknik ini dapat dikerjakan bila
belum ada tanda-tanda obstruksi usus yang jelas, seperti muntahmuntah hebat, perut distensi, dan
dehidrasi berat.
Peritonitis merupakan kontra indikasi dilakukan reposisi dengan barium enema. Reposisi berhasil
bila setelah rectal tube ditarik dari anus maka barium keluar dengan disertai massa feses dan udara
(menyemprot); pada fluoroskopi terlihat ada reflux barium kedalam lumen ileum dan massa tumor hilang.

Gambar 2. Foto Barium Enema. Tampak Cupping dan Coilspring pada usus

Pemeriksaan USG (ultra sonografi) akan terlihat gambaran seperti ginjal (pseudo kidney
appearance) atau seperti kue donat (doughnut’s sign).

Perlu perhatian bahwa untuk penderita malnutrisi gejala-gejala invaginasi tidak khas, tanda-
tanda obstruksi usus berhari-hari baru timbul, pada penderita ini tidak jelas tanda adanya sakit berat,
defekasi tidak ada darah, invaginasi dapat mengalami prolaps melewati anus, hal ini mungkin
disebabkan pada pasien malnutrisi tonus yang melemah, sehingga obstruksi tidak cepat timbul.
Suatu keadaan disebut dengan invaginasi atypical, bila kasus itu gagal dibuat diagnosis yang
tepat oleh seorang ahli bedah, meskipun keadaan ini kebanyakan terjadi karena ketidaktahuan dokter
dibandingkan dengan gejala tidak lazim pada penderita.

2.7 Diagnosis Banding


1. Gastro – enteritis, bila diikuti dengan invaginasi dapat ditandai jika dijumpai perubahan rasa
sakit, muntah dan perdarahan.
2. Diverticulum Meckel, dengan perdarahan, biasanya tidak ada rasa nyeri.
3. Disentri amoeba, pada keadaan ini diare mengandung lendir dan darah, serta adanya obstipasi,
bila disentri berat disertai adanya nyeri di perut, tenesmus dan demam.
4. Enterokolitis, tidak dijumpai adanya nyeri di perut yang hebat.
5. Prolapsus recti atau Rectal prolaps, dimana biasanya terjadi berulang kali. Pada colok dubur
didapati hubungan antara mukosa dengan kulit perianal, sedangkan pada invaginasi didapati
adanya celah.

2.8 Penatalaksanaan
Keberhasilan penatalaksanaan invaginasi ditentukan oleh cepatnya pertolongan diberikan, jika
pertolongan sudah diberikan kurang dari 24 jam dari serangan pertama maka akan memberikan
prognosis yang lebih baik.

Penatalaksanaan dari invaginasi pada umumnya meliputi resusitasi, kofirmasi diagnostik


melalui ultrasonografi, reduksi hidrostasis, reduksi dengan barium enema (kecuali anak mengalami
tanda-tanda peritonitis), dengan intervensi bedah merupakan pilihan terakhir kecuali pada kasus khusus (

Penatalaksanaan penanganan suatu kasus invaginasi pada bayi dan anak sejak dahulu
mencakup dua tindakan penanganan yang dinilai berhasil dengan baik yaitu:

1. Reduksi dengan barium enema


Reduksi dengan barium enema merupakan terapi awal pada invaginasi pada anak, namun
kontroversi terhadap terapi ini masih terus diperdebatkan.
Sebelum dilakukan tindakan reduksi, maka terhadap penderita: dipuasakan, resusitasi cairan,
dekompresi dengan pemasangan pipa lambung (NGT). Bila sudah dijumpai tanda gangguan pasase usus
dan hasil pemeriksaan laboratorium dijumpai peninggian dari jumlah leukosit dan neutrofil segmen
maka antibiotika berspektrum luas dapat diberikan. Narkotik seperti Demerol dapat diberikan (1mg/kg
BB) untuk menghilangkan rasa sakit.
Telah disebutkan pada bab terdahulu bahwa barium enema berfungsi dalam diagnostik dan
terapi. Reduksi invaginasi dengan nonoperatif telah menunjukkan lama rawat inap, pemulihan yang
lebih cepat, mengurangi biaya rumah sakit, dan mengurangi komplikasi yang berhubungan dengan
operasi abdomen.
Telah dilaporkan bahwa reduksi hidrostatis kurang berguna bagi pasien dengan gejala
invaginasi lebih dari 48 jam, dan khususnya pasien dengan keadaan umum yang jelek dan membutuhkan
operasi reduksi sebagai penanganannya.
Menurut Syamsuhidayat tahun 2005 barium enema dapat diberikan bila tidak dijumpai kontra
indikasi seperti:
- Adanya tanda obstruksi usus yang jelas baik secara klinis maupun pada foto abdomen.
- Dijumpai tanda-tanda peritonitis.
- Gejala invaginasi sudah lewat dari 24 jam.
- Dijumpai tanda – tanda dehidrasi berat.
- Usia penderita dibawah 1 tahun.

Hasil reduksi ini akan memuaskan jika dalam keadaan tenang tidak menangis atau gelisah
karena kesakitan oleh karena itu pemberian sedatif sangat membantu. Kateter yang telah diolesi pelicin
dimasukkan ke rektum dan difiksasi dengan plester, melalui kateter bubur barium dialirkan dari
kontainer yang terletak 3 kaki di atas meja penderita dan aliran bubur barium dideteksi dengan alat
fluoroskopi sampai meniskus intussusepsi dapat di identifikasi dan dibuat foto. Meniskus sering
dijumpai pada kolon transversum dan bagian proksimal kolon descendens. Bila kolom bubur barium
bergerak maju menandai proses reduksi sedang berlanjut, tetapi bila kolom bubur barium berhenti dapat
diulangi 2-3 kali dengan jarak waktu 3-5 menit. Reduksi dinyatakan gagal bila tekanan barium
dipertahankan selama 10-15 menit tetapi tidak dijumpai kemajuan. Antara percobaan reduksi pertama,
kedua dan ketiga, bubur barium dievakuasi terlebih dahulu.

Reduksi barium enema dinyatakan berhasil, apabila:

- Rectal tube ditarik dari anus maka bubur barium keluar dengan disertai massa feses dan udara.

- Pada fluoroskopi terlihat bubur barium mengisi seluruh kolon dan sebagian usus halus, jadi adanya
refluks ke dalam ileum.

- Hilangnya massa tumor di abdomen.

- Perbaikan secara klinis pada anak dan terlihat anak menjadi tertidur serta norit test positif.

Penderita perlu dirawat inap selama 2-3 hari karena sering dijumpai kekambuhan selama 36
jam pertama. Keberhasilan tindakan ini tergantung kepada beberapa hal antara lain, waktu sejak
timbulnya gejala pertama, penyebab invaginasi, jenis invaginasi dan teknis pelaksanaan-nya. Jika
reduksi dengan enema gagal untuk mengatasi keadaan ini, intervensi bedah dapat dilakukan.
2. Reduksi dengan tindakan operasi
a. Memperbaiki keadaan umum
Tindakan ini sangat menentukan prognosis, jangan melakukan tindakan operasi sebelum
mengoptimalkan keadaan umum pasien (pasien baru dapat dioperasi apabila sudah yakin bahwa perfusi
jaringan telah baik, hal ini ditandai apabila produksi urine sekitar 0,5-1 cc/kg BB/jam). Nadi kurang dari
120x/menit, pernafasan tidak melebihi 40x/menit, akral yang tadinya dingin dan lembab telah berubah

menjadi hangat dan kering, turgor kulit mulai membaik dan temperatur badan tidak lebih dari 38 °C.
Biasanya perfusi jaringan akan baik apabila setengah dari perhitungan dehidrasi telah masuk, sisanya
dapat diberikan sambil operasi berjalan dan pasca bedah.
Yang dilakukan dalam usaha memperbaiki keadaan umum adalah:
a. Pemberian cairan dan elektrolit untuk rehidrasi (resusitasi).
b. Tindakan dekompresi abdomen dengan pemasangan sonde lambung.
c. Pemberian antibiotik dan sedatif.
Suatu kesalahan besar apabila langsung melakukan operasi karena usus dapat menjadi nekrosis
karena perfusi jaringan masih buruk.

Gambar 11. Usus yang sudah rusak

Harus diingat bahwa obat anestesi dan stress operasi akan memperberat keadaan umum
penderita serta perfusi jaringan yang belum baik akan menyebabkan bertumpuknya hasil metabolik di
jaringan yang seharusnya dibuang lewat ginjal dan pernafasan, begitu pula perfusi jaringan yang belum
baik akan mengakibatkan oksigenasi jaringan akan buruk pula. Bila dipaksakan kelainan tersebut akan
irreversible.
b. Tindakan reposisi usus
Tindakan selama operasi tergantung kepada temuan keadaan usus, reposisi manual dengan
cara “milking” dilakukan dengan halus dan sabar, juga bergantung pada keterampilan dan pengalaman
operator. Insisi operasi untuk tindakan ini dilakukan secara transversal (melintang), pada anak-anak
dibawah umur 2 tahun dianjurkan insisi transversal supraumbilikal oleh karena letaknya relatif lebih
tinggi. Ada juga yang menganjurkan insisi transversal infraumbilikal dengan alasan lebih mudah untuk
eksplorasi usus, mereduksi intusussepsi dan tindakan appendektomi bila dibutuhkan. Tidak ada batasan
yang tegas kapan kita harus berhenti mencoba reposisi manual itu. Reseksi usus dilakukan apabila:
pada kasus yang tidak berhasil direduksi dengan cara manual, bila viabilitas usus diragukan atau
ditemukan kelainan patologis sebagai penyebab invaginasi. Setelah usus direseksi dilakukan
anastomosis ”end to end”, apabila hal ini memungkinkan tetapi bila tidak mungkin maka dilakukan
“exteriorisasi” atau enterostomi.

Gambar. Milking Prosedur

Anda mungkin juga menyukai