Anda di halaman 1dari 16

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Semen

Semen merupakan salah satu bahan perekat yang bila tercampur dengan air maka
dapat mengikat bahan-bahan padat seperti pasir dan batu menjadi kesatuan kompak. Sifat
pengikat semen ditentukan oleh susunan kimia yang dikandungnya. Bahan utama yang
dikandung oleh semen yaitu batu kapur (CaO), silikat (SiO2), ferro oksida (Fe2O3),
magnesit (MgO), serta oksida lain dalam jumlah kecil (Rahadja, 1990).
Semen dalam pengertiaan umum adalah bahan yang mempunyai sifat ahesive
(merekatkan material) dan cohesive (menyatukan material), digunakan sebagai bahan
pengikat (bonding material), yang dipakai bersama-sama dengan batu krikil dan pasir.
Semen dapat dibagi atas dua kelompok, yaitu :
a. Semen non hidraulis adalah semen yang tidak dapat mengeras dalam air atau tidak
stabil dalam air. Produk ini bereaksi cepat dengan air menghasilkan Ca(OH)2 dalam
butiran yang halus dan Ca(OH)2 ini tidak dapat mengeras bila bereaksi dengan CO2
dan udara membentuk CaCO3 kembali.
b. Semen hidraulis adalah semen yang dapat mengeras dalam air dan dapat
menghasilkan padatan yang stabil dalam air. Oleh karena itu hidraulis bersifat dapat
mengeras bila tercampur dengan air, tidak larut dalam air, dapat mengeras walau
didalam air. Contoh semen hidraulis adalah semen portland, semen campur, semen
khusus dan sebagainya (Duda, 197)
2.2 Semen setengah jadi (clinker)

Klinker merupakan bahan penting dari semen portland. Semen Portland


diperoleh dengan menggiling klinker dengan beberapa bahan aditif tambahan
sehingga menjadi sifat semen tertentu yang diiginkan. Klinker dibuat dengan proses
kimia di unit kiln. Komposisi klinker menurut stnadar ASTM C150-1999 dan SNI
No. 15-6514-2001 yaitu 55-60% C3S, 10-14% C2S, 8-12% C3A, 10-12% C4AF,
serta kandungan minor unreacted CaO. Unreacted CaO sering disebut free lime
merupakan jumlah CaO yang tidak berikatan dengan senyawa semen. Nilai free
lime clinker berkisar 0-3%.

Gambar II. 1 Struktur Clinker


Gambar II.1 memperlihatkan klinker yang diamati dibawah mikroskop. Fasa
yang berwana coklat menunjukkan C3S, warna biru menunjukkan C2S, dan area
berwarna putih menunjukkan Kristal klinker yang meleleh banyak mengandung
C3A dan C4AF. Sedangkan spot berwarna hitam menunjukkan pori-pori klinker

2.3 Komposisi Clinker

Bahan utama yang terkandung dalam raw material adalah calcium oxide
(CaO), silicon dioxide (SiO2), aluminium oxide (Al2O3), dan iron oxide (Fe2O3).
Mineral tersebut terdapat pada bahan limestone, pasir silika, tanah liat, dan pasir
besi.
Gerakan antara material dan gas panas hasil pembakaran batu bara
berlansung secara counter current sehingga terjadinya proses perubahan fisis dan
kimia pada umpan kiln. Reaksi keselurahan yang terjadi di rotary kiln sebagai
berikut:
12𝐶𝑎𝑂 + 2𝑆𝑖𝑂2 + 2𝐴𝑙2 𝑂3 + 𝐹𝑒2 𝑂3 → 2𝐶𝑎𝑂. 𝑆𝑖𝑂2 (𝐶2 𝑆) +
3𝐶𝑎𝑂. 𝑆𝑖𝑂2 (𝐶3 𝑆) + 3𝐶𝑎𝑂. 𝐴𝑙2 𝑂3 (𝐶3 𝐴) + 4𝐶𝑎𝑂. 𝐴𝑙2 𝑂3. 𝐹𝑒2 𝑂3 (𝐶4 𝐴𝐹)

Dari reaksi di atas dapat dijelaskan bahwa umpan kiln berupa campuran batu
kapur yang mengandung (𝐶𝑎𝑂) , alumina oksida pada tanah liat (𝐴𝑙2 𝑂3 ), pasir besi
(𝐹𝑒2 𝑂3 ) , dan pasir silica (𝑆𝑖𝑂2 ) dicampur melalui proses pembakaran yang ada
pada rotary kiln dan menghasilkan beberapa senyawa pembentuk clinker yaitu C2S,
C3S, C3A, dan C4AF. Berikut senyawa pembentuk clinker beserta rumus kimia
senyawa tersebut dijelaskan pada tabel di bawah ini

Tabel II.1.1 Senyawa Pembentuk Clinker

Rumus Kimia Rumus


Senyawa yang Nama Lain Kimia
Terbentuk Lain

2CaO.SiO2 Dicalcium Silicate (belite) C2S


3CaO.SiO2 Tricalcium Silicate (alite) C3S
3CaO.Al2O3 Tricalcium Aluminate C3A
4CaO.Al2O3.Fe2O3 Tetracalcium Alumino Ferrite C4AF
(Sumber : Austin, 1975)
Dicalcium Silicate (C2S)
Komposisi C2S atau Belite berkisar antara 10-14%. Belite terbentuk pada
suhu 800-900°C dan memberi kekuatan akhir pada semen.
Tricalcium Silicate (C3S)
Trikalsium Silikat atau Alite merupakan komponen utama dalam clinker
yang terbentuk pada suhu 1260°C-1450°C di zona klinkerisasi. Komposisi Alite
berkisar antara 55-60% memberi kekuatan awal semen (sebelum 28 hari) dan dapat
memengaruhi kekuatan akhir semen.
Tricalcium Aluminate (C3A)
Trikalsium Aluminat terbentuk pada suhu 1200-1300°C di zona transisi.
Kandungan C3A pada semen portland bervariasi antara 7-15%. Kandungan ini
berperan dalam menentukan kuat tekan awal dari semen.
Tetracalcium Alumino Ferrite (C4AF)
Tetrakalsium Alumino Ferrite terbentuk pada suhu 1200°C–1350°C di zona
pennginan. Kandungan C4AF pada semen portland bervariasi antara 5-10% dengan
ratarata 8%. Ferrite ini berperan dalam menentukan warna pada semen

2.3 Proses Pembentukan Clinker dalam Rotary Kiln

Gambar II. 2 Proses Pembentukan clinker dalam rotary kiln


Klinker semen Portland dibuat dengan pemanasan, dalam rotary kiln atau
tanur semen. Material keluaran suspension preheater atau sering disebut hot meal
dikalsinasi lanjut pada suhu kalsinasi di atas 800 °C. di zona kalsinasi tersebut
proporsi CaO akan meningkat sedangkan proporsi CaCO3 akan menurun
(dekomposisi karbonat). Zona transisi suhu akan meningkat sampai 1200 °C
material mulai berubah menjadi cair sebagian sekitar 20-30% dan kemudian pada
suhu fusi, yaitu sekitar 1450 °C (2640 °F) atau pada zona sintering material
aluminate dan ferrite menjadi cair keseluruhan dan material C3S terbentuk pada
zona ini. Bahan dalam klinker semen adalah alite, belite, tri-kalsium aluminat, dan
tetra-kalsium alumino ferit. Untuk semen khusus, seperti tipe Low Heat (LH)
dan Sulfate Resistant (SR), perlu untuk membatasi jumlah trikalsium aluminate
(3 CaO·Al2O3) terbentuk. Bahan baku utama untuk pembuatan klinker
biasanya batu kapur (CaCO3) dicampur dengan bahan kedua yang mengandung
tanah liat sebagai sumber alumino-silikat. Biasanya, batu kapur tidak murni
mengandung tanah liat atau SiO2 yang digunakan. Bahan baku sekunder (bahan
dalam campuran mentah selain batu kapur) bergantung pada kemurnian batu kapur.
Beberapa bahan yang digunakan adalah tanah liat, pasir silika, pasir besi, fly ash,
dan trass. Ketika tanur semen dibakar oleh batu bara, abu batubara atau fly ash
bertindak sebagai bahan baku sekunder.

Gambar II. 3 Temperature profile and qualitative profile of the heat of reaction of
the feed along the clinker production
Tabel II. 1 Reaksi yang terjadi dalam Rotary Kiln

Temperatur (ºC) Reaksi


800 – 900 Pembentukan 2CaO.SiO2
2CaO(l) + SiO2(l) 2CaO.SiO2 (C2S)
900 – 1200 Pembentukan 3CaO.Al2O3
3CaO(l) + Al2O3(l) 3CaO.Al2O3(l)
1200 – 1300 Pembentukan 3CaO.Al2O3 dan 4CaO.Al2O3.Fe2O3
3CaO(l) + Al2O3(l) 3CaO.Al2O3(l) (C3A(l))
4CaO(l) + Al2O3(l) + Fe2O3(l) 4CaO.Al2O3.Fe2O3 (C4AF)
1250 – 1286 Pelelehan material dan coating yang menempel pada shell kiln
1260 – 1450 Pembentukan 3CaO.SiO2
3CaO(l) + SiO2(l) 3CaO.SiO2(l) (C3S(l))
(sumber : Nurcholis, 2013)
Kontak antara material dan gas panas didalam kiln berlangsung secara
counter current, sehingga terjadi perpindahan panas yang menyebabkan perubahan
fisik dan kimia dari material sepanjang kiln.
Karena proses pembentukan clinker di dalam kiln berlangsung pada
temperatur yang sangat tinggi, maka dinding kiln harus dilapisi dengan bata tahan
api untuk melindungi shell tube akibat nyala api, gas panas dan material panas.
Mengurangi beban kiln dan berfungsi sebagai isolator panas, sehingga dapat
mengurangi kehilangan panas akibat radiasi dan konveksi.

2.4 Metode Perhitungan

Dalam menghitung kinerja rotary kiln dapat dinyatakan dengan efisiensi


panas dimana merupakan perbandingan antara panas reaksi yang digunakan untuk
reaksi pembentukan clinker dan total panas yang masuk pada rotary kiln.

2.4.1 Neraca Energi


Perhitungan neraca energi dilakukan berdasarkan hukum pertama
termodinamika atau disebut hokum kekekalan energy. Hukum I termodinamika
menyatakan bahwa ”jumlah kalor pada suatu system adalah sama dengan
perubahan energi di dalam system tersebut ditambah dengan usaha yang dilakukan
oleh sistem”

Q Kiln feed
Q reaksi
Q Pembakaran batu bara
Q Clinker
Q Sensible batu bara
Q Gas Buang Kiln
Q Udara Primer ROTARY KILN
Q Udara Sekunder

Q loss
Q losses konveksi

Gambar II. 4 Blok diagram kesetimbangan energi di rotary kiln


Pada neraca energi tersebut, energi panas yang masuk dan keluar dari
system rotary kiln adalah sebagai berikut:
a. Q kiln feed merupakan panas yang dibawa umpan masuk ke rotary kiln
dengan basis kering (tanpa air). Nilainya ditentukan oleh massa, komposisi,
dan temperature masuk kiln feed tersebut.
b. Q pembakaran batu bara merupakan panas yang dihasilkan dari pembakaran
batu bara di rotary kiln. Nilainya ditentukan oleh massa dan nilai kalor
bahan bakar batu bara.
c. Q sensible batu bara merupakan panas yang dibawa oleh batu bara dengan
basis kering (tanpa air). Nilainya ditentukan oleh massa dan temperature
masuk batu bara tersebut.
d. Q udara primer merupakan panas yang dibawa udara yang dimasukkan
bersama bahan bakar. Nilainya ditentukan oleh massa dan temperature
masuk udara primer.
e. Q udara sekunder merupakan panas yang dibawa udara yang dimasukkan
ke rotary kiln. Nilainya ditentukan oleh kebutuhan udara sekunder dan
temperature masuk udara sekunder.
f. Q reaksi merupakana panas yang diguanakan untuk reaksi pembentukan
clinker
 Panas dekomposisi CaCO3 merupakan panas yang dibutuhkan untuk
menguraikan Ca menjadi CaO dan CO2. Nilainya ditentukan oleh massa
CaCO3 itu sendiri dengan entalphi reaksi untuk proses reaksi
dekomposisi CaCO3
 Panas dekomposisi MgCO3 merupakan panas yang dibutuhkan untuk
menguraikan Mg menjadi MgO dan CO2. Nilainya ditentukan oleh
massa MgCO3 itu sendiri dengan entalphi reaksi untuk proses reaksi
dekomposisi MgCO3
 Panas pembentukan klinker merupakan panas yang dibutuhkan untuk
membentuk komponen-komponen penyusun clinker yaitu C3S, C2S,
C3A, dan C4AF. Nilainya ditentukan oleh komposisi masing-masing
senyawa pembentuk clinker tersebut.
g. Q clinker merupakan panas yang terbawa keluar bersama clinker yang
dihasilkan pada rotary kiln. Nilainya ditentukan oleh massa dan temperature
keluar clinker.
h. Q gas buang kiln merupakan panas yang terbawa keluar bersama gas buang
kiln. Nilainya ditentukan oleh massa, komposisi, dan temperatur gas buang
tersebut.
i. Q losses konveksi merupakan panas yang hilang di kiln karena terjadi
peristiwa konveksi pada rotary kiln. Nilainya ditentukan oleh luas, suhu
permukaan kiln, suhu lingkungan, dan massa clinker.
j. Q loss merupakan panas yang tak teranalisa keluar dari sistem ke
lingkungan disebabkan oleh isolasi sistem yang tidak mampu menahan
panas pada kiln tersebut.

2.4.2 Efisiensi panas rotary kiln

Efisiensi panas kiln dilakukan berdasarkan hukum kedua termodinamika.


Hukum II termodinamika menyatakan “kalor mengalir secara alami dari benda
panas ke benda dingin, kalor tidak akan mengalir secara spontan dari benda dingin
ke benda panas”. Efisiensi menyatakan perbandingan antara energi panas yang
dimanfaatkan untuk reaksi pembentukan clinker dengan total energi panas yang
masuk pada sistem rotary kiln.
panas reaksi
ŋ𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 = panas masuk 𝑥 100%

……………………………………...………………… (II.1)
Sumber: Farisha dan Hadiyanto (2013)
Dimana:
Panas reaksi yang terjadi pada pembentukan clinker yang terjadi secara endotermis
dan eksotermis
Reaksi endotermis:
Q disosiasi CaCO3 = m CaCO3. ΔHCaCO3 ……………………………………………………….……………. (II.2)
Q disosiasi MgCO3 = m MgCO3. ΔHMgCO3 …………………………………………………………………. (II.3)
Q melting material = % liquid product. ΔHmelting ………………………………………...…………. (II.4)
Reaksi endotermis:
Q C2S =% C2S . ΔHC2S …….……………………………………………………………….………….…. (II.5)

Q C4AF = % C4AF . ΔHC4AF. …………………………………………………….…………………..……. (II.6)


Q C3A =% C3A . ΔHC3A ……………………….……………………………………….…………………. (II.7)
Q C3S =% C3S . ΔHC3S ………………………………………………………….…………………………. (II.8)
Panas masuk
Q kiln feed = m kiln feed . Cp. ΔT ……………………………………..…………………………….…. (II.9)
Q pembakaran batu bara = m batu bara. GHV..………………. ……………………….…. (II.10)
Q sensible batu bara = m batu bara Cp. ΔT ……………..………………………………….….…. (II.11)
Q udara primer = m u.primer Cp. ΔT ………………………….………………………………….…. (II.12)
Q udara sekunder = m u.sekunder Cp. ΔT …………..………………………………….……….…. (II.13)
Sumber: Basri dan Sitorus (2015)

Keterangan :
m = Laju alir massa (kg/jam)
Cp = kapasitas panas spesifik (kcal/kg.K)
∆𝑇 = Perubahan Temperatur (K)
∆𝐻 = entalphi pembentukan (kcal/kmol)
GHV = Gross Heating Value (kcal/kg)
BAB III

KINERJA ROTARY KILN


3.1 Rotary Kiln

Rotary Kiln atau tanur putar merupakan alat utama dalam proses pembuatan
semen. Dalam alat Rotary kiln inilah terjadi proses pembakaran yang mengubah
raw mill menjadi clinker atau semen setengah jadi. Rotary Kiln di PT Indocement
Tunggal Prakara berbentuk silinder dan terbuat dari baja yang dipasang secara
horizontal dengan kemiringan 3.5° berdiameter dalam 5.5 m dengan panjang 87 m
dan kecepatan putar 3.5 rpm dengan putaran yang digerakan motor berkapasitas 2
x 750 kW.
3.2 Proses-Proses Dalam Rotary Kiln

Gambar III. 1 Proses pada Rotary Kiln


(Sumber : PT Indocement Tunggal Prakarsa)

1. Zona Kalsinasi (Clasination Zone)


Zona ini terjadi di proses kalsinasi lanjutan, yaitu reaksi peruraian kalsium
menjadi CaO dan CO2 . Partikel CaCO3 pada rotary kiln akan mengalami kalsinasi
relatif lebih cepat, karena secara terus menerus dibantu oleh gerakan tumbling
selama rotary kiln berputar. Saat proses kalsinasi berlangsung akan terjadi proses
pembentukan mineral C2 S. Reaksi kalsinasi berlangsung pada suhu material di
800°C dan berakhir pada suhu mendekati 1200°C. Zona kalsinasi lanjut dari
CaCO3 dan MgCO3 pada suhu 800 - 850°C. dan berakhir pada suhu mendekati
1200°C.
Zona kalsinasi lanjut dari CaCO3 dan MgCO3 pada suhu 800 - 850°C.
CaCO3 → CaO + CO2
MgCO3 → MgO + CO2
Zona pembentukan senyawa C2 S (dikalsium silikat) pada suhu 800 - 1200°C
2CaO + SiO2 → 2CaO. SiO2

Gambar III. 2 Zona Kalsinasi

(Sumber : Manual Book PT. Holcim)

2. Zona Transisi (Transition Zone)


Transition zone terletak di kedua sisi sintering zone. Transition zone
adalah zona perpindahan material dari low temperature ke high temperature (upper
transition zone), dan dari high temperature ke low temperature (lower transition
zone). Oksida besi mulai mengikat campuran oksida kalsium dan oksida alumina
membentuk campuran .
Reaksi pembentukan senyawa C3A (trikalsium alumina ferit) pada suhu 1000-
1200°C.
2CaO + CaO.Al2O3→ 3CaO.Al2O3
CaO + 2CaO.Fe2O3 + CaO.Al2O3→ 4CaO.Al2O3.Fe2O3

3. Zona Klinkerisasi (Sintering Zone)


Campuran kalsium alumina ferrit (C4AF) berubah fase menjadi cair.
Sintering zone atau zona klinkerisasi adalah tempat dimana terjadi reaksi
pembentukan C2S (belite) dan C3S (alite). Pada zona ini juga terjadi pembentukan
liquid phase (aluminate dan ferrite mulai meleleh pada suhu 1250℃. Temperatur
maksimal pada sintering zone antara 1260-1450℃. Panjang sintering zone
dipengaruhi oleh tipe flame dan jenis fuel yang digunakan. Fine coal menghasilkan
short flame, liquid fuel menghasilkan medium flame dan gas fuel menghasilkan long
flame. Partikel padat dalam Rotary Kiln terdiri dari C2S dan CaO bebas. Pada
temperatur ini, sisa unsur CaO akan mengikat C2S untuk membuat campuran kristal
3CaO.SiO2 atau C3S. Material mulai berubah menjadi
cair dan pada daerah ini. Reaksi yang berlangsung adalah :

2CaO+SiO2→2CaO.SiO2…….. (C2S)
2CaO+CaO.Al2O3→3CaO.Al2O3…….. (C3A)
CaO+2CaO.Fe2O3+CaO.Al2O3→4CaO.Al2O3.Fe2O3…… (C4AF)
CaO+2CaOSiO2→3CaO.SiO2……. (C3S)

Gambar III. 3 Zona Klinkerisasi


(Sumber : Manual Book PT. Holcim)
Pada zona ini mineral-mineral meleleh dan berubah fasa menjaid liquid

dan C3S terbentuk pada zona ini. Perubahan bentuk mineral dapat dilihat pada

gambar III.3

4. Zona Pendinginan (Cooling Zone)


Cooling zone di rotary kiln terletak di dekat burner nozel dengan kiln
outlet dan terjadi pada temperatur 1450-1200℃.. Pendinginan dimulai setelah
clinker melewati flame. Senyawa C2A tidak stabil terdapat dalam clinker akan
berubah menjadi C3A. Ada yang bergabung dengan CaO bebas yang tidak
membentuk C2S dan ada yang bergabung dengan CaO selama pendinginan dan
kembali menjadi C2S. Di daerah ini campuran kalsium alumina ferrit yang
terbentuk cairan, menglami berubahan fisis menjadi kristal. Rotary kiln dipasang
horizontal dengan kemiringan 4° dan kecepatan putaran 3 rpm. Operasi start up
rotary kiln, menggunakan IDO sebagai bahan bakar sementara. Pemasok oksigen
menggunakan dua sumber yaitu udara primer dan udara sekunder.

3.3 Spesifikasi Rotary Kiln

Gambar III. 4 Rotary Kiln


(Sumber: Gongfa Li, 2015)

Jenis rotary kiln yang digunakan di PT Indocement Tunggal Prakarsa


merupakan rotary kiln tipe 5 stages cyclone 1 precalciner preheater dengan proses
kering (dry process). Proses kering rotary kiln yang digunakan lebih pendek
dibandingkan rotary kiln pada proses teknologi yang lain karena proses kalsinasi
sebagian telah terjadi di precalciner suspension preheater sebelum umpan kiln
masuk rotary kiln. Spesifikasi rotary kiln di PT Indocement Tunggal Prakarsa
ditampilkan pada Tabel III.1

Tabel III. 1 Spesifikasi Rotary Kiln PT Indocement Tunggal Prakarsa

Spesifikasi Rotary Kiln


Dry Process with 3 support all
Type welded rotary

Kapasitas 7500 ton/ hari

Panjang 87 m

Diameter luar 5.5 m

Diameter dalam 5m

Kemiringan 3.5 %

Penggerak 2 motor

Daya motor 2 x 750 kW

Suhu dalam kiln 820-1400°C

Suhu clinker 1100-1200°C

(Sumber: Data PT Indocement Tunggal Prakarsa)

3.4 Kinerja Rotary Kiln

Neraca Energi

Q kiln feed = 2.24%


Q Reaksi = 53.67%
Q pembakaran batu bara=94.47%
Q clinker= 28.2%
Q sensible batu bara= 0.117 %
Q gas buang kiln= 15.59%
Q udara primer= 0.013 % ROTARY KILN
Q udara sekunder= 3.163 % Q konveksi= 2.38%

Q loss = 0.13%
Tabel III.1 Neraca Energi Rotary Kiln
Input (kcal/kg Output (kcal/kg
clinker) % input clinker) % output
panas kiln feed 18.481 2.240
panas pembakaran batu bara 779.516 94.467
panas udara primer 0.104 0.013
panas udara sekunder 26.103 3.163
panas sensible batu bara 0.965 0.117
panas reaksi 442.876 53.671
panas sensible klinker 232.8 28.212
panas gas buang kiln 128.691 15.596
panas konveksi 19.699 2.387
panas hilang 1.103 0.134
Total 825.169 100.000 825.169 100

Melalui persamaan II.1 dapat dihitung efisiensi panas dari hasil neraca
energi di atas sebagai berikut:
panas reaksi
ŋ𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 = 𝑥 100%
panas masuk
kcal
442.876 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
kg
= 𝑥 100%
kcal
825 𝑐𝑙𝑖𝑛𝑘𝑒𝑟
kg
ŋ𝑝𝑎𝑛𝑎𝑠 = 53.67%

Panas yang dimanfaatkan rotary kiln untuk proses pembentukan clinker


adalah 442.876 kcal/kg clinker dari panas masuk total sebesar 825.169 kcal/kg
clinker. Dengan menggunakan persamaan I didapatkan efisiensi panas sebesar
53.67%

Kinerja Rotary Kiln Standar* Satuan


Intensitas Energi 825.17 750 kcal/kg clinker
Efisiensi panas 53.67 60-80 %
*sumber standar: Manual Book PT Indocement Tunggal Prakarsa
Perhitungan Reaksi Kimia Pembentuk clinker
Tabel III.2 Panas Reaksi Pembentukan clinker
Teori* Perhitungan
(kcal/kg clinker) (kcal/kg clinker)
Endothermic Processes
Decarbonisation calcite 475 495.32
Decarbonisation Magnacite - 19.51
Heat of melting 25 21.58
Total endothermic 500 536.42
Exothermic Processes
Formation C2S - -19.68
Formation C4AF - -1.94
Formation C3A - -1.81
Formation C3S - -70.00
Total exothermic -100 -93.43
Total heat required for
reaction 400 442.99
*Sumber = A.A Boeteng (2008) Rotary Kiln and Transport Phenomena
Dari tabel III.2 di atas terlihat perbandingan antara panas reaksi
pembentukan clinker pada rotary kiln antara teori dengan hasil perhitungan.
Berdasarkan teori reaksi endotermis pada dekomposisi magnecite tidak
dperhitungan. Namun realitanya umpan kiln mengandung sejumlah MgCO3 dalam
jumlah yang sedikit. MgCO3 tersebut mengalami dekomposisi untuk melepaskan
CO2 dalam proses kalsinasi .

Anda mungkin juga menyukai