DAKRIOSISTITIS AKUT
Oleh
Pembimbing
2016
HALAMAN PENGESAHAN
Oleh:
Muthiah Ramadhina, S.Ked
04084821618190
Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 September s.d 16
Oktober 2016
ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya telaah ilmiah yang berjudul “Dakriosistitis Akut” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Telaah ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Anang Tribowo,
Sp.M(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.
iii
DAFTAR ISI
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1 Apparatus lakrimalis .................................................................................... 2
2.2 Anatomi sistem drainase lakrimal ............................................................... 6
2.3 Tiga lapisan film air mata ............................................................................ 7
1. Mushroom Keratoplasty ............................................................................ 13
v
BAB I
PENDAHULUAN
Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8 Sistem eksresi lakrimal
cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa
pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa
konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni
bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata
dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem
lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan dakrioadenitis. Tersumbatnya aliran air mata
secara patologis menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa
disebut dengan dakriosistitis.6
Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai
dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial,
sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan
adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan
demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang
merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan
proses embriogenesis dari sistem eksresi lakrimal.6
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui insiden dan prevalensi,
etiologi, patofisiologi, terapi, dan komplikasi serta prognosis dari dakriosistitis akut.
Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait
dakriosistitis akut dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang kelainan kelenjar
lakrimal.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
Sistem Sekresi Air Mata
1. Kelenjar Lakrimalis
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Duktus kelenjar ini
mempunyai panjang berkisar 6-12 mm, berjalan pendek menyamping di
bawah konjungtiva1.
Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis
levator menjadi 3:
a) Lobus orbita yang berbentuk kenari dan lebih besar, terletak di dalam
fossa glandulae lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita yang
dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator
palpebrae. Untuk mencapai bagian kelenjar ini dengan pembedahan,
harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli, dan septum orbita.
b) Lobus palpebra yang lebih muara ke forniks temporal superior. Bagian
palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal forniks
konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara pada
sekitar 10 lubang kecil, yang menghubungkan bagian orbita dan bagian
palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.
Pengangkatan bagian palpebra kelenjar akan memutus semua saluran
penghubung dan mencegah seluruh kelenjar bersekresi. Lobus palpebra
terkadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
Persarafan kelenjar-utama datang dari nucleus lakrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus. Denervasi adalah konsekuensi yang sering terjadi pada neuroma
akustik dan tumor-tumor lain di sudut cerebellopontin3.
3
superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva,
mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea
Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar
Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air
mata3.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra. Kelenjar
lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar". Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya
sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari
kelenjar lakrimal1.
4
menuju sakus lakrimalis. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan
disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar
dan membentuk sejenis sfingter.
3. Sakus Lakrimalis (Kantung Lakrimal)
Merupakan ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan
terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang lakrimal
dan prosesus frontalis maksila. Bentuk sakus lakrimalis oval dan ukuran
panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujungnya membulat, bagian bawahnya
berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.
4. Duktus Naso Lakrimalis
Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian
bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini
berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna, plica
lakrimalis (Hasner), dibentuk oleh lipatan membran mukosa. Duktus
nasolakrimal terdapat pada kanal osseus, yang terbentuk dari maksila, tulang
lakrimal, dan konka nasal inferior.
Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti ritsleting, mulai dari lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke
dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Pada kondisi normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira sesuai dengan kecepatan
penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke sistem
ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan memasuki
puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus
orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik ke arah crista
lakrimalis posterior, dan traksi fasia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus.
Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalarn sakus, vang kemudian
berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan
elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa
katup milik epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air
5
mata. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak
berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis
menahun1.
Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 um Yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah1:
1) Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2) Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut
3) Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba
4) Menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan.
6
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan
karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel
epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel permukaan.
Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akuosa untuk
menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan
tegangan permukaan.
Gambar 2.3 Tiga lapisan film air mata yang melapisi epitel superfisial di kornea1
7
K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada di
plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar
glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meskipun ada
variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air mata
bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309
mosm/L1.
2. 2 Dakriosistitis Akut
2.2.1 Epidemiologi
8
2.2.2 Etiologi
2.2.3 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan
pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya
polip hidung.10
9
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan
penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2
Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.
10
II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna
hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test
II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5
tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi
pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada
kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik.
Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama
sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem
lakrimalnya sedang terganggu. 4
Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk
menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus
lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis
dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada
obstruksi.11
11
2.2.6 Diagnosis Banding
2.2.7 Tatalaksana
12
pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal
dengan menggunakan laser.8
2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari dakriosistitis akut antara lain
terbentuknya dakriosistokel, konjungtivitis kronik, hingga selulitis orbita atau
fasial.
2.2.9 Prognosis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan
kesembuhan pada infeksi akut. Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika
namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus
nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi. Jika stenosis
menetap lebih dari 6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe.
Sekali tindakan efektif pada 75% kasus.11
13
BAB III
KESIMPULAN
Dakriosistitis adalah suatu peradangan pada kantung air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering
terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan
tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada
orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa didapatkan
pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah
dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu,
penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung
lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan
yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang
memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika.
Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan
klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.
14
DAFTAR PUSTAKA
15