Anda di halaman 1dari 20

Telaah Ilmiah

DAKRIOSISTITIS AKUT

Oleh

Muthiah Ramadhina, S.Ked

Pembimbing

Dr. dr. Anang Tribowo, Sp.M(K)

DEPARTEMEN ILMU KESEHATAN MATA

RSUP DR. MOHAMMAD HOESIN PALEMBANG

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA

2016
HALAMAN PENGESAHAN

Judul Telaah Ilmiah


Dakriosistitis Akut

Oleh:
Muthiah Ramadhina, S.Ked
04084821618190

Referat ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas dalam mengikuti Kepaniteraan
Klinik Senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin
Palembang Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya periode 13 September s.d 16
Oktober 2016

Palembang, September 2016

Dr. dr. Anang Tribowo, Sp.M(K)

ii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya telaah ilmiah yang berjudul “Dakriosistitis Akut” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Telaah ilmiah ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat ujian kepaniteraan
klinik senior di Bagian Ilmu Kesehatan Mata RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.

Penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada Dr. dr. Anang Tribowo,
Sp.M(K) atas bimbingannya sehingga penulisan ini menjadi lebih baik.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan kekeliruan dalam penulisan


telaah ilmiah ini. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis
harapkan untuk penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.

iii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL .............................................................................................. i


HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................. ii
KATA PENGANTAR ......................................................................................... iii
DAFTAR ISI ........................................................................................................ iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................. v
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................... 2
2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimal .................................................. 2
2.2 Dakriosistitis Akut ..................................................................................... 8
2.2.1 Epidemiologi ................................................................................... 8
2.2.2 Etiologi ............................................................................................ 9
2.2.3 Patofisiologi ..................................................................................... 9
2.2.4 Gejala Klinis .................................................................................. 10
2.2.5 Pemeriksaan Penunjang ................................................................. 10
2.2.6 Diagnosis Banding ......................................................................... 12
2.2.7 Tatalaksana .................................................................................... 12
2.2.8 Komplikasi..................................................................................... 13
2.2.9 Prognosis ....................................................................................... 13

BAB III KESIMPULAN .................................................................................... 14


DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 15

iv
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman
2.1 Apparatus lakrimalis .................................................................................... 2
2.2 Anatomi sistem drainase lakrimal ............................................................... 6
2.3 Tiga lapisan film air mata ............................................................................ 7
1. Mushroom Keratoplasty ............................................................................ 13

v
BAB I
PENDAHULUAN

Sistem lakrimal terdiri dari dua bagian, yaitu sistem sekresi yang berupa kelenjar
lakrimal dan sistem ekskresi yang terdiri dari punctum lakrimal, kanalikuli lakrimal,
sakus lakrimal, duktus nasolakrimal, dan meatus inferior.8 Sistem eksresi lakrimal
cenderung mudah terjadi infeksi dan inflamasi karena berbagai sebab. Membran mukosa
pada saluran ini terdiri dari dua permukaan yang saling bersinggungan, yaitu mukosa
konjungtiva dan mukosa nasal, di mana pada keadaan normal pun sudah terdapat koloni
bakteri. Tujuan fungsional dari sistem ekskresi lakrimal adalah mengalirkan air mata
dari kelenjar air mata menuju ke cavum nasal. Kelainan yang dapat terjadi pada sistem
lakrimal dapat berupa dakriosistitis dan dakrioadenitis. Tersumbatnya aliran air mata
secara patologis menyebabkan terjadinya peradangan pada sakus lakrimal yang biasa
disebut dengan dakriosistitis.6

Dakriosistitis umumnya terjadi pada dua kategori usia, yaitu anak-anak dan
orang dewasa di atas 40 tahun dengan puncak insidensi pada usia 60 hingga 70 tahun.
Dakriosistitis dapat berlangsung secara akut maupun kronis. Dakriosistitis akut ditandai
dengan nyeri yang muncul secara tiba-tiba dan kemerahan pada regio kantus medial,
sedangkan pada inflamasi maupun infeksi kronis dari sakus lakrimal ditandai dengan
adanya epifora, yaitu rasa nyeri yang hebat di bagian sakus lakrimal dan disertai dengan
demam. Selain dakriosistitis akut dan kronis, ada juga dakriosistitis kongenital yang
merupakan bentuk khusus dari dakriosistitis. Patofisiologinya berhubungan erat dengan
proses embriogenesis dari sistem eksresi lakrimal.6
Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui insiden dan prevalensi,
etiologi, patofisiologi, terapi, dan komplikasi serta prognosis dari dakriosistitis akut.
Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait
dakriosistitis akut dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang kelainan kelenjar
lakrimal.

1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Sistem Lakrimalis


Apparatus Lakrimalis
Sistem lakrimalis mencakup struktur-struktur yang terlibat dalam
produksi dan drainase air mata, apparatus lakrimalis terdiri dari 2 bagian1:
1) Komponen sekresi, yang terdiri atas kelenjar yang menghasilkan berbagai
unsur pembentuk cairan air mata, yang disebarkan di atas permukaan mata
oleh kedipan mata.
2) Komponen ekskresi, yang mengalirkan sekret ke dalam hidung, terdiri dari
kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus nasolakrimalis.

Gambar 2.1a dan b Apparatus Lakrimalis2

2
Sistem Sekresi Air Mata
1. Kelenjar Lakrimalis
Volume terbesar air mata dihasilkan oleh kelenjar lakrimal yang terletak di
fossa glandulae lakrimalis di kuadran temporal atas orbita. Duktus kelenjar ini
mempunyai panjang berkisar 6-12 mm, berjalan pendek menyamping di
bawah konjungtiva1.
Kelenjar yang berbentuk kenari ini dibagi oleh kornu lateral aponeurosis
levator menjadi 3:
a) Lobus orbita yang berbentuk kenari dan lebih besar, terletak di dalam
fossa glandulae lakrimalis di segmen temporal atas anterior orbita yang
dipisahkan dari bagian palpebra oleh kornu lateralis muskulus levator
palpebrae. Untuk mencapai bagian kelenjar ini dengan pembedahan,
harus diiris kulit, muskulus orbikularis okuli, dan septum orbita.
b) Lobus palpebra yang lebih muara ke forniks temporal superior. Bagian
palpebra yang lebih kecil terletak tepat di atas segmen temporal forniks
konjungtiva superior. Duktus sekretorius lakrimal, yang bermuara pada
sekitar 10 lubang kecil, yang menghubungkan bagian orbita dan bagian
palpebra kelenjar lakrimal dengan forniks konjungtiva superior.
Pengangkatan bagian palpebra kelenjar akan memutus semua saluran
penghubung dan mencegah seluruh kelenjar bersekresi. Lobus palpebra
terkadang dapat dilihat dengan membalikkan palpebra superior.
Persarafan kelenjar-utama datang dari nucleus lakrimalis di pons melalui
nervus intermedius dan menempuh suatu jaras rumit cabang maxillaris nervus
trigeminus. Denervasi adalah konsekuensi yang sering terjadi pada neuroma
akustik dan tumor-tumor lain di sudut cerebellopontin3.

2. Kelenjar Lakrimal Aksesorius


Meskipun hanya sepersepuluh dari massa kelenjar utama, kelenjar
lakrimal aksesorius mempunyai peranan penting. Struktur kelenjar Krause
dan Wolfring identik dengan kelenjar utama, tetapi tidak memiliki ductulus.
Kelenjar - kelenjar ini terletak di dalam konjungtiva, terutama di forniks

3
superior. Sel-sel goblet uniseluler, yang juga tersebar di konjungtiva,
mensekresi glikoprotein dalam bentuk musin. Modifikasi kelenjar sebasea
Meibom dan Zeis di tepian palpebra memberi lipid pada air mata. Kelenjar
Moll adalah modifikasi kelenjar keringat yang juga ikut membentuk film air
mata3.
Sekresi kelenjar lakrimal dipicu oleh emosi atau iritasi fisik dan
menyebabkan air mata mengalir berlimpah melewati tepian palpebra. Kelenjar
lakrimal aksesorius dikenal sebagai “pensekresi dasar". Sekret yang
dihasilkan normalnya cukup untuk memelihara kesehatan kornea. Hilangnya
sel goblet berakibat mengeringnya kornea meskipun banyak air mata dari
kelenjar lakrimal1.

Sistem Ekskresi Air Mata


Sistem ekskresi terdiri atas punctum, kanalikuli, sakus lakrimalis, dan duktus
nasolakrimalis1.
1. Punctum Lakrimalis
Ukuran punctum lakrimalis dengan diameter 0,3 mm terletak di sebelah
medial bagian superior dan inferior dari kelopak mata. Punctum relatif
avaskular dari jaringan sekitarnya, selain itu warna pucat dari punctum ini
sangat membantu jika ditemukan adanya sumbatan. Punctum lakrimalis
biasanya tidak terlihat kecuali jika kelopak mata dibalik sedikit. Jarak
superior dan inferior punctum 0,5 mm, sedangkan jarak masing-masing ke
kantus medial kira-kira 6,5 mm dan 6,0 mm. Air mata dari kantus medial
masuk ke punctum lalu masuk ke canalis lakrimalis.
2. Kanalikuli Lakrimalis
Kanalikuli lakrimalis berawal pada orifisium yang sangat kecil, bernama
puncta lacrimalia, pada puncak papilla lacrimales, terlihat pada tepi
ekstremitas lateral lakrimalis. Duktus superior, yang lebih kecil dan lebih
pendek, awalnya berjalan naik, dan kemudian berbelok dengan sudut yang
tajam, dan berjalan ke arah medial dan ke bawah menuju sakus lakrimalis.
Duktus inferior awalnya berjalan turun, dan kemudian hampir horizontal

4
menuju sakus lakrimalis. Pada sudutnya, duktus mengalami dilatasi dan
disebut ampulla. Pada setiap lacrimal papilla serat otot tersusun melingkar
dan membentuk sejenis sfingter.
3. Sakus Lakrimalis (Kantung Lakrimal)
Merupakan ujung bagian atas yang dilatasi dari duktus nasolakrimal, dan
terletak dalam cekungan (groove) dalam yang dibentuk oleh tulang lakrimal
dan prosesus frontalis maksila. Bentuk sakus lakrimalis oval dan ukuran
panjangnya sekitar 12-15 mm; bagian ujungnya membulat, bagian bawahnya
berlanjut menjadi duktus nasolakrimal.
4. Duktus Naso Lakrimalis
Kanal membranosa, panjangnya sekitar 18 mm, yang memanjang dari bagian
bawah lacrimal sac menuju meatus inferior hidung, dimana saluran ini
berakhir dengan suatu orifisium, dengan katup yang tidak sempurna, plica
lakrimalis (Hasner), dibentuk oleh lipatan membran mukosa. Duktus
nasolakrimal terdapat pada kanal osseus, yang terbentuk dari maksila, tulang
lakrimal, dan konka nasal inferior.
Setiap kali berkedip, palpebra menutup seperti ritsleting, mulai dari lateral,
menyebarkan air mata secara merata di atas kornea, dan menyalurkannya ke
dalam sistem ekskresi pada aspek medial palpebra. Pada kondisi normal, air mata
dihasilkan dengan kecepatan yang kira-kira sesuai dengan kecepatan
penguapannya. Dengan demikian, hanya sedikit yang sampai ke sistem
ekskresi. Bila sudah memenuhi sakus konjungtivalis, air mata akan memasuki
puncta sebagian karena sedotan kapiler. Dengan menutup mata, bagian khusus
orbicularis pratarsal yang mengelilingi ampula akan mengencang untuk
mencegahnya keluar. Bersamaan dengan itu, palpebra ditarik ke arah crista
lakrimalis posterior, dan traksi fasia yang mengelilingi sakus lakrimalis berakibat
memendeknya kanalikulus dan menimbulkan tekanan negatif di dalam sakus.
Kerja pompa dinamik ini menarik air mata ke dalarn sakus, vang kemudian
berjalan melalui duktus nasolakrimalis karena pengaruh gaya berat dan
elastisitas jaringan, ke dalam meatus inferior hidung. Lipatan-lipatan serupa
katup milik epitel pelapis sakus cenderung menghambat aliran balik udara dan air

5
mata. Yang paling berkembang di antara lipatan ini adalah “katup” Hasner di
ujung distal duktus nasolakrimalis. Struktur ini penting karena bila tidak
berlubang pada bayi, menjadi penyebab obstruksi kongenital dan dakriosistitis
menahun1.

Gambar 2.2 Anatomi sistem drainase lakrimal4

Air Mata
Air mata membentuk lapisan tipis setebal 7-10 um Yang menutupi epitel
kornea dan konjungtiva. Fungsi lapisan ultra-tipis ini adalah1:
1) Membuat kornea menjadi permukaan optik yang licin dengan meniadakan
ketidakteraturan minimal di permukaan epitel
2) Membasahi dan melindungi permukaan epitel kornea dan konjungtiva
yang lembut
3) Menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan pembilasan mekanik
dan efek antimikroba
4) Menyediakan kornea berbagai substansi nutrien yang diperlukan.

Lapisan-Lapisan Film Air Mata


Film air mata terdiri atas tiga lapisan1:
1. Lapisan superfisial adalah film lipid monomolekular yang berasal dari
kelenjar meibom. Diduga lapisan ini menghambat penguapan dan tnembentuk
sawar kedap-air saat palpebra ditutup.
2. Lapisan akueosa tengah yang dihasilkan oleh kelenjar lakrimal mayor clan
minor; mengandung substansi larut-air (garam dan protein).

6
3. Lapisan musinosa dalam terdiri atas glikoprotein dan melapisi sel-sel epitel
kornea dan konjungtiva. Membran sel epitel terdiri atas lipoprotein dan
karenanya relatif hidrofobik. Permukaan yang demikian tidak dapat dibasahi
dengan larutan berair saja. Musin diadsorpsi sebagian pada membran sel
epitel kornea dan oleh mikrovili ditambatkan pada sel-sel epitel permukaan.
Ini menghasilkan permukaan hidrofilik baru bagi lapisan akuosa untuk
menyebar secara merata ke bagian yang dibasahinya dengan cara menurunkan
tegangan permukaan.

Gambar 2.3 Tiga lapisan film air mata yang melapisi epitel superfisial di kornea1

Komposisi Air Mata


Volume air mata normal diperkirakan 7 ± 2 µL di setiap mata. Albumin
mencakup 60% dari protein total air rnata; sisanya globulin dan lisozim yang
berjumlah sama banyak. Terdapat imunoglohulin IgA, IgG, dan IgE. Yang paling
banyak adalah IgA, yang berbeda dari IgA serum karena bukan berasal dari
transudat serum saja; IgA juga di produksi sel-sel plasma di dalam kelenjar
lakrimal. Pada keadaan alergi tertentu, seperti konjungtivitis vernal, kosentrasi
IgE dalam cairan air mata meningkat. Lisozim air mata menvusun 21-25% protein
total, bekerja secara sinergis dengan gamma globulin dan faktor anti bakteri non-
lisozim lain, membentuk mekanisme pertahanan penting terhadap infeksi. Enzim
air mata lain juga bisa berperan dalam diagnosis berbagai kondisi klinis tertentu,
misalnya, hexoseaminidase untuk diagnosis penyakit Tay-Sachs1.

7
K+, Na+, dan CI- terdapat dalam kadar yang lebih tinggi di air mata daripada di
plasma. Air mata juga mengandung sedikit glukosa (5 mg/dL) dan urea
(0,04mg/dL). Perubahan kadar dalam darah sebanding dengan perubahan kadar
glukosa dan urea dalam air mata. pH rata-rata air mata adalah 7,35, meskipun ada
variasi normal yang besar (5,20-8,35). Dalam keadaan normal, air mata
bersifat isotonik. Osmolalitas film air mata bervariasi dari 295 sampai 309
mosm/L1.

2. 2 Dakriosistitis Akut

Dakriosistitis adalah peradangan sakus lakrimalis yang dapat dimulai


dari adanya obstruksi duktus lakrimalis. Debris yang mengandung kuman dari
sakus konjungtiva yang masuk ke sakus lakrimalis dapat menjadi sumber
infeksi.5

2.2.1 Epidemiologi

Infeksi dari sakus lakrimalis adalah penyakit umum yang biasanya


terdapat pada bayi atau wanita pasca menopause. Peradangan dan infeksi dari
sakus lakrimal paling sering terjadi pada dua kelompok umur, yaitu anak-anak
dan dewasa 40 tahun ke atas. Frekuensi penderita lebih banyak ditemukan pada
usia 50-60 tahun. Dakriosistitis jarang terdapat pada golongan usia pertengahan
kecuali sesudah trauma. Pada anak-anak khususnya yang baru lahir paling sering
terjadi kongenital dakriosistitis. Pada dakriosistitis infantil, tempat stenosis
biasanya pada valvula Hasner. Tidak adanya kanalisasi adalah kejadian umum
(4-7% dari neonatus), namun biasanya duktus itu membuka secara spontan
dalam bulan pertama. Hasil studi juga menunjukkan bahwa angka 70-83% kasus
didapatkan pada wanita.6,7,8

8
2.2.2 Etiologi

Beberapa faktor yang dapat menyebabkan terjadinya obstruksi duktus


nasolakrimalis9:

 Terdapat benda yang menutupi lumen duktus, seperti pengendapan kalsium,


atau koloni jamur yang mengelilingi suatu korpus alienum.
 Terjadi striktur atau kongesti pada dinding duktus.
 Penekanan dari luar oleh karena terjadi fraktur atau adanya tumor pada sinus
maksilaris.
 Obstruksi akibat adanya deviasi septum atau polip.

Dakriosistitis dapat disebabkan oleh bakteri Gram positif maupun Gram


negatif. Bakteri Gram positif Staphylococcus aureus merupakan penyebab utama
terjadinya infeksi pada dakriosistitis akut, sedangkan Coagulase Negative-
Staphylococcus merupakan penyebab utama terjadinya infeksi pada dakriosistitis
kronis. Selain itu, dari golongan bakteri Gram negatif, Haemophilus influenzae
dan Pseudomonas sp. juga merupakan penyebab terbanyak terjadinya
dakriosistitis akut dan kronis.4

Literatur lain menyebutkan bahwa dakriosistitis akut pada anak-anak


sering disebabkan oleh Haemophylus influenzae, sedangkan pada orang dewasa
sering disebabkan oleh Staphylococcus aureus dan Streptococcus β-
haemolyticus.2

2.2.3 Patofisiologi
Awal terjadinya peradangan pada sakus lakrimalis adalah adanya
obstruksi pada duktus nasolakrimalis. Obstruksi duktus nasolakrimalis pada
anak-anak biasanya akibat tidak terbukanya membran nasolakrimal, sedangkan
pada orang dewasa akibat adanya penekanan pada salurannya, misal adanya
polip hidung.10

9
Obstruksi pada duktus nasolakrimalis ini dapat menimbulkan
penumpukan air mata, debris epitel, dan cairan mukus sakus lakrimalis yang
merupakan media pertumbuhan yang baik untuk pertumbuhan bakteri.2

Ada 3 tahapan terbentuknya sekret pada dakriosistitis. Hal ini dapat


diketahui dengan melakukan pemijatan pada sakus lakrimalis12. Tahapan-
tahapan tersebut antara lain:

 Tahap obstruksi
Pada tahap ini, baru saja terjadi obstruksi pada sakus lakrimalis, sehingga yang
keluar hanyalah air mata yang berlebihan.
 Tahap Infeksi
Pada tahap ini, yang keluar adalah cairan yang bersifat mukus, mukopurulen,
atau purulent tergantung pada organisme penyebabnya.
 Tahap Sikatrik
Pada tahap ini sudah tidak ada regurgitasi air mata maupun pus lagi. Hal ini
dikarenakan sekret yang terbentuk tertahan di dalam sakus sehingga membentuk
suatu kista.

2.2.4 Gejala Klinis


Gejala umum pada penyakit ini adalah keluarnya air mata dan kotoran.
Pada dakriosistitis akut, pasien akan mengeluh nyeri di daerah kantus medial
yang menyebar ke daerah dahi, orbita sebelah dalam dan gigi bagian depan.
Sakus lakrimalis akan terlihat edema, lunak dan hiperemi yang menyebar sampai
ke kelopak mata dan pasien juga mengalami demam. Jika sakus lakrimalis
ditekan, maka yang keluar adalah sekret mukopurulen.2,8

2.2.5 Pemeriksaan Penunjang


Jones dye test dapat dilakukan untuk melihat kelainan fungsi saluran
ekskresi lakrimal. Uji ini terbagi menjadi dua yaitu Jones Test I dan Jones Test

10
II. Pada Jones Test I, mata pasien yang dicurigai mengalami obstruksi pada
duktus nasolakrimalisnya ditetesi zat warna fluorescein 2% sebanyak 1-2 tetes.
Kemudian kapas yang sudah ditetesi pantokain dimasukkan ke meatus nasal
inferior dan ditunggu selama 3 menit. Jika kapas yang dikeluarkan berwarna
hijau berarti tidak ada obstruksi pada duktus nasolakrimalisnya. Pada Jones Test
II, caranya hampir sama dengan Jones test I, akan tetapi jika pada menit ke-5
tidak didapatkan kapas dengan bercak berwarna hijau maka dilakukan irigasi
pada sakus lakrimalisnya. Bila setelah 2 menit didapatkan zat warna hijau pada
kapas, maka dapat dipastikan fungsi sistem lakrimalnya dalam keadaan baik.
Bila lebih dari 2 menit atau bahkan tidak ada zat warna hijau pada kapas sama
sekali setelah dilakukan irigasi, maka dapat dikatakan bahwa fungsi sistem
lakrimalnya sedang terganggu. 4

Anel test merupakan suatu pemeriksaan untuk menilai fungsi ekskresi air
mata ke dalam rongga hidung. Tes ini dikatakan positif bila ada reaksi menelan.
Hal ini menunjukkan bahwa fungsi sistem ekskresi lakrimal normal.
Pemeriksaan lainnya adalah probing test. Probing test bertujuan untuk
menentukan letak obstruksi pada saluran ekskresi air mata dengan cara
memasukkan sonde ke dalam saluran air mata. Pada tes ini, punctum lakrimal
dilebarkan dengan dilator, kemudian probe dimasukkan ke dalam sackus
lakrimal. Jika probe yang bisa masuk panjangnya lebi dari 8 mm berarti kanalis
dalam keadaan normal, tapi jika yang masuk kurang 8 mm berarti ada
obstruksi.11

CT scan sangat berguna untuk mencari tahu penyebab obstruksi pada


dakriosistitis terutama akibat adanya suatu massa atau keganasan.
Dacryocystography (DCG) sangat berguna untuk mendeteksi adanya kelainan
anatomi pada sistem drainase lakrimal.4

11
2.2.6 Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari dakriosistitis akut adalah selulitis orbita. Selulitis


orbita merupakan peradangan supuratif jaringan ikat longgar intraorbita di
belakang septum orbita. Selulitis orbita akan memberikan gejala demam, mata
merah, kelopak sangat edema dan kemotik, mata proptosis, atau eksoftalmus
diplopia, sakit terutama bila digerakkan, dan tajam penglihatan menurun bila
terjadi penyakit neuritis retrobulbar. Pada retina terlihat tanda stasis pembuluh
vena dengan edema papil. Diagnosis banding lainnya antara lain selulitis
preseptal, kalazion, dan konjungtivitis.

2.2.7 Tatalaksana

Pengobatan dakriosistitis pada anak (neonatus) dapat dilakukan dengan


masase kantong air mata ke arah pangkal hidung. Dapat juga diberikan antibiotik
amoksisilin/asam klavulanat 20-40 mg/kgBB/hari dibagi dalam tiga dosis dan
dapat pula diberikan antibiotik topikal dalam bentuk tetes (moxifloxacin 0,5%
atau azithromycin 1%) 11 atau menggunakan sulfonamid 4-5 kali sehari 8.

Pada orang dewasa, dakriosistitis akut dapat diterapi dengan melakukan


kompres hangat pada daerah sakus yang terkena dalam frekuensi yang cukup
sering 8,12. Amoksisilin/asam klavulanat 875/125 mg tiap 8 jam juga merupakan
pilihan antibiotik sistemik yang baik untuk orang dewasa10. Untuk mengatasi
nyeri dan radang, dapat diberikan analgesik oral (acetaminofen atau ibuprofen).
Bila terjadi abses dapat dilakukan insisi dan drainase8.

Penatalaksaan dakriosistitis dengan pembedahan bertujuan untuk


mengurangi angka rekurensi. Prosedur pembedahan yang sering dilakukan pada
dakriosistitis adalah dacryocystorhinostomy (DCR). Di mana pada DCR ini
dibuat suatu hubungan langsung antara sistem drainase lakrimal dengan cavum
nasal dengan cara melakukan bypass pada kantung air mata. Dulu, DCR
merupakan prosedur bedah eksternal dengan pendekatan melalui kulit di dekat

12
pangkal hidung. Saat ini, banyak dokter telah menggunakan teknik endonasal
dengan menggunakan laser.8

2.2.8 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari dakriosistitis akut antara lain
terbentuknya dakriosistokel, konjungtivitis kronik, hingga selulitis orbita atau
fasial.

2.2.9 Prognosis
Pengobatan dakriosistitis dengan antibiotik biasanya dapat memberikan
kesembuhan pada infeksi akut. Dakriosistitis sangat sensitif terhadap antibiotika
namun masih berpotensi terjadi kekambuhan jika obstruksi duktus
nasolakrimalis tidak ditangani secara tepat. Akan tetapi, jika dilakukan
pembedahan baik itu dengan dakriosistorinostomi eksternal atau
dakriosistorinostomi internal, kekambuhan sangat jarang terjadi. Jika stenosis
menetap lebih dari 6 bulan maka diindikasikan pelebaran duktus dengan probe.
Sekali tindakan efektif pada 75% kasus.11

13
BAB III
KESIMPULAN

Dakriosistitis adalah suatu peradangan pada kantung air mata (sakus lakrimalis).
Dakriosistitis terbagi atas akut dan kronik. Pada orang dewasa, perempuan lebih sering
terkena dakriosistitis. Umumnya dakriosistitis mengenai umur lebih dari 40 tahun, dan
tertinggi pada usia 60-70 tahun.
Obstruksi dari bagian bawah duktus nasolakrimalis seringkali ditemukan pada
orang dewasa yang terkena dakriosistitis. Bakteri aerob dan anaerob bisa didapatkan
pada kultur dari anak-anak dan orang dewasa dengan dakriosistitis.
Infeksi menyebabkan nyeri di daerah sekitar kantong air mata yang tampak merah
dan membengkak. Mata menjadi merah dan berair serta mengeluarkan nanah. Selain itu,
penderita juga mengalami demam. Jika infeksi yang ringan atau berulang berlangsung
lama maka sebagian besar gejala mungkin menghilang hanya pembengkakan ringan
yang menetap.
Dakriosistitis akut biasanya berespons terhadap antibiotika sistemik yang
memadai, dan bentuk kronis sering dapat dipertahankan dengan tetesan antibiotika.
Kompres dengan menggunakan desinfektan juga berpengaruh positif terhadap gangguan
klinis. Meskipun begitu, menghilangkan obstruksi adalah penyembuhan satu-satunya.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Nanji A, et al. Surgical versus Medical Treatment of Ocular Surface Squamous


Neoplasia. Ophthalmology 2014;121:994-1000
2. Eva PR, Witcher JP. Vaughan dan Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta:
EGC. 2009
3. Tortora GJ, Derrikson B. Principles of Anatomy and Physiology. Denve. John
Wileys Sons Inc. 2009
4. Mescher AL. Junqueira’s Basic Histology Twelfth edition. The Mc-Graw Hill
Companies. Bloomington: 2010.
5. American Academy of Ophthalmology. Abnormalities of The Lacrimal
Secretory and Drainage Systems.
6. Ilyas, Sidharta. 2006. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit Mata
Edisi Kedua. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Ilyas, Sidharta. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi Ketiga. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
8. Nana Wijaya SD. Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran Atma Jaya.
1993.
9. Sowka, J.W., Gurwood, A.S., dan Kabat, A.G. 2010. Review of Optometry, The
Handbook of Occular Disease Management Twelfth Edition.
10. Pinar-Sueiro, et al. Dacryocystitis: Systematic Approach to Diagnosis and
Therapy. Springer. 2012.
11. Murthy, Ramesh. Dacryocystitis in Ophthalmic Surgery. Kerala J of Oph. 2011.
23(1): 66-71
12. Freitas, et al. Acute Dacryocystitis: Another Clinical Manifestation of
Sporotrichosis. Mem Inst Oswaldo Cruz. 2014. 109(2): 262-264

15

Anda mungkin juga menyukai