Anda di halaman 1dari 14

REFERAT

ENSEFALITIS

Disusun Oleh :
Hanna Kumari Dharaindas
1102014120
FK YARSI

Pembimbing :
dr. Prima Ananda Madaze, Sp.S

KEPANITERAAN DEPARTEMEN SARAF


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
JAKARTA UTARA
PERIODE 24 DESEMBER 2018 – 26 JANUARI 2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

Ensefalitis adalah sebuah inflamasi pada parenkim otak, dapat muncul secara difus dan
atau fokal menyebabkan disfungsi pada neuropsikologikal. Proses radangnya jarang terbatas
pada otak saja, tetapi hampir selalu mengenai selaput otak juga, ini disebut meningoensefalitis.
Agen penyakit yang potensial menyebabkan ensefalitis sangat bervariasi dan masing-masing
menunjukkan gejala yang berbeda, contoh pada virus rabies menyebabkan gejala infeksi dan
manifestasi pada system saraf pusat yang berat sedangkan gejala yang lebih ringan pada infeksi
yang disebabkan oleh virus herpes simpleks atau varicella zooster. Ensefalitis akut yang paling
umum terjadi adalah infeksi virus dengan kerusakan parenkim yang bervariasi dari ringan
sampai parah. Insiden ensefalitis adalah 1 kasus per 200.000 populasi di Amerika Serikat,
dengan penyebab tersering adalah virus herpes simpleks (HSV). Herpes simpleks ensefalitis,
yang terjadi secara sporadic pada dewasa yang sehat dan imunokompromais juga ditemui ada
neonatus yang terinfeksi ketika persalinan pervaginam dan berpotensi mematikan jika tidak
diobati. Mengingat bahwa ensefalitis lebih melibatkan susunan saraf pusat dibandingkan
meningitis yang hanya menimbulkan rangsangan meningeal, seperti kaku kuduk, maka
penanganan penyakit ini harus diketahui secara benar. Karena gejala sisanya pada 20-40%
penderita yang hidup adalah kelainan atau gangguan pada kecerdasan, motoris, penglihatan,
pendengaran secara menetap.

Tentunya keadaan seperti diatas tidak terjadi dengan begitu saja,tetapi hal tersebut dapat
terjadi apabila infeksi pada jaringan otak tersebut mengenai pusat-pusat fungsi otak. Karena
ensefalitis secara difus mengenai anatomi jaringan otak, maka sukar untuk menentukan secara
spesifik dari gejala klinik kira-kira bagian otak mana saja yang terlibat proses peradangan itu.

Angka kematian untuk ensefalitis masih relatif tinggi berkisar 35-50% dari seluruh
penderita.Sedangkan yang sembuh tanpa kelainan neurologis yang nyata dalam perkembangan
selanjutnya masih mungkin menderita retardasi mental dan masalah tingkah laku.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI
Ensefalitis adalah infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh berbagai jenis organisme.
Ensefalitis virus merupakan infeksi jaringan otak yang disebabkan oleh virus, penyebab
tersering adalah virus herpes simpleks (HSV).

2.2 EPIDEMIOLOGI
Arboviral ensefalitis lebih lazim dalam iklim yang hangat dan insiden bervariasi dari
daerah ke daerah dan dari tahun ke tahun. St Louis ensefalitis adalah tipe yang paling umum,
ensefalitis arboviral di Amerika Serikat, dan ensefalitis Jepang adalah tipe yang paling umum.

Usia, musim, lokasi geografis, kondisi iklim regional, dan sistem kekebalan tubuh
manusia berperan penting dalam perkembangan dan tingkat keparahan penyakit. Di Amerika
Serikat terdapat 5 virus utama yang disebarkan nyamuk: West Nile, Eastern Equine
Encephalitis, Western Equine Encephalitis, La Crosse, dan St. Louis Encephalitis. Tahun
1999, terjadi wabah virus West Nile disebarkan oleh nyamuk Culex di kota New York.
Virus terus menyebar hingga di seluruh AS. Insidensi di USA dilaporkan 2.000 atau lebih kasus
viral ensefalitis per tahun, atau kira-kira 0,5 kasus per 100.000 penduduk.

Virus Japanese Encephalitis adalah arbovirus yang paling umum di dunia (virus yang
ditularkan oleh nyamuk pengisap darah atau kutu) dan mengenai 50.000 kasus dan 15.000
kematian pertahun di sebagian besar Cina, Asia Tenggara, dan India. Indonesia merupakan
salah satu daerah endemik di dunia.

2.3 ETIOLOGI
Berbagai macam mikroorganisme dapat menimbulkan ensefalitis, misalnya bakteria,
protozoa, cacing, jamur, spirokaeta dan virus. Penyebab yang terpenting dan tersering ialah
virus.
Klasifikasi yang diajukan oleh Robin ialah :

1. Infeksi virus yang bersifat epidemik


 Golongan enterovirus : Poliomyelitis, virus Coxsackie, virus ECHO.
 Golongan virus ARBO : Western equine encephalitis, St. Louis encephalitis, Eastern
equine encephalitis, Japanese B encephalitis, Russian spring summer encephalitis, Murray
valley encephalitis.

3
2. Infeksi virus yang bersifat sporadik : Rabies, Herpes simplex, Herpes zoster,
Limfogranuloma, Mumps, Lymphocytic choriomeningitis dan jenis lain yang dianggap
disebabkan oleh virus tetapi belum jelas.
3. Ensefalitis pasca infeksi : pasca morbili, pasca varisela, pasca rubela, pasca vaksinia, pasca
mononukleosis infeksious dan jenis-jenis yang mengikuti infeksi traktus respiratorius yang
tidak spesifik.
Meskipun di Indonesia secara klinis dikenal banyak kasus ensefalitis, tetapi baru Japanese B
encephalitis yang ditemukan.

2.4 KLASIFIKASI
A. ENSEFALITIS SUPURATIVA

Bakteri penyebab ensefalitis supurativa adalah : staphylococcus aureus, streptococcus,


E.coli dan M.tuberculosa.

 Patogenesis

Peradangan dapat menjalar ke jaringan otak dari otitis media, mastoiditis,


sinusitis,atau dari piemia yang berasal dari radang, abses di dalam paru, bronkiektasi,
empiema, osteomielitis cranium, fraktur terbuka, trauma yang menembus ke dalam otak dan
tromboflebitis. Reaksi dini jaringan otak terhadap kuman yang bersarang adalah edema,
kongesti yang disusul dengan pelunakan dan pembentukan abses. Di sekeliling daerah yang
meradang berproliferasi jaringan ikat dan astrosit yang membentuk kapsula. Bila kapsula
pecah terbentuklah abses yang masuk ke dalam ventrikel.

 Manifestasi klinis
Secara umum gejala berupa trias ensefalitis:
- Demam
- Kejang
- Kesadaran menurun, bila berkembang menjadi abses serebri akan timbul gejala-gejala
infeksi umum, tanda-tanda meningkatnya tekanan intracranial yaitu : nyeri kepala yang kronik
dan progresif,muntah, penglihatan kabur, kejang, kesadaran menurun, pada pemeriksaan
mungkin terdapat edema papil. Tanda-tanda defisit neurologis tergantung pada lokasi dan luas
abses.

B. ENSEFALITIS SIPHYLIS
 Patogenesis
Disebabkan oleh Treponema pallidum. Infeksi terjadi melalui permukaan tubuh
umumnya sewaktu kontak seksual. Setelah penetrasi melalui epithelium yang terluka, kuman
tiba di sistim limfatik, melalui kelenjar limfe kuman diserap darah sehingga terjadi

4
spiroketemia. Hal ini berlangsung beberapa waktu hingga menginvasi susunan saraf pusat.
Treponema pallidum akan tersebar diseluruh korteks serebri dan bagian- bagian lain susunan
saraf pusat.
 Manifestasi klinis
Gejala ensefalitis sifilis terdiri dari dua bagian :
i.Gejala-gejala neurologis
Kejang-kejang yang datang dalam serangan-serangan, afasia, apraksia, hemianopsia,
kesadaran mungkin menurun,sering dijumpai pupil Agryll- Robertson,nervus opticus dapat
mengalami atrofi. Pada stadium akhir timbul gangguanan-gangguan motorik yang progresif.
ii.Gejala-gejala mental
Timbulnya proses demensia yang progresif, intelegensi yang berkurang perlahan-lahan yang
mula-mula tampak pada kurang efektif ketika bekerja, daya konsentrasi menurun, daya ingat
berkurang, daya pengkajian terganggu.

C. ENSEFALITIS VIRUS
Virus yang dapat menyebabkan radang otak pada manusia :
1. Virus RNA
- Paramyxovirus : virus parotitis, virus morbilli
- Rabdovirus : virus rabies
- Togavirus : virus rubella flavivirus (virus ensefalitis Jepang B, virus dengue)
- Picornavirus : enterovirus (virus polio, coxsackie A,B,echovirus)
- Arenavirus : virus koriomeningitis limfositoria
2. Virus DNA
- Herpes virus : herpes zoster-varisella, herpes simpleks, sitomegalivirus, virus Epstein-barr
- Poxviridae : variola, vaksinia
- Retrovirus : AIDS

Manifestasi klinis : Dimulai dengan demam, nyeri kepala, vertigo, nyeri badan, nausea,
kesadaran menurun, timbul serangan kejang-kejang, kaku kuduk, hemiparesis dan paralysis
bulbaris.

D. ENSEFALITIS KARENA PARASIT


i. Malaria serebral
Plasmodium falciparum penyebab terjadinya malaria serebral. Gangguan utama
terdapat didalam pembuluh darah mengenai parasit. Sel darah merah yang terinfeksi
plasmodium falciparum akan melekat satu sama lainnya sehingga menimbulkan
penyumbatan-penyumbatan. Hemoragik peteki dan nekrosis fokal yang tersebar secara difus
ditemukan pada selaput otak dan jaringan otak.
Gejala-gejala yang timbul : demam tinggi, kesadaran menurun hingga koma. Kelainan
neurologik tergantung pada lokasi kerusakan-kerusakan.

5
ii. Toxoplasmosis
Toxoplasma gondii pada orang dewasa biasanya tidak menimbulkan gejala- gejala kecuali
dalam keadaan dengan daya imunitas menurun. Didalam tubuh manusia parasit ini dapat
bertahan dalam bentuk kista terutama di otot dan jaringan otak.
iii. Amebiasis
Amuba genus Naegleria dapat masuk ke tubuh melalui hidung ketika berenang di air yang
terinfeksi dan kemudian menimbulkan meningo-encefalitis akut. Gejala-gejalanya adalah
demam akut, nausea, muntah, nyeri kepala, kaku kuduk dan kesadaran menurun.
iv. Sistiserkosis
Cysticercus cellulosae ialah stadium larva taenia. Larva menembus mukosa dan masuk
kedalam pembuluh darah, menyebar ke seluruh badan. Larva dapat tumbuh menjadi
sistiserkus, berbentuk kista di dalam ventrikel dan parenkim otak. Bentuk racemosa tumbuh
didalam meninges atau tersebar didalam sisterna. Jaringan akan bereaksi dan membentuk
kapsula disekitarnya. Gejaja-gejala neurologik yang timbul tergantung pada lokasi kerusakan.

E. ENSEFALITIS KARENA FUNGUS


Fungus yang dapat menyebabkan radang antara lain : Candida Albicans, Cryptococcus
Neoformans, Coccidiodis, Aspergillus, Fumagatus dan Mucor mycosis. Gambaran yang
ditimbulkan infeksi fungus pada sistim saraf pusat ialah meningo-ensefalitis purulenta. Faktor
yang memudahkan timbulnya infeksi adalah daya imunitas yang menurun.

F. RICKETTSIOSIS SEREBRI
Riketsia dapat masuk ke dalam tubuh melalui gigitan kutu dan dapat menyebabkan
Ensefalitis. Di dalam dinding pembuluh darah timbul noduli yang terdiri atas sebukan sel-sel
mononuklear, yang terdapat pula disekitar pembuluh darah di dalam jaringan otak. Didalam
pembuluh darah yang terkena akan terjadi trombosis.
Gejala-gejalanya ialah nyeri kepala, demam, mula-mula sukar tidur, kemudian mungkin
kesadaran dapat menurun. Gejala-gejala neurologik menunjukan lesi yang tersebar.

Ensefalitis Primer

 Ensefalitis viral herpes simpleks


Ensefalitis merupakan bagian dari manifestasi viremia yang menimbulkan peradangan
dan nekrosis di hepar dan glandula adrenalis. Pada anak-anak dan orang dewasa, ensefalitis
virus herpes simpleks merupakan manifestasi re-aktivasi dari infeksi yang latent. Dalam hal
tersebut virus herpes simpleks berdiam di dalam jaringan otak secara endosimbiotik, mungkin
di ganglion Gasseri dan hanya ensefalitis saja yang bangkit. Reaktivitas virus herpes simpleks
dapat disebabkan oleh faktor- faktor seperti penyinaran ultraviolet dan gangguan hormonal.
Kerusakan pada jaringan otak berupa nekrosis di substansia alba dan grisea serta infark

6
iskemik dengan infiltrasi limpositer sekitar pembuluh darah intraserebral. Di dalam nukleus
sel saraf terdapat “inclusion body” yang khas bagi virus herpes simpleks.

Ciri khas ensefalitis virus herpes simpleks ialah progresivitas perjalanan penyakitnya.
Mulai dengan sakit kepala, demam dan muntah-muntah. Kemudian timbul “acute organic
brain syndrome” yang cepat memburuk sampai koma. Sebelum koma dapat ditemukan
hemiparesis atau afasia. Dan kejang epileptik dapat timbul sejak permulaan penyakit. Pada
pungsi lumbal ditemukan pleiositosis limpositer dengan eritrosit.

 Ensefalitis Arbo-virus
Arbo-virus atau lengkapnya “ arthopod-borne virus “ merupakan penyebab penyakit
demam dan adakalanya ensefalitis primer. Virus tersebut tersebar diseluruh dunia.

Yang tergolong pada Arbo-virus adalah virus yang menyebabkan dengue, ensefalitis
St.Louis, demam kuning, demam kutu koloradao, dan demam hemoragik. Yang menjadi ciri
khas ensefalitis primer arbo-virus ialah perjalanan penyakit yang bifasik. Pada gelombang
pertama gambaran penyakitnya menyerupai influensa yang dapat berlangsung 4-5 hari.
Sesudahnya penderita merasa sudah sembuh. Pada minggu ketiga demam dapat timbul
kembali. Dan demam ini merupakan gejala pendahulu bangkitnya manifestasi neurologik
seperti sakit kepala, nistagmus, diplopia, konvulsi dan “acute organic brain syndrome”

 Ensefalitis para-infeksiosa
Ensefalitis yang timbul sebagai komplikasi penyakit virus parotitis epidemika,
mononukleosis infeksiosa, varisela dan herpes zoster dinamakan ensefalitis para-infeksiosa.
Gejala-gejala meningitis, mielitis, neuritis kranialis, radikulitis dan neuritis perifer dapat
bergandengan dengan gambaran penyakit ensefalitis. Bahkan tidak jarang komplikasi
utamanya berupa radikulitis jenis Guillain Barre atau mielitis transversa sedangkan
manifestasi ensefalitisnya sangat ringan dan tidak berarti. Maka untuk beberapa jenis
ensefalitis para-infeksiosa, diagnosis mielo-ensefalitis lebih tepat dari pada ensefalitis. Salah
satu jenis mielo-ensefalitis viral yang fatal perlu disinggung dibawah ini seperti Rabies.

 Rabies
Rabies disebabkan oleh virus neurotrop yang ditularkan pada manusia melalui gigitan
anjing atau binatang apapun virus rabies. Setelah virus rabies melakukan penetrasi ke dalam
sel tuan rumah, ia dapat menjalar melalui serabut saraf perifer ke susunan saraf pusat. Sel-sel
saraf (Neuron) sangat peka terhadap virus tersebut dan sekali neuron terkena infeksi virus
tersebut, proses infeksi itu tidak dapat dicegah lagi.

Gejala-gejala prodromalnya terdiri dari lesu dan letih badan, anoreksia, demam, cepat
marah-marah dan nyeri pada tempat yang digigit. Suara berisik dan sinar terang sangat
mengganggu penderita. Dalam 48 jam dapat bangkit gejala hipereksitasi. Penderita menjadi
gelisah, mengacau, berhalusinasi, meronta-ronta, kejang opistotonus, dan hidrofobia. Tiap
kali penderita melihat air, otot-otot pernapasan dan larings berkejang, sehinnga penderita

7
menjadi sianotik dan apnoe. Air liur tertimbun didalam mulut oleh karena penderita tidak
dapat menelan. Juga angin mempunyai efek yang sama dengan air pada umumnya penderita
meninggal karena status epileptikus. Masa penyakit dari mulai timbulnya prodromal sampai
mati adalah 3 sampai 4 hari saja.

2.5 MANIFESTASI KLINIS


Infeksi otak karena virus bisa menyebabkan 3 gejala yang berbeda:
Infeksi ringan, menyebabkan demam dan rasa tidak enak badan, seringkali tanpa gejala khas
lainnya Manifestasi klinis tergantung kepada :

1. Berat dan lokasi anatomi susunan saraf yang terlibat, misalnya :


o Virus Herpes simpleks yang kerapkali menyerang korteks serebri, terutama lobus
temporalis.
o Virus ARBO cenderung menyerang seluruh otak.

2. Patogenesis agen yang menyerang.


3. Kekebalan dan mekanisme reaktif lain penderita.

Umumnya diawali dengan suhu yang mendadak naik, seringkali ditemukan


hiperpireksia. Kesadaran dengan cepat menurun,. Anak besar, sebelum kesadaran menurun,
sering mengeluh nyeri kepala. Muntah sering ditemukan. Pada bayi, terdapat jeritan dan
perasaan tak enak pada perut. Kejang-kejang dapat bersifat umum atau fokal atau hanya
twitching saja. Kejang dapat berlangsung berjam-jam. Gejala serebrum yang beraneka
ragam dapat timbul sendiri-sendiri atau bersama-sama, misalnya paresis atau paralisis, afasia
dan sebagainya. Gejala batang otak meliputi perubahan refleks pupil, defisit saraf kranial
dan perubahan pola pernafasan. Tanda rangsang meningeal dapat terjadi bila peradangan
mencapai meningen.

Demam disertai sakit kepala, muntah, kelemahan dan kaku kuduk


Terjadi gangguan fungsi otak yang normal yang menyebabkan perubahan kepribadian,
kejang, kelemahan pada satu atau lebih bagian tubuh, linglung, rasa mengantuk yang bisa
berkembang menjadi koma, dan gejala meningitis lainnya.
Virus tertentu memberikan gejala tambahan lainnya. Contohnya adalah virus
herpes simpleks, yang seringkali menyebabkan kejang berulang pada stadium awal
ensefalitis. Selain sel darah putih, cairan serebrospinal juga mengandung sel darah merah.
Virus ini juga menyebabkan pembengkakan pada lobus temporalis, yang bisa terlihat pada
skening MRI.

Meskipun virus penyebabnya berbeda- beda tetapi memberikan gejala klinis yang
sama. Ensefalatis dimulai dengan demam mendadak tinggi, disertai nyeri kepala, mual,

8
muntah, kemudian diikuti penurunan kesadaran dan kejang- kejang. Gangguan tingkah laku
dan bicara juga dapat ditemukan.

Gerakan abnormal dapat ditemukan tapi jarang. Defisit neurologis yang timbul
bergantung pada lokasi kerusakan yang terjadi. Infeksi virus influenza dapat menimbulkan
gejala yang tidak khas seperti: Syndrom lobus frontal dan limbic yang bersifat reversibel
tanpa penurunan kesedaran dan fungsi motorik.

Japanese B ensefalitis biasanya menyerang anak dan dewasa muda gejalanya bersifat
non spesifik dan sering menimbulkan kejang. Virus dengue memberikan gejala seperti
influenza atau DHF tapi juga dapat menimbulkan ensefalitis, mielitis dan mono atau poli
neuropati seperti pada Guillain Bare syndrome.

Ensefalitis yang disebabkan entero virus biasanya memberi prognosis yang baik.
Tetapi enterovirus 71 memiliki tingkat mortalitas yang tinggi. Komplikasi meliputi
meokarditis dan akut flaccid paralysis enterovirus 71 dapat menimbulkan meningoensefalitis
kronis pada pasien yang immunocompromised.

Ensefalitis akibat penyakit mumps biasanya dimulai 3- 10 hari setelah parotitis dan
biasanya sembuh tanpa sequele, kecuali bila sel ependim terkena dapat menyebabkan
hydrosepalus.

Masa inkubasi virus rabies sekitar 20- 60 hari tapi dapat juga sampai beberapa tahun
infeksi ini tidak timbul oada setiap orang yang digit oleh binatang yang terinfeksi tetapi bila
sudah timbul gejala klinis maka bersifat fatal. Setelah timbul gejala prodromal timbul seperti
demam, sakit kepala, malaise, akan diikuti kejang dan gangguan tingkah laku seperti
hydrophobia dan aerofobi. koma dan kematian timbul satu sempai beberapa minggu. Setelah
timbul gejala, maka pengobatan sudah tidak efektif lagi.

2.6 DIAGNOSIS
Pemeriksaan Penunjang

 Laboratorium
Biasanya pemeriksaan laboratorium tidak membantu, kecuali untuk mengetahui
proses infeksi virus yang sedang terjadi (predominan limfosit pada infeksi virus, predominan
sel PMN pada infeksi bakteri). Tes serologi bergantung pada adanya titer antibodi. Deteksi
dini IgM mungkin membantu diagnosis awal. Hampir selalu dilakukan pungsi lumbal untuk
memeriksa cairan serebrospinal.
Pada infeksi virus, jumlah sel darah putih meningkat, tetapi tidak ditemukan bakteri.
Sangat sulit untuk membiakkan virus dari cairan serebrospinal dan memerlukan waktu lama.

9
 Gambaran Radiologis
a) CT- scan
CT- scan pada HSV ensefalitis memperlihatkan lesi dengan densitas rendah pada
lobus temporalis, yang belum terlihat sampai 3-4 hari setelah awitan. Pada CT- scan tidak
bisa membedakan virus ensefalitis tetapi CT- scan dapat digunakan untuk mengetahui
prognosis penyakit, komplikasi seperti hemorrhage, hidrosefalus dan herniasi, serta dapat
membantu menentukan tindakan bedah.

b) MRI
- MRI lebih sensitive daripada CT- scan dalam mengidentifikasi ensefalitis virus.
- Gambaran lesi di lobus temporalis berupa perdarahan unilateral atau bilateral. Lesi di
lobus inferomedial temporalis dan girus singuli adalah area yang paling sering terdeteksi
dengan MRI. Pada anak dan bayi, dapat terdeteksi penyebaran yang lebih luas.

10
( A ) Herpes simplex virus type 1 ensefalitis dengan meningkatnya signal beban T2 di
bilateral lobus temporal. ( B ) Varicella-zoster virus vaskulopati, menyebabkan infark
pada kedua hemisfer. ( C ) West Nile virus ensefalitis dengan meningkatnya signal
FLAIR MRI pada ganglia basal. ( D ) Enterovirus encephalitis dengan meningkatnya
intensitas signal pada FLAIR MRI di kedua hemisfer.

c) Elektroensefalografi (EEG)
- Pada ensefalitis HSV, 4 dari % kasus yang telah dibuktikan dengan biopsi
memperlihatkan EEG yang abnormal. Terdapat perubahan di daerah temporalis yang
menyebar secara difus dan perlahan serta didapatkan lateralisasi gelombang epileptiform.

DIAGNOSIS BANDING

 Hipoglikemia akut
 Abses otak
 Meningitis
 Status Epileptikus
 Subaraknoid Hemoragik
 Rocky Mountain Spotted Fever
 Tick-Borne Diseases, Lyme

2.7 TATALAKSANA
Terapi simptomatik diberikan untuk menurunkan demam, mencegah kejang.
Pemberian kortison untuk mengurangi edema otak. Pengobatan antivirus baru ditemukan
pada virus herpes simpleks, herpes zoster yaitu acyclovir.

a. Ensefalitis supurativa
- Ampisillin 4 x 3-4 g per oral selama 10 hari.
- Cloramphenicol 4 x 1g/24 jam intra vena selama 10 hari.
b. Ensefalitis syphilis
- Penisillin G 12-24 juta unit/hari dibagi 6 dosis selama 14 hari
- Penisillin prokain G 2,4 juta unit/hari intra muskulat + probenesid 4 x
500mg oral selama 14 hari.
Bila alergi penicillin :
- Tetrasiklin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Eritromisin 4 x 500 mg per oral selama 30 hari
- Kloramfenikol 4 x 1 g intra vena selama 6 minggu
- Seftriaxon 2 g intra vena/intra muscular selama 14 hari.

11
c. Ensefalitis virus

Manfaat pemberian antiviral adalah untuk meringankan gejala klinis, mencegah


komplikasi, dan mencegah timbulnya gejala sisa. Penggunaan Asiklovir harus didahului
dengan pemeriksaan kreatinin. Pengobatan simptomatis Analgetik dan antipiretik :

- Asam mefenamat 4 x 500 mg


- Anticonvulsi : Phenitoin 50 mg/ml intravena 2 x sehari.
Pengobatan antivirus diberikan pada ensefalitis virus dengan penyebab herpes zoster-
varicella. (penghambat aktivitas HSV-1 dan HSV-2) digunakan selama 14-21 hari:

- Asiclovir 10 mg/kgBB intra vena 3 x sehari selama 10 hari atau 200 mg


peroral tiap 4 jam selama 10 hari.
d. Ensefalitis karena parasit
- Malaria serebral:
Kina Hcl 10 mg/KgBB dalam infuse selama 4 jam, setiap 8 jam hingga
tampak perbaikan.
- Toxoplasmosis
Sulfadiasin 100 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Pirimetasin 1 mg/KgBB per oral selama 1 bulan
Spiramisin 3 x 500 mg/hari
- Amebiasis
Rifampicin 8 mg/KgBB/hari.
e. Ensefalitis karena fungus
- Amfoterisin 0,1- 0,25 g/KgBB/hari intravena 2 hari sekali minimal 6
minggu
- Mikonazol 30 mg/KgBB intra vena selama 6 minggu.
f. Riketsiosis serebri
- Cloramphenicol 4 x 1 g intra vena selama 10 hari
- Tetrasiklin 4x 500 mg per oral selama 10 hari
Pemberian kortikosteroid digunakan untuk pengobatan pasca ensefalitis:

- Deksametason :
Dewasa : 10 mg IV tiap 6 jam
Anak : 0,15 mg/kg IV tiap 6 jam

12
2.8 PROGNOSIS
Ditentukan oleh umur penderita, kesadaran saat datang berobat dan cara
pengobatannya. Penderita di bawah 30 tahun dengan gangguan kesadaran tidak berat
biasanya sembuh dibandingkan dengan penderita yang datang dalam keadaan koma dan
lanjut usia. Mortalitas dengan penggunaan vidarabin 54%, dengan acyclovir 28 %.
Prognosis juga bergantung pada virulensi virus, imunitas tubuh, dan kondisi neurologis.

13
Daftar Pustaka

Mansjoer,Arif. Suprohaita. Wardhani,Wahyu Ika. Setiowulan,Wiwiek. KAPITA


SELEKTA KEDOKTERAN. Media Aesculapius. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jilid 2. Edisi Keempat. 2014.
Mardjono,Mahar dan Sidarta,Priguna. NEUROLOGI KLINIS DASAR. Dian Rakyat.
2013. Hal. 313-314, 421, 327-333. 3
Markam,Soemarmo. KAPITA SELEKTA NEUROLOGI. Gajah Madah University Press.
Edisi Ke Dua.2003. Hal.155-162
https://emedicine.medscape.com/article/791896-differential
https://www.researchgate.net/figure/Typical-magnetic-resonance-imaging-MRI-changes-
associated-with-viral-encephalitis-A_fig2_51816352
https://radiopaedia.org/articles/herpes-simplex-encephalitis

14

Anda mungkin juga menyukai