Anda di halaman 1dari 6

Kasus :

Apotek unhalu berada di jalan mangga kota niur. Letaknya sangat strategis berada di
tengah kota, buka pelayanan tiap hari jam 16.00 – 22.00. pasien sangat ramai serta jumlah
resep yang banyak dilayani. Setiap hari rata-rata 100 lembar resep. APA juga merupakan
PNS dan masuk apotek jam 19.30. Karena banyaknya pasien yang dilayani, penyerahan obat
oleh tenaga teknis kefarmasian tidak sempat memberikan informasi yang cukup. Ditinjau dari
sudut etika profesi, sumpah profesi dan peraturan perundang-undangan, jelaskan kajian
saudara terhadap hal diatas :

KAJIAN MENURUT UNDANG-UNDANG

Berdasarkan permasalahan diatas, kami menemukan beberapa ketidak hubungan


antara yang terjadi dengan yang terdapat di peraturan-peraturan yang berlaku mengenai
kesehatan dan pelayanan kesehatan. Peraturan-peraturan itu adalah sebagai berikut :

1) Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan

Pasal 5

(1) “Setiap orang memiliki hak dalam memperoleh pelayanan kesehatan yang aman,bermutu,
dan terjangkau”.

Pasal 8

“Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data kesehatan dirinya termasuk
tindakan dan pengobatan yang telah dan akan diterimanya dari tenaga kesehatan”.

Pasal 108

(1)“ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas
resep dokter, pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat
tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan”

2. Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 Tentang PerlindunganKonsumen :

Pasal 4

(1) “Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang
dan/atau jasa”.

3. Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang PekerjaanKefarmasian:

Pasal 1
(13)“Apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian tempat dilakukan praktek kefarmasian
oleh Apoteker”.

Pasal 20

“Dalam menjalankan Pekerjaan kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,


Apoteker dapat dibantu oleh Apoteker pendamping dan/ atau Tenaga Teknis Kefarmasian”

Pasal 21

(1) “Dalam menjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas Pelayanan Kefarmasian,


Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian”.

(2) “Penyerahan dan pelayanan obat berdasarkan resep dokter dilaksanakan oleh Apoteker”.

Pasal 51

(1) “ Pelayanan Kefarmasian di Apotek, puskesmas atau instalasi farmasi rumah sakit hanya
dapat dilakukan oleh Apoteker”

4. Keputusan Menteri Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002Tentang


Ketentuan dan Tata Cara Pemebrian Izin Apotek

Pasal 19.

(1) “ Apabila Apoteker Pengelola Apotik berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
Apotik, Apoteker Pengelola Apotik harus menunjuk Apoteker pendamping.”

(2) “Apabila Apoteker Pengelola Apotik dan Apoteker Pendamping karena hal-hal tertentu
berhalangan melakukan tugasnya, Apoteker Pengelola Apotik menunjuk .Apoteker
Pengganti”

pasal 5

“ Di dalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker/Farmasis harus menjauhkan diri dari usaha
mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dantradisi luhur jabatan
kefarmasian“

2. PEKERJAAN KEFARMASIAN-KEAMANAN-STANDART PELAYANAN


KEFARMASIAN DI APOTEK.

Apotek yang tidak memberdayakan apoteker, yaitu apoteker tidak hadir diapotek atau
apoteker tidak melakukan pekerjaan kefarmasiannya di apotek. Apoteker tidak melakukan
pekerjaan kefarmasiannya seperti pada Undang-Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Pasal
108yang berbunyi ““ Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian
mutu sediaan farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat,
pelayanan obat atas resep dokter, pelayananinformasi obat serta pengembangan obat, bahan
obat dan obat tradisional harusdilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian
dan kewenangan sesuaidengan ketentuan peraturan perundang-undangan”. Apoteker yang
ada tidak melakukan pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan, penyimpanan, dan
pelayanan kepada pasien atas resep dokter serta informasi yangdibutuhkan oleh pasien.

Praktik-praktik yang tidak dilakukan oleh apoteker tersebut, termasuk pelanggaran terhadap
praktik standar di apotek. Dengan tidak dilakukannya standar pelayanan kesehatan, praktek
yang terjadi tidak sesuai dengan Peraturan PemerintahNo. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
KefarmasianPasal 21 dimana “ Dalammenjalankan praktek kefarmasian pada Fasilitas
Pelayanan Kefarmasian, Apoteker harus menerapkan standar pelayanan kefarmasian”.
Padahal standar pelayanankesehatan di apotek telah diatur dalam Keputusan Menteri
Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan di Apotek.

1) Sumber Daya

“Apotek harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional yang senantiasamampu
melaksanakan dan memberikan pelayanan yang baik.”

2) Sarana dan Prasarana

“Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk menerima
konseling dan informasi.”

3) Pelayanan resep: Apoteker melakukan skrining resep hingga penyiapan obat

“Pelayanan resep yang dilakukan oleh apoteker yang di apotek yang dimulai dariskrining
resep meliputi: persyaratan administratif (Nama, SIP dan alamat dokter,tanggal penulisan
resep, tanda tangan dokter penulis resep, nama, alamat, umur, jenis kelamin dan berat badan
pasien, nama obat, potensi, dosis, dan jumlah obat, cara pemakaian yang jelas), kesesuaian
farmasetik (bentuk sediaan, dosis, potensi,stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama
pemberian) dan pertimbangan klinis (efek samping, interaksi, kesesuaian). Selain itu,
apoteker juga memiliki tugas untuk melakukan penyiapan obat meliputi tahap: peracikan
dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat, etiket yang jelas, kemasan obat yang
diserahkan dengan rapidan terjaga kualitas.

4) Pelayanan Resep : Apoteker melakukan penyerahan obat.

“Sebelum obat diserahkan, obat harus dicek kembali antara obat dan resep.Penyerahan obat
dilakukan oleh apoteker sambil dilakukan pemberian informasi obatsekurang-kurangnya: cara
pemakaian, cara penyimpanan, jangka waktu pengobatan,aktivitas serta makanan dan
minuman yang harus dihindari; dan dilakukan konselinguntuk memperbaiki kualitas hidup
pasien.”

5) Promosi dan Edukasi

“Dalam meningkatkan pemberdayaan masyarakat, Apoteker harus berpartisipasi aktif dalam


promosi dan edukasi kesehatan.
Berhubungan dalam pelayan kesehatan diatas, maka juga melanggar pengertian dari resep itu
sendiri menuru Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayanan di Apotek Pasal 1 yang berbunyi “ Resep adalah permintaan tertulis dari
dokter, dokter gigi, dokter hewankepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan obat
bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang berlaku”. Resep hanya boleh diterima oleh
apoteker bukanoleh tenaga kerja kefarmasian lainnya walaupun pada saat pengerjaan
apoteker bolehmeminta bantuan kepada asisten apoteker.Pelaksanaan pelayanan kesehatan
tidak sesuai standar, memungkinkan pelayanan kepada pasien yang tidak aman dan berujung
pada kerugian pasien seperti terjadinya medication error.Hal ini tidak sesuai denganUndang-
Undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 Pasal 5dimana “Setiap orang memiliki hak dalam
memperoleh pelayanan kesehatan yang aman dan bermutu, dan terjangkau ”. Aman juga
menjadi point dalam hak pasien sebagaimana diatur oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1998
Tentang Perlindungan Konsumen Pasal 4 Ayat 1dimana “Hak atas kenyamanan,keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa”.

Keamanan yang tidak terjamin atas pelayannannya kepada pasien, menjadisalah satu point
yang kurang dalam proses Pharmaceutical care yang menjadi tanggung jawabnya. Apabila
dikaitkan dengan Keputusan Menteri Kesehatan No.1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang
Standar Pelayanan di Apotek Pasal 1 yang berbunyi “ Pharmaceutical care adalah bentuk
pelayanan dan tanggung jawablangsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien”, dan yang dilakukan real maka untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien melalui pelayanan di apotek tidak tercapai.

Lafal sumpah atau Janji Apoteker

“Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan martabat dan
tradisi luhur jabatan kefarmasian”

Dari kasus di atas “Pasien atau konsumen ketika membeli obat di apotek hanya dilakukan
oleh asisten apoteker”.Hal ini melanggar pasal-pasal di atas. Pelayanan kefarmasian diapotek
harus dilakukan oleh Apoteker, jika Apoteker Pengelola Apotek berhalangan hadir
seharusnya digantikan oleh Apoteker Pendamping dan jika Apoteker Pendamping
berhalangan hadir seharusnya digantikan oleh Apoteker Pengganti bukan digantikan oleh
Asisten Apoteker ataupun Tenaga Kefarmasian lainnya. Tenaga Kefarmasian dalam hal ini
Asisten Apoteker hanya membantu pelayanan kefarmasian bukan menggantikan tugas
Apoteker.

SANKSI

Ketika seorang apoteker dalam menjalankan tugasnya dan tidak mematuhi kode etik
apoteker, maka sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal15 yang berbunyi “

Jika seorang apoteker baik dengan sengaja maupun tidak disengajamelanggar atau tidak
memenuhi kode etik apoteker Indonesia, maka dia wajib mangakui dan menerima sanksi dari
pemerintah, ikatan/organisasi profesi yang menanganinya (IAI), dan mempertanggung
jawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa”,
Sehingga seorang apoteker bisa mendapatkan sanksi sebagai berikut:

1. Teguran dari IAI terhadap apoteker maupun apotek yang bersangkutan.

2. Berdasarkan ketentuan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang kesehatan :

a. pasal 198 : Setiap orang yang tidak memiliki keahlian dan kewenanganuntuk melakukan
praktik kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 108dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus jutarupiah).

b. Pasal 201

1) Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 190 ayat (1), Pasal191,
Pasal 192, Pasal 196, Pasal 197, Pasal 198, Pasal 199, dan Pasal 200dilakukan oleh korporasi,
selain pidana penjara dan denda terhadap pengurusnya, pidana yang dapat dijatuhkan
terhadap korporasi berupa pidanadenda dengan pemberatan 3 (tiga) kali dari pidana denda
sebagaimana dimaksuddalam Pasal 190 ayat (1), Pasal 191, Pasal 192, Pasal 196 , Pasal 197,
Pasal 198,Pasal 199, dan Pasal 200

2) Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), korporasi dapatdijatuhi pidana
tambahan berupa:

a.pencabutan izin usaha; dan/atau

b.pencabutan status badan hukum.

SOLUSI

Apoteker yang telah bekerja dan menjadi Apoteker Penanggung Jawab di sebuahapotek,
harus mengontrol dan bertanggung jawab seluruhnya terhadap seluruh kegiatankefarmasian
yang ada di Apotek.Untuk membantu kerja tersebut, sebaiknya dibuat prosedur tetap yang
dibuat olehapoteker dan digunakan secara bersama-sama oleh seluruh tenaga kesehatan yang
adadi apotek, meliputi:

1.Pemastian bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat.

2.Adanya pembagian tugas dan wewenang antara apoteker dengan asisten apoteker.

3.Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga kesehatan lain yang bekerja diapotek.

4.Dapat digunakan alat untuk melatih staf baru.

5.Membantu proses audit.


KESIMPULAN :

Berdasarkan keterangan diatas, praktek kefarmasian di apotek melanggar beberapa


ketentuan, yaitu : Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan pasal5, pasal 8 dan
pasal 108 Tentang Kesehatan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1998 pasal 4 Tentang
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 pasal 1ayat 13, pasal 20,
pasal 21 ayat 1 dan 2 dan pasal 19 ayat 1 Tentang PekerjaanKefarmasian, Keputusan Menteri
Kesehatan No. 1332/MENKES/PER/SK/X/2002 pasal19 ayat 1 dan 2 tentang Ketentuan dan
Tata Cara Pemberian Ijin Apotek, Keputusan Menteri Kesehatan No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 Tentang Standar Pelayanan diApotek, Kode etik apotekerpasal
3 dan 5, Lafal sumpah atau Janji Apoteker.

Anda mungkin juga menyukai