Puji dan syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan refarat
degan judul “Terapi Cairan dan Transfusi Darah”.
Penulis menyadari bahwa penulisan refarat ini masih jauh dalam kata
sempurna. Oleh karena itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
sebagai koreksi dalam penulisan refarat selanjutnya semoga refarat ini
bermanfaat. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KESIMPULAN .................................................................................. 28
DAFTAR PUSTAKA
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tubuh mengandung 60% air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan
tubuh ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang penting peranannya
dalam metabolisme sel, sehingga sangat penting dalam menunjang
kehidupan. Dalam pembedahan, tubuh kekurangan cairan karena perdarahan
selama pembedahan ditambah lagi puasa sebelum dan sesudah operasi. Maka
terapi cairan amat diperlukan untuk pemeliharaan dan mencegah kehilangan
cairan terlalu banyak yang bisa membahayakan. Terapi dinilai berhasil
apabila pada penderita tidak ditemukan tanda-tanda hipovolemik dan
hipoperfusi atau tanda-tanda kelebihan cairan berupa edema paru dan gagal
nafas.
Zat-zat yang terkandung dalam cairan tubuh antara lain adalah air,
elektrolit, trace element, vitamin, dan nutrien-nutrien lain seperti protein,
karbohidrat, dan lemak. Dengan makan dan minum maka tubuh kita akan
tercukupi akan kebutuhan nutrien-nutrien tersebut. Air dan elektrolit yang
masuk ke dalam tubuh akan dikeluarkan dalam waktu 24 jam melalui urin,
feses, keringat, dan pernafasan. Tubuh kita memiliki kemampuan untuk
mempertahankan atau memelihara keseimbangan ini yang dikenal dengan
homeostasis.
1
membutuhkannya sangat diperlukan untuk menyelamatkan jiwa.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3
Komposisi CIS ini dipertahankan oleh membran plasma sel dalam
keadaan stabil namun tetap ada pertukaran. Transpor membran terjadi
melalui mekanisme pasif seperti osmosis dan difusi, yang mana tidak
membutuhkan energi sebagaimana transport aktif.
Sekitar sepertiga dari TBW merupakan cairan ekstraseluler (CES),
yaitu seluruh cairan di luar sel. Dua kompartemen terbesar dari cairan
ekstrasluler adalah cairan interstisiel, yang merupakan tiga perempat
cairan ekstraseluler, dan plasma, yaitu seperempat cairan ekstraseluler.
Plasma adalah bagian darah nonselular dan terus menerus berhubungan
dengan cairan interstisiel melalui celah-celah membran kapiler. Celah ini
bersifat sangat permeabel terhadap hampir semua zat terlarut dalam
cairan ekstraseluler, kecuali protein. Karenanya, cairan ekstraseluler terus
bercampur, sehingga plasma dan interstisiel mempunyai komposisi yang
sama kecuali untuk protein, yang konsentrasinya lebih tinggi pada
plasma.
Cairan transeluler merupakan cairan yang disekresikan dalam tubuh
terpisah dari plasma oleh lapisan epithelial serta peranannya tidak terlalu
berarti dalam keseimbangan cairan tubuh, akan tetapi pada beberapa
keadaan dimana terjadi pengeluaran jumlah cairan transeluler secara
berlebihan maka akan tetap mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh. Cairan yang termasuk cairan transseluler yaitu :Cairan
serebrospinal, cairan dalam kelenjar limfe, cairan intra okular, cairan
gastrointestinal dan empedu, cairan pleura, peritoneal, dan pericardial.
4
2. Komposisi Cairan Tubuh
Secara garis besar, komposisi cairan tubuh yang utama dalam
plasma, interstitial dan intraseluler ditunjukkan pada tabel berikut :
1. Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul (zat terlarut) melalui membran
semipermeabel (permeabel selektif dari larutan berkadar lebih rendah
menuju larutan berkadar lebih tinggi hingga kadarnya sama. Membran
semipermeabel ialah membran yang dapat dilalui air (pelarut), namun
5
tidak dapat dilalui zat terlarut misalnya protein. Tekanan osmotik plasma
darah ialah 285 ± 5 mOsm/L. Larutan dengan tekanan osmotik kira-kira
sama disebut isotonik (NaCl 0,96%, Dekstrosa 5%, Ringer-laktat), lebih
rendah disebut hipotonik (akuades) dan lebih tinggi disebut hipertonik.
2. Difusi
Air melintasi membran sel dengan mudah, tetapi zat-zat lain sulit atau
diperlukan proses khusus supaya dapat melintasinya, karena itu komposisi
elektrolit di dalam dan di luar sel berbeda. Cairan intraselular banyak
mengandung ion K, ion Mg dan ion fosfat, sedangkan ekstraselular banyak
mengandung ion Na dan ion Cl.
6
C. Kebutuhan Cairan
Bayi dan anak:
Pada bayi dan anak sesuai dengan perhitungan di bawah ini :
Berat badan Kebutuhan air perhari
Sampai 10 kg 100 ml/kgBB
11-20 kg 1000 ml + 50 ml/kgBB (untuk tiap kg
diatas 10 kg)
> 20 kg 1500 ml + 20 ml/kgBB (untuk tiap kg
diatas 10 kg)
Kebutuhan kalium 2,5 mEq/kgBB/hari
Kebutuhan natrium 2-4 mEq/kgBB/hari
Orang dewasa:
Pada orang dewasa kebutuhannya yaitu :
1. Kebutuhan air sebanyak 30 - 50 ml/kgBB/hari
2. Kebutuhan kalium 1-2 mEq/kgBB/hari
3. Kebutuhan natrium 2-3 mEq/kgBB/hari
D. Faktor yang Memperngaruhi Kebutuhan Cairan
Yang menyebabkan adanya suatu peningkatan terhadap kebutuhan cairan
harian diantaranya :
1. Demam ( kebutuhan meningkat 12% setiap 1 0C, jika suhu > 37 0C )
2. Hiperventilasi
3. Suhu lingkungan yang tinggi
4. Aktivitas yang ekstrim / berlebihan
5. Setiap kehilangan yang abnormal seperti diare atau poliuria
7
5. Retensi cairan misal gagal jantung
E. Perubahan Cairan Tubuh
Gangguan cairan tubuh dapat dibagi dalam tiga bentuk yakni perubahan :
1. Volume
2. Konsentrasidan
3. Komposisi
Ketiga macam gangguan tersebut mempunyai hubungan yang erat satu
dengan yang lainnya sehingga dapat terjadi bersamaan. Namun demikian,
dapat juga terjadi secara terpisah atau sendiri yang dapat member gejala-
gejala tersendiri pula. Yang paling sering dijumpai dalam klinik adalah
gangguan volume.
1. Perubahan Volume
a. Kekurangan Volume/Dehidrasi
8
Dehidrasi hipotonis (hiponatremik) terjadi ketika kehilangan
cairan dengan kandungan natrium lebih banyak dari darah
(kehilangan cairan hipertonis). Sedangkan dehidrasi hipertonis
(hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan kandungan
natrium lebih sedikit dari darah.3
9
Dehidrasi berdasarkan tanda dan gejala :
Penilaian A B C
Keadaan Umum Baik, sadar Gelisah, rewel Lesu, lunglai, tidak
sadar
Mata Normal Cekung Sangat cekung dan
kering
Air mata Ada Tidak ada Tidak ada
Mulut dan lidah Basah Kering Sangat kering
Rasa haus Minum biasa, Haus, ingin minum Malas, minum atau
tidak haus banyak tidak bisa minum
Turgor kulit Kembali cepat Kembali lambat Kembali sangat
lambat
Hasil Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan / Dehidrasi berat /
pemeriksaan dehidrasi sedan syok
b. Kelebihan Volume
2. Perubahan Konsentrasi
Perubahan konsentrasi cairan tubuh dapat berupa hipernatremia atau
hiponatremia maupun hiperkalemia atau hipokalemia.
Rumus untuk menghitung defisit elektrolit :3,4
a. Defisit natrium (mEq total) = (Na serum yang diinginkan – Na serum
sekarang) x 0,6 x BB (kg)
b. Defisit Kalium (mEq total) = (K serum yang diinginkan [mEq/liter]
– K serum yang diukur) x 0,25 x BB (kg)
10
c. Defisit Klorida (mEq total) = (Cl serum yang diinginkan [mEq/liter]
– Cl serum yang diukur) x 0,45 x BB (kg).
3. Perubahan Komposisi
Perubahan komposisi itu dapat terjadi tersendiri tanpa
mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler. Sebagai contoh misalnya
kenaikan konsentrasi K dalam darah dari 4 mEq menjadi 8 mEq, tidak
akan mempengaruhi osmolaritas cairan ekstraseluler tetapi sudah cukup
mengganggu otot jantung. Demikian pula halnya dengan gangguan ion
kalsium, dimana pada keadaan hipokalsemia kadar Ca kurang dari 8
mEq, sudah akan timbul kelainan klinik tetapi belum banyak
menimbulkan perubahan osmolaritas.
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES =
CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah, tersedia
dengan mudah di setiap pusat kesehatan, tidak perlu dilakukan cross
match, tidak menimbulkan alergi atau syok anafilaktik, penyimpanan
sederhana dan dapat disimpan lama.
Cairan kristaloid bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan
koloid) ternyata sama efektifnya seperti pemberian cairan koloid untuk
mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan kristaloid di
ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit. Beberapa penelitian
mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan kristaloid
akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru
serta berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan
luka, apabila seseorang mendapat infus 1 liter NaCl 0,9%. Penelitian lain
menunjukkan pemberian sejumlah cairan kristaloid dapat mengakibatkan
timbulnya edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid
berlebihan juga dapat menyebabkan edema otak dan meningkatnya
tekanan intra kranial.
11
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid
akan lebih banyak menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan
koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih untuk resusitasi defisit cairan di
ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid
yang paling banyak digunakan untuk resusitasi cairan walau agak
hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan intravaskuler.
Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami
metabolisme di hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang
sering digunakan adalah NaCl 0,9%, tetapi bila diberikan berlebih dapat
mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional hyperchloremic
acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan
klorida.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut
plasma substitute´ atau plasma expander´. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekul tinggi dengan
aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan agak
lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu
koloid sering digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama
pada syok hipovolemik/hemorhagik atau pada penderita dengan
hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak (misal luka
12
bakar). Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (walau jarang) dan dapat menyebabkan
gangguan pada cross match.
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
1. Koloid Alami yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia
(5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara memanaskan plasma atau
plasenta 60° C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis dan
virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin
(83%) juga mengandung alfa globulin dan beta globulin.
Prekallikrein activators (Hageman‟s factor fragments) seringkali
terdapat dalam fraksi protein plasma dibandingkan dalam albumin.
Oleh sebab itu pemberian infuse dengan fraksi protein plasma
seringkali menimbulkan hipotensi dan kolaps kardiovaskuler.
2. Koloid Sintesis yaitu:
1. Dextran
Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000
dan Dextran 70 (Macrodex) dengan berat molekul 60.000-
70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostocmesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70
merupakan volume expander yang lebih baik dibandingkan
dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki
aliran darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan
kekentalan (viskositas) darah. Selain itu Dextran mempunyai
efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet
adhesiveness, menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan
fibrinolisis dan melancarkan aliran darah. Pemberian Dextran
melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cro match,
waktu perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal.
Dextran dapat menimbulkan reaksi anafilaktik yang dapat
dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih
dahulu.
13
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 ±
1.000.000, rata-rata 71.000, osmolaritas 310 mOsm/L dan
tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini
pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam
waktu 2 hari dan sisanya 64% dalam waktu 8 hari. Larutan
koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase (walau jarang). Low
molecullar weight Hydroxylethyl starch (Penta-Starch) mirip
Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam.
Karena potensinya sebagai plasma volume expander yang besar
dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu koagulasi
maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan
pada penderita gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan
berat molekul rata-rata 35.000 dibuat dari hidrolisa kolagen
binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
1. Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
2. Urea linked gelatin
3. Oxypoly gelatin, merupakan plasma expanders dan banyak
digunakan pada penderita gawat. Walaupun dapat
menimbulkan reaksi anafilaktik (jarang) terutama dari
golongan urea linked gelatin
14
G. Terapi Cairan
Penatalaksanaan terapi cairan meliputi dua bagian dasar yaitu ;
1. Resusitasi cairan
Ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh, sehingga
seringkali dapat menyebabkan syok. Terapi ini ditujukan pula untuk
ekspansicepat dari cairan intravaskuler dan memperbaiki perfusi
jaringan.
2. Terapi rumatan
Bertujuan untuk memelihara keseimbangan cairan tub uh dan nutrisi
yang diperlukan oleh tubuh
Hal ini digambarkan dalam diagram berikut :
15
Untuk mengganti cairan tubuh yang hilang dapat dilakukan penghitungan
untuk menghitung berapa besarnya cairan yang hilang tersebut :
1. Refraktometer
Defisit cairan : BD plasma – 1,025 x BB x 4 ml
Ket. BD plasma = 0,001
2. Dari serum Na+
Air yang hilang : 0,6 Berat Badan x BB (Plasma Natrium – 1 )
Ket. Plasma Na = 140
3. Dari Hct
H. Resusitasi Cairan
Target resusitasi adalah meningkatkan pasokan oksigen (DO 2) agar dapat
memenuhi kebutuhan konsumsi oksigen (VO2). Cairan resusitasi pada pasien
dehidrasi tergantung dari jenis dehidrasi.
Rumus cairan resusitasi : derajat dehidrasi x kgBB
Teknik pemberian cairan :
1. 50 % total cairan diberikan 8 jam pertama. Sisanya 50 % dari total cairan
diberikan 16 jam berikutnya.
2. Agar gangguan hemodinamik cepat teratasi maka 1 jam pertama
diberikan 20 ml/kgBB.
Cairan resusitasi dikatakan berhasi bila :
1. MAP (Mean Arterial Preassure : ≥ 65 mmHg
2. CVP (Central Venous Preassure : 8-12 mmHg
3. Urine Output : ≥ 0,5 mL/kgBB/jam
4. Oxygen Saturation : ≥ 70%
5. Status mental normal
Protokol resusitasi cairan :
1. Metode early goal directed
16
Langkah awal protokol tersebut adalah pemberian bolus kristaloid
sebanyak 500 ml tiap 30 menit untuk mencapai tekanan vena sentral
(central venous pressure =CVP) 8-12 mmHg. Selanjutnya, bila mean
arterial pressure kurang dari 65 mmHg, protokol menganjurkan
pemberian vasopresor untuk mempertahankan tekanan minimal 65
mmHg. Jika mean arterial pressure lebih dari 90 mmHg, protokol
menganjurkan pemberian vasodilator. Pemberian cairan resusitasi hingga
nilai CVP tertentu, dikenal dengan metode statis. Kelemahan metode ini
adalah menggunakan nilai baku yang sama untuk semua orang.
2. Teknik fluid challenge
Metode dinamis yang kemudian di kenal dengan rule of Weil atau
perasat 5-2. Metode ini mempertimbangkan status preload pada kurva
Frank Starling yang ditentukan oleh compliance jantung. Compliance
adalah ukuran distensibilitas stuktur sferis yang ditetukan oleh perubahan
volume untuk setiap perubahan tekanan (pressure). Berdasarkan
pemikiran ini, maka peningkatan nilai CVP yang tinggi secara mendadak,
menandakan penurunan compliance jantung, atau kurva Frank-Starling
telah sampai pada daerah preload independence. Perasat Weil
menganjurkan pemberian cairan resusitasi yang dipandu nilai CVP.
Apabila CVP kurang atau sama dengan 8 cm H2O maka cairan resusitasi
diberikan 200 ml melalui vena perifer, dalam waktu 10 menit (Tabel 3).
Jika CVP lebih dari 8 cm H2O, tetapi kurang dari 14 cm H2O maka
cairan resusitasi diberikan 100 ml dalam waktu 10 menit. Jika CVP sama
atau lebih besar dari 14 cm H2O, cairan resusitasi diberikan 50 ml dalam
waktu 10 menit. Namun, apabila selama pemberian cairan resusitasi, nilai
CVP meningkat lebih dari 5 cm H2O, pemberian cairan harus dihentikan.
Jika setelah pemberian cairan resusitasi CVP meningkat lebih dari 5 cm
H2O pemberian cairan tidak dilanjutkan, sedangkan bila kurang dari 2
cm H2O, pemberian cairan diulangi dari langkah awal. Apabila CVP
meningkat kurang dari 5 cm H2O tetapi lebih dari 2 cm H2O dari nilai
awal, pasien dipantau selama 10 menit; tetapi jika setelah pemantauan
17
nilai CVP tetap lebih dari 2 cm H2O, pemberian cairan resusitasi
dihentikan. Pada keadaan CVP turun kembali hingga 2 cm H2O atau
lebih rendah, pemberian cairan diulangi dari awal hingga tanda syok
teratasi. Penyesuaian jumlah cairan terhadap kenaikan CVP bertujuan
untuk mencegah pemberian cairan berlebihan di luar kemampuan
jantung.
I. Transfusi Darah
1. Definisi
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah
dari seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan
mengganti darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi
shock dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi
2. Golongan Darah
18
Dalam sistem ABO, berdasarkan senyawa aglutinogen dan
aglutinin dalam darah, darah dapat dikelompokkan menjadi:
1. Golongan darah A, yaitu darah yang memiliki aglutinogen A dan
agluitinin β (anti B)
2. Golongan darah B, yaitu darah yang memiliki aglutinogen B
dan agluitinin α (anti A)
3. Golongan darah AB, yaitu darah yang memiliki aglutinogen A
dan B, tetapi tidak mempunyai aglutinin α dan β.
4. Golongan darah O, yaitu darah yang tidak memiliki aglutinogen A
dan B, tetapi memiliki aglutinin α dan β.
Kecocokan golongan darah :
Gol.darah Donor harus
Golongan darah manapun
resipien
AB+ O+ A+ B+ AB+
AB- O- A- B- AB-
A+ O- O+ A- A+
A- O- A- X X
B+ O- O+ B- B+
B- O- B- X X
O+ O- O+ X X
O- O- X X X
3. Indikasi
Transfusi darah umumnya >50 % diberikan pada saat
perioperatif dengan tujuan untuk menaikkan kapasitas pengangkutan
oksigen dan volume intravaskuler.
Indikasi :
1. Perdarahan akut sampai Hb <8 gr% atau Ht <30 %, pada orang tua
kelainan paru, kelainan jantung Hb <10 g%
2. Bedah mayor, kehilangan darah >20% volume darah.
19
4. Indikasi Khusus Transfusi Darah
a. Transfusi Darah Gawat Darurat
Dalam situasi gawat darurat yang tidak memungkinan untuk
melakukan tes pada sampel darah transfusi, PRC golongan O resus
negatif dapat diberikan pada pasien, dengan ketentuan tidak ada
riwayat transfusi sebelumnya. Alasannya adalah pada golongan
darah O resus negatif memiliki volume plasma yang lebih sedikit
dan hampir tidak mengandung antibodi anti-A dan anti-B. Dalam
kondisi tersebut, seorang dokter harus membuat lembar
pertanggungjawaban mengenai indikasi pemberian transfusi darah
tanpa dilakukan pemeriksaan sampel darah sebagai tindakan live
saving.
b. Transfusi Darah Masif
Transfusi masif didefinisikan sebagai prosedur pemberian
transfusi yang melebihi volume darah pasien atau sebanyak 10 unit
darah dalam 24 jam. Atau transfusi yang melebihi 50% volume
sirkulasi dalam waktu kurang dari 3 jam atau transfusi dengan laju
150mL/menit. Tindakan ini dilakukan bila terjadi perdarahan akut
pada pasien bedah akibat defisiensi faktor pembekuan multiple dan
trombositopenia. Pada pasien dengan kondisi tersebut dapat
diberikan faktor pembekuan V dan VIII untuk memperbaiki kondisi
klinis.
c. Pemberian Transfusi Darah Pasca Bedah
Kehilangan darah dan hipovolemia dapat terjadi pada periode
pasca operasi. Pencegahan, deteksi dini dan perawatannya sangat
penting untuk kesehatan pasien dan mungkin mengurangi
kebutuhan akan transfusi. Perhatian khusus harus diberikan pada
pasien dengan hipoksia pasca operasi, pemantauan tanda vital,
keseimbangan cairan dan analgesia. Plasma intraoperatif yang lebih
tinggi terhadap rasio transfusi sel darah merah dikaitkan dengan
kebutuhan plasma dan sel darah merah yang lebih sedikit dalam 24
20
jam pertama setelah operasi.
Anemia umum terjadi setelah operasi. Strategi untuk
membatasi perkembangan anemia salah satunya dengan pemberian
transfusi darah. Pemberian transfusi pasca bedah dianjurkan
diberikan setelah pasien sadar, untuk mengetahui sedini mungkin
reaksi transfusi yang mungkin timbul. Pada periode paska bedah,
terutama pasien yang sudah atau sedang memperoleh transfusi
darah, segera lakukan evaluasi status hematologi dan pemeriksaan
faal hemostasis untuk mengetahui sedini mungkin setiap kelainan
yang terjadi. Tujuan pemberian transfusi darah pasca bedah yaitu
untuk mengoreksi komponen darah yang belum terpenuhi selama
operasi, dan mengisi volume sirkulasi.
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb masih >10 gr/dL.
Transfusi PRC dengan strategi restriktif diindikasikan bila kadar
Hb <7 gr/dL atau hematokrit <21% dan dipertahankan pada rentang
7-9 gr/dL.
21
Klasifikasi perdarahan menurut American College of Surgeon.
22
kantong darah. Darah lengkap mempunyai komponen utama yaitu
eritrosit, trombosit dan faktor pembekuan labil (V, VIII). Satu unit
kantong darah lengkap berisi 450 ml darah dan 63 ml antikoagulan.
Di Indonesia, 1 kantong darah lengkap berisi 250 ml darah dengan
37 ml antikoagulan, ada juga yang 1 unit kantong berisi 350 ml
darah dengan antikoagulan. Suhu simpan antara 2-4ºC. Satu unit
darah (250-450 ml) dengan antikoagulan sebanyak 15 ml/100 ml
darah .
BB = Berat badan
23
larutan tambahan sebanyak 100 ml yang berisi salin, adenin,
glukosa, dengan atau tanpa manitol untuk mengurangi hemolisis
eritrosit.
BB = Berat badan
24
c. Trombosit
Trombosit dibuat dari konsentrat whole blood (buffy coat), dan
diberikan pada pasien dengan perdarahan karena trombositopenia.
Produk trombosit harus disimpan dalam kondisi spesifik untuk
menjamin penyembuhan dan fungsi optimal setelah transfusi. Satu
unit trombosit yang diperoleh mengandung 50–70 mL plasma,
disimpan dalam suhu 20-24°C selama 5 hari.
Profilaksis transfusi trombosit juga ditunjukkan pada pasien
dengan jumlah trombosit di bawah 10.000-20.000×109/L karena
peningkatan risiko perdarahan spontan. Jumlah trombosit kurang
dari 50.000×109/L dikaitkan dengan peningkatan kehilangan darah
selama operasi. Pemberian satu unit trombosit diharapkan
meningkatkan jumlah trombosit sebesar 5000-10.000×109/L.
FFP = ΔHb x 10 x BB
e. Granulosit
Transfusi granulosit dapat ditunjukkan pada pasien neutropenik
25
dengan infeksi bakteri yang tidak merespons antibiotik. Transfusi
granulosit memiliki masa hidup yang pendek pada sirkulasi
resipien. Ketersediaan faktor penggabungan koloni granulocyte (G-
CSF) dan faktor timulasi koloni granulosit-makrofag (GM-CSF)
telah sangat mengurangi penggunaan transfusi granulosit.
Indikasi transfusi konsentrat leukosit/granulosit :
a. Penderita neutropenia dengan febris tinggi yang gagal
dengan antibiotik
b. Aplastik anemia dengan leukosit kurang dari 2000/ml dan
penyakit-penyakit keganasan lainnya
Kapan saat yang tepat untuk pemberian transfusi granulosit
masih belum pasti. Umumnya pada klinis menganjurkan pemberian
transfusi granulosit pada penderita neutropenia dengan panas yang
tinggi dan gagal diobati dengan antibiotik yang adekuat lebih dari 48
jam. Efek pemberian transfusi granulosit tampak dari penurunan
suhu badan penderita dan bukan dari hitung leukosit penderita,
penurunan suhu badan penderita terjadi pada 1-2 jam setelah
transfusi.
7. Komplikasi
a) Reaksi hemolitik
a. Pada pasien sadar : demam, mengigil, nyeri dada-panggul, dan
mual.
b. Pada pasien dalam anestesia : demam, takikardi tak jelas
asalnya, hipotensi, perdarahan merembes ke daerah operasi,
syok, spasme bronkus Hb uria, ikterus, dan „Renal shut
down‟
b) Reaksi transfusi non hemolitik
- Reaksi transfusi “febrile” Tanda: Menggigil, panas, nyeri
kepala, nyeri otot, mual, batuk non produktif.
- Reaksi alergi
“Anaphylactoid”
26
Bila terdapat protein asing pada darah transfusi.
Urtikaria, paling sering terjadi dan penderita merasa gatal-
gatal. Biasanya muka penderita sembab.
Terapi yang perlu diberikan ialah antihistamin, dan transfusi
harus dihentikan.
c) Infeksi
- Virus (Hepatitis, HIV-AIDS, CMV)
- Bakteri (stafilokokus, yesteria, citrobakter)
- Parasit (malaria)
d) Lain-lain : urtikaria, anafilaksis, edema paru non-kardial, purpura,
intoksikasi sitrat, hiperkalemia, asidosis
Penanggulangan Transfusi darah :
- Stop transfuse
- Naikkan tekanan darah dengan koloid, kristaloid, jika perlu
tambah vasokonstriksor, inotropik
- Berikan O2 100 %
- Diuretika manitol 50 mg atau furosemid (lasix) 10-20 mg
- Antihistamin
- Steroid dosis tinggi
- Jika perlu „exchanged transfusion‟
- Periksa analisis gas darah dan pH darah.
27
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Tubuh mengandung 60% air yang disebut juga cairan tubuh. Cairan
tubuh ini didalamnya terkandung nutrisi-nutrisi yang penting peranannya
dalam metabolisme sel. Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit
merupakan hal yang umum terjadi pada pasien bedah karena kombinasi dari
faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif. Cairan yang dapat
digunakan yaitu kristaloid, koloid dan darah.
Resusitasi cairan merupakan bagian dari tata laksana hemodinamik yang
bertujuan untuk mencukupi kebutuhan oksigen. Keberhasilan resusitasi cairan
amat tergantung pada kinerja jantung.
Transfusi darah adalah proses pemindahan atau pemberian darah dari
seseorang (donor) kepada orang lain (resipien). Transfusi bertujuan
mengganti darah yang hilang akibat perdarahan, luka bakar, mengatasi shock
dan mempertahankan daya tahan tubuh terhadap infeksi.
Transfusi darah bertujuan memelihara dan mempertahankan kesehatan
donor, memelihara keadaan biologis darah atau komponen-komponennya
agar tetap bermanfaat, memelihara dan mempertahankan volume darah yang
normal pada peredaran darah, mengganti kekurangan komponen seluler atau
kimia darah, meningkatkan oksigenasi jaringan, memperbaiki fungsi
hemostatis.
28
DAFTAR PUSTAKA