Anda di halaman 1dari 29

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penyusunan Laporan Mata Kuliah
Kajian Teknologi dan Vokasi yang berjudul “Konsep Pendidikan Kejuruan” ini dapat
diselesaikan dengan baik.

Dalam menyelesaikan Laporan ini penyusun mendapat banyak arahan dan


partisipasi dari semua pihak. Oleh karena itu, melalui kata pengantar ini penyusun
ingin menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak
yang telah membantu dalam penyelesaian makalah ini.

Penyusun menyadari bahwa penyusunan Laporan ini masih jauh dari


kesempurnaan. Oleh karena itu, penyusun memohon masukan berupa kritikan dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun dan dapat menyempurnakan
Laporan ini.

Bandung, April 2018

Penyusun
2.1 Pengertian Pendidikan kejuruan
Ditinjau secara sistemik, pendidikan kejuruan pada dasarnya merupakan
subsistem dari sistem pendidikan. Terdapat banyak definisi yang diajukan oleh
para ahli tentang pendidikan kejuruan dan definisi-definisi tersebut berkembang
seirama dengan persepsi dan harapan masyarakat tentang peran yang harus
dijalankannya (Muchlas Samani, 1992:14)
Dalam pembicaraan sehari-hari terdapat perbedaan yang cukup beragam
tentang apa yang dimaksud dengan pendidikan teknologi dan kejuruan.
Keragaman pengertian dan segala implikasinya di kalangan masyarakat mengenai
pendidikan teknologi dan kejuruan di Indonesia muncul sebagai produk sejarah
perkembangan. Pada awal tahun 1950 an sampai dengan tahun 1984 an, ada
semacam pengertian operasional bahwa yang dimaksud dengan Pendidikan
Teknologi dan Kejuruan berkaitan dengan sekolah-sekolah yang menghasilkan
lulusan untuk mengisi kebutuhan tenaga kerja setengah terlatih (semi skilled
tingkat SLTP yang diharapkan mampu mencapai kualifikasi juru (craftsman) dan
SMTA nologi dan Kejuruan lainnya diharapkan menghasilkan lulusan yang
dibutuhkan untuk tenaga teknisi (technician) menengah. Jenis-jenis sekolah
teknologi dan kejuruan sangat beraneka ragam seperti kelompok program
Pertanian, Teknologi dan Industri, Pariwisata dan Kesejahteraan Masyarakat,
Bisnis Manajemen, Seni dan Karajinan, Kelautan dan Teknologi Informasi, namun
bila dilihat dari pembinaanya dilakukan oleh suatu direktorat pendidikan kejuruan.
Ditinjau dari proses pembinaannya istilah Pendidikan Teknologi sudah tercakup
dalamistilah PendidikanKejuruan. Pemakaian istilah"Pendidikan Teknologi dan
Kejuruan" secara konseptual tidak menambah kejelasan pengertian, bahkan
cenderung membingungkan sebab kedua istilah itu masing-masing tidak meru
pakan kata yang sepadan. Istilah teknologi menjelaskan tentang bidang
spesialisasi, sedangkan kejuruan cenderung penekanannya jabatan. Dengan kata
lain istilah pendidikan teknologi hanya menggabungkan secara operasional
kelompok sekolah kejuruan teknologi di satu pihak dan sekolah kejuruan lainnya
non teknologi (SMEA,SKKA,SMSR, SMPS) di lain pihak.
Istilah "kejuruan" itu sendiri dikaitkan dengan pengertian "juru yang sangat
sempit yang berarti hanya dikaitkan dengan tenaga terampil setengah terdidik.
Sedangkan menurut UUSPN no. 20 tahun 2003 "pendidikan kejuruan meru pakan
pendidikan menengah yang mempersiapkan peserta didik terutama untuk bekeria
dalam bidang tertentu". Mungkin secara praktis sebagai padanan kata istilah
bahasa asing yang banyak digunakan dalam berbagai buku teks dikenal dengan
"vocational education", sedangkan pendidikan yang menghasilkan lulusan
setingkat teknisi,disepadankan dengan apayang dikenal 'technical education".
Dalam kaitan inikurang tepat jika technicaleducation' diteriemahkan menjadi
pendidikan teknologi, karena "technical education" mengacu kepada tingkat
kualifikasi lulusan sebagai tenaga teknisi, sedangkan pendidikan teknologi
mengacu kepada bidang spesialisasi seperti teknik mesin, listrik, bangunan dsb.
Untuk memudahkan pembahasan selanjutnya istilah yang digunakan dalam tulisan
ini adalah "pendidikan kejuruan" yang secara fungsional mencakup semua
program keahlian diberbagai jenjang yang bertujuan untuk membantu peserta
didik mengembangkan potensinya kea rah suatu pekeriaan atau karier.

Definisi di atas, memberikanpengertian bahwa pendidikan kejuruan adalah


suatu program pendidikan yang menyiapkan individu peserta didik menjadi tenaga
kerja yang profesional, juga siap untuk dapat melanjutkan pendidikan kejenjang
yang lebih tinggi. Untuk dapat lebih memahami pendidikan kejuruan, perlu dikaji
konsep-konsep yang melandasinya, meliputi tujuan dan konsep-konsep yang
mendasarinya.

Evans & Edwin (1978:24) mengemukakan bahwa: “pendidikan kejuruan


merupakan bagian dari sistem pendidikan yang mempersiapkan individu pada
suatu pekerjaan atau kelompok pekerjaan”. Sementara Harris dalam Slamet
(1990:2), menyatakan: ”Pendidikan kejuruan adalah pendidikan untuk suatu
pekerjaan atau beberapa jenis pekerjaan yang disukai individu untuk kebutuhan
sosialnya”.
Menurut House Committee on Education and Labour (HCEL) dalam
(Oemar H. Malik, 1990:94) bahwa: “pendidikan kejuruan adalah suatu bentuk
pengembangan bakat, pendidikan dasar keterampilan, dan kebiasaan-kebiasaan
yang mengarah pada dunia kerja yang dipandang sebagai latihan keterampilan”.
Dari definisi tersebut terdapat satu pengertian yang bersifat universal seperti yang
dinyatakan oleh National Council for Research into Vocational
Education Amerika Serikat (NCRVE, 1981:15), yaitu bahwa “pendidikan
kejuruan merupakan subsistem pendidikan yang secara khusus membantu peserta
didik dalam mempersiapkan diri memasuki lapangan kerja”.
Dari batasan yang diajukan oleh Evans, Harris, HCEL, dan NCRVE
tersebut dapat disimpulkan bahwa salah satu ciri pendidikan kejuruan dan yang
sekaligus membedakan dengan jenis pendidikan lain adalah orientasinya pada
penyiapan peserta didik untuk memasuki lapangan kerja.
Agak berbeda dengan batasan yang diberikan oleh Evans, Harris, HCEL, dan
NCRVE, Finch & Crunkilton (1984:161) menyebutkan: “pendidikan kejuruan
sebagai pendidikan yang memberikan bekal kepada peserta didik untuk bekerja
guna menopang kehidupannya (education for earning a living)”.
Selanjutnya dari definisi yang diajukan oleh Evans & Edwin, Harris,
HCEL, NCRVE maupun Finch & Crunkilton dapat disimpulkan bahwa
pendidikan kejuruan mempersiapkan peserta didik untuk dapat bekerja pada
bidang tertentu, berarti pula mempersiapkan mereka agar dapat memperoleh
kehidupan yang layak melalui pekerjaan yang sesuai dengan kemampuan masing-
masing serta norma-norma yang berlaku.

2.2 Ciri Pembelajaran Pendidikan Kejuruan


Ciri pendidikan kejuruan yang utama adalah sebagai persiapan untuk
memasuki dunia kerja. Secara historis, menurut Evans & Edwin (1978:36)
pendidikan kejuruan sesungguhnya merupakan perkembangan dari latihan dalam
pekerjaan (on the job training) dan pola magang (apprenticeship).
Pada pola latihan dalam pekerjaan, peserta didik belajar sambil langsung
bekerja sebagai karyawan baru tanpa ada orang yang secara khusus ditunjuk
sebagai instruktur, sehingga tidak ada jaminan bahwa peserta didik akan
mendapatkan pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan. Walaupun
demikian, menurut Elliot (1983:15), pola latihan dalam pekerjaan memiliki
keunggulan karena peserta didik dapat langsung belajar pada keadaan yang
sebenarnya sehingga mendorong dia belajar secara inkuiri.
Pada pola magang terdapat seorang karyawan senior yang secara khusus
ditugasi sebagai instruktur bagi karyawan baru (peserta didik) yang sedang
belajar. Instruktur tersebut bertanggungjawab untuk membimbing dan
mengajarkan pengetahuan serta keterampilan yang sesuai dengan tugas karyawan
baru yang menjadi asuhannya. Dengan demikian pola magang relatif lebih
terprogram dan jaminan bahwa karyawan baru akan dapat memperoleh
pengetahuan dan keterampilan tertentu lebih besar dibanding pola latihan dalam
pekerjaan (Evans & Edwin, 1978:38).
Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang makin canggih
membawa pengaruh terhadap pola kerja manusia. Pekerjaan menjadi kompleks
dan memerlukan bekal pengetahuan dan keterampilan yang makin tinggi,
sehingga pola magang dan latihan dalam pekerjaan kurang memadai karena tidak
memberikan dasar teori dan keterampilan sebelum peserta didik memasuki
lapangan kerja sebagai karyawan baru. Oleh karena itu kemudian berkembang
bentuk sekolah dan latihan kejuruan yang diselenggarakan oleh sekolah kejuruan
bekerja sama dengan kalangan industri, dengan tujuan memberikan bekal teori
dan keterampilan sebelum peserta didik memasuki lapangan kerja.
Dalam UUD RI Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas pada Bab I pasal
1 ayat 20 dijelaskan bahwa “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik
dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar (UU
Sisdiknas, 2003:13)
1. Ciri-Ciri Pembelajaran
Pembelajaran mempunyai tiga ciri khas diantaranya :
a. Adanya rencana, mempunyai suatu penataan mulai dari penataan
ketenagaan, material, dan prosedur dalam system pembelajaran mulai dari
guna sampai alat apa yang akan digunakan.
b. Saling ketergantungan (interpendence), maksudnya antara unsur yang satu
dengan unsur yang lain sesuai apa yang akan direncanakan
c. Mempunyai tujuan, pembelajaran mempunyai tujuan supaya lebih
mudah dalam pelaksanaan pembelajaran. (Oemar Hamalik, 1995:66)

Kehadiran pendidikan kejuruan menjadi strategis dan krusial dalam


pembangunan. Produk pendidikan kejuruan mampu menjadi jembatan antara
kepentingan masyarakat dengan kepentingan Negara. Upaya yang dilakukan
meningkatkan pertumbuhan pendidikan keiuruan tidak terlepas dari fungsi
pendidikan kejuruan. Pendidikan kejuruan memiliki multifungsi, yang kalau
dilaksanakan dengan baik, akan berkontribusi besar terhadap pencapaian tujuan
pembangunan nasional. Fungsi-fungsi dimaksud antara lain meliputi:
1. Sosialisasi, yaitu transmisi nilai-nilai yang berlaku serta norma-norma-nya
sebagai konkrittasi dari nilai-nilai tersebut. Nilai-nilai yang dimaksud adalah
teori ekonomi, solidaritas, relegi, seni dan jasa yang cocok dengan konteks
Indonesia.
2. Kontrolsosial, yaitu kontrol perilaku agar sesuai dengan nilai sosial beserta
norma normanya, misalnya kerjasama, keteraturan, kebersihan, kedisiplinan,
kejujuran, dan sebagainya
3. Seleksi dan alokasi, yaitu mempersiapkan, memilih, dan menempatkan calon
tenaga kerja sesuai dengan tanda-tanda pasar kerja, yang berarti bahwa
pendidikan kejuruan harus berdasarkan "demand driven".
4. Asimilasi dan konservasi budaya, yaitu absorbsi terhadap kelompok - kelompok
lain dalam masyarakat, serta memelihara kesatuan dan persatuan budaya.
5. Mempromosikan perubahan demi perbaikan, yaitu pendidikan tidak sekedar
berfungsi mengajarkan apa yang ada, tetapi harus berfungsi sebagai "pendorong
perubahan" (Djoyonegoro, 1998:3S).

Berbagai multi fungsi pendidikan kejuruan tersebut menunjukkan bahwa


pendidikan kejuruan memiliki dimensi yang luas terhadap kebangkitan dan
perubahan individu dan masyarakat serta negara. Itulah sebabnya, di berbagai
Negara, pendidikan kejuruan menjadi primadona karena dapat memberdayakan
produk yang dihasilkannya menjadi jembatan antara kepentingan individu,
masyarakat, negara, dan mendorong terjadinya perubahan yang akan
meningkatkan kualitas hidup dan daya tahan suatu masyarakat yang telah
membangsa.

2.3 Tujuan Pendidikan Kejuruan


Ditinjau dari tujuannya, menurut Thorogood (1982:328) pendidikan
kejuruan bertujuan untuk:
1. Memberikan bekal keterampilan individual dan keterampilan yang laku di
masyarakat, sehingga peserta didik secara ekonomis dapat menopang
kehidupannya.
2. Membantu peserta didik memperoleh atau mempertahankan pekerjaan dengan
jalan memberikan bekal keterampilan yang berkaitan dengan pekerjaan yang
diinginkannya.
3. Mendorong produktivitas ekonomi secara regional maupun nasional.
4. Mendorong terjadinya tenaga terlatih untuk menopang perkembangan
ekonomi dan industry.
5. Mendorong dan meningkatkan kualitas masyarakat.

Agak berbeda dengan Thorogood, Evans seperti yang dikutip oleh


Wenrich & Wenrich (1974:63) menyebutkan bahwa pendidikan kejuruan
bertujuan untuk:
1. Menghasilkan tenaga kerja yang diperlukan oleh masyarakat.
2. Meningkatkan pilihan pekerjaan yang dapat diperoleh oleh setiap peserta
didik.
3. Memberikan motivasi kerja kepada peserta didik untuk menerapkan berbagai
pengetahuan yang diperolehnya.
Dari tujuan pendidikan kejuruan yang diajukan oleh Thorogood dan Evans
di atas, dapat disimpulkan bahwa di samping mengemban tugas pendidikan secara
umum, pendidikan kejuruan mengemban misi khusus, yaitu memberikan bekal
pengetahuan dan keterampilan kepada peserta didik untuk memasuki lapangan
kerja dan sekaligus menghasilkan tenaga kerja terampil yang dibutuhkan oleh
masyarakat.
Di samping tujuan khusus yang diajukan oleh Thorogood dan Evans di
atas, Crunkilton (1984:25) menyebutkan bahwa: ”salah satu tujuan utama
pendidikan kejuruan adalah meningkatkan kemampuan peserta didik sehingga
memperoleh kehidupan yang lebih baik dari sebelumnya”. Menurut Miner
(1974:48-56) bekal yang dipelajari dalam pendidikan kejuruan akan merupakan
bekal untuk mengembangkan diri dalam bekerja. Dengan bekal kemampuan
mengembangkan diri tersebut diharapkan karier yang bersangkutan dapat
meningkat dan pada gilirannya kehidupan mereka akan makin baik (Karabel &
Hasley, 1977:14). Penelitian yang dilakukan Mulyani A. Nurhadi (1988) dan
Samani (1992) ternyata memperkuat pendapat Miner serta Karabel dan Hasley
tersebut.
Bagi masyarakat Indonesia misi pendidikan kejuruan, seperti diungkapkan
oleh Crunkilton tersebut, sangat penting karena pada umumnya siswa sekolah
kejuruan berasal dari masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi rendah (Suprapto
Brotosiswoyo, 1991:8), sehingga apabila sekolah kejuruan berhasil mewujudkan
misinya berarti akan membantu menaikan status sosial ekonomi masyarakat
tingkat bawah. Dengan kata lain sekolah kejuruan dapat membantu meningkatkan
mobilitas vertikal dalam masyarakat (Elliot, 1983:42).
Pendidikan kejuruan, jika dilaksanakan sebagaimana mestinya, akan
menghasilkan suatu masyarakat yang memiliki kemampuan dan kesadaran bahwa
produktivitas adalah sesuatu yang perlu dan penting dalam hidup dan kehidupan
manusia. Hal ini tentunya dikarenakan pendidikan kejuruan memiliki prinsip-
prinsip sebagai berikut:
1. Pendidikan kejuruan akan efisien bila lingkungan tempat belajar merupakan
replika lingkungan dimana ia bekerja.
2. Pendidikan dan pelatihan pendidikan kejuruan akan efektif bila latihan jabatan
yang diberikan mempunyai kesamaan dalam pengoperasian, alat dan mesin
dengan pekerjaannya kelak.
3. Pendidikan kejuruan akan efektif bila mendidik individu seeara langsung dan
spesifik dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai kebutuhan
pekerjaannya itu sendiri.
4. Pendidikan kejuruan akan efektif bila memberi kesempatan pada potensi
masing-masing individual siswa seperti keinginan, bakat, dan kecerdasan
Intrinsik ke tingkat yang tertinggi.
5. Efektivitas pendidikan kejuruan untuk setiap profesi, bila pekerjaan untuk
kerja dapat diberikan pada kelompok terpilih dari individu yang
membutuhkan, menginginkan dan mampu, dapat menguntungkan untuk
dirinya.
6. Pendidikan dan pelatihan kejuruan akan efektif dalam hal ini peng-ulangan
pengalaman latihan yang spesifik untuk membentuk kebiasaan kerja dan
berpikir yang benar Pengembangan kebiasaan ini akhirnya menjadi
keterampilan yang menguntungkan pekeria.
7. Pendidikan kejuruan akan efektif bila guru atau instruktur mempunyai
pengalaman yang sukses dalam penerapan keterampilan dan pengetahuan
pada proses operasi yang dijadikan bahan dalam mengajar.
8. Pendidikan kejuruan itu efektif secara personal maupun sosial, bila
pendidikan kejuruan itu memberikan kemampuan produktifyang harus
dimiliki siswa, minimal, dan dengan kemampuan itu dirinya sebagai tenaga
kerja kelak merasa aman/terjamin dalam pekerjaannya.

9. Pendidikan kejuruan harus mengakui bahwa kondisi-kondisi dimana mereka


melatih individu-individu harus bertemu dengan permintaan pasar walaupun
ada jalan yang iebih efisien dari kelakuan pekerjaan dan kelnginan yang lebih
tinggi dari tuntutan bekerja.
10. Proses kebiasaan-kebiasaan akan mantap dan efektif serta teriamin pada
setiap pelajar bila pendidikan memberikan pekeriaan aktual dan bukan latihan
kerja atau tiruan pekerjaan.
11. Hanya pengalaman dari para ahli dalam pekerjaannya yang merupakan
sumber terpercaya untukisi pendidikan dan latihan pekerjaan yang spesifik.
12. Untuk setiap pekerjaan yang isinya spesifik pada pekerjaan itu dan secara
praktis tak memiliki nilai keberfungsian pada pekerjaan lain.
13. Pendidikan kejuruan efisien menyumbang layanan sosial dalam hal
bertemunya waktu yang mereka perlukan pada setiap kelompok untuk latihan
khusus dan pada upaya itu mereka dapat keuntungan secaraefektif lebih besar
oleh pengajaran.
14. Pendidikan kejuruan akan efisien secara sosial dalam bagian metode
pengajaran dan hubungan personalnya dengan pelajamya bila proses
pendidikannya disesuaikan dengan karakteristik utama dari setiap kelompok
utama yang dilayaninya secara efektif minimum dibawah pendidikan kejuruan
tidak dapat diberikan, dan bila kursus tidak mengizinkan dari minimum biaya
perkapita, pendidikan kejuruan tidak diupayakan Charles A. harus Prosser
dalam Calhoun dan Finch, 1976:65)
Prinsip-prinsip yang dikemukakan di atas semakin mempertegas bahwa
pendidikan kejuruan memiliki karakteristik makro terhadap pertumbuhan dan
perkembangan individu, masyarakat, dan negara, disamping sebagai bagian dari
peningkatan peradaban kehidupan manusia. Asumsi ini dilatari oleh pemikiran
bahwa pendidikan kejuruan memiluki implikasi makro terhadap perkembangan
kehidupan manusia dengan lingkungannnya, baik lingkungan lokal, regional,
bahkan global. Kenyataaninilah yang menjadikan pendidikan kejuruan menjadi
harapan dari setiap stakeholdersnya. Pendidikan kejuruan mampu menyita
perhatian berbagai pihak, terutama stakeholders pendidikan, dikarenakan prinsip-
prinsip pendidikan
kejuruan mempengaruhi perilaku pelanggan pendidikan. Perhatian yang
besar terhadap pendidikan kejuruan tentu saja terkait dengan prinsip-prinsip
pendidikan kejuruan, seperti yang diidentifikasi oleh Barlow (dalam Calhoun dan
Finch, 1976:65), yaitu:

1. Pendidikan kejuruan adalah suatu perhatian rasional tenaga knja, pendidikan,


industri, pertanian dan bantuan pemerintah, kebutuhanékonomi merupakan
suatu kerangka nasional dari pendidikan kejuruan.
2. Pendidikan kejuruan memelihara pertahanan umum dan memajukan
kesejahteraan umum. Keefektifan pendidikan kejuruan dalam memperbaiki
kesejahteraan ekonomi individu dan keluarga, dan ini memberikan dasar
keterampilan untuk pertahanan bangsa, yang secara konsisten diperlihatkan
selama periode perang dan damai
3. Pendidikan kejuruan mempersiapkan remaja dan dewasa, merupakan suatu
tanggung jawab sekolah pemerintah, demokratisasi pendidikan dimana
pemerintah memperlihatkan konsensus yangbaik untuk kebutuhan pendidikan
kejuruan pada sistem pendidikan sekolah pemerintah.
4. Pendidikan kejuruan memerlukan suatu pendidikan dasar Masa teknologi
harus terus menerus menetapkan suatu bayaran pada suatu pendidikan dasar
untuk semua siswa. Rencana pendidikan kejuruan selalu diperkuat dengan
asumsi ini
5. Pendidikan kejuruan rencanakan dan dipimpin dalam kerjasama yang dengan
pengusaha dan industri. Konsep dari komite pengarah berarti penyesuaian
program dengan bisnis dan hal ini memperlihatkan dimensi kerjasama dari
perencanaan program, pelaksanaan, dan keluarannya.
6. Pendidikan kejuruan memberikan keterampilan dan pengetahuan yang
bernilai dalam kerja. Isi program di atas analisi dari kebutuhan pasar tenaga
kerja. Penempatan dan tindak lanjut tes hasil belajar di dasarkan atas
kemajuan dalam bekerja.
7. Pendidikan kejuruan memberikan pendidikan lanjutan untuk anak remaja dan
dewasa.
Karakteristik pendidikan keju ruan yang cenderung memberikan peluang
kepada lulusannya untuk dapat berpartisipasi secara aktif dalam kehidupan di
masyarakatnya, menjadikan pendidikan ini sebagai pendidikan yang sangat
berbeda dengan pendidikan umum.
Finch dan Crunkilton (1979:5) menjelaskan bahwa pendidikan memiliki dua
tujuan, yaitu "education for life and education for earning aliving". Education for
life dimaknakan sebagai sarana dalam hidup dan kehidupan manusia, sedangkan
education for earning a living dapat dimaknai sebagai sarana untuk memudahkan
memperoleh penghasilan karena memiliki pekerjaan yang sesuai dengan
kebutuhan diri dan pasar kerja. Berbedanya karakteristikanuara pendidikan umum
dan kejuruan sebenarnya bukan merupakan dikotomi dalam memperlakukan antara
satu dengan lainnya. Hanyasaja, dalam konteks yang lebih luas, keduanya
memiliki perbedaan karenamemang berbeda darisegi orientasi. Yang jelas,
pendidikan memperlakukan pelanggannya, khusunya siswanya untuk dapat
berperan dalam masyarakat dan dunia kerja. Itulah sebabnya, menurut laporan
Satuan Tugas Pengembangan Pendidikan dan pelatihan Kejuruan dilndonesia
1997) dalam Supriadi (2002:30 bahwa SMK perlu didorong untuk dapat
menyediakan pelatihan bagi perusahaan dan masyarakat secara komersial sebagai
bagian dari kegiatan unit produksinya SMK juga dituntut uuntuk mampu
memberikan gagasan-gagasan terbaik nuntuk praktik praktik komorsial.
Pendidikan kejuruan secara normatif tidak diperkenankan jauh dari lingkungan
masyarakatnya. Pendidik kejuruan harus mampu memberikan kontribusi terhadap
masyarakat, agar masyarakat cerdas dalam memanfaatkan potensi yang dimiliki
sehingga dapat tumbuh dan berkembang secara baik dalam upaya menjadikan
kehidupannya lebih baik dan bermutu. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa
pendidikan kejuruan bertanggung jawab terhadap kesejahteraan masyarakat,
karena itu, pendidikan kejuruan diperlukan sebagai bagian dari pengembangan
mutu manusia secara keseluruhan. Hal ini dikemukakan mengingat bahwa prinsip-
prinsip pendidikan kejuruan memberikan peluang yang besar bagi produknya
untuk terlibat secara langsung dalam memenuhi dalam sistem hidup dan kehidupan
manusia, terutama kebutuhan dasar manusia.

2.4 Pengelompokkan Pendidikan Kejuruan


Pendidikan kejuruan dapat dikelompokkan berdasarkan jenjang dan
menurut struktur programnya. Pengelompokan berdasarkan jenjang dapat
didasarkan atas jenjang kecanggihan keterampilan yang dipelajari atau jenjang
pendidikan formal yang berlaku (Zulbakir dan Fazil, 1988:7)
Jenjang pendidikan formal yang berlaku dikenal pendidikan kejuruan
tingkat sekolah menengah (secondary) atau sekolah menengah kejuruan (SMK)
dengan berbagai program keahlian seperti Listrik, Elektronika Manufaktur,
Elektronika Otomasi, Metals, Otomotif, Teknik Pendingin, Gambar Bangunan,
Konstruksi Baja, Tata Busana, Tata Boga, Travel and Tourism, penjualan,
akuntansi, manajemen perkantoran dan sebagainya serta tingkat di atas sekolah
menengah (post secondary) misalnya politeknik (IEES, 1986:124)
Berdasarkan struktur programnya, khususnya dalam kaitan dengan
bagaimana sekolah kejuruan mendekatkan programnya dengan dunia kerja,
Evans seperti yang dikutip oleh Hadiwiratama (1980:60-69) membagi sekolah
kejuruan menjadi lima kategori, yaitu (1) program pengarahan kerja (pre
vocational guidance education), (2) program persiapan kerja (employability
preparation education), (3) program persiapan bidang pekerjaan secara
umum (occupational area preparation education), (4) program persiapan bidang
kerja spesifik (occupational specific education), dan (5) program pendidikan
kejuruan khusus (job specific education).
Pada program pengarahan kerja, sekolah memberikan pengetahuan dasar
dan umum tentang berbagai jenis pekerjaan di masyarakat sekaligus
menumbuhkan apresiasi terhadap berbagai pekerjaan tersebut, sedangkan pada
program persiapan kerja, sekolah memberikan dasar-dasar sikap dan
keterampilan kerja, meskipun masih bersifat umum. Dengan program ini
diharapkan peserta didik mempunyai peluang yang lebih besar untuk
mendapatkan pekerjaan, meskipun tentunya masih harus melalui latihan di dalam
pekerjaan.
Untuk program persiapan bidang pekerjaan secara umum, sekolah
memberikan bekal guna meningkatkan kemampuan bekerja untuk bidang
pekerjaan yang memerlukan pengetahuan, peralatan yang sejenis. Dengan
program ini diharapkan peserta didik mempunyai pilihan lapangan pekerjaan
yang lebih jelas dan lebih cepat mengikuti latihan di dalam pekerjaan.
Program persiapan kerja yang spesifik memberikan bekal yang sudah
mengarah kepada jenis pekerjaan tertentu, meskipun belum pada suatu
perusahaan tertentu. Lebih khusus lagi adalah program pendidikan kejuruan
khusus yang sudah terarah pada pekerjaan khusus, yaitu mendidik siswa untuk
memenuhi persyaratan yang diminta oleh suatu perusahaan tertentu.

Perjenjangan kedekatan pendidikan kejuruan yang disebutkan oleh Evans


di atas berarti juga kesiapan lulusan dalam memasuki lapangan kerja. Makin
khusus jenis pendidikan kejuruan akan makin siap lulusannya memasuki
lapangan kerja, tetapi juga makin sempit bidang pekerjaan yang dapat dimasuki.
Walaupun demikian, kecuali untuk keperluan tertentu pendidikan kejuruan yang
khusus (job specific education) sangat sulit diterapkan di Indonesia, mengingat
jenis industri di Indonesia sangat bervariasi. Di sini mulai timbulnya dilema
antara siap pakai atau siap latih dalam pendidikan kejuruan.
Dalam kaitan dengan hal tersebut, menurut Semiawan (1991:6), yang
penting adalah kesiapan mental untuk mengembangkan dirinya serta
keterampilan dasar untuk setiap kali dapat menyesuaikan diri kembali pada
perubahan tertentu (retrain ability). Dengan bekal tersebut diharapkan lulusan
sekolah menengah kejuruan tidak hanya terpancang pada jenis pekerjaan yang
ada, tetapi juga terdorong untuk mewujudkan lapangan kerja baru dengan
mengembangkan prakarsa dan kreativitasnya secara optimal.
Sejalan dengan itu Tilaar (1991:12) menegaskan bahwa: “pendidikan
formal (sekolah kejuruan) seharusnya menghasilkan lulusan yang memiliki
kualifikasi siap latih yang kemudian diteruskan dengan program pelatihan, baik
di dalam industri atau lembaga pelatihan tertentu”.

2.5 Kurikulum Pendidikan Kejuruan


Berikut ini adalah beberapa Kurikulum Pendidikan Kejuruan yang pernah
digunakan di Indonesia. Warna dan ciri khas tiap kurikulum menunjukkan kurikulum
berusaha menghadirkan sosok peserta didik yang paling pas dengan perkembangan
jaman saat itu.
1. Kurikulum Pendidikan Kejuruan 1984
a. Latar Belakang
Kurikulum Edisi 1984 disebutkan sebagai acuan dalam pengembangan
pendidikan kejuruan karena merupakan langkah awal pengkajian terhadap kesesuaian
kurikulum dengan kebutuhan dunia kerja, dimana kurikulum ini dikembangkan
bermula dari data-data empirik yang diperoleh dari pelaksanaan kurikulum
pendidikan menengah kejuruan sejak 1981 yang meliputi :
· Ditemukannya sejumlah unsur baru dalam GBHN 1983 yang perlu ditampung
dalam kurikulum yang bersumber dari nilai dasar, yaitu Pancasila dan UUD 1945.
Hal-hal yang berkaitan dengan inovasi peningkatan pendidikan kejuruan dapat
dilihat dalam GBHN 1983 sebagai berikut: “Sistem pendidikan perlu disesuaikan
dengan kebutuhan pembangunan di segala bidang yang memerlukan jenis-jenis
keahlian dan keterampilan serta dapat sekaligus meningkatkan produktivitas,
kreativitas, mutu dan efisiensi kerja. Dalam hubungan ini, berbagai tingkat dan jenis
pendidikan dan pelatihan kejuruan serta politeknik perlu lebih diperluas dan
ditingkatkan mutunya dalam rangka mempercepat dipenuhinya kebutuhan tenaga
yang cakap dan terampil bagi pembangunan di berbagai bidang.”
· Adanya kesenjangan program pendidikan baik dengan kebutuhan anak didik
maupun dengan lapangan kerja.
· Terlalu saratnya materi kurikulum yang harus diberikan
· Kurikulum 1976/1977 tidak dirancang untuk memungkinkan siswa melanjutkan
ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. (Suwarna, 2002:131).
Untuk merealisasikan harapan tersebut. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
mengeluarkan keputusan Nomor 0289a/U/1985 tentang Kurikulum Sekolah
Menengah Kejuruan Tingkat Pertama SMKTP) dan Nomor 0289b/U/1985 tentang
Kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas (SMKTA) sebagai kurikulum
penggantinya. Yang lebih mendasar adalah dikeluarkannya Keputusan Menteri
Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0461/U/1983 yang berisi penyederhanaan
organisasi kurikulum, dimana kurikulum Sekolah Menengah Kejuruan Tingkat Atas
disusun dengan mengacu pada kumpulan jabatan tingkat menengah yang ada dan
yang diperkirakan akan diperlukan oleh masyarakat.
b. Tujuan Pendidikan
Tujuan utama kurikulum SMK 1984 adalah menyiapkan siswa menjadi tenaga
siap kerja dengan memberikan peluang yang luas untuk mengembangkan dirinya
(memberi peluang kepada siswa untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih
tinggi)
c. Pengorganisasian Materi
Dalam organisasi program pendidikan SMK dikenal sebutan program studi
yang dikelompokkan menjadi program inti dan program pilihan. Program inti
merupakan program yang wajib diikuti oleh semua siswa yang mengacu pada
pencapaian tujuan nasional, perubahan nilai dan tata hidup dalam masyarakat seiring
dengan perkembangan ilmu dan teknologi, pengetahuan dan kemampuan kejuruan
dan sikap yang sesuai. Program inti ini mencakup Mata Pelajaran Dasar Umum
(MPDU) dan Mata Pelajaran Dasar Kejuruan (MPDK). MPDU meliputi sejumlah
mata pelajaran yang wajib diikuti oleh semua kelompok pada SMKTA. MPDK
bertujuan untuk memberikan bekal dasar pengetahuan, sikap dan keterampilan yang
diperlukan untuk mendasari program pilihan, terdiri atas sejumlah mata pelajaran
dasar yang wajib diikuti oleh semua siswa SMKTA yang serumpun. Rumpun adalah
kumpulan program studi yang mempunyai MPDK yang sama.
Program pilihan, merupakan program yang dapat dipilih oleh siswa sesuai
dengan minat, bakat dan kemampuannya serta kebutuhan daerah dan pembangunan.
Program pilihan yang dimaksud mengacu kepada penguasaan kejuruan dengan
kompetensi khusus keilmuan, sikap-sikap profesionalisme yang disyaratkan serta
membuka kemungkinan pelaksanaan pendidikan seumur hidup. Program pilihan
dituangkan dalam Mata Pelajaran Kejuruan (MPK). Implementasi kedua program
tersebut adalah :
· SMKTA: Program Inti 60% (MPDU 30% dan MPDK 30% dan Program Pilihan
40%)
· SMKTP: Program inti 70% dan program pilihan 30%
d. Strategi Pembelajaran
Konsep implementasi kurikulum ini didasarkan pada prinsip-prinsip :
· Prinsip relevansi, dimana kurikulum dikembangkan dengan mempertimbangkan
tuntutan kebutuhan siswa baik secara umum maupun perorangan sesuai dengan minat
dan bakat siswa serta kebutuhan lingkungan.
· Prinsip pengembangan, dimana kurikulum dikembangkan secara bertahap dan
terus menerus dengan jalan mengadakan perbaikan/pemantapan dengan
pengembangan lebih lanjut yang bersifat progresip.
· Prinsip pendidikan seumur hidup, dimana kurikulum dirancang untuk membuka
kemungkinan pengembangan pendidikan seumur hidup (tak mengenal batas usia)
· Prinsip keluwesan/fleksibel, yaitu kurikulum dikembangkan dengan
mempertimbangkan fleksibel dalam pelaksanaannya/implementasinya.
e. Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Evaluasi yang serempak dilaksanakan per semester, dimana masih lebih
menekankan pada evaluasi terhadap tingkat penguasaan pengetahuan, prinsip dan
konsep-konsep. Penilaian terhadap penguasaan keterampilan masih bersifat sebagai
unsur penunjang. Penilaian terhadap praktek biasanya dilakukan pada semester ke 5
atau semester 1 di tingkat 3.
f. Proses Pembelajaran
· Pelaksanaan PBM terdiri atas kegiatan intra-kurikuler, ko-kurikuler, dan ekstra-
kurikuler
· Pelajaran teori diintegrasikan ke dalam pelajaran praktek untuk mata pelajaran
yang sama
· Tahun pertama merupakan tahun bersama ( belum dijuruskan)
· Menerapkan sistem kredit semester
· Mulai dilaksanakannya bimbingan karir (BK)
· Mulai diimplementasikannya mata pelajaran PSPB dengan alokasi waktu 2 jam
pelajaran per minggu
· Keterpaduan teori dan praktek dalam pelaksanaan dengan bobot praktek kejuruan
sekitar 40% dari keseluruhan program pendidikan
· Susunan dengan pola program inti dan program pilihan dengan porsi 60% :
40%
· Unit Produksi Sekolah (sebagai sarana kerjasama sekolah dengan dunia
usaha/industri) dijadikan tempat praktek guru dan siswa dalam meningkatkan
kemampuan profesionalnya, karena unit produksi dapat dikembangkan secara bisnis
menyerupai sebuah usaha/industri yang menghasilkan dana untuk membantu praktek
siswa.
g. Hambatan dalam pengimplementasian kurikulum
· Pola penyelenggaraan proses belajar mengajar dilakukan di sekolah, sehingga
materi kejuruan yang diberikan tidak jarang bertentangan atau tidak sesuai dengan
jenis pekerjaan yang ada di dunia industri.
· Karena seluruh proses pengembangan kurikulum dilakukan di tingkat pusat,
sekolah sebagai pelaksana, maka kebijakan yang diberikan dari pusat cenderung
berlawanan dengan kondisi di lapangan sehingga proses PBM/pendidikan tidak
berjalan dengan efisien dan efektif.

2. Kurikulum SMK 1993/1994


a. Latar Belakang
Perubahan kurikulum ini terutama didasarkan atas pertimbangan-pertimbangan
untuk menyesuaikan dengan ketentuan-ketentuan baru dalam UU No. 2 tahun 1989
tentang Sistem Pendidikan Nasional, PP No. 29 tahun 1990 tentang Pendidikan
Menengah dan SK Mendikbud No. 0490/U/1992 tentang Sekolah Menengah
Kejuruan dan Pertimbangan lain yang terjadi dalam sektor ketenagakerjaan dan
pembangunan, serta kecenderungan yang akan terjadi di masa depan. Kurikulum
1994 menggunakan pendekatan berbasis kompetensi, yaitu segala sesuatu ditetapkan
atas dasar perimbangan pencapaian kemampuan yang harus dikuasai oleh lulusan
melalui analisis jabatan yang ada di lapangan kerja.
b. Tujuan Pendidikan
Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang Pendidikan
Menenegah, Bab 1 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi : Pendidikan Menengah Kejuruan
adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Kemudian Bab II pasal 3 Ayat 2 mengatakan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan
mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap professional.
c. Pengorganisasian Materi
· GBPP Kurikulum 1994 disajikan tidak secara rinci namun dalam garis-garis
besarnya saja.
· Mata-mata pelajaran pada kelompok dasar kejuruan seperti matematika, bahasa
inggris dan IPA di beri alokasi jam tambahan.
d. Strategi Pembelajaran
· “Link and Macth”, merupakan salah satu kebijakan baru untuk pembangunan
pendidikan yang sering diterjemahkan terkait dan sepadan. Kebijakan “Link and
Macth” mengimplikasikan wawasan sumber daya manusia, wawasan masa depan,
wawasan mutu dan wawasan keunggulan, wawasan profesionalisme, wawasan nilai
tambah dan wawasan ekonomi dalam penyelenggaraan pendidikan khususnya
pendidikan kejuruan.
· Pendekatan dari “supply-driven” menuju ke “demand-driven”. Pendekatan lama
yang bersifat “supply-drivend” dilakukan secara sepihak oleh penyelenggaraan
pendidikan kejuruan, mulai dari perencanaan , penyusunan kurikulum dan
evaluasinya. Pada pendekatan “demand–driven” mengharapkan justru pihak dunia
usaha, dunia industri aatau dunia kerja yang harusnya lebih berperan dalam
menentukan mendorong dan menggerakan pendidikan kejuruan sebagai yang
berkepentingan dari sudut tenaga kerja.
· Dari “School-based program” ke “dual-based program”. Perubahan dari
pendidikan berbasis sekolah kependidikan berbasis ganda mengharapkan supaya
program pendidikan kejuruan dilaksanakan didua tempat. Teori dan praktek dasar
kejuruan dilaksanakan di sekolah , sedangkan keterampilan produktif dilaksanakan di
DU/DI dengan prinsip belajar sambil bekerja (Learning by doing).
· Majelis Pendidikan Kejuruan Nasional (MPKN), yang dibentuk dengan Surat
Keputusan Bersama (SKB) Mendikbud dan ketua umum KADIN pada tanggal 17
Oktober 1994 No. 0267a/U/1994 dan No. 84/KU/X/1994. MPKN telah secara efektif
menggerakkan berbagai badan organisasi perusahaan dan Asosiasi profesi yang
dibawah naungan KADIN dalam mendukung pelaksanaan PSG. MPKN bertugas
melakukan standarisasi jabatan, standarisasi kompetensi dan sistem pengujian serta
sertifikasi.
· Pendidikan Sistem Ganda (PSG), merupakan suatu bentuk pendidikan keahlian
kejuruan yang memadukan secara sistimatis dan singkron program pendidikan
disekolah dan program belajar melalui kegiatan bekerja langsung pada bidang
pekerjaan yang relavan, terarah untuk mencapai penguasaan kemampuan keahlian
tertentu.
· Dibentuknya Bursa Kerja Khusus (BKK), merupakan wadah untuk
pemasaran lulusan SMK yang merupakan salah satu ukuran utama dalam
menilai keberhasilan SMK.
e. Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Selain dilaksanakan evaluasi tertulis terhadap tingkat penguasaan konsep,
prinsip dan pemahaman yang bersifat teoritis juga adanya uji profesi untuk mengukur
tingkat penguasaan keahlian kejuruan sesuai dengan kompetensi yang ada pada
kurikulum 1994, sebagai pengganti EBTANAS.
f. Proses Pembelajaran
Pembelajaran menurut Kurikulum SMK 1994 disajikan dalam periode catur
wulan, PBM dilaksanakan di sekolah dan di dunia usaha/industri, program
pembelajaran disusun bersama-sama antara sekolah dan institusi pasangan. Pola
pelaksanaan kurikulum SMK 1994 berbeda dengan kurikulum SMK 1984 dalam
berbagai hal antara lain :
· Petunjuk pelaksanaan lebih sederhana sekolah dapat melakukan improvisasi dan
pengayaan di lapangan
· Pengajaran tidak hanya mengandalkan sumber daya pendidikan sekolah tetepi di
beri kesempatan memenfaatkan potensi yang ada di dunia industri dan lingkungannya
· Adanya muatan lokal
· Adanya keahlian kejuruan yang dipelajari di sekolah dengan keahlian profesi
yang di perlukan di lapangan
· SMK di dorong membentuk kegiatan unit produksi yang di kelola secara
professional.
· Di kembangkannya sistim magang yang diakui sebagai bagian dari kegiatan
belajar melalui praktek lapangan.
· SMK diharapkan dapat mengembangkan program yang berorientasi pada pasar
kerja.
· SMK dilengkapi dengan bimbingan kejuruan.
· Dibentuknya majelis penasehat sekolah yang beranggotakan seluruh pihak yang
terkait dengan SMK.
g. Hambatan Utama dalam Implementasi kurikulum
Mengingat tidak meratanya kondisi daerah dan ketersediaan DU/DI baik jumlah
maupun yang bersedia menjadi institusi pasangan, maka tidak jarang pihak sekolah
mengalami kesulitan untuk menetapkan jenis pekerjaan dan materi yang akan
diberikan kepada peserta didik yang bisa sesuai dan diterima oleh dunia kerja. Selain
itu pelaksanaan penempatan siswa yang akan melakukan praktek kerja industri sering
tidak sesuai dengan kompetensi yang dimiliki siswa.

3. Kurikulum SMK Edisi 1999


a. Latar Belakang
Upaya pembaharuan pendidikan harus dilakukan secara terus menerus sejalan
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, tuntutan ekonomi, dan
perubahan dalam masyarakat. Khususnya pada pendidikan kejuruan, telah banyak
upaya pembaharuan penyelenggaraan pendidikan di Sekolah Menengah Kejuruan
(SMK) yang dilakukan selama ini. Namun, berdasarkan hasil-hasil kajian,
pengamatan, dan penelitian, upaya pembaharuan tersebut banyak menghadapi
kendala-kendala di lapangan, yang perlu dicari alternatif pemecahannya.
Permasalahan SMK telah menjadi perhatian pemerintah, masyarakat dan dunia
industri paling tidak sejak periode 1990-an sampai sekarang, adalah sama yaitu
menyangkut hal: masa tunggu kerja tamatan, tingkat pengangguran yang tinggi, mutu
lulusan SMK, sistem kompetensi dan sertifikasi. Menyadari hal tersebut, Depdikbud
(sekarang Depdiknas) mengeluarkan kebijakan “link and match” melalui model
pendidikan sistem ganda (PSG) dan sertifikasi dalam implementasi Kurikulum Edisi
1999.
b. Tujuan Pendidikan
Tidak ada perubahan yang mendasar antara tujuan pendidikan pada kurikulum
1994 dengan 1999, yaitu pada Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1990 tentang
Pendidikan Menenegah, Bab 1 Pasal 1 ayat 3 yang berbunyi: Pendidikan Menengah
Kejuruan adalah pendidikan pada jenjang pendidikan menengah yang mengutamakan
pengembangan kemampuan siswa untuk melaksanakan jenis pekerjaan tertentu.
Kemudian Bab II pasal 3 Ayat 2 mengatakan bahwa Pendidikan Menengah Kejuruan
mengutamakan persiapan siswa untuk memasuki lapangan kerja serta
mengembangkan sikap professional.
c. Pengorganisasian Materi
· Kurikulum SMK Edisi 1999 disusun oleh sekolah bersama-sama dengan industri
dan elemen masyarakat lain yang tergabung dalam Majelis Sekolah. Sehingga
sekolah mempunyai peluang yang besar dalam mengembangkan dan melakukan
inovasi kurikulum secara bebas, bertanggung jawab, dan mandiri.
· Penyusunan Kurikulum SMK Edisi 1999 dikembangkan dengan mengaju pada
beberapa prinsip, yaitu: pengelompokkan kembali program berdasarkan kesamaan
akar kompetensi, tingkat keluwesan keahlian, perkutan daya adaptabilitas,
standarisasi program, pentahapan pembelajaran, berbasis ganda dan kegiatan ekstra
kurikuler.
· Kurikulum SMK Edisi 1999 disusun menjadi tiga tahap, yaitu: (1) tingkat I berisi
kompetensi dan bahan kajian dasar-dasar kejuruan; (2) tingkat II berisi kompetensi
dan bahan kajian yang lebih fungsional; dan (3) tingkat III berisi paket-paket
keahlian.
· Pada kurikulum 1999 program pendidikan dan pelatihan terdiri dari program
normatif, adaptif, dan produktif.
d. Strategi Pembelajaran
· Kurikulum SMK Edisi 1999 merupakan perpaduan dari dua pendekatan
(kurikulum 1994 dan 1996) yaitu kurikulum berbasis kompetensi dan pendekatan
berbasis luas, kuat dan mendasar (Broad Band Curriculum=BBC dan Competency
Based Curriculum=CBC) sebagai upaya meningkatkan mutu tamatan SMK sesuai
dengan kebutuhan pasar kerja dan perkembangan dunia kerja.
· Metode pembelajaran tuntas (Mastery Learning) dan berbasis ganda (Dual Based
Program), dilaksanakan di sekolah dan di dunia industri/usaha.
· Perkuatan kemampuan daya sesuai dengan kemandirian pengembangan diri
tamatan (Depdikbud, 1999).
· Pada kurikulum edisi 1999 tercermin adanya penambahan jam pembelajaran,
baik pada pembelajaran Matematika, Kimia, Bahasa Inggris maupun pada aspek
produktif. Begitu juga pada penambahan mata pelajaran atau diklat kewirausahaan.
e. Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Terlaksananya ujian profesi dan sertifikasi industri melalui kerja sama yang
makin mantap. Dalam Kebijakan Teknis Pengembangan dan Implementasi
Kurikulum SMK Edisi 1999, yang dirumuskan oleh Balitbang dan Ditjen Dikdasmen,
dinyatakan: “untuk kepentingan pemasaran tamatan di SMK diberlakukan Uji
Kompetensi di samping EBTANAS”. EBTANAS sifatnya wajib diikuti oleh seluruh
siswa untuk dapat dinyatakan lulus dari SMK, sedangkan Uji Kompetensi lebih
bersifat memberi kesempatan kepada siswa untuk memperoleh sertifikasi
(pengakuan) terhadap keahlian yang dimiliki sebagai bekal untuk memasuki dunia
kerja.
f. Proses Pembelajaran
Dalam pembelajaran aspek normatif dan adaptif ditekankan agar tidak lagi
menggunakan metode dan teknik pembelajaran konvensional seperti duduk, dengar,
catat, dan hapal (DDCH). Pembelajaran yang bermakna (memiliki life skill yang
tinggi) hanya akan tercapai, bila tercipta “pembelajaran, aktif, kreatif, efektif dan
menyenangkan (PAKEM) tercipta dalam kelas. PAKEM akan terwujud bilamana
metode dan pendekatan pembelajaran diterapkan antara lain:
· Penerapan pola CBSA melalaui pendekatan proses.
· Pendekatan Quantum Teaching dan Quantum Learning.
· Begitu pula dalam pembelajaran produktif agar dihasilkan efisiensi dan efektif,
sesuai dengan tuntutan kurikulum edisi 1999, diharuskan menggunakan pendekatan
“Pelatihan Berbasis Kompetensi (Competency Base Training) CBT.
g. Hambatan Utama dalam Implementasi Kurikulum
Pelaksanaan Kurikulum SMK Edisi Tahun 1999 juga menghadapi beberapa
kendala. Dalam penerapan kurikulum broad based terdapat kesulitan dalam
menentukan materi program adaptif, untuk kelompok yang sejenis tetapi sangat
berbeda bidang keahliannya. Misalnya, untuk kelompok teknologi industri, terdapat
perbedaan karakteristik isi kurikulum antara bidang keahlian Teknik Bangunan dan
Teknik Mesin. Hal ini perlu diperhatikan dalam penyajian program adaptif, yang
seharusnya juga berbeda. Kendala berikutnya mungkin terjadi untuk program
pendidikan dan pelatihan praktik industri, yang lamanya minimum 6 bulan kerja
sesuai dengan jam industri. Perubahan waktu praktik industri dari 4 bulan menjadi 6
bulan ini perlu diantisipasi, baik dalam pengelolaannya di sekolah maupun
ketersediaan tempat praktik dan koordinasinya pada dunia usaha/industri.

4. Kurikulum SMK Edisi 2004


a. Latar Belakang
· Tantangan kehidupan di masa depan pada hakekatnya adalah tantangan terhadap
kompetensi yang dimiliki manusia. Karena itu arah pengembangan kurikulum harus
berbasis pada pengembangan potensi manusia yang beragam.
· Perlu disadari bahwa manusia dilahirkan unik dengan segala keberagaman dan
kecepatannya. Karena itu kurikulum sebagai acuan dan fasilitator penyelenggaraan
pendidikan, sayogianya memberi peluang adanya kemerdekaan dan pemerataan
dalam pendidikan.
· Pendidikan menjadi bermakna apabila secara pragmatis dapat mendidik manusia
bisa hidup sesuai zamannya.
· Pendidikan harus dilihat sebagai wahana untuk membekali peserta didik dengan
berbagai kemampuan, guna menjalani dan mengatasi masalah kehidupan pada hari
esok maupun masa depan yang selalu berubah.
· Pendidikan kejuruan perlu mengajar dan melatih peserta didik untuk menguasai
kompetensi dan kemampuan lain yang dibutuhkan untuk menjalani kehidupan dan
yang berguna sebagai modal untuk mengembangkan dirinya di kemudian hari.
b. Tujuan Pendidikan
· Menyiapkan peserta didik agar menjadi manusia produktif, mampu bekerja
mandiri, mengisi lowongan pekerjaan yang ada di DUDI sebagai tenaga kerja tingkat
menengah, sesuai dengan kompetensi dalam program keahlian yang dipilihnya.
· Menyiapkan peserta didik agar mampu memilih karir, ulet dan gigih dalam
berkompetisi, beradaptasi dilingkungan kerja dam mengembangkan sikap profesional
dalam bidang keahlian yang diminatinya.
· Membekali peserta didik dengan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni agar
mampu mengembangkan diri dikemudian hari baik secara mandiri maupun melalui
jenjang pendidikan yang lebih tinggi.
· Membekali peserta didi dengan kompetensi-kompetensi sesuai dengan program
keahlian yang dipilih.
c. Pengorganisasian Materi
Untuk mencapai standar kompetensi yang telah ditetapkan oleh industri/dunia
usaha/asosiasi profesi, materi diklat dikemas dalam berbagai mata diklat yang
dikelompokkan dan diorganisasikan menjadi program normatif, adaptif dan produktif.
Khusus untuk program produktif ada acuan baku yang dikenal dengan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI)
d. Strategi Pembelajaran
Pembelajaran kurikulum SMK 2004 berbasis kompetensi menganut prinsip
pembelajaran tuntas (mastery learning) untuk dapat menguasai sikap, pengetahuan
dan keterampilan agar dapat bekerja sesuai dengan profesinya seperti yang dituntut
suatu kompetensi. Untuk dapat belajar secara tuntas, dikembangkan prinsip
pembelajaran :
· Learning by doing (belajar melalui aktivitas/kegiatan nyata yang memberikan
pengalaman belajar bermakna), dikembangkan menjadi pembelajaran berbasis
produksi.
· Individualized learning (pembelajaran dengan memperhatikan keunikan setiap
individu) dilaksanakan dengan sistem moduler.
e. Teknik Evaluasi Hasil Belajar
Konsistensi dengan pendekatan kompetensi yang digunakan dalam
pengembangan kurikulum SMK Edisi 2004, maka sistem penilaian menitikberatkan
pada penilaian hasil belajar berbasis kompetensi dan penilaian berbasis kelas dengan
ciri sebagai berikut:
· Menggunakan Penilaian Acuan Patokan (Criterion Reference Assessment)
· Keberhasilan peserta didik hanya dikategorikan dalam bentuk ”kompeten” dan
”belum kompeten”
· Penilaian dilaksanakan secara berkelanjutan
· Selain itu untuk pengakuan terhadap kompetensi yang telah dikuasai oleh peserta
diklat, perlu dikembangkan mekanisme pengakuan sebagai berikut:
· Verifikasi terhadap hasil penilaian pihak internal SMK oleh pihak eksternal, agar
apa yang telah dicapai peserta didik dapat diserfikasi oleh dunia kerja.
· Recognition of Prior Learning (RPL) atau Recognition of Current Competency
(RCC) untuk mendukung pelaksanaan sistem multi-entry/multi-exit.
f. Proses Pembelajaran
Pelaksanaan pembelajaran dituangkan dalam bentuk kegiatan-kegiatan
kurikuler dan ekstrakurikuler. Pola penyelenggaraan pendidikan di SMK dapat
menerapkan berbagai pola yaitu pola pendidikan sistem ganda (PSG), multi-entry exit
(MEME) dan pendidikan jarak jauh.
g. Hambatan Utama dalam Implementasi Kurikulum
Dalam pelaksanaan kurikulum SMK Edisi 2004 mengalami beberapa hambatan
misalnya :
· Secara umum belum memandainya sarana dan prasarana pendidikan di
Indonesia, fasilitas belajar dan peralatan laboratorium banyak yang rusak/tidak layak
dan tidak sesuai lagi dengan peralatan yang ada di dunia kerja.
· Faktor kompetensi dan profesionalisme guru yang kurang memadai, sehingga
kurikulum tidak bisa berjalan secara efektif.
· Terdapatnya kesenjangan yang mencolok antara SMK yang ada di kota-kota
besar dengan daerah, sehingga kita tidak bisa memacu pendidikan dengan cepat.
DAFTAR PUSTAKA

Muchlas Samani. 1992. Keefektifan Program Pendidikan STM: Studi Penelitian


Pelacakan terhadap Lulusan STM Rumpun Mesin Tenaga dan Teknologi Pengerjaan
Logam di Kotamadya Surabaya tahun 1986 dan 1987. Disertasi doktor IKIP Jakarta.

Mulyani A. Nurhadi,. 1988. The Effects of Schooling Factor on Personal Earning


Within the Context of Internal Labor Market in PT. Petrokimia Gresik (Persero)
Indonesia. Yogyakarta: PPS IKIP Yogyakarta.

Zulbakir & Fazil. 1988. Program Pendidikan Menengah Teknologi dan


Perkembangan IPTEK di Indonesia. Makalah disampaikan pada Konvensi Nasional
Pendidikan Juli 1988, Bandung

Cony R. Semiawan, 1991. Pengembangan Kirikulum untuk SMKTA Menyongsong


Era Tinggal Land. Makalah pada Seminar Pengembangan Kurikulum SMK. Juni
1991. Jakarta: Balitbang Dikbud.

Tilaar, H.A.R. 1991. Sistem Pendidikan Yang Modern Bagi Pembangunan


Masyarakat Industri Modern Berdasarkan Pancasila. Makalah pada KIPNAS V
September 1991, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai